Kajian Sifat Mekanik Pada Campuran Aspal Dengan Palm Oil Fly Ash Akibat Beban Tekan Dan Ketahanan Rendam Air
KAJIAN SIFAT MEKANIK PADA ASPAL DENGAN
FLY ASH AKIBAT BEBAN TEKAN DAN
KETAHANAN RENDAM AIR
M. TAUFIK FADLY NST 090401049
Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.Tiada daya dan kekuatan selain dari-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih diambil dari mata kuliah Pengecoran Logam, yaitu “KAJIAN SIFAT MEKANIK PADA CAMPURAN ASPAL DENGAN PALM OIL FLY ASH AKIBAT BEBAN TEKAN DAN KETAHANAN RENDAM AIR”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, pengetahuan, dan lain-lain dalam penyelesaian skripsi ini.Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Ir. AlfianHamsi, MSc sebagai Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir. H. M Sueib Tahir Nst, dan Ibunda Hj. Tinneke Nurhayati Lbs, kakak saya Indah Permata Sari Nst, SE atas doa, kasih sayang, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis, dan memberikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Alfian Hamsi, MSc sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang banyak memberi arahan, bimbingan, motivasi, nasehat, dan pelajaran yang sangat berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini.
3. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Ir.Syahril Gultom, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
(3)
4. Seluruh Staf Pengajar DTM FT USU yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi selesai, dan seluruh pegawai administrasi DTM FT USU, juga kepada staf Fakultas Teknik.
5. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin stambuk 2009 yang banyak memberi motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah.Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.Amin Ya Rabbal Alamin.
Medan, Juni 2014 Penulis,
NIM : 090401049
(4)
ABSTRAK
Fly ash merupakansisadaripembakaranpadaboiler yang berupaabu dengan jumlah yangterus meningkat sepanjang tahun yang sampaisekarang masihkurangtermanfaatkan. Fly ash biasanya berbentuk partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi, salah satu pemanfaatan fly ash telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen, bata tahan api, metal matrix komposit dan bahan campuran aspal sesuai dengan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menganalisis kekuatan tekan dan ketahanan rendaman air pada aspal murni dibandingkan dengan aspal campuran dengan pemakaian fly ash 3 %, 5 % dan 10 %. Bentuk fisik dari spesimen adalah silinder berdiameter 100 mm dan tinggi rata-rata 65,46 mm dengan berat rata-rata 1182 gr. Parameter yang diteliti adalah kekuatan tekan dan ketahanan rendaman air atau indeks penurunan kekuatan tekan setelah proses perendaman. Hasilnya diperoleh kekuatan tekan rata-rata spesimen aspal murni (0 % fly ash) adalah 1,108 MPa, 3 % fly ash sebesar 1,186 MPa, 5 % fly ash sebesar 1,359 MPa, 10 % fly ash sebesar 1,173 MPa. Indeks kekuatan tekan sisa setelah perendaman untuk spesimen aspal murni (0 % fly ash) adalah 91 %, aspal campur 3 % fly ash sebesar 97 %, aspal campur 5 % fly ash sebesar 96 %, aspal campur 10 % fly ash sebesar 88 %.
Kata kunci : Aspal, Fly Ash, Aspal campur fly Ash, Uji ketahanan rendaman air, Uji kekuatan tekanan.
(5)
ABSTRACT
Fly ash from the combustion of the boiler in the form of ash with a number that continues to increase throughout the year that are still underutilized. Palm oil fly ash is usually in the form of fine particles whose existence can harm human health if not handled properly. Along with advances in technology, one of the fly ash utilization of palm oil has been used for a mixture of various types of products such as cement, refractory bricks, metal matrix composites and asphalt mixture according to the study. The purpose of this study was to obtain and analyze the compressive strength and resistance to water immersion compared with pure bitumen asphalt mixture with the use of palm oil fly ash 3%, 5% and 10%. Physical shape of the specimen is a cylinder diameter of 100 mm and an average height of 65.46 mm with an average weight of 1182 g. The parameters studied were compressive strength and water immersion resistance or index decrease the compressive strength after immersion. The results obtained by the average compressive strength of pure asphalt specimen (0% palm oil fly ash) is 1.108 MPa, 3% palm oil fly ash at 1,186 MPa, 5% palm oil fly ash at 1,359 MPa, 10% palm oil fly ash at 1,173 MPa. Index residual compressive strength after immersion for pure asphalt specimens (0% palm oil fly ash) was 91%, 3% asphalt mix palm oil at 97% fly ash, asphalt mix 5% palm oil fly ash by 96%, 10% asphalt mix palm oil fly ash by 88%.
Keywords : Asphalt, Fly Ash, asphalt mix Fly Ash, Water immersion resistance test,
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR NOTASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1.2.1. Tujuan Penelitian ... 4
1.2.2. Manfaat Penelitian ... 5
1.3. Batasan Masalah ... 5
1.4. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Aspal ... 7
2.1.1. Fungsi Aspal ... 7
2.1.2. Jenis Aspal ... 8
2.1.3. Klasifikasi Aspal ... 12
2.1.4. Campuran Beraspal ... 12
2.1.4.1. Jenis Campuran Beraspal ... 12
2.2. Fly ash ... 13
2.2.1. Fly Ash Batu Bara ... 14
2.2.1.1. Sifat Kimia Fly Ash Batu Bara ... 15
(7)
2.3. Agregat ... 18
2.3.1. Jenis-Jenis Agregat ... 18
2.3.2. Klasifikasi Agregat ... 19
2.4. Metode Pengujian Marshall ... 20
2.5. Uji Tekan Statik ... 22
2.6. Respon Material Akibat Beban Tekan Statik... 23
2.7. Sifat Mekanik ... 24
2.8. Penelitian Yang Pernah Dilakukan ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28
3.1. Tahapan Penelitian ... 28
3.2. Tempat dan Waktu ... 30
3.3. Bahan ... 30
3.3.1.Palm Oil fly Ash ... 30
3.3.2. Aspal Penetrasi 60/70 ... 31
3.3.3. Agregat ... 31
3.4. Peralatan ... 34
3.4.1. Neraca Analitik ... 34
3.4.2.Cetakan Specimen ... 35
3.4.3. Landasan Pemadat ... 36
3.4.4. Alat Pemadat Manual ... 37
3.4.5. Alat Pengeluar Specimen/Ejector ... 37
3.4.6. Mixer Modifikasi ... 38
3.4.7. MesinPengayak ... 39
3.4.8. Oven ... 39
3.4.9. Water Bath ... 40
3.4.10. Alat Uji Marshal ... 40
3.4.11. Alat Perlengkapan lain ... 41
3.5. Pembuatan Spesimen ... 42
3.5.1. Persiapan Palm Oil Fly Ash ... 42
3.5.2. Persiapan Bahan Baku ... 43
3.5.3. Pembuatan Specimen ... 44
3.6. Pengambilan Data ... 46
3.6.1. Pengujian Kekuatan Tekan ... 46
3.6.2. Pengujian Ketahanan Rendaman Air ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1. Hasil ... 49
4.1.1. Kondisi specimen Sebelum Dan Setelah Pengujian ... 49
4.1.2. Hasil pengujian Uji Kekuatan Tekan ... 51
4.1.3. Hasil Pengujian Ketahanan Rendaman Air ... 51
4.2. Pembahasan... 53
4.2.1. Pembahasan Uji Kekuatan Tekan ... 53
4.2.2. Pembahasan Uji Ketahanan Rendam Air ... 56
(8)
4.4. Indeks Kuat Tekan Sisa ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
5.1. Kesimpulan ... 62
5.2. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... xiii
LAMPIRAN I ... xv
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu Terbang Batu Bara ... 15
Tabel 2.2.chemical Composition of OPC and Palm Oil Fuel Ash ... 18
Tabel 4.1. Data Hasil Uji Kekuatan Tekan RSNI M-01-2003 ... 51
Tabel 4.2 Data Hasil Uji Ketahanan Rendaman Air SNI 03-6753-2002 ... 52
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Kekuatan Tekan RSNI M-01-2003 ... 54
Tabel 4.4 Fmax rata-rata dan σ rata-rata.Uji Kekuatan Tekan RSNI M-01-2003 ... 55
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Ketahanan Rendaman Air SNI 03-6753-2002 ... 57
Tabel 4.6 Fmax rata-rata dan σrata-rata.Uji Ketahanan Rendaman Air SNI 03-6753-2002 ... 58
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Diagram Alir Palm Oil Fly Ash ……... 16
Gambar 2.2. Abu Terbang (Palm Oil Fly Ash)………... 17
Gambar 2.3. Bottom ash sebelum dan sesudah digrinding... ... 17
Gambar 2.4.Prinsip BrazilianTest... 22
Gambar2.5.Pengujian beban tekan pada specimen... 23
Gambar 2.6. Kurva F vs Δl ………... 24
Gambar2.7.Kurva tegangan-regangan………... 26
Gambar3.1.Diagram alir penelitian ……….. 28
Gambar 3.2.Diagram pohon variasi komposisi fly ash... 29
Gambar 3.3.Palm Oil Fly Ash... 31
Gambar 3.4.Aspal penetrasi 60/70………... 31
Gambar 3.5.Kerikil besar ………... 32
Gambar 3.6.Kerikil medium/sedang... 32
Gambar 3.7.Abu batu... 33
Gambar 3.8.Pasir... 34
Gambar 3.9.Semen... 34
Gambar 3.10.Neraca Analitik ketelitian 0,01 gr... 35
Gambar 3.11.Neraca Analitik ketelitian 0,10 gr... 35
Gambar 3.12.Cetakan spesimen... 36
Gambar 3.13.Landasan pemadat... 36
Gambar 3.14.Alat pemadat manual... 37
Gambar 3.15.Alat pengeluar spesimen... 38
Gambar 3.16.Mixer modifikasi... 38
Gambar 3.17 Mesin pengayak... 39
Gambar 3.18.Oven ………... 39
(11)
Gambar 3.20.Alat uji marshall... 41
Gambar 3.21.Palm oil fly ash sebelum digiling... 42
Gambar 3.22.Palm Oil Fly Ash sebelum disaring dan sesedah di saring ... 43
Gambar 3.23.Spesimen aspal murni... 45
Gambar3.24.Spesimen kadar Fly Ash (FA) 3 %………... 45
Gambar3.25Spesimen kadar Fly Ash (FA) 5 %………... 46
Gambar3.26.Spesimen kadar Fly Ash (FA) 10 %………... 46
Gambar 3.27. Pengujian dengan alat marshall ………... 47
Gambar 4.1. Kondisi spesimen sebelum pengujian ………... 50
Gambar 4.2. Kondisi spesimen seseudah pengujian ………... 50
Gambar 4.3. Grafik
σ
hasil uji kekuatan tekan RSNI M-01-2003 ……... 55Gambar 4.4. Grafik
σ
hasil uji ketahanan rendaman air SNI 06-2489-1991………... 58Gambar 4.5. Grafik perbandingan hasil uji tekan dan uji ketahanan rendaman air ………... 59
(12)
DAFTAR NOTASI
Simbol Nama Keterangan Satuan
A ρ E σ F D L ε Δ π - rho - sigma - - - ebsilon delta phi luas penampang massa jenis modulus elastisitas tegangan gaya Diameter Panjang penguluran perubahan konstanta. 3,14 mm2 kg/mm3 N/mm2 N/mm2 N mm mm % - -
(13)
ABSTRAK
Fly ash merupakansisadaripembakaranpadaboiler yang berupaabu dengan jumlah yangterus meningkat sepanjang tahun yang sampaisekarang masihkurangtermanfaatkan. Fly ash biasanya berbentuk partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi, salah satu pemanfaatan fly ash telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen, bata tahan api, metal matrix komposit dan bahan campuran aspal sesuai dengan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menganalisis kekuatan tekan dan ketahanan rendaman air pada aspal murni dibandingkan dengan aspal campuran dengan pemakaian fly ash 3 %, 5 % dan 10 %. Bentuk fisik dari spesimen adalah silinder berdiameter 100 mm dan tinggi rata-rata 65,46 mm dengan berat rata-rata 1182 gr. Parameter yang diteliti adalah kekuatan tekan dan ketahanan rendaman air atau indeks penurunan kekuatan tekan setelah proses perendaman. Hasilnya diperoleh kekuatan tekan rata-rata spesimen aspal murni (0 % fly ash) adalah 1,108 MPa, 3 % fly ash sebesar 1,186 MPa, 5 % fly ash sebesar 1,359 MPa, 10 % fly ash sebesar 1,173 MPa. Indeks kekuatan tekan sisa setelah perendaman untuk spesimen aspal murni (0 % fly ash) adalah 91 %, aspal campur 3 % fly ash sebesar 97 %, aspal campur 5 % fly ash sebesar 96 %, aspal campur 10 % fly ash sebesar 88 %.
Kata kunci : Aspal, Fly Ash, Aspal campur fly Ash, Uji ketahanan rendaman air, Uji kekuatan tekanan.
(14)
ABSTRACT
Fly ash from the combustion of the boiler in the form of ash with a number that continues to increase throughout the year that are still underutilized. Palm oil fly ash is usually in the form of fine particles whose existence can harm human health if not handled properly. Along with advances in technology, one of the fly ash utilization of palm oil has been used for a mixture of various types of products such as cement, refractory bricks, metal matrix composites and asphalt mixture according to the study. The purpose of this study was to obtain and analyze the compressive strength and resistance to water immersion compared with pure bitumen asphalt mixture with the use of palm oil fly ash 3%, 5% and 10%. Physical shape of the specimen is a cylinder diameter of 100 mm and an average height of 65.46 mm with an average weight of 1182 g. The parameters studied were compressive strength and water immersion resistance or index decrease the compressive strength after immersion. The results obtained by the average compressive strength of pure asphalt specimen (0% palm oil fly ash) is 1.108 MPa, 3% palm oil fly ash at 1,186 MPa, 5% palm oil fly ash at 1,359 MPa, 10% palm oil fly ash at 1,173 MPa. Index residual compressive strength after immersion for pure asphalt specimens (0% palm oil fly ash) was 91%, 3% asphalt mix palm oil at 97% fly ash, asphalt mix 5% palm oil fly ash by 96%, 10% asphalt mix palm oil fly ash by 88%.
Keywords : Asphalt, Fly Ash, asphalt mix Fly Ash, Water immersion resistance test,
(15)
AB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki wilayah daerah sangat luas dan dengan dihubungkannya transportasi jalan yang membentang panjang dari Sabang sampai Marauke dan dari satu wilayah ke wilayah lainnya atau dari satu daerah ke daerah lainnya. Transportasi jalan yang merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat.Dengan melihat mobilitas penduduk yang sangat tinggi maka di perlukan peningkatan kualitas jalan yang memenuhi kebutuhan masyarakat.Transportasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi salah satunya adalah tranportasi darat.panjang jaringan jalan beraspal di indonesia setiap tahun terus meningkat dan bertambah.
Peningkatan pembangunan infrastruktur jalan menyebabkan kebutuhan material penyusun perkerasan jalan juga meningkat, salah satunya adalah aspal.Kebutuhan aspal nasional untuk mendukung penyelengaraan jaringan jalan nasional pada tahun 2013 mencapai 1.315 ribu ton, sementara suplai dari PT.Pertamina sebagai pemasok utama material aspal, Hanya mencapai angka 890 ribu ton. Terjadi pembengkakan pemenuhan kebutuhan sebesar 425 ribu ton yang saat ini proses pengadaannya dilalukan secara parsial oleh masing - masing pelaku untuk kepentingan individu terkait penyelenggara proyek jalan raya.
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menghubungkan kawasan antar kawasan.Fungsinya diantara lain agar dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat, karena jalanan beraspal yang baik dapat memudahkan urusan perjalanan orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan dari dalam kota maupun luar daerah. Dengan adanya jalan beraspal yang bagus, komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual
(16)
kepada pasar di luar wilayah itu.Selain itu, jalan juga mengembangkan ekonomi
Sangat banyak jalan-jalan di Indonesia yang rusak dan retak berlubang, disebabkan oleh deformasi (Perubahan bentuk) permanen, dikarenakan adanya tekanan beban yang terlalu berat oleh muatan kendaraan yang melebihi kapasitas jalan tersebut dan tingginya frekuensi lalu lintas kendaraan di jalan raya. Keretakan-keretakan maupun kerusakan terhadap jalan beraspal juga disebabkan karena permukaan aspal yang tidak merata, dan dryinase yang tidak mengalir baik pembuangannya.akibatnya terjadi genangan air pada saat musim hujan, dikarenakan endapan oleh air yang tergenang di atas permukaan aspal yang tidak merata tersebut, dan kurang nya daya serap aspal terhadap air.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya – upaya terobosan untuk mengisi ketersediaan kekurangannya bahan campuran aspal yang dibuat.Diusahakan aspal yang lebih baik dan daya serap airnya cukup tinggi untuk menghindari atau setidaknya meminimalisir terjadinya keretakan dan kerusakan pada aspal jalan yang ada di Indonesia.yang dimana dalam hal ini dapat disebabkan oleh material bahan itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh pengolahan yang tidak baik, atau kondisi tanah dasar yang tidak stabil yang kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik atau oleh sifat dasar tanah yang jelek dan proses pemadatan di atas lapisan dasar tanah yang kurang baik. Penyebab dan akibat kerusakan jalan perlu dievaluasi terlebih dahulu, agar penanganan konstruksi apakah itu bersifat pemeliharaan, penunjang, peningkatan, ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik.Salah satu perbaikan kerusakan konstruksi jalan dapat dilakukan dengan memperhatikan atau melakukan pengujian campuran aspal yang sesuai dengan jenis kerusakan yang terjadi.
Dalam hal ini penulis mendasarkan penelitian pada kondisi jalan di Indonesia yang mengalami deformasi bentuk akibat gaya tekan yang besar dan pengaruh cuaca di Indonesia yang beriklim tropis dengan jumlah curah hujan yang cukup tinggi.
(17)
Sehingga penulis membuat terobosan baru tentang penelitian yang mengkombinasikan aspal penetrasi 60/70 dengan serbuk fly ash untuk melihat pengaruh yang terjadi pada kekuatan tekan dan ketahanan rendaman air.
Sedangkan alasan pemilihan aspal keras penetrasi 60/70 sebagai bahan specimen uji dikarenakan Aspal penetrasi 60/70 adalah bagian dari aspal keras yang memiliki densitas (berat jenis) sebesar 1,0 gr/cm3.Aspal penetrasi 60/70 memiliki titik lembek 48-58 oC, titik leleh 160 oC dan titik nyala 200 oC.Pada aplikasinya aspal penetrasi 60/70 ini digunakan untuk pembuatan jalan dengan volume lalu lintas sedang atau tinggi dan daerah dengan cuaca iklim yang panas.aspal jenis ini memiliki karakteristik, terutama bila dilihat pada titik leleh dan berat jenis. Selain itu aspal jenis ini merupakan jenis aspal yang paling umum dan sering digunakan untuk pembuatan jalan di Indonesia, karena sesuai dengan kondisi iklim tropis di Indonesia.
Pengujian campuran aspal dilakukan adalah untuk mengatasi kekurangan dari aspal konvensional, salah satunya dengan menggunakan aspal yang dicampur dengan bahan berjenis fly ash (abu terbang kelapa sawit). Pada proses aspal yang dicampur dengan bahan fly ash, setelah itu dilakukan pencampuran dengan beberapa macam jenis agregat, yakni bahan agregat kasar dan bahan agregat halus dan bahan filler, dimana dipisah dalam beberapa bentuk yaitu : kerikil besar, kerikil medium, abu batu, pasir dan semen.
Fly Ash merupakan sisa hasil pembakaran yang terjadi di ruang bakar boiler dimana satu unit Pabrik Kelapa Sawit kapasitas 30 ton/jam paling tidak membutuhkan 3 ton bahan bakar cangkang dan fiber setiap jamnya. jika terdapat sisa hasil pembakaran maka dapat kita bayangkan betapa banyaknya Fly Ash yang dihasilkan dalam sehari, seminggu maupun sebulan dan seterusnya. Fly Ash ini sangat mudah kita jumpai di pabrik-pabrik kelapa sawit yang ada di sumatera utara dan dikategorikan sebagai limbah, karena jarang sekali dimanfaatkannya limbah, fly ash ini biasanya berbentuk partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan
(18)
benar.Seiring dengan kemajuan teknologi maka saat ini keberadaan fly ash tidak hanya sebagai limbah yang tidak bermanfaat tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen, bata tahan api dan metal matrix komposit. danatas pertimbangan inilah penulis ingin meneliti tentang pengaruh komposisi berat fly ash sebagai pemerkuat dalam pembuatan aspal yang dicampur dengan fly ash
Penggunaan sebagai bahan campuran didasarkan kepada zat yang dikandungnya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kandungan silika, besi oksida, aluminium oksida, kalsium oksida, magnesium oksida dan sulfat, yang apabila ditambahkan pada aspal (C4H10) akan membentuk reaksi senyawa yang dapat meningkatkan karakteristik campuran beraspal, karena dapat meningkatkan daya tahan terhadap keretakan, dan juga daya serap air yang cukup baik dan selain itu lebih rapat sehingga lebih kaku dan padat. Sehingga dengan adanya unsur fly ash ini akan lebih memungkinkan didapatkannya campuran beraspal yang lebih kuat dan baik.
Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah, kekuatan tekan yaitu kemampuan suatu bahan/material dalam menerima dan menahan pembebanan atau loading yang diberikan pada permukaan bahan/material tersebut. Dalam pengujian kekuatan tekan, specimen akan mengalami deformasi akibat gaya yang diberikan. Pengujian kedua yaitu uji ketahanan rendaman air dengan menguji ketahanan daya ikat/adhesi campuran beraspal terhadap pengaruh air dan suhu.Pada sebagian agregat, daya ikat terhadap air jauh lebih besar jika dibandingkan terhadap aspal karena air memiliki wetting power yang jauh lebih besar dari aspal.
Dari hal tersebut maka penulis berharap dapat mengkombinasikan aspal dengan fly ash, dalam hal ini aspal penetrasi 60/70 dengan fly ash akan memberikan dampak yang baik dan diharapkan agar dapat diperoleh aspal modifikasi yang memiliki kekuatan tekan dan ketahanan rendaman air yang lebih baik dari aspal biasa di pakai di jalan – jalan Indonesia yang beriklim Tropis.
(19)
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitan 1.2.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis ketangguhan dari komposisi antara aspal danfly ash.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh campuran fly ashpada aspal penetrasi 60/70 terhadap kekuatan tekan standar rujukan RSNI M-01-2003.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat ketahanan rendaman air dengan standard SNI 03-6753-2002.
1.2.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari : 1. Aspek keilmuan atau akademis
Penelitian ini erat hubungannya dengan mata kuliah Material Teknik dan Metalurgi Serbuk. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas serta mengembangkan pola pikir tentang aspal Abu Terbang dan fly ash (kelapa sawit) yang kemudian mampu memberikan gagasan dalam inovasi aspal yang lebih baik.
2. Aspek praktek atau implementasi
Penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan pemakaiannya pada jalan yang ada di Indonesia yang memiliki lalu lintas yang padat dan juga curah hujan yang tinggi.
3. Untuk memanfaatkan potensi alam,fly ash (kelapa sawit) yang berasal dari limbah padat kering dari pabrik kelapa sawit.
(20)
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70.
2. Bahan pencampur yang digunakan adalah fly ash dan agregat-agregat.
3. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian ketahanan rendaman air dan uji kekuatan tekan.
1.4 Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini akan berisikan : BAB 1. PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang,tujuan penelitian,batasan masalah,dan sistematika penulisan.
BAB 2. DASAR TEORI
Bab ini membahas literatur dan referensi yang digunakan dengan masalah yang dikaji dalam penelitian penguujian tekan dan uji ketahanan rendaman air.
BAB 3. METODOLOGI
Bab ini berisi langkah-langkah dalam melakukan penelitian. BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisikan penyajian hasil yang didapat dari pengukuran ketahanan rendaman air dan pengujian Marshall.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk penelitianberikutnya.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Aspal yang mengandung lilin lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun mengeras. Aspal bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, mempunyai daya lekat, mengandung bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami dan terlarut dalam karbondisulfida.Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik.Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatik yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten.Sebagian besar senyawa pada aspal adalah senyawa polar.
2.1.1 Fungsi Aspal
(22)
1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu
lintas(water proofing, protect terhadap erosi).
2. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.
3. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakandi
atas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.
4. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakan di atas jalan
yangtelah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi pengikat di antarakeduanya.
5. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler.
2.1.2 Jenis Aspal
Aspal yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan jalan terbagi atas jenis-jenis berikut, yaitu:
1. Aspal Alam
Aspal Alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a) Aspal Danau
Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembek sangat tinggi.Karena aspal ini dicampur dengan aspal keras yang mempunyai angka penetrasi yang tinggi dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan aspal dengan angka penetrasi yang diinginkan.Aspal ini secara alamiah terdapat di danau Trinidad, Venezuella dan lewele.Aspal ini terdiri dari bitumen, mineral, dan bahan organik lainnya.
b) Aspal Batu
Aspal dari deposit ini terbentuk dalam celah-calah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12 – 35 % dari masa batu tersebut dan memiliki persentasi antara 0 – 40.Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditimbang terlebih dahulu, lalu aspalnya diekstrasidan dicampur dengan minyak pelunak atau aspal keras dengan angka penetrasi sesuai dengan yang diinginkan.Pada saat ini aspal batu telah dikembangkan lebih lanjut, sehingga menghasilkan aspal batu
(23)
dalam bentuk butiran partikel yang berukuran lebih kecil dari 1 mm dan dalam bentuk mastik.Aspal batu Kentucky dan buton adalah aspal yang secara alamiah terdeposit di daerah Kentucky, USA dan di pulau buton, Indonesia.
2. Aspal Hasil Destilasi
Minyak mentah disuling dengan cara Destilasi, yaitu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan dihasilkan produk-produk berbasis minyak. Berikut merupakan jenis-jenis dari aspal hasil destilasi :
a. Aspal Keras
Pada proses Destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui proses destilasii hampa pada temperatur sekitar 480 ºC. Temperatur ini bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang disulaing atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan.
Untuk menghasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang diinginkan, proses penyulingan harus ditangani sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol sifat-sifat aspal keras yang dihasilkan. Hal ini sering dilakukan dengan mencampur berbagai variasi minyak mentah bersama-sama sebelum proses destilasi dilakukan. Pencampuran ini nantinya agar dihasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang bervariasi, sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan.
Selain melalui proses destilasi hampa dimana aspal dihasilkan dari minyak mentah dengan pemanasan dan penghampaan, aspal keras juga dapat dihasilkan melalui proses ekstraksi zat pelarut. Dalam proses ini fraksi minyak ( bensin, solar, dan minyak tanah) yang terkandung dalam minyak mentah, dikeluarkan sehingga meninggalkan aspal sebagai residu.
Aspal keras yang dihasilkan dengan sifat-sifat yang diinginkan melalui proses penyulingan yang ditangani sedemikian rupa biasanya digunakan untuk bahan pembuatan AC (Asphalt Concrete). Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :
(24)
1. Aspal penetrasi rendah 40/50, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.
2. Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang/tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.
3. Aspal penetrasi tinggi 80/90, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.
4. Aspal penetrasi tinggi 100/110, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.
b. Aspal Cair
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. Aspal ini dapet juga dihasilkan secara langsung dari proses destilasi, dimana dalam proses ini raksi minyak ringan terkandung dalam minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan. Aspal cair dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:
1. Aspal Cair Cepat Mantap (RC = Rapid Curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah bensin
2. Aspal Cair Mantap Sedang (MC = Medium Curing), yaituaspal cair yang bahan pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah minyak tanah
3. Aspal Cair Lambar Mantap (SC = Slow Curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini adalah solar.
c. Aspal Emulsi
Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam airyang
(25)
mengandung emulsifer (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran sangat kecil bahkansebagian besar berukuran koloid.Jenis emulsiferyang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi yang digunakan, Aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi :
1. Aspal emulsi Anionik, yaitu aspal emulsi yang berion negative 2. Aspal emulsi Kationik, yaitu aspal emulsi yang berion positif
3. Aspal emulsi non-Ionik, yaitu aspal emulsi yang tidsk berion (netral) 3. Aspal Modifikasi
Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah.Polymer adalah jenis bahan tambah yang sering di gunakan saat ini, sehinga aspal modifikasi sering disebut juga aspal polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu:
a) Aspal Polymer Plastomer
Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan sifat fisik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara lain adalah EVA ( Ethylene Vinyle Acetate), Polypropilene, dan Polyethilene. Presentase penambahan polymer ini kedalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan pengaruh yang negatif.
b) Aspal Polymer Elastomer dan karet
Aspal Polymer elastomer dan karet adalah jenis – jenis polyer elastomer yang SBS (Styrene Butadine Sterene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene), dan karet hádala jenis polymer elastoner yang biasanya digunakan sebagai bahan pencampur aspal keras. Penambahanpolymer jenis ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat rheologiaspal, antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek
(26)
dan elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal keras. Presentase penambahan bahan tambah ( additive) pada pembuatan aspal polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu memang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan pengaruh yang negatif.
2.1.3 Klasifikasi Aspal
Aspal keras dapat di klasifikasikan kedalam tingkatan ( grade ) atau kelas berdasarkan dua sistem yang berbeda, yaitu :
1. Viskositas
Dalam sistem viskositas, satuan poise adalah estándar pengukuran viskositas absolut. Makin tinggi nilai poise statu aspal makin kental aspal tersebut. Beberapa Negara mengelompokan aspal berdasarkan viskositas estela penuaan. Ide ini untuk mengidentifikasikan viskositas aspal estela penghamparan di lapangan. Untuk mensimulasikan penuaan aspal selama pencampuran, aspal segar yang akan digunakan dituangkan terlebihdahul dalam oven melalui pengujian Thin Film Oven Test (TFOT) dan Rolling Film Oven Test (RTFOT). Sisa aspal yang tertinggal (residu) kemudian ditentukan tingkatannya (grade) berdasarkan fiskositasnya dalam satuan poise.
2. Uji Penetrasi
Pada uji ini, sebuah jarum standar dengna beban 10 gram (termasuk berat jarum) ditusukan keatas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal dalam waktu lima detik diukur dalam satuan persepuluh mili meter (0,1 mm) dan dinyatakan sebagai nilai penetrasi aspal. Semakin kecil nilai penetrasi aspal, semakin keras aspal tersebut.
2.1.4 Campuran Beraspal
Campuran beraspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat kasar, agregat halus dan filler yang dicampur dengan aspal.Pencampuran dilakukan
(27)
sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Campuran beraspal terdiri dari dua keadaan : panas (hotmix) dan dingin (coldmix). 2.1.4.1 Jenis Campuran Beraspal
Jenis campuran beraspal dapat dibagi tiga berdasarkan jumlah lapisan dan jenis agregat yang digunakan sebagai konstruksi jalan, yaitu:
1. Laston (lapisan aspal beton / AC / Asphalt Concrete)
Laston adalah lapis permukaan atau lapis fondasi yang terdiri atas tiga lapisan yaitu: a. Lapis fondasi (AC-Base / Asphalt Concrete-Base) : adalah lapisan pertama
yang berfungsi sebagai fondasi jalan.
b. Lapis permukaan antara (AC-BC / Asphalt Concrete-Binder Course) : adalah lapisan kedua yang berada di antara AC-Base dan AC-WC yang berfungsi untuk mengikat kedua lapisan tersebut.
c. Lapis aus (AC-WC / Asphalt Concrete-Wearing Course) : adalah lapisan ketiga yang berfungsi sebagai penahan keausan akibat berat kendaraan, gesekan ban kendaraan dan pengaruh cuaca.
2. Lataston (lapis tipis aspal beton / HRS / Hot Rolled Sheet)
Lataston adalah lapis permukaan berupa mortar pasir aspal yang diberi sisipan butiran kasar dari agregat yang bergradasi senjang dengan dominasi pasir dan aspal keras, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu.
a. Lapis fondasi (HRS-Base / Hot Rolled Sheet-Base) :adalah lapisan pertama yang berfungsi sebagai fondasi jalan.
b. Lapis aus (HRS-WC / Hot Rolled Sheet-Wearing Course) : adalah lapisan kedua yang berfungsi sebagai penahan keausan akibat berat kendaraan, gesekan ban kendaraan dan pengaruh cuaca.
3. Latasir (lapis tipis aspal pasir / Sand Sheet)
Latasir adalah lapis penutup permukaan jalan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran keduanya dan aspal keras yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu.
(28)
Fly ash atau abu terbang merupakan salah satu produk sisa dari proses pembakaran diruang bakar suatu pembangkit, fly ash ini biasanya berbentuk partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi maka saat ini keberadaan fly ash tidak hanya sebagai limbah tidak bermanfaat tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen, bata tahan api dan metal matrix komposit.
2.2.1 Fly Ash Batubara
Fly ash disebut juga Abu terbang ialah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik (SNI 03-6414-2002). Abu terbang adalah bagian dari abu bakar yang berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batubara.Abu terbang diambil secara mekanik dengan sistem pengendapan electrostatik. (Hidayat,1986) Abu terbang termasuk bahan pozolan buatan (lea. FM 1971 (dalam Hidayat, 1986)).Karena sifatnya yang pozolanic, sehingga abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian pemakaian semen, baik untuk adukan maupun untuk campuran beton. Keuntungan lain dari abu terbang yang mutunya baik ialah dapat meningkatkan ketahanan / keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga dapat menurunkan panas hidrasi semen. Komponen terbesar yang terkandung dalam fly ash adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), oksida kalsium (CaO) dan oksida besi (Fe2O3). Fly ash banyak digunakan dan diakui secara luas sebagai campuran cement, concrete dan material-material khusus lainnya. Densitas fly ash berkisar antara 1,3 g/cm3 dan 4,8 g/cm3, besar densitas tersebut tergantung dari unsur kimia dan porositas yang terjadi di dalamnya.
Abuterbangbatubaraumumnyadibuangdi ashlagoonatauditumpukbegitusaja didalam areaindustri.Penumpukanabuterbangbatubarainimenimbulkanmasalah bagi lingkungan.Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknyaterhadaplingkungan.Saatiniabuterbangbatubaradigunakandalam
(29)
pabrik semensebagaisalahsatubahancampuran pembuatbeton.Selainitu,sebenarnyaabu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam, yaitu :
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Penimbun lahan bekas pertambangan 3. Recovery magnetic, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori 5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas 7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalampengolahan limbah (waste stabilization) 9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben
2.2.1.1 Sifat Kimia Fly Ash Batubara
Komponenutamadariabuterbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalahsilika(SiO2),alumina,(Al2O3), besioksida(Fe2O3),kalsium(CaO)dan sisanyaadalahmagnesium,potasium,sodium,titanium danbelerangdalam jumlah yang
sedikit.Sifatkimiadariabuterbangbatubaradipengaruhiolehjenisbatubarayangdibaka r danteknikpenyimpanansertapenanganannya.Pembakaran batubara lignit dan sub- bituminousmenghasilkanabuterbangdengankalsium danmagnesium oksidalebih banyak dari pada jenis bituminous. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit dari pada bituminous. Berikut merupakan tabel sifat kimia fly ash batubara
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu Terbang Batubara
Komponen Sub Bituminous( % )
SiO2 40-60
Al2O3 20-30
Fe2O3 04-Okt
(30)
MgO 01-Jun
SO3 01-Jun
Na2O 0-2
K2O 0-4
LOI 0-3
2.2.2 Palm Oil Fly Ash (abu terbang kelapa sawit)
Palm oil fly ashadalahsisadaripembakaranpadaboiler yang berupaabu dengan jumlah yangterus meningkat sepanjang tahun yang sampaisekarang masihbelumtermanfaatkan.
Gambar 2.1 Diagram Alir Palm Oil Fly Ash
DarihasilprosespembuatanCrude PalmOil(CPO)maka akandihasilkan limbahpadatdiantaranya serabutbuahdancangkangkelapasawit yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dan dibiarkan. Sebagian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) halinitidakmenjadi masalahbagikarenalimbah ini
cangkang dan serbut buah dapat digunakan
Buah Sawit CPO Produksi
Cangkang sawit
(bahan bakar) Boiler
Tungku bak penampungan Pertikel Ash
berat Partikel Ash
Ringan
Palm Oil Fly Ash
(31)
sebagaibahanbakarpadaboiler.Limbahpadatberupacangkang dan seratdigunakansebagaibahanbakar ketel(boiler) untukmenghasilkanenergi mekanikdanpanas.Uapdariboiler dimanfaatkanuntukmenghasilkanenergi listrik dan untuk merebus TBSsebelumdiolah di dalam pabrik.
Cangkang danseratbuahsawityang sudahterbakar,akanmenghasilkansisa- sisa pembakaran yang nantinya akan menjadi limbah daripada boiler atau furnance (tungku pembakaran)berupa:
1. Abu Terbang (Fly ash) ,yakni abu yang beradadibawah tungku tepatnyaditempat pengumpulanabu.
Gambar 2.2 Abu Terbang (Palm Oil Fly Ash) 2. Kerakboiler kelapasawit (Bottom Ash) ,
(32)
(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Bottom ash sebelum digrinding (b) Bottom ash sesudah di grinding
Dalam limbahabusawitbanyak mengandungunsursilika(SiO2)yangmerupakanbahanpozzolanic.Berdasarkan
penelitianyangdilakukanGrailledkk(1985)ternyatalimbahabusawitbanyak
mengandungunsur silika (SiO2)yangmerupakanbahan pozzolanic. Hayward (1995)
dalamUtama dan Saputra (2005) menyatakandalam
bahanpozzolanadaduasenyawautamayang mempunyaiperanan penting dalam pembentukansemenyaitusenyawa SiO2dan Al2O3yang dimanaabuSawit merupakan bahan pozzolanic,yaitu materialyang tidak mengikatseperti semen, namunmengandung senyawasilikaoksida(SiO2)aktifyangapabila bereaksi dengankapur bebasatauKalsiumHidroksida (Ca(OH2)) danairakanmembentuk material seperti semenyaitu Kalsium Silikat Hidrat. Unsur penyusun fly ash sangatlah beragam tergantung dari sumber bahan bakarnya, tetapi pada umumnya fly ash mengandung SiO2,CaO,seperti diperlihatkan pada tabel berikut :
Tabel.2.2 Chemical composition of OPC and Palm Oil Fuel Ash
Chemical Consituents OPC (%) POFA (%)
Silicon Dioxide (SiO2) 20.1 55.20
Aluminium Oxide (Al2O3) 4.9 4.48
(33)
Calsium Oxide (CaO) 65 4.12
Magnesium Oxide (MgO) 3.1 2.25
Sodium Oxide (Na2O) 0.2 0.1
Potasium Oxide (K2O) 0.4 2.28
Sulphur Oxide (SO2) 2.3 2.25
Loss On Ignition (LOI) 2.4 13.86
2.3 Agregat
Agregat adalah butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.
2.3.1 Jenis-jenis agregat
Agregat dapat berupa material alam atau buatan, agregat menurut proses pengolahannya dapat dibagi atas tiga jenis
1. Agregat alam
Dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Agregat dari alam dapat diklasifikasikan tiga kategori secara geologis yaitu :
a) Batuan beku, batuan ini umumnya berbentuk kristal yang dibentuk akibat membekunya material magma pada rekahan bumi.
b) Batuan sedimen, batuan ini terbentuk dari deposit material yang tidak larut (seperti batuan yang ada pada dasar laut atau danau), material ini terbentuk karena pemanasan dan tekanan, batuan sedimen biasanya berlapis-lapis dan diklasifikasikan berdasarkan mineral yang dominan seperti kapur, marmer, siliseous, argillaceous.
c) Batuan metamorphic, batuan ini berasal dari lelehan atau sedimen yang terkena panas dan tekanan cukup tinggi yang merubah truktur mineralnya sehingga berbeda dari bentuk asalnya.
(34)
Digunung-gunung atau dibukit-bukit dan sungai-sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk dan berukuran besar, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat pada konstruksi jalan.
3. Agregat buatan
Agregat yang merupakan mineral pengisi/filler diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen tau mesin pemecah batu.
2.3.2 Klasifikasi Agregat
Agregat berdasarkan ukuran/besar butirannya dapat dibagi atas tiga bagian yaitu :
1. Agregat Halus
Agregat halus pada umumnya terdiri dari pasir atau batuan yang lewat saringan No. 8 (2,360 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm), Batuan sebagai agregat halus dalam pembuatan konstruksi jalan jika ditinjau dari asalnya dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batuan. Agar diperoleh mutu aspal yang baik, pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa kriteria tertentu. Pasir harus terdiri dari butiran tajam, keras dan bersifat kekal.Selain itu pasir tidak boleh mengandung banyak lumpur dan bahan-bahan organik karena dapat mengurangi kekuatan aspal Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel.
2. Agregat Kasar
Agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil-kerikil yang tertahan
disaringan No. 8 (2,360). Batu pecah diperoleh dari pemecah batu, sedangkan kerikil merupakan disintegrasi dari batuan. Perbedaan mendasar antara kerikil (koral) dengan batu pecah (split) adalah dengan permukaan yang lebih kasar maka batu pecah lebih menjamin ikatan yang lebih kokoh dengan semen.
Sama halnya dengan agregat hal
(35)
boleh banyak mengandung lumpur dan kekerasan juga merupakan salah satu syaratnya.Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya untuk memperoleh rongga-rongga seminimum mungkin. Pemakaian ukuran butiran ini juga tergantung dari dimensi penggunaan beton yang akan dibuat.
3. Mineral pengisi/filler (semen)
Mineral pengisi yaitu material yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm).Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, tapi jumlah filler harus dibatasi dalam suatu batas yang menguntungkan.Kadar filler yang terlampau tinggi menyebabkan campuran menjadi getas dan bila terlalu rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.
2.4 Metode Pengujian Marshall
Konsep dasar Metode pengujian Marshall dalam campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90.
Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.
Dua parameter penting ditentukan dalam pengujian tersebut, seperti beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum hancur atau Marshall Stability dan deformasi permanen dari sebelum hancur, yang disebut Marshall Flow, serta turunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara Marshall Stability dengan Marshall Flow yang disebut dengan Marshall Quotient yang merupakan nilai kekakuan berkembang yang menunjukkan ketahanan campuran beraspal terhadap
(36)
deformasi permanen. Nilai dari Marshall stability diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Pembacaan arloji tekan × Angka korelasi beban × Faktor kalibrasi
Uji perendaman Marshall merupakan uji lanjutan dari Marshall sebelumnya dengan maksud mengukur ketahanan daya ikat/adhesi campuran beraspal terhadap pengaruh air dan suhu. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai tingkat durabilitas campuran beraspal salah satunya adalah dengan mencari Marshall Retained Strenght Index atau dengan cara lain yaitu dengan menghitung Indeks Penurunan Stabilitas. Perbedaan keduanya adalah dasar perbandingan dari variasi lamanya perendaman dalam alat water bath. Indeks penurunan kuat tekan campuran beraspal akibat pengaruh perendaman :
Indeks kuat tekan sisa (0%) = S2/S1 × 100 %
Dimana :
S1 = Kuat tekan dari benda uji dengan perendaman 30 menit S2 = Kuat tekan dari benda uji dengan perendaman 24 jam.
2.5 Uji Tekan Statik
Tegangan tekan berlawanan dengan tegangan tarik. Jika pada tegangan tarik, arah kedua gaya menjauhi ujung benda (kedua gaya saling berjauhan), maka pada tegangan tekan, arah kedua gaya saling mendekati. Dengan kata lain benda tidak ditarik tetapi ditekan (gaya-gaya bekerja di dalam benda). Kekuatan tekan material adalah nilai tegangan tekan uniaksial yang mempunyai modus kegagalan ketika saat pengujian.Perubahan bentuk benda yang disebabkan oleh tegangan tekan dinamakan mampatan.Misalnya pada tiang-tiang yang menopang beban, seperti tiang bangunan mengalami tegangan tekan.Kekuatan tekan diperoleh dari percobaan dengan alat pengujian tekan. Pengujian dengan cara seperti ini sering disebut dengan Brazilian Test,
(37)
Gambar 2.4Prinsip Brazilian Test
Keterangan : Ketika dalam pengujian nantinya, diameter specimen akan menjadi lebih mengecil seperti menyebar lateral dan panjang nya bertambah
Dalam pengujian ini tegangan (σ) pada saat gagal atau patah diberikan oleh
persamaan:
σ
=
��
A adalah luas penampang, besarnya ���
2
,
sehingga dengan mensubstitusikan A kepersamaan didapat:
σ =
2����
Dimana:
σ = Tegangan (N/mm2 ) F = Gaya maksimum (N) L = Panjang specimen (mm) D = Diameter (mm)
2.6 Respon Material Akibat Beban Tekan Statik
Karakteristik suatu specimen harus terukur, untuk itu perlu suatu pengujian tekan statik agar karakteristik dapat diketahui.Karakteristik dapat diketahui dari respon yang dialami oleh material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan
(38)
(disturbance) yang diberikan terhadap sebuah sistem, seperti: F (gaya), T
(temperatur), dan lain-lain.
(a).Sebelum uji tekan (b).Setelah uji tekan Gambar 2.5 Pengujian beban tekan pada specimen
Keterangan : Gambar A merupakan specimen sebelum dilakukan uji tekan, dan Gambar B merupakan hasil specimen yang sudah dilakukan pengujian tekan
Pertimbangan yang paling penting dalam upaya untuk mencegah terjadinya kegagalan desain suatu struktur adalah tegangan yang terjadi tidak melebihi dari kekuatan material. Akan tetapi, ada banyak pertimbangan lain yang harus diperhatikan, misalnya: tegangan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (fatique), tegangan yang terjadi secara tiba-tiba (impact), dan lain sebagainya. Penyelidikan respon meliputi beberapa aspek, antara lain: respon material dan struktur terhadap pembebanan tertentu, mekanisme perubahan bentuk yang terjadi pada saat terjadinya beban maksimum, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini terdapat bahan yang mengalami deformasi plastis jika terus diberikan tegangan dan bahan ini tidak akan berubah kebentuk semula.
(39)
Banyak hal yang dapat dipelajari dari hasil uji tarik atau tekan. Bila kita terus menarik atau menekan suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan atau tekanan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.6 . Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
Gambar 2.6 Kurva F vs Δl
Keterangan : Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan atau gaya tekan dengan perubahan panjang
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Compression Strength” dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tekan maksimum.Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik
(εeng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (∆L) terhadap panjang batang mula-mula (L0).Tegangan yang dihasilkan pada
proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0). Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
(40)
Ao F
=
σ
Dimana:
σ = Tegangan normal akibat beban tekan statik (N/mm2 )
F = Beban tekan (N)
Ao = Luas penampang specimen mula-mula (mm2)
Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
L L
∆ =
ε
Dimana:
= ∆L L-L0 Keterangan:
ε = Regangan akibat beban tekan statik
L = Perubahan panjang specimen akibat beban tekan (mm)
Lo = Panjang specimen mula-mula (mm)
Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban tekan yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada specimen akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis.
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan berikut :
(41)
Gambar 2.7 Kurva tegangan-regangan
Keterangan :Eadalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan
tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas”atau “YoungModulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve) 2.8. Penelitian yang Pernah Dilakukan
Penelitian tentang pencampuran aspal dengan polimer telah pernah dilakukan sebelumnya, ada beberapa penelitian aspal polimer yang telah dilakukan seperti penelitian oleh Pei-Hung (2000) yang memodifikasi aspal dengan polyetylen, polypropylene, dan karet. Tortum (2004) melakukan modifikasi aspal dengan karet ban. Yildrim (2005) melakukan penelitian yang mengkombinasikan karet stirena butadiene, etylen vinil asetat dengan aspal. Yang (2010) melakukan penelitian reaksi antara aspal dan anhidrat maleat. Thamrin (2011) melakukan kombinasi aspal denganplastik bekas yang menggunakan inisiator dicumil peroksida dan bahan
crosslinker (bahan pembentuk jaringan) divinil benzen.
Pada tahun 2011 Irsyadul Anam melakukan penelitian yang mengkombinasikan aspal dengan polypropylene daur ulang dengan menggunakan
(42)
proses ekstrusi, dimana penelitian yang dilakukan ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan polypropylene terhadap kekuatan tekan, daya serap air dan sifat thermal. Pada penelitian ini digunakan polypropylene daur ulang dari kemasan air minum, aspal dari Iran dengan angka penetrasi 60/70 dan agregat pasir.
Dari penelitian ini diperoleh hasil kuat tekan optimum sebesar 2,73 MPa, yang menunjukkan hasil lebih baik dari campuran aspal tanpa campuran polypropylene yang memiliki kuat tekan sebesar 0,39 MPa, daya serap air sebesar 0,24%, tetapi ditinjau dari sifat thermal tidak menghasilkan suhu dekomposisi yang lebih baik dimana suhu dekomposisi campur Polypropylene sebesar 454 oC terjadi penurunan sebesar 10,8% dari campuran aspal tanpa polypropylene sebesar 509 oC.
(43)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tahapan Penelitian
Diagram alir dalam Proses langkah – langkah Penelitian yang disimbolkan dalam bentuk kotak berurutan dihubungkan dengan tanda panah.diagram alir sebagai berikut :
s
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian Selesai
Ya
Pengujian Ketahanan Rendaman Air Tidak
Tidak
Ya
Ya
Pengujian TekanMulai
Studi Literatur
Membuat Spesimen
Berhasil
Berhasil
Hasil
Disetujui Laporan
(44)
Diagram pohon proses pengujian spesimen pada komposisi masing-masing kandungan fly ash dapat dilihat sebagai berikut :
Aspal Murni Perendaman 30 menit Perendaman 24 jam Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Aspal Campuran Perendaman 30 menit Perendaman 24 jam Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Perendaman 30 menit Perendaman 24 jam Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Aspal Campur Fly Ash 3 % Aspal Campur Fly Ash 5 %
(45)
Gambar 3.2 Diagram pohon sampel hasil variasi komposisi Fly Ash
3.2 Tempat dan Waktu
Pembuatan bahan fly ash dilakukan di Laboratorium Foundry, Teknik Mesin, FT-USU.Pengerjaan spesimen campuran aspal dilakukan di Laboratorium Jalan Raya, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.Selanjutnya proses pengujian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.Waktu penelitian ini dimulai dari bulan pebruari 2014 sampai dengan bulan juni 2014
3.3. Bahan
Dalam penelitian diperlukan bahan-bahan untuk pembuatan spesimen. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan specimen adalah sebagai berikut :
3.3.1. Palm Oil Fly Ash
Pada penelitian ini digunakan palm oil fly ash PKS Pagar Merbau Lubuk Pakam berbentuk Serbuk hitam dan digunakan sebagaibahan pencampur aspal pada saat aspal telah mencair dan mencapai temperatur yang sesuai dengan persyaratan
Perendaman 30 menit
Perendaman 24 jam
Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan Uji Tekan
Aspal Campur Fly Ash
10 %
(46)
pengujian. Serbuk palm oil fly ash yang dipakai adalah serbuk yang telah disaring dengan mesin pengayak yang turun dan tertahan disaringan 0,105mm.
Gambar 3.3 Palm oil fly ash 3.3.2 Aspal Penetrasi 60/70
Aspal penetrasi 60/70 adalah bagian dari aspal keras yang memiliki densitas (berat jenis) sebesar 1,0 gr/cm3. Aspal penetrasi 60/70 memiliki titik lembek 48-58 o
C, titik leleh 160 oC dan titik nyala 200 oC.Pada aplikasinya aspal penetrasi 60/70 ini digunakan untuk pembuatan jalan dengan volume lalu lintas sedang atau tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.
(47)
3.3.3. Agregat
Agregat yang digunakan terdiri dari tiga jenis yaitu agregat kasar, agregat halus dan filler (mineral pengisi).
1. Agregat kasar
Ada dua jenis agregat kasar yang digunakan, yaitu: a. Kerikil besar
Kerikil besar yang digunakan adalah batu kerikil yang lolos saringan 1” (satu inchi) atau 25,000 mm. dan tertahan pada saringan ¾” atau 19,000 mm.
Gambar 3.5 Kerikil besar
b. Kerikil medium/sedang
Kerikil sedang yang digunakan adalah kerikilyang lolos saringan¾” atau 19,000mm dan tertahan pada saringan ½” atau 12,500mm.
(48)
Gambar 3.6 Kerikil medium/sedang 2. Agregat halus
Agregat halus terdiri dari pasir atau partikel yang lewat saringan No. sedangkan agregat kasar tertahan pada saringan tersebut. Pada dasarnya agregat halus bertujuan agar agregat-agregat dapat masuk atau lewat di antara sela-sela agregat kasar atau sebagai pengisi rongga-ronga kosong dalam pembuatan spesimen. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan specimen atau briket pada penelitian ini adalah :
a. Abu batu
Abu batu yang digunakan berasal dari batu yang dihancurkan dengan alat
crusher yang lolos saringan No. 8atau 2,360mm dan tertahan pada saringan No. 16atau 1,180 mm.
Gambar 3.7 Abu batu b. Pasir
Pasir yang digunakan untuk membuat spesimen adalah pasir alam yang lolos saringan No. 16 atau 1,180 mm dan tertahan pada saringan No. 30 atau 0,600 mm.
Agar diperoleh mutu jalan aspal yang bai
(49)
bersifat kekal.Selain itu pasir tidak boleh mengandung banyak lumpur dan bahan-bahan organik karena dapat mengurangi kekuatan jalan.Pasir yang digunakan untuk membuat spesimen adalah pasir alam (pasir kuarsa).
Gambar 3.8 Pasir 3. Filler
Filler atau mineral pengisi yang digunakan untuk membuat specimen pada penelitian ini adalah filler berjenis semen yang lolos saringan No. 200 atau 0,075 mm.
Gambar 3.9 Semen
(50)
Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.4.1. Neraca analitik
Ada dua jenis neraca analitik yang digunakan antara lain sebagai berikut : 1) Neraca Analitik Ketelitian 0,01 gr
Neraca analitik jenis ini memiliki kapasitas 500 gr dan ketelitian yang lebih akurat dari pada neraca analitik berkapasitas 2000 gr sehingga sangat cocok digunakan untuk menimbang bahan fly ash.
Gambar 3.10 Neraca Analitik ketelitian 0,01 gr
2) Neraca Analitik ketelitian 0,10 gr
Digunakan untuk menimbang material agregat dan aspal yang akan dicampur. Neraca analitik jenis ini memiliki kapasitas 2000 gr.
(51)
2
3 2
3
1 1
3.4.2. Cetakan specimen
Cetakan digunakan sebagai alat cetakan material yang sudah dicampur untuk dipadatkan. Alat cetakan spesimen terbuat dari logam dengan diameter 10,2 cm dan tinggi 9,52 cm.
Gambar 3.12 Cetakan spesimen Keterangan :
1. Cetakan 2. Leher sambung 3. Plat alas
3.4.3. Landasan pemadat
Digunakan sebagai tempat pemadatan dari proses pencetakan spesimen. Landasan pemadat terbuat dari bahan plat baja berukuran 30,48 cm × 30,48 cm × 2,54 cm.
(52)
1
2 3 Gambar 3.13 Landasan pemadat Keterangan :
1. Tankai pengunci alat penumbuk 2. Pengunci cetakan
3. Landasan pemada
3.4.4. Alat pemadat manual
Alat pemadat manual mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk silinder dengan diameter 9,8 cm, berat 4.536 gr dan tinggi jatuh bebas 457,2 mm ± 15,24 mm (18 inchi ± 0,6 inchi) .
Gambar 3.14 Alat pemadat manual Keterangan :
1. Pegangan
2. Beban / pemberat 3. Permukaan penumbuk
(53)
2 1
3
2 1
Digunakan untuk mengeluarkan spesimen yang sudah didapatkan terlebih dahulu dari dalam cetakan. Alat pengeluar benda uji (ekstruder) berdiameter 100 mm (3,95 in) bertempat diatas batang hidrolik. Cara kerja alat pengeluar spesimen yaitu setelah cetakan dikunci, tuas pengungkit dipompa hingga batang hidrolik menekan benda uji keluar dari cetakan.
Gambar 3.15 Alat pengeluar spesimen Keterangan :
1. Cetakan berisi spesimen 2. Batang hidrolik
3. Tuas pengungkit 3.4.6. Mixer modifikasi
Mixer digunakan untuk mencampur aspal dengan fly ash.Mixer modifikasi ini merupakan bor tangan yang dimodifikasi bertangkai pengaduk. Kecepatan tanpa beban mesin bor yaitu 0 – 3200 rpm dengan input daya terukur 710 watt.
(54)
2 1 Gambar 3.16 Mixer modifikasi
Keterangan : 1. Pengaduk 2. Bor tangan
3.4.7. Mesin Pengayak
Mesin pengayak digunakan untuk menyaring hasil penggilingan fly ash setelah menjadi serbuk.
Gambar 3.17 Mesin pengayak Keterangan :
1. Satu set saringan 2. Motor listrik 3.4.8. Oven
(55)
3 1
2 3 1
2
Gambar 3.18 Oven Keterangan :
1. Tombol pengatus temperatur 2. Pintu oven
3. Tombol on/off
3.4.9. Water Bath
Digunakan sebagai alat merendam specimen sebelum dilakukan pengujian kekuatan tekan.Water bath juga merupakan alat pengujian ketahanan rendaman air dengan cara spesimen direndam selama 24 jam dengan temperatur air perendaman 60ºC.
(56)
5
5
4
3 2 1 Keterangan:
1. Tutup bak perendaman 2. Bak perendaman
3. Control Panel
Water bath yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut: 1. Merek : MBT
2. Suhu : 30 - 110 oC 3. Tegangan : 220 volt 4. Daya : 1.000 watt 5. Buatan : Indonesia 3.4.10. Alat Uji Marshall
Alat uji Marshall digunakan untuk menguji kekuatan tekan dari spesimen, alat Marshall yang digunakan dilengkapi dengan:
1. Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung
2. Cincin penguji (proving ring) kapasitas 22,2 KN atau 5000 lb dilengkapi dengan arloji (dial) tekan.
(57)
Gambar 3.20 Alat uji marshall Keterangan:
1. Cincin penguji (proving ring) 2. Kepala penekan (breaking head) 3. Control panel
4. Arloji pengukur tekan 5. Arloji pengukur alir 3.4.11. Alat perlengkapan lain
Alat-alat perlengkapan digunakan untuk mempernudah proses penelitian, Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teko
2. Kompor gas
3. Sketmatch / jangka sorong 4. Stopwatch
5. Wajan
6. Sendok pengaduk dan spatula 7. Metall thermometer
8. Sarung tangan 9. Serbet
10. Sekrap
11. Kantong plastik berkapasitas 2 kg 12. Stipeks
13. Ember
3.5. Pembuatan Spesimen
Specimen yang akan diuji dengan alat uji Marshall dibuat dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan bahan baku dan tahap pembuatan specimen.
3.5.1. Persiapan fly ash
Pemanfaatan cangkang sawit dilakukan dengan menjadikannya bahan bakar boiler. Hasil dari pembakaran akan terdapat abu terbang yang lama kelamaan akan
(58)
mengeras. Berikut merupakan gambar fly ash yang sudah mengeras ditampilkan berikut ini :
Gambar 3.21 Palm oil fly ash sebelum digiling
Fly ash yang masih mengeras digiling atau ditumbuk untuk membuat fly ash menjadi berbentuk serbuk agar nantinya dalam pembuatan spesimen aspal mudah menyatu dengan fly ash.Palm oil fly ash yang sudah digiling atau ditumbuk disaring terlebih dahulu agar ukurannya seragam. Berikut merupakan gambar palm oil fly ash sebelum dan sesudah disaring :
a. palm fly ash sebelum disaring b. palm oil fly ash sesudah disaring
Gambar 3.22 Palm Oil Fly Ash
(59)
Sebelum pembuatan specimen maka perlu dilakukan persiapan bahan baku terlebih dahulu antara lain:
1. Agregat disaring dengan mesin penyaring dengan ketentuan sebagai berikut: - Kerikil besar yang lolos saringan 1” dan tertahan pada saringan ¾”.
- Kerikil sedang yang lolos saringan ¾” dan tertahan pada saringan½”. - Abu batu yang lolos saringan No. 8 dan tertahan pada saringan No. 16. - Pasir yang lolos saringan No. 16 dan tertahan pada saringan No. 30. - Semen yang lolos saringan No. 200.
2. Agregat yang terdiri dari agregat kasar (kerikil besar dan kerikil medium/sedang), agregat halus (abu batu dan pasir), dan filler (semen) dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 24 jam.
3. Agregat yang telah disaring dimasukkan ke dalam kantong plastik berkapasitas 2 kg dengan berat masing-masing agregat sebagai berikut:
-Kerikil besar : 136,08 gr -Kerikil medium : 408,24 gr -Abu batu : 464,94 gr - Pasir : 102,06 gr - Semen : 22,58 gr
4. Aspal penetrasi 60/70 ditimbang dengan neraca analitik seberat 66 gr.
5. Serbuk fly ash ditimbang dengan neraca analitik dengan berat seperti pada tabel berikut :
1. Kadar Palm Oil Fly Ash 3 % = 1,98 gr 2. Kadar Palm Oil Fly Ash 5 % = 3,33 gr 3. Kadar Palm Oil Fly Ash 10 % = 6,66 gr
3.5.3 Pembuatan Spesimen
Setelah persiapan bahan baku selesai, maka spesimen dapat dibuat dengan tahapan-tahapan berikut :
1. Agregat dan filler dipanaskan dalam wadah wajan sampai mencapai suhu 150˚C.
(1)
5.2. Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut demi mendapatkan nilai kekuatan tekan
maupun ketahahanan rendaman air yang lebih baik dengan variasi kadar fly
ash yang lain.
2.
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dilakukan proses pencetakan spesimen
dengan alat pemadat otomatis agar tercapainya proses kerja yang konstan dan
akurat.
3.
Agar pada penelitian berikutnya dilakukan percobaan pembuatan spesimen
aspal dengan bahan campuran lain.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Furqan. 2010.
Pengaruh Asbuton Semi Ekstraksi Pada Campuran Stone
Mastic Asphalt.
Jurnal Puslitbang Jalan dan Jembatan: Bandung
Anam, Irsyadul. 2011.
Pemanfaatan Polipropilena Daur Ulang Sebagai Bahan Aditif
Dalam Pembuatan Aspal Polimer Menggunakan Proses Ekstruksi
.
Universitas Sumatera Utara: Medan
Chawla, K.K.1987.
Composite Materials.
First Ed. Berlin: Springer-Verlag New York
Inc.
Darunifah,Nurhayati. 2007.
Pengaruh Bahan Tambahan Karet Padat Terhadap
Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course
(HRS-WC).
Tesis Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro:
Semarang
Isroi,
Pengolahan TKKS (Tandan Kelapa Sawit, (online), (http:\\
isroi.wordpress.com,
Diakses tanggal 20 februari 2014
Listiyono, Budi. 2011.
http:/www.Pdflistiyonobudi.blogspot.com/defenisi dan jenis-
jenis aspal.html.
Diakses tanggal 20 februari 2014
Mujiarto, Imam. 2005.
Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif
.
Jurnal vol.3. AMNI: Semarang
Rizki, Fadhli. 2008.
Pengaruh waktu pemanasan terhadap polimer
. Universitas
Indonesia: Jakarta
Sugiyanto, Gito. 2008.
Kajian Karakteristik Campuran Hot Rolled Asphalt Akibat
Penambahan Limbah Serbuk ban bekas
. Tesis Program Studi
Teknik Sipil. UNSOED: Purwokerto
Subianto
,
Bambang, dkk.
Utilization of Fruit Bunch Waste from Oil and Palm
Industry for Paerticleboard Using Phenol Formaldehyde Adhesive,
Wasta PPKS: 1-4
Taufik Mulyono, Agus. 1991.
Pengaruh Penambahan Sulfur Dalam Aspal pada
Bahan Campuran HRA terhadap nilai Struktural Lapisan
Permukaan. Jurnal Fakultas Teknik.
UGM: Jogjakarta
Utomo, Antariksa. 2008.
Studi Komparasi Pengaruh Gradasi Gabungan di
Laboratorium dan Gradasi Hot Bin Asphalt Mixing Plant
Campuran Laston (AC-Wearing Course) Terhadap Karakteristik
(3)
Uji Marshall.
Tesis Program Pasca Sarjana. Universitas
Diponegoro: Semarang
Wasiah Suroso, Tjitjik. 2009.
Pengaruh Penambahan Plastik LDPE (Low Density
Poly Ethilen) Dengan Cara Basah dan Cara Kering Terhadap
Kinerja Campuran Beraspal.
Jurnal Puslitbang Jalan dan Jembatan.
Vol. 26, No.2: Bandung ffff
(4)
Aggregate Bulk App Item : Hot Mix ( AC )
CA 2,643 2,752 Test Perfom : Lab. Jalan Raya USU
PCBN : PERENDAMAN 24 JAM DALAM WATERBATH MA 2,612 2,716 Date test : 23 Mei 2014
FA & Crus. Dust 2,562 2,652 Kalibtasi : 27,65736 Lbf
No./Sta
Aggregate A.c.mixes Weight (gram) volume Unit weight VMA VIM VFB Read Stability Flow Marshall Bitumen
(%) (%) DRY SSD In
Water cc Actual Teoritis (%) (%) (%) Dial Kalibrasi Correlaton Quotiont Effectif
Stability Lbf Lbf mm Kg/mm (%)
a b c d e F=d-e G=c/f h I j k l m N=m*scr o P=n/o q
1 94,50 5,50 1184,8 1190,8 680,1 510,7 2,319 2,428 15,39 4,49 70,82 83 2295,56 2295,56 1,07 2145,39 4,81
2 94,50 5,50 1186,1 1195,1 683,8 511,3 2,320 2,428 15,39 4,45 71,08 85 2350,87 2256,83 1,09 2070,49 4,81
3 94,50 5,50 1200,3 1206,1 679,4 526,7 2,278 2,428 16,89 6,18 63,41 95 2627,44 2522,34 1,06 2379,57 4,81
Average 2,305 2,428 15,88 5,04 68,42 Rata-rata 2268,24 1,07 2198,49 4,81
FAS1 3% 94,50 5,50 1174,6 1179,3 670,9 508,4 2,310 2,428 15,72 4,86 69,08 87 2406,19 2309,94 1,12 2062,45 4,81
FAS2 3% 94,50 5,50 1178,3 1183,1 673,2 509,9 2,311 2,428 15,68 4,82 69,26 98 2710,42 2710,42 1,20 2258,68 4,81
FAS3 3% 94,50 5,50 1181,1 1186,6 679,7 506,9 2,330 2,428 14,99 4,04 73,04 109 3014,65 2894,06 1,26 2296,87 4,81
Average 2,317 2,428 15,46 4,57 70,46 Rata-rata 2685,24 1,19 2206 4,81
FAS1 5% 94,50 5,50 1183,1 1187,6 681,4 506,2 2,337 2,428 14,71 3,72 74,70 97 2682,76 2575,45 1,25 2060,36 4,81
FAS2 5% 94,50 5,50 1180,3 1191,0 678,2 512,8 2,302 2,428 16,01 5,18 67,63 113 3125,28 3125,28 1,29 2442,69 4,81
FAS3 5% 94,50 5,50 1189,1 1196,1 682,6 513,5 2,316 2,428 15,50 4,61 70,25 127 3512,48 3371,98 1,31 2574,03 4,81
Average 2,318 2,428 15,41 4,50 70,86 Rata-rata 3024,23 1,28 2359,02 4,81
FAS1 10% 94,50 5,50 1183,5 1186,3 681,2 505,1 2,343 2,428 14,50 3,48 76,01 75 2074,30 1991,32 1,01 1971,60 4,81
FAS2 10% 94,50 5,50 1186,7 1189,9 682,8 507,1 2,340 2,428 14,61 3,60 75,36 90 2489,16 2389,59 1,02 2342,73 4,81
FAS3 10% 94,50 5,50 1175,6 1184,8 678,5 506,3 2,322 2,428 15,27 4,35 71,51 103 2848,70 2848,70 1,05 1899,13 4,81
Average 2,335 2,428 14,79 3,81 74,29 Rata-rata 2409,87 1,02 2071,15 4,81
Bj.Bulk 2,590 Bj.Bitumen 1,0230 Gmm 2,426 Bj.Eff Agg 2,638 Absp Bitument 0,73
a = % Asphalt by Aggregate
b = % Asphalt by mix
c = Weight Sample dry ( gr) d = Weight Sample in Water ( gr ) e = Weight Sample in water ( gr ) f = Volume Sample ( d – e ) g = Weight Volume Aktual ( c / f )
* GMM With AASTHO T 209
Degree asphalt optimum Aprox imately
Pb = 0,035 ( %CA ) + 0,045 ( %FA ) + 0,18 ( %FF ) + K
K = 0,5 – 1 for laston, 2.0 – 3.0 for lataston ** Bj, Eff
100−KA
100 Gmm−
KA Bj Asp halt
h = Bj. Maximum mixer ( teoritis ) Gmm = % Agg 100
BjEffagg− % Bitument Bj .Bitument
I = % Rongga diantara Agg
100 - ( 100−b ) g
Bj .Bulk aggregate
j = % Voids With Mixer 100 - (100 g/ h ) k = % Voids Filleds Bitument 10 – ( I – j ) / i l = Reading dial stability
m = Stability ( 1× Callibration proving ring ) n = Stability ( m × Correlation Sample ) Kg o = Flow ( mm )
p = Marshall Quotient ( Kg/mm )
***Absorbtion Bitumen With aggregate
100 ×Bj .Eff−Bj .Bulk
Bj .Eff ×Bj .Bulk× Bj. Bitument
q = % Bitument Effectif
ASISTEN LABORATORIUM
(………....…….)
LAMPIRAN I
MARSHALL TEST
( RSNI M-01-2003 )
(5)
Aggregate Bulk
App Item : Hot Mix ( AC )
CA 2,643 2,752 Test Perfom : Lab. Jalan Raya USU
PCBN : PERENDAMAN 30 MENIT DALAM WATERBATH MA 2,612 2,716 Date test : 23 Mei 2014
FA & Crus. Dust 2,562 2,652 Kalibtasi : 27,65736 Lbf
No./Sta
Aggregate A.c.mixes Weight (gram) volume Unit weight VMA VIM VFB Read Stability Flow Marshall Bitumen
(%) (%) DRY SSD In
Water cc Actual Teoritis (%) (%) (%) Dial Kalibrasi Correlaton Quotiont Effectif
Stability Lbf Lbf mm Kg/mm (%)
a b c d e F=d-e G=c/f h i j k l m N=m*scr o P=n/o q
1 94,50 5,50 1183,5 1187,7 674,9 512,8 2,308 2,428 15,78 4,93 68,77 92 2544,48 2442,70 1,15 2124,10 4,81
2 94,50 5,50 1190,9 1193,9 681,7 512,2 2,325 2,428 15,16 4,22 72,13 93 2572,13 2469,24 1,21 2040,69 4,81
3 94,50 5,50 1184,8 1185,7 680,4 505,3 2,345 2,428 14,44 3,41 76,38 107 2959,34 2840,96 1,22 2328,65 4,81
Average 2,326 2,428 15,13 4,19 72,43 Rata-rata 2584,22 1,19 2164,48 4,81
FAS1 3% 94,50 5,50 1173,2 1177,1 674,5 502,6 2,334 2,428 14,85 3,87 73,93 98 2710,42 2602,01 1,25 2081,60 4,81
FAS2 3% 94,50 5,50 1179,4 1182,3 678,9 503,4 2,342 2,428 14,55 3,54 75,67 105 2904,02 2904,02 1,24 2341,95 4,81
FAS3 3% 94,50 5,50 1180,8 1184,6 680,4 504,2 2,341 2,428 14,59 3,58 75,46 114 3152,93 3026,81 1,27 2383,31 4,81
Average 2,339 2,428 14,66 3,66 75,02 Rata-rata 2844,28 1,25 2268,95 4,81
FAS1 5% 94,50 5,50 1180,5 1183,2 679,4 503,8 2,343 2,428 14,49 3,47 76,05 108 2986,99 2986,99 1,35 2212,58 4,81
FAS2 5% 94,50 5,50 1175,6 1187,6 677,8 509,8 2,306 2,428 14,85 5,00 68,45 115 3180,60 3053,37 1,23 2482,41 4,81
FAS3 5% 94,50 5,50 1179,5 1189,7 678,3 511,4 2,306 2,428 15,84 4,99 68,49 128 3540,14 3398,53 1,25 2718,82 4,81
Average 2,319 2,428 16,52 4,49 71,00 Rata-rata 3146,30 1,28 2471,27 4,81
FAS1 10% 94,50 5,50 1162,4 1185,2 680,4 504,8 2,340 2,428 14,60 3,59 75,38 91 2516,81 2516,81 1,35 1864,30 4,81
FAS2 10% 94,50 5,50 1168,1 1183,6 675,9 507,7 2,326 2,428 15,13 4,19 72,30 99 2738,07 2628,55 1,14 2305,74 4,81
FAS3 10% 94,50 5,50 1171,8 1187,6 676,4 511,2 2,311 2,428 15,68 4,82 69,28 112 3097,62 2973,71 1,03 2887,09 4,81
Average 2,326 2,428 15,14 4,20 72,32 Rata-rata 2706,35 1,17 2352,37 4,81
Bj.Bulk 2,590 Bj.Bitumen 1,0230 Gmm 2,426 Bj.Eff Agg 2,638 Absp Bitument 0,73 a = % Asphalt by Aggregate
b = % Asphalt by mix c = Weight Sample dry ( gr) d = Weight Sample in Water ( gr ) e = Weight Sample in water ( gr ) f = Volume Sample ( d – e ) g = Weight Volume Aktual ( c / f )
* GMM With AASTHO T 209
Degree asphalt optimum Aprox imately Pb = 0,035 ( %CA ) + 0,045 ( %FA ) + 0,18 ( %FF ) + K
K = 0,5 – 1 for laston, 2.0 – 3.0 for lataston ** Bj, Eff
100−KA
100 Gmm−
KA Bj Asp halt
h = Bj. Maximum mixer ( teoritis ) Gmm = % Agg 100
BjEffagg− % Bitument Bj .Bitument
I = % Rongga diantara Agg
100 - ( 100−b ) g
Bj .Bulk aggregate
j = % Voids With Mixer 100 - (100 g/ h ) k = % Voids Filleds Bitument 10 – ( I – j ) / i l = Reading dial stability
m = Stability ( 1× Callibration proving ring )
n = Stability ( m × Correlation Sample ) Kg o = Flow ( mm )
p = Marshall Quotient ( Kg/mm )
***Absorbtion Bitumen With aggregate
100 ×Bj .Eff−Bj .Bulk
Bj .Eff ×Bj .Bulk× Bj. Bitument
q = % Bitument Effectif
b - Abs .Bitument (100−b )
100
ASISTEN LABORATORIUM
(………....…….)
MARSHALL TEST ( RSNI M-01-2003 )
(6)
LAMPIRAN II Tabel Rasio Korelasi beban
Isi benda uji (cm3) Tebal Benda Uji (mm) Angka koreksi
200 – 213 25,4 5,56
214 - 225 27,-0 5,00
226 - 237 28,6 4,55
238 - 250 30,2 4,17
251 - 264 31,8 3,85
265 - 276 33,3 3,57
277 - 289 34,9 3,33
290 - 301 35,5 3,03
302 - 316 38,1 2,78
317 - 328 39,7 2,50
329 - 340 41,3 2,27
341 - 353 42,9 2,08
354 - 367 44,4 1,92
368 - 379 46,0 1,79
380 - 392 47,6 1,67
393 - 405 49,2 1,56
406 - 420 50,8 1,47
421 - 431 52,4 1,39
432 - 443 54,0 1,32
444 – 456 55,6 1,25
457 – 470 57,2 1,19
471 – 482 58,7 1,14
483 – 495 60,3 1,09
496 – 508 61,9 1,04
509 – 522 63,0 1,00
523 – 535 65,1 0,96
536 – 546 66,7 0,93
547 – 559 68,3 0,89
560 – 573 69,9 0,86
f574 – 585 71,4 0,83
586 – 598 73,0 0,81
599 – 610 74,6 0,78
611 – 625 76,2 0,76