Makalah Agama Kelompok 7

(1)

AKHLAK KEPADA ALLAH SWT DAN RASULULLAH

SAW

I.

Pengertian Akhlak

dalam kehidupan sehari-hari, manusia tentu tidak bisa hidup sendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan yang lainnya. Tidak hanya kepada manusia lainnya, namun juga kepada seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini. Hal ini juga tak terkecuali kepada sang pencipta yaitu Allah SWT.

Dalam berinteraksi, kita tentu harus memiliki batasan, yang baik dan yang salah sehingga hubungan kita dapat terjaga dengan baik. Batasan yang tanpa disadari dimiliki masing-masing manusia ini adalah akhlak. Secara bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Akhlak adalah budi pekerti atau kelakuan[1]. Jika dilihat secara sejarahnya di Indonesia, Akhlak berasal dari bahasa arab yaitu [قلخ] jamaknya [قلخأ] yang jika diartikan berarti perangai atau tabiat. Sementara itu, imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mendefinisikan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan[2].

Dari pengertian-pengertian yang diberikan secara formal diatas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala sesuatu sifat yang telah tertanam dalam diri yang dijadikan patokan dalam bertindak. Akhlak inilah yang perlu kita jaga baik-baik dalam berinteraksi dan berhubungan dengan yang lainnya, termasuk kepada Allah SWT. Dalam berinteraksi dan berhubungan, seseorang harus mengetahui akhlak yang baik dan menerapkannya dan menjauhkan diri dari akhlak yang tercela. Jika hal ini dapat dijalankan, tentu hubungan kita akan dapat terjaga dengan baik.

II.

Latar Belakang Akhlak Kepada Allah SWT dan

Rasulullah SAW

Sebelum berakhlak kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, kita tentu perlu mengetahui dasar dalam berakhlak. Sebagai seorang muslim, sudah pasti kita memahami bahwa Allah SWT yang menciptakan seluruh dunia termasuk isinya. Berangkat dari keyakinan ini, kita juga mempercayai bahwa Rasulullah SAW merupakan imam kita yang sudah seharusnya kita patuhi dan contoh perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal diatas, kita dapat melihat bahwa sesungguhnya akhlak kita kepada Allah


(2)

SWT merupakan akhlak utama seorang muslim sebelum melangkah kepada akhlak-akhlak terhadap makhluk lainnya. Jika diibaratkan, ketika seseorang berakhlak baik kepada Allah, maka akhlaknya terhadap lainnya pasti akan baik, namun ketika akhlak kepada Allah SWT tidak baik, maka yang lainnya juga akan begitu. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang muslim untuk memiliki akhlak yang baik kepada Allah SWT. Setidaknya, ada 4 asalan seorang muslim harus berakhlak kepada Allah SWT:

Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :

ررظظ ننييــلنافي نظ اسي ننلنر ا

مم مر ق ي لرخظ ) ۵ ( ق ي لرخظ نن مر ءءآمي قء فرادي ) ۶ ( جظرظخنيي نن مر نر ينبي بر لنصص لا بر ئرآريتملاوي

) ۷ (

Artinya : “(5). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan tulang dada”.

Kedua, karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam syrat An-Nahl ayat 78 :

هظللاوي من كظ جيريـخأي نن مر

نر ونطظ بظ من كظ تراهيممأظ ل

ي

ني ونمظليعنتي ائئينشي

, لي عيجيوي مظ كظ لي عيمنسم لا رياصي بنلني اوي

ةيديئرفنلني اوي ,

من كظ لمعيـلي ني ونرظكظ شن تي )

۷۸ (

Artinya : “(78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.

Ketiga, karena Allah SWT –lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :

هظللا ي ن ذرلما ريخمسي مظ كظ لي ريحنبيلنا ي

ي ررجن تيلر كظ لنفظلنا هرينفر هرررمنأي بر اونغظتيبنتيلروي نن مر

هرلرضن في من كظ لمعيليوي ني ونرظكظ شن تي

) ۱۲ (

ريخمسي وي من كظ لي امي ىفر تر اوياميسم لا اميوي

ىفر ضر رنلني ا اعئينمرجي هظننمر , نم إر ىفر كي لراذي تاييلر م

ء ونقيلر ني ونرظكم فيتييي )

۱۳ (


(3)

Artinya : “(12). Allah -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13). Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.

Keempat, Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’ ayat 70 :

د ن قيليوي انيمنرمكي ي

ن نربي ميديأ من هظانيلنميحي وي ىفر

رربيلنا ررحنبيلناوي من هظانيقنزيريوي ني مر

تر ابييرطم لا من هظانيلنضم فيوي

ىليعي رءبنثركي

نن مممر انيقنليخي ل

ئ ينضر فنتي ) ٧٠ (

Artinya : “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.

Akhlak kepada Rasulullah SAW juga tentu harus kita pahami dengan baik. Beliau adalah tuntunan kita sebagai muslim didunia ini, bahkan beliau diberi gelar kekasih Allah karena perilaku dan tindakan beliau yang selalu baik dan patut kita contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dalam suatu hadits, Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW. Aisyah menjawab, "Akhlak Nabi SAW adalah Alquran." (HR Muslim).

Dari beberapa dasar diatas, sudah tentu kita harus bisa menerapkan akhlak yang baik kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

III. Akhlak Kepada Allah SWT

A.

Taat Kepada Perintahnya

Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –Nya., padahal Allah SWT –lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah SWT berfirman dala Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 65 :


(4)

Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.

Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan.

Dalam Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat

diatas dengan bersabda:

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’an dan Sunnah)”. (HR. Abi Ashim Al-Syaibani)

B.

Tawakal

Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mecari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.

Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Sahl At-Tusturi mengatakan,

“Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah meninggalkan keimanan”.

C.

Bertanggung Jawab atas Amanah dari Allah SWT

Etika yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.


(5)

Dari ‘Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :

“Setia kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggujng jawab atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Muslim).

D.

Ridho terhadap Ketentuan Allah SWT

Akhlak yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT lainnya, adala ridho terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.

Rasulullah SAW bersabda :

“Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Bukhari).

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang dianggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kedepannya.

E.

Senantiasa Bertaubat Kepada Allah SWT

Manusia pada hakikatnya pasti memiliki kesalahan dalam bertindak. Karena manusia tidak pernah luput dari dosa, sudah sepatutnya kita senantiasa bertaubat kepada Allah SWT. Orang yang senantiasa bertaubat kepada Allah SWT, akan dijanjikan mendapatkan surga di akhirat kelak dan meraka akan kekal selamanya disana. Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang terjerumus kedalam “kelupaan” sehingga


(6)

berbuat kemaksiatan kepada –Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

“Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al An’aam: 54)

Rasulullah SAW juga pernah bersabda dalam suatu hadits:

“Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian.” (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami’ Shagir – 5235)

F.

Melaksanakan Ibadah Kepada Allah SWT

Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Pada hakikatnya, manusia diciptakan untuk selalu melaksanakan ibadah yang telah disuruh kepada manusia untuk dijalankan. Baik ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS: Adz Dzariyaat:56)

Oleh karenanya, sebagai aktivitas, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling


(7)

penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya. Selain itu, Allah SWT Maha Adil dengan selalu memperhatikan ciptaannya. Ketika kita tidak mampu beribadah karena suatu dan lain hal, Allah SWT memudahkan dengan memberikan cara-cara tertentu seperti mengqashar, menjamak sholat, tayamum ketika tidak ada air dan lainnya. Dari hal ini terlihat bahwa sudah sepatutnya kita melaksanakan akhlak ini kepada Allah SWT.

G.

Senatiasa Membaca Alquran

H.

Taqwa Kepada Allah SWT

I.

Menjalankan Islam secara Kaffah

J.

Tauhidullah ( mentauhidkan Allah )

Tauhidullah (mentauhidkan Allah) ada 3 bagian yaitu : 1. Tauhid rububiyyah

• Tauhid rububiyyah adalah tauhid yang berarti mengesakan Allah dalam hal penciptaan, perintah, dan penguasaan.

• ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah [al a’raf:54]

Artinya : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu Ia bersemayam di atas Arasy; Ia melindungi malam dengan siang yang mengiringinya dengan deras (silih berganti) dan (Ia pula yang menciptakan) matahari dan bulan serta bintang-bintang, (semuanya) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, kepada Allah jualah tertentu urusan menciptakan (sekalian makhluk) dan urusan pemerintahan. Maha Suci Allah yang mencipta dan mentadbirkan sekalian alam.”

(QS: Al-A'raf Ayat: 54) • Surat Fathir ayat 13:


(8)

Artinya: “Dia (Allah) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari”.

2. Tauhid rububiyyah

• Adapun tentang tauhid ini tak ada yang menentang (walaupun orang kafir ), orang-orang musyrik mengakui tauhid rububiyyah ini sebagaimana firman Allah.

Artinya : “ Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?,”

(QS: Az-Zukhruf Ayat: 87)

3. Tauhid Asma’ wa sifat

• Allah memiliki nama-nama dan sifat yang harus kita yakini tanpa disertai tasybih ( penyerupaan dengan makhluk ) dan kita tak usah bertanya-tanya tentang hal ini. Cukup kita yakini.

• Allah Maha Mendengar, Mendengarnya Allah jelas berbeda dengan mendengarnya makhluk. Tentang kaifiyahnya ( bagaimana Allah mendengar ) maka tak boleh kita pertanyakan. Cukup kita yakini bahwa Allah Maha Mendengar. Karena Allah berbeda dengan makhluk.


(9)

IV.

Akhlak Kepada Rasulullah SAW

A.

Melaksanakan Ajarannya

B.

Berpegang teguh kepada Alquran dan Hadits

C.

Taat

D.

Senantiasa Bersalawat dan salam

E.

Ziarah

V.

Implementasi

dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai

Mahasiswa

VI. Kesimpulan

VII. Daftar Pustaka

[1] KBBI, 2013 [2]


(1)

Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.

Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan.

Dalam Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat

diatas dengan bersabda:

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’an dan Sunnah)”. (HR. Abi Ashim Al-Syaibani)

B.

Tawakal

Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mecari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.

Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Sahl At-Tusturi mengatakan,

“Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah meninggalkan keimanan”.

C.

Bertanggung Jawab atas Amanah dari Allah SWT

Etika yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.


(2)

Dari ‘Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :

“Setia kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggujng jawab atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Muslim).

D.

Ridho terhadap Ketentuan Allah SWT

Akhlak yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT lainnya, adala ridho terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.

Rasulullah SAW bersabda :

“Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Bukhari).

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang dianggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kedepannya.

E.

Senantiasa Bertaubat Kepada Allah SWT

Manusia pada hakikatnya pasti memiliki kesalahan dalam bertindak. Karena manusia tidak pernah luput dari dosa, sudah sepatutnya kita senantiasa bertaubat kepada Allah SWT. Orang yang senantiasa bertaubat kepada Allah SWT, akan dijanjikan mendapatkan surga di akhirat kelak dan meraka akan kekal selamanya disana. Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang terjerumus kedalam “kelupaan” sehingga


(3)

berbuat kemaksiatan kepada –Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

“Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al An’aam: 54)

Rasulullah SAW juga pernah bersabda dalam suatu hadits:

“Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian.” (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami’ Shagir – 5235)

F.

Melaksanakan Ibadah Kepada Allah SWT

Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Pada hakikatnya, manusia diciptakan untuk selalu melaksanakan ibadah yang telah disuruh kepada manusia untuk dijalankan. Baik ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS: Adz Dzariyaat:56)

Oleh karenanya, sebagai aktivitas, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling


(4)

penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya. Selain itu, Allah SWT Maha Adil dengan selalu memperhatikan ciptaannya. Ketika kita tidak mampu beribadah karena suatu dan lain hal, Allah SWT memudahkan dengan memberikan cara-cara tertentu seperti mengqashar, menjamak sholat, tayamum ketika tidak ada air dan lainnya. Dari hal ini terlihat bahwa sudah sepatutnya kita melaksanakan akhlak ini kepada Allah SWT.

G.

Senatiasa Membaca Alquran

H.

Taqwa Kepada Allah SWT

I.

Menjalankan Islam secara Kaffah

J.

Tauhidullah ( mentauhidkan Allah )

Tauhidullah (mentauhidkan Allah) ada 3 bagian yaitu : 1. Tauhid rububiyyah

• Tauhid rububiyyah adalah tauhid yang berarti mengesakan Allah dalam hal penciptaan, perintah, dan penguasaan.

• ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah [al a’raf:54]

Artinya : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu Ia bersemayam di atas Arasy; Ia melindungi malam dengan siang yang mengiringinya dengan deras (silih berganti) dan (Ia pula yang menciptakan) matahari dan bulan serta bintang-bintang, (semuanya) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, kepada Allah jualah tertentu urusan menciptakan (sekalian makhluk) dan urusan pemerintahan. Maha Suci Allah yang mencipta dan mentadbirkan sekalian alam.”

(QS: Al-A'raf Ayat: 54) • Surat Fathir ayat 13:


(5)

Artinya: “Dia (Allah) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari”.

2. Tauhid rububiyyah

• Adapun tentang tauhid ini tak ada yang menentang (walaupun orang kafir ), orang-orang musyrik mengakui tauhid rububiyyah ini sebagaimana firman Allah.

Artinya : “ Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?,” (QS: Az-Zukhruf Ayat: 87)

3. Tauhid Asma’ wa sifat

• Allah memiliki nama-nama dan sifat yang harus kita yakini tanpa disertai tasybih ( penyerupaan dengan makhluk ) dan kita tak usah bertanya-tanya tentang hal ini. Cukup kita yakini.

• Allah Maha Mendengar, Mendengarnya Allah jelas berbeda dengan mendengarnya makhluk. Tentang kaifiyahnya ( bagaimana Allah mendengar ) maka tak boleh kita pertanyakan. Cukup kita yakini bahwa Allah Maha Mendengar. Karena Allah berbeda dengan makhluk.


(6)

IV.

Akhlak Kepada Rasulullah SAW

A.

Melaksanakan Ajarannya

B.

Berpegang teguh kepada Alquran dan Hadits

C.

Taat

D.

Senantiasa Bersalawat dan salam

E.

Ziarah

V.

Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai

Mahasiswa

VI. Kesimpulan

VII. Daftar Pustaka

[1] KBBI, 2013