Pengaruh Penambahan Fly Ash Batubara Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanik Mortar

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH BATUBARA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIK MORTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelas Sarjana Sains

NISA HAMIDAH KAUSAR MARPAUNG 050801009

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH BATUBARA TERHADAP

SIFAT FISIS DAN MEKANIK MORTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelas Sarjana Sains

NISA HAMIDAH KAUSAR MARPAUNG 050801009

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN ABU BATUBARA

TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIK MORTAR

Kategori : SKRIPSI

Nama : NISA HAMIDAH K. MARPAUNG

Nomor Induk Mahasiswa : 050801009

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Diluluskan di Medan, ...2010

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing Ketua

Dr. Marhaposan Situmorang

NIP: 130 810 771 NIP: 131 670 602 Drs. Herli Ginting Ms.


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN ABU BATUBARA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIK MORTAR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, ...2009

NISA HAMIDAH K. MARPAUNG 050801009


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul Pengaruh Penambahan Serbuk Abu Batubara Terhadap Sifat Fisis dan Mekanik Mortar Yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Beton Universitas Sumatera Utara sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi syarat menyelesaikan jenjang kesarjanaan Strata 1 pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU).

Selama menyelesaikan Tugas Akhir dan menyusun Laporan, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan yang sangat berarti ini.

2. Bapak (Drs. Sahruddin Marpaung) dan Ibu (Siti Aisyah) saya tercinta serta saudara-saudara saya, terima kasih atas do’a dan motivasinya selama ini. Tanpa motivasi dari Keluarga sekalian saya belum tentu dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Drs. Herli Ginting Msc. selaku pembimbing di lapangan yang telah memberikan bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Fisika DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon. MSi, Dekan FMIPA USU DR. Eddy Marlianto, MSc serta semua Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.

4. Pak Subandi selaku Kepala Laboraturium Teknik sipil, bang Yusuf selaku pembimbing saya dalam melakukan penelitian di Laboraturium Teknik Beton.

5. Temen-temen seperjuangan Sadrah.T, Jonathan.H, Tari.S, Siti Mumtazah, Andri, J.D, R.D.J, N.B, dan teman-teman yang belum disebutkan namanya, terima kasih atas bantuannya selama ini dan doanya.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan waktu serta kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kebaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Dan akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya, Amin.


(6)

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH BATUBARA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIK MORTAR

ABSTRAK

Komposisi campuran abu batubara pada penelitian ini adalah sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% dari berat semen. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk kubus dan berbentuk silinder. Dari penelitian diperoleh bahwa kuat tarik dan kuat tekan mortar yang paling tinggi adalah mortar dengan campuran abu batubara sebanyak 15% (yaitu kuat tarik rata : 6,921 MPa, dan kuat tekan rata-rata : 16,4 MPa) serta pada pengujian porositas dan penyerapan air didapatkan bahwa semakin banyak abu batubara yang ditambahkan kedalam mortar, maka porositas dan penyerapan airnya semakin kecil dan densitasnya semakin besar. Selain keuntungan sifat fisis dan mekaniknya, pemakaian abu batubara pada mortar juga dapat mengurangi limbah-limbah pabrik.


(7)

THE EFFECTS OF FLY ASH COAL ADDITION TOWARDS PHYSICAL AND MECHANICAL CHARACTERISTICS OF MORTAR

ABSTRACK

The composition mixture of coal ash in this research is respectively 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and 30% from the weight of the cement. The samples used are square and cylindrical objects. From the research, it is found that the highest flexibility and pressure of the mortar is the mixture of mortar and 15% of coal ash (namely, the average flexibility: 6.921 MPa, and the average pressure: 16.4 MPa) and in the porosity and absorption testing it is also found that the more coal ash is added into the mortar, the less the porosity and water absorption and the bigger the density. Apart from physical and mechanical benefits, the utilization of coal ash with the mortar also can reduce factory sewage.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstrack v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Tempat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Batubara 5

2.1.1 Penambangan Batubara 5

2.1.2 Komposisi Kimia Abu Batubara 6 2.1.3 Klasifikasi Abu Batubara 7

2.2 Mortar 9

2.2.1 Jenis-jenis Mortar 10

2.3 Semen 13

2.3.1 Komposisi Kimia Semen Portland 15 2.3.2 Pengelompokan dan Jenis-jenis Semen Portland 16 2.3.3 Bahan Baku Pembuatan Semen Portland 18

2.4 Pasir 19

2.5 Air 20

Bab III Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 23

3.1.1 Alat 23

3.1.2 Bahan 24

3.2 Diagram Alir Penelitian

3.2.1 Pembuatan Sampel Uji Mortar yang dicampur

dengan Abu Batu Bara 25 3.3 Prosedur Pembuatan Sampel

3.3.1 Pembuatan Sampel Uji Kuat Tarik dan Kuat Tekan 26 3.3.2 Pembuatan Sampel Uji Penyerapan air dan Porositas 27 3.3.3 Pembuatan Sampel Uji Densitas 28 3.4 Pengujian Sampel


(9)

3.4.1 Kuat Tekan 29

3.4.2 Kuat Tarik 30

3.4.3 Penyerapan Air 30

3.4.4 Porositas 31

3.4.5 Densitas 31

Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisa Data

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar 32 4.1.2 Pengujian Kuat Tarik Mortar 34

4.1.3 Pengujian Penyerapan 36

4.1.4 Pengujian Porositas 38

4.1.5 Pengujian Densitas 40

Bab V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C LAMPIRAN D LAMPIRAN E


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Susunan Kimia dan Sifat Fisik Abu Batubara 7 Tabel 2.2 Jenis- jenis Semen Menurut No. SNI 17 Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland Utama 17 Tabel 2.4 Batas dan Izin Untuk Campuran Beton 22 Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar 32 Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kuat Tarik Mortar 35 Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Penyerapan Mortar 38 Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Porositas Mortar 40 Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Densitas Mortar 42


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Reaksi Semen dengan Abu Batubara 15 Gambar 2. Grafik perbandingan kuat tekan semen dengan standard

SII terhadap umur perendaman 22

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji Mortar yang

dicampur dengan abu batubara 25 Gambar 4. Grafik Kuat Tekan Rata-rata (MPa) terhadap Variasi

Campuran Abu Batubara (%) 33

Gambar 5. Grafik Kuat Tarik Rata-rata (MPa) Terhadap Variasi

Campuran Abu Batubara (%) 36 Gambar 6. Grafik Penyerapan Rata-rata (%) Terhadap Variasi

Campuran Abu Batubara (%) 39

Gambar 7. Grafik Porositas Rata-rata (%) Terhadap Variasi

Campuran Abu Batubara (%) 41

Gambar 8. Grafik Densitas Rata-rata (gr/cm3) Terhadap Variasi


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Contoh Perhitungan 48

LAMPIRAN B Data-Data Hasil Pengukuran 52

LAMPIRAN C Gambar Bahan Penelitian 57

LAMPIRAN D Gambar Alat Penelitian 58


(13)

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH BATUBARA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIK MORTAR

ABSTRAK

Komposisi campuran abu batubara pada penelitian ini adalah sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% dari berat semen. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk kubus dan berbentuk silinder. Dari penelitian diperoleh bahwa kuat tarik dan kuat tekan mortar yang paling tinggi adalah mortar dengan campuran abu batubara sebanyak 15% (yaitu kuat tarik rata : 6,921 MPa, dan kuat tekan rata-rata : 16,4 MPa) serta pada pengujian porositas dan penyerapan air didapatkan bahwa semakin banyak abu batubara yang ditambahkan kedalam mortar, maka porositas dan penyerapan airnya semakin kecil dan densitasnya semakin besar. Selain keuntungan sifat fisis dan mekaniknya, pemakaian abu batubara pada mortar juga dapat mengurangi limbah-limbah pabrik.


(14)

THE EFFECTS OF FLY ASH COAL ADDITION TOWARDS PHYSICAL AND MECHANICAL CHARACTERISTICS OF MORTAR

ABSTRACK

The composition mixture of coal ash in this research is respectively 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and 30% from the weight of the cement. The samples used are square and cylindrical objects. From the research, it is found that the highest flexibility and pressure of the mortar is the mixture of mortar and 15% of coal ash (namely, the average flexibility: 6.921 MPa, and the average pressure: 16.4 MPa) and in the porosity and absorption testing it is also found that the more coal ash is added into the mortar, the less the porosity and water absorption and the bigger the density. Apart from physical and mechanical benefits, the utilization of coal ash with the mortar also can reduce factory sewage.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Mortar merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan dalam bidang konstruksi. Mortar sangat diperlukan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Dewasa ini mortar sudah banyak dikembangkan dalam bentuk paving block, tegel, buis beton dan lain lain. Untuk itu dengan perkembangan teknologi beton sekarang ini khususnya mortar menjadi lebih efektif dan efisien dengan membuat struktur mortar yang baik.

Penggunaan bahan ikat di Indonesia pada konstruksi sederhana secara umum masih menggunakan semen portland. Hal ini merupakan pemborosan baik dari segi biaya maupun teknis. Semen portland merupakan jenis semen yang harganya relatif mahal apabila digunakan pada konstruksi-konstruksi yang memerlukan persyaratan yang sederhana. Pada konstruksi sederhana, persyaratan yang diperlukan tidak terlalu tinggi sehingga semen jenis lain yang memiliki harga rendah dapat digunakan sebagai substitusi atau sekurang-kurangnya dapat meminimalkan penggunaan semen portland. Begitu juga dengan pembuatan bahan-bahan lain turunan semen yang digunakan sebagai komponen konstruksi sederhana seperti mortar.

Harga-harga bahan bangunan yang semakin lama semakin mahal terutama semen portland tentu akan berpengaruh terhadap kualitas bangunan. Dampak kenaikan harga semen tersebut adalah penggunaan semen yang saat ini diusahakan seminimal mungkin atau bahkan dikurangi dari ukuran yang seharusnya. Hal ini dipengaruhi oleh naiknya harga semen yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan daya beli masyarakat. Pengurangan semen akan berdampak pada penurunan kualitas bangunan yang pada akhirnya akan membahayakan masyarakat itu sendiri, misalnya pada penggunaan bahan mortar dan juga beton yang merupakan salah satu bahan bahan yang saat ini biasa digunakan oleh masyarakat Indonesia. Penggunaan mortar adalah


(16)

untuk merekatkan pasangan bata, batako, sebagai bahan plesteran dan juga bahan lainnya.

Salah satu altenatif pemecahan permasalah di atas adalah dengan penggunaan limbah abu batubara sebagai bahan tambah atau pengganti semen yang dapat mengurangi ketergantungan pemakaian semen portland dalam campuran mortar/spesi.Pemakaian abu terbang sebagai bahan subtitusi didasarkan atas beberapa alasan. Abu batubara merupakan limbah industri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan limbah bahan bakar mesin-mesin pabrik. . Meningkatnya penggunaan batu bara sebagai bahan bakar di industri, sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM akan mengakibatkan meningkatnya limbah abu batubara yang dihasilkan. Meningkatnya jumlah limbah abu batubara akan mengakibatkan masalah serius dalam penanganannya, sehingga perlu dicari pemanfaatan limbah tersebut agar tidak mencemari lingkungan dan bila perlu limbah tersebut menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.

Abu batubara mempunyai butiran yang lebih halus daripada semen Portland, dan mempunyai sifat hidrolik seperti pozzolon. Dengan sifat pozzolon, maka dapat mengubah kapur bebas [ Ca(OH)2] sebagai mortar udara menjadi mortar hidrolik.

Abu batubara memiliki butiran yang halus daripada butiran semen dan mempunyai sifat hidrolik, maka seharusnya abu batubara tidak sekedar menambah kekedapan mortar, tetapi juga dapat menambah kekuatannya. Pemikiran ini sangat beralasan, karena secara mekanik abu batubara ini akan mengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran-butiran semen dan semen secara kimiawi memberikan sifat hidrolik pada kapur bebas yang dihasilkan dari hidrasi, dimana mortar hidrolik ini akan lebih kuat daripada mortar udara (kapur + air) (Suhud, 1993)

Atas dasar pertimbangan di atas, maka akan dilakukan penelitian mengenai mortar dengan bahan ikat semen portland, dan abu batubara dengan komposisi yang bervariasi dan dari penelitian tersebut diharapkan didapat campuran yang menghasilkan kuat tekan optimum dan serapan airnya juga kecil dengan bahan ikat yang berbeda


(17)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas timbul permasalahan yang menarik untuk diteliti yaitu apabila semen ditambahkan abu batu bara apakah struktur kimianya akan berubah jika dibandingkan dengan semen tanpa campuran hingga menyebabkan perubahan sifat fisis dan mekaniknya.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah yang dibahas meliputi :

a. Menerangkan secara terperinci pengaruh penambahan abu batubara terhadap sifat fisis dan mekanik mortar.

b. Variasi penambahan abu batubara mulai dari 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% dengan benda uji masing-masing 3 buah untuk setiap komposisi benda uji.

c. Pengujian Sifat-sifat Fisis meliputi : 1) Uji Porositas

2) Uji Penyerapan air 3) Uji Densitas

d. Pengujian Sifat-sifat Mekanik meliputi : 1) Uji Kuat Tekan

2) Uji Kuat Tarik

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sifat fisis mortar yang divariasikan persenan komposisi semen dengan abu batubara.

2. Untuk mencari optimasi penambahan abu batubara dan pengaruh penambahan abu batubara sampai 30% pada campuran mortar terhadap sifat mekaniknya. 3. Untuk memanfaatkan abu batubara yang dijadikan sebagai bahan alternative

pembuatan mortar, dan diharapkan dapat memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat.


(18)

1.5 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Beton, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik sipil, Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batubara

Batubara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan lumpur, pasir dan lempung selama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya gerak tektonik mengakibatkan terjadinya pembakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi batuan yang mudah terbakar yang bernama batubara.

2.1.1 Penambangan batubara

Di Indonesia terdapat tambang besar batubara seperti tambang umbilin di sawahlunto sumatera barat dan tambang bukit asam di sumatra selatan. Beberapa macam / jenis metoda penambangan batubara :

A. Penambangan terbuka

Melakukan kegiatan menambang batubara tanpa melakukan penggalian berat karena karena letak batubara yang dekat dengan permukaan bumi. B. Penambangan dalam

Untuk menambang batubara dengan teknik tersebut harus dibuat terowongan yang tegak hingga mencapai lapisan batubara. Selanjutnya dibuat

terowongan datar untuk melakukan penambangan. C. Penambangan Jauh

Pertambangan ini dilakukan ketika area batubara berada di bawah bukit di mana dibuat terowongan miring hingga mencapai lapisan batu bara.

D. Penambangan Di Atas Permukaan

Jenis kegiatan menambang batubara ini dilakukan jika batubara yang diincar berada pada perut bukit, yang di mana perlu terowongan datar untuk dapat mulai menambang batubara tersebut.


(20)

2.1.2 Komposisi Kimia Abu Batubara

Batubara sebagai bahan bakar banyak digunakan di PLTU. Kecenderungan dewasa ini akibat naiknya harga minyak diesel industri, maka banyak perusahaan yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam menghasilkan steam (uap). Sisa hasil pembakaran dengan batubara menghasilkan abu ringan dan berat (5-10%). Persentase abu (ringan dan berat) yang dihasilkan adalah abu ringan (80-90%) dan abu berat (10-20% ).

Umumnya komposisi kimia abu batubara ringan dapat ditunjukkan seperti di bawah ini :

a. SiO2 (Silika) b. Al2O3 (Alumina) c. Fe2O3 (Besi) d. CaO (Kapur) e. MgO (Magnesium)

Berdasarkan jenis batu bara yang digunakan bahan bakar, abu batubara dibagi dalam 2 kelas (ASTM C 618 – 94a (dalam Husin, 1998)), yakni :

1. Kelas F, yakni abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis anthrasit atau bituminous.

2. Kelas C, yakni abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis lignit atau sub bituminous.

Adapun susunan kimia dan sifat fisik abu batubara menurut ASTM C 618 – 91 (dalam Husin,1998), ditunjukkkan pada Tabel 1.


(21)

Tabel 2.1 Susunan Kimia dan Sifat Fisik Abu Batubara

Uraian Kelas F (%) Kelas C (%)

A. Susunan Kimia

1. Silikon dioksida, min 2. Silikon dioksida +

Aluminium oksida + Besi oksida min

3. Sulfur Trioksida, maks 4. Kadar Air, maks 5. Hilang Pijar, maks 6. Na2O, maks B. Sifat Fisik

1. Kehalusan sisa diatas ayakan 45 um, maks 2. Indeks keaktifan pozolon

dengan PC I, pada umur 28 hari, min

3. Air, maks

4. Pengembangan dengan Autoclave, maks 54,90 70,00 5,0 3,0 6,0 1,5 34,0 75,0 105,0 0,8 39,90 50,00 5,0 3,0 6,0 1,5 34,0 75,0 105,0 0,8

2.1.3 Klasifikasi Abu Batubara

Menurut ASTM C6618-96 ada tiga klasifikasi abu batubara yaitu : a. Kelas N

Buangan atau pozzolan alam terkalsinasi yang dipenuhi dengan kebutuhan yang memenuhi syarat yang dapat dipakai sesuai kelasnya, seperti beberapa tanah diatomaceous, opalinse chert dan serpihan-serpihan tuff dan debu-debu vulkanik atau pumicities, dan bahan-bahan lainnya yang mungkin masih belum terproses oleh kalsinasi; dan berbagai material yang memerlukan kalsinasi untuk memperoleh sifat-sifat yang memuaskan, misalnya beberapa jenis tanah liat dan serpihan-serpihan.


(22)

b. Kelas F

Abu batubara yang umumnya diproduksi dari pembakaran anthracite (batubara keras yang mengkilat) atau bitumen-bitumen batubara yang memenuhi syarat-syarat yang dapat dipakai untuk kelas ini sperti yang disyarat-syaratkan. Abu batubara jenis ini memiliki sifat Pozzolanic.

c. Kelas C

Abu batubara yang umumnya diproduksi dari lignite atau batubara subitumen yang memenuhi syarat yang dapat dipakai untuk kelas ini seperti yang disyaratkan. Abu batubara kelas ini, selain memiliki sifat pozzolan juga memiliki beberapa sifat yang lebih menyerupai semen. Untuk beberapa abu batubara kelas C bias mengandung kapur lebih tinggi dari 10 %.

Menurut SK SNI S- 15- 1990- F p- 1, yang dimaksud dengan :

a. Abu batubara kelas N adalah hasil kalsinasi dari pozzolan alam seperti tanah diatonice, shole (serpih), tuff, dan batu apung yang beberapa jenis dari bahan tersebut ada yang tidak mengalami kalsinasi.

b. Abu batubara kelas F adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis anthrasite pada suhu 1560 oC, abu batubara ini memiliki sifat pozzolan.

c. Abu batubara kelas C adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau batubara dengan kadar karbon ± 60% (Sub bituminous); abu ini mempunyai sifat pozzolan dan sifat menyerupai semen dengan kadar kapur diatas 10 %.

Penelitian ini hanya terbatas menggunakan abu batubara tipe C karena sudah terbukti memiliki kekuatan tekan yang lebih baik pada mortar geopolymer dibanding kedua tipe lainnya (Kosnatha dan Prasetio, 2007)

Abu batubara tipe C memiliki kandungan CaO diatas 10% dan dihasilkan dari pembakaran batubara dengan kadar karbon ±60%, selain itu kadar kandungan (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%, dan abu batubara jenis ini mempunyai sifat pozzolanic dan hidrolis.


(23)

2.2 Mortar

Mortar merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan dalam bidang konstruksi. Mortar sangat diperlukan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Dewasa ini mortar sudah banyak dikembangkan dalam bentuk paving block, tegel, buis beton dan lain lain. untuk itu dengan perkembangan teknologi beton sekarang ini khususnya mortar memnjadi lebih efektif dan efisien dengan membuat struktur mortar yang baik.

Mortar adalah bahan bangunan berbahan dasar semen yang digunakan sebagai perekat untuk membuat struktur bangunan. Yang membedakan mortar dengan semen, mortar adalah semen siap pakai yang komponen pembentuknya umumnya adalah semen itu sendiri, filler, dan berbagai jenis additif yang sesuai. dalam proses penggunaan semen, biasanya kita melihat semen dicampur dengan pasir ayak, kapur (lime), bata merah halus (opsional), dan air. Pencampuran ini tentunya selalu tidak pernah seragam.Yang membedakan mortar dengan beton adalah, bila agregat hanya terdiri dari agregat halus saja, disebut mortar semen atau mortar saja, dan bila mengandung agregat yang kasar, maka disebut beton.

Kekuatan beton ditaksir dengan mengukur kekuatan hancur dari kubus atau silinder uji yang dibuat dari adukan. Benda uji ini biasanya dirawat, dan diuji setelah 28 hari menurut prosedur standard. Beton dengan kekuatan yang diberikan diidentifikasikan dengan ‘mutu’nya – suatu beton mutu 25 mempunyai kekuatan hancur karakteristik sebesar 25 N/mm2.

Kekuatan tarik beton besarnya hanya kira-kira 10 % dari kekuatan tekan. Oleh karena itu hampir semua konstruksi beton bertulang direncanakan dengan anggapan bahwa beton sama sekali tidak memikul gaya tarik. (W.H Mosley, 1984)

Faktor-faktor yang membuat beton sebagai material bangunan yang umum tampak nyata sekali, sehingga beton telah dipakai , dengan cara dan jenis yang lebih primitif dari pada keadaan sekarang ini. Salah satu dari factor tersebut ialah kemudahan pengolahannya, yaitu dalam keadaan plastis, beton dapat diendapkan dan


(24)

diisi ke dalam cetakan atau bekisting yang hampir mempunyai semua bentuk yang praktis. Daya tahannya yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihannya. (George Winter, 1993)

Mortar untuk sambungan digunakan untuk menyambung bata, batu dan blok beton. Perbandingan semen dan pasir adalah 1 : 2 atau 1 : 3 dan banyaknya kapur mati ekuivalen dengan 20% dari semen yang ditambahkan. Mortar tembok yang digunakan dalam berbagai perbandingan campuran untuk memenuhi keperluan pekerjaan. Pekerjaan dengan mortar tembok berlangsung menurut urutan : Pelapisan dasar, penghalusan, pelapisan kedua dan penyelesaian. (Tata Surdia, 2005)

Menurut sifatnya plesteran dibedakan menjadi 3 macam yaitu : 1. Plesteran kasar,

Digunakan untuk melapisi permukaan batu bata atau pasangan batu belah yang tidak terlihat dari luar, misalnya tembok yang di atas rangka plafon.

2. Plesteran setengan halus atau setengah kasar.

Digunakan untuk permukaan lantai gudang, lantai lapangan olah raga, lantai teras, lantai kamar mandi dan sebagainya.

3. Plesteran halus,

Digunakan sebagai pelapis tembok-tembok rumah, dalam hal ini langsung berhubungan dengan keindahan pandangan. (Daryanto, 1994)

2.2.1 Jenis-jenis mortar

Maksud dari penelitian mortar adalah sebagai acuan untuk melakukan penenelitian kekuatan mortar dengan abu batubara dalam pembuatan mortar.

Di Indonesia telah diperkenalkan beberapa jenis mortar, yaitu antara lain : 1. Tile Adhesive (Perekat Keramik)

Ada vertikal (dinding) dan horizontal (lantai), dan juga ada perekat keramik baru diatas keramik lama (tanpa membongkar keramik lama)


(25)

2. Tile Grout

Sebagai pengisi nat (celah) antar keramik 3. Thin Bed

Untuk perekat AAC (Autoclaved Aerated Concrete) alias bata ringan 4. Skim Coat

Untuk pelapis dinding baru

Penggunaan mortar tentunya akan berakibat membuat biaya bahan bangunan menjadi bengkak, tetapi karena penggunaannya yang relatif sangat mudah, maka waktu yang diperlukan juga akan berkurang drastis sehingga ongkos tukang akan berkurang. Untuk jangka panjangnya, penggunaan mortar ini juga akan bisa menghindarkan problem yang mungkin terjadi jika dibandingkan dengan penggunaan campuran semen biasa (misal seperti disebut diatas, dinding retak dan lantai terangkat).

Perlu diketahui juga, untuk bangunan-bangunan tinggi (high rise) dan juga ruko-ruko terbaru, umumnya sekarang mereka sudah menggunakan mortar dan AAC untuk bahan baku pembuatan dinding, dan juga merekatkan keramik (vertikal dan horisontal) dengan mortar, sedangkan untuk struktur menggunakan beton ready mix. Ini bertujuan untuk menjaga konsistensi bahan baku yang digunakan dan juga efisiensi tenaga kerja, sehingga diharapkan bisa memperpanjang usia bangunan dengan menghindari problem-problem yang mungkin terjadi di kemudian hari.

Untuk menghitung efisiensi pemakaian mortar, kita bisa bandingkan pada aplikasi pembuatan tembok. Bisa kita lihat bahwa kalau tukang kita menggunakan bata merah sebagai bahan baku tembok, maka campuran semen yang dia buat akan relatif banyak karena bata merah berdimensi kecil, sehingga untuk merekatkan satu sama lain, dibutuhkan waktu yang tidak sedikit dan material campuran semen yang banyak.

Karena mortar sangat beragam jenisnya (dari jenis diatas, bisa dibagi lagi menjadi beberapa sub-jenis, misal tile grout wide, narrow, dll), maka pembahasannya hanya pada beberapa bahan baku penting saja, yaitu antara lain :


(26)

a. Semen

Umumnya yang dipakai jenis Portland. b. Sand / Pasir

Umumnya dengan kehalusan seragam, antara 0.1-0.4 mm c. Calcium Carbonate

Adalah jenis filler khusus berwarna putih dengan kehalusan seragam. Harap diperhatikan jika menggunakan filler ini karena memiliki oil absorption tinggi, sehingga pemakaian filler ini dapat "mengentalkan" campuran yang dibuat.

d. Lime / Kapur

Dipakai pada beberapa jenis mortar khusus e. Asam Tartaric

Dipakai pada beberapa jenis mortar khusus f. Additif Air Release

Untuk menghilangkan adanya udara yang terperangkap di dalam mortar saat diaplikasi. Dipakai pada beberapa jenis mortar khusus.

g. Additif Anti Foam

Untuk menghilangkan foam / busa pada saat mortar dicampur air dan diaplikasi. Dipakai pada beberapa jenis mortar khusus.

h. Beberapa jenis binder lain

Untuk meningkatkan sifat flexible dan/atau memperkuat ketahanan tekanan, umumnya untuk aplikasi horizontal tile yang berat seperti granit / marmer.

Pemilihan tipe beton sering kali di tentukan oleh kekuatan yang diperlukan,di mana berturut-turut tergantung kepada intensitas pembebanan dan bentuk serta ukuran dari bagian konstruksi.

Menguji karakteristik mortar meliputi pengujian kuat tekan sesuai dengan metode ASTM C109-93, pada mortar umur 7, 14, 21, dan 28 hari dan pengujian permeabilitas sesuai standar DIN 1045 pada mortar umur 28 hari (dengan mortar yang memiliki kuat tekan yang terbaik untuk masing-masing substitusi). Kuat tekan adalah besarnya beban yang dapat ditahan oleh mortar per satu satuan luas. Pengujian kuat tekan yang digunakan adalah standar ASTM C 109 – 193.


(27)

Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1989), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :

dengan: F = kuat tekan beton (kg/m2)

P = beban tekan maksimum (N) A = luas permukaan benda uji (m2)

2.3 Semen

Semen dipercaya pertama kali ditemukan dizaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya kira-kira "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Namun “resep” dari campuran ini akhirnya hilang ditelan jaman siring hancurnya Romawi. Baru pada abad ke-18, John Smeaton - insinyur asal Inggris menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudiandisebutsemenportland.Dinamaibegitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang ditoko-toko bangunan. (Wikipedia, 2010)

Semen adalah bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air atau larutan garam. Contoh khas adalah semen Portland. Material semen adalah material yang mempunyai sifat adhesive dan kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Kategori terpenting hasil teknologi material ini, mencakup tidak hanya bahan


(28)

semen yang seperti kita kenal, tetapi juga bahan kapur, aspal dan minyak ter seperti yang digunakan dalam pembuatan jalan, dan lain-lainnya. Untuk membuat struktur beton, terutama sekali dipakai bahan yang disebut sebagai semen hidrolis. Dari berbagai jenis semen hidrolis yang telah dikembangkan, Semen Portland yang untuk pertama kalinya dipatenkan di Inggris pada tahun 1824. Merupakan semen yang paling banyak dipakai. (George Winter, 1993)

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditarnbah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan.

Semen juga merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan.

Faktor yang berpengaruh dalam pembuatan mortar adalah air semen (fas). Semakin banyak jumlah air yang digunakan dalam mortar maka akan memperkecil persentase persentase diameter rata-rata uji sebar mortar. Sebaliknya semakin sedikit air yang digunakan dalam mortar maka besarnya persentase diameter rata-rata uji sebar akan semakin besar (karena tidak terjadi ikatan yang sempurna karena jumlah air yang terlalu sedikit). Nilai faktor air semen juga berpengaruh terhadap kecelakaan dan workability mortar. Nilai faktor air semen yang cukup maka akan mempermudah pengerjaan mortar, memiliki kecelakaan yang baik dan didapatkan nilai uji sebar yang memenuhi syarat.


(29)

2.3.1 Komposisi Kimia Semen Portland

Untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari. Persentasi dari oksida – oksida yang terkandung didalam semen Portland adalah sebagai berikut :

1) Kapur ( CaO) : 60 – 66 % 2) Silika (SiO2) : 16 – 25 % 3) Alumina (Al2O3) : 3 – 8 % 4) Besi (Fe2O3) : 1 - 5 %. 5) Magnesium (MgO) : 0,78 %

Abu batubara apabila digabungkan dengan semen diharapkan dalam jangka waktu yang lebih lama akan menghasilkan kuat tekan mortar yang lebih tinggi dibandingkan mortar normal. Penambahan kuat tekan mortar disebabkan karena abu batubara mempunyai butiran yang lebih halus daripada semen portland, yang mempunyai sifat hidrolik seperti pozzolon. Dengan sifat pozzolon, maka dapat mengubah kapur bebas

[

Ca(OH)2

]

sebagai mortar udara menjadi mortar hidrolik.

PROSES HIDRASI

PC + Air (H2O) Calsium Silicate Hydrate (CHS)

CaO + H2O = Ca (OH)2

Mortar Udara Air (H2O) masuk

PROSES HIDRASI

PC + Abu batubara + Air (H2O) Calsium Silicate Hydarte (CHS)

Ca (OH)2 + Abu Batubara (Mortar Hidrolik) (H2O tidak dapat masuk lagi)

Gambar 1. Proses Reaksi Semen dengan Abu batubara (Ravina, D., 1981)


(30)

Dari Gambar 1. dapat dijelaskan bahwa pada saat proses hidrasi semen akan dilepas kapur bebas, dimana kapur bebas tersebut akan terikat oleh silikat dan aluminat aktif yang terkandung didalam abu batubara dan menambah pembentukan silicat gel, yang berubah menjadi Calsium silicat hidrat (CSH) yang akan memasuki pori – pori yang terbentuk, sebagai akibat di bebaskannya Ca(OH)2 pada beton normal.

Namun karena abu batubara merupakan pozzolan, dimana bahan yang mengandung pozzolan bila dipakai sebagai pengganti semen portland yang umumnya berkisar antara 20 – 35% dari berat semen, laju kenaikan kekuatannya lebih lambat dari pada beton normal. Pada umur 28 hari kekuatan tekan lebih rendah daripada beton normal, namun sesudah umur 90 hari kekuatannya dapat sedikit lebih tinggi.

2.3.2 Pengelompokan dan Jenis-jenis Semen Portland

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran dan susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:

a. semen non-hidrolik semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.

b. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras dalam air. Contoh semen hidrolik adalah semen pozollan, semen terak, semen alam, semen protland, semen portland-pozollan, dll.

Beberapa jenis dari semen portland dibuat dengan mengadakan variasi baik dalam perbandingan unsur-unsur utamanya maupun dalam derajat kehalusannya. Senyawa -senyawa tersebut diatas saling bereaksi di dalam tungku dan membentuk senyawa - senyawa kompleks dan biasanya masih terdapat kapur sisa karena tidak cukup bereaksi sampai keseimbangan reaksi tercapai. Pada waktu pendinginan terjadi proses pengkristalan dan yang tidak terkristal berbentuk amorf.


(31)

Tabel 2.2 Jenis-jenis semen menurut No.SNI

No. SNI Nama

SNI 15-0129-2004 Semen portland putih

SNI 15-0302-2004 Semen portland pozolan / portland pozzolan cement (PPC) SNI 15-2049-2004 Semen portland / ordinary portland cement (OPC)

SNI 15-3500-2004 Semen portland campur SNI 15-3758-2004 Semen masonry

SNI 15-7064-2004 Semen portland komposit

Tabel 2.3 Klasifikasi semen Portland utama. (Tata Surdia, 2005)

Semen (Jenis) Sifat-sifat Penggunaan utama

Semen penggunaan umum (Jenis I)

MgO, SO3, Hilang pada pembakaran.

Kehalusan, pengesetan dan kekuatan secara berturut-turut juga di tentukan. Secara umum mempunyai sifat umum dari semen.

Digunakan secara luas sebagai semen umum untuk teknik sipil dan konstruksi arsitktur.

Semen pengeras pada panas sedang (Jenis II)

Ditentukan untuk mempunyai C3S kurang dari

50% dan C3A kurang dari 8%. Kalor hidrasi 70

kal/g atau kurang (7 hari) dan 80 kal/g atau kurang (28 hari) pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan.

Secara umum dipakai untuk beton massif yang besar. Pekerjaan dasar untuk bendungan, jembatan besar, bangunan-bangunan besar. Semen

berkekuatan tinggi awal (Jenis III)

Mengandung C3S maksimum dan gypsum

secukupnya untuk pengendalian pensetan. Kekuatan awal (1 hari, 3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan di atas 40 kg/cm2 selama penekanan 1 hari dan diatas 90 kg/cm2 selama penekanan 3 hari.

Menggantikan semen penggunaaan umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan dimusim dingin. Untuk konstruksi bangunan, pekerjaan pembuatan jalan dan produk semen.

Semen panas rendah (Jenis IV)

Kalor hidrasi lebih rendah 10 kal/g daripada semen pengeras pada panas sedang, ditentukan dibawah 60 kal/g (7 hari) dan dibawah 70 kal/g (28 hari) (ASTM). Memberikan kalor hidrasi minimum seperti semen untuk pekerjaan bendungan.

Sama dengan semen jenis II.

Semen tahan sulfat (Jenis V)

Ditentukan untuk mempunyai C3S dibawah 50%

dan C3A 5% (ASTM). Diusahakan agar kadar

C3A minimum untuk memperbesar ketahanan

terhadap sulfat.

Dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang mengandung banyak sulfat dan yang berhubungan dengan air tanah.


(32)

Adapun komponen – komponen tersebut berbentuk sebagai berikut : 1) Trikalsium Silikat CaOSiO2 (C3S)

2) Dikalsium Silikat CaOSiO2 (C2S) 3) Trikalsiun Aluminat CaOAi203 (C3A)

4) Tetra Kalsium Alumino Ferit CaOA203Fe203 (C4AF) Air .( Joko Prakoso, 2006)

2.3.3 Bahan Baku Pembuatan Semen Portland

Bahan baku dalam pembuatan semen Portland antara lain : 1. Batu kapur

a) Batu kapur merupakan Komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya.

b) Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga kuning.

2. Tanah liat

a) Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat

b) Klasifikasi Senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya :

i. Kelompok Montmorilonite

Meliputi : Monmorilosite, beidelite, saponite, dan Nitronite

ii. Kelompok Kaolin

Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite iii. Kelompok tanah liat beralkali


(33)

3. Pasir Besi dan Pasir Silikat

a) Bahan ini merupakan Bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix).

b) Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen.

c) Pasir Silika digunakan untuk meneikkan kandungan SiO2.

d) Pasir Besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.

4. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )

a) Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen.

b) Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder.

Semen dapat dibuat dengan 2 cara: a) Proses Basah b) Proses Kering

Perbedaannya hanya terletak pada proses penggilingan dan homogenisa.

2.4 Pasir

Pasir adalah contoh baha 0,0625 sampai beberapa

Pasir yang digunakan dalam adukan beton harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Pasir harus terdiri dari butir-butir keras dan kasar, jika digosok tidak menjadi

halus, Hal ini dikarenakan dengan adanya bentuk pasir yang tajam, maka kaitan antar agregat akan lebih baik, sedangkan sifat keras untuk menghasilkan beton yang keras pula.


(34)

2. Butirnya harus bersifat kekal. Sifat kekal ini berarti pasir tidak mudah hancur oleh pengaruh cuaca, sehingga beton yang dihasilkan juga tahan terhadap pengaruh cuaca.

3. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 4% dari berat kering pasir, lumpur yang ada akan menghalangi ikatan antara pasir dan pasta semen, jika konsentrasi lumpur tinggi maka beton yang dihasilkan akan berkualitas rendah. Bila terdapat lumpur terlalu banyak, maka pasir tersebut harus diuji terlebih dahulu.

4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak. (Ir. Sutami, 1971)

Pasir juga harus berupa bahan yang tahan lama, seperti kwarsa, batu kapur belah, atau basalt yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi daripada beton. Bila tidak, bahan dapat patah pada agregat meski campuran semennya sempurna. Peraturan beton juga mencantumkan mutu agregat, sebagai contoh : ASTM – C88. (Lawrence H, 1985)

2.5 Air

Beton / mortar menjadi keras karena adanya reaksi antara semen dan air. Oleh karena itu air yang dipakai untuk mencampur kadang mengubah sifat semen. maka perlu diperiksa terlebih dahulu apakah air itu cocok untuk dipakai sebagai campuran beton atau tidak.

Air juga digunakan untuk pelumas antara butiran dalam agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air dalam campuran beton menyebabkan terjadinya proses hidrasi dengan semen. Jumlah air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan beton. Namun air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi yang tidak merata.

Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air dapat bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga


(35)

berpengaruh terhadap kuat desak beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan beton itu sendiri. Selain itu kelebihan air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan yang lemah.

Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap : 1. Sifat workability adukan beton.

2. Besar kecilnya nilai susut beton

3. Kelansungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan kekuatan selang beberapa waktu.

4. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.

Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan untuk pembuatan beton harus memenuhi syarat sebagai air minum.

Penggunaan air untuk beton sebaiknya air memenuhi persyaratan sebagai berikut ini : 1. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak beton, zat organik

dan sebaginya lebih dari 15 gram per liter.

2. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter. 3. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter

4. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi :

a) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama b) Hasil pengujian pada umur 7 dan 12 hari pada kubus uji mortar

yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminumus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kuat tekan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai


(36)

dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (menggunakan specimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”

(Kardiyono Tjokrodimulyo, 1998)

Tabel 2.4 Batas dan izin untuk campuran beton (bahan dan praktek beton,1999)

Batas yang diizinkan

PH 4,5 – 8,5

Bahan Padat 2.000 ppm

Bahan Terlarut 2.000 ppm

Bahan Organik 2.000 ppm

Minyak 2 % berat semen

Sulfat (SO3) 10.000 ppm

Chlor (Cl) 10.000 ppm

Sumber : Gambar 2. Grafik perbandingan kuat tekan semen dengan standard SII

terhadap umur perendaman Waktu perendaman (hari)


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan mortar adalah: 1. Cetakan kubus dengan ukuran 5 x 5 x 5 cm3

Alat ini berfungsi sebagai tempat dicetaknya mortar berbentuk kubus. 2. Cetakan briket dengan ukuran 7,5 x 4,15 x 2,5 cm3

Alat ini berfungsi sebagai tempat dicetaknya mortar berbentuk briket. 3. Ayakan semen (0,075 mm)

Alat ini berfungsi untuk menyaring semen. 4. Ayakan pasir (4,75 mm)

Alat ini berfungsi untuk menyaring pasir. 5. Sendok semen

Alat ini berfungsi untuk meratakan semen yang telah dimasukkan kedalam cetakan.

6. Wadah pencampuran

Alat ini berfungsi untuk mencampur bahan-bahan yang akan dijadikan mortar. 7. Batang perojok (Crushed)

Alat ini berfungsi untuk merojok semen agar lebih padat. 8. Gelas ukur 1000 ml

Alat ini berfungsi untuk tempat mengukur banyaknya air yang akan digunakan.

9. Kuas

Alat ini berfungsi untuk mengolesi cetakan dengan vaseline, agar mortar tidak lengket.

10. Ember

Alat ini berfungsi sebagai tempat mengangkat pasir. 11. Mesin kompresor (Compressor Machine)


(38)

Alat ini berfungsi untuk menguji tekan mortar berbentuk kubus.. 12. Mesin uji tarik (Tensile Test Machine)

Alat ini berfungsi untuk menguji tarik mortar berbentuk briket. 13. Timbangan

Alat ini berfungsi untuk menimbang bahan-bahan. 14. Jangka sorong

Alat ini berfungsi untuk mengukur tebal dan lebar mortar briket yang telah diuji tarik.

3.1.2. Bahan

1. Semen Portland Padang Tipe – I

Berfungsi sebagai bahan dasar pembuat mortar 2. Pasir sungai Bingai Binjai

Berfungsi sebagai bahan tambahan pembuat mortar 3. Serbuk abu batubara

Berfungsi sebagai sampel yang akan diteliti. 4. Air PDAM

Berfungsi untuk menyatukan semua bahan-bahan 5. Vaseline

Berfungsi untuk diolesi ke alat pencetak mortar, agar tidak lengket pada saat mortar kering.


(39)

3.2. Diagram Alir Penelitian

3.2.1. Pembuatan Sampel Uji Mortar yang Dicampur dengan Abu Batubara

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji Mortar yang dicampur dengan abu batu bara.

Semen + Abu batubara (variasi campuran 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%.)

Pasir Air

Pencampuran

Hasil / Laporan penelitian Pengujian

Pengeringan Perendaman Pencetakan

Analisa Data Pengadukan


(40)

3.3 Prosedur Pembuatan Sampel

3.3.1 Pembuatan Sampel Uji Kuat Tarik dan Kuat Tekan 1. Pencampuran

a) Untuk mortar normal

Bahan-bahan seperti semen dan pasir ditimbang dengan perbandingan 1 : 2,75, kemudian kedua bahan dicampur.

b) Untuk mortar dengan campuran abu batubara

Bahan-bahan seperti semen dan pasir ditimbang dengan perbandingan 1 : 2,75, abu batubara sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%.

2. Pengadukan

Setelah bahan-bahan dicampur, dan diletakkan diatas wadan pencampuran serta dibentuk menyerupai gunung, kemudian ditengah dibentuk berupa celah, lalu pada bagian tengah bahan tersebut diberi air sedikit demi sedikit dengan perbandingan 0,5 dari perbandingan pasir dan semen serta dibiarkan selama 60 detik agar air menyatu dengan bahan lalu campuran tersebut diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3. Pencetakan

Setelah pengadukan selesai, maka dilakukan pencetakan dengan memasukkan pasta mortar kedalam cetakan briket dan kubus yang telah diolesi vaseline terlebih dahulu dengan cara:

a) Dimasukkan pasta mortar setinggi 1/3 bagian ke dalam cetakan kubus dan briket, kemudian dirojok (Crushed) sampai padat.

b) Dimasukkan kembali pasta mortar 1/3 bagian, kemudian dirojok kembali sampai padat.

c) Dimasukkan kembali pasta mortar hingga penuh kemudian dirojok kembali sampai padat.


(41)

Diratakan permukaan cetakan dengan menggunakan skrap lalu ditutup dengan kain basah dan dibiarkan selama 24 jam di suhu kamar agar mortar mengering.

4. Perendaman

Setelah dibiarkan mengering selama 24 jam, cetakan dibuka dan sampel uji direndam selama 27 hari agar terjadi proses hidrasi antara semen dan air.

3.3.2 Pembuatan Sampel Uji Penyerapan Air dan Porositas 1. Pencampuran

a) Untuk mortar normal

Bahan-bahan seperti semen dan pasir ditimbang dengan perbandingan 1 : 2,75, kemudian kedua bahan dicampur.

b) Untuk mortar dengan campuran abu batubara

Bahan-bahan seperti semen dan pasir ditimbang dengan perbandingan 1 : 2,75, abu batubara sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%.

2. Pengadukan

Setelah bahan-bahan dicampur, dan diletakkan diatas wadan pencampuran serta dibentuk menyerupai gunung, kemudian ditengah dibentuk berupa celah, lalu pada bagian tengah bahan tersebut diberi air sedikit demi sedikit dengan perbandingan 0,5 dari perbandingan pasir dan semen serta dibiarkan selama 60 detik agar air menyatu dengan bahan lalu campuran tersebut diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3. Pencetakan

Setelah pengadukan selesai, maka dilakukan pencetakan dengan memasukkan pasta mortar kedalam cetakan briket dan kubus yang telah diolesi vaseline terlebih dahulu dengan cara:


(42)

a) Dimasukkan pasta mortar setinggi 1/3 bagian ke dalam cetakan kubus dan briket, kemudian dirojok (Crushed) sampai padat.

b) Dimasukkan kembali pasta mortar 1/3 bagian, kemudian dirojok kembali sampai padat.

c) Dimasukkan kembali pasta mortar hingga penuh kemudian dirojok kembali sampai padat.

Diratakan permukaan cetakan dengan menggunakan skrap lalu ditutup dengan kain basah dan dibiarkan selama 24 jam di suhu kamar agar mortar mengering.

4. Pengeringan

Setelah dibiarkan mengering selama 24 jam, cetakan dibuka dan sampel uji dikeringkan diruang perawatan selama 55 hari, lalu direndam selama 24 jam.

3.3.3 Pembuatan Sampel Uji Densitas 1. Pencampuran

a) Untuk mortar normal

Bahan-bahan seperti semen dan pasir ditimbang dengan perbandingan 1 : 2,75, kemudian kedua bahan dicampur.

b) Untuk mortar dengan campuran abu batubara

Bahan-bahan seperti semen dan pasir ditimbang dengan perbandingan 1 : 2,75, abu batubara sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%.

2. Pengadukan

Setelah bahan-bahan dicampur, dan diletakkan diatas wadan pencampuran serta dibentuk menyerupai gunung, kemudian ditengah dibentuk berupa celah, lalu pada bagian tengah bahan tersebut diberi air sedikit demi sedikit dengan perbandingan 0,5 dari perbandingan pasir dan semen serta dibiarkan selama 60


(43)

detik agar air menyatu dengan bahan lalu campuran tersebut diaduk sampai campuran benar-benar homogen.

3. Pencetakan

Setelah pengadukan selesai, maka dilakukan pencetakan dengan memasukkan pasta mortar kedalam cetakan briket dan kubus yang telah diolesi vaseline terlebih dahulu dengan cara:

a) Dimasukkan pasta mortar setinggi 1/3 bagian ke dalam cetakan kubus dan briket, kemudian dirojok (Crushed) sampai padat.

b) Dimasukkan kembali pasta mortar 1/3 bagian, kemudian dirojok kembali sampai padat.

c) Dimasukkan kembali pasta mortar hingga penuh kemudian dirojok kembali sampai padat.

Diratakan permukaan cetakan dengan menggunakan skrap lalu ditutup dengan kain basah dan dibiarkan selama 24 jam di suhu kamar agar mortar mengering.

4. Pengeringan

Setelah dibiarkan mengering selama 24 jam, cetakan dibuka dan sampel uji dikeringkan diruang perawatan selama 55 hari.

3.4 Pengujian Sampel 3.4.1 Kuat tekan

Kuat tekan mortar diuji dengan cara meletakkan sampel diatas alat uji kuat tekan (Compressor Machine) kemudian ditekan sampai hancur. Pengujian kuat tekan ini dilakukan untuk mengetahui beban maksimum yang dapat diterima mortar. Kuat tekan mortar mengacu pada standard ASTM C 109 dengan memakai cetakan kubus 5 x 5 x 5 cm3.


(44)

Pengujian kuat tekan mortar dilakukan pada mortar yang telah berumur 28 hari, dimana pada saat berumur 27 hari, mortar diangkat dari bak perendaman dan dibiarkan mengering pada suhu kamar selama 24 jam.Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap sampel agar diperoleh kuat tekan rata-rata.

3.4.2 Kuat Tarik

Kuat tarik mortar diuji dengan cara meletakkan sampel pada alat uji kuat tarik (tensile test machine) kemudian ditarik sampai mortar patah. Pengujian kuat tarik ini

dilakukan untuk mengetahui kuat tarik patah dari mortar. Kuat tarik mortar mengacu pada standard ASTM C 109 dengan memakai cetakan briket 7,5 x 4,15 x 2,5 cm3.

Pengujian kuat tarik adalah pengujian sifat mekanis secara statis dengan cara benda uji tarik dibebani pada kedua ujungnya dengan gaya tarik sebesar F (Newton). Pengujian kuat tarik mortar dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari, dimana pada saat berumur 27 hari benda uji dikeluarkan dari bak perendaman dan dibiarkan mengering pada suhu kamar selama 24 jam.Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali agar diperoleh kuat tarik rata-rata.

3.4.3 Penyerapan air

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya air yang diserap oleh mortar yang direndam selama beberapa waktu. Uji penyerapan air dengan menggunakan mortar kubus berukuran 5 x 5 x 5 cm3. Uji penyerapan air ini dilakukan pada saat mortar berumur 56 hari.

Dalam pengujian ini mortar dikeringkan diruang perawatan selama 55 hari agar didapatkan massa kering mortar (mk), lalu direndam selama 24 jam untuk memperoleh massa basah mortar (mb), sebelum ditimbang sebaiknya mortar dilap terlebih dahulu dengan kain agar massa air tidak berlebihan.


(45)

3.4.4 Porositas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas yang terdapat pada sampel uji. Semakin banyak porositas maka kekuatan benda uji akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Pengujian porositas dilakukan pada sampel yang sama dengan yang dilakukan untuk pengujian penyerapan air.

3.4.5 Densitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya berat jenis yang dimiliki mortar dengan variasi campuran abu batubara yang berbeda-beda. Uji Densitas dengan menggunakan mortar kubus berukuran 5 x 5 x 5 cm3. Uji densitas dilakukan pada saat mortar berumur 56 hari.

Dalam pengujian ini mortar dikeringkan diruang perawatan selama 55 hari agar didapatkan massa kering (mk), kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat kering, dan dilakukan perhitungan densitas dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISA DATA

4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar

Data hasil pengujian kuat tekan mortar yang di campur dengan abu batubara sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan adalah :

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar

No Variasi Campuran

Luas (A) (m2)

Gaya Beban Tekan (F) (N) Kuat Tekan (fc) (MPa) Kuat Tekan Rata-rata (MPa) 1 Normal 0,0025

30.000 28.000 25.000 12,000 11,200 10,000 11,067

2 5% 0,0025

35.000 37.000 38.000 14,000 14,800 15,200 14,670

3 10% 0,0025

39.000 36.000 39.000 15,600 14,400 15,600 15,200

4 15% 0,0025

40.000 45.000 38.000 16,000 18,000 15,200 16,400

5 20% 0,0025

26.000 29.000 21.000 10,400 11,600 8,400 10,133

6 25% 0,0025

28.000 24.000 19.000 8,800 9,600 7,600 8,677

7 30% 0,0025

21.000 18.000 15.000 8,400 7,200 6,000 7,200


(47)

Gambar 4. Grafik Kuat Tekan Rata-rata (MPa) terhadap Variasi Campuran Abu Batubara (%)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mortar dengan variasi campuran abu batubara sebesar 5%, 10%, dan 15% memiliki kuat tekan lebih tinggi dari mortar normal, dan variasi campuran abu batubara sebesar 15% memiliki kuat tekan paling tinggi diantara mortar normal dan variasi-variasi campuran 5%, 10%, 20%, 25%, dan 30%.

Dari grafik di atas juga dapat dilihat bahwa penambahan abu batubara diatas 15% menyebabkan kuat tekan dari mortar semakin menurun karena mortar di uji setelah 28 hari, namun pada pengujian mortar sekitar 90 hari maka kuat tekan mortar akan terus bertambah hingga pencampuran abu batubara sebesar 35% (Hasil ini didapatkan dari peneliti terdahulu). Penurunan kuat tekan ini disebabkan karena dengan penambahan abu terbang yang lebih banyak, maka kapur yang dihasilkan juga terlalu banyak, sehingga air yang diserap juga semakin banyak karena kapur bersifat hidrolik (mengikat atau menyerap air) sehingga apabila air yang diserap terlalu banyak maka kuat tekannya akan semakin menurun.


(48)

Adanya peningkatan kuat tekan ini sesuai dengan pendapat Suhud (1993) yang menyatakan bahwa secara mekanik abu terbang akan mengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran – butiran semen dan secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur bebas [Ca(OH ) yang dihasilkan pada saat proses hidrasi semen.


(49)

4.1.2 Pengujian Kuat Tarik Mortar

Data hasil pengujian kuat tarik mortar yang di campur dengan abu batubara sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan adalah :

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kuat Tarik Mortar

No Variasi campuran Tebal (t) (m) Lebar (W) (m) Luas (A) (m2)

Gaya beban tekan (F) (N) Kuat tarik (σ) (MPa) Kuat tarik rata-rata (MPa)

1 Normal

0,0225 0,0227 0,0221 0,0264 0,0246 0,0243 0,000595 0,000583 0,000588 3550 3400 3430 5,966 5,832 5,833 5,877

2 5%

0,0221 0,0225 0,0232 0,0243 0,0247 0,0243 0,000588 0,000556 0,000564 3300 3480 3600 6,111 6,214 6,383 6,236

3 10%

0,0238 0,0237 0,0221 0,0244 0,0249 0,0245 0,00058 0,00059 0,00059 3770 3800 3840 6,440 6,508 6,483 6,447

4 15%

0,0243 0,0240 0,0221 0,0263 0,0261 0,0245 0,00064 0,00063 0,00054 4400 4200 3900 6,875 6,667 7,222 6,921

5 20%

0,0269 0,0274 0,0268 0,0281 0,0296 0,0310 0,00076 0,00081 0,00083 3890 4050 3770 5,118 5,000 4,542 4,887

6 25%

0,0283 0,0278 0,0271 0,0304 0,0320 0,0289 0,00086 0,00089 0,00078 3600 3400 3870 4,186 3,820 4,961 4,322

7 30%

0,0254 0,0255 0,0248 0,0280 0,0290 0,0263 0,00071 0,00074 0,00065 2800 2850 2700 3,944 3,851 4,154 3,983


(50)

Gambar 5. Grafik Kuat Tarik Rata-rata (MPa) Terhadap Variasi Campuran Abu Batubara (%)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mortar dengan variasi campuran abu batubara sebesar 5%, 10%, dan 15% memiliki kuat tarik lebih tinggi dari mortar normal, dan variasi campuran abu batubara sebesar 15% memiliki kuat tarik paling tinggi diantara mortar normal dan variasi-variasi campuran 5%, 10%, 20%, 25%, dan 30%.

Dari grafik di atas juga dapat dilihat bahwa penambahan abu batubara diatas 15% menyebabkan kuat tarik dari mortar semakin menurun karena mortar di uji setelah 28 hari, namun pada pengujian mortar sekitar 90 hari maka kuat tarik mortar akan terus bertambah hingga pencampuran abu batubara sebesar 35% sama halnya dengan kuat tekan mortar. Penurunan kuat tarik ini disebabkan karena dengan penambahan abu terbang yang lebih banyak, maka kapur yang dihasilkan juga terlalu banyak, sehingga air yang diserap juga semakin banyak karena kapur bersifat hidrolik (mengikat atau menyerap air) sehingga apabila air yang diserap terlalu banyak maka kuat tariknya akan semakin menurun.


(51)

Adanya peningkatan kuat tarik ini sesuai dengan pendapat Suhud (1993) yang menyatakan bahwa secara mekanik abu terbang akan mengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran – butiran semen dan secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur bebas [Ca(OH ) yang dihasilkan pada saat proses hidrasi semen.


(52)

4.1.3 Pengujian Penyerapan Air Mortar

Data hasil pengujian penyerapan air mortar yang di campur dengan abu batubara sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan adalah :

Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Penyerapan Air Mortar

No. Variasi Campuran Berat Kering (mk) (gr) Berat Basah (mb) (gr) Penyerapan (%) Penyerapan rata-rata (%) 1 Normal

256 258 258 289 292 291 12,89 13,18 12,79 12,95

2 5%

259 261 262 291 293 293 12,35 12,26 12,21 12,27

3 10%

264 265 262 295 296 294 11,74 11,7 12,21 11,88

4 15%

266 264 265 296 296 296 11,28 12,12 11,7 11,7

5 20%

267 266 267 298 297 297 11,61 11,65 11,24 11,5

6 25%

267 268 269 298 298 299 11,61 11,19 11,15 11,32

7 30%

268 269 269 298 298 299 11.19 10,78 11,15 11,04


(53)

Y = - 0,046X + 12,95

Gambar 6. Grafik Penyerapan Air Rata-rata (%) Terhadap Variasi Campuran Abu Batubara (%)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah abu batubara yang digunakan maka serapan air yang terjadi pada mortar semakin kecil. Mortar yang menggunakan bahan ikat semen portland dengan persentase 0% merupakan mortar yang memiliki serapan air paling besar sebesar 12,95% Sedangkan pada mortar yang menggunakan bahan tambah abu batubara menunjukkan penurunan serapan air yang berbanding terbalik. Semakin besar persentase abu terbang yang digunakan maka serapan airnya semakin kecil. walaupun demikian serapan air yang terjadi pada mortar normal tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh PUBI-1982 yang mensyaratkan serapan air maksimal pada mortar adalah sebesar 35%.

Dampak dari karakter water reducing pada abu batubara tentunya akan berdampak pada berkurangnya kebutuhan air yang akan meminimalkan pori-pori pada mortar. Mortar yang memiliki tekstur lebih padat dan sedikit pori tentu akan berpengaruh terhadap sifat mortar yang semakin kuat dan semakin rapat sehingga memungkinkan mortar lebih tahan terhadap serangan cuaca dan masuknya bahan-bahan kimia ke dalam mortar.


(54)

4.1.4 Pengujian Porositas Mortar

Data hasil pengujian porositas mortar yang di campur dengan abu batubara sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan adalah :

Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Porositas Mortar

No. Variasi Campuran Berat Kering (mk) (gr) Berat Basah (mb) (gr) Volume benda (V) (cm3)

Porositas (%)

Porositas rata-rata

(%) 1 Normal

256 258 258 289 292 291 125 26,4 27,2 26,4 26,67

2 5%

259 261 262 291 293 293 125 25,6 25,6 25,33 25,51

3 10%

264 265 262 295 296 294 125 25,33 25,33 25,6 25,42

4 15%

266 264 265 296 296 296 125 24 25,6 25,33 24,98

5 20%

267 266 267 298 297 297 125 25,33 25,33 24 24,89

6 25%

267 268 269 298 298 299 125 25,33 24 24 24,44

7 30%

268 269 269 298 298 299 125 24 23,2 24 23,73


(55)

Y = - 0,088X + 26,67

Gambar 7. Grafik Porositas Rata-rata (%) Terhadap Variasi Campuran Abu Batubara (%)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah abu batubara yang digunakan maka serapan air yang terjadi pada mortar semakin kecil. Mortar yang menggunakan bahan ikat semen portland dengan persentase 0% merupakan mortar yang memiliki porositas paling besar sebesar 26,67% Sedangkan pada mortar yang menggunakan bahan tambah abu batubara menunjukkan penurunan porositas yang berbanding terbalik. Semakin besar persentase abu terbang yang digunakan maka porositasnya semakin kecil. Hal ini dikarenakan abu batubara mengisi kekosongan pada porositas sehingga porositasnya semakin kecil, dan air yang diserap semakin sedikit.

Sama halnya dengan penyerapan air mortar yang memiliki tekstur lebih padat dan sedikit pori tentu akan berpengaruh terhadap sifat mortar yang semakin kuat dan semakin rapat sehingga memungkinkan mortar lebih tahan terhadap serangan cuaca dan masuknya bahan-bahan kimia ke dalam mortar.


(56)

4.1.5 Pengujian Densitas Mortar

Data hasil pengujian densitas mortar yang di campur dengan abu batubara sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan adalah :

Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Densitas Mortar No. Variasi

Campuran Berat Kering (mk) (gr) Volume (V) (cm3)

Densitas

(ρ)

(gr/cm3)

Densitas rata-rata

(ρ)

(gr/cm3) 1 Normal

256 258 258 125 2,048 2,064 2,064 2,059

2 5%

259 261 262 125 2,072 2,088 2,096 2,085

3 10%

264 265 262 125 2,112 2,120 2,096 2,109

4 15%

266 264 265 125 2,128 2,112 2,120 2,12

5 20%

267 266 267 125 2,136 2,128 2,136 2,133

6 25%

267 268 269 125 2,136 2,144 2,152 2,144

7 30%

268 269 269 125 2,144 2,152 2,152 2,149


(57)

Y = 0,00295X + 2,059

Gambar 8. Grafik Densitas Rata-rata (gr/cm3) Terhadap Variasi Campuran Abu Batubara (%)

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa densitas mortar normal lebih besar dari mortar dengan campuran abu batubara. Semakin bertambahnya persentase campuran abu batubara maka semakin meningkat pula densitas dari mortar. Ini disebabkan semakin kecil porositas maka berat jenis akan semakin besar, karena semakin padat sebuah mortar nilai berat jenisnya pun bertambah.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pembuatan mortar dengan penambahan abu batubara maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Semakin banyak abu batubara yang ditambahkan dalam campuran mortar, maka nilai porositasnya akan semakin kecil, ini disebabkan abu batubara mengisi kekosongan pori pada mortar sehingga porositasnya semakin sedikit, dan apabila porositas mortar berkurang maka penyerapan airnya juga semakin kecil yang menyebabkan nilai densitasnya akan semakin besar, ini dikarenakan semakin sedikit pori yang terbentuk, maka mortar pun akan semakin padat.

2. Besarnya kuat tarik dan kuat tekan mortar yang menggunakan abu batubara dengan kadar komposisi 5% - 15%, lebih tinggi dari mortar normal. Sedangkan penggunaan abu batubara diatas 15% akan mengakibatkan kekuatan mortar semakin berkurang.

3. Dengan menambahkan abu batubara sebagai campuran mortar maka akan dapat mengurangi limbah-limbah pabrik.


(59)

5.2 Saran

Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan mortar dengan campuran abu batubara, disarankan :

1. Dalam penelitian ini, komposisi persenan yang dilakukan berselang 5%, sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menggunakan komposisi mulai dari 15%, 16%, 17%, 18%, 19%, 20% agar dapat diketahui mortar dengan persen campuran berapa yang memiliki kekuatan tarik dan tekan paling besar.

2. Diharapkan agar campuran antara semen dan abubatubara serta material-material pembentuknya benar-benar homogen agar menghasilkan mortar yang baik.

3. Untuk memperoleh kepadatan yang optimum, sebaiknya pada waktu pencetakan dirojok sampai padat sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Edward, G. Nawy. 1998. Beton Bertulang. Penerbit PT. Refika Aditama. Bandung.

Kia Wang, Chu ; Charles, G. Salmon. 1985. Disain Beton Bertulang. Jilid II. Edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mosley.W.H ; J.H. Bungey. 1984. Perencanaan Beton Bertulang. Edisi kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mulyono, Tri. 2005. Teknologi Beton. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Murdock JL ; Brook KM ; Stephanus Hendarto. 1981. Bahan dan praktek Beton. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Phil M. Ferguson. 1991. Dasar-dasar Beton Bertulang Versi SI. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Ravina, Dan. 1981. Efficient Utilization of Coarse and Fine Fly Ash in Precast Concrete by Incorporating Thermal Curing. American Concrete Institute Journal, Proceedings V.78 No. 3.

Surdia Tata ; Saito Shinroku. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan Keenam. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sutami, Ir. 1971. Kunstruksi Beton Indonesia. Cetakan Keempat. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.


(61)

Van Vlack, Lawrence. H. 1981. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Winter, George ; Arthur H. Nilson. 1993. Perencanaan Struktur Beton Bertulang. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

http://okto-sumberdayaalam-okto.blogspot.com/2009/10/pertambangan-batubara.html. Diakses tanggal 03 April, 2010.


(62)

LAMPIRAN A

CONTOH PERHITUNGAN 1. Perbandingan Massa Untuk Mortar Normal

Semen : Pasir : Air = 1 : 2,75 : 0,5 Dik :

Semen = 650 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 = 375 gram

2. Perbandingan Massa Mortar dengan menambahkan 5% Abu Batubara Abu batubara = 5/100 x 650 gram

= 32,5 gram

Semen = 650 gram – 32,5 gram = 617,5 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 gram = 375 gram


(63)

3. Perbandingan Massa Mortar dengan menambahkan 10% Abu Batubara Abu batubara = 10/100 x 650 gram

= 65 gram

Semen = 650 gram – 65,0 gram = 585 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 gram = 375 gram

4. Perbandingan Massa Mortar dengan menambahkan 15% Abu Batubara Abu batubara = 15/100 x 650 gram

= 97,5 gram

Semen = 650 gram – 97,5 gram = 552,5 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 gram = 375 gram


(64)

5. Perbandingan Massa Mortar dengan menambahkan 20% Abu Batubara Abu batubara = 20/100 x 650 gram

= 130 gram

Semen = 650 gram – 130 gram = 520 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 gram = 375 gram

6. Perbandingan Massa Mortar dengan menambahkan 25% Abu Batubara Abu batubara = 25/100 x 650 gram

= 162,5 gram

Semen = 650 gram – 162,5 gram = 487,5 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 gram = 375 gram


(65)

7. Perbandingan Massa Mortar dengan menambahkan 30% Abu Batubara Abu batubara = 30/100 x 650 gram

= 195 gram

Semen = 650 gram – 195 gram = 455 gram

Pasir = 2,75 x 650 gram = 1878 gram

Air = 0,5 x 650 gram = 375 gram


(66)

LAMPIRAN B I. Perhitungan kuat tekan

Contoh perhitungan kuat tekan sebagai berikut :

 Kuat tekan mortar

Gaya beban maksimum (F) = 30 KN = 30 x 1000 N = 30.000 N

Luas permukaan (A) = 5 cm x 5 cm = 25 cm2 = 0,0025 m2

Maka :

= 12,0 MPa

Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata :


(67)

II. Perhitungan kuat tarik

Contoh perhitungan pengujian kuat tarik sebagai berikut :

 Kuat tarik mortar

Gaya beban maksimum (F) = 3550 N

Luas permukaan (A) = 2,25 cm x 2, 64 cm = 5,95 cm2

= 0,000595 m2

Maka :

= 5,996 MPa

Untuk perhitungan kuat tarik rata-rata :


(68)

III.Perhitungan penyerapan air

Contoh perhitungan pengujian penyerapan air :

 Penyerapan air

Massa basah (mb) = 256 gr Massa kering (mk) = 289 gr

Maka :

= 12,89

Untuk perhitungan penyerapan air rata-rata :


(69)

IV.Perhitungan porositas

Contoh perhitungan porositas :

 Porositas

Massa kering (mk) = 253 gr Massa basah (mb) = 277 gr Volume benda (V) = 125 cm3 Massa jenis air (ρair) = 1 gr/cm3

Maka :

Untuk perhitungan porositas rata-rata :


(70)

V. Perhitungan Densitas

Contoh perhitungan pengujian densitas :

 Densitas

Massa kering (mk) = 253 gr Volume (V) = 125 cm3

Maka :

= 2,072 gr/cm3 Untuk perhitungan densitas rata-rata :


(71)

LAMPIRAN C

GAMBAR BAHAN PENELITIAN

Serbuk abu batubara

Pasir sungai Bingai Binjai


(72)

LAMPIRAN D

GAMBAR PERALATAN PENELITIAN

Cetakan kubus

Cetakan briquite


(73)

LAMPIRAN E

1. Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1989), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :

dengan: F = kuat tekan beton (Kg/m2) P = beban tekan maksimum (N) A = luas permukaan benda uji (m2)

2. Kuat tekan mortar mengacu pada standard ASTM C 109 dengan memakai cetakan kubus 5 x 5 x 5 cm3.

3. Kuat tarik mortar mengacu pada standard ASTM C 109 dengan memakai cetakan briket 7,5 x 4,15 x 2,5 cm3.

4. Standar yang ditetapkan oleh PUBI-1982 yang mensyaratkan serapan air maksimal pada mortar adalah sebesar 35%.

5.

Sumber : Gambar 2. Grafik perbandingan kuat tekan semen dengan standard SII


(74)

6. Menurut SK SNI S- 15- 1990- F p- 1, yang dimaksud dengan :

d. Abu batubara kelas N adalah hasil kalsinasi dari pozzolan alam seperti tanah diatonice, shole (serpih), tuff, dan batu apung yang beberapa jenis dari bahan tersebut ada yang tidak mengalami kalsinasi.

e. Abu batubara kelas F adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis anthrasite pada suhu 1560 oC, abu batubara ini memiliki sifat pozzolan.

f. Abu batubara kelas C adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau batubara dengan kadar karbon ± 60% (Sub bituminous); abu ini mempunyai sifat pozzolan dan sifat menyerupai semen dengan kadar kapur diatas 10 %.


(1)

IV.Perhitungan porositas

Contoh perhitungan porositas :

 Porositas

Massa kering (mk) = 253 gr

Massa basah (mb) = 277 gr

Volume benda (V) = 125 cm3 Massa jenis air (ρair) = 1 gr/cm3

Maka :

Untuk perhitungan porositas rata-rata :


(2)

V. Perhitungan Densitas

Contoh perhitungan pengujian densitas :

 Densitas

Massa kering (mk) = 253 gr

Volume (V) = 125 cm3

Maka :

= 2,072 gr/cm3 Untuk perhitungan densitas rata-rata :


(3)

LAMPIRAN C

GAMBAR BAHAN PENELITIAN

Serbuk abu batubara

Pasir sungai Bingai Binjai


(4)

LAMPIRAN D

GAMBAR PERALATAN PENELITIAN

Cetakan kubus

Cetakan briquite


(5)

LAMPIRAN E

1. Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1989), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :

dengan: F = kuat tekan beton (Kg/m2) P = beban tekan maksimum (N) A = luas permukaan benda uji (m2)

2. Kuat tekan mortar mengacu pada standard ASTM C 109 dengan memakai cetakan kubus 5 x 5 x 5 cm3.

3. Kuat tarik mortar mengacu pada standard ASTM C 109 dengan memakai cetakan briket 7,5 x 4,15 x 2,5 cm3.

4. Standar yang ditetapkan oleh PUBI-1982 yang mensyaratkan serapan air maksimal pada mortar adalah sebesar 35%.

5.


(6)

6. Menurut SK SNI S- 15- 1990- F p- 1, yang dimaksud dengan :

d. Abu batubara kelas N adalah hasil kalsinasi dari pozzolan alam seperti tanah diatonice, shole (serpih), tuff, dan batu apung yang beberapa jenis dari bahan tersebut ada yang tidak mengalami kalsinasi.

e. Abu batubara kelas F adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis anthrasite pada suhu 1560 oC, abu batubara ini memiliki sifat pozzolan.

f. Abu batubara kelas C adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau batubara dengan kadar karbon ± 60% (Sub bituminous); abu ini mempunyai sifat pozzolan dan sifat menyerupai semen dengan kadar kapur diatas 10 %.