Penanaman Nilai sesuai dengan Perkembang

Penanaman Nilai sesuai dengan Perkembangan yang berdasarkan Didaktis
pada Pendidikan Formal
Nisrina Nurhaliza1
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Jalan Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182
Email : nisrina.nurhaliza18@gmail.com
Amalia Yuli Rahmawati2
2
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Jalan Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182
Email : amaliayuli21@gmail.com
1

ABSTRAK BAHASA INDONESIA
Seiring dengan maraknya kasus yang beredar dalam jenjang formal, maka tentu
diperlukan suatu cara atau metode yang disebut didaktis untuk menanamkan suatu nilai
pada jenjang formal yaitu Pendidikan. Didaktis adalah bagian dari periodisasi yaitu
pembagian seluruh masa perkembangan seseorang ke dalam periode-periode tertentu.
Dalam menunjang tercapainya suatu pendidikan formal, maka perlu ditunjang dengan

penanaman nilai yang berdasarkan didaktis dalam pendidikan formal. Nilai-nilai yang
perlu ditanamkan diantaranya nilai religiusitas, kejujuran, tanggung jawab, demokrasi,
daya juang, kemandirian, dan lain-lain. Dalam penanaman nilai-nilai tersebut, tentunya
berbeda cara dalam penanamanya sesuai dengan kebutuhan usia anak tersebut.
Kata kunci

: Didaktis, Pendidikan Formal, Penanaman Nilai

ABSTRACT
Along with many cases that revolved in Formal Education stage, so necessary a
way or method namely didactic to implant a moral value in a formal education. Didactic
is a part of division of history into periods that is division all time of someone
development into certain periods. To support achieve a Formal Education then be needed
with implanting of didactic moral value in formal education. The values such as
religious, truth, responsibility, power fight, and so on. To implanting a moral value,
surely with different way appropriate with age of the children.

Key Words

: Didactic, Formal Education, Moral value


I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan semakin maraknya kasus kejahatan dalam usia anak – anak
yang masih menginjak usia sekolah, dan kurangnya perhatian atau penanaman
nilai yang baik dalam jenjang pendidikan formal, khususnya karena kurang
tepatnya pembagian waktu dalam sekolah dan materi apa yang seharusnya
diberikan pada setiap jenjang pendidikan formal mengharuskan adanya
pemahaman tentang perkembangan periodisasi yang menggunakan metode
didaktis, yang mana hal itu masih belum di ketahui banyak orang di karenakan
kurangnya pengetahuan serta pemahaman mengenai hal tersebut. Oleh karena itu,
kami menyajikan makalah ini agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan
terhadap periodisasi perkembangan.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana Penanaman Nilai sesuai dengan Perkembangan yang berdasarkan
Didaktis pada Pendidikan Formal ?

II. ANALISIS TEORI

Teori yang digunakan dalam penanaman nilai ini mengacu pada teori
perkembangan moral dalam pendidikan budi pekerti. Yaitu Teori Pendidikan.
Teori ini umumnya dianut oleh sekolah. Prinsip yang dianut oleh teori ini adalah
hukuman tidak boleh dijatuhkan kepada seseorang jika tidak mengandung upaya
membina atau mendidik kembali sesuai dengan kehendak masyarakat yang
berharap moral harus ditegakkan dalam masyarakat. Si pelanggar harus diberi
kesempatan untuk melihat diri sendiri mengenai perbuatannya seperti orang lain
melihat dirinya. Namun, jika ia gagal untuk memahami diri dan gagal pula

menerima aturan moral maka hukuman yang dijalaninya juga berarti mengalami
kegagalan. (Nurul Zuriah, 2008:5)
III. PEMBAHASAN
A.Pengertian Perkembangan yang berdasarkan Didaktis
Didaktis adalah bagian dari periodisasi yaitu pembagian seluruh masa
perkembangan seseorang ke dalam periode-periode tertentu. Sedangkan
perkembangan adalah menunjukan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang
menuju kedepan dan tidak di ulang kembali. Dalam perkembangan manusia
terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat
diulangi. Periodisasi Didaktis sendiri maksudnya adalah pembagian periode
perkembangan atas dasar klasifikasi waktu, materi, dan cara pendidikan untuk

anak-anak pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan
metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik
anak pada masa tersebut. Misalnya Johann Amos Comenilus membagi
perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu :
a. Scola Materna (sekolah ibu), yaitu pada usia 0-6 tahun. Pada fase ini,
anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra di bawah asuhan ibu
(keluarga).
b. Scola Vermacula (sekolah bahasa ibu), yaitu pada usia 6-12 tahun. Pada
fase ini, anak mengembangkan pikiran, ingatan, dan perasaannya di
sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
c. Scola Latina (sekolah bahasa latin), yaitu pada usia 12-18 tahun. Pada
fase ini anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya
dengan bahasa asing.
d. Academia (akademi) adalah media pendidikan bagi anak usia 18-24
tahun.
Selanjutnya, Maria Montessori membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat)
tahap, yaitu :

a. Pada usia 1-7 tahun adalah masa penerimaan dan pengaturan rangsangan
dari dunia luar dari alat indra.

b. Pada usia 7-12 tahun adalah masa dimana anak sudah mulai
memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi perasaan ethisnya
yang bersumber dari kata-kata hatinya dan dia mulai tahu kebutuhan orang
lain.
c. Pada usia 12-18 tahun adalah masa penemuan diri serta kepuasan terhadap
masalah-masalah sosial.
d. Pada usia 18-24 tahun adalah masa pendidikan di perguruan tinggi, masa
melatih anak akan realitas kepentingan dunia. Ia harus mampu berfikir
secara jernih, jauh dari perbuatan yang tercela.
B. Pengertian Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang di sekolah yang diperoleh
secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang
jelas. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang
secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan
perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan dalam mendidik warga
negara. Pendidikan formal juga dapat diartikan sebagai pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini
mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Termasuk juga di dalamnya
ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi,

dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
Satuan penyelenggara pendidikan formal sebagai berikut :
1. Taman Kanak-kanak (TK)
2. Raudatul Athfal (RA)
3. Sekolah Dasar (SD)
4. Madrasah Ibtidaiyah (MI)
5. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

6. Madrasah Tsanawiyah (MTs)
7. Sekolah Menengah Atas (SMA)
8. Madrasah Aliyah (MA)
9. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
10. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
11. Perguruan Tinggi
12. Akademi
13. Sekolah Tinggi
14. Institut
15. Universitas
C. Penanaman Nilai sesuai dengan Perkembangan yang berdasarkan
Didaktis pada Pendidikan Formal

Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses,
maka hal ini dapat diberikan melalui pendidikan formal yang direncanakan dan
dirancang secara matang. Direncanakan dan dirancang tentang nilai-nilai apa saja
yang akan diperkenalkan, metode dan kegiatan apa yang dapat digunakan untuk
menawarkan dan menanamkan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang akan
ditawarkan dan ditanamkan kepada siswa harus dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak. Pada tahap awal proses
penanaman nilai, anak diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Tatanan hidup
dalam masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada dalam keluarga.
Pada tahap awal, anak diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi tahap.
Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsur
pemahaman, argumentasi, dan penalarannya. Nilai-nilai hidup yang ditawarkan
menurut Paul Suparno,dkk,(2002:63-90) adalah sebagai berikut:

1. Religiusitas
a. Mensyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan
b. Sikap toleran
c. Mendalami ajaran agama.
2. Sosialitas
a. Penghargaan akan tatanan hidup bersama secara positif

b. Solidaritas yang benar dan baik
c. Persahabatan sejati
d. Berorganisasi dengan baik dan benar
e. Membuat acara yang sehat dan berguna.
3. Gender
a. Penghargaan terhadap perempuan
b. Kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan
c. Mengargai kepemimpinan perempuan.
4. Keadilan
a. Penghargaan sejati orang lain secara mendasar
b. Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang
c. Keadilan berdasarkan hati nurani.
5. Demokrasi
a. Menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama dengan saling
menghormati
b. Berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan.
6. Kejujuran
Menyatakan kebenaran sebagai penghormatan pada sesama.
7. Kemandirian


a. Keberanian untuk mengambil keputusan secara jernih dan benar dalam
kebersamaan
b. Mengenal kemampuan diri
c. Membangun kepercayaan diri
d. Menerima keunikan diri.
8. Daya Juang
a. Memupuk kemauan untuk mencapai tujuan
b. Bersikap tidak mudah menyerah.
9. Tanggung Jawab
a. Berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup
b. Mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban
c. Mengembangkan hidup bersama secara positif.
10. Penghargaan terhadap lingkungan alam
a. Menggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan seimbang
b. Mencintai kehidupan
c. Mengenali lingkungan alam dan penerapannya.
Penanaman nilai pada setiap jenjang pendidikan formal tentu akan berbeda-beda,
karena dilihat dari faktor usia, dan faktor pendidikannya. Kondisi kejiwaan dan
kepribadian mereka tentu berbeda sesuai dengan perkembangan masing-masing.
Misalnya, seorang anak yang berusia 5 tahun tentu akan diberi sebuah sentuhan

pengajaran yang lebih lembut daripada anak yang berusia 15 tahun. Begitu pula
dengan anak yang masih bersekolah SD akan berbeda perlakuannya dengan anak
yang sudah SMA. Karena kemampuan kejiwaan mereka yang berbeda-beda
penampungnya. Berikut ini metode atau cara penanaman nilai pada jenjang
pendidikan formal :
a. Penanaman nilai di sekolah TK

Pada jenjang Taman Kanak-kanak lebih diperkenalkan pada realitas hidup
bersama yang mempunyai aturan dan nilai hidup. Proses ini dilaksanakan melalui
berbagai bentuk kegiatan yang membuat anak senang dan merasakan kebaikan
dan tatanan serta nilai hidup tersebut. Hidup bersama, bersekolah adalah situasi
yang menyenangkan dan baik. Itulah yang akan diperkenalkan dan ditanamkan
pada jenjang Taman Kanak-kanak.
1. Religiusitas
Dalam jenjang ini, kita harus dapat mengajarkan lebih banyak arti syukur
dan berterima kasih kepada Tuhan agar menjadi anak yang baik nantinya.
Membiasakan anak untuk selalu bersyukur dan berterima kasih salah
satunya dengan berdoa. Mengajarkan anak berdoa sebelum dan sesudah
belajar, sebelum dan sesudah makan, dan sebelum dan sesudah bangun
tidur. Dapat juga dengan cara menyanyikan lagu sederhana yang ada

kaitannya dengan kehidupan. Contohnya lagu “Pelangi”. Anak-anak
diminta untuk membahas arti syair tersebut dan diperkenalkan tentang
keagungan Tuhan.
2. Sosialitas
Sikap berebut, ingin menang sendiri selalu ada dalam diri anak yang baru
menginjak jenjang pendidikan formal. Mereka hanya bisa menangis dan
merengek bila keinginannya tidak dapat terwujud, oleh karena itu sikap
untuk saling bisa menerima satu sama lain, sikap untuk saling berbagi,
memperhatikan keadaan sekitar, dan rendah hati perlu dilakukan sejak
dini. Karena kehidupan bersama dalam masyarakat tentu berbeda dengan
kehidupan bersama dalam keluarga. Misalnya dengan cara, dalam satu
kelas sekolah dapat mewujudkannya dengan memberikan fasilitas mainan
yang terbatas, lalu anak dibekali dengan pengetahuan bahwa sikap saling
menerima dan memberi, rendah hati, terbuka, dan saling berbagi adalah
hal yang baik bila dilakukan secara terus-menerus, sebaliknya sikap egois
dan ingin menang sendiri harus dihindari karena nantinya tidak punya
teman. Selanjutnya, guru mengajak siswa untuk mulai memperhatikan

sesamanya dan ingin berbagi. Dengan begitu, mereka akan terbiasa dan
tidak asyik sendiri dengan dunianya.
3. Gender
Perbedaan sikap yang harus feminim dan maskulin, anak laki-laki harus
bermain bola, dan anak perempuan harus bermain boneka, merupakan
perbedaan gender yang telah menjadi kebiasaan rakyat Indonesia yang
menganut ideologi patriarkhi. Tetapi, secara esensial, perempuan bukanlah
makhluk yang lemah, melainkan ia adalah makhluk yang kuat dan
memiliki potensi yang bisa dioptimalkan eksistensinya. Pandangan yang
demikian harus ditanamkan sejaki dini kepada anak-anak. Begitu juga
dengan anak laki-laki yang tidak harus selalu menggunakan otot dan
bersikap kasar. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan permainan
yang tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, misalnya
mereka bergandengan tangan membentuk lingkaran dan diberi bola atau
alat lain untuk saling didistribusikan satu sama lain tanpa memilih laki-laki
ataupun perempuan.
4. Keadilan
Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan seperti semua
siswa diminta untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru, baik melalui
kegiatan menyanyi, menari, permainan, menggambar maupun tugas
lainnya. Apabila ada anak yang mendominasi, mereka harus diarahkan dan
diberi perhatian agar memberikan kesempatan kepada yang lain. Disini
peran guru sangat penting untuk selalu memberikan perhatian mana yang
sudah mendapat kesempatan dan mana yang belum, mana yang menonjol
dan mana yang membutuhkan dorongan atau motivasi untuk berani tampil.
5. Demokrasi
Hal ini dapat diwujudkan dengan cara guru memberikan tugas
menggambar kepada siswa. Dalam hal ini wujud kreativitas dan imajinasi
atau tingkat nalar anak akan terwujud, mereka akan bebas dan leluasa
menuangkan apa yang ada di pikiran mereka. Setelah selesai, siswa
diharap untuk menjelaskan maksud dari gambar mereka, apapun hasilnya,
seorang guru harus dapat memberikan apresiasi yang bagus dan positif
agar anak selalu ada ide dan terus mengembangkan bakat demokrasinya.

6. Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab di sekolah Taman Kanak-kanak dapatdilakukan
melalui permainan atau tugas-tugas yang menggunakan alat. Hal ini dapat
menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melatih langsung tanggung
jawab pada diri anak. Menjaga agar alat permainan tidak mudah rusak,
berani melaporkan apabila alat permainan rusak merupakan awal
pembentukan sikap dan perilaku bertanggung jawab. Melalui kegiatan dan
kebiasaan yang seperti itu, anak-anak diajarkan untuk tahu bagaimana
menjaga dan memelihara permainan dan peralatan yang digunakannya.
b. Penanaman Nilai di Sekolah Dasar (SD)
Penanaman nilai dan suasana bermain serta kebiasaan hidup bersama yang
ada di lingkungan taman Kanak-kanak harus lebih didukung dan dikembangkan
pada jenjang Sekolah Dasar. Anak-anak harus dikondisikan dan diajak untuk
melihat dan mengalami hidup bersama yang baik dan menyenangkan. Pengalaman
menyenangkan yang dialami ini harus didasari oleh sikap dan tanggapan yang
baik dari semua pihak. Kebaikan tersebut berdasarkan nilai-nilai hidup yang telah
ditanamkan pada mereka sejak dini.
1. Religiusitas
Dalam menanamkan nilai-nilai religiusitas dalam jenjang ini dapat
dilakukan dengan cara tetap menjaga kebiasaan berdoa pada waktu di TK,
dengan ditambahkan sedikit dongeng atau cerita anak yang isinya tentang
kehidupan beragama di Indonesia, seperti bermacam-macam agama yang
ada di dunia, sikap menghargai, sikap toleransi, dan membantu anak
memahami tentang agama tersebut. Selain diajarkan tentang kegiatan
berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, anak-anak juga dapat diberitahu
tentang hari besar agama dan tentang apa yang dilakukan manusia di muka
bumi ini karena adanya Allah SWT. Anak-anak harus diperkenalkan
tentang kebesaran Allah, dan apa saja yang ada di muka bumi adalah milik
Allah SWT.
2. Sosialitas

Nilai sosialitas yang dapat ditanamkan pada anak-anak Sekolah Dasar
adalah dengan cara baris-berbaris dengan rapi dan teratur sebelum masuk
kelas, agar tidak ada yang berlari atau melewati barisan depannya yang
dapat menimbulkan teriakan, gaduh, dan komentar yang bermacammacam. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tugas
kelompok,

keterampilan

kelompok,

olahraga

bersama,

dan

lain

sebagainya. Dengan begitu, anak-anak akan belajar bagaimana menghargai
orang lain, salimg membantu, saling memperhatikan, dan memahami
bagaimana untuk bersosialisasi dengan baik dan tertib.
3. Gender
Pendidikan jasmani dan kesehatan dapat dilakukan untuk pembentukan
kesetaraan gender sejak dini. Disini diajarkan bahwa perempuan dapat
melakukan olahraga apapun termasuk juga sepak bola. Anak-anak
diarahkan bahwa perempuan bukan mahkluk yang lemah, lembek, dan
hanya dapat melakukan hal yang ringan saja. Laki-laki dan perempuan
memang berbeda dalam hal jenis kelamin, tetapi dalam hal peran gender
jangan dibeda-bedakan, yang membedakan satu sama lain adalah
kemampuannya.
4. Daya juang
Melalui kegiatan olahraga, nilai daya juang anak dapat ditumbuhkan
secara konkret. Pertumbuhan fisik merupakan perkembangan proses tahap
demi tahap dan untuk mencapai perkembangan yang optimal dibutuhkan
daya dan semangat juang. Selain menumbuhkan semangat dan daya juang
yang

tinggi,

kegiatan

olahraga

juga

merupakan

wahana

untuk

mengembangkan sikap sportivitas (kejujuran) yang tinggi pada anak.
Berani bersaing secara wajar, namun juga berani untuk menerima
kekalahan dan mengakui kemenangan orang lain dengan setulus hati.
5. Tanggung jawab
Nilai ini dapat diajarkan dengan cara memberikan tugas piket dalam kelas,
sembari diarahkan bahwa kebersihan sekolah bukan hanya tanggung jawab
petugas kebersihan, tetapi semua warga sekolah. Dengan begitu, anakanak akan belatih tanggung jawab, sehingga anak yang tidak mau

melaksanakan tugasnya segera mendapat perhatian, dan anak yang
menjadi korban kemalasan temannya juga dapat ditangani dengan baik.
6. Penghargaan terhadap lingkungan alam
Penghargaan terhadap lingkungan alam dapat diajarkan dengan cara
melaksanakan kerja bakti. Anak diarahkan agar mampu memahami bahwa
lingkungan sekitar kita harus selalu dijaga dan dirawat, agar tampak asri,
indah, dan nyaman. Lingkungan alam yang hijau dan asri sangat
membantu kesehatan dan kenyamanan hidup manusia, membuat seluruh
siswa nyaman saat berada di sekolah.
c. Penanaman nilai di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP), pola berpikir
anak sudah mampu untuk diajak memahami dan melihat nilai-nilai hidup berdasar
pertanggungjawabannya serta dasar pemikirannya. Aturan dalam hidup bersama
tidak sekadar demi aturan, tetapi demi tujuan yang baik dalam hidup bersama
tersebut. Dikarenakan tujuan yang baik inilah maka tingkah laku manusia harus
sejalan dengan tujuan tersebut. Pada jenjang pendidikan menengah semakin
terbuka kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup agar menjadi pekerti
manusia melalui segala kemungkinan kegiatan, tidak hanya pada unsur akademis
semata.
1. Religiusitas
Pada nilai ini, siswa diperkenalkan kepada tokoh pemberi agama (Nabi
dan Rosul) dengan dasar agama yang diajarkan. Siswa diminta untuk
mencari dan menggali informasi tentang tokoh pemberi agama yang dapat
semakin memantapkan agamanya dan dapat menumbuhkan sikap toleran
yang sejati. Anak diminta memberikan informasinya secara informatif,
bukan mendiskusikannya. Mengenal tokoh dan ajarannya merupakan jalan
untuk mendalami ajaran agama yang dianutnya. Diharapkan pola ini
menjadi jalan untuk pendalaman agama setiap pribadi tanpa meninggalkan
sikap toleran yang sejati.
2. Sosialitas

Pada jenjang pendidikan SMP, anak tentunya sudah mempunyai wilayah
pergaulan yang luas, dan dalam usia ini, anak tentunya sedang mencari jati
dirinya. Melihat dan mengingat realitas perkembangan anak yang
demikian, baik secara fisik maupun psikologis maka proses pertumbuhan
perlu diperhatikan dan dikritisi bersama dengan anak. Anak dalam usia ini
memerlukan pendekatan dengan teman-temannya, namun kita harus
memberikan arahan dan perhatian yang kritis, karena pergaulan pada
jenjang dapat membawa dampak positif dan negatif, oleh karena itu harus
diarahkan dengan cara menjelaskan konsekuensi yang mungkin akan
muncul terhadap suatu pilihan dalam bentuk apapun.
3. Gender
Pada usia di jenjang ini, terkadang banyak masalah yang ditimbulkan anak
laki-laki untuk mengalahkan perempuan. Maka dari itu, bagian kesiswaan
harus merancang kegiatan sedemikian rupa agar perempuan medapat tugas
untuk memimpin suatu kelompok, kegiatan ekstrakurikuler untuk
perempuan perlu ditambahkan, agar kesetaraan gender dapat terwujud.
4. Kejujuran
Kegiatan olahraga dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai kejujuran
atau sportivitas, anak diajarkan bagaimana pentingnya kejujuran dalam
sebuah permainan olahraga, dan anak diberikan apresiasi yang dapat
melakukannya. Anak-anak diajarkan pentingnya arti kejujuran dalam
kehidupan

bermasyarakat,

dan

diajak

berfikir

bagaimana

jika

ketidakjujuran itu ada dalam suatu masyarakat.
5. Tanggung jawab
Kegiatan class meeting adalah salah satu hal yang dapat mengajarkan nilai
tanggung jawab, siswa diminta untuk bertanggung jawab dari awal
kegiatan sampai dengan kegiatan evaluasi. Pelaksanaan diusahakan sebaik
mungkin agar semua pihak merasa senang, dan kegiatan evaluasi adalah
bagian dari tanggung jawab itu sendiri. Tanggung jawab terhadap suatu
kegiatan tidak hanya pada sebagian proses, tetapi pada keseluruhan proses
yang terjadi.
6. Penghargaan terhadap lingkungan alam
Kegiatan kepramukaan dengan mengembangkan

kesadaran

akan

lingkungan sangat terbuka. Kegiatan pramuka dengan tema mengusahakan

penghijauan

lingkungan

dapat

menjadi

wahana

untuk

mencintai

lingkungan alam. Penghijauan tidak hanya sekedar menanam sesuatu,
tetapi dengan penalaran dan pertimbangan jenis pohon. Selain menjaga
kelestarian alam, juga menambah pengetahuan tentang sifat-sifat tanaman.
Ada tanaman yang mengisap banyak air, ada tanaman yang dapat
menyimpan air untuk lingkungannya. Tidak semua pepohonan baik dan
dapat digunakan untuk penghijauan. Demikian juga, penghijauan di daerah
berkapur, daerah berbatu, dan daerah subur menuntut tanaman atau jenis
pohon yang berbeda satu sama lain.
d. Penanaman Nilai di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pada

jenjang

pendidikan

menengah

atas,

aspek

penalaran

dan

pertanggungjawaban atas nilai atau aturan haruslah semakin ditanamkan dan
menjadi stressing kegiatan. Sikap-sikap yang terbentuk dari kebiasaan perlu
didalami dan diperkenalkan akan adanya nilai-nilai hidup yang mendasarinya.
Anak mulai mengenal dengan jelas bahwa hal baik yang dilakukan dalam
masyarakat, dalam hidup bersama akan membawa kegembiraan, kebahagiaan bagi
semua orang. Kebiasaan berbuat baik dan bertanggungjawab terhadap akibat yang
sehari-hari.
1. Religiusitas
Keterlibatan dan kepekaan sosial kepada lingkungan hidup merupakan
perwujudan dari sikap religiusitas yang harus ditanamkan pada nilai ini,
sikap menghargai orang lain dan melihat keprihatinan orang lain dengan
tindakan nyata adalah hal yang harus dilakukan oleh seorang siswa SMA.
Perwujudan nyata tersebut akan membawa dampak positif dan merupakan
amal ibadah kepada orang lain. Maka dari itu, siswa diajak untuk berbuat
kebaikan setiap hari.
2. Sosialitas
Pembinaan kelas dapat dilakukan untuk menanamkan nilai ini, misalnya
dengan mengarahkan siswa agar membuat pesta yang enerjik, menarik,
menyenangkan, mempunyai arti dan tujuan yang baik, bukan hanya

sekedar hura-hura dan makan besar. Disitu siswa dapat belajar bagaimana
mereka bersosialisasi baik dengan orang lain dengan tindakan nyata, siswa
dapat belajar bersikap sopan santun terhadap pemilik rumah, memohon
izin kepada orang disekitarnya, bagaimana menerima tamu dengan baik,
bagaimana mempersiapkan acara tersebut dari awal sampai akhir. Melalui
aktivitas dan dinamika kelompok yang terencana dan terorganisasi dengan
baik, siswa diajak bermain sekaligus merefleksikannya dalam kegiatan
kehidupan kesehariannya, baik sebagai individu, anggota kelas, maupun
sebagai anggota masyarakat.
3. Kejujuran
Salah satu pelajaran yang bisa diajadikan salah satu wahana dan sarana
mengajarkan nilai-nilai kejujuran adalah mata pelajaran Akuntansi. Mata
pelajaran ini dapat dijadikan sarana bagi anak didik dalam bidang
keuangan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara benar
dan transparan. Laporan keuangan ini dapat dijadikan sebagai alat untuk
menilai apakah seseorang bertindak jujur atau tidak. Pembukuan dapat
juga digunakan untuk mencari keuntungan yang berarti mengingkari
kebenaran yang seharusnya diungkapkan dalam pembukuan tersebut.
4. Daya juang
Mengenal bakat dan kemampuan yang dimiliki siswa tanpa membunuh
potensi yang lain akan dapat menumbuhkan daya juang siswa untuk terus
mengembangkan bakat terpendamnya, karena bakat itu bukan hanya
bersifat formal, tapi juga bisa olahraga atau kesenian. Dengan menyadari
kemampuannya siswa akan merasa percaya diri untuk brkembang bersama
dengan yang lain dalam kegembiraan.
5. Tanggung jawab
Kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) dan non akademik yang beraneka ragam
merupakan wahana dan sarana yang tepat untuk dapat membantu
menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab siswa. Kegiatan yang dipilih
pasti mempunyai konsekuensi, paling tidak dalam masalah pembagian
waktu berkaitan dengan multi peran yang disandang setiap orang. Apabila
ia terlalu bersemangat untuk mengikuti banyak kegiatan maka ada
konsekuensi yang dipikul, yaitu waktu untuk belajar, mempersiapkan

ulangan, menjalankan peran dan tugas di rumah, dan lain sebagainya.
Tanggung jawab tentu berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban yang
diemban seseorang. Guru dapat mengajak siswa untuk mengevaluasi dan
mengkritisi kegiatan yang telah dipilihnya.
6. Penghargaan terhadap lingkungan alam
Berbagai kegiatan yang bersifat dan berbau petualangan sekaligus
mencintai alam yang berarti mencintai kehidupan manusia adalah langkah
pendukung untuk bisa mengenal dan memahami alam lingkungan dan
perkembangannya secara dekat dan menyatu dalam kehidupan. Organisasi
green peace misalnya, adalah sebuah organisasi yang kegiatannya penuh
dengan kegiatan petualangan dan tantangan yang selalu diarahkan pada
upaya pelestarian alam dan lingkungan kehidupan. Mencintai alam dan
lingkungan hidup haruslah diarahkan agar ada sikap untuk mencintai
kehidupan secara berimbang. Tidak ada gunanya mencintai alam tanpa
mencintai kehidupan manusia.
IV. KESIMPULAN
Penanaman nilai yang berdasarkan didaktis yang pembahasannya
berdasarkan pada segi kepeluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada
anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan
metode apa yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik
anak pada masa tertentu tersebut. Penanaman nilai yang diberikan juga tergantung
usia dan perkembangannya dalam tiap jenjang pendidikan formal, karena kondisi
kejiwaan mereka yang berbeda-beda.

Daftar Pustaka
Handout Perkembangan Peserta didik. 10-11
Suparno, Paul. Dkk. (2002). Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Suatu Tinjauan
Umum. Yogyakarta: Kanisius. 63-90

Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. 38-60