Masalah 1: Hukum Menyimpan Uang di Bank

  

Permasalahan Seputar Riba

  

Pe n u lis: Al- Ust a dz Abu Abdilla h M uh a m m ad Afifu ddin

Masalah 1: Hukum Menyimpan Uang di Bank Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (13/345):

  

“ Menyimpan uang di bank dan semisalnya dengan permintaan atau tempo tertentu untuk mendapatkan bunga

sebagai kompensasi dari uang yang dia tabung adalah haram.

(Demikian juga) menyimpan uang tanpa bunga di bank-bank yang bermuamalah dengan riba adalah haram,

sebab ada unsur membantu bank tersebut bermuamalah dengan riba dan menguatkan mereka untuk

memperluas jaringan riba. Kecuali bila sangat terpaksa karena khawatir hilang atau dicuri, sementara tidak

ada cara lain kecuali disimpan di bank riba. Bisa jadi dia mendapatkan rukhshah (keringanan) dalam kondisi

seperti ini karena darurat…”

Ja w a ba n se na da j u ga disa m pa ik a n seca r a k h u sus ole h Asy- Sya ik h Abdu l Aziz bin Baz

r a h im a h u lla h . Liha t Fa t a w a I bn Ba z ( 2 / 1 9 4 ) da n Fa t a w a Bu yu ’ ( ha l. 1 2 7 ) . Pe r ik sa pu la

Fa t a w a Al- Laj n a h ( 1 3 / 3 4 6 - 3 4 7 , da n 1 3 / 3 7 6 - 3 7 7 ) . Masalah 2: Apakah Bunga Bank termasuk Riba? Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (13/396-397):

  “ Riba dengan kedua j enisnya: fadhl dan nasi` ah, adalah haram berdasarkan Al- Kit ab, As- Sunnah, dan ij m a’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an:

  ﹰﺔﹶﻔﻋﺎﻀﻣ ﺎﹰﻓﺎﻌﺿﹶﺃ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﺍﻮﹸﻠﹸﻛﹾﺄﺗ ﹶﻻ ﺍﻮﻨﻣﺁ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ ﺎﻳ “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)

  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an pula:

  ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻡ ﺮﺣﻭ ﻊﻴﺒﹾﻟﺍ ُﷲﺍ ﱠﻞﺣﹶﺃﻭ “ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an j uga:

   . ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ِﷲﺍ ﻦﻣ ﹴﺏﺮﺤﹺﺑ ﺍﻮﻧﹶﺫﹾﺄﹶﻓ ﺍﻮﹸﻠﻌ ﹾﻔﺗ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﻦﻴﹺﻨﻣﺆﻣ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥﹺﺇ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻦﻣ ﻲﻘﺑ ﺎﻣ ﺍﻭﺭﹶﺫﻭ َﷲﺍ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍ ﺍﻮﻨﻣﺁ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ ﺎﻳ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian

orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah

dan Rasul-Nya akan memerangi kalian." (Al-Baqarah: 278-279)

  Disebut kan dalam hadit s yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam m elaknat pem akan riba, yang m em beri riba, penulis, dan kedua saksinya. Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

  ٌﺀﺍﻮﺳ ﻢﻫ “ Mereka semua sama.”

  Dengan dem ikian diket ahui bahwa bunga yang diberikan kepada nasabah berupa persent ase dari uang pokoknya, baik it u per pekan, bulanan at au t ahunan, sem uanya t erm asuk riba haram yang t erlarang secara syar’i, baik persent ase ini berflukt uat if m aupun t idak (suku bunga flat ) ….”

  

Al-Lajnah Ad-Da`imah juga pernah ditanya: “ Apa hukum penam bahan nom inal yang diam bil oleh

  bank?” Mereka m enj awab ( 13/ 349) : “ Faedah ( bunga) yang diam bil bank dari nasabah dan bunga yang diberikan bank kepada nasabah adalah riba yang t elah t et ap ( past i) keharam annya berdasarkan Al- Kit ab, As- Sunnah, dan ijm a’.”

Masalah 3: Bolehkah Mengambil Bunga Bank (Riba)? Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (13/354-355):

  “ Bunga hart a y ang riba adalah haram . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an:

  ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻡﺮﺣﻭ ﻊﻴﺒﹾﻟﺍ ُﷲﺍ ﱠﻞﺣﹶﺃﻭ “ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

  Waj ib at as pihak yang di t angannya ada sesuat u dari bunga t ersebut unt uk berlepas diri darinya, dengan cara m enginfakkannya unt uk hal yang berm anfaat bagi kaum m uslim in. Di ant aranya adalah m em bangun j alan, m em bangun sekolah, dan m em berikannya kepada faqir m iskin. Adapun m asjid, t idak boleh dibangun dari hart a riba. Dan t idak diperbolehkan bagi seorangpun unt uk m engam bil bunga bank, t idak pula t erus- m enerus m engam bilnya….”

  

Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mempunyai fatwa yang panjang tentang

masalah ini. Kita nukilkan di sini karena hal ini sangat penting.

  

Be lia u dit a n ya : "Ada seorang pemuda yang tengah studi di Amerika. Dia terpaksa menyimpan uangnya di bank

riba. Konsekuensinya, pihak bank memberinya bunga. Apakah boleh baginya mengambil dan memanfaatkannya untuk

hal-hal yang baik? Sebab bila tidak diambil akan dimanfaatkan oleh pihak bank." Be lia u m e n j aw a b:

  " Pert am a, t idak dibolehkan bagi seseorang unt uk m enyim pan uangnya di bank- bank t ersebut , karena pihak bank ot om at is akan m engam bil dan m em anfaat kan uang it u unt uk usaha. Perkara yang t elah dim aklum i, kit a t idak diperkenankan m em beri wewenang kepada pihak kafir at as hart a kit a, yang m ana m ereka akan m enj adikannya sebagai ( m odal) usaha. Nam un bila kondisinya darurat , khawat ir hart anya dicuri at au diram pas, bahkan berisiko hilangnya nyawa dem i m em pert ahankannya, m aka t idak m engapa dia m enyim pan uangnya di bank- bank t ersebut k arena darurat .

  Nam un, bila dia m enyim pannya ( di bank it u) karena darurat , dia t idak boleh m engam bil apapun sebagai gant i. Haram at asnya unt uk m engam bil sesuat u ( faedah) . Bila dia m engam bilnya m aka it u adalah riba. Bila it u adalah riba, m aka Allah Subhanahu wa Ta’ala t elah berfirm an: .

  ﻢﹸﻜﹶﻠﹶﻓ ﻢﺘﺒﺗ ﹾﻥﹺﺇﻭ ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ِﷲﺍ ﻦﻣ ﹴﺏﺮﺤﹺﺑ ﺍﻮﻧﹶﺫﹾﺄﹶﻓ ﺍﻮﹸﻠﻌﹾﻔﺗ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﻦﻴﹺﻨﻣﺆﻣ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥﹺﺇ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻦﻣ ﻲﻘﺑ ﺎﻣ ﺍﻭﺭﹶﺫﻭ َﷲﺍ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍ ﺍﻮﻨﻣﺁ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ ﺎﻳ ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﹾﻈﺗ ﹶﻻﻭ ﹶﻥﻮﻤﻠﹾﻈﺗ ﹶﻻ ﻢﹸﻜﻟﺍﻮﻣﹶﺃ ﺱﻭُﺀﺭ

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian

orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah

dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta

kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 278-279)

  Ayat di at as secara t egas dan j elas m enunj ukkan bahwa kit a t idak boleh m engam bil sesuat upun darinya. Pada hari Arafah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhut bah di depan m assa yang besar dari kalangan k aum m uslim in. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  ﻉﻮﺿﻮﻣ ﺔﻴﻠﻫﺎﺠﹾﻟﺍ ﺎﺑﹺﺭ ﱠﻥﹺﺇ ﹶﻻﹶﺃ “ Ketahuilah, bahwa riba jahiliyyah disirnakan.”

  Riba yang t elah sem purna t ransaksinya sebelum I slam , t elah disirnakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . ( Beliau j uga bersabda) :

  ﻪﱡﻠﹸﻛ ﻉﻮﺿﻮﻣ ﻪﻧﹺﺈﹶﻓ ﹺﺐﻠﱠﻄﻤﹾﻟﺍ ﺪﺒﻋ ﹺﻦﺑ ﹺﺱﺎﺒﻌﹾﻟﺍ ﺎﺑﹺﺭ ﺎﻧﺎﺑﹺﺭ ﻦ ﻣ ﻊﺿﹶﺃ ﺎﺑﹺﺭ ﹸﻝﻭﹶﺃﻭ

“ Dan riba yang pertama kali aku sirnakan dari riba-riba kita adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muththalib. Semuanya

disirnakan.”

Bila a n da m e n ga t a k a n: “ Bila uang ( bunga) it u t idak diam bil, m ereka ( orang kafir) akan

  m engam bil dan m enyalurkannya k e gerej a- gerej a sert a m em biayai perang unt uk m em usnahkan kaum m uslim in.”

  

Ja w a ba n n ya : Sesungguhnya bila anda m elaksanakan perint ah Allah Subhanahu wa Ta’ala

  dengan m eninggalkan riba, m aka apapun yang t erj adi dari sit u adalah t anpa sepenget ahuan anda. Anda ( hanya) dit unt ut dan diperint ahkan unt uk m elaksanakan perint ah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila m enim bulkan beberapa m afsadah, m aka it u di luar kuasa anda. Anda m em iliki perkara yang t elah dit ent ukan dari Allah, yait u:

  ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻦﻣ ﻲﻘﺑ ﺎﻣ ﺍﻭﺭﹶﺫﻭ َﷲﺍ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍ “ Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)." (Al-Baqarah: 278)

Ke du a , An da k a t ak a n : Apakah bunga yang m ereka berikan kepada saya t erm asuk uang saya?

Ja w a ba n n ya : I t u bukan uang Anda. Sebab boleh j adi m ereka m engem bangkan uang t ersebut

  dalam sebuah usaha lalu m erugi. Maka bisa dipast ikan bahwa bunga yang m ereka berikan kepada anda bukanlah pengem bangan dari uang anda. Bisa pula m ereka m eraup keunt ungan yang berlipat , nam un m ungkin pula t idak m eraup keunt ungan apa pun dari uang anda. Sehingga t idak bisa dikat akan: “ Bila saya kuasakan sebagian uang anda kepada m ereka m aka m ereka akan m enyalurkannya ke gerej a- gerej a at au m em beli persenj at aan unt uk m em erangi k aum m uslim in.”

  

Ke t iga , k it a k a t a k a n : Mengam bil bunga berart i t erj at uh kepada apa yang diakui sebagai riba.

  Orang t ersebut akan m engaku di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala nant i pada hari kiam at bahwa it u adalah riba. Jika (sudah j elas) riba, m aka m ungkinkah seseorang beralasan bahwa it u unt uk kem aslahat an, padahal dia m eyakini bahwa it u adalah riba?

  Ja w a bn ya : Tidak m ungkin, sebab t idak ada qiyas bila dihadapkan kepada nash ( dalil) .

Ke e m pa t , apakah dapat dipast ikan m ereka m enyalurkan uang t ersebut kepada apa yang anda

  sebut kan, yait u unt uk kem aslahat an gerej a at au unt uk perlengkapan perang m elawan kaum m uslim in?

  Ja w a bn ya : Tidak dapat dipast ikan.

  Bila dem ikian, kalau kit a m engam bil bunga t ersebut , m aka kit a t elah t erj at uh pada larangan yang past i unt uk m enghindar dari m afsadah yang belum past i. Akalpun akan m enolak hal ini, yakni seseorang m elakukan m afsadah yang sudah past i unt uk m enyingkirkan m afsadah yang belum past i, y ang m ungkin t erj adi dan m ungkin pula t idak. Sebab, boleh j adi pihak bank m engam bilnya unt uk kem aslahat an pribadi. Mungkin pula pihak karyawan bank yang m engam bilnya unt uk kem aslahat an m ereka pribadi. Dan t idak dapat dipast ikan bahwa uang t ersebut disalurkan ke gerej a- gerej a at au unt uk m em biayai perang m elawan k aum m uslim in.

  

Ke lim a , sesungguhnya bila Anda m engam bil apa yang disebut sebagai ‘bunga’ dengan niat

  m enginfakkan dan m engeluarkannya dari hak m ilik anda, sebagai upaya unt uk lepas darinya, m aka sam a saj a anda m elum uri diri anda dengan kot oran unt uk diupayakan cara m enyucikannya. I ni t idaklah m asuk akal.

  

Ju st r u k it a k a t a k an : Jauhilah kot oran t ersebut t erlebih dahulu sebelum anda t erlum uri

dengannya. Kem udian set elah it u upayakan cara m enyucikannya.

  Apakah m asuk akal, seseorang berupaya agar pakaiannya t erkena kencing dengan m aksud m em bersihkannya bila t elah t erkena? I ni t idak m asuk akal, selam anya, sepanj ang anda m eyakini bahwa bunga it u adalah riba, kem udian anda berupaya m engam bil, m ensedekahkan, dan berupaya m elepaskan diri darinya.

  

Ju st r u k it a k a t a ka n : Jangan anda am bil bunga t ersebut sam a sekali dan bersihkan diri anda

  darinya!

  

Ke e n a m , k it a k a t a k a n: Jika seseorang m engam bilnya dengan niat t ersebut , apakah dia

  m erasa yakin dapat m engalahkan hasrat j iwanya, berlepas diri darinya dengan m enyalurkannya unt uk sedekah dan kem aslahat an um um ? Sekali-kali t idak. Boleh j adi pada awalnya dia m engam bil dengan niat t ersebut , nam un hat inya m engingat kan dan m em bisiki agar pikir- pikir dulu. Apalagi bila dia m endapat i nom inalnya t ernyat a sangat besar, 1 j ut a at au 100 ribu real, m isalnya. Maka awalnya dia punya azam ( keinginan kuat ) , lalu m enj adi berpikir- pikir, set elah it u pindahlah ke kant ong pribadi.

  Seseorang t idak boleh m erasa am an dari bisikan dirinya. Terkadang dia am bil dengan niat t ersebut , nam un azam nya lunt ur t at kala m elihat nom inal uang yang sangat banyak. Dia pun berubah m enj adi kikir dan akhirnya t idak m am pu m engeluarkannya (sebagai sedekah) . Pernah dicerit akan kepada saya, ada seseorang yang t erkenal bakhil. Suat u hari dia naik ke lot eng rum ahnya dan m elet akkan j arinya di t elinganya seraya bert eriak m em anggil para t et angganya: “ Selam at kan saya! Selam at kan saya! ” Tet angganya pun t ersent ak kaget . Mereka berdat angan dan bert anya: “ Ada apa denganm u, wahai Abu Fulan?” Diapun berkat a: “ Saya t adi t elah m em isahkan hart a saya unt uk saya keluarkan zakat nya. Nam un saya dapat i uang zakat t ersebut sangat banyak. Hat i kecil saya berkat a: ‘Bila orang lain yang m engam bilnya, m aka hart am u akan berkurang.’ Maka t olonglah saya darinya.”

  

Ke t u j u h , sesungguhnya m engam bil riba adalah t indakan t asyabbuh ( m enyerupai) orang Yahudi

  yang dicela Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firm an- Nya: .

  

ﹶﻝﺍﻮﻣﹶﺃ ﻢﹺﻬﻠﹾﻛﹶﺃﻭ ﻪ ﻨﻋ ﺍﻮﻬﻧ ﺪﹶﻗﻭ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻢﻫﺬﺧﹶﺃﻭ ﺍﺮﻴﺜﹶﻛ ِﷲﺍ ﹺﻞﻴﹺﺒﺳ ﻦﻋ ﻢﻫﺪﺼﹺﺑﻭ ﻢﻬﹶﻟ ﺖﱠﻠﺣﹸﺃ ﺕﺎﺒﻴﹶﻃ ﻢﹺﻬﻴﹶﻠﻋ ﺎﻨﻣﺮﺣ ﺍﻭﺩﺎﻫ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﻦﻣ ﹴﻢﹾﻠﹸﻈﹺﺒﹶﻓ

ﺎﻤﻴﻟﹶﺃ ﺎﺑﺍﹶﺬﻋ ﻢﻬﻨﻣ ﻦﻳﹺﺮﻓﺎﹶﻜﹾﻠﻟ ﺎﻧﺪﺘﻋﹶﺃﻭ ﹺﻞﻃﺎﺒﹾﻟﺎﹺﺑ ﹺﺱﺎﻨﻟﺍ

  

“ Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik

(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan

disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan

harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa

yang pedih.” (An-Nisa`: 160-161)

Ke de la pa n , m engam bil riba t ersebut m engandung kem udarat an dan celaan t erhadap kaum

  m uslim in. Sebab ulam a Yahudi dan Nasrani t ahu bahwa I slam m engharam kan riba. Bila seorang m uslim m engam bilnya, m ereka akan berkat a: “ Lihat lah kaum m uslim in! Kit ab suci m ereka m engharam kan riba, nam un m ereka t et ap m engam bilnya dari kit a.”

  

Tida k sya k la gi, in i a da la h t it ik le m a h k a um m u slim in . Bila m usu h - m u suh m en ge t a hu i

ba h w a k a u m m u slim in m e n ye lisih i a ga m a nya , m a k a m e r e k a m e n ge ta h u i de n gan ya k in

ba h w a in i a da la h t it ik k e le m ah a n . Kar e n a ke m a k sia t a n t ida k h a n ya ber da m pa k k e pa da

pe la k u n ya , t e t a pi j u ga k e pa da I sla m se ca ra k e se lu ru h a n .

  ﹰﺔﺻﺎﺧ ﻢﹸﻜﻨﻣ ﺍﻮﻤﹶﻠﹶﻇ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﻦﺒﻴﺼﺗ ﹶﻻ ﹰﺔﻨﺘﻓ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ

“ Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orangorang yang dzalim saja di antara kamu.”

(Al-Anfal: 25)

  Perhat ikanlah! Para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah hizbullah dan pasukan- Nya, dan m ereka bersam a dengan sebaik- baik m anusia, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , pada perang Uhud. Ada sat u kem aksiat an y ang t erj adi pada m ereka, lalu apa yang t erj adi? Kekalahan set elah kem enangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an:

  ﹶﻥﻮﺒﺤﺗ ﺎﻣ ﻢﹸﻛﺍﺭﹶﺃ ﺎﻣ ﺪﻌﺑ ﻦﻣ ﻢﺘﻴﺼﻋﻭ ﹺﺮﻣَﻷﹾﺍ ﻲﻓ ﻢﺘﻋﺯﺎﻨﺗﻭ ﻢﺘﹾﻠﺸﹶﻓ ﺍﹶﺫﹺﺇ ﻰﺘﺣ

“ Sampai pada saat kalian lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah

memperlihatkan kepada kalian apa yang kalian sukai.” (Ali

  ‘Imran: 152)

  Kem aksiat an m em iliki pengaruh besar t erhadap ket erbelakangan kaum m uslim in, penguasaan m usuh t erhadap m ereka, dan kekalahan di hadapan m usuh-m usuh m ereka. Bila sebuah kem enangan yang ada di depan m at a dapat hilang karena sebuah kem aksiat an, bagaim ana kiranya dengan sebuah kem enangan y ang belum t erwujud?

  

M u suh - m u su h I sla m san ga t be r ge m bira bila k a u m m u slim in m e n ga m bil r ib a ,

w a la u pu n di sisi la in m e r e k a t ida k m e n yuk a in ya . N a m u n m er e k a ber ge m bir a , se ba b

k a u m m u slim in t e r j a t uh da la m k e m a k sia t an , se h in gga a k a n te r k a la h ka n .

  Maka, sat u dari delapan m afsadah yang dapat saya singgung di sini sudah cukup unt uk m elarang m engam bil bunga bank. Dan saya kira, bila seseorang m encerm at i dan m engam at i m asalah ini dengan seksam a, dia akan m endapat i bahwa pendapat yang benar adalah t idak boleh m engam bilnya.

  I nilah pendapat dan fat wa saya. Bila benar m aka dat angnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang t elah m enganugerahkannya dan segala puj i unt uk- Nya. Nam un bila salah m aka it u dari pribadi saya. Tet api saya m engharap bahwa pendapat t ersebut benar, berdasarkan dalil- dalil sam ’i (Al- Kit ab dan As- Sunnah) dan hikm ah-hikm ah yang t elah saya uraikan.” ( Fa t a w a Asy-

  Sya ik h I bn ‘Ut sa im in , 2 / 7 0 9 - 7 1 3 , din u k il da r i Fa t a w a Bu yu ’ ha l. 1 2 0 - 1 2 4 )

  Beliau j uga m em punyai fat wa senada dalam Liqa ` a t Ba bil M a ftu h ( 2 / 1 3 8 - 1 4 1 ) pa da liqa ` ya n g k e - 2 7 . Wallahul m uwaffiq. Dalam perm asalahan seseorang yang m enyim pan uang di bank lalu ia t ahu t ent ang haram nya riba, apakah ia harus m engam bil uangnya saj a at au besert a ribanya, t erdapat perbedaan pendapat . Asy-Syaikh Al-Albani m enyat akan dalam kaset Silsilat ul Huda wa Nur (231) , bahwa ada yang berpendapat riba t ersebut t idak diam bil secara m ut lak adapula yang berpendapat boleh diam bil dan diberikan kepada fuqara. Ada lagi yang berpendapat riba t ersebut boleh diam bil t api j angan dim anfaat kan oleh dia secara pribadi. Nam un riba t ersebut hendaknya diberikan unt uk pem buat an fasilit as um um yang dim anfaat kan oleh m asyarakat secara bersam a sepert i j alan at au saluran air dan y ang sej enisnya. ( ed)

  

Masalah 4: Bolehkah membayar bunga yang diminta pihak bank dengan bunga yang

diberikan pihak bank kepada kita?

  Misalnya, m em inj am uang di bank dengan bunga 5% per bulan, lalu dibayar dengan bunga dari uang y ang disim pan di bank.

  

Al- La j n a h Ad- D a ` im ah m e n j a w a b k a su s di a t a s ( 1 3 / 3 6 0 - 3 6 1 ) : “ Engkau m enyim pan uang

  di bank dengan m engam bil bunganya adalah haram . Dan engkau m em inj am uang di bank dengan bunga juga haram . Maka t idak diperbolehkan bagim u unt uk m em bayar bunga pinj am an yang dim int a pihak bank dengan bunga yang diberikan pihak bank kepadam u karena t abunganm u. Tet api, yang waj ib bagim u adalah berlepas diri dari bunga yang t elah engkau t erim a dengan m enginfakkannya dalam perkara- perkara kebaikan, unt uk fakir m iskin, m em perbaiki fasilit as um um dan sem isalnya. Dan engkau waj ib bert aubat dan berist ighfar sert a m enj auhi m uam alah riba, k arena hal it u t erm asuk dosa besar.”

  Masalah 5: Bolehkah mengambil bunga bank untuk membayar pajak?

Al- La j n a h Ad- D a ` im ah m e n j a w a b ( 1 3 / 3 6 7 ) : “ Tidak diperbolehkan bagim u m enyim pan

  uang di bank dengan faedah ( bunga) , unt uk m em bayar paj ak yang dibebankan kepadam u dari bunga t ersebut , berdasarkan k eum um an dalil t ent ang haram nya riba.”

Masalah 6: Hukum transfer uang via bank

  

Asy- Sya ik h Abdu l Aziz bin Ba z r ah im a h u llah u m e n j a w a b : " Bila sangat diperlukan t ransfer

  via bank- bank riba, m aka t idak m engapa insya Allah, dengan dasar firm an Allah Subhanahu wa Ta’ala:

  ﻪﻴﹶﻟﹺﺇ ﻢﺗﺭﹺﺮﹸﻄﺿﺍ ﺎﻣ ﱠﻻﹺﺇ ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﻡﺮﺣ ﺎﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﹶﻞﺼﹶﻓ ﺪﹶﻗﻭ

“ Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang

terpaksa kalian memakannya.” (Al-An

  ’am: 119)

  Tidak syak lagi bahwa t ransfer via bank t erm asuk kebut uhan prim er m asa kini secara um um ….”

  ( Fa t a w a I bn Baz, 1 / 1 4 8 - 1 5 0 , lih a t Fa t a w a Bu yu ’ h a l. 1 3 8 - 1 3 9 )

Masalah 7: Hukum muamalah dengan cabang-cabang bank yang tidak

mengandung riba, sementara kantor pusatnya adalah bank riba.

  Al- La j n a h Ad- Da ` im a h m e n j a w a b ( 1 3 / 3 7 4 - 3 7 5

  ) : “ Tidak m engapa bila berm uam alah dengan bank at au cabangnya, bila m uam alahnya t idak ada unsur riba. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala m enghalalkan j ual beli dan m engharam kan riba. Juga karena hukum asal m uam alah adalah halal, dengan bank at aupun yang lainnya, selam a t idak m engandung perkara yang haram …." Masalah 8: Hukum bekerja di bank.

  

Asy- Sya ik h Abdu l Aziz bin Ba z r a h im a hu lla h u m e n j aw a b: " …Tidak diperbolehkan bekerja

  di bank sepert i ini ( bank riba) , sebab t erm asuk t a’awun di at as dosa dan perm usuhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an:

  ﹺﺏﺎﹶﻘﻌﹾﻟﺍ ﺪﻳﺪﺷ َﷲﺍ ﱠﻥﹺﺇ َﷲﺍ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ ﻥﺍﻭﺪﻌﹾﻟﺍﻭ ﹺﻢﹾﺛِﻹﹾﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗ ﹶﻻﻭ ﻯﻮﹾﻘﺘﻟﺍﻭ ﺮﹺﺒﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗﻭ

“ Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat

dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Ma`idah:

2)

  Disebut kan dalam Ash- Shahih dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhum a, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau:

  : ٌﺀﺍﻮﺳ ﻢﻫ ﹶﻝﺎﹶﻗﻭ ﻪﻳﺪﻫﺎﺷﻭ ﻪﺒﺗﹶﺎﻛﻭ ﻪﹶﻠﻛﻮﻣﻭ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﹶﻞﻛﺁ ﻦﻌﹶﻟ “ Melaknat pelaku riba, yang memberi riba, penulis dan kedua saksinya. Beliau berkata: ‘Mereka semua sama’.”

  Adapun gaj i yang t elah anda t erim a, m aka it u halal bagi anda bila anda t idak t ahu hukum nya secara syar’i, dengan dasar firm an Allah Subhanahu wa Ta’ala:

  ﺎﻬﻴﻓ ﻢﻫ ﹺﺭ ﺎﻨﻟﺍ ﺏﺎﺤﺻﹶﺃ ﻚﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﺩﺎﻋ ﻦﻣﻭ ِﷲﺍ ﻰﹶﻟﹺﺇ ﻩﺮﻣﹶﺃﻭ ﻒﹶﻠﺳ ﺎﻣ ﻪﹶﻠﹶﻓ ﻰﻬﺘﻧﺎﹶﻓ ﻪﺑﺭ ﻦﻣ ﹲﺔﹶﻈﻋﻮﻣ ﻩَﺀﺎﺟ ﻦﻤﹶﻓ ﺎﺑﺮﻟﺍ ﻡﺮﺣﻭ ﻊﻴﺒﹾﻟﺍ ُﷲﺍ ﱠﻞﺣﹶﺃﻭ ﹴﻢﻴﺛﹶﺃ ﹴﺭﺎﱠﻔﹶﻛ ﱠﻞﹸﻛ ﺐﺤﻳ ﹶﻻ ُﷲﺍﻭ ﺕﺎﹶﻗﺪﺼﻟﺍ ﻲﹺﺑﺮﻳﻭ ﺎﺑﺮﻟﺍ ُﷲﺍ ﻖﺤﻤﻳ ﹶﻥﻭﺪﻟﺎﺧ

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari

Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah

penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah

tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah: 275-276)

  Adapun bila anda t ahu bahwa pekerj aan t ersebut t idak diperbolehkan, m aka waj ib bagi anda unt uk m enyalurkan gaj i yang t elah anda t erim a unt uk kepent ingan- kepent ingan kebaikan dan m enyant uni fakir m iskin, disert ai dengan t aubat k epada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa bert aubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan t aubat nasuha niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala m enerim a t aubat nya dan m engam puni k esalahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an:

  ﺭﺎﻬﻧَﻷﹾﺍ ﺎﻬﺘﺤﺗ ﻦﻣ ﻱﹺﺮﺠﺗ ﺕﺎﻨﺟ ﻢﹸﻜﹶﻠﺧﺪﻳﻭ ﻢﹸﻜﺗﺎﹶﺌّﹺﻴﺳ ﻢﹸﻜﻨﻋ ﺮﱢﻔﹶﻜﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﻢﹸﻜﺑﺭ ﻰﺴﻋ ﺎﺣﻮﺼﻧ ﹰﺔﺑﻮﺗ ِﷲﺍ ﻰﹶﻟﹺﺇ ﺍﻮﺑﻮﺗ ﺍﻮﻨﻣﺁ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ ﺎﻳ

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan

Rabb kalian akan menghapus kesalahankesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di

bawahnya sungai-sungai.” (At-Tahrim: 8)

  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an pula:

  ﹶﻥﻮﺤﻠﹾﻔﺗ ﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟ ﹶﻥﻮﻨﻣﺆﻤﹾﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ ﺎﻌﻴﻤ ﺟ ِﷲﺍ ﻰﹶﻟﹺﺇ ﺍﻮﺑﻮﺗﻭ

“ Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (An-Nur: 31)

[Fatawa Ibn Baz, 2/195-196]

  Fat wa senada j uga disam paikan Asy- Syaikh Muham m ad bin Shalih Al- ’Ut saim in , sebagaim ana dalam Fat a w a Bu yu ’ ( h a l 1 2 8 - 1 3 2 ) , juga Fa ta w a Al- Laj n a h ( 1 3 / 3 4 4 - 3 4 5 ) .

Masalah 9: Berbisnis dengan modal uang haram

Al- La j n ah Ad- D a` im a h m en j a w a b ( 1 3 / 4 1 - 4 2 ) : “ Pert am a: Allah Subhanahu wa Ta’ala

  m ensyariat kan m uam alah di kalangan kaum m uslim in dengan akad- akad yang m ubah, sepert i akad j ual- beli, sewa m enyewa, salam , syarikah, dan sem isalnya, yang m engandung kem aslahat an ham ba.

  Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala m engharam kan sebagian akad karena m engandung unsur kem udarat an, sepert i akad riba, asuransi bisnis, dan sebagian j ual- beli barang haram sepert i j ual beli alat m usik, m enjual kham r, ganj a dan rokok, karena m engandung beraneka m acam kem udarat an.

  Sehingga, set iap m uslim wajib m enem puh cara- cara m ubah dalam m encari m a’isyah ( penghidupan) dan usaha. Dan hendaklah dia m enj auhi hart a-hart a yang haram dan cara-cara yang t erlarang.

  Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala t ahu kej uj uran niat seorang ham ba dan t ekadnya m engikut i syariat - Nya, upaya t erbim bing dengan Sunnah Nabi- Nya Muham m ad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan m em beri kem udahan at as segala urusannya dan akan m elim pahkan rizki kepadanya dari arah yang t idak dia sangka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm an: .

  ﺐِﺴﺘﺤﻳ ﹶﻻ ﹸﺚﻴﺣ ﻦﻣ ﻪﹾﻗﺯﺮﻳﻭ ﺎﺟﺮﺨﻣ ﻪﹶﻟ ﹾﻞﻌﺠﻳ َﷲﺍ ﹺﻖﺘﻳ ﻦﻣﻭ

“ Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki

dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)

  Dalam sebuah hadit s:

  ﻪﻨﻣ ﺍﺮﻴﺧ ُﷲﺍ ﻪﺿﻮﻋ ﻪﱠﻠﻟ ﺎﹰﺌﻴﺷ ﻙﺮﺗ ﻦﻣ

"Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberinya ganti yang lebih baik." (HR.

  Ahmad, 5/28)

  Dengan dem ikian dapat diket ahui bahwa t idak diperbolehkan bagi anda unt uk berbisnis dengan m odal uang haram , baik it u pem berian ayahm u at aupun dari y ang lainnya.”

Masalah 10: Jual Beli Sistem Lelang

  Ada perbedaan pendapat di kalangan ulam a t ent ang m asalah ini. Yang raj ih adalah pendapat j um hur bahwa j ual- beli syst em lelang pada dasarnya dibolehkan dan halal. Bahkan sebagian ulam a m enukilkan ij m a’ dalam m asalah ini, sepert i I bnu Qudam ah dan I bnu Abdil Barr. I ni adalah pendapat Al- Lajnah Ad- Da` im ah (13/ 126) , dan Syaikhuna Abdurrahm an Al- ’Adni hafizhahullah dalam Syarhul Buyu’ ( hal. 53) .

  Dalam sist em lelang, penj ual t idak diperkenankan m enyebut kan t erlebih dahulu harga barang yang dilelang, karena dikhawat irkan ada orang yang m endengar dari j auh dan m engira barang it u dihargai dengan nom inal t ersebut . Nam un para pem beli dikum pulkan, lalu salah sat u dari m ereka m enyebut kan harga nom inal harga. Kem udian sang penjual m engat akan: “Siapa yang m au m enam bah harga?” Dem ikianlah hingga harga barang t ersebut berhent i pada orang t erakhir yang m enyebut kannya. ( Fa t a w a Al- La j n a h Ad- D a` im a h , 1 3 / 1 2 0 - 1 2 1 , dan

  Sya r h u l Bu yu ’ h a l. 5 3 )

  Dalam lelang t idak boleh ada unsur naj sy, yait u adanya pihak yang m enaikkan harga barang padahal dia bukan pem beli ( t idak berm aksud m em belinya) . Al- Laj nah Ad- Da` im ah m enj elaskan: “ Seseorang yang m enam bahi harga barang yang dilelang padahal dia t idak berm aksud m em belinya, t indakan t ersebut adalah haram karena m engandung penipuan t erhadap para pem beli. Sebab pem beli akan m engira/ m eyakini bahwa orang t ersebut t idak akan berani m enam bah harga m elainkan karena m em ang barang it u seharga t ersebut , padahal t idak dem ikian. I nilah yang dinam akan naj sy yang dilarang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan larangan haram . Sebagaim ana disebut kan dalam hadit s I bnu ‘Um ar radhiyallahu ‘anhum a:

  ﹺﺶﺠﻨﻟﺍ ﹺﻦﻋ ﻰﻬﻧ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﻠﺻ ِﷲﺍ ﹶﻝﻮ ﺳﺭ ﱠﻥﹶﺃ “ Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang najsy.” (Muttafaqun ‘alaih)

  Juga dalam hadit s Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  ﺩﺎﺒﻟ ﺮﺿﺎﺣ ﻊﹺﺒﻳ ﹶﻻﻭ ﺍﻮﺸﺟﺎﻨﺗ ﹶﻻﻭ ﹴﺾﻌﺑ ﹺﻊﻴﺑ ﻰﻠﻋ ﻢﹸﻜﻀﻌﺑ ﻊﹺﺒﻳ ﹶﻻﻭ ﹶﻥﺎﺒﹾﻛﺮﻟﺍ ﺍﻮﱠﻘﹶﻠﺗ ﹶﻻ

“ Janganlah kalian mencegah kafilah dagang (sebelum masuk pasar). Jangan pula sebagian kalian membeli apa yang

sedang dibeli orang lain. Jangan pula kalian saling najsy. Dan orang kota tidak boleh menjualkan barang orang dusun.”

(Muttafaqun ‘alaih)

  Bila t erj adi naj sy dan ada unsur penipuan dalam akad yang t idak sepert i biasanya, m aka sang pem beli diberi pilihan: m em bat alkan akad at au m eneruskannya, sebab kasus di at as m asuk dalam khiyar ghubn.” Dalam lelang, t idak diperbolehkan bagi pem beli unt uk bersepakat t idak m enam bah harga dan m enghent ikannnya pada nom inal t ert ent u padahal m ereka m em but uhkannya, dengan t uj uan agar penj ual m elepas barangnya dengan harga di bawah st andar. Dem ikian uraian Syaikhul I slam dalam Al- I kht iyarat , lih a t M a j m u ’ Fa t a w a ( 2 9 / 3 0 4 ) .

  

Al- La j n a h Ad- D a ` im ah ( 1 3 / 1 1 4 ) j uga m elarang t indakan di at as dan m enggolongkannya ke

  dalam akhlak yang t ercela. Bagi pem beli yang m erasa dit ipu, dia boleh m em ilih ant ara m em bat alkan akad at au m eneruskannya. Dalam lelang, biasanya para pem beli m elakukan sist em m uqana’ah, yait u bersepakat m enj adi kongsi dalam lelang. Set elah lelang selesai, m ereka m elakukan t ransaksi lagi di ant ara m ereka sendiri. Sist em ini j uga t idak diperbolehkan. Dem ikian fat wa Al- Laj nah Ad- Da` im ah ( 13/ 115), karena di dalam nya t erkandung unsur kedzalim an t erhadap penj ual unt uk kem aslahat an m ereka sendiri. Wallahu a’lam bish-shawab.