Modul Monitoring dan Evaluasi Implementa
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, buku "Modul Monitoring dan Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung " ini dapat diselesaikan.
Modul ini dimaksudkan sebagai informasi yang dikemas secara ringkas dan bersifat memandu bagi konsultan individual (KI) satker SNVT PBL provinsi. Secara garis besar, buku ini berisi tentang tahapan dalam proses monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan dan gedung, mulai dari pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya sebagai payung hukum penyelenggaraan bangunan gedung, serta prosedur dan tata cara evaluasi dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan dan gedung.
Diterbitkannya Modul ini adalah merupakan salah satu tugas dari konsultam manajemen dan evaluasi sebagai upaya untuk mendukung Pemerintah dalam menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan produk pengaturan untuk peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam upaya untuk mendapatkan permasalahan implementasi peraturan bangunan gedung. Berdasarkan hasil percepatan penerbitan Perda Bangunan Gedung pada bulan Juni tahun 2014, telah terbit Perda Bangunan Gedung sejumlah 220 Kabupaten/Kota.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Mohon maaf atas segala kekurangan , dan masukan maupun saran tetap kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan Perda Bangunan Gedung pada tahun-tahun berikutnya.
Jakarta, 2014
Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan
[2]
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002, hingga saat ini baru sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung sebagai amanat dari Undang- Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002. Namun demikian, dari sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung-nya tersebut, masih banyak diantaranya yang belum mampu baik secara teknis maupun sumber daya manusia untuk mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya secara menyeluruh di wilayahnya.
Oleh karena itu, diperlukan peran dari Pemerintah Pusat dan provinsi dalam membina pemerintah daerah kabupaten/kota beserta aparat-aparatnya agar mampu mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung di wilayahnya, terutama terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung yang dinilai sangat vital guna pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung.
Perlu penguatan
kabupaten/kota agar dapat mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya secara menyeluruh, terutama terkait IMB, SLF, TABG dan pendataan bangunan gedung.
1.2. Maksud
Modul Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung ini dimaksudkan menjadi acuan bagi Konsultan Individual SNVT PBL Provinsi melaksanakan kegiatan konsultansi manajemen evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di daerahnya.
1.3. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah disusunnya Roadmap kegiatan dalam kurun waktu 3 tahun mendatang untuk penanganan permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung di kabupaten/kota sasaran.
1.4. Sasaran
Sasaran disusunnya Modul Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung yaitu:
1. Tersedianya pemahaman umum mengenai alur dan persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;
2. Tersedianya pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai pengaturan bidang penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;
3. Tersedianya pemahaman mengenai amanah penyusunan Perda BG dan pentingnya Perda BG yang mengandung muatan lokalitas bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah;
4. Terinventarisasinya permasalahan implementasi penyelenggaraan bangunan dan gedung (IMB, SLF, TABG, Pendataan Bangunan) di masing-masing daerah sasaran;
5. Terinventarisasinya kesesuaian PERDA BG Kab/Kota sasaran dengan Model Perda BG Tahun 2014.
1.5. Manfaat
Dengan disediakannya Modul Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung ini, maka manfaat yang diharapkan yaitu:
1. Dipahaminya substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai peraturan perundang- undangan di Indonesia;
2. Dipahaminya permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan PERDA BG Kab/Kota nya.
3. Dipahaminya hubungan dan peran antar pihak yang terkait dalam Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung di daerah;
4. Meningkatnya kapasitas aparatur penyelenggara bangunan gedung di daerah;
5. Dapat disusunnya rencana kegiatan 3 tahun mendatang dalam upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
1.6. Sistematika Pembahasan
PEMAHAMAN UMUM
2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG
2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pekerjaan umum, bekerja berdasarkan beberapa landasan hukum. Beberapa undang-undang yang melandasi penyelenggaraan pekerjaan umum antara lain:
1. Sebagai payung yang melandasi arahan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Sebagai pilar yang melandasi pelaksanaan pembangunan, terdiri dari:
1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
2. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;
3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
4. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
3. Sebagai pondasi yang melandasi penyelenggaraan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Secara lebih jelas mengenai landasan hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan pekerjaan umum dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) dan undang-undang bangunan gedung (UUBG) dalam industri
konstruksi pada prinsipnya memiliki korelasi yang sangat erat. Dalam melihat keterkaitan antara UUJK dan UUBG maka perlu dilihat tiga pihak yang saling berkaitan dalam industri konstruksi, yaitu pemerintah, penyedia jasa dan pemilik/pengguna jasa.
Dalam pelaksanaannya, ketiga pihak tersebut pada prinsipnya memiliki kepentingan masing-masing, yaitu:
1. Pemerintah memiliki landasan hukum yang mendasari kinerjanya, baik berupa UU, PP, Perpres, Permen, maupun Perda.
2. Penyedia Jasa memiliki berbagai landasan kinerjanya, baik berupa kode etik, standar teknis, ataupun anggaran dasar/rumah tangga.
3. Pemilik/Pengguna Jasa memiliki kepentingan yang mendasari kinerjanya yaitu berupa program kebutuhan.
Terdapat tiga bentuk interaksi antara ketiga pihak tersebut:
1. Hubungan antara Pemerintah dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana dalam konteks bangunan gedung, interaksi keduanya banyak diatur dalam UUBG yaitu dalam hal dengan IMB, SLF dan TABG.
2. Hubungan antara Penyedia Jasa dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK, yaitu dalam hal hubungan kerjasama (kontrak).
3. Hubungan antara Pemerintah dengan Penyedia Jasa. Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK dalam hal Izin Usaha dan Sertifikasi serta diikat dengan berbagai ketentuan dalam lingkup asosiasi profesi, asosiasi badan usaha, dan lain-lain.
Secara lebih jelas skema mengenai peran UUJK dan UUBG dalam industri konstruksi dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung
Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, perangkat pengaturan mengenai bangunan gedung secara berhirarki dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi aturan pelaksanaan dari setiap norma dalam UUBG;
3. Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung negara yang berisi aturan teknis yang secara khusus
mengatur mengenai gedung dan rumah negara; 4. Pedoman Teknis dalam bentuk Peraturan Menteri bidang bangunan gedung, yaitu dokumen-
dokumen pengaturan yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung; 5. Standar Teknis dalam bentuk Standar Nasional Indonesia bidang bangunan gedung, yaitu dokumen- dokumen yang berisi standar teknis hasil penelitian mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung; 6. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan di daerah yang mengatur norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di daerah yang bersifat spesifik sesuai karakteristik lokal.
Secara lebih jelas skema mengenai pengaturan bangunan gedung di Indonesia dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
2.1.4. Alur Pikir UU-BG Secara umum, alur pikir dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
dapat dijelaskan sebagai berikut: Identifikasi kondisi yang ada sebagai dasar pembentukan UUBG, yaitu mengenai
penyelenggaraan bangunan gedung, karakteristik bangunan gedung di Indonesia dan berbagai kejadian yang terjadi terkait dengan bangunan gedung (termasuk bencana alam;
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dirumuskan asas dari UUBG, yaitu kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.
Mengacu pada keempat azas tersebut, dirumuskan Lingkup Pengaturan dalam UUBG, dimana terdapat 3 kelompok pengaturan utama yaitu Fungsi, Persyaratan dan
Penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu terdapat 3 kelompok pengaturan yang menunjang operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung yaitu Peran Masyarakat, Pembinaan dan Sanksi.
Keseluruhan lingkup pengaturan tersebut diharapkan dapat menjawab tujuan dari pembentukan UUBG, yaitu tercapainya BG yang fungsional dan efisien, tercapainya tertib
penyelenggaraan BG dan tercapainya kepastian hukum dalam penyelenggaraan BG. Secara lebih jelas skema mengenai alur pikir muatan pengaturan Undang-Undang Nomor 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
2.1.5. Sistematika UU-BG Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terdiri dari 10 bab dan 49 pasal
pengaturan. Secara umum, muatan pengaturan dalam UUBG dapat dikelompokan menjadi: 1) Pembukaan, yang terdiri dari Judul, Konsideran dan Dasar Hukum; 2) Pengaturan Umum, yang terdiri dari Ketentuan Umum, Azas, Tujuan dan Lingkup; 3) Pengaturan Pokok, yang terdiri dari Fungsi, Persyaratan, Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Peran Masyarakat, dan Pembinaan; serta 4) Pengaturan Penunjang, yang terdiri dari Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Secara lebih jelas mengenai sistematika muatan pengaturan UUBG dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 5. Sistematika UU BG
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL Tahun 2012 merupakan dasawarsa atau sepuluh tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-undang ini mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia yang bersifat pokok dan normatif. Sebagai turunan dari undang-undang tersebut, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Sebagai peraturan operasionalisasinya, dalam PP nomor 36 tahun 2005 diamanahkan penyusunan peraturan menteri, dimana terdapat 9 substansi pengaturan yang perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun demikian untuk menjawab kebutuhan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung, sejak tahun 2006 telah ditetapkan sebanyak 16 peraturan menteri di bidang penataan bangunan dan lingkungan, sebagai turunan dari UU dan PP tentang bangunan gedung.
Secara lebih jelas mengenai daftar pengaturan Kementerian Pekerjaan Umum dalam bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL
TAHUN
PRODUK PERATURAN
1. PERMEN PU No. 19/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN TEKNIS RUMAH DAN BANGUNAN GEDUNG TAHAN GEMPA
2. PERMEN PU No. 29/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG
3. PERMEN PU No. 30/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BG DAN LINGKUNGAN
4. PERMEN PU No. 05/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS RUSUNA BERTINGKAT 2007
TINGGI
5. PERMEN PU No. 06/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN
TAHUN
PRODUK PERATURAN
LINGKUNGAN
6. PERMEN PU No. 24/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
7. PERMEN PU No. 25/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI
8. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG
9. PERMEN PU No. 45/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
10. PERMEN PU No. 24/PRT/M/2008 TTG PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG
11. PERMEN PU No. 25/PRT/M/2008 TTG RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN KOTA
12. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008 TTG SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN
13. PERMEN PU No. 20/PRT/M/2009 TTG MANAJEMEN PROTEKSI KEBAKARAN DI PERKOTAAN
14. PERMEN PU No. 16/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN TEKNIS PEMERIKSAAN BERKALA BANGUNAN GEDUNG
15. PERMEN PU No. 17/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG
16. PERMEN PU No. 18/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN 2011
17. PERATURAN PRESIDEN NO. 73 TAHUN 2011 TTG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
18. MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG 2012
19. MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Penyempurnaan) 2013
20. MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Penyempurnaan) 2014
21. MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Penyempurnaan)
2.2. PENYELENGGARAAN BG
2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia Secara umum, penyelenggaraan bangunan gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pembangunan, yang terdiri dari:
a. Perencanaan Pembangunan, yang dilengkapi dengan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dilanjutkan dengan Pendataan.
b. Pelaksanaan Konstruksi, yang dilengkapi dengan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
2. Pemanfaatan, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.
3. Pelestarian, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.
4. Pembongkaran, yang didahului dengan dokumen Rencana Teknis Pembongkaran (RTB). Secara lebih jelas skema umum mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilihat pada
ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya Berdasarkan skema umum tersebut, maka secara lebih detail siklus penyelenggaraan bangunan
gedung berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.
Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah alur yang dibuat terlihat lebih lengkap dan lebih komprehensif. Pada skema ini dapat dilihat bahwa penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan dengan mengacu pada UU, peraturan, pedoman, standar teknis dan Perda BG. Selain itu dapat dilihat juga bahwa setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilaksanakan dengan melibatkan penyedia jasa (pihak ketiga).
Hal lain yang berbeda juga dapat dilihat pada tahap perencanaan setiap bangunan gedung yang direncanakan harus mengacu pada RTRW, RDTR dan RTBL serta dilengkapi AMDAL dan Persetujuan/Rekomendasi Instansi lain untuk fungsi-fungsi tertentu.
2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu Menurut PP nomor 36 tahun 2005, bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang
digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat lebih jelas bahwa bangunan gedung tertentu yang cenderung memiliki kompleksitas tertentu, sehingga membutuhkan pengelolaan secara khusus yang berbeda dengan bangunan gedung pada umumnya. Oleh karena itu, detail siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.
Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu
Sumber: Panduan PPRPD-BG, 2012
Secara umum, alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu hampir sama dengan alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah pada setiap tahapannya (Penyusunan RTBL, Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan, Pelestarian dan Pembongkaran), bangunan gedung tertentu dipersyaratkan untuk melibatkan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) dan mendapatkan rekomendasi dari menteri yang terkait.
2.3. AMANAH EVALUASI PENYELENGGARAAN BG
2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002) UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanahkan dapat dilakukannya evaluasi Perda
Bangunan Gedung sebagai peraturan pelaksanaan UU ini dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Amanah evaluasi Perda Bangunan Gedung diamanahkan di dalam UU- BG pada Bagian Keenam BAB IV Peran Masyarakat.
Ber u yi: Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan
standar teknis di bidang bangunan gedung”.
2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005) Evaluasi Perda BG juga diamanahkan oleh PP 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Terdapat pada pasal 100 yang mengamanahkan bahwa masyarakat, baik secara perseorangan, kelompok, organisasi kemasyarakatan maupun melalui tim ahli bangunan gedung dapat memberi masukan terhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan.
Ber u yi: Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah .
2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002) Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan bangunan gedung di daerah merupakan kewenangan Pemda setempat. Penyusunan Perda BG yang merupakan bentuk pengaturan dari penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, merupakan kewenangan Pemda setempat.
2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007) PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga mengamanahkan bahwa
penyusunan Perda BG di daerah merupakan kewenangan Pemda. Hal ini dapat dilihat pada bagian Lampiran, dimana dalam bidang Bangunan Gedung dan Lingkungan, pada aspek pengaturan disebutkan bahwa:
Pemerintah: Menetapkan peraturan perundang-undangan dan NSPK bidang bangunan gedung dan lingkungan;
Pemerintah Provinsi: Menetapkan Perda BG Provinsi dengan mengacu pada NSPK nasional; Pemerintah Kabupaten/Kota: Menetapkan Perda BG Kabupaten/Kota dengan mengacu pada
NSPK nasional.
2.4. PENTINGNYA MONITORING DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN BG
2.4.1. Permasalahan Umum dalam Implementasi Penyelenggaraan BG Pasca terbitnya peraturan bangunan dan gedung didaerah, secara umum terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengimplementasikan peraturan tersebut, antara lain:
1. Belum dibentuknya kelembagaan perijinan IMB;
2. Belum dibentuknya tim TABG di daerah;
3. Belum diaturnya didalam peraturan daerah bangunan gedung mengenai SLF;
4. Belum diaturnya di peraturan daerah bangunan gedung mengenai pendataan bangunan;
5. Belum diaturnya didalam peraturan daerah bangunan gedung mengenai unsur lokalitas di daerah seperti kebencanaan, tradisionalitas dan kearifan lokal.
3. KETENTUAN UMUM MONITORING DAN EVALUASI
3.1. Pengertian
Beberapa pengertian yang berkaiatn dalam Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.
3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat
menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.
4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.
5. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
6. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.
7. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
8. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
9. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
10. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
11. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.
12. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTR-KP) adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.
13. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan
14. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari
segi ekosistem.
15. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung.
16. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
17. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran bangunan gedung.
18. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung.
19. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
20. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang
menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
21. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses
penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.
22. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.
23. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan
gambar kerja yang terdiri atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana mekanikal/elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.
24. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik
dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung.
25. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencana
teknis, pelaksana konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya.
26. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
27. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik
fungsi.
28. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya.
29. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau
sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
30. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta
melakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
31. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraanbangunan gedung.
32. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki
kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.
33. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap
penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.
34. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di daerah dan operasionalisasinya di
masyarakat.
penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.
35. Pengawasan adalah
36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
37. Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
adalah gubernur.
38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
3.2. Landasan Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yaitu:
1. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat atribusi, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenanganan kepada Pemerintahan Daerah untuk membuat Perda, antara
lain:
a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota bersangkutan;
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat delegasi, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan amanah untuk disusunnya Perda tentang bangunan gedung, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai teknis penyusunan Perda, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan;
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
4. Peraturan perundang-undangan yang bersifat substansial, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung, antara lain:
a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara;
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan;
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi bangunan Gedung;
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharan dan Perawatan Bangunan Gedung;
h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran;
i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan.
3.3. Status PERDA BG
Berdasarkan hasil konsultansi dengan tim teknis PBL Pusat. Setelah dilakukannya percepatan penerbitan PERDA BG 2 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah terbit 220 PERDA BG. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. 1. Status PERDA BG Wilayah 1
KAB/KOTA
1 Aceh 23 6 17 26.09 2 Sumatera Utara
33 1 32 3.03 3 Sumatera Barat
19 15 4 78.95 4 Riau
12 4 8 33.33 5 Kepulauan Riau
7 3 4 42.86 6 Bangka Belitung
7 2 5 28.57 7 Sumatera Selatan
8 6 2 75.00 12 DKI Jakarta
1 1 0 100.00 13 Jawa Barat
27 15 12 55.56 14 Jawa Tengah
35 25 10 71.43 15 DI Yogyakarta
5 5 0 100.00 16 Jawa Timur
TOTAL WILAYAH I
Sumber: Satker PBL CK, 2014
Tabel 3. 2. Status PERDA BG Wilayah 2
JUMLAH
NO. PROVINSI JUMLAH PERDA NON PERDA % PERDA
KAB/KOTA
17 Bali 9 4 5 44.44 18 Nusa Tenggara Barat
10 6 4 60.00 19 Nusa Tenggara Timur
22 10 12 45.45 20 Kalimantan Barat
14 6 8 42.86 21 Kalimantan Selatan
13 10 3 76.92 22 Kalimantan Tengah
14 9 5 64.29 23 Kalimantan Timur
10 3 7 30.00 24 Kalimantan Utara
5 1 4 20.00 25 Sulawesi Barat
6 2 4 33.33 26 Sulawesi Tengah
12 6 6 50.00 27 Sulawesi Selatan
24 19 5 79.17 28 Sulawesi Utara
15 3 12 20.00 29 Sulawesi Tenggara
13 9 4 69.23 30 Gorontalo
6 1 5 16.67 31 Maluku
11 3 8 27.27 32 Maluku Utara
10 2 8 20.00 33 Papua
29 6 23 20.69 34 Papua Barat
133 43.64 TOTAL WILAYAH I + WILAYAH II
TOTAL WILAYAH II
Sumber: Satker PBL CK, 2014
3.4. Model PERDA BG (Juni 2014)
Untuk membantu pemerintah daerah dalam evaluasi Perda BG, pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, menyiapkan Model Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung.
Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun 2005 yang berbunyi: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang dilakukan oleh pemerintah daerah . “ela jut ya dala pe jelasa pasal 106 ayat 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan Model Perda BG dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung.
Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang telah mengakomodasi berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pedoman teknis dan standar teknis di Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah Model Perda BG yang dibuat merupakan acuan dan contoh, sehingga tidak bersifat mengikat dan tidak mengharuskan setiap norma pengaturan untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda BG dibuat untuk memudahkan dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang pada proses penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda BG perlu ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap daerah. Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda BG, namun pada akhirnya diharapkan setiap Perda BG yang dihasilkan setiap daerah dapat berbeda satu dengan yang lain dan bersifat spesifik.
Model Perda BG yang telah disusun ini, selanjutnya dikuatkan dengan legalisasi berbentuk Surat Edaran dari Menteri Pekerjaan Umum. Legalisasi ini dimaksudkan agar Model Perda BG memiliki kejelasan legalitas untuk dapat dijadikan acuan dalam proses penyusunan Ranperda BG di daerah. Secara kronologis, Model Perda BG sudah 3 kali mengalami penyempurnaan sejak pertama kali dibuat. Model Perda BG pertama kali dibuat pada tahun 2003 pasca UU-BG (UU 28/2002) ditetapkan. Selanjutnya dilakukan penyempurnaan pertama kali pada tahun 2007 pasca PP-BG (PP 36/2005) ditetapkan. Penyempurnaan kedua kali dilakukan pada tahun 2010 pasca terjadinya bencana di Padang dan Yogyakarta. Penyempurnaan kedua ini dilakukan PBL bekerjasama dengan JICA yang memiliki pengalaman dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung tahan gempa. Terakhir penyempurnaan ketiga kali dilakukan pada tahun 2012 pasca UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan dan bertepatan dengan momentum dasawarsa UU-BG.
Sistematika penjabaran dalam Model Perda BG antara lain meliputi: Penjelasan dan Contoh pada bagian Judul;
Penjelasan dan Contoh pada bagian Pembukaan; Penjelasan dan Contoh pada bagian Batang Tubuh; Penjelasan dan Contoh pada bagian Penutup; Penjelasan dan Contoh pada bagian Penjelasan
Penjelasan dan Contoh pada bagian Lampiran (Jika Diperlukan). Sedangkan muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda BG meliputi 12 bab, yaitu:
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Fungsi Dan Klasifikasi Bangunan Gedung; Bab III Persyaratan Bangunan Gedung; Bab IV Penyelenggaraan Bangunan Gedung; Bab V Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG); Bab VI Peran Masyarakat; Bab VII Pembinaan; Bab VIII Sanksi Administratif; Bab IX Ketentuan Penyidikan; Bab X Ketentuan Pidana; Bab XI Ketentuan Peralihan; dan Bab XII Ketentuan Penutup.
3.5. Metodologi Monitoring dan Evaluasi
Metodologi pelaksanaan kegiatan Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di Daerah secara umum terdiri dari beberapa tahapan dengan capaian kegiatannya, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3. 3. Lingkup dan Capaian Kegiatan di Provinsi
No
Capaian I Persiapan, Penyusunan Draf Modul dan Survey Uji Petik 5 Kota
Lingkup Kegiatan
1.1 Pembentukan Tim KME Dokumen Perda BG Uji Petik 1.2 Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja
Dokumen IMB, SLF, TABG, 1.3 Penyusunan Draf Modul Monitoring Evaluasi Penyelenggaraan
Pendataan Bangunan Uji Petik Bangunan & Gedung
Masukan Draf Modul Monev Survey (Uji Petik 5 Kota) Penggunaan Modul Monitoring & Evaluasi
1.4 Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung 1.5 Penyempurnaan Draf Modul Monitoring & Evaluasi
Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
2. Finalisasi Draf Modul
2.1 Pelaksanaan FGD 1 Modul Evaluasi Kesesuaian 2.2 Penyempurnaan Draf Modul Monitoring & Evaluasi
PERDA BG dan Model Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
Modul Implementasi 2.3 Pelaksanaan FGD 2
Penyelenggaraan BG 2.4 Final Modul Monitoring & Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
3. Workshop & Monev
3.1 Workshop Awal Pemahaman Konsultan Individual 3.1.1 Workshop Awal Medan
dalam menggunakan modul Monev 3.1.2 Workshop Awal Makassar
(a) dan (b)
3.1.3 Workshop Awal Denpasar 3.1.4 Workshop Awal Bandung 3.2 Pelaksanaan Kunjungan/Perjalanan Daerah (Bila ada hambatan di
Terkoleksinya data primer dan daerah)
sekuder
3.3 Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan & Gedung di 32 Temuan/Fakta Evaluasi Provinsi
Kesesuaian PERDA BG dan Model
Temuan/Fakta Implementasi
No
Lingkup Kegiatan
Capaian
Penyelenggaraan BG Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Implementasi
Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung
4. Analisis Dan Roadmap
4.1 Temuan/Fakta Tipologi Penyelesaian 4.1.1 Temuan/Fakta Wil IA
Kesesuaian PERDA BG Daerah 4.1.2 Temuan/Fakta Wil IB
Tipologi DIM Implementasi P BG 4.1.3 Temuan/Fakta Wil IIA
DRAF ROADMAP 3 Tahun 4.1.4 Temuan/Fakta Wil IIB
Mendatang 4.2 Tipologi Temuan dan Rekomendasi Penyelesaian Kesesuaian PERDA BG 4.3 Tipologi Temuan Permasalahan Implemetasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung 4.4 Workshop Tindak Lanjut
Masukan dari daerah terhadap 4.4.1 Workshop Tindak Lanjut Batam
daftar masalah 4.4.2 Workshop Tindak Lanjut Makasar
Masukan DRAF ROADMAP 3 Tahun 4.4.3 Workshop Tindak Lanjut Jakarta
Mendatang
4.4.4 Workshop Tindak Lanjut Surabaya 4.5 Hasil Workshop 4.6 ROADMAP for 3 years
Penetapan Tujuan (goals) yang ingin dicapai PBL Penetapan sasaran dalam mencapai tujuan (goals) Penyusunan Rencana Kegiatan 3 tahun mendatang
Sumber: Tim Penyusun
[24]
[25]
Gambar 3. 1. Metodologi Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung
BULAN KE - 1
BULAN KE - 2
BULAN KE - 3
9 10 11 12
BULAN KE - 4
13 14 15 16
BULAN KE - 5
17 18 19 20
BULAN KE - 6
21 22 23 24
BULAN KE - 7
25 26 27 28
BULAN KE - 8
29 30 31 32
1. TAHAP PERSIAPAN, SURVEY & DRAF MODUL
2. FINALISASI DRAF MODUL
3. WORKSHOP & MONEV
4. ANALISIS DAN ROADMAP
Pre - Start
Pembentukan Tim
Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja
Penyusunan Draf Modul Monitoring Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
Survey (Uji Petik 5 Kota) Penggunaan Modul Monitoring & Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung
Penyempurnaan Draf Modul Monitoring & Evaluasi
Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
Pelaksanaan FGD 1
Penyempurnaan Draf Modul Monitoring & Evaluasi
Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
Draf MONEV Modul
Kesesuai PBG
Model an
PBG
Draf MONEV Modul
Impleme PBG
ntasi
Pelaksanaan FGD 2
Draf MONEV Modul
PBG Kesesuai an
Model PBG
(a)
Draf MONEV Modul
Impleme PBG ntasi (b)
MONITORING & MODUL
EVALUASI P BG
Workshop Awal
Workshop Awal Medan
Workshop Awal Makassar
Workshop Awal Denpasar
Workshop Awal Bandung
Survei Primer Survei Sekunder Uji Petik Draf Modul
Modul Evaluasi Kesesuaian PERDA BG Modul Implementasi dan Model
Penyelenggaraan BG
METODA
Dokumen Perda BG Uji Petik Dokumen IMB, SLF, TABG, Pendataan Masukan Draf Modul Bangunan Uji Petik
Monev
Modul Evaluasi Kesesuaian PERDA BG Modul Implementasi dan Model
Penyelenggaraan BG
KELUARAN
PELAPORAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Pemaparan Narasumber Paparan KME dan Penggunaan Modul
Monev (a) dan (b)
Pemahaman Konsultan Individual dalam menggunakan modul Monev (a) dan (b)
Start Monev
Pelaksanaan Kunjungan/Perjalanan Daerah (Bila ada hambatan di daerah)
Wilayah IA = 49 Kab/Kota, Meliputi Wilayah Provinsi Banten,
Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, dan Aceh
Workshop Tindak Lanjut
Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan & Gedung di 32 Provinsi
Wilayah IB = 68 Kab/Kota Meliputi Wilayah Provinsi
Kalimantan Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten
Wilayah IIA = 69 Kab/Kota Meliputi Wilayah Provinsi Bali,
Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat
Wilayah IIB = 34 Kab/Kota Meliputi Wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat
TEMUAN/FAKTA EVALUASI ( A & B) MONITORING &
Temuan/Fakta Evaluasi Kesesuaian PERDA BG dan Model Temuan/Fakta Implementasi Penyelenggaraan BG Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Implementasi
Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung
LAPORAN ANTARA
Penggunaan Modul Evaluasi Kesesuaian PERDA BG dan Model Penggunaan Modul Implementasi Penyelenggaraan BG
Analisis
PARA PIHAK
Konsultan M&E Pusat Tim Teknis
Konsultan M & E Pusat Para Pakar, Tim Teknis
Konsultan M&E Pusat Para Pakar, Tim Teknis, KI SNVT PBL
Provinsi
Konsultan M&E Pusat Tim Teknis PBL Pusat Konsultan Individual SNVT PBL Provinsi
Temuan
/Fakta Wil IA
Temuan
/Fakta Wil IB
Temuan
Wil IIA /Fakta
Temuan
Wil IIB /Fakta
Tipologi Temuan dan
Rekomen dasi
Penyeles aian Kesesuai an
PERDA BG
Tipologi Permasal Temuan
Impleme ahan Penyelen tasi ggaraan Banguna
Gedung n dan
Analisis
HASIL ANALISIS & DRAF ROADMAP
Workshop Tindak Lanjut Batam
Workshop Tindak Lanjut
Makasar Workshop Tindak Lanjut
Jakarta Workshop Tindak Lanjut Surabaya
Analisis Tipologi Temuan/Fakta Analisis Tipologi DIM Implementasi P BG
Tipologi Penyelesaian Kesesuaian PERDA BG Tipologi DIM Daerah DRAF ROADMAP 3 Implementasi P BG
Tahun Mendatang
Konsultan M & E Pusat Tim Teknis
BERITA ACARA
BERITA ACARA
Konsultan M&E Pusat Para Pakar, Tim Teknis, KI SNVT PBL
Provinsi
Masukan dari daerah terhadap daftar Masukan DRAF masalah
ROADMAP 3 Tahun Mendatang
Pemaparan Narasumber Paparan KME terhadap hasil analisis
HASIL WORKSHOP
ROADMAP for 3 years
End
LAPORAN AKHIR
Konsultan M & E Pusat Tim Teknis
Penetapan Tujuan (goals) yang ingin Penetapan sasaran dicapai PBL
dalam mencapai Penyusunan Rencana tujuan (goals)
Kegiatan 3 tahun mendatang
KEGIATAN
3.6. Tata Cara Monitoring Evaluasi P-BG
3.6.1. Tahap Persiapan, Survei dan Draf Modul
1. TAHAP PERSIAPAN,
Tahap persiapan adalah tahap yang paling
SURVEY & DRAF MODUL
penting dalam upaya untuk mendapatkan asumsi
dan prediksi terhadap metodologi yang telah
BULAN KE - 1
1 2 3 4 dirancang oleh tim ahli. Pada tahapan ini, KME Pusat sudah menyusun
Pre - Start
DRAF MODUL MONEV yang akan di uji petik pada Kota Batam, Kota Makasar, Kota Semarang, Kota
Pembentukan Tim
Palembang dan Kota Jayapura. Hasil uji petik tersebut diharapkan ada masukan
Pendalaman KAK,
dari pengguna MODUL untuk perbaikan dan
Penyusunan
disempurnakan bersama para pakar.
Metodologi & Rencana Kerja
Kegiatan persiapan, survei uji petik dan penyusunan DRAF MODUL MONEV dilaksanakan
Penyusunan Draf Modul
pada Bulan Ke-1 hingga minggu ke empat.
Monitoring Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
Survey (Uji Petik 5 Kota) Penggunaan Modul Monitoring & Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan dan Gedung
Penyempurnaan Draf Modul Monitoring & Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan & Gedung
Pada kegiatan persiapan, survey uji petik dan penyusunan draf modul, akan melibatkan tenaga ahli konsultan M & E di Pusat dan Tim Teknis Satker PBL CK di Jakarta
Tersedianya Draf Modul Monitoring dan Evaluasi A dan B Penyelenggaraan
Tujuan
Bangunan dan Gedung Metode Rapat Kerja Ahli KME
Mengundang Para Ahli
Langkah
Mengundang Tim Teknis PBL CK Mengundang Pakar
Penyelenggara Konsultan Manajemen Evaluasi (Jkt)
Output Draf Modul Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Waktu Awal Bulan, minggu Ke-1 dan Ke-2
3.6.2. Tahap Finalisasi Modul Monitoring dan Evaluasi
2. FINALISASI DRAF
Merupakan tahapan kedua setelah dilakukannya uji
MODUL
modul pada 5 kota oleh konsultan manajemen
BULAN KE - 2
evaluasi (Jakarta).
Kegiatan finalisasi DRAF MODUL MONEV terdiri atas 2
Pelaksanaan
FGD 1
sub kegiatan penting, yakni FGD 1 dan FGD 2 yang bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para
Penyempurnaan Draf Modul Monitoring &
pakar, narasumber, dan penyelenggara bangunan
Evaluasi Penyelenggaraan
gedung.
Bangunan & Gedung
Draf
Kegiatan ini merupakan upaya penyelesaian
Modul MONEV
Draf
dokumen/buku MODUL Monitoring dan Evaluasi yang
PBG Modul Kesesuai
MONEV
akan digunakan oleh Konsultan Individual (KI) SNVT
an PBG Model
Impleme
PBL Provinsi di 32 Provinsi. Adalah tugas konsultan
PBG ntasi
individual (KI) SNVT PBL Provinsi untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap PERDA BG.
Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan ke-2.
FGD 2
Draf Modul MONEV
Draf PBG
Modul Kesesuai
MONEV an
PBG Model
Impleme PBG
ntasi (b) (a)
MODUL MONITORING & EVALUASI P BG
Pada kegiatan Finalisasi ini, akan melibatkan para pihak penting dalam upaya untuk memantapkan modul agar dapat dipahami, dipergunakan dan mendapatkan daftar kesesuaian dan permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung dimasing-masing kabupaten/kota.
Tersedianya Modul Monitoring dan Evaluasi A dan B Penyelenggaraan
Tujuan
Bangunan dan Gedung
Metode FGD 1 dan FGD 2
Mengundang kalangan professional; Mengundang Akademisi;
Langkah
Mengundang Praktisi; Mengundang Pemda DKI; Mengundang LSM/NGO.
Penyelenggara Konsultan Manajemen Evaluasi (Jkt) Penyelenggaraan Bangunan Gedung di DKI Jakarta;
Output
Masukan finalisasi Modul Monitoring dan Evaluasi; (Final) Modul Monitoring dan Evaluasi.
FGD 1 di Minggu ke-2 FGD 2 di Minggu ke-4
Waktu