SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN PENYULUHAN PERTANIAN

SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
KOMUNIKASI PENYULUHAN PUBLIK

OLEH:

AZWANIL FAKHRI
NIM. 157045030

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .....................................................................................................


i

PENDAHULUAN
Latar Belakang..........................................................................................

1

Rumusan Masalah ...................................................................................

4

PEMBAHASAN
Uraian Teoritis..........................................................................................

5

Kajian yang Relevan dan Analisis Studi Kasus ...................................

12


Analisis Hasil............................................................................................

20

SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

26

i

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pertanian bukan “cuma” merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan
pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian adalah sebuah cara hidup (way
of life atau livehood) bagi sebagian besar petani di Indonesia. Oleh karena itu

pembahasan mengenai sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani,
sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo
economicus, melainkan juga sebagai homo socius dan homo religius. Konsekuensi
pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang
memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya ke dalam
kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian.
Dalam berbagai diskursus sosial-ekonomi-politik nasional di pelbagai media
massa dan elektronik, tema-tema pertanian kerap diletakkan sebagai subjek subordinat. Dunia pertanian masih dipandang sebagai subsistem pelengkap dari
bangunan sistem besar negara. Padahal, pertanian merupakan salah satu sektor vital
negara yang harus dimodernisasi. Dalam pelbagai kebijakannya, pemerintah selalu
mendorong semua pihak untuk mencari formulasi solusi pemberdayaan dunia
pertanian.
Padahal pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian
nasional. Pembangunan ekonomi masih akan tetap berbasis pertanian secara luas.
Sebab, sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi maka kegiatan jasajasa dan bisnis berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, dengan kata lain
kegiatan agribisnis akan menjadi salah satu kegiatan unggulan pembangunan
ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas.
Secara umum, alasan utama bagi pembangunan ekonomi yang bertumpu di
sektor pertanian karena adanya anggapan bahwa semakin maju perekonomian suatu
negara maka sektor pertaniannya (termasuk perikanan dan kehutanan) akan semakin

mampu dalam memenuhi kebutuhan domestiknya. Bahkan di berbagai negara maju,

1

2

sektor pertanian dipertahankan sedemikian rupa dengan memberikan subsidi yang
relatif besar ke sektor pertanian, seperti Amerika dan berbagai negara Eropa karena
mereka berkeyakinan bahwa salah satu indikator kemajuan suatu negara perlu
didukung kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pertanian, khususnya pangan.
Suatu paradoks, apabila kemajuan suatu negara tidak diimbangi dengan
kemajuan di sektor pertanian karena tidak ada kontradiksi antara kebutuhan
mempercepat pembangunan pertanian dan penurunan peranan sektor pertanian
terhadap produk domestik bruto (PDB). Di samping itu, ada indikasi bahwa semakin
maju suatu negara maka kesejahteraannya dapat diukur dengan semakin mampunya
suatu negara dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Pada era perdagangan bebas dewasa ini, daya saing antar negara tidak
ditentukan hanya oleh melimpahnya sumberdaya alam tetapi lebih ditentukan oleh
kemampuan sumberdaya manusia negara yang bersangkutan dalam memproduksi
barang dan jasa untuk diperdagangkan baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut Human Development Index (HDI), Indonesia berada pada peringkat 112 dari
170 negara anggota PBB. Angka ini dapat menjadi indikator tentang rendahnya daya
saing sumberdaya manusia Indonesia dalam persaingan regional maupun global.
Karenanya, peningkatan daya saing petani dan pelaku usaha pertanian lainnya
perlu lebih ditingkatkan; upaya mengembangkan kemampuan, pengetahuan,
keterampilan dan sikap petani beserta keluarganya dan pelaku usaha pertanian
lainnya melalui proses pembelajaran agar mau dan mampu menolong serta
mengorganisasikan dirinya, memiliki akses ke sumber informasi, teknologi, dan
sumberdaya lainnya untuk bekerjasama yang saling menguntungkan dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga mereka dapat meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya.
Penyuluhan pertanian sebagai bagian integral pembangunan pertanian
merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian lain
untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk itu
kegiatan penyuluhan pertanian harus dapat mengakomodasikan aspirasi dan peran
aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya melalui pendekatan partisipatif.

3

Pengembangan pembangunan pertanian di masa mendatang perlu memberikan

perhatian yang khusus terhadap penyuluhan pertanian, karena penyuluhan pertanian
merupakan salah satu kegiatan yang strategis dalam upaya pencapaian tujuan
pembangunan pertanian. Melalui

kegiatan

penyuluhan,

petani

ditingkatkan

kemampuannya agar dapat mengelola usaha taninya dengan produktif, efisien dan
menguntungkan,

sehingga

petani

dan


keluarganya

dapat

meningkatkan

kesejahteraanya. Meningkatnya kesejahteraan petani dan keluarganya adalah tujuan
utama dari pembangunan pertanian.
Dalam UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan jelas tersurat bahwa kelembagaan penyuluhan diklasifikasikan ke dalam
berbagai tingkatan. Di tingkat Pusat ada yang disebut dengan Badan Penyuluhan. Di
Provinsi dikenal adanya Badan Koordinasi Penyuluhan. Di Kabupaten/Kota ada yang
dinamakan dengan Badan Pelaksana Penyuluhan. Di tingkat Kecamatan disebut Balai
Penyuluhan dan di tingkat pedesaan dikenal Pos Penyuluhan.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa penyuluh dikategorikan kepada tiga
golongan, yakni penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya. Mengacu
kepada hal-hal tersebut di atas, maka tidak dikenal lagi sebutan penyuluhan pertanian
atau penyuluhan perikanan atau penyuluhan kehutanan. Yang ada ialah makna
"sistem penyuluhan" sebagai gumpalan dari istilah sistem penyuluhan pertanian,

perikanan dan kehutanan.
Rancang bangun sistem penyuluhan adalah sebuah rumusan sistematis tentang
penyuluhan yang dikemas secara utuh, terukur, terpola, holistik dan komprehensif
sebagai upaya untuk menajamkan dan membumikan kebijakan, strategi dan program
penyuluhan agar tidak hanya muncul sebagai wacana, namun akan benar-benar
terasakan manfaat nya oleh kaum tani di perdesaan. Sebagai suatu sistem, penyuluhan
memang harus ditopang oleh beragam komponen subsistem yang mendukungnya.
Secara realistik, rancang bangun sistem penyuluhan, mestinya mampu
diarahkan ke dalam dua suasana yang saling mendukung. Pertama, adalah sampai
sejauh mana kita mampu menjadikan sistem penyuluhan sebagai penggerak utama
pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan; dan yang Kedua adalah

4

bagaimana kesungguhan kita untuk menjadikan para penyuluh di perdesaan menjadi
katalisator pembangunan yang mampu mendampingi, mengawal, mengawasi dan
mengamankan program-program pembangunan tersebut.
Penyuluh sebagai motor penggerak pembangunan pertanian, sudah seharusnya
mampu memainkan peran vitalnya, selaku “agent of change” di tempat ia berada.
Penyuluh adalah juru penerang yang diharapkan mampu menawarkan solusi untuk

perbaikan kualitas hidup. Penyuluh juga dituntut untuk selalu mampu berperan
sebagai “guru”, yang diminta dapat menularkan setiap pengetahuan, inovasi,
informasi dan teknologi yang ada. Bahkan penyuluh sebagai sosok yang serba bisa
dan dianggap mampu menjadi “problem solver” bagi tiap permasalahan yang
dihadapi petani.
Rancang bangun sistem penyuluhan, mestinya mampu memberi jawaban dan
mejadi solusi atas masalah-masalah yang kini tengah dihadapi. Rancang bangun
sistem penyuluhan, bukan hanya sebuah paradigma namun yang lebih penting lagi
adalah bagaimana hal itu secara nyata mampu teraplikasikan di lapangan. Rancang
bangun sistem penyuluhan, benar-benar perlu disiapkan seapik mungkin. Disinilah
kita dapat mengukurnya, apakah program-program yang diluncurkan Pemerintah ini
berbasis pada proses pembelajaran, pemberdayaan dan pemartabatan masyarakat
benar-benar dikelola secara cerdas hingga bermuara pada kesejahteraan umum yang
diamanahkan oleh pendiri bangsa kita dahulu.

2. Rumusan Masalah
Dalam dunia penyuluhan di Indonesia, sampai dengan saat ini, hanya
penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang memiliki suatu sistem yang
baku sebagaimana diatur dalam UU No. 16/2006. Dalam makalah ini, akan dibahas
dan diuraikan bagaimana sistem penyuluhan itu mengatur tata kelola penyuluhan

pertanian di Indonesia secara luas.

5

PEMBAHASAN

1. Uraian Teoritis
1.1.

Pengertian Penyuluhan
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi

ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki
keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang
selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang menyangkut
kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu mendapatkan perhatian
yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua sumberdaya tersebut
merupakan pelaku dan pelaksana yang menyukseskan program pembangunan
pertanian.
Sementara itu salah satu sumberdaya manusia petugas pertanian adalah

kelompok fungsional yaitu kelompok Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), di mana
Penyuluh Pertanian adalah petugas yang melakukan pembinaan dan berhubungan
atau berhadapan langsung dengan petani. Tugas pembinaan dan pendampingan
dilakukan untuk meningkatkan sumberdaya petani di bidang pertanian, di mana untuk
menjalankan tugas ini di masa depan penyuluh harus memiliki kualitas sumberdaya
yang handal, memiliki kemandirian dalam bekerja, profesional serta berwawasan
global.
Penyuluhan Pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah
perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan
serta mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan
meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya. Menurut U. Samsudin S
(dalam Kartasapoetra, 1987) penyuluhan pertanian adalah suatu cara atau usaha
pendidikan yang bersifat non-formal untuk para petani dan keluarganya di perdesaan.
AT Mosher menambahkan penjelasan bahwa dalam penyuluhan terkandung arti
aktivitas pendidikan di luar bangku sekolah yang disesuaikan dengan waktu dan
keadaan petani sebagai sasaran penyuluhan itu sendiri (Kartasapoetra, 1987).

6

Penyuluhan secara sistematis adalah suatu proses yang; 1) Membantu petani
menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan; 2)
Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari
analisis tersebut; 3) Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan
terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki petani; 4) Membantu petani memperoleh pengetahuan
yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat
yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan; 5)
Membantu petani memutuskan pilihan tepat yang menurut pendapat mereka sudah
optimal; 6) Meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya; dan 7)
Membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam
membentuk pendapat dan mengambil keputusan (Van den Ban & Hawkins, 1999).
Margono (dalam Mardikanto, 2009) memaknai penyuluhan sebagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Istilah ini telah lazim digunakan oleh banyak pihak sejak
Program Pengentasan Kemiskinan pada dasawarsa 1990-an. Terkait hal tersebut,
selanjutnya Mardikanto (2009) merangkum kegiatan penyuluhan dari berbagai
pemahaman, yaitu:
1) Penyebarluasan (informasi), penyuluhan sebagai terjemahan dari kata
“extension”, dapat diartikan sebagai proses penyebarluasan, dalam hal ini
informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dihasilkan oleh
perguruan tinggi ke dalam praktik atau kegiatan teknis.
2) Penerangan/penjelasan, penyuluhan berasal dari kata ”suluh” atau obor,dapat
diartikan sebagai kegiatan penerangan atau memberikan terang bagi yang
dalam kegelapan.
3) Pendidikan non-formal (luar sekolah),
4) Perubahan perilaku, penyuluhan adalaah proses aktif yang memerlukan
interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun “perubahan
perilaku” yang merupakan perwujudan dari: pengethuan, sikap dan
keterampilan.

7

5) Rekayasa sosial, melakukan segala upaya untuk menyiapkan sumberdaya
manusia agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan peran sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing.
6) Pemasaran inovasi (teknis dan sosial)
7) Perubahan sosial, penyuluhan dalam jangka panjang diharapan mampu
menciptakan

pilihan-pilihan

baru

untuk

memperbaiki

kehidupan

masyarakatnya.
8) Pemberdayaan masyarakat, penyuluhan bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat madani dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan
(yang terbaik) bagi kesejahteraannya sendiri.
9) Penguatan kapasitas, upaya untuk melebih mampukan individu agar lebih
mampu berperan di dalam kelompok dan masyarakat global.

1.2.

Sistem Penyuluhan
Penyuluhan pertanian sebagai sebagai suatu sistem pemberdayaan petani

merupakan suatu sistem pendidikan non-formal bagi keluarga petani yang bertujuan
membantu

petani

dalam

meningkatkan

keterampilan

teknis,

pengetahuan,

mengembangkan perubahan sikap yang lebih positif dan membangun kemandirian
dalam mengelola lahan pertaniannya. Penyuluhan pertanian sebagai perantara dalam
proses alih teknologi maka tugas utama dari pelayanan penyuluhan adalah
memfasilitasi proses belajar, menyediakan informasi teknologi, informasi input dan
harga input-output serta informasi pasar (Badan SDM Pertanian, 2003).
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan
penyuluhan menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
daerah. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah tersebut diwujudkan antara lain
dengan memantapkan sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang meliputi
aspek penataan kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, prasarana dan sarana,
serta pembiayaan penyuluhan.

8

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan fungsi sistem penyuluhan
meliputi:
1) Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha
2) Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber
informasi,

teknologi,

dan

sumberdaya

lainnya

agar

mereka

dapat

mengembangkan usahanya
3) Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan
pelaku utama dan pelaku usaha
4) Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan
organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi,
produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan
5) Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang
dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola
usaha
6) Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian
fungsi lingkungan
7) Melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan
kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Lebih lanjut Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa untuk lebih
meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan, diperlukan
sumberdaya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial,
kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian,
perikanan, dan kehutanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir
yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan hutan dan
lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Aspek Kebijakan dan Pelaksana Kebijakan
Kelembagaan penyuluhan berarti kelembagaan pemerintah dan/ atau
masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi-fungsi penyelenggaraan penyuluhan.

9

Secara teknis, hal ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2014
tentang Kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Dalam aturan
ini, Pemerintah membagi kelembagaan penyuluhan secara hirarkis struktural, mulai
dari tingkat pusat hingga ke tingkat kecamatan. Pada tingkat pusat, kelembagaan
penyuluhan berada di dalam struktur kementerian yang mengurus urusan pertanian,
perikanan, dan kehutanan. Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2014,
menyampaikan secara lugas bahwa lembaga ini berbentuk Badan (Eselon 1) dengan
nomenklatur Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia sesuai
dengan kementerian tersebut.

Aspek Ketenagaan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 menetapkan bahwa penyuluhan
dilakukan oleh Penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS),yaitu Pegawai Negeri Sipil
yang diberi tugas, tanggung jawab,wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untukmelakukan kegiatan penyuluhan pertanian; Penyuluh Swasta, yaitu
penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai
kompetensi dalam bidang penyuluhan; dan Penyuluh Swadaya, yaitu pelaku utama
yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan
kesadarannya sendiri mau danmampu menjadi penyuluh.
Suhardiyono (1992) menjelaskan bahwa penyuluh pertanian memiliki
beberapa peran yang dapat diisi secara bertahap, yaitu:
1) Penyuluh sebagai pembimbing petani. Seorang penyuluh adalah pembimbing
dan guru petani dalam pendidikan non-formal. Seorang penyuluh harus
mengenal sistem usahatani setempat dan mempunyai pengetahuan tentang
sistem usahatani, bersimpati terhadap kehidupan petani serta pengambilan
keputusan yang diambil oleh petani baik secara teori maupun praktik.
Penyuluh harus mampu memberikan praktik demonstrasi tentang suatu cara
atau metode budidaya suatu tanaman, membantu petani menggunakan sarana
produksi pertanian dan peralatandengan tepat, memberikan bimbingan kepada
petani

tentang

sumber

dana

kredit

yang

dapat

digunakan

untuk

10

mengembangkan usahatani mereka dan mengikuti perkembangan terhadap
kebutuhan-kebutuhan petani yang berasal dari instansi terkait.
2) Penyuluh

sebagai

organisator

dan

dinamisator

petani.

Dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian, penyuluh pertanian tidak mungkin
mampu untuk melakukan kunjungan kepada masing-masing petani dalam
kurun waktu panjang, sehingga petani harus diajak untuk membentuk
kelompok-kelompok tani dan mengembangkannya menjadi suatu lembaga
ekonomi dan sosial yang mempunyai peran dalam mengembangkan
masyarakat di sekitarnya. Dalam pembentukan dan pengembangan kelompok
tani ini para penyuluh berperan sebagai organisator dan dinamisator.
3) Penyuluh sebagai teknisi. Seorang penyuluh harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan teknis yang baik, karena pada suatu saat ia akan diminta oleh
petani untuk memberikan saran maupun demontrasi kegiatan usahatani yang
bersifat teknis.
4) Penyuluh sebagai jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan
petani. Penyuluh bertugas untuk menyampaikan temuan lembaga penelitian
kepada petani. Sebaliknya, petani berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan
penerapan hasil-hasil temuan lembaga penelitian yang ditemukan oleh
lembaga tersebut kepada penyuluh yang mendampingi dan membinanya
sebagai jembatan penghubung.Selanjutnya penyuluh menyampaikan hasil
penerapan teknologiyang disampaikan oleh petani kepada lembaga penelitian
yang terkait sebagai bahan referensi lebih lanjut.
Secara

umum,

jumlah

dan

kualitas

memadai. Kekurangan dan penurunan jumlah

penyuluh

pertanian

kurang

penyuluh karena pensiun dan

lambatnya pengangkatan penyuluh baru. Akar penyebabnya adalah kurangnya
perhatian pemerintah kepada keberadaan dunia penyuluhan, dan lemahnya komitmen
pemerintah baik pusat maupun daerah. Krisis penyuluh juga disebabkan banyaknya
tenaga PPL yang beralih bidang ke administrasi. Sementara, para penyuluh kontrak
umumnya berumur muda dengan pendidikan beragam, dan juga kurang pengetahuan
dan pengalaman.

11

Akhir Tahun 2010 misalnya, penyuluh Pertanian PNS tinggal sebanyak
27.922 orang, dan tahun 2015 mendekati angka 27.000 orang. Sedangkan Penyuluh
Pertanian honorer sebanyak 1.251 orang, Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu
Penyuluh Pertanian (THL-TB PP) sebanyak 24.551 orang. Penyuluh THL diangkat 3
gelombang tahun 2007, 2008 dan 2009 dengan jumlah awal 25.000 orang. Sementara,
Penyuluh Pertanian Swadaya sebanyak 9.628 orang (BPPSDM Pertanian, 2011).
Sesungguhnya potensi petani maju dan Kontak Tani yang berpotensi menjadi
penyuluh swadaya sangat besar, namun belum ada upaya sistematis untuk
pengangkatan dan mobilisasinya.

Aspek Pembiayaan
Penyelenggaraan penyuluhan pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung
jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang
efektif dan efisien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai, antara lain,
pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan Pemerintah yang terdiri atas biaya
operasional kelembagaan penyuluhan; biaya operasional penyuluh PNS; biaya
pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan biaya tunjangan profesi bagi
penyuluh yang telah memenuhi syarat kompetensi dan melakukan penyuluhan.
Pemerintah melakukan pengawasan penyuluhan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, swasta, dan swadaya terhadap kelembagaan, ketenagaan
penyelenggaraan,

sarana,

prasarana,

dan

pembiayaan

melalui

pengawasan

pelaksanaan kriteria, norma dan standar, pedoman dan prosedur. Pemerintah juga
memfasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode etik penyuluh.
Organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya
dengan memberikan pertimbangan terhadap anggotanya apabila melakukan
pelanggaran kode etik. Berdasarkan pertimbangan organisasi profesi, Pemerintah
memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Berkenaan hal tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Ketentuan Pasal 33
dan Pasal 34 ayat (6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

12

Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, maka disusun Peraturan
Pemerintah tentang Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009.
Dalam aturan ini pemerintah secara tegas mengatur segala hal yang berkaitan dengan
pembiayaan dan pelaksanaan penyelenggaraan penyuluhan.
Sebagaimana penjelasan tentang pembiayaan penyuluhan pertanian, perikanan
dan kehutanan. Yang dimaksud pembiayaan adalah setiap pengeluaran untuk
keperluan penyelenggaraan penyuluhan. Pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan
meliputi:
1) Biaya operasional kelembagaan penyuluhan
2) Biaya operasional penyuluh PNS
3) Biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan
4) Biaya tunjangan profesi bagi penyuluh yang telah memenuhi syarat
kompetensi dan melakukan penyuluhan.
Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) baik provinsi maupun Kabupaten serta sumber-sumber lain yang sah dan
tidak mengikat dengan perimbangan sebagai berikut:
1) Pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan jabatan fungsional
dan profesi, biaya operasional penyuluhan PNS serta sarana dan prasarana
bersumber dari APBN
2) penyelenggaraan penyuluhan di Balai Penyuluhan Kecamatan bersumber dari
APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan programa penyuluhan
3) Pembiayaan penyuluhan pertanian menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Provinsi, Kabupaten/Kota dan masyarakat.

2. Kajian Penelitian yang Relevan dan Analisis Studi Kasus
1. Judul

Tahun

: Hubungan antara Motivasi dan Budaya Kerja
dengan Kinerja Penyuluh Pertanian di
Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat
: 2010

13

Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota
dan
Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal

:
:
:
:
:
:

Jurnal
Elektronik
Amelia Nani Siregar dan Tri Ratna Saridewi
-

Alamat URL/doi

: http://www.stppbogor.ac.id/userfiles/file/03Amel
ia%20edited.pdf

: Jurnal Penyuluhan Pertanian
: Vol. 5 No. 1: hal 24-35

Ringkasan Analisis
Tulisan ini menceritakan tentang hubungan antara motivasi dan budaya kerja
dengan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Subang, baik secara parsial maupun
secara bersama-sama. Selain itu, juga untuk mengetahui kontribusi motivasi dan
budaya kerja terhadap kinerja penyuluh pertanian. Penelitian ini bersifat kuantitatif
korelasional dengan pendekatan analisis jalur (path analysis). Jumlah populasi
penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kabupaten Subang 170 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling)
sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini 47 orang penyuluh pertanian.
Kinerja penyuluh pertanian dirasakan mulai menurun sejak berlakunya
otonomi daerah. Penyuluh pertanian banyak yang beralih fungsi menjadi pejabat
struktural atau tetap menjadi penyuluh pertanian tetapi tidak dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Bentuk kelembagaan setelah mengalami perubahan dengan
adanya otonomi daerah, maka saat ini penyuluh pertanian yang langsung membina
petani merupakan aparat pemerintah daerah. Beberapa Daerah Tingkat II
menganggap bahwa penyuluh pertanian tidak penting karena tidak berpengaruh
langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga beberapa penyuluh
pertanian berpindah profesi menjadi aparat kecamatan untuk bertugas sebagai staf
administrasi.
Penyuluh pertanian tidak sepenuhnya menyadari tugas pokok dan fungsi yang
wajib dilaksanakan, fasilitas bekerja minim, insentif kurang, karir tidak jelas, dan

14

dukungan pemerintah belum optimal. Rendahnya kinerja penyuluh pertanian di
lapangan disebabkan karena faktor ketidakpastian lingkungan eksternal, misalnya
kebijakan pemerintah mengenai penyuluh pertanian yang selalu berubah-ubah dapat
memberikan kontribusi terhadap rendahnya kinerja penyuluh pertanian.
Pelaksanaan tugas penyuluh pertanian dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya kemampuan (ability) penyuluh pertanian yang terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan pendidikannya, faktor motivasi, yaitu motivasi yang terbentuk dari
sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi kerja yang dapat menggerakkan
pegawai agar terarah untuk mencapai tujuan kerja, sarana dan prasarana, budaya kerja
(workplace culture) yang membentuk kebiasaan pegawai ditempat tugas dan menjadi
sikap yang tercermin dalam perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan
yang terwujud sebagai kerja.
Motivasi merupakan faktor pendorong dalam melakukan suatu pekerjaan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai penyuluh pertanian, sebagian besar
(57,14%) penyuluh pertanian melaksanakan tugas karena kebutuhan akan berprestasi.
Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mewujudkan hasil kerja (kinerja) yang lebih baik daripada orang lain.
Menurut Maslow, apabila salah satu kebutuhan terpenuhi maka kebutuhan
lain akan muncul. Self esteem berhubungan dengan kebutuhan berprestasi,
kepandaian yang sempurna dan kompetisi yang menumbuhkan rasa percaya diri dan
berhubungan

dengan

prestise,

status,

pengakuan

dan

penghargaan

yang

menumbuhkan rasa percaya diri. Motivasi yang berpengaruh dalam peningkatan
kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik (motivasi dari dalam diri) dan motivasi
ekstrinsik (motivasi karena dorongan dari luar diri). Kinerja penyuluh pertanian di
Kabupaten Subang lebih dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik daripada intrinsik
karena mereka bekerja untuk kebutuhan berprestasi.
Dalam jurnal hasil penelitian tersebut adalah motivasi mempunyai hubungan
yang kuat dengan kinerja penyuluh pertanian dan secara parsial motivasi mempunyai
pengaruh terhadap kinerja. Peneliti menggunakan Teori Motivasi David McClelland,
yaitu terdapat tiga kebutuhan manusia: 1) Kebutuhan akan berprestasi; 2) Kebutuhan

15

untuk berafliasi; 3) Kebutuhan akan kekuasaan. Kinerja penyuluh pertanian di
kabupaten Subang lebih dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik daripada intrinsik
karena mereka bekerja untuk kebutuhan berprestasi, tetapi jurnal tersebut kurang
menjelaskan yang termasuk kedalam motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik apa
saja hanya menyebutkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi karena dorongan dari
luar diri dan motivasi intrinsik adalah motivasi karena dorongan dari dalam diri.
Berdasarkan sumber yang penulis baca, menurut Lussier dan Poulos (1998)
mengatakan faktor-faktor ekstrinsik yaitu: upah, status, keselamatan kerja, kondisi
bekerja, tunjangan (kesehatan, pensiun), praktek-praktek kebijakan dan administrasi,
serta hubungan personal. Sedangkan faktor-faktor intrinsik, yaitu: pekerjaan yang
bermakna

dan

menantang,

pengakuan,

tanggung

jawab,

dorongan

untuk

berpartisipasi, meningkatkan tanggung jawab, kesempatan untuk tumbuh, dan
kesempatan untuk maju dan berkembang.
2. Judul

: Tingkat Kinerja Penyuluh
Kabupaten Bogor
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Skripsi
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Annisa Mustabsiratul Ummah
Nama Editor
: Judul Buku
: Kota
dan
Nama : Penerbit
Nama Jurnal
: Volume (Edisi); hal
: Alamat URL/doi

Kehutanan

di

: repository.ipb.ac.id/handle/123456789/66015

Ringkasan Analisis
Tulisan ini menceritakan tentang tingkat kinerja penyuluh kehutanan di
Kabupaten Bogor serta faktor internal dan eksternal penyuluh yang berhubungan
dengan tingkat kinerjanya. Penelitian tersebut merupakan penelitian survei dimana
pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai alat yang ditujukan pada
responden dari suatu populasi (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian

16

menggunakan metode kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif. Lokasi
penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa
di wilayah tersebut terdapat penyuluh kehutanan yang melakukan kegiatan
penyuluhan kepada kelompok tani yang mengelola hutan rakyat.
Masyarakat pengelola hutan rakyat harus diberi pengarahan untuk dapat
menggunakan ilmu dan teknologi yang sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Penyuluh dalam hal ini memegang peran penting demi mewujudkan pengelolaan
hutan rakyat yang lebih baik. Masyarakat membutuhkan penyuluh yang mengetahui
cara berkomunikasi yang tepat dan tanpa paksaan sehingga dapat meyakinkan
masyarakat akan kegunaan hal-hal baru tersebut. Penyuluhan bukan merupakan suatu
kegiatan yang hanya berhenti sampai pada tahap penjelasan, namun penyuluhan
memiliki peran penting bagi pihak sasaran agar dapat melanjutkan penjelasan itu
dalam bentuk kegiatan yang nyata (Samsudin, 1982).
Penyuluhan kehutanan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
meningkatkan pengetahuan dan juga keterampilan masyarakat dalam membantu
pembangunan kehutanan saat ini. Selain itu, penyuluhan kehutanan juga dapat
mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar bersedia untuk ikut serta dalam
kegiatan pembangunan kehutanan. Penyuluhan kehutanan merupakan sebuah wadah
bagi masyarakat yang mau dan mampu untuk belajar mengorganisasikan posisinya
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia yang senantiasa dapat dikembangkan. Penyuluh kehutanan
bertugas memberikan pengarahan kepada masyarakat, dalam hal ini adalah
masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani hutan yang mengelola hutan rakyat.
Pengarahan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Menurut Mardikanto (1993), penyuluh harus dapat mengidentifikasi
kebutuhan sasaran, memberikan petunjuk tentang kebutuhan sasaran yang harus
dipenuhinya, dan membimbing sasaran untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut agar sasaran penyuluhan dapat memberikan tanggapan yang baik terhadap
pelaksanaan penyuluhan. Masyarakat memiliki persepsi tersendiri terhadap kinerja

17

penyuluh dalam melaksanakan kegiatan/tugasnya dengan melihat kebutuhan
masyarakat tersebut.
Penyuluh kehutanan dapat dikatakan berhasil apabila dapat memperlihatkan
kinerjanya dengan baik. Penelitian ini, kinerja penyuluh kehutanan yang merupakan
hasil kerja, kemampuan kerja, atau prestasi kerja yang dilakukan oleh penyuluh
kehutanan diperlihatkan dalam kegiatan pelaksanaan penyuluhan yang terdiri dari
penyusunan materi penyuluhan kehutanan, penerapan metode penyuluhan kehutanan,
dan pengembangan swadaya dan swakarya kelompok sasaran. Kegiatan tersebut
dinilai langsung oleh petani binaan dari masing-masing penyuluh.
Kinerja penyuluh kehutanan dapat berhubungan dengan beberapa faktor
internal. Dalam penelitian ini, faktor internal yang diteliti terdiri atas umur, masa
kerja, motivasi kerja, pelatihan penyuluhan yang diikuti, pemanfaatan media, dan
persepsi terhadap tugas/pekerjaan. Kinerja penyuluh kehutanan juga dapat
berhubungan dengan beberapa faktor eksternal yang dalam penelitian ini terdiri atas
sarana dan prasarana penyuluhan, penghargaan, kondisi kerja, dan hubungan
interpersonal.
Hasil penelitian dan pembahasan mengatakan bahwa penelitian ini dapat
disimpulkan tingkat kinerja penyuluh kehutanan di Kabupaten Bogor secara
keseluruhan tergolong rendah, baik dalam kegiatan penyusunan materi penyuluhan
kehutanan maupun kegiatan penerapan metode penyuluhan kehutanan. Rendahnya
tingkat kinerja penyuluh kehutanan tidak ada hubungannya dengan faktor internal
(umur, masa kerja, motivasi kerja, pelatihan yang diikuti, pemanfaatan media,
persepsi terhadap pekerjaan) dan faktor eksternal (sarana dan prasarana, penghargaan,
kondisi kerja, hubungan interpersonal) penyuluh kehutanan. Tidak adanya hubungan
ini diduga karena karakteristik dan tingkat kinerja para penyuluh kehutanan di
Kabupaten Bogor relatif sama.

3. Judul

Tahun

: Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap
Kinerja Penyuluh Lapang di BP3K Wilayah
Ciawi Kabupaten Bogor
: 2010

18

Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota
dan
Nama
Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi); hal

:
:
:
:
:
:

Skripsi
Elektronik
Ika Listiawati
-

Alamat URL/doi

: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/272
92

: : -

Ringkasan Analisis
Tulisan ini menceritakan tentang kepuasan petani terhadap kinerja penyuluh
lapang di BP3K wilayah Ciawi Kabupaten Bogor. Keberhasilan penyuluhan di BP3K
Ciawi dapat diukur melalui tingkat kepuasan masyarakat petani dalam memperoleh
pelayanan dari penyuluh lapangnya. Metode yang digunakan dalam pengambilan
sampel di BP3K Wilayah Ciawi adalah dengan menggunakan metode pengambilan
sampel non-probabilitas atau non-acak menggunakan teknik purposive sampling dan
judgment sampling (cara keputusan).
Penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Indonesia.
Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian,
perikanan dan kehutanan. Tujuan penyuluhan pertanian adalah mengubah perilaku
utama dan pelaku usaha melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
motivasinya (Departemen Pertanian, 2009). Selain itu pembinaan kelompok tani
diharapkan dapat membantu menggali potensi, memecahkan masalah usaha tani
anggotanya secara efektif, dan memudahkan dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya.
Menurut Kotler (2002) terdapat lima dimensi kualitas jasa, yaitu :
1) Berwujud (Tangible); Meliputi penampilan fasilitas fisik penyedia jasa seperti
gedung, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan

19

ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan fisik dari
personel penyedia jasa.
2) Keandalan (Reliability); Keandalan berarti kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang telah dijanjiakan dengan tepat (accurately), kemampuan untuk
dapat dipercaya (dependably), serta tepat waktu (on time).
3) Kesigapan (Responsiveness); Kesigapan merupakan dimensi yang menekankan
kepada kesediaan penyedia jasa dalam membantu pelanggan dan memberikan
pelayanan yang sesuai kebutuhan pelanggan secara cepat dan tepat.
4) Kepastian (Assurance); Dimensi ini menekankan kemampuan penyedia jasa
untuk membangkitkan keyakinan dan rasa percaya diri pelanggan bahwa
penyedia jasa mampu

memenuhi

kebutuhan pelanggannya. Meliputi

kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat, keramahtamahan,
perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam
memberikan informasi, serta kemampuan dalam memberikan keamanan di
dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan.
5) Empati (Empathy); Empati adalah perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti, kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi kepada pelanggan
dan urusan perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Atribut mutu pelayanan yang digunakan untuk menilai tingkat kepuasan
petani di BP3K Wilayah Ciawi terbagi menjadi lima dimensi kualitas jasa. Pada
dimensi berwujud yaitu kerapian dan penampilan penyuluh. Dimensi kehandalan
terdiri dari sembilan atribut pelayanan yang terdiri dari praktek langsung di lapangan,
pelatihan dan kunjungan secara teratur oleh penyuluh, pengupayaan sarana dan
prasarana, penyusunan
kelompok,

memberikan

rencana kegiatan usahatani, membantu
informasi

teknologi,

memberikan

administrasi

informasi

pasar,

memberikan informasi peluang usaha dan permodalan serta peningkatan hasil usaha.
Dimensi kesigapan terdiri dari dua atribut pelayanan yaitu cepat tanggap dalam
menghadapi masalah yang timbul dan kecepatan menangani pengaduan petani.
Dimensi kepastian terdiri dari lima atribut pelayanan yang terdiri dari membantu

20

pengambilan keputusan guna menjalin kemitraan usaha, keramahan penyuluh,
pengetahuan dan kecakapan dalam memberikan materi, pelayanan dan menyelesaikan
masalah secara tuntas dan pengetahuan permasalahan di lapangan. Dimensi terakhir,
empati yang terdiri dari tiga atribut pelayanan yaitu mudah ditemui atau dihubungi,
pelayanan yang sama kepada petani,dan perhatian khusus atas masalah tertentu.
Berdasarkan hasil perhitungan CSI diperoleh nilai sebesar 74,53 persen.
Artinya secara keseluruhan petani di wilayah kerja BP3K Ciawi menyatakan puas
terhadap pelayanan yang diberikan penyuluh lapang BP3K Ciawi. Rekomendasi
upaya yang dapat diterapkan BP3K Ciawi untuk mempertahankan dan meningkatkan
kepuasan petani di wilayah kerja BP3K Ciawi yaitu dengan pembinaan kelompok
tani, meningkatkan jaringan kerjasama penyuluh lapang dan pelatihan bagi penyuluh
lapang.

3. Analisis Hasil
Penyuluhan, awalnya hadir sebagai penghubung atau perantara atau petugas
alih teknologi antara peneliti yang menguasai teknologi dengan petani. Dengan
melaksanakan kegiatan penyuluhan sesuai dengan fungsi-fungsi penyuluhan maka
permasalahan di tingkat petani dapat diatasi. penyuluh memfasilitasi pengenalan dan
penerapan teknologi dan penyampaian masalah oleh petani kepada pihak peneliti. Hal
ini yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan dan/ atau tindakan sebagai
solusi untuk mengatasi masalah. Melalui penyuluh pula solusi tersebut disampaikan
kepada petani.
Penyuluhan pertanian yang secara umum dimaknai sebagai kegiatan
menyebarluaskan informasi dan teknologi pertanian serta membimbing petani di
Indonesia telah mengalami masa keemasan dan kesuraman. Tuntutan di lapangan
semakin rumit sehingga jika penyuluhan pertanian sebagai penyedia public goods
tidak bisa berperan dengan baik maka akan semakin ditinggalkan oleh “penguna
tradisionalnya”. Inilah yang menyebabkan pemerintah akhirnya menyusun suatu
undang-undang sebagai dasar pedoman pelaksanaan penyuluhan lingkup pertanian,
perikanan dan kehutanan.

21

Sejak berlakunya otonomi daerah/desentralisasi, penyelenggaraan penyuluhan
pertanian yang menyangkut aspek-aspek perencanaan, kelembagaan, ketenagaan,
program, manajemen dan pembiayaan menjadi wewenang wajib dan tanggungjawab
pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan pemerintah pusat baik secara langsung
maupun melalui pemerintah propinsi mempunyai wewenang untuk memfasilitasi
pemerintah kabupaten/kota sehingga dapat menyelenggarakan penyuluhan pertanian
secara produktif, efektif dan efisien sesuai kebutuhan lokalita (BPSDM Pertanian,
2003).
Dalam kondisi tersebut hampir semua pemerintah daerah kabupaten/kota
kurang memberi prioritas dan dukungan pada aspek penyuluhan pertanian, akibatnya
penyelenggaraan penyuluhan tidak terprogram dan terlaksana dengan baik
(mengalami stagnasi), sistem penyuluhan kurang terpadu dan tenaga penyuluh
lapangan kurang berfungsi dan petani kehilangan mitra kerja dalam proses alih
teknologi, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan tentang penyelenggaraan
penyuluhan dan kelembagaan penyuluhan di propinsi dan kabupaten/kota dan di
kecamatan menjadi beragam.
Keberhasilan diseminasi teknologi pertanian hasil penelitian dan pengkajian,
sangat tergantung pada aktifitas tenaga penyuluh lapangan dan berfungsinya lembaga
penyuluhan disemua tingkatan, karena secara konsepsional penyuluh lapangan
merupakan perantara dalam proses alih teknologi dari sumber teknologi kepada
petani pengguna.
Beberapa metode dalam sistem penyelenggaraan penyuluhan di tingkat
kabupaten/kota belum berjalan dengan baik dan belum memperlihatkan hubungan
kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dan istansi terkait lainnya seperti institusi
penelitian yang merupakan sumber teknologi (litbang pertanian, perguruan tinggi,
LSM dan swasta) menyangkut aspek koordinasi, sinkronisasi program dan integrasi
pelaksanaan

program

penyelenggaraan

penyuluhan

pertanian.

Sementara

perkembangan wawasan, pengetahuan dan keterampilan petani semakin meningkat
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

22

Basuki dkk (2001) mengkaji tentang hubungan keeratan antara sumber
teknologi, peran penyuluh dan kegiatan petani menunjukkan bahwa terjadi hubungan
positif antara peran penyuluh dengan kegiatan petani, dan antara sumber teknologi
dengan petani, sedangkan hubungan kurang erat terjadi antara sumber teknologi
dengan peran penyuluh. Saat ini banyak sekali hasil-hasil penelitian yang telah
dikeluarkan oleh perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian lainnya, namun
sangat kecil dimanfaatkan oleh Penyuluh Pertanian sebagai materi penyuluhan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu jumlah media diseminasi
teknologi yang diterima relatif sedikit, kesesuaian masalah lapangan dengan waktu
penerimaan media diseminasi, mutu teknologi yang disampaikan kepada penyuluh
Pertanian (Puspadi, 2002).
Perubahan kondisi petani yang semakin maju, menuntut lembaga penyuluhan
kabupaten/kota untuk melakukan perubahan-perubahan sistem penyelenggaraan
penyuluhan, pengembangan sistem informasi inovasi teknologi, peningkatan
profesionalisme penyuluh lapangan untuk dapat merespon semua perubahan yang
terjadi secara cepat dan proporsional.
Sejak berlakunya otonomi daerah dengan wewenang penuh pada pemerintah
kabupaten/kota melakukan perubahan kelembagaan penyuluhan yang disatukan
dengan Dinas Pertanian mengakibatkan penyelenggaraan penyuluhan pertanian
mengalami stagnasi. Sistem penyuluhan terdiri dari metode-metode, pendekatanpendekatan dan kelembagaan atau organisasi. Secara makro sistem penyuluhan terdiri
dari dua bagian yaitu sistem penyaluran/penyampaian (delivery system) dan sistem
penerimaan/penerapan (receiving/adoption system) (Badan Litbang Pertanian, 2001).
Kelembagaan

penyuluhan

merupakan

faktor

penting

dalam

sistem

penyuluhan, tanpa kelembagaan penyuluhan maka penyelenggaraan penyuluhan tidak
bisa

berjalan

dengan

baik.

Lembaga

penyuluhan

berperanan

dalam

menyelenggarakan program penyuluhan dengan melakukan penyebarluasan teknologi
dari sumber teknologi kepada pengguna (petani) atau klien di dalam sistem sosial.
Oleh karena itu lembaga penyuluhan mulai dari pusat, propinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan tingkat desa harus menjalin hubungan koordinasi, integrasi dan

23

sinkronisasi program, baik secara fungsional maupun secara operasional dalam
penyelenggaraan penyuluhan pertanian, sehingga penyelenggaraan penyuluhan
menjadi lebih modern.
Swanson et al. (1997) mencatat adanya beberapa kondisi yang menekan
sehingga perlunya kelahiran penyuluhan pertanian modern, yakni: adanya praktikpraktik baru dan temuan-temuan penelitian, kebutuhan tentang pentingnya informasi
untuk diajarkan kepada petani, tekanan terhadap perlunya organisasi penyuluhan,
ditetapkannya kebijakan penyuluhan, dan adanya masalah-masalah baru yang
dihadapi di lapangan. Perkembangan dunia merupakan konteks yang mempengaruhi
mengapa dibutuhkan organisasi baru dan manajemen modern dalam penyuluhan
pertanian dan pembangunan perdesaan (Swanson et al., 2004). Petani saat ini harus
lebih efisien dan efektif dalam usaha taninya. Dengan informasi yang semakin
terbuka dan naiknya pendidikan petani, penyuluh tidak lagi harus ahli untuk segala
bidang, karena petani sendiri ternyata juga memiliki pengetahuan dan kecerdikan,
secara individu dan kolektif.
Penyuluh pertanian hari ini dituntut menyampaikan pesan yang bersifat
inovatif yang mampu mengubah dan mendorong perubahan perilaku petani sehingga
terwujud perbaikan mutu hidup. Pesan yang disampaikan kepada petani dalam
berbagai bentuk yang meliputi informasi teknologi, rekayasa sosial, manajemen,
ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan. Materi penyuluhan dibuat tidak hanya
sekedar peningkatan produksi namun menyesuaikan dengan isu global yang lain,
seperti upaya menyiapkan petani dalam mengatasi persoalan iklim global. Petani
perlu dikenalkan dengan sarana produksi yang memiliki adaptasi tinggi terhadap
goncangan iklim karena akan berpengaruh kepada rawan pangan dan pengurangan
produktifitas tanamannya.
Selain itu materi penyuluhan perlu berorientasi pada teknik bertani yang
ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik dalam meningkatkan
produktifitas

dan

mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.

Keberhasilan penyebaran suatu teknologi sebaiknya tidak terlepas dari peran
penyuluh yang menjalankan fungsinya sebagai agen pembaharu. Peranan yang

24

dijalankan oleh agen pembaharu dalam menyebarkan inovasi antara lain:
membangkitkan kebutuhan untuk berubah, mengadakan hubungan untuk perubahan,
mengidentifikasi masalah sasaran, memotivasi dan merencanakan tindakan
perubahan.
Dimensi penyuluhan identik dengan pemberdayaan. Dan pemberdayaan
adalah partisipasi dan kemandirian. Partisipasi adalah keterlibatan atau peran
seseorang secara penuh dalam setiap langkah dan tindakan mengambil keputusan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Sedangkan kemandirian adalah kemampuan
untuk

meningkatkan,

mempertahankan

dan

mengelola

berbagai

kegiatan,

kelembagaan, potensi dan sumberdaya lain yang dimiliki tanpa menggantungkan
sepenuhnya pada pihak lain. Dan ini semua termaktub dalam cita-cita yang
diamanahkan oleh UU Nomor 16 Tahun 2006.
Sistem penyuluhan pertanian ke depan harus di dukung oleh political will dan
komitmen yang kuat dari pemerintah, mulai dari pusat, provinsi sampai ke
kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Political will ini pada dasarnya sudah ada dalam
bentuk Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (SP3K). Sedangkan untuk memperkuat komitmennya
pemerintah harus berkomitmen untuk melaksanakan menjelaskan pasal demi pasal
yang menunjukan hal tersebut, seperti kesediaan pemerintah (pusat dan daerah) untuk
membiayai penyelenggaraan penyuluhan pertanian, termasuk pengembangan
sumberdaya dan karier penyuluh itu sendiri. Kegiatan lain adalah pemerintah harus
mampu memberikan pemahaman kepada seluruh aparatur baik di pusat maupun di
daerah bahwa penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan bangsa dan
memajukan kesejahteraan umum adalah hak asasi warga negara Indonesia, sekaligus
bagian dari pembangunan pertanian yang terintegrasi dengan pembangunan nasional
Indonesia.

25

SIMPULAN DAN SARAN

Penyuluhan pertanian yang secara umum dimaknai sebagai kegiatan
menyebarluaskan informasi dan teknologi pertanian serta membimbing petani di
Indonesia telah mengalami masa keemasan dan kesuraman. Tuntutan di lapangan
semakin rumit sehingga jika penyuluhan pertanian sebagai penyedia public goods
tidak bisa berperan dengan baik maka akan semakin ditinggalkan oleh “penguna
tradisionalnya”. Inilah yang menyebabkan pemerintah akhirnya menyusun suatu
undang-undang sebagai dasar pedoman pelaksanaan penyuluhan lingkup pertanian,
perikanan dan kehutanan.
Penyuluhan adalah salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karenanya penyuluh hari ini dituntut menyampaikan pesan yang bersifat inovatif
yang mampu mengubah dan mendorong perubahan perilaku petani sehingga terwujud
perbaikan mutu hidup. Pesan yang disampaikan kepada petani dalam berbagai bentuk
yang meliputi informasi teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum dan
kelestarian lingkungan. Materi penyuluhan dibuat tidak hanya sekedar peningkatan
produksi namun menyesuaikan dengan isu global yang lain, seperti upaya
menyiapkan petani dalam mengatasi persoalan iklim global. Petani perlu dikenalkan
dengan sarana produksi yang memiliki adaptasi tinggi terhadap goncangan iklim
karena akan berpengaruh kepada rawan pangan dan pengurangan produktifitas
tanamannya.
Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan ke depan harus di
dukung oleh political will dan komitmen yang kuat dari pemerintah, mulai dari pusat,
provinsi sampai ke kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Namun demikian,
pemerintah harus mampu memberikan pemahaman kepada seluruh aparatur ba