Chapter II Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.

Kecemasan

1.1

Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan

menyebar serta tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart , 2007). Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif,
jawaban awal sebelum ada pertanyaan (Baihaqi et al., 2007) . Kecemasan adalah
istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menggambarkan
keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak jelas, atau reaksi ketakutan dan tidak
tentram yang terkadang diikuti dengan keluhan fisik. Gangguan kecemasan adalah
gangguan yang berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk
akal, tidak sesuai antara


yang berlangsung terus atas prinsip yang terjadi

(manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan (Pieter,2010).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan adalah
pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang jelas atau spesifik sehingga
individu merasakan perasaan was-was atau khawatir seolah-olah ada sesuatu buruk
akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung
beberapa waktu (Stuart&Laraia (2008) dalam Pieter (2010)).

Menurut Asmadi (2008), kecemasan adalah reaksi emosi seseorang yang
berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme pertahanan dirinya
dalam menghadapi masalah.
1.2

Penyebab kecemasan
Menurut Savitri Ramaiah (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan mengenai pola dasar yang menunjukkan reaksi kecemasan tersebut,
yakni:

1.2.1 Lingkungan
Lingkungan maupun tempat tinggal mempengaruhi bagaimana
seseorang berfikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa terjadi
karena pengalaman bersama mereka ataupun kegiatan yang dilalui bersama
keluara, sahabat dan tetangga. Kecemasan juga dapat muncul ketika
seseorang tidak nyaman dengan lingkungannya.
1.2.2 Emosi yang ditekan
Kecemasan dapat terjadi apabila ketika seseorang menghadapi masalah
dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut dalam hubungan personal.
Kecemasan juga dapat muncul apabila reaksi atau respon stres, marah
dipendam dalam jangka waktu yang lama.
1.2.3 Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh saling berintegrasi dan dapat menimbulkan
kecemasan. Hal ini terjadi biasanya kondisi tubuh sedang mengalami sesuatu,
seperti dalam kondisi hamil, mengalami suatu penyakit dan lain-lain.
1.2.4 Keturunan

Gangguan emosi dapat diturunkan secara genetik, tetapi dalam hal
keturunan ini tidak terlalu mempengaruhi tentang terjadinya kecemasan.


1.3

Karakteristik dan Tingkat Kecemasan
Ada beberapa gejala yang menjelaskan tentang munculnya respon emosi ini,

yakni pertama gejala psikis: perasaan gundah, khawatir, gugup, tegang, cemas, tak
aman, lekas terkejut, emosi labil (perubahan rasa hati berganti-ganti), mudah
tersinggung, apatis, perasaan salah tidak pada tempatnya. Kedua, gejala somatik:
keringat dingin, sulit bernafas, gangguan lambung, berdebar-debar, tekanan darah
meningkat, dan sebagainya. Bentuk kecemasan juga dapat berupa:
a.

Free floating anxiety (kecemasan yang mengambang), adalah

kecemasan yang tidak jelas dan tidak ada hubungan dengan suatu
pemikiran.
b.

Agitasi: kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat.


c.

Panik: serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan,
kebingungan, dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.

Peplau (1952) dalam Sheila L Videbeck (2008) menjelaskan tingkatan
kecemasan ada 4 , yaitu: ringan, sedang, berat, panik. Tiap tingkatan ini memiliki
perbedaan baik dalam perilaku, kemampuan kognitif, respon emosional ketika
mengalami kecemasan. Pada kecemasan ringan dan sedang , individu mampu
memproses informasi, belajar, dan mengatasi masalahnya sendiri. Pada tingkat ini,
kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Pada kecemasan
berat dan panik, keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih,

respon defensif terjadi, dan keterampilan kognitif menurun secara signifikan.
Individu yang mengalami kecemasan berat sulit berfikir dan melakukan
pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat, mondarmandir, menunjukkan kegelisahaan, irritabilitas dan kemarahan atau menggunakan
cara psikomotor emosional lainnya yang sama untuk melepas ketegangan yang
dialaminya. Dan pada tingkatan panik, psikomotor-emosional yang mendominasi,
disertai dengan respon fight, flight, atau freeze dan juga hanya keterampilan
kognitif yang bertahan.

Kemampuan satu individu dengan individu lainnya dalam menghadapi suatu
hal hal berbeda. Hal ini tentu berpengaruh terhadap reaksi emosional kecemasan
pada tiap individu. Tiap tingkatan memiliki karakteristik atau manifestasi yang
berbeda satu sama lain. Karakteristik kecemasan bergantung pada kematangan
individu, pemahaman mengatasi masalah, harga diri, mekanisme koping yang
digunakannya (Asmadi, 2008).
Tabel Tingkat Kecemasan dan Karakteristik
Tingkat
Kecemasan
Ringan

Karakteristik






Berhubungan dengan kejadian sehari-hari
Kewaspadaan meningkat

Persepsi terhadap lingkungan meningkat
Memotivasi dan berkreasi
Respon fisologis: sesekali nafas pendek nadi dan tekanan
darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung,
muka berkerut, bibir bergetar
 Respon kognitif: mampu menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan
masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan
tindakan

 Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang,
tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang
meninggi.
 Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi ekstra sistol
dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih dan letih.
 Respon kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang
persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak
mampu diterima

 Respon perilaku emosi: gerakan tersentak-sentak, terlihat
lebih tegang, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur
dan perasaan tidak aman.
Berat
 Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal lainnya.
 Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, berkeringat, sakit kepala, tampak tegang,
penglihatan berkabut.
 Respon kognitif: tidak mampu berfikir berat,
membutuhkan banyak tuntunan atau bimbingan, lapang
persepsi menyempit.
 Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam dan
komunikasi verbal terganggu (verbalisasi cepat).
Panik
 Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan
palpitasi, sakit dada dan pucat, hipotensi serta rendahnya
koordinasi motorik
 Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapt berfikir
logis persepsi mengenai lingkungan mengalami distorsi,

dan ketidakmampuan memahami situasi
 Respon prilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan
marah, , ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali
atas diri, perasaan terancam, serta dapat berbuat suatu hal
yang membahayakan bagi diri sendiri ataupun orang lain
disekitarnya .
Sumber : Asmadi (2008)
Sedang

Keluhan yang sering dikemukakan oleh individu yang mengalami kecemasan
menurut Hawari (2013) yaitu: cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya
sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,
takut sendirian, takut pada keramaian/banyak orang, gangguan pola tidur,

mengalami mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya
ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran
berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
1.4


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi
Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan sangat

tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar. Mereka
sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan yang masih dapat
ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan, merasa tidak berharga dan lainlain. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, sistem ego, persepsi
diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan seseorang yang dikasihi, harga
diri, pengalaman (Stuart&Laraia,1998).
Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas berhubungan dengan
proses psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog. Proses psiko-neuroimunologi atau psiko-neuro-endokrinolog merupakan proses yang berhubungan
dengan susunan saraf

pusat

(otak, sistem limbik , sistem transmisi

saraf/neurotransmitter)

serta


kelenjar

endokrin

(sistem

hormonal,

kekebalan/immunitiy). Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum
tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya
yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman,
dan

masyarakat.

Menurut

Long

(1996),


pemberian

informasi

tentang

pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan
pasien dalam pembedahan.
1.4.1 Menurut Stuart & Laraia (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan antara lain :
1.4.1.1

Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan meliputi

pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku,
kajian keluarga dan kajian biologis.
Pandangan psikoanalitik

mengatakan kecemasan adalah

pertentangan reaksi emosi yang terjadi antara dua elemen kepribadian
yaitu id dan superego. Id merupakan dorongan impuls primitif dan
insting seseorang sedangkan superego menjelaskan tentang hati nurani
seseorang yang dikontrol oleh aturan ataupun norma-norma yang
berlaku. Ego berfungsi untuk menengahi id dan superego tersebut.
Kecemasan muncul sebagai pertanda bahaya bagi ego.
Teori interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul
dari perasaan takut terhadap penolakan dalam hubungan diri dengan
orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pengalaman masa
lalu seperti kehilangan dan perpisahan seseorang. Penolakan yang
dilakukan orang lain atau masyarakat terhadap eksistensi diri akan
menimbulkan respon cemas (anxiety).
Berdasarkan teori perilaku, kecemasan adalah hasil dari
frustasi atau stres. Ketidakmampuan atau kegagalan mencapai sesuatu

yang diinginkan menimbulkan keputusasaan, sehingga menyebabkan
seseorang mengalami cemas. Sedangkan berdasarkan kajian keluarga,
kecemasan terjadi akibat pola interaksi antar anggota keluarga yang
tidak baik. Berdasarkan kajian biologis, kecemasan terjadi akibat
adanya penyakit/masalah individu mempengaruhi kondisi psikisnya.
1.4.1.2

Faktor presipitasi
Krisis maturasi, situasioal dan adventif dapat menyebabkan

respon kecemasan maladaptif.
Perkembangan psikologi merupakan rangkaian tahap-tahap
yang diperlukan dalam pertumbuhan terhadap maturitas. Pada periode
transisi dapat terjadi gangguan kesimbangan psikologis. Krisis
maturitas merupakan peristiwa perkembangan yang membutuhkan
perubahan peran misalnya, perkembangan maturitas yang berhasil dari
anak usia dini sampai anak usia tengah membutuhkan anak untuk
berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarga. Pada masa transisi
dari remaja sampai dewasa diharapkan bertanggung jawab dalam hal
finansial. Kedua tekanan sosial dan biologi yang berubah-ubah tersebut
dapat memicu krisis. Adapun sifat dan tingkat dari krisis maturasi
dipengaruhi oleh role model, interpersonal dan kemudahan dalam
menerima peran baru. Role model yang positif menunjukkan
bagaimana individu berperilaku di dalam peran yang baru. Sumber
interpersonal mendorong seseorang berusaha untuk menerima
perubahan peran. Penerimaan orang lain terhadap peranan yang baru

juga penting karena semakin besar penolakan dari orang lain maka
individu akan semakin stres dalam menghadapi suatu perubahan.
Periode transisi sejak remaja, orang tua, pernikahan, paruh baya dan
pensiun merupakan masa yang penting untuk terjadinya krisis
maturasional.
Krisis situasional terjadi ketika keseimbangan psikologi
individual atau group mengalami gangguan misalnya, kehilangan
pekerjaan, kehilangan seseorang yang dicintai, kehamilan yang tidak
diinginkan, timbulnya penyakit atau penyakit yang semakin memburuk,
perceraian, masalah sekolah dan menyaksikan kejahatan. Kehilangan
pekerjaan dapat mengakibatkan stres finansial, merasa tidak mampu
sebagai pencari nafkah, dan konflik pernikahan. Kehilangan seseorang
yang dicintai dapat juga membuat stres finansial, perubahan peran
anggota keluarga dan kehilangan dukungan emosional. Timbulnya atau
memburuknya penyakit menyebabkan kesedihan antisipatif dan takut
kehilangan orang yang dicintai. Perceraian sama dengan stres akibat
kehilangan orang yang dicintai dan juga krisis tersebut dapat kambuh
jika berurusan dengan mantan pasangan. Kehamilan yang tidak
diinginkan menyebabkan stres karena itu berhubungan dengan
membuat keputusan yang penting yaitu apakah melahirkan atau aborsi,
serta apakah merawat bayi atau memberikannya untuk diadopsi. Bila
kehamilan diaborsi atau anak diadopsi maka membutuhkan penanganan
akan perasaan sedih dan marah. Apabila bayi tetap diasuh, maka

mengharuskan terjadinya perubahan gaya hidup. Masalah disekolah
juga dapat menyebabkan perasaan tidak mampu. Orang tua sering
menyalahkan mereka atau orang lain dan akibat yang terburuk adalah
terjadinya konflik keluarga. Terakhir, menjadi seorang korban atau
saksi

dari

sebuah

kejahatan

dapat

menyebabkan

perasaan

ketidakberdayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketakutan, mimpi
buruk, dan perasaan bersalah menyebabkan atau tidak menghentikan
terjadinya kejahatan.
Krisis adventif merupakan peristiwa yang tidak disengaja,
luar biasa dan tidak terduga, seperti: kebakaran, gempa bumi, badai dan
banjir yang mengganggu seluruh masyarakat. Tragedi yang terjadi
belakangan ini juga merupakan krisis adventif, yaitu: penyanderaan,
pembunuhan ditempat kerja, kecelakaan pesawat, kerusuhan dan
pemboman didaerah ramai.Berbeda dengan krisis maturasi dan
situasional, krisis adventif tidak terjadi pada setiap orang. Namun,
apabila krisis adventif terjadi, krisis ini tidak dapat terselesaikan hanya
oleh mekanisme koping akibat beratnya masalah. Bencana sering
menimbulkan masalah-masalah emosional berminggu-minggu bahkan
sampai berbulan-bulan setelah peristiwa bencana. Ada lima fase respon
individu terhadap bencana, yaitu:


Dampak (impact) : ditandai oleh: syok, panik, atau ketakutan yang
ekstrim;

penilaian seseorang terhadap kenyataan seperti: sangat

miskin, dan perilaku yang merusak diri sendiri.



Heroic : adanya semangat kerjasama antara teman, tetangga dan tim

gawat darurat; kegiatan yang berguna pada waktu bencana dapat
menolong mengatasi perasaan cemas dan depresi, tetapi kegiatan yang
berlebihan mengarah kepada kelelahan (burn out).


Honeymoon : mulai muncul satu minggu sampai beberapa bulan

setelah bencana; kebutuhan untuk menolong orang lain secara terusmenerus, uang, dan penerimaan dukungan dari berbagai instansi yang
menyediakan kebutuhan untuk memulai kembali didalam komunitas,
masalah psikologi dan perilaku yang mungkin diabaikan.


Kekecewaan (disillusionment) : sekitar dua bulan sampai dengan satu
tahun; waktu kekecewaan, kebencian, frustasi dan marah; korban
sering membandingkan keburukan tetangga mereka dengan mereka
sendiri dan mungkin untuk benci, iri, atau menunjukkan sikap
bermusuhan terhadap orang lain.



Rekonstruksi dan reorganisasi : individu mulai sadar bahwa mereka
harus memahami masalah mereka sendiri; mereka mulai membangun
rumah , bisnis mereka. Periode ini dapat berlangsung selama bertahun
– tahun setelah bencana terjadi.
Jika tahap rekonstruktif tidak dimulai sejak enam bulan
setelah terjadinya bencana maka kemungkinan masalah psikologis akan
sangat meningkat.

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber
internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu
ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri.
Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme
fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan
biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat
berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat
timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi
integritas tubuh secara keseluruhan.
Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga
diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan
melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di
masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua,
teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek
religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman
terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga
akan menghasilkan suatu kecemasan.

1.4.2Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi
menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:
1.4.2.1

Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara

langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan
mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental
anggota keluarga yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan
lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga
lainnya.
Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan
menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang
dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa
cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg
merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau
menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran
oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.
Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak
mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat
selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang
dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun
mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat
dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan
mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.

1.4.2.2

Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem

yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai
dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat
berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari
petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan
dijalani.
Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan
/keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan
fisik/fisiologis klien sehingga klien percaya bahwa para profesional
yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan
spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang
merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap
rencana keperawatan maupun tindakan pembedahan. Perawat yang
mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada
pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin
diterima sebagai pendukung.
Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan
jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan
tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga
pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja
yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu
selama pembedahan berlangsung serta proses berlangsungnya operasi.

Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan
menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.
1.4.2.3

Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi.

Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat
berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan
yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa preoperasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk
mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang
tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa
yang akan berlangsung. Jumlah informasi yang harus diberikan
sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat
stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya
kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang
akan berlangsung.
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya
sebelum operasi yaitu pemeriksaan –pemeriksaan sebelum operasi serta
alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang
diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek prosedurprosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan
setelah operasi (long,1996).
Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal
pembedahan merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan.

Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang
akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui
cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya
maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah
satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa
cemas klien

akan berkurang terhadap proses bedah yang akan

dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam
mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas
perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun
penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya
dan alasannya, dan lain-lain.
1.4.2.4

Kekhawatiran akan nyeri
Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam

menjalani

operasi.

Nyeri

merupakan

perasaan

yang

tidak

menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan
mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat
bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat
pembedahan maupun pasca pembedahan.

Apabila klien mencapai

harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara
mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.
1.4.2.5

Persepsi pasien terhadap hasil bedah
Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran

tersendiri mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan.

Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi
kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh
petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien
memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi
tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga
untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.
1.5

Respon Tubuh terhadap Kecemasan
Kecemasan yang dialami seseorang berdampak pada sistem fisiologinya,

yakni (1) kardiovaskular seperti nadi meningkat/menurun, tekanan darah
meningkat/menurun, jantung berdebar-debar, pingsan (2) Respiratory seperti nafas
cepat, nafas pendek dan dangkal, sesak (3) Gastrointestinal seperti kurang selera
makan, nyeri pada perut, diare (4) Neuromuscular seperti insomnia, tremor, gerakan
yang tidak terarah, mudah terkejut (5)Kulit seperti mudah berkeringat dilokasi
tertentu, wajah yang memerah, gatal.
Tubuh juga memberikan respon terhadap kecemasan seperti gelisah, tegang,
bicara cepat, hiperventilasi, menghindar, tremor, tidak tenang. Selain itu individu
yang mengalami cemas akan susah konsentrasi, susah mengambil keputusan,
pemikiran mudah terblok, bingung, dan sering mimpin buruk.

2.

Pre-Operatif

2.1

Pengertian Pre-operatif

Pembedahan merupakan salah satu cara utama pengobatan medis. Menurut
R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong (2005) dalam Maryunani (2014) menyatakan
pembedahan atau operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani.
Preoperasi merupakan tahap awal dari perawatan perioperatif yang dimulai
sejak pasien diterima di ruang pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja

operasi

untuk

dilakukan

tindakan

operasi

atau

pembedahan

(Maryunani,2014).
2.2

Tipe-tipe Pembedahan
2.2.1 Tipe-tipe Pembedahan Menurut Long (1996)
Klasifikasi menurut operasi /pembedahan eksternal dan internal:
Pembedahan eksternal/luar dilakukan pada kulit atau jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan ini memiliki beberapa dampak ataupun kerugian,
seperti adanya jaringan parut/ tampak bekas luka, dan menimbulkan stres bagi
pasien. Contoh pembedahan eksternal ini yaitu bedah plastik, yang bertujuan
untuk perbaikan dan rekonstruksi jaringan yang rusak.
Pembedahan internal/dalam ini berhubungan dengan penetrasi tubuh.
Dampak dari jenis pembedahan ini dapat tidak menimbulkan jaringan parut.
Tetapi resikonya bisa menyebabkan komplikasi, seperti perlengketan
(adhesi). Pembedahan pada organ-organ dalam tubuh dapat menyebabkan
penurunan fungsi tubuh.

Klasifikasi berdasarkan lokasi bagian tubuh atau sistem tubuh, yaitu :
pembedahan/operasi dada, operasi jantung/ bedah kardiovaskuler, operasi /
bedah syaraf / neurologis.
Berdasarkan luas pembedahan

yaitu: (1)bedah minor merupakan

pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor resiko dan
dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan
trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Meskipun
operasi ini dianggap minor/ kecil, bagi pasien tetap menimbulkan ketakutan
dan kecemasan bagi pasien. (2)Bedah mayor adalah pembedahan yang
melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi
terhadap kelangsungan hidup pasien. Contoh: total abdominal histerektomi,
reseksi kolon dll.
Berdasarkan tujuan pembedahan , yaitu: (1)Bedah diagnostik adalah
untuk menentukan penyebab dari gejala. Contoh: biopsi/ laparatomi.
(2)Bedah kuratif/ ablatif untuk mengangkat bagian tubuh yang bemasalah/
mempunyai penyakit. (3)Bedah restoratif adalah menguatkan area-area yang
lemah dan memperbaiki deformitas. Contoh: herniorrhapy. (4)Bedah
reparatif adalah untuk memperbaiki luka yang multipel. Contoh: mengobati
luka pasien diabetes. (5) Bedah rekonstruktif atau kosmetik adalah untuk
memperbaiki penampilan. (6)Bedah paliatif adalah untuk meringankan gejala
tanpa menyembuhkan penyakit. (7)Bedah transplantif adalah penanaman
organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur yang malfungsi.
2.2.2 Tipe-tipe Pembedahan Smeltzer & Bare (2001)

Berdasarkan urgensinya dilakukan tindakan pembedahan, yaitu
(1)Bedah kedaruratan/emergensi: kondisi pasien membutuhkan perhatian dan
tindakan sesegera mungkin, karena gangguan yang dapat muncul kalau tidak
ditangani segera dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik).
(2)Bedah urgensi :Pasien membutuhkan perhatian segera.Contoh; infeksi
kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. (3)Bedah diperlukan:
kondisi pasien harus menjalani pembedahan , namun direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. (4)Bedah elektif: bedah yang harus dioperasi
ketika diperlukan , tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.
(5)Bedah pilihan: keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan
sepenuhnya kepada pasien.
2.3

Faktor-Faktor Resiko terhadap Bedah
2.3.1 Usia
Bedah dapat dilakukan pada setiap usia individu, mulai dari masa bayi,
masa remaja, sampai lanjut usia. Namun pada masa seorang individu sudah
lanjut usia sekali, kemampuan untuk mentolerir stres tidak berfungsi dengan
baik, seperti trauma jaringan bedah, atau infeksi.
2.3.2 Nutrisi
Pengaruh pembedahan terhadap individu yang malnutrisi (kelebihan
ataupun kekurangan) dengan individu yang lebih baik kondisi nutrisinya akan
sangat berbeda, karena individu yang malnutrisi lebih berisiko menderita
komplikasi. Pada individu yang memiliki kekurangan nutrisi, proses
penyembuhan luka menjadi sangat lamban. Proses penyembuhan luka

membutuhkan protein untuk menjaga homeostasis fungsi metabolisme. Bila
tindakan bedah merupakan jenis bedah yang tidak segera, maka pembedahan
dapat ditunda sampai dengan kondisi nutrisinya sudah membaik. Pada
individu yang kelebihan nutrisi atau kegemukan memiliki resiko seperti
komplikasi respiratori, pluktuasi gejala vital, luka terngangah, hernia bekas
insisi, thrombophlebitis.
2.3.3 Ketidaksempurnaan Respon Neuroendokrin
Respon neuroendokrin membantu individu beradaptasi terhadap stresor
bedah. Apabila respon neuroendokrin tidak sempurna, maka komplikasi yang
dapat terjadi yaitu shock, penyembuhan luka lamban, anastesi tidak dapat
ditolerir dengan baik serta berpengaruh terhadap post operasi, dimana
keadaannya menjadi kurang baik.
2.3.4 Penyakit Kronis
Banyaknya penyakit penyerta tidak mempengaruhi komplikasi pasca
bedah, namun yang paling penting adalah tingkat kegawatan penyakit
tersebut. Penyakit paru-paru dapat mempengarui respon individu terhadap
anastesi, dan kemampuan untuk menyesuaikan dengan masalah respiratori.
Apabila bedah dilakukan pada individu yang memiliki riwayat penyakit
respiratori, maka individu tersebut harus dipastikan terlebih dahulu
kondisinya optimal. Penyakit kardiovaskular mempengaruhi respon individu
terhadap bedah karena fungsi jantung sangat diperlukan mencegah shock dan
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Insufiensi renal dapat meningkatkan
resiko bedah karena sukar untuk membuang elektrolit yang meningkat. Pasien

diabetes melitus juga harus dalam keadaan terkendali sebelum menjalani
operasi dan dipantau ketat saat operasi dan sesudah operasi.
2.3.5 Merokok
Asap rokok mengiritasi batang trachio-bronchial, yang mengakibatkan
meningkatnya jumlah sekresi yang dapat mempersempit saluran udara dan
meningkatkan ventilasi. Oleh sebab itu, perokok berat berisiko tinggi
terhadap komplikasi pulmonari pasca bedah. Perokok berat biasanya
dianjurkan untuk menurunkan intensitas merokok sebelum operasi
(Long,1996).
2.4

Persiapan Pra-operasi
2.4.1 Diit
Diit harus disesuaikan dengan kondisi pasien sebelum menjalani
operasi. Pada bedah perut dengan residu rendah, makanan dapat diberikan
satu hari sebelum operasi. Namun pasien tidak diperbolehkan lagi makan
pada waktu 8 jam sebelum operasi dan juga cairan tidak diperbolehkan
selama 4 jam sebelum operasi. Persiapan diit ini dilakukan untuk mencegah
adanya kemungkinan meningkatnya aspirasi yang dapat menjadi pneumonia.
Aspirasi terjadi ketika pasien dianasthesi dan isi makanan di lambung masuk
ke dalam paru-paru.
2.4.2 Persiapan Perut
Pemberian huknah sebelum operasi hanya dilaksanakan pada bedah di
bagian pencernaan, pelvis, perineal. Tujuan persiapan ini adalah untuk
mencegah cedera pada kolon, untuk memudahkan melihat visualisasi pada

daerah yang akan dioperasi, mencegah konstipasi atau pengerasan tinja pasca
operasi.
2.4.3 Persiapan kulit
Persiapan kulit sebelum operasi ini bertujuan untuk mencegah sedini
mungkin daerah yang akan di operasi dari mikroorganisme yang terdapat di
rambut ataupun di kulit. Rambut dibersihkan dengan cara dicukur searah
dengan arah tumbuhnya rambut (Long,1996). Ahli bedah biasanya membuat
spesifikasi daerah mana yang harus dicukur.
2.4.4 Bernafas dalam dan latihan batuk
Sebagian orang berisiko tinggi dalam mengadapi komplikasi pulmonal
pada pasca bedah, seperti pneumonia, inhalasi anastesi, bedah thorax, bedah
perut bagian atas, obesitas, orang tua usia lanjut dan lain-lain. Namun batuk
kontraindikasi dengan bedah intrakranial, mata, hidung, dan tenggorokan
karena akan menimbulkan tekanan, merusak jaringan, melepaskan jahitan,
atau melepaskan gumpalan. Pada fase preoperasi ini, pasien diberikan
penyuluhan tentang cara bernafas dalam dan latihan batuk.
2.4.5 Latihan kaki
Vena yang statis pada periode pasca bedah dapat menimbulkan
thrombophlebitis (bekuan darah). Pasien yang berisiko tinggi yaitu mobilitas
yang berkurang pasca bedah, memiliki riwayat sirkuler perifer yang kurang
baik, menjalani bedah kardiovaskular atau pelvis. Pasien-pasien demikian
harus melaksanakan latihan kaki guna mencegah vena statis pada kaki.

Mengencangkan, dan mengistirahatkan otot kaki dapat membantu
memompakan darah disepanjang vena.
2.4.6 Mobilitas
Berputar dan bergerak di tempat tidur membantu mencegah komplikasi
sirkulatori paru-paru dan kardiovaskuler mencegah dekubitus, merangsang
peristaltik, dan mengurangi nyeri. Pasien harus dilatih bagaimana cara duduk
di sisi tempat tidur dengan tidak terjadi tarikan pada torehan / luka. Pasien
juga harus diajari bagaimana cara menggunakan penghalang tempat tidur,
agar bisa memutar badan.
2.4.7 Persiapan psikologi untuk bedah
Pengkajian kesiapan psikologi pasien dan keluarga sangat penting
dilakukan sebelum operasi. Hal ini diperlukan agar perawat mengetahui rasa
takut yang spesifik dan apa yang dihayatin pasien preoperasi. Pengkajian ini
membantu perawat dalam menentukan tindakan perawatan yang akan
dilakukan lebih tenang dan tidak terburu-buru. Perhatian perawat kepada
pasien akan sangat membantu kecemasan pasien berkurang. Perhatian
perawat ini dapat dalam bentuk pendengar yang baik akan setiap ketakutan
ataupun keluhan, dukungan verbal, bahkan rabaan.
Kehilangan kendali merupakan salah satu ketakutan yang menyertai
bedah, Bila memungkinkan, pasien maupun keluarga dapat diikutsertakan
dalam menentukan asuhan. Memperkenalkan dan melaksanakan prosedurprosedur untuk membantu kebutuhan fisik dari pasien pada fase prabedah
dapat membuat rasa cemas berkurang.

Penyuluhan merupakan tugas yang penting perawat pada fase
preoperasi Apabila pasien sudah mengetahui tentang asuhan mandiri dan
tingkat ketergantungannya, aktivitas seperti apa, mengapa dan bagaimana
lebih dini, maka proses pemulihan akan lebih optimal.