Makalah Kelompok 4 Terapi DM dan Hiperlipidemia

  UNIVERSITAS INDONESIA TERAPI DIABETES MELITUS DAN HIPERLIPIDEMIA MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi 1 Oleh : Kelompok 4

  Indah Hapsari 1106067330 Dekaria Alamanda 1106003491 Intan Novia H. 1106067513 Mayangsari 1106008763 Mega Audina Putri 1106051843 Ufairah Hanifah L. 1106051780 Meiliani Shara 1106067431 Kristiyanti 1106021696 Nisrina Ramadhyanti 1106067141 Stephanie E. 1106051704 Nurrahma Nawwir 1106067633 Natasya L.C.D. 1106016102 Rizki Fajar W. 1106051622

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2015

KATA PENGANTAR

  Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan tugas dan laporan makalah “Terapi Diabetes Mellitus” ini dengan sebaik-baiknya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi 1.

  Tim penulis juga berterima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Analisis Farmasi Dra. Azizahwati, M.Si., Apt. yang telah membantu tim penulis dalam menyelesaikan makalah ini .

  Tim penulis menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, tim penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan tim penulis agar makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

  Depok, Oktober 2015 Tim penulis

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................

  1

  1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

  1.2 Tujuan ............................................................................................. 1 BAB 2. ISI .......................................................................................................

  3 2.1 Terapi Diabetes Melitus ...............................................................

  3 2.1.1 Algoritma Terapi Diabetes Mellitus .................................

  3 2.1.2 Insulin ..................................................................................

  5 2.1.3 Sulfonilurea.........................................................................

  17 2.1.4 Analog Amilin .....................................................................

  21 2.1.5 Meglitinid ............................................................................

  22 2.1.6 Biguanid ..............................................................................

  25

  2.1.7 Penghambat Enzim α-Glikosidase .................................... 28 2.1.8 Tiazolidinedion ...................................................................

  30 2.1.9 DPP-4-Inhibitor ..................................................................

  32 2.1.10 GLP-1 ..................................................................................

  33 2.2 Terapi Hiperlipidemia ...................................................................

  35 2.2.1 Statin (Penghambat HMG CoA Reduktase) ...................

  38 2.2.2 Niasin (Asam Nikotinat) ....................................................

  46 2.2.3 Resin Pengikat Asam Empedu ..........................................

  52 2.2.4 Asam Fibrat ........................................................................

  56 2.2.5 Probukal ..............................................................................

  61 2.2.6 Suplemen Minyak Ikan .....................................................

  64 2.2.7 Ezetimibe.............................................................................

  65 BAB 3. PENUTUP ..............................................................................................

  69 3.1 Kesimpulan ....................................................................................

  69 3.2 Saran ...............................................................................................

  69 DAFTAR ACUAN ..............................................................................................

  70

BAB 1 PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang

  Diabetes melitus (DM) atau yang dikenal dengan kencing manis merupakan penyakit yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan maupun usia. Penyakit ini dapat timbul akibat gaya hidup yang kurang baik. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati.

  Kurangnya pengetahuan, dan kesadaran masyarakat akan diabetes melitus menjadi salah satu faktor penyebab makin banyaknya penderita DM yang mengalami komplikasi serius, bahkan sampai pada kematian. Pelayanan dan penatalaksanaan pengobatan diabetes oleh tenaga kesehatan yang masih kurang memadai menyebabkan kondisi penderita DM tidak kunjung membaik.

  Komplikasi dari diabetes melitus yang tidak ditangani dengan baik dapat timbul pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan sebagainya. Salah satu komplikasi yang ditemukan adalah pasien mengalami hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh peningkatan salah satu atau lebih kolestrol, kolestrol ester, fosfolipid, atau trigliserid. Hiperlipidemia memicu timbulnya penyakit arterosklerosis dan penyakit jantung coroner. Penanganan diabetes melitus dan hiperlipidemia dapat dilakukan dengan terapi non farmakologi dan farmakologi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengobatan untuk diabetes mellitus dan hiperlipidemia, sehingga memperbaiki dan meningkatkan dapat kualitas hidup penderita DM.

  1.2 Tujuan

  Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengobatan yang digunakan dalam penyakit diabetes mellitus dan hiperlipidemia. Selain itu, melalui makalah ini penulis juga berharap agar dapat meningkatkan pengetahuan dan perhatian pembaca terhadap bahaya dari penyakit diabetes dan komplikasinya, sehingga dapat membantu pembaca untuk dapat mengambil tindakan yang tepat apabila menderita diabetes melitus atau hiperlipidemia.

  

ISI

2.1 Terapi Diabetes Melitus

2.1.1 Algoritma Terapi Diabetes Melitus

  Algoritma terapi pada pasien penderita Diabetes Mellitus (DM) bergantung pada tipe DM dan kadar HbA1 c . Pasien penderita DM tipe I diterapi dengan pemberian insulin, sedangkan penderita DM tipe II diberi obat-obatan peroral atau insulin (jika pemberian peroral tidak memberikan efek yang bermakna).

2.1.1.1 Penderita DM tipe I

  Penderita DM tipe I tidak dapat menghasilkan insulin secara normal sehingga terapinya dengan pemberian insulin. Pemberian insulin ditujukan untuk mereplikasi pengeluaran insulin pada orang normal. Pemberian bolus insulin 3 kali sehari tidak dapat mencapai efek tersebut sehingga seringkali dikombinasikan antara insulin kerja cepat (rapid dan short acting) dan kerja lambat (intermediate dan long acting). Pemberian insulin kerja lambat ditujukan untuk meniru kondisi insulin fisiologis di dalam darah ketika normal, sedangkan pemberian insulin kerja cepat untuk mencegah peningkatan kadar gula yang nyata setelah makan.

  Perkiraan pemberian dosis insulin untuk orang dewasa adalah 0,6 unit/kg BB. Jumlah insulin yang didapatkan kemudian dibagikan ke dalam 4 dosis, yaitu 50% sebagai basal insulin (insulin kerja lambat), 20% sebelum sarapan, 15% sebelum makan siang dan 15% sebelum makan malam (insulin kerja cepat). Pembagian dari dosis insulin ini dapat disesuaikan dengan kondisi pasien. Regimen dosis dari insulin dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.1. Regimen pemberian insulin

  Keterangan : A = aspart, CS-II = continuous subcutaneous insulin infusion, G = glargine, L = Lente, Lis = lispro, N = NPH, R = reguler, UL =ultra lente

2.1.1.2 Penderita DM tipe II

  Algoritma terapi pada penderita DM tipe II umumnya menggunakan sediaan oral karena mereka masih dapat memproduksi insulin. Kekurangan insulin dapat dikarenakan sel β pankreas tidak cukup sensitif atau produksinya tidak cukup memenuhi kebutuhan normal. Sediaan oral biasanya bekerja dengan merangsang sel β pankreas ataupun meningkatkan produksi insulin. Pasien dengan kondisi gula darah yang sangat tinggi dan tidak dapat diatasi dengan pemberian peroral kemudian dapat ditambahkan injeksi insulin ke dalam regimennya. Algoritma terapinya dapat dilihat pada gambar 2.2 Diagnosis Hyperglycemia Non-drug Treatment Diet and Exercise Target reached?  Yes No

  

Decision on Pharmacological treatment

Patient Parameters Lean Overweight Postprandial 2 2 BMI < 25 kg/m BMI > 25 kg/m hyperglycaemia First drug selection Sulphonylurea Metformin Repaglinid (or Acarbose) Inadequate control

  Combination therapy Combination therapy Sulphonylurea + Rosiglitazone Metformin+ Repaglinide (or Pioglitazone) (or Nateglinide) Inadequate control

  (failure of oral therapy) Insulin Inadequate control Combine insulin Insulin + Sulphonylurea Insulin + Metformin and Oral therapy if normal/underweight if obese and not contradicted

Gambar 2.2 Algortima Terapi Diabetes Tipe 2

2.1.2 Insulin

  Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino, 21 di antaranya membentuk satu rantai polipeptida (rantai A) dan 30 asam amino lainnya membentuk rantai kedua (rantai B). Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan ikatan disulfida. Pada kondisi normal, insulin dihasilkan oleh sel β langerhans kelenjar pankreas untuk menstabilkan kadar gula darah dalam tubuh (insulin endogen). Insulin disekresi ketika rendah maka sekresi insulin juga akan menurun. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Pada kondisi diabetes, tubuh tidak dapat memproduksi insulin akibat sel β langerhans kelenjar pankreas rusak sehingga perlu adanya insulin eksogen.

  Mekanisme kerja insulin 1. Meningkatkan difusi glukosa dari darah ke dalam sel

  Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel yang berakibat glukosa darah akan meningkat. Adanya insulin membantu meningkatkan difusi glukosa darah ke dalam sel sehingga glukosa darah kembali normal.

Gambar 2.3. Mekanisme kerja Insulin dan Glukagon

  (Sumber: Sherwood, 2011) 2.

   Peningkatan aktivitas enzim

  Pada kondisi normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah menjadi energi lewat glikolisis dan separuh lagi disimpan sebagai lemak atau glikogen. Pada kondisi diabetes, glikolisis akan menurun dan proses glikogenesis ataupun lipogenesis akan terhalang. Insulin meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan seperti glukokinase. demikian secara tidak langsung menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah.

Gambar 2.4. Ringkasan Metabolisme Glukosa Pada Sel Mamalia. Glukosa 6-

  Fosfat diproduksi dari glukosa dan dapat dikonversi menjadi glikogen atau dimetabolisme melalui pentose-phosphate pathway. Glycerol-phosphate digunakan untuk sintesis triacylglycerol and phospholipid. Acetyl-CoA dioksidasi melalui siklus krebs. Prekursor untuk sintesis asam lemak berupa glutamin dan aspartat diperoleh dari siklus ini 1. hexokinase/glucokinase; 2.

  

pentose-phosphate pathway ; 3 glycogen synthesis; 4 lactate dehydrogenase; 5.

alanine aminotransferase ; 6. pyruvate dehydrogenase; 7. ATP-citrate lyase; 8.

fatty acid synthesis ; 9. glutamine synthetase; 10. aspartate aminotransferase; 11.

citrate synthetase .

  (Sumber : Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003)

  3. Menghambat kerja cAMP Insulin juga mengurangi terbentuknya cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Insulin merangsang terbentuknya fosfodiesterase-cAMP yang mengubah cAMP menjadi AMP. Dengan demikian insulin mengurangi kadar cAMP dalam darah.

  4. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA, dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh.

  Klasifikasi Insulin Berdasarkan Lama Kerja

  1. Insulin Masa Kerja Singkat (Short Acting) / Gas Regular Insulin Regular insulin adalah kristal insulin yang tidak dimodifikasi yang biasanya disebut sebagai insulin alami. Merupakan larutan jernih dengan waktu onset yang cepat dan durasi kerja yang pendek. Regular insulin ini diberikan 20-30 menit sebelum makan untuk mencapai glukosa posprandial yang optimal, dan mencegah hipoglikemia setelah pengonsumian makan. Penyerapan regular insulin berlanjut setelah masa posprandial menyebabkan level insulin dalam darah terus meningkat yang dapat menyebabkan hipoglikemia 3-5 jam setelah injeksi. Dosis insulin harus disesuaikan untuk mengoptimasi kadar glukosa dalam darah 3-5 jam setelah penginjeksian. Regular insulin adalah satu-satunya insulin yang dapat diberikan secara intravena.

2. Insulin Masa Kerja Sedang

  Insulin kerja sedang yaitu lispro, aspart, dan glulisin. Ketiga zat aktif ini merupakan analog dari regular insulin yang diabsorbsi lebih cepat, mencapai konsentrasi puncak (Cmax) yang lebih cepat, dan durasi lebih singkat dibandingkan dengan regular insulin. Pengunaan insulin kerja pendek lebih nyaman digunakan, karena pasien dapat mengonsumsi makan setelah 10 menit penyuntikkan insulin ke dalam tubuh (dibandingkan 30 menit). Insulin ini menghasilkan efikasi yang lebih baik dalam menurunkan glukosa darah yang lebih mahal dari regular insulin.

3. Insulin Masa kerja Sedang, Mula Kerja Cepat

  Insulin ini mempunyai masa kerja sedang dan mula kerja yang cepat. Awal kerja insulin golongan ini adalah 0,5 jam. Insulin jenis ini dapat digunakan dua kali sehari, dan dapat digunakan untuk anak yang telah mempunyai pola hidup lebih teratur untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Insulin dalam golongan ini dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

  a. Suspensi insulin semilente Insulin ini merupakan endapan amorf insulin dengan ion seng buffer asetat yang tidak cocok untuk pemberian secara intravena. Mula kerja dan efek puncaknya cepat, tetapi agak lebih lambat dari insulin reguler.

  b. Suspensi insulin isophane Insulin ini sering disebut sebagai Neutral Protamine Hagedom (NPH), yaitu suatu insulin yang dikombinasikan pada pH netral dengan muatan polipeptida positif protamin. Masa kerja golongan ini adalah sedang.

c. Insulin lente

  Insulin ini merupakan campuran 30% insulin semilente dan 70% insulin ultralente. Dengan adanya kombinasi ini akan memberikan absorpsi yang lebih cepat dengan suatu kerja pemeliharaan yang membuat insulin lente digunakan lebih luas dibandingkan jenis insulin lente lainnya. Insulin jenis ini hanya diberikan melalui subkutan.

  4. Insulin Masa Kerja Panjang (Long Acting) Ada 2 macam insulin dengan kerja panjang yang disetujui digunakan di US: Glargine dan detemir yang didesain sebagai dosis tunggal insulin. Insulin glargine memiliki 3 asam amino berbeda dengan regular insulin, menyebabkan kelarutannya rendah pada pH fisiologi. Larutan yang jernih terbentuk pada pH 4, yang akan mengendap pada pemberian subkutan. Insulin jenis ini umumnya tidak memberikan puncak spektrum pada serum sehingga dapat diberikan tanpa memerhatikan waktu adanya makanan.

  5. Insulin Campuran (Premixed insulin) kerjanya dan kekuatannya tergantung dari proporsi komponen insulin kerja cepatnya, sedangkan lama kerjanya sampai 24 jam. Dari sediaan yang ada sering dibuat campuran dengan tujuan memperoleh sediaan yang mula kerja cepat dan masa kerja panjang. Campuran tersebut dapat dibuat sesuai UI dengan kemauan kita dan keadaan penderita, tetapi sediaan campuran tersebut tidak stabil dalam larutan sehingga pembuatannya harus dilakukan sesaat sebelum penggunaannya.

Tabel 2.1. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja

  Contoh Sediaan Insulin

  • Untuk tujuan terapi, dosis insulin dinyatakan dalam unit internasional (UI). Satu UI merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg%. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 U/mg.

  Penderita DM tipe I, penderita DM tipe II yang tidak bisa ditangani oleh terapi non-farmakologik dan obat diabetes oral, penderita diabetes mellitus dengan kadar glukosa darah yang sangat tinggi, misal pada penderita diabetik hiperosmolar yang kadar glukosa darahnya bisa mencapai 600 mg/dL, wanita hamil dan menyusui

  Efek samping

  1. Hipoglikemia Penderita DM tipe 1 lebih mudah terkena hypoglikemik dibandingkan dengan penderita DM tipe 2, terjadi karena terlalu banyaknya glukosa yang masuk ke dalam sel sehingga glukosa plasma berkurang, sehingga penggunaan insulin harus selalu dikontrol. Cara penanganannya adalah:

  Glukosa (10-15 g) yang diberikan secara oral direkomendasikan untuk

  • diberikan pada pasien yang sadar.
  • Dekstrosa secara intravena mungkin dibutuhkan oleh pasien yang hilang kesadaran. Glukagon sebanyak 1 g secara intramuskular merupakan cara penanganan
  • pilihan saat pcxemberian IV tidak berhasil pada pasien yang hilang kesadaran

  2. Alergi Alergi insulin atau hipersensitivitas adalah kondisi yang jarang ditemukan dimana terjadi urtikaria lokal atau sistemik akibat pelepasan histamin dari jaringan sel mast yang diinduksi oleh antibodi anti insulin IgE. Pada beberapa kasus, risiko anafilaksis juga terjadi.

  3. Lipodistrofi pada tempat penyuntikan Lipodistropi adalah atropi atau hipertropi pada jaringan lemak. Biasa terjadi karena penyuntikan insulin pada tempat yang lemaknya lebih banyak dan dilakukan berulang-ulang secara terus-menerus.

  Pada DM tipe 1, rata-rata kebutuhan insulin harian adalah 0,5-0,6 unit/kg, dengan kurang-lebih 50% digunakan sebagai insulin basal dan sisanya 50% untuk menurunkan kadar gula darah sesudah makan. Selama penyakit akut atau adanya ketosis atau pada keadaan resistensi relatif insulin, dibutuhkan dosis yang lebih tinggi. Pada pasien DM tipe 2, dibutuhkan dosis yang lebih tinggi (0,7-2,5 unit/kg) untuk pasien dengan resistensi insulin yang signifikan. Dosis sangat bervariasi tergantung reistensi insulin dan insulin oral yang diberikan bersama.

  Rute Pemberian 1. Subkutan.

  Absorpsi setelah pemberian insulin subkutan bervariasi dan bergantung pada lokasi penyuntikan dan variasi individu. Pemberian insulin subkutan terus menerus memberikan hasil yang memuaskan untuk pengendalian keadaan diabetes.

  2. Intramuskular Pemberian langsung kedaerah pusat otot tertentu. Penyerapannya 2 kali lebih cepat dibandingkan subkutan. Dalam pemberian obat pada DM tipe 1 tidak dianjurkan karena penyerapannya yang cepat. Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya juga dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air.

  3. Intravena Pemberian secara intravena umumnya dilakukan pada keadaan darurat seperti ketoasidosis diabetikum dan hiperglikemia hiperosmolar. Setelah kadar glukosa darah stabil, terapi insulin dapat dilanjutkan melalui subkutan.

  Interaksi Obat

Tabel 2.3. Interaksi obat insulin dengan beberapa obat lain

  Obat Efek pada Gukosa Mekanisme/Komentar

ACE inhibitor Sedikit mengurangi Meningkatkan sensitivitas insulin

Alkohol Mengurangi Mengurangi produksi glukosa hati

  Diazoksid Meningkatkan Mengurangi sekresi insulin, mengurangi penggunaan glukosa perifer

  Diuretik Meningkatkan Dapat meningkatkan resistensi insulin

Glukokortikoid Meningkatkan Merusak, menghambat aksi insulin

Asam nikotinat Meningkatkan Merusak, menghambat aksi insulin, meningkatkan resistensi insulin

  Kontrasepsi oral Meningkatkan Tidak jelas Pentamidin Menurunkan, lalu meningkatkan Toksik pada sel beta; melepaskan simpanan insulin sampai habis

  Fenitoin Meningkatkan Menurunkan sekresi insulin Beta bloker Mungkin meningkatkan Menurunkan sekresi insulin

  Salisilat Menurunkan Menghambat IKK-beta (hanya pada dosis tinggi, cth 4-6g/hari)

  Simpatomimetik Sedikit meningkatkan Meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis

  Klozapin dan olanzapin Meningkatkan Tidak jelas, kenaikan berat badan

  Bentuk sediaan

1. Syringe

Gambar 2.5 Sediaan insulin syringe

  2. Insulin Pen Menggunakan jarum suntik sekali pakai untuk menyuntikkan insulin

Gambar 2.6 Sediaan insulin pen

  3. Insulin Jet Injector Menggunakan tekanan untuk memasukkan insulin ke dalam epidermis

Gambar 2.7 Sediaan insulin jet injector

  4. Insulin Pump Insulin pump merupakan alat yang menyuntikkan insulin melalui tube dan jarum yang dimasukkan ke bawah kulit dekat abdomen. Insulin pump dapat dipakai seperti ikat pinggang. Pompa akan melepaskan sejumlah insulin setelah makan dan saat kadar glukosa darah tinggi berdasarkan pengaturan yang telah dilakukan oleh pasien.

Gambar 2.8 Sediaan insulin pump

  5. Lokasi penyuntikan

Gambar 2.9 Tempat injeksi insulin

  Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak- gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan. Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu pindah ke daerah yang lain.

  6. Cara pemakaian alat insulin

Gambar 2.10 Cara pakai alat insulin

7. Penyimpanan Sediaan Insulin

  Formulasi insulin stabil jika dihindarkan dari cahaya, dan penyimpanan tidak pada panas yang ekstrim serta tidak beku. Insulin harus di simpan pada lemari es pada suhu 2-8

  ⁰ C, kecuali untuk vial yang akan digunakan dalam 1 bulan dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk pada suhu 15-20 ⁰ C. Pada saat alat pen injector digunakan, tidak boleh disimpan pada lemari es.

2.1.3 Sulfonilurea

  Antidiabetik oral golongan sulfonilurea merupakan hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan, merupakan obat pilihan untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Penggunaan antidiabetik oral golongan sulfonilurea tidak diindikasikan untuk pasien diabetes yang obesitas karena salah satu dari efek samping mengonsumsi golongan sulfonilurea adalah peningkatan nafsu makan, sehingga diindikasikan untuk pasien diabetes dengan berat bada normal atau kurang. Mekanisme kerja golongan sulfonilurea adalah dengan merangsang sekresi insulin oleh sel-sel β Langerhans pankreas. Rangsangan ini timbul melalui interaksi dengan ATP-sensitive K-channel yang menyebabkan kanal K tertutup. Kemudian menimbulkan depolarisasi membran

  2+

  yang akan membuka kanal Ca. Setelah kanal Ca terbuka, ion Ca masuk ke dalam sel β, merangsang granula berisi insulin sehingga disekresikan insulin ekuivalen peptida C.

Gambar 2.11 Cara kerja sulfonilurea

  Dependant Diabetes Mellitus ) dengan sel

  β pankreas yang masih berfungsi baik, karena obat golongan ini bekerja dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa- senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya.

  Efek samping umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan saraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, dan ataksia. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipoglikemia sering diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang.

  Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonilurea antara lain adalah alkohol, insulin, fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezida, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat. Adapun peringatan dan kontraindikasi menurut IONI antara lain:

   Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan gibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan tolbutamida yang kerjanya singkat

   Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis kontraindikasi dengan sulfonilurea  Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan diabetes mellitus berat  Obat-obat golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea yang beredar ada dua generasi.

  Generasi pertama mencakup klorpropamida, tolazamida, tolbutamida, dan asetoheksamid. Sedangkan generasi kedua mencakup glipizid, gimepirid, dan gliburin/glibenklamid. Perbedaan dari kedua generasi ini adalah pada potensinya dan lama kerja obat. Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi pertama seperti asetoheksamida, klorpropamida, tolazamida, dan tolbutamida telah dipasarkan dari sebelum 1984 dan sekarang sudah hamper tidak dipergunakan lagi. Yang saat ini beredar adalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua. Senyawa- senyawa generasi kedua umumnya tidak terlalu berbeda efektivitasnya, namun berbeda dalam farmakokinetiknya, yang harus dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan obat yang cocok untuk masing-masing pasien dengan kondisi khusu dan yang tengah menjalani terapi lain. Klorpropamida Glibenklamida Glipizida Glimepirida Glikazida

  Diabenese 100, Daonil 5mg/ tablet, Amaryl 1, 2, 3 Diamicron

  80 Aldiab 5 mg/ 250mg/ tablet Semi-Daonil 2,5mg/ mg/tablet mg/tablet (Darya tablet (Merck) (Pfizer) tablet (Aventis) (Aventis) Varia) Tesmel 100

  Glucotrol 5, 10 mg/tablet Glukonic 5 mg/ Glibet 80 mg/ mg/ tablet

  (Phytho kemo tablet (Nicholas) tablet (Dankos) (Pfizer) agung) Minidiab 5, 10 Glicab 80 mg/

  Glimel 5 mg/ tablet mg/ tablet tablet (Tempo (Merck)

  (Kalbe farma) Scan Pasific) Prodiabetik 5 mg/ tablet (Bernofarm) Glidabet 80 mg/ tablet (Kalbe farma)

  Renabetik 5 mg/ tablet (Fahrenheit) Gored 80 mg/ tablet(Bernofarm)

  Obat A Obat B Efek Deskripsi

  Androgen; antikoagulan; antifungi azol; kloramfenikol; fenfluramin; inhibitor MAO; metildopa; sulfonamide; antidepresan trisiklik

  Sulfonilurea Peningkatan efek sulfonilurea

  Efek hipoglisemik meningkat akibat berbagai mekanisme seperti penurunan metaboolik hepatik, hambatan eksresi renal, pengusiran dari ikatan protein, penurunan glukosa darah, perubahan metabolisme karbohidrat. Saran harus dimonitor kadar gula darah

  β-blocker; pemblok celah kalsium; kolestiramin; kortikosteroid; diazoksid; estrogen; hidantoin; isoniazid; asam nikotinat; kontrasepsi oral; simpatomimetik; diuretik tiazid

  Sulfonilurea Penurunan efek sulfonilurea

  Efek hipoglisemik menurun, akibat berbagai mekanisme yaitu peningkatan metabolisme hepatik, peenurunan pelepasan insulin, peningkatan eksresi urin

  Karbon aktif Sulfonilurea Penurunan efek Karbon aktif mereduksi absorpsi sulfonilurea sulfonilurea Siprofloksasin Glibenkamid Peningkatan efek sulfonilurea

  Potensiasi efek hipoglikemik Etanol Sulfonilurea Efek bervariasi

  Etanol memperpanjang glukosa darah oleh glipizid (tidak memperbesar), etanol kronis menurunkan 1 ½ tolbutamid. Etanol dengan klorpropamid menimbulkan reaksi seperti sidulfiram

  Klorpropamid Barbiturat Peningkatan efek sulfonilurea

  Efek barbiturat dipepanjang pada uji dengan hewan Glibenklamid Antikoagulan Peningkatan atau penuruna efeek sulfonilurea

  Efek kumarin dapat meningkat atau menurun, jikq bersamaan dengan glibenkamid

  Sulfonilurea Glikosida digitalis Peningkatan efeek sulfonilurea

  Kadar serum glikosida digitalis meningkat.

2.1.4 Analog amilin

  Amilin merupakan peptida 37 asam amino yang berasal dari deposit amiloid di pulau Langerhans pada sediaan pankreas dari pasien yang mengalami diabetes tipe 2

  β pankreas, terbungkus dalam granula sel β pankreas dengan konsentrasi 1-2% konsentrasi insulin, dan disekresikan bersamaan dengan insulin secara pulsatil dan sebagai respons terhadap rangsangan sekresi fisiologis. Analog amilin bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa di saluran pencernaan, menghambat aksi glukagon dan mengurangi nafsu makan serta mengurangi pengeluaran glukosa hepatik postprandial dengan menekan sekresi glukagon.

  Pramlintid merupakan sintetik analog dari amilin yang digunakan sebagai terapi tambahan untuk pasien yang sedang menggunakan insulin. Berdasarkan efeknya yang mengosongkan lambung, pramlintid tidak boleh digunakan bersamaan dengan agen yang dapat memperlambat abs orbsi intestinal nutrien (inhibitor α-glukosidase). Penggunaan bersamaan dengan sulfonilurea dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Selain itu penggunaan pramlintid dihindarkan bersamaan dengan agen yang dapat memperlambat absorbsi nutrient intestina. lAdapun efek samping dari obat pramlintid berupa mual, hipoglikemia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri abdomen.

  Dosis awal untuk pasien DM tipe 1 adalah 15 mcg secara subkutan sebelum makan dan dapat ditingkatkan hingga dosis pemeliharan 30-60 mcg sebelum makan. Dosis awal untuk pasien DM tipe 2 adalah 60 mcg secara subkutan sebelum makan. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 120 mcg jika tidak terjadi mual selama 3-7 hari. Dosis insulin diturunkan jika pramlintid mulai digunakan.

2.1.5 Meglitinid Meglitinid memiliki 2 derivat, yaitu Repaglinid dan Nateglinid. Mekanisme Kerja

  Mekanisme kerja dari obat golongan meglitinid ini mirip dengan obat golongan sulfonilurea, yaitu sama-sama berinteraksi dengan situs ikatan pada kanal K yang ada pada ATP-independent di sel

  β pankreas. Adanya pengikatan tersebut, menyebabkan blokade pada kanal K dan terjadi depolarisasi sel β yang mengarah pada pembukaan kanal kalsium. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah kalisum di dalam sel.

  Kalsium tersebut akan mengikat kalmodulin yang menyebabkan kontraksi pada mengakibatkan terjadinya sekresi insulin.

  Perbedaan dengan Obat Golongan Sulfonilurea:

  Meglitinid (Nateglinid) awal kerjanya lebih cepat, namun masa kerjanya lebih pendek. Hal ini sering diistilahkan “faster on/faster off”. Karena masa kerjanya pendek, maka resiko hipoglisemia yang muncul pada golongan sulfonilurea juga jauh berkurang pada golongan ini. Tetapi frekuensi pemberiannya lebih sering dibandingkan golongan sulfonilurea karena masa kerjanya pendek.

  Informasi umum mengenai metiglinid 1.

   Indikasi

  DM tipe 2 pada pasien yang beresiko tinggi terjadinya hipoglikemia dan alergi terhadap sulfa.

  2. Kontraindikasi Pasien gangguan fungsi hati dan ginjal.

  3. Efek Samping

  Hipoglikemia dan peningkatan berat badan (Repaglinid), gangguan saluran cerna, alergi (jarang terjadi).

  4. Interaksi Obat

  • Metabolisme Repaglinid dapat diturunkan oleh inhibitor CYP 3A4, seperti obat antijamur (Ketokonazol, Mikonazol, dll.) dan beberapa antibiotik, termasuk Eritromisin. Sebaliknya, metabolisme Repaglinid dapat meningkat dengan adanya obat yang menginduksi CYP 3A4 (Troglitazone, Rifampisin, Barbiturat, Karbamazepin) yang dapat menurunkan efek antidiabetik bila digunakan secara bersamaan.
  • Tindakan hipoglikemik oral dapat diperkuat oleh obat-obatan tertentu termasuk AINS dan obat lainnya yang memiliki ikatan protein yang kuat, seperti salisilat, sulfonamida, kloramfenikol, kumarin, probenesid, dll.
  • Tiazid (diuretik), kortikosteroid, fenotiazin, produk tiroid, estrogen, kontrasepsi oral, fenitoin, asam nikotinat, simpatomimetik, calcium channel

  blockers , isoniazid, dan obat lain yang menyebabkan terjadinya pada pasien yang diobati dengan Repaglinid.

5. Sediaan dan Dosis

  ®

  )

  a. Repaglinid (Prandin Repaglinid merupakan derivat asam metilbenzoat karbamoil. Obat ini digunakan sebagai monoterapi atau dalam kombinasi dengan metformin jika metformin tunggal tidak dapat mengontrol kadar gula darah. Dosis (Dewasa) : Oral = Diminum 15 - 30 menit sebelum makan. Untuk pasien yang sebelumnya belum pernah terapi, dosis awal adalah 0,5 mg. Untuk pasien yang sebelumnya pernah menggunakan obat penurun kadar glukosa dalam darah, dosis awal adalah 1 atau 2 mg sebelum makan. Kisaran dosis: 0,5-4 mg sebelum makan.

  Repaglinid dapat didosiskan preprandial 2, 3 atau 4 kali/hari dalam menanggapi perubahan dalam pola makan pasien. Maksimum dosis harian yang dianjurkan adalah 16 mg.

  ®

  )

  b. Nateglinid (Starlix Nagletinid merupakan derivat Fenilalanin-D. Obat ini dapat diberikan monoterapi atau dalam kombinasi dengan metformin atau tiazolidinedion. Dosis

  (Dewasa) : Oral = Awal dan pemeliharaan dosis: 120 mg 3 kali/hari, 15 - 30 menit sebelum makan; pasien dengan tujuan penurunan HbA1c dapat dimulai pada 60 mg 3 kali/hari. Pasien yang menderita anoreksia perlu takaran khusus untuk menghindari hipoglikemia.

  Pemberian golongan Meglitinid dapat diberikan secara monoterapi atau kombinasi dengan :

  1. Metformin (Repaglinid/Nateglinid + Metformin) = apabila pasien tidak dapat dikontrol dengan metformin secara monoterapi.

  2. Tiazolidinedion (Repaglinid/Nateglinid + Rosiglitazon) = untuk pasien diabetes yg dirawat selama lebih dari satu tahun dengan terapi obat oral tunggal. insulin (Repaglinid/Nateglinid Gliklazid) + = sebagai

  3. Basal pengganti/alternatif lain dari sulfonilurea + terapi insulin basal. besar menurunkan HbA1c dan FPG dibandingkan penggunaannya secara monoterapi.

2.1.6 Biguanid

  Biguanida adalah golongan obat yang digunakan dalam terapi diabetes mellitus tipe II tanpa mempengaruhi sel β pankreas. Obat golongan ini adalah metformin yang diduga memiliki mekanisme kerja dengan menghambat pembentukan glukoneogenesis pada sel hati.

  Target utama dari metformin adalah mitokondria pada sel hepatosit. Untuk memasuki intrasel hepatosit, metformin dibantu oleh isoform dari Organic Cation

  

Transportes 1 (OCT1). Setelah uptake oleh OCT1 metformin akan meninhibisi rantai

  respirasi kompleks 1. Efeknya adalah penurunan pada oksidasi NADH, pompa proton pada membran mitokondria dan laju konsumsi oksigen dan menurunkan produksi dari ATP. Penurunan ATP menyebabkan kurangnya energi dalam glukoneogenesis. Penurunan ATP juga mengaktifkan AMP-activated protein kinase (AMPK). Pengaktifan AMPK mengubah kondisi sel dari anabolik menjadi katabolik, menghentikan jalur sintesis yang bergantung ATP untuk mengembalikan kondisi dalam sel menjadi normal. AMPK akan meregulasi CREB-regulated transcripstion

  

coactivator 2 (CRTC2 atau TORC2). TORC 2 merupakan regulator output glukosa hati

sebagai respon respon terhadap puasa dengan mengaktivasi program, glukoneogenesis.

  Aktivasi AMPK akan menghambat TORC2 sehingga ekspresi gen glukoneogenesis terhambat dan tidak terjadi glukoneogenesis. Dugaan lain mekanismenya adalah AMPK mengaktifkan orphan nuclear receptor small heterodimer partner (SHP). SHP akan menghambatekspresi gen CREB-dependant glukoneogenik sehingga tidak terjadi glukoneogenesis.

  Metformin secara paralel dapat meningkatkan oksidasi lipid sehingga menurunkan jumlah lipid di hati. Kemudian jalur lain AMPK meninduksi fosforilasi dan inaktivasi asetil-KoA karboksilase (ACC), enzim penting dalam sintesis malonil- KoA yang merupakan prekursor biosintesis asam lemak dan inhibitor oksidasi asam lemak pada mitokondria. AMPK juga akan menghambat ekspresi gen lipogenesis yang sensitifitas insulin hepatik untuk mengontrol pengeluaran glukosa dari hati. Mekanisme kerja dapat dilihat pada gambar 2.12.

  Mekanisme kerja dari Metformin diduga dapat menghambat jalur glikogenolisis sehingga tidak terjadi pemecahan pada glikogen. Belum ada bukti yang jelas mengenai cara kerja mekanisme ini. Penghambatan diduga berasal dari penghambatan aktivitas Glukosa-6-Fosfatase, di mana enzim ini bekerja pada jalur glukoneogenesis maupun glikogenolisis.

Gambar 2.12 Mekanisme kerja metformin di sel hati

  Informasi mengenai metformin dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Informasi umum mengenai Metformin

  Informasi

  Indikasi Diabetes Melitus tipe 2 yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada pasien. Kontraindikasi Pasien dengan gagal ginjal, penyakit hati, disfungsi kardiopulmonary kronis dan pengguna alkohol. Efek Samping Gangguan pada saluran cerna, mual muntah rasa tidak nyaman di sekitar daerah perut, sakit perut dan diare. Penurunan absorpsi vitamin B12 (penggunaan jangka panjang) dan asidosis laktat (jarang)

  Peringatan Pasien dengan gangguan pada ginjal Dosis

  • Metformin 500 mg 2 kali sehari Metformin lepas lambat

  500

  • malam
    • – 1000 mg bersamaan dengan makan

  Interaksi obat pada metformin dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Interaksi obat pada Metformin

  Obat A Obat B Efek yang terjadi

  Alkohol Metformin Alkohol mempotensiasi efek metformin pada metabolisme laktat. Obat Kationik Metformin Secara teori obat kationik yang dieliminasi melalui ginjal berpotensial berinteraksi dengan metformin dengan berkompetisi pada sistem sekresi/transpor tubular. Kadar metformin dapat meningkat. Simetidin Metformin Simetidin meningkatkan kadar puncak plasma metformin 60% dan AUC 40% terjadi hambatan ekskresi metformin Furosemid Metformin Furosemid meningkatkan kadar plasma metformin, C meningkat 22% dan AUC 15%.

  max

  Perubahan eksresi renal tidak signifikan. C max dan AUC furosemid lebih rendah 31% dan 12%.

  1/2

  t terminal turun 32% tanpa perubahan signifikian pada klirens renal furosemid. Nifedipin Metformin C max dan AUC metformin meningkat masing- masing 20% dan 90%. Jumlah metformin yang diekskresikan ke dalam urin meningkat. Nifedipin meningkatkan absorpsi metformin. Glibenklamid Metformin Pemberian metformin meningkatkan C max dan AUC glibenklamid tetapi sangat bervariasi.

2.1.7 Penghambat Enzim α-Glikosidase Mekanisme Kerja:

  Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase bekerja dengan cara memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase brush border intestine, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

  Informasi umum 1.

   Indikasi:

  Menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 dan 2, da pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c secara bermakna.

2. Kontraindikasi:

  Anak usia dibawah 12 tahun, wanita hamil, wanita menyusui, colitis ulseratif, obstruksi usus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal berat, hernia, riwayat bedah abdominal 3.

   Efek Samping: Dose-dependent, malabsorbsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating.

   Interaksi obat Obat A Obat B Efek yang Terjadi

Akarbose Digoksin Konsentrasi serum digoksin

menurun, efek terapeutik digoksin menurun

  Akarbose Enzim saluran cerna (amilase, Efek arkabose menurun pankreatin) Akarbose Absorben/karbon aktif Efek akarbose menurun

Miglitol Digoksin Konsentrasi plasma digoksin

menurun 19-28%

Miglitol Gliburid AUC Cmax dan AUC gliburin

menurun

Miglitol Metformin AUC dan Cmax metformin menurun

12-13%

Miglitol Propanolol Ketersediaan hayati propranolol

menurun signifikan 40%

Miglitol Ranitidin Ketersediaan hayati ranitidine

menurun signifikan 60% Miglitol Enzim saluran cerna (amylase, Efek miglitol menurun panreatin) Miglitol Absorben, karbon aktif Efek miglitol menurun

5. Contoh obat:

  Akarbose dan miglitol 6.

   Dosis:

  Untuk mengurangi efek samping, sebaiknya dosis diberikan secara bertahap Tahap Awal: 25 mg pada saat mulai makan selama 4-8 minggu kemudian secara bertahap: ditingkatkan setiap 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan 7.

   Sediaan beredar:

  Akarbose: Glucobay Bayer Indonesia

2.1.8 Tiazolidinedion

  Tiazolidinediones biasa disebut sebagai TDZs atau glitazone. Rosiglitazon dan pioglitazon merupakan dua obat dari golongan ini yang berperan untuk terapi farmakologi diabetes melitus tipe 2. Di Inggris, hanya satu obat golongan ini yang tersedia di pasaran, yaitu pioglitazon, sedangkan rosiglitazon ditarik dari pasaran tahun 2010 karena penggunaannya dikaitkan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular termasuk serangan jantung dan kegagalan jantung. Selain itu troglitazone juga sudah ditarik dari pemasaran tahun 1997 yang menyebabkan kegagalan hati yang dikaitkan dengan toxic metabolite of triglitazone. Oleh karena itu FDA menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan tes fungsi hepar 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama pada penggunaan obat golongan ini.

  Mekanisme Kerja

  Thiazolidinedion adalah obat agonist potent dan selektif Peroxiosome

  proliferators-activated receptor- γ (PPARγ). PPARγ pada kondisi normal dirangsang

  oleh insulin di int i sel dan aktif bila membentuk kompleks PPARγ-RXR (retinoic x

  

receptor ) yang terikat pada responsive DNA elements sehingga merangsang transkripsi