BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Akuntansi Positif - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Akuntansi Positif

  Teori akuntansi positif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen dalam memilih prosedur akuntansi yang optimal dan mempunyai tujuan tertentu. Menurut teori akuntansi positif, prosedur akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan tidak harus sama dengan yang lainnya, namun perusahaan diberi kebebasan untuk memilih salah satu alternatif prosedur yang tersedia untuk meminimumkan biaya dan memaksimalkan nilai perusahaan. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan dan memaksimumkan kepuasaan perusahaan tersebut merupakan tindakan oportunis. Jadi, tindakan oportunis adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan dan memaksimumkan kepuasan perusahaan. Dari hal tersebut ada berbagai motivasi yang mendorong untuk mendapatkan laba semaksimum mungkin. Salah satu cara yang ditempuh manajer adalah dengan menyesuaikan antara metode akuntansi persedian yang digunakan dengan kondisi ekonomi yang sedang terjadi sehingga dapat meningkatkan laba atau menurunkan laba untuk mengurangi pajak yang harus dibayarkan. Dalam penelitian Watts dan Zimmerman (1989) yang dihubungkan dengan tindakan oportunis membuat tiga hipotesis mengenai pemilihan metode akuntansi yaitu: a.

  Hipotesis program bonus (Bonus plan hypothesis) Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan bonus plan akan cenderung untuk menggunakan metode-metode akuntasi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan bonus yang akan mereka peroleh, karena seberapa besar tingkat laba yang dihasilkan seringkali dijadikan dasar dalam mengukur keberhasilan kinerja. Jika besarnya bonus tergantung besarnya laba, maka perusahaan tersebut dapat meningkatkan bonusnya dengan meningkatkan laba setinggi mungkin.

  b.

  

Hipotesis perjanjian hutang (Debt convenant hypothesis)

  Dengan adanya perjanjian hutang (Debt convenant), manajer akan memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindarkan perusahaan melanggar kontrak hutang, karena pelanggran kontrak yang dilakukan dapat mengakibatkan timbulnya suatu biaya serta dapat menghambat kinerja manajemen sehingga dengan meningkatkan laba, manajer berusaha untuk mencegah atau setidaknya menunda hal tersebut dan salah satu cara untuk meningkatkan laba adalah ,menggunakan metode persediaan FIFO.

  c.

   Hipotesis biaya politik (Political cost hypothesis)

  Dalam hipotesis ini menyatakan semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena perusahaan yang memiliki tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas dari kalangan konsumen dan media yang nantinya akan menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, di antaranya adalah muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi dan berbagai macam tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis. Hal ini menjadikan manajer cenderung menerapkan metode rata-rata karena metode rata- rata menghasilkan laba lebih kecil dibandingkan dengan FIFO.

2.1.2. Hipotesis Ricardian (Hipotesis Pajak)

  Menurut Classical Ricardian tujuan utama manajer yaitu untuk memaksimalkan nilai perusahaan yang dilakukan dengan cara meminimalkan biaya pajak. Untuk mencapai tujuannya perusahaan atau manajer akan memilih metode akuntansi persediaan yang dapat meminimalkan labanya, sehingga perusahaan dapat melakukan penghematan pajak. Dalam hal ini, maka manajer akan memilih metode akuntansi rata-rata sebagai jalan untuk dapat menghemat pengeluaran perusahaan dalam pajak

2.2. Persediaan

  Menurut PSAK No.14 (2012) tentang persediaan adalah aset: a. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, b. dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, dan c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

  Menurut Kieso, dkk (2008:402) persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual.

2.2.1. Metode Pencatatan Persediaan

  Terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan yaitu sistem pencatatan persediaan periodik dan sistem pencatatan persediaan perpetual (Kieso, dkk 2008:404).

1. Sistem pencatatan periodik

  Dalam sistem persediaan periodik (periodic inventory system), rincian persediaan barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus menerus dalam satu periode. Harga pokok penjualan barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi. Pada saat itu, dilakukan perhitungan persediaan secara periodik untuk menentukan harga pokok barang yang tersedia (persediaan barang dagang). Untuk menentukan harga pokok penjualan dalam sistem periodik, diharuskan: a. menentukan harga pokok barang yang tersedia pada awal periode (cost of goods on hand), b. menambahkannya pada harga pokok barang yang dibeli (cost

  of goods purchased) , c.

  mengurangkannya dengan harga pokok barang yang tersedia pada akhir periode akuntansi (Kieso dkk, 2008:404)

2. Sistem pencatatan perpetual

  Dalam sistem persediaan perpetual (perpetual inventory system) secara terus-menerus melacak perubahan akun persediaan. Yaitu, semua pembelian dan penjualan (pengeluaran) barang dicatat secara langsung ke persediaan pada saat terjadi. Karakteristik akuntansi dari sistem persediaan perpetual adalah: a.

  Pembelian barang dagang untuk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi didebet ke persediaan dan ke pembelian.

  b. biaya transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, serta diskon pembelian didebet ke persediaan dan bukan ke akun terpisah.

  c. harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan mendebet akun harga pokok penjualan, dan mengkreditkan persediaan.

  d. persediaan merupakan akun pengendali yang didukung oleh buku besar pembantu yang berisi catatan persediaan individual.

  Buku besar pembantu memperlihatkan kuantitas dan biaya dari setiap jenis persediaan yang ada ditangan. (Kieso dkk, 2008:405)

2.2.2. Metode Akuntansi Persediaan

  Metode persediaan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu identifikasi khusus, rata-rata, FIFO, dan LIFO.

  1. Identifikasi Khusus Metode identifikasi khusus (specific identification) digunakan dengan cara mengidentifikasi setiap barang yang dijual dan setiap barang dalam pos persediaan. Biaya barang- barang yang telah terjual dimasukkan dalam harga pokok penjualan, sementara biaya barang-barang khusus yang masih berada di tangan dimasukkan pada persediaan. Metode ini hanya bisa digunakan dalam kondisi yang memungkinkan perusahaan memisahkan pembelian yang berbeda yang telah dilakukan secara fisik. Metode ini dapat diterapkan dengan baik dalam situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan (Kieso dkk, 2008:416).

  2. Metode Rata-rata Dalam metode rata-rata menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama satu periode. Menurut Warren (2008:462), pada sistem periodik, metode ini disebut metode rata-rata tertimbang (weighted average method) dan pada sistem perpetual dikenal dengan nama metode rata-rata bergerak (moving average method). Keterbatasan dalam metode rata-rata adalah nilai persediaan secara terus menerus mengandung pengaruh dari kos paling awal dan nilai-nilai tersebut bisa mempunyai lag yang signifikan di belakang

  

current price dalam periode yang mengalami perubahan harga

yang cepat, naik atau turun.

  3. Metode FIFO ( First in first out) Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang yang digunakan sesuai dengan urutan pembeliannya. Metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama dibeli adalah barang yang pertama digunakan atau dijual. Karena itu, persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling terakhir. Dalam kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual ataupun periodik. Hal ini disebabkan karena yang menjadi bagian dari harga pokok perjualan adalah barang-barang yang dibeli terlebih dahulu, dan karenanya dikeluarkan lebih dulu, terlepas dari apakah harga pokok perjualan dihitung seiring barang yang dijual sepanjang periode akuntansi (sistem perpetual) atau sebagai residu pada akhir periode akuntansi (sistem periodik) (Keiso, dkk, 2008:418).

  Keunggulan FIFO adalah mendekatkan persediaan akhir dengan biaya berjalan. Karena barang pertama yang dibeli adalah barang yang akan pertama keluar, maka nilai persediaan akhir akan terdiri dari persediaan akhir, terutama jiaka laju perputaran persediaan cepat. Pendekatan ini umumnya menghasikan nilai persediaan akhir di neraca yang mendekati biaya pengganti (replacement cost) jika terjadi perubahan harga sejak pembelian barang paling terakhir.

  Kelemahan dari FIFO adalah biaya berjalan tidak ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi. Biaya pembelian awal dibebankan ke pendapatan paling akhir yang mengarah pada distori laba kotor dan laba bersih (Kieso, dkk, 2008:419).

4. LIFO (Last in First Out)

  Metode masuk terakhir, keluar pertama (last in-fist out) didasarkan pada asumsi bahwa barang paling baru yang terjual. Metode LIFO menandingkan biaya dari barang-barang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Jika yang digunakan adalah persediaan periodik, maka akan diasumsikan bahwa biaya dari total kuantitas yang terjual/ dikeluarkan selama satu bulan berasal dari pembelian akhir. Jika yang digunakan adalah sistem persediaan perpetual baik dalam kuantitas maupun nilai dollar, aplikasi metode LIFO akan menghasilkan nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan berbeda (Kieso, dkk, 2008:420).

  Metode LIFO memiliki kelebihan sebagai berikut: (1) adanya keuntungan pajak, (2) pengukuran laba yang lebih baik, (3) memperbaiki aliran kas, dan (4) adanya future earning

  hedge , yaitu laba perusahaan pada masa yang akan datang tidak

  terpengaruh oleh penurunan harga. Sedangkan kelemahan adalah : (1) memperkecil laba, (2) penyajian persediaan di neraca terlalu rendah (underestimate), (3) tidak mencerminkan arus fisik persediaan, (4) tidak mengukur laba berdasarkan

  current cost (Kieso, dkk, 2002:420).

2.2.3. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

  Pada penelitian ini pemilihan metode akuntansi persediaan mengacu pada pada PSAK 14 (Revisi, 2008) yang menyatakan bahwa diberlakukannya dua metode akuntansi persediaan yaitu First In First Out (FIFO), rata-rata tertimbang (Weighted Average). Pada awal, PSAK 14 (1994) ada tiga metode yang diakui yaitu FIFO, LIFO, dan metode rata-rata. Sejak tahun 2009 PSAK Indonesia melarang metode LIFO yang digunakan oleh perusahaan karena sedikit demi sedikit mulai mengadopsi IFRS (Internasional Financial Reporting Standar) yang dikeluarkan oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang bertujuan untuk mengharmonisasikan standar akuntansi internasional. Senada dengan itu Undang-undang Pajak Penghasilan No.

  36 Thn 2008 yang juga hanya memperbolehkan perusahaan menggunakan metode FIFO dan rata-rata dan tidak menggunakan metode LIFO. Ada beberapa alasan larangan penggunaaan metode LIFO yaitu: a.

  Penggunaan LIFO lebih banyak dimaksudkan untuk menghindari (menunda) kewaiban pajak terutama ketika inflasi daripada untuk kepentingan ekonomi. Secara teori memang kewajiban pajak tersebut hanya tertunda sementara, namun selama terus terjadi inflasi, maka penundaan pajak tersebut akan tetap dan mungkin bertambah yang kemudian akan menyebabkan penundaan pajak menjadi permanent.

  b.

  LIFO Reserve yang disajikan dalam laporan keuangan sering kali dinilai lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi. Ada indikasi kecurangan yang dinilai oleh para analis pajak. Hal ini menyebabkan LIFO semakin dinilai hanya mengejar keuntungan tax-saving. Oleh karena itu, para analis pajak tersebut, berpendapat bahwa LIFO sebaiknya dihapuskan.

2.3. Ukuran Perusahaan

  Menurut Brigham dan Houston (2001:50), “ukuran perusahaan adalah rata- rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian”. Ketentuan untuk ukuran perusahaan diatur dalam UU RI No. 20 Tahun 2008. Peraturan tersebut menjelaskan 4 jenis ukuran perusahaan yang dapat dinilai dari jumlah penjualan dan asset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Keempat jenis ukuran tersebut antara lain: a.

  Perusahaan dengan usaha ukuran mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih ≤

  Rp. 50.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan ≤ Rp. 300.000.000,-.

  b.

  Perusahaan dengan usaha ukuran kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp. 50.000.000,- sampai Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 300.000.000,- sampai dengan Rp. 2.500.000.000,- c. Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp. 500.000.000,- sampai Rp. 10.000.000.000,-

  (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp.2.500.000.000,- sampai dengan Rp.50.000.000.000,-.

  d.

  Perusahaan dengan usaha ukuran besar, memiliki kekayaan bersih ≥ Rp. 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan

  ≥ Rp. 50.000.000.000,-. Pada perusahaan yang menggunakan metode persediaan FIFO, ukuran perusahaan yang dimiliki lebih rendah daripada perusahaan yang menggunakan metode persediaan LIFO (Cushing & LeClere, 1992). Pada kondisi adanya perubahan harga, maka manajer persediaan dapat mengganti dengan metode yang sesuai dengan harga yang terjadi, karena pada perusahaan besar manajer mempunyai keahlian dan spesialisasi yang lebih jika dibandingkan dengan perusahaan kecil, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mukhlasin (2001). Menurut Mukhlasin (2001), perusahaan yang lebih besar menyukai metode penilaian persediaan yang dapat menunda pelaporan laba. Kondisi ini ada dengan asumsi bahwa transfer kekayaan bagi perusahaan besar relatif lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Transfer kekayaan yang secara langsung dilakukan adalah pembayaran pajak lebih kecil dibandingkan ketika perusahaan menggunakan metode FIFO. Kecenderungan metode penilaian persediaan yang digunakan perusahaan besar adalah metode rata-rata yang dapat menurunkan laba. Ukuran perusahaan bertentangan dengan hasil Niehaus (1989) tidak menemukan bukti signifikan atas pengaruh ukuran perusahaan terhadap pemilhan metode akuntansi persediaan, karena sampel yang digunakan kurang bervariasi.

  2.4. Rasio Lancar Rasio lancar menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban- kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya (Harahap, 2012:301). Menurut Crushing & Le Clere (1992), bahwa perusahaan yang memilik rasio rendah akan memilih metode FIFO untuk menaikkan rasio lancarnya dan meningkatkan labanya sehingga dapat menunjukkan kinerja perusahaan yang baik dan sedangkan perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi akan memilih metode rata-rata yang dapat memberikan tingkat laba yang rendah dengan tujuan untuk melakukan penghematan pajak.

2.5. Financial Leverage

  Menurut Kasmir (2008:159), “financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membayar hutang jangka panjang dengan kekayaan yang dimilikinya”. Menurut Taqwa (2001), jumlah hutang yang besar dalam struktur modal perusahaan akan menyebabkan perusahaan lebih memilih metode yang menaikkan laba yaitu metode persediaan FIFO karena akan menurunkan kemungkinan perusahaan mengalami technical default melanggar perjanjian hutang. Sebaliknya, ketika perusahaan memiliki tingkat financial leverage rendah, maka perusahaan dapat menggunakan metode akuntansi persediaan yang menurunkan laba yaitu metode rata-rata agar dapat menghemat pajak.

  2.6. Intensitas Persediaan

  Perputaran persediaan adalah rasio antara harga pokok penjualan dengan rata- rata persedian, yang menunjukkan berapa kali dana yang tertanam dalam persediaan tersebut berputar dalam satu tahun. Semakin besar perputaran persediaan berarti dana yang tertanam berputar lebih cepat sehingga menunjukkan keadaan yang menguntungkan dan menunjukkan perusahaan tersebut efektif dan efisien dalam mengelola persediaannya (Niswonger, 1999:379). Menurut Lee dan Hsieh (1985) menyatakan bahwa perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan efisiensi manajemen persediaan. Pilihan metode akuntansi persediaan yang digunakan oleh perusahaan, metode LIFO menghasilkan nilai persediaan akhir pada neraca yang lebih rendah dan harga pokok penjualan yang lebih tinggi, yang berarti perusahaan dengan metode LIFO mempunyai inventory

  

turn over yang lebih tinggi dan hari perputaran persediaan yang lebih rendah

  dibandingkan perusahaan yang menggunakan metode FIFO. Sedangkan perusahaan yang menggunakan metode rata-rata akan menghasilkan perputaran persediaan yang berada diantara kedua metode tersebut. Sedangkan apabila dibandingkan dengan metode rata-rata, perputaran persediaan dengan metode FIFO akan lebih tinggi.

  2.7. Struktur Kepemilikan

  Struktur kepemilikan merupakan perbandingan persentase kepemilikan saham di suatu perusahaan. Kepemilikan saham di perusahaan dapat dibedakan menjadi kepemilikan institusi atau perusahaan dan kepemilikan manajerial. Manajer merupakan pengelola perusahaan yang dipercayakan pemilik perusahaan. Menurut Taqwa (2001), pemilihan metode akuntansi persediaan antara manajer dengan pemilik akan timbul konflik kepentingan. Masing-masing pihak berusaha memaksimalkan kesejahteraannya. Pemilik memilih metode rata-rata, manajer akan memilih FIFO agar memperoleh laba yang besar sehingga kompensasi atau bonus yang akan diterima juga akan menjadi besar.

  Konflik yang terjadi antara manajer dan pemegang saham sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan dapat diselesaikan jika manajemen juga mempunyai juga mempunyai kepemilikan di dalam perusahaan. Bila manajer memiliki persentase kepemilikan saham kecil, cenderung memilih FIFO yang memberikan laba lebih besar, sehingga bonus yang diterima juga menjadi besar. Sebaliknya bila manajer memiliki saham dengan persentase lebih besar, akan memilih metode yang bisa memperoleh tax saving (penghematan pajak) yaitu metode rata-rata (Taqwa, 2001)

2.8. Variabilitas Persediaan

  Taqwa (2001) menyatakan bahwa variabilitas perusahaan merupakan variasi dari nilai persediaan pada suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai nilai persediaan yang relatif stabil, maka pengaruh terhadap variasi laba akan kecil, sedangkan pada perusahaan yang mempunyai nilai persediaan yang bervariasi setiap tahun maka laba yang dihasilkan juga akan bervariasi setiap tahun. Perusahaan dengan variasi persediaan kecil bisa memilih menggunakan metode rata-rata. Dengan menggunakan metode rata-rata akan menghasilkan laba yang lebih rendah dan perusahaan akan memperoleh keuntungan penghematan pajak bila dibandingkan dengan metode FIFO. Sedangkan, pada perusahaan yang variasi persediaannya yang tinggi akan menggunakan metode FIFO sehingga laba perusahaan menjadi lebih besar (Taqwa, 2001). Mukhlasin (2001) juga mengemukakan bahwa metode akuntansi persediaan rata-rata mempunyai variabilitas yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan FIFO. Investor cenderung memilih metode rata-rata disebabkan karena nilai persediaan akhir yang dihasilkan oleh perusahaan relatif stabil, sehingga investor memiliki kemampuan untuk memprediksi dan membuat keputusan ekonomi yang tepat dibandingkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO, dimana metode tersebut akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang lebih bervariasi karena pengaruh perubahan harga.

2.9. Variabilitas Harga Pokok Penjualan

  Variabilitas harga pokok penjualan menunjukkan harga pokok atas sejumlah barang yang dijual selama periode akuntansi tertentu yang mencerminkan operasional perusahaan dalam mengelola persediaan. Pada kondisi inflasi (perubahan harga) selain akan berpengaruh terhadap nilai akhir persediaan juga akan berpengaruh pada harga pokok pernjualan (Kieso, 2008). Perubahan harga penjualan akan berdampak pada net income perusahaan. Dengan adanya perubahaan harga, pemilihan metode persediaan yang berdasarkan harga pokok akan memberikan pengaruh yang berbeda pada neraca dan persediaan akhir. Muklasin (2001), menyatakan bahwa metode FIFO pada kondisi inflasi akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih kecil, hal ini disebabkan penilaian atau pengakuan harga pokok penjualan berupa harga awal. Dengan variabilitas harga pokok penjualan yang rendah yaitu menggunakan metode FIFO sehingga menghasilkan laba yang tinggi dan metode rata-rata menghasilkan variabilitas yang lebih besar sehingga menghasilkan laba yang relatif rendah dan dapat penghemat pajak (tax saving).

2.10. Variabilitas Laba Akuntansi

  Variabilitas laba perusahaan akuntansi merupakan kondisi terjadinya perubahan dari ukuran kinerja perusahaan selama satu periode. Laba yang tinggi mengindikasikan harga saham perusahaan yang tinggi sehingga memotivasi investor menanamkan sahamnya di perusahaan. Laba yang rendah menunjukkan harga saham yang rendah dan kurang mendorong investor menanamkan modalnya tetapi pajak yang dibayarkan perusahaan rendah. Penggunaan metode penilaian FIFO menyebabkan laba yang dihasilkan akan tinggi. Dengan laba yang tinggi akan menarik para investor untuk berinvestasi. Penggunaan metode rata-rata menyebabkan laba yang dihasilkan akan rendah. Dengan laba yang rendah maka pajak yang harus dibayar perusahaan juga rendah. Mukhlasin, (2001) mengemukakan variabilitas laba akuntansi dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan, secara internal variabilitas ini dibentuk oleh kebijakan perusahaan baik yang berkaitan dengan teknik operasional perusahaan maupun kebijakan akuntansi perusahaan sedangkan secara eksternal kondisi ekonomi baik berupa inflasi maupun kebijakan pemerintah. Perbedaan variabilitas laba akuntansi antara metode FIFO dan rata-rata mengharuskan manajer memilih metode yang dapat menghasilkan smoothing income dan dapat memperkecil biaya pajak yang harus dibayarkan. Metode rata-rata akan menghasilkan laba akuntansi yang cenderung lebih stabil dan lebih kecil dibandingkan dengan metode FIFO sedangkan metode FIFO jika terjadi perubahan harga akan menghasilkan laba dengan variabilitas yang tinggi. Untuk alasan smoothing income maka manajer akan memilih metode rata-rata dibandingkan dengan metode FIFO (Mukhlasin, 2001)

2.11. Estimasi Penghematan Pajak

  Pajak merupakan salah satu kewajiban yang harus dibayarkan perusahaan kepada Negara, sehingga untuk mengurangi pajak banyak perusahaan melakukan berbagai cara demi penekanan pajak yang rendah. Salah satu cara perusahaan untuk menekan pajak adalah dengan pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Penghematan pajak menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan metode akuntansi persediaan.

  PSAK 14 (2008) sebelum dilakukan revisi terdapat 3 metode akuntansi persediaan yang diakui yaitu metode First In First Out (FIFO), metode Last In

  

First Out (LIFO), dan metode rata-rata, setelah adanya revisi metode akuntansi

  yang diakui hanya metode FIFO dan metode rata-rata. PSAK 14 (2008) ini didasari oleh peraturan perpajakan Indonesia. Dalam peraturan perpajakan yang tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2008 metode LIFO sudah tidak diakui. Dalam perpajakan metode LIFO dianggap hanya membuat kerugian bagi negara karena dengan menggunakan metode LIFO, laba yang dihasilkan perusahaan akan semakin kecil yang berakibat pajak yang dibayarkan akan semakin kecil.

  Penghematan pajak menjadi faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam dalam mencapai laba, dimana tujuan yang hendak dicapai manajemen adalah memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meminimalkan biaya pajak namun tetap dalam kendala hukum pajak. Apabila perusahaan menggunakan metode FIFO maka perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode rata-rata sehingga perusahaan tidak dapat melakukan penghematan pajak. Sebaliknya apabila perusahaan menggunakan metode rata-rata maka perusahaan akan menghasilkan pajak laba yang lebih rendah dan dapat melakukan penghematan pajak.

2.12. Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian terdahulu tentang pemilihan metode akuntansi persediaan telah dilakukan, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan diantaranya adalah Niehaus (1989) menguji struktur kepemilikan dan pemilihan metode persediaan. Penelitian ini menghasilkan bahwa struktur kepemilikan dan variabilitas persediaan secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan sedangkan ukuran perusahaan dan financial leverage tidak signifikan terhadap pemilihan metode persediaan.

  Cushing dan Le Clere (1992) juga melakukan penelitian mengenai

  pemilihan metode akuntansi dan ia menggunakan variabel estimasi penghematan pajak, materialitas persediaan, variabilitas persediaan, inventory

  

obsolence , ukuran perusahaan, leverage dan current ratio. Hasil

  penelitiannya menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlasin (2001), menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode persedian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode tahun 1995-1999 dan pengaruhnya terhadap earning price ratio. Penelitian ini menghasilkan ukuran perusahaan, intensitas modal, intensitas persediaan, dan variabilitas harga pokok perjualan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan, sedangkan variabilitas persediaan dan variabilitas laba akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Taqwa (2001) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode persediaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menghasilkan bahwa ukuran perusahaan dan variabilitas persediaan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pemilihan metode persediaan sedangkan struktur kepemilikan,

  

financial leverage dan rasio lancar tidak berpengaruh secara signifikan pada

  pemilihan metode persediaan. Hasil penelitian tersebut disebabkan oleh adanya keterbatasan periode penelitian yang dilakukan oleh Taqwa, hal ini berarti bahwa semakin lama periode pengamatan akan memberikan hasil yang lebih baik.

  Penelitian yang dilakukan oleh Metallia (2007), penelitan ini menguji pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan terhadap pemilihan metode persediaan pada perusahaan manufaktur go

  

public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menghasilkan struktur

  kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan baik secara parsial maupun simultan.

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Variabel yang digunakan Hasil Penelitan

  Niehaus (1989)

  Ownership Structure and Inventory method Choice

  Kepemilikan manajemen, Ukuran perusahaan, Variabilitas persediaan, dan

  Financial Leverage

  Kepemiliakan manajemen dan Variabilitas persediaan berpengaruh secara signifikan pada pemilihan metode persediaan. Sedangkan ukuran perusahaan dan Leverage tidak berpengaruh secara signifikan pada pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Cushing dan Le Clere (1992)

  Evidence on the Determinants of Inventory Accounting Policy Choice

  Estimasi Penghematan pajak, Materialitas persediaan, Variabilitas persediaan, Inventory obsolence, Ukuran perusahaan, Leverage dan Current ratio .

  Estimasi Penghematan pajak, Materialitas persediaan, Variabilitas persediaan, Inventory obsolence, Ukuran perusahaan, Leverage dan

  Current ratio secara

  signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Mukhlasin (2001)

  Analisis pemilihan metode akuntansi persediaan dan dampaknya terhadap Earning Price Ratio

  Variabiltias laba akuntansi, Variabilitas persediaan, Ukuran perusahaan,Intensitas persediaan, Variabiltias HPP.

  Ukuran perusahaan, Intensitas persediaan dan Variabilitas HPP berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Sedangkan Variabilitas laba akuntansi, Variabilitas persediaan, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Salma Taqwa (2001)

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan pada perusahaan manufaktur di BEJ.

  Ukuran perusahaan, Struktur kepemilikan,

  Financial Leverage ,

  Variabilitas persediaan dan Rasio lancar.

  Ukuran perusahaan, Variabilitas persediaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Sedangkan Struktur kepemilikan,

  Financial Leverage , dan Rasio Lancar

  tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Sri Rezeki Metallia (2007)

  Analisis pengaruh Struktur kepemilikan, Ukuran perusahaan dan Rasio perputaran persediaan terhadap pemilihan metode persediaan pada perusahaan Manufaktur Go

  Public di Bursa

  Efek Jakarta Struktur kepemilikan, Ukuran perusahaan dan Rasio perputaran persediaan.

  Struktur kepemilikan, Ukuran perusahaan dan Rasio perputaran persediaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan baik secara parsial maupun simultan.

2.13. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

  Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan dapat dilihat dari gambar dibawah ini: H1

  Ukuran Perusahaan(X1) H2

  Financial Leverage (X2) H3

  Intensitas Persediaan (X3)

  H4 Metode Akuntansi Persediaan

  Rasio Lancar (X4) (Y)

  H5 Struktur Kepemilikan

  (X5) H6

  Variabilitas Persediaan (X6)

  H7 Variabilitas Laba

  Akuntansi (X7) H8

  Variabilitas Harga Pokok Penjualan (X8) Estimasi Penghematan H9

  Pajak (X9)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan di lihat dari total penjualan suatu perusahaan. Menurut Watt dan Zimmerman (1989) perusahaan yang lebih besar menyukai metode penilaian persediaan yang dapat menunda pelaporan laba. Kondisi ini ada dengan asumsi bahwa transfer kekayaan bagi perusahaan besar relatif lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Transfer kekayaan yang secara langsung dilakukan adalah pembayaran pajak lebih kecil dibandingkan ketika perusahaan menggunakan metode FIFO. Karena itu perusahaan besar akan memilih metode yang bisa mengurangi laba dilaporkan dengan menggunakan metode rata-rata sehingga dapat memperoleh penghematan pajak. Ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Dalam penelitian Mukhlasin (2001) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode persediaan akuntansi. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Rasio lancar dapat mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Semakin tinggi tingkat rasio lancarnya, maka kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya juga akan semakin besar. Oleh karena itu, ketika rasio lancarnya rendah, perusahaan akan memilih metode FIFO untuk menaikkan rasio lancarnya dan menaikkan labanya. Dalam penelitian Crushing Le Clere (1992) menunjukkan bahwa rasio lancar berpengaruh dalam pemilihan metode akuntansi persediaan. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H2 : Rasio lancar berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntasi persediaan.

  Financial Leverage dapat mempengaruhi pemilihan metode akuntansi.

  Apabila perusahaan mempunyai tingkat financial leverage yang tinggi maka perusahaan akan berusaha memilih metode akuntansi persediaan yang bisa menaikkan laba yaitu metode FIFO. Perusahaan dengan financial leverage tinggi berarti perusahaan tersebut mempunyai hutang besar sehingga resiko dan biaya atas perusahaan juga tinggi. Sebaliknya, ketika perusahaan memiliki tingkat

  

financial leverage rendah, maka perusahaan dapat menggunakan metode

  akuntansi persediaan yang menurunkan laba yaitu metode rata-rata agar dapat menghemat pajak. Dalam penelitian yang dilakukan Crushing dan Le Clere (1992) menunjukkan bahwa financial Leverage berpengaruh signifikan dalam pemilihan metode akuntansi persediaan. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H3 : Financial Leverage berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Intensitas persediaan atau rasio perputaran persediaan dipengaruhi oleh metode akuntansi persediaan. Metode rata-rata menghasilkan nilai persediaan akhir pada neraca lebih rendah dan harga pokok penjualan yang lebih tinggi maka mengindikasikan adanya inventory turn over yang tinggi. Sedangkan metode FIFO menghasilkan harga pokok penjualan yang rendah dan persediaan akhir yang tinggi sehingga menghasilkan inventory turnover yang rendah. Ketika persediaan tinggi, maka manajer akan memilih metode rata-rata agar persediaan menjadi kecil dari pada menggunakan metode FIFO. Hal ini dilakukan agar kinerja manajer dalam mengelola persediaan dianggap baik oleh perusahaan karena semakin rendah persediaan, maka semakin efisien dalam pengelolaan persediaan. Penelitian Mukhlasin (2001) bahwa intensitas persediaan berpengaruh signifikan dalam pemilihan metode akuntansi persediaan. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H4 : Intensitas persediaan berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Struktur kepemilikan dalam perusahaan sering menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen perusahaan dengan pemegang saham. Taqwa (2001) menyatakan bahwa pemilik dan manajer akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan masing-masing. Pemilik (share holder) akan memilih metode rata- rata. Sedangkan manajer akan memilih menggunakan metode FIFO agar memperoleh laba yang besar sehingga kompensasi yang akan diterima juga akan menjadi besar. Dalam penelitian Niehaus (1989) dan Metallia (2007)menunjukkan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H5 : Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Variabilitas persediaan merupakan nilai persediaan. Semakin kecil variasi nilai persediaan maka variasi terhadap laba juga akan kecil. Variabilitas persediaan dapat mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Karena pemiihan metode persediaan yang berbeda akan menghasilkan nilai persediaan yang berbeda. Ketika perusahaan ingin menaikkan laba, maka perusahaan dapat menggunakan metode FIFO. Ketika perusahaan ingin menurunkan laba agar laporan keuangan terlihat rata dan mengurangi biaya pajak, maka metode persediaan yang digunakan adalah metode rata-rata. Dari penelitian Cushing dan LeClere (1992) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki variasi persediaan tinggi menggunakan metode persediaan FIFO. Sedangkan perusahaan yang memiliki variasi persediaan rendah menggunakan metode persediaan LIFO. Penelitian Taqwa (2001) menunjukkan bahwa variabilitas persediaan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H6 : Variabilitas persediaan berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Variabilitas harga pokok penjualan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Ketika terjadi inflasi, maka penggunaan metode FIFO memberikan laba yang lebih besar terhadap perusahaan. Sebaliknya, untuk perusahaan yang ingin mengurangi biaya pajaknya, maka perusahaan dapat meggunakan metode rata-rata agar harga pokok penjualan semakin besar sehingga labanya akan semakin kecil. Dalam penelitian Muklasin (2001) menunjukkan bahwa variabilitas harga pokok penjualan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  H7: Variabilitas harga pokok penjualan berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Variabilitas laba akuntansi antara metode FIFO dan rata-rata mengharuskan manajer memilih metode yang dapat menghasilkan smoothing income dan dapat memperkecil biaya pajak yang harus dibayarkan. Metode rata-rata akan menghasilkan laba akuntansi yang cenderung lebih stabil dan lebih kecil dibandingkan dengan metode FIFO sedangkan metode FIFO jika terjadi perubahan harga akan menghasilkan laba dengan variabilitas yang tinggi. Untuk alasan smoothing income maka manajer akan memilih metode rata-rata dibandingkan dengan metode FIFO. Manajemen perusahaan akan berupaya untuk meningkatkan kekayaannya dalam bentuk penghasilan, penggunaan metode FIFO dalam kondisi inflasi disukai oleh manajemen karena akan menghasilkan laba besar, dimana laba merupakan indikator keberhasilan manajer. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H8: Variabilitas laba akuntansi berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  Penghematan pajak menjadi faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam dalam mencapai laba, dimana tujuan yang hendak dicapai manajemen adalah memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meminimalkan biaya pajak namun tetap dalam kendala hukum pajak. Apabila perusahaan menggunakan metode FIFO maka perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode rata-rata sehingga perusahaan tidak dapat melakukan penghematan pajak. Sebaliknya apabila perusahaan menggunakan metode rata-rata maka perusahaan akan menghasilkan pajak laba yang lebih rendah dan dapat melakukan penghematan pajak. Berdasarkan asumsi diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H9 : Estimasi penghematan pajak berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

  .

  . .

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi TimelinessPelaporan Keuangan pada Perusahaan Go Public Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

3 95 126

Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

11 95 83

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013

11 128 94

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank BUMN yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Modal Kerja - Pengaruh Penggunaan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Trade-Off Theory - Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Net Profit Margin pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Profitabilitas 2.1.1.1. Pengertian Profitabilitas - Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan Dividen - Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Akuntansi Positif (Accounting Positive Theory) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

0 0 23