BAB II KERANGKA TEORITIS - Analisis Kinerja Pemasaran Pembiayaan Murabahah pada Nasabah UKM PT Bank Sumut Syariah Stabat

BAB II KERANGKA TEORITIS

2.1 Teori Kinerja Pemasaran

  Kinerja pemasaran merupakan elemen penting dari kinerja perusahaan secara umum karena kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja pemasarannya selama ini. Kinerja pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu perusahaan. Setiap perusahaan berkepentingan untuk mengetahui prestasinya sebagai cermin dari keberhasilan usahanya dalam persaingan pasar. Slater dan Narver (1994) menggambarkan hasil dari penerapan strategi perusahaan diantaranya berupa kepuasaan konsumen, kesuksesan produk baru, peningkatan penjualan, dan profitabilitas perusahaan.

  • – Setiap perusahaan berkepentingan untuk mengetahui prestasi pasar dari produk produknya, sebagai cermin dari keberhasilan usahanya di dunia persaingan bisnis. Kinerja pemasaran merupakan konstruk yang umum digunakan untuk mengukur dampak penerapan strategi perusahaan. Namun demikian, masalah pengukuran kinerja menjadi permasalahan dan perdebatan klasik karena sebagai sebuah konstruk, kinerja pemasaran bersifat multidimensional yang mana di dalamnya termuat beragam tujuan dan tipe organisasi. Kinerja pemasaran merupakan faktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja pemasaran (volume penjualan), market share dan tingkat pertumbuhan penjualan maupun kinerja keungan (Ferdinand,1999).

  Sedangkan menurut Ferdinand (2000) kinerja pemasaran yang baik dinyatakan dalam tiga besaran utama, yaitu : penjualan, pertumbuhan penjualan, dan market share yang akhirnya bermuara pada keuntungan perusahaan.

  Dengan menggunakan upaya dan keterampilan, perusahaan menghasilkan suatu output yang dinamakan sebagai kinerja perusahaan. Kinerja pemasaran didefinisikan sebagai usaha pengukuran tingkat kinerja meliputi omzet penjualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan (Voss dan Voss,2000).

  Berdasarkan paparan di atas kinerja pemasaran yang didukung oleh dimensi

  • – dimensi kinerja pemasaran di dalam penelitian ini meliputi volume penjualan (pembiayaan yang disalurkan), pertumbuhan pelanggan, dan porsi pasar.

2.2 Teori Inovasi

  Menurut Prakosa (2005) inovasi adalah suatu mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Oleh sebab itu dituntut untuk mampu menciptakan pemikiran

  • – pemikiran yang baru, gagasan – gagasan yang baru dengan menawarkan produk yang inovatif serta peningkatan pelayanan yang dapat memuaskan pelanggan. Prakosa (2005) inovasi merupakan cara untuk terus membangun dan mengembangkan organisasi yang dapat dicapai melalui introduksi teknologi baru, aplikasi baru dalam bentuk produk
  • – produk dan pelayanan – pelayanan, pengembangan pasar baru dan memperkenalkan be
  • – bentuk baru organisasi, perpaduan berbagai aspek inovasi tersebut pada gilirannya membentu arena inovasi.

  Han et al (1998) mengemukakan bahwa inovasi tidak hanya terpaku pada masalah teknis namun juga terkait dengan aspek administrasi organisasi. Munculnya inovasi produk pada dasarnya adalah untuk memenuhi permintaan pasar, sehingga inovasi produk merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

  Inovasi produk secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, akan tetapi inovasi produk juga dapat berperan sebagai mediator yang menguatkan hubungan antara orietasi pasar dan kinerja perusahaan.

  Inovasi produk merupakan cara meningkatkan nilai sebagai sebuah komponen kunci kesuksesan sebuah operasi bisnis yang dapat membawa perusahaan memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin pasar, Hernard dan Szymanski (2001, dalam Helmi Aditya 2004) Inovasi yang berkelanjutan merupakan kebutuhan yang mendasar dari sebuah perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Hurley dan Hult (1998) mengajukan dua konsepsi inovasi yaitu keinovatifan dan kapasitas berinovasi. Keinovatifan adalah fikiran tentang keterbukaan untuk gagasan baru sebagai aspek kultur perusahaan. Kapasitas inovasi berkaitan dengan kapasitas penyerapan. Perusahaan yang memiliki kapasitas yang lebih besar untuk berinovasi mampu untuk membuat keunggulan kompetitif dan mencapai tingkat kinerja yang lebih besar. Menurut Avionitis dan Papastathopoulou (2000) mengenai cara dalam meningkatkan sukses sebuah produk yaitu dengan mempraktekkan inovasi, dimana inovasi merupakan kebutuhan dari suatu pilihan strategis.

  Menurut Raharso (2006, dalam Suendro 2010) menyatakan kinerja organisasi pada dasarnya tergantung keserasian dari inovasi teknik dan inovasi administratif. Inovasi teknik berhubungan dengan aktivitas kerja dasar yang bisa berpengaruh secara langsung terhadap produk maupun proses. Inovasi administratif adalah inovasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan aktivitas dasar organisasi. Berpijak pada batasan masalah dalam penelitian ini lebih difokuskan kepada inovasi teknik baik berupa produk ataupun pelayanan.

2.3 Teori Promosi

  Menurut Kotler (2006), promosi merupakan berbagai kegiatan yang dilakukan antar perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya dan untuk meyakinkan konsumen sasaran agar membelinya. Sedangkan definisi promosi menurut Belch and Belch (2009) adalah pengkoordinasian dari semua usaha yang berasal dari penjual untuk membuka jalur informasi dan persuasi agar dapat menjual barang dan jasa.

  Selanjutnya menurut Grewal dan Levy (2008), promosi merupakan komunikasi yang dilakukan oleh pemasar untuk menginformasikan, membujuk dan mengingatkan pembeli potensial akan produk atau jasa untuk mempengaruhi opini pembeli dan memperoleh respon dari pembeli. Promosi merupakan bagian dari pemasaran yang dilakukan perusahaan untuk memberikan informasi tentang produk atau jasanya, serta membujuk dan mengingatkan konsumen guna melakukan pembelian terhadap barang atau jasa.

  Promosi sangat efektif untuk memasarkan produk baru, dimana konsumen dapat mengenal dan memperoleh pengetahuan atas produk yang ditawarkan. Keberhasilan kinerja pemasaran dapat diukur melalui keberhasilan produk baru, pertumbuhan penjualan, dan return on asset setiap tahunnya (Slater dan Naver, 1994).

2.4 Teori Orientasi Pasar

  Orientasi pasar merupakan sebuah filosofi bisnis dan proses perilaku pengelolaan bisnis. Menurut Despande dan Webster (1998) orientasi pasar dipandang sebagai sebuah filosofi, sebab orientasi pasar merupakan pola dari nilai

  • – nilai dan kepercayaan yang membantu individu untuk memahami fungsi organisasi berdasarkan norma – norma tertentu.

  Itulah mengapa konsep pemasaran dipandang sebagai filosofi terbaik untuk melakukan bisnis dan merupakan bagian inti dari budaya organisasi yang berhasil (Hunt dan Morgan, 1995, dalam Ferdinand AT, 2000). Oleh karena filosofi bisnis lebih merujuk pada serangkaian tata nilai dan kepercayaan, sikap dan budaya perusahaan, maka untuk memberikan kontribusi pada tataran operasional berupa serangkaian aktivitas

  • – aktivitas pengelolaan bisnis, oreintasi pasar juga dipahami sebagai perilaku atau aktivitas – aktivitas.
Kohli dan Jaworski (1990, dalam Wahyono 2002) maupun Narver dan Slater (1990, dalam Wahyono 2002) telah banyak membahas orientasi pasar sebagai fenomena organisasional yang berpotensi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kohli dan Jaworski (1990, dalam Wahyono 2002) mendefinisikan orientasi pasar sebagai berikut :

  Market orientation is the organizational

  • – wide generation of market intelligence pertaining

    to current and future customer needs, dissemination of the intelligence accros departements,

    and organization – wide responsiveness to it.

  Dari definisi tersebut Kohli dan Jaworski (1990) mengembangkan teorinya dengan menempatkan market intelligence sebagai titik awal dari market orientation. Disseminasi

  

intelligence sebagai upaya penyebaran informasi pasar pada seluruh komponen organisasi,

  yang diharapkan akan menghasilkan orientasi perilaku bertindak yang sama pada semua bagian organisasi perusahaan agar dapat melayani konsumen secara lebih baik. Dengan pelayanan kepada konsumen secara lebih baik diharapkan dapat menghasilkan kepuasan pelanggan yang berkelanjutan.

  Narver dan Slater (1990), mendefinisikan orientasi pasar sebagai budaya perusahaan yang paling efektif dan efisien menciptakan perilaku yang diperlukan untuk penciptaan nilai

  • – nilai yang superior bagi para pelanggan. Selanjutnya Narver dan Slater (1990) menarik kesimpulan bahwa orientasi pasar terdiri dari tiga komponen perilaku yaitu orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antar fungsi yang mengarah pada dua kriteria keputusan yaitu fokus jangka panjang dan profitabilitas. Ketiga komponen perilaku itu mempunyai derajat urgensi atau tingkat kepentingan yang sama. Konsepsi orientasi pasar digambarkan dalam sebuah equilateral triangle sebagai berikut

  Costumer orientation Long term profit fokus

  Competitor Interfunctional orientation coordination

Gambar 2.1 Market Orientation

  Gambar di atas menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dihasilkan dan ditingkatkan melalui pemusatan perhatian pada ketiga komponen orientasi pasar.

  Untuk memahami konsep orientasi pemasaran maka tiga komponen perilaku dalam oreintasi pasar perlu dipahami sebagai sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan dalam keseluruhan manajemen pemasaran.

  Unsur – Unsur Orientasi Pasar

2.4.1 Orientasi Pelanggan

  Orientasi pelanggan oleh para peneliti ditempatkan sebagai prioritas tertinggi dalam hal memberikan nilai-nilai superior pada pelanggan. Despande, Farley, dan Webster (1993, dalam Wahyono 2002) menganggap orientasi pelanggan merupakan hal yang paling fundamental dari budaya perusahaan.

  Orientasi pelanggan merupakan pemahaman yang cukup terhadap para pembeli sasaran agar mampu menciptakan nilai yang lebih superior bagi mereka secara kontinyu dan menciptakan penampilan yang lebih superior bagi perusahaan (Slater and Narver, 1990 dalam Wahyono, 2002). Dengan demikian orientasi pelanggan mengharuskan seorang penjual agar memahai mata rantai nilai keseluruhan seorang pembeli (Day dan Wensley, 1988 dalam Wahyono 2002). Melalui orientasi pelanggan, perusahaan memiliki peluang untuk membentuk persepsi pelanggan atas nilai-nilai yang dibangunnya dan nilai-nilai yang dirasakan itu dan pada gilirannya akan menghasilkan kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction).

  Kemampuan penjual dalam memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan akan membantumemahami siapa pelanggan potenasial untuk saat ini dan yang akan datang, apa yang mereka inginkan dan apa yang mungkin mereka inginkan di masa yang akan datang, apa yang mereka rasakan saat ini dan apa yang mungkin akan mereka rasakan di masa yang akan datang sebagai pemuas yang relevan dari keinginan-keinginan pelanggan (Slater and Narver, 1990 dalam Wahyono, 2002). Pemahaman menyeluruh seperti ini menjadikan penjual memahami siapa saja para pelanggan potensialnya baik pada saat ini dan pada saat mendatang, apa yang diniginkan mereka pada saat ini dan pada saat yang akan datang, serta apa yang dirasakan mereka saat ini dan disaat yang akan datang, Dicky Imam Prasetya (2002, dalam Suendro, 2010)

  Ferdinand AT(2000, dalam Wahyono, 2002) menyatakan bahwa perusahaan- perusahaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Orientation) umumnya menunjukkan sebuah perilaku yang lebih responsif, misalnya melalui kebijakan purna jual serta kecepatan dalam memberi tanggapan terhadap keluhan-keluhan pelanggan.

2.4.2 Orientasi Pesaing

  Secara prinsip Customer Orientation dan Competitor Orientation merupakan dua sisi yang saling terkait, tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan dalam konsep orientasi pasar. Orientasi pasar pesaing berarti pemahaman yang dimiliki penjual dalam memahami kekuatan-kekuatan jangka pendek, kelemahan-kelemahan, kapabilitas-kapabilitas dan strategi-strategi jangka panjang baik dari pesaing utamanya saat ini maupun pesaing- pesaing potensial utama (Day dan Wensley dalam Wahyono, 2002).

  Oleh karena itu tenaga penjualan harus berupaya untuk mengumpulkan informasi mengenai pesaing dan membagi informasi itu pada fungsi-fungsi lain dalam perusahaan dan mendiskusikan dengan pimpinan perusahaan bagaimana kekuatan pesaing dan membagi informasi itu pada fungsi-fungsi lain dalam perusahaan dan mendiskusikan dengan pimpinan perusahaan bagaimana kekuatan pesaing dan strategi yang mereka kembangkan.

  Dalam kenyataannya orientasi pelanggan sering kurang mampu dijadikan strategi memenangkan persaingan bisnis, sebab perusahaan cenderung hanya bersifat reaktif terhadap permasalahan bisnis yang muncul dan tidak mengembangkan sikap proaktif dalam mengungguli pesaing bisnisnya (Wahyono, 2002). Oleh karena itu perlu keseimbangan dalam menjalankan kedua orientasi ini agar di satu sisi mampu memenangkan persaingan dan disisi lain tetap dapat memuaskan keinginan pelanggan. Bila perusahaan hanya menekankan pada satu faktor saja secara ekstra daripada faktor lain yaitu pada persaigan, maka tindakan ini dapat mengarah pada pengabdian kepentingan-kepentingan pelanggan. Karena hal ini maka Day dan Wensley dalam Wahyono (2002) mengajukan suatu campuran yang seimbang antara orientasi pelanggan dengan orientasi pesaing sebagai suatu syarat dalam mempertahankan keunggulan bersaing.

2.4.3 Koordinasi Interfungsional Koordinasi interfungsional dapat juga dikatakan sebagai koordinasi antar fungsi.

  Koordinasi antar fungsi adalah komponen ketiga dari orientasi pasar. Koordinasi antar fungsi ini menjadi sangat penting bagi kelangsungan perusahaan yang ingin memberikan kepuasan pada pelanggan sekaligus memenangkan persaingan dengan cara mengoptimalkan fungsi- fungsi yang ada dalam perusahaan dengan cermat.

  Langkah ini sekaligus merupakan kemampuan perusahaan dalam menangkap umpan balik dari pelanggan, merespon dan memberikan pelayanan yang lebih prima dikemudian hari.Keterbukaan dan komunikasi antar fungsi perlu dalam usaha memberikan tanggapan kepada pelanggan. Permasalahan yang muncul dari satu fungsi dapat dibantu dengan analisis dan pemecahannya dari fungsi-fungsi lain secara profesional dan konsepsional. Demikian pula terhadap masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan pada salah satu bagian dapat didiskusikan dan diambil langkah-langkah penyelesaian melalui kordinasi antar fungsi yang ada dalam perusahaan. Langkah ini perlu dibiasakan dalam budaya perusahaan agar karyawan tidak menutup diri serta tidak berani mengambil inisiatif dan takut mengambil resiko (Han at el, 1998).

  Koordinasi antar fungsi yang efektif diharapkan mampu menggerakkan partisipasi secara aktif masing-masing bidang untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Untu itu diperlukan dukungan yang efektif dan kepemimpinan yang andal dalam mengkoordinasikan antar fungsi, dukungan dan partisipasi antar bidang fungsional dan sikap interdependensi (ketergantungan) antar fungsi. Hal ini diarahkan agar masing-masing bidang fungsional mampu mengenali kelebihan-kelebihannya dan dapat bekerjasama dengan lainnya secara efektif.

  Karena pasar adalah kunci dari kelangsungan hidup suatu perusahaan maka dalam rangka mempertahankan tingkat pertumbuhan perusahaan di tengah persaingan yang semakin kompleks, pasar harus dikelola dengan upaya-upaya yang sistematis, dengan cara menggali informasi dan mengenali kebutuhan pelanggan sehingga produk dan jasa yang ditawarkan memberikan kepuasan bagi pelanggan. Disamping itu pasar harus didekati dengan cara menggali informasi mengenai karakteristik dan latar belakang pelanggan sehingga antisipasi terhadap pasar dapat dilakukan secara proporsional. Utamanya pasar harus dilayani dengan baik bila perusahaan secara menyeluruh bersifat responsif terhadap tuntutan pelanggan dan pesaing dalam pasar. Berdasarkan hal tersebut, orientasi pasar dipandang sebagai sebuah budaya perusahaan yang berdimensi orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan koordinasi antar fungsi.