Perbandingan Pengaruh Vegetasi Terhadap. pdf

Perbandingan Pengaruh Vegetasi Terhadap Komunitas Burung di Hutan Kota Cilaki dan Hutan
Kota Tegallega

Finsa Firlana Gusmara1, Gladyza Putri Vanska1, Isqim Oktaviani1, L. Toni Mahendra1, Rani
Resdiani1, Rineta Ayu Selandia1, Wahyu Ria Triastuti1, Mochammad Fikry Pratama1
1

Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jalan
Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia. Tel./Fax. +6222-2534107/+6222-2511575
Email: rani.resdiani@students.itb.ac.id

Abstract
Birds are animals used as environment bio-indicator. Urban forests are one of the green areas with
many important functions for society. Today, green areas in Bandung City are decreasing due the effect
of development of urban structures. This study aimed to analyze the effect of vegetation differentiation
on bird communities at Cilaki forest park and Tegallega forest park as well as microclimate effect in
surrounding settlements. Methods used in this study are diagram profile method, Index Point of
Abundance (IPA), and microclimate measurement using Data Logger (HOBO Pendant
Temperature/Light Data Logger). The result shows that vegetation differentiation in Cilaki forest park
and Tegallega forest park can affect bird community. Furthermore, the result suggests that the
existence of urban forest can affect the microclimates around forest park.

Keywords: Birds;Urban Forest;Vegetation;Microclimate
Abstraksi
Burung merupakan hewan yang dapat dijadikan sebagai bioindikator lingkungan. Hutan Kota adalah
salah satu bentuk lahan hijau yang memiliki berbagai fungsi penting bagi masyarakat. Dewasa ini,
lahan hijau di Kota Bandung semakin berkurang akibat pembangunan infrastruktur perkotaan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perbedaan vegetasi terhadap komunitas burung
di Hutan Kota Cilaki dan Hutan Kota Tegallega serta untuk menentukan pengaruh keberadaan Hutan
Kota Cilaki dan Hutan Kota Tegallega terhadap mikroklimat di permukiman sekitarnya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode diagram profil, metode Index Point of Abundence (IPA),
dan metode pengukuran mikroklimat dengan menggunakan Data logger (HOBO Pendant
Temperature/ Light Data Logger). Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa perbedaan vegetasi
di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki dapat mempengaruhi komunitas burung. Selain itu,
dari hasil penelitian juga disimpulkan bahwa keberadaan Hutan Kota dapat memberikan pengaruh
pada kondisi mikroklimat permukiman sekitar Hutan Kota.
Kata Kunci: Burung; Hutan Kota; Mikroklimat

PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur perkotaan di
Indonesia bertujuan untuk menyejahterakan
masyarakat, contohnya adalah pembangunan

pusat perbelanjaan. Namun fakta yang terjadi
saat ini adalah pembangunan yang dilakukan
saat ini mengakibatkan kerusakan pada

lingkungan, seperti berkurangnya ruang
terbuka hijau, hilangnya daerah resapan air,
polusi air serta udara (Departemen Kehutanan,
2010). Bandung merupakan salah satu kota
yang infrastrukturnya sedang berkembang. Hal
ini ditunjukan dengan semakin banyaknya
pembangunan
gedung.
Pembangunan
infrastruktur tersebut tidak hanya memiliki

dampak positif, tetapi juga memiliki dampak
negatif yaitu semakin berkurangnya lahan
hijau di Kota Bandung. Pembangunan
infrastruktur tersebut tidak hanya memiliki
dampak positif, tetapi juga memiliki dampak

negatif yaitu semakin berkurangnya lahan
hijau di Kota Bandung.
Hutan Kota merupakan salah satu bentuk lahan
hijau yang memiliki fungsi penting bagi
masyarakat. Menurut Samsoedin (1997),
Hutan Kota memiliki banyak fungsi, misalnya
hutan kota berperan dalam mengatur siklus
hidrologi, yaitu dalam hal penyerapan air dan
mereduksi potensi banjir; hutan kota yang
penuh dengaan pepohonan berfungsi sebagai
paru-paru kota yang merupakan produsen
oksigen yang belum tergantikan fungsinya;
dan hutan kota mempunyai fungsi ekologis,
yaitu sebagai penjaga kualitas kota. Pepohonan
di dalam Hutan Kota kota merupakan habitat
yang baik bagi burung-burung untuk tinggal.
Burung merupakan hewan yang dapat
dijadikan sebagai bioindikator lingkungan
(Ferianita, 2007). Keberadaan burung dapat
menjadi cerminan lingkungan yang sehat dan

berkelanjutan karena tingkat sensitivitas
mereka yang cukup tinggi terhadap kerusakan
lingkungan. Maka dari itu, ketika terjadi
perubahan di lingkungan, misalnya perubahan
struktur vegetasi, burung dapat kita jadikan
sebagai acuan untuk melihat bagaimana
dampak perubahan vegetasi tersebut. Selain
itu, burung juga memiliki peran penting bagi
vegetasi, salah satunya adalah penyebaran biji
(Ferianita, 2007).
Meninjau pentingnya keberadaan burung dan
hutan kota bagi masyarakat, maka dilakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh vegetasi
terhadap komunitas burung di Hutan Kota
Cilaki dan Hutan Kota Tegallega.
METODE
Deskripsi Lokasi Penelitian
Hutan Kota Tegallega
Hutan Konservasi Tegallega terletak di Jalan
Mohammad Toha, Bandung. Hutan ini

dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau
(RTH), tempat berolah raga, dan tempat
wisata. Hutan Kota Tegallega memiliki
berbagai macam pepohonan yang rindang
sehingga terdapat banyak burung di kawasan

ini (Tohir, 2012). Secara administratif, Hutan
kota Tegallega terletak di jalan Mohammad
Toha, Kecamatan Regol, Kelurahan Ciateul,
Kota Bandung. Secara astronomis Hutan kota
Tegallega terletak pada koordinat 6°56’ 04” LS
dan 107° 36’ 13” BT. Hutan kota Tegallega
berbatasan dengan Jalan Inggit Ganarsih di
sebelah utara, Jalan Mohammad Toha di
sebelah timur, Jalan Otto Iskandardinata di
sebelah barat, dan Jalan Peta di sebelah
selatan.
Hutan Kota Cilaki
Hutan Lansia atau Hutan Kota Cilaki
merupakan Hutan Kota yang terletak di antara

jalan Cilaki dan jalan Cisangkuy, Bandung.
Secara administratif, Hutan Kota Cilaki
terletak di Kecamatan Bandung Wetan, Kota
Bandung, Provinsi Jawa Barat, sedangkan
secara astronomis Hutan Kota Cilaki terletak
pada 6°45’ 7” LS dan 107°37’ 14” BT. Hutan
Kota Cilaki berbatasan dengan Jalan
Diponogoro di sebelah utara, Gedung Sate di
sebelah barat, Jalan Cisangkuy di sebelah
timur, dan Jalan Cimanuk di sebelah selatan.
Hutan Kota Cilaki dimanfaatkan sebagai
tempat rekreasi dan berolahraga bagi para
lansia serta masyarakat Bandung pada
umumnya. Hutan ini memiliki berbagai jenis
tumbuhan dan burung.
Gambar 1 dan 2 (lihat di lampiran 1)
menunjukan lokasi penelitian.
Metode Kerja
• Analisis struktur vegetasi
Diagram profil adalah metode analisis vegetasi

berbasis
plot
untuk
menggambarkan
penampakan luar vegetasi, struktur vertikal,
dan bentuk hidup vegetasi yang terdapat di
lokasi pengamatan. Parameter-parameter yang
diukur dalam pembuatan diagram profil adalah
jenis pohon. Selain itu, dilakukan pengukuran
posisi pohon dalam plot, tinggi pohon,
diameter pohon, panjang dan lebar kanopi, dan
tinggi cabang pertama pohon (Soerianegara &
Indrawan, 2005).
Pembuatan Plot
Plot berukuran 20 x 50 m dibuat di titik yang
telah ditentukan. Pengukuran dilakukan pada
pohon. Pohon yang diukur adalah pohon yang
memiliki DBH lebih dari 5 cm (Rozieanti,
2011). Tumbuhan bawah dapat digambarkan


pada digram profil secara kualitatif. Jenis-jenis
pohon yang berada di dalam plot akan dicatat
dan untuk jenis yang tidak dapat diidentifikasi
langsung di lapangan, sampel tumbuhan
dibawa untuk kemudian diidentifikasi di
herbarium.
Koordinat pohon terhadap titik pusat (x,y)
Koordinat pohon diukur untuk mengetahui
posisi pohon dalam plot. Pengukuran posisi
pohon dilakukan menggunakan meteran 50 M.
Pohon diukur jaraknya terhadap garis axis (x)
dan ordinat (y). Penghitungan jarak pohon dari
garis axis dan ordinat dilakukan untuk
mengetahui posisi pohon dalam plot
(Rozieanti, 2011).
Tinggi pohon (m) dan Tinggi Percabangan
Pertama (m)
Pengukuran tinggi pohon dan percabangan
pertama dilakukan dengan menggunakan
hagameter dan meteran 50 M. Pengukuran

tinggi yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan metode persen. Tinggi pohon
didapat dengan melihat titik yang akan diukur
tingginya (puncak kanopi dan percabangan
pertama) dari jarak yang terdapat pada
hagameter. Jarak yang digunakan disesuaikan
dengan seberapa jelas titik yang diukur dapat
dilihat oleh pengamat. Tinggi pohon akan
didapat dari nilai jarum yang ditunjuk pada
hagameter. Lokasi penelitian tidak selalu
berupa kawasan yang datar, namun bisa juga
memiliki ketinggian yang berbeda.
Oleh
karena itu dilakukan pula pengukuran terhadap
bagian akar pohon. Metode ini juga digunakan
untuk menentukan tinggi tepi kanopi
(Rozieanti, 2011).
Lebar penutupan kanopi (searah panjang
plot)
Lebar kanopi pohon didapat dari pengukuran

diameter kanopi pohon sebanyak 4 kali, yaitu
diameter sejajar sumbu x dan diameter sejajar
sumbu y. Pengukuran dilakukan menggunakan
meteran (Rozieanti, 2011).
• Pengamatan burung
Metode IPA (index point of abundance)
merupakan metode pengamatan burung
dengan mengambil sampel dari komunitas
burung untuk dihitung dalam waktu dan lokasi
tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri
pada titik tertentu pada habitat yang diteliti

kemudian mencatat perjumpaan terhadap
burung dalam rentang waktu tertentu.
Pencatatan dimulai pada pagi hari yaitu pukul
05.00 WIB. Pada setiap plot dibuat 3 titik
pengamatan dengan jarak masing-masing 20
meter dengan jari-jari lingkaran 20 meter.
Alokasi waktu untuk satu titik pengamatan
yaitu 20 menit. Pengamatan dilakukan melalui

perjumpaan langsung. Parameter yang dicatat
adalah jenis, jumlah yang ditemukan, aktivitas,
posisi burung, struktur dan jenis vegetasi yang
digunakan burung (Zulfan, 2009).
• Pengukuran Parameter Mikroklimat
Pengukuran parameter mikroklimat dilakukan
pada plot untuk analisis vegetasi di kedua
hutan kota. Parameter mikroklimat yang
diukur adalah temperatur udara (°C) dan
intensitas cahaya (lux) (Sholihah, 2011).
Data logger (HOBO Pendant Temperature/
Light Data Logger, digunakan untuk
mengukur suhu dan intensitas cahaya)
dikalibrasi, kemudian dihubungkan ke
komputer. Software dibuka. Diatur jangka
waktu pencuplikan, kemudian data logger
diinisiasi. Data logger diletakkan pada tempat
yang terbuka dan terekspos sinar matahari.
Setelah berakhirnya waktu pencuplikan yang
ditentukan, data logger diambil. Data logger
dihubungkan ke komputer, kemudian data
pencuplikan diunduh dengan menggunakan
software.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Vegetasi
Jenis-jenis pohon yang berada di Hutan Kota
Tegallega dan Hutan Kota Cilaki dapat dilihat
pada tabel 1 dan tabel 2 (lihat lampiran). Tabel
1 dan 2 menunjukan bahwa jenis-jenis pohon
di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota
Cilaki berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan,
pada plot di Hutan Kota Tegallega ditemukan
23 spesies pohon, sedangkan di Hutan Kota
Cilaki ditemukan 12 spesies pohon.
Tabel 3 menunjukan keanekaragaman serta
dominansi di vegetasi Hutan Kota Tegallega
dan Hutan Kota Cilaki. Nilai dominansi Hutan
Kota Tegallega adalah 0.0054785 sedangkan
nilai dominansi Hutan Kota Cilaki adalah 0.11.
Baik di Hutan Kota Tegallega maupun di
Hutan Kota Cilaki tidak terdapat spesies yang
dominan. Nilai indeks dominan yang tertinggi

adalah 1. Semakin tinggi indeks dominansi
menunjukan bahwa dominansi semakin
dipusatkan pada beberapa jenis spesies pohon,
sedangkan semakin rendah indeks dominansi
menunjukan bahwa dominansi semakin
menyebar pada lebih banyak spesies (Jonotoro,
2012).
Nilai keanekaragaman spesies di Hutan Kota
Tegallega adalah 3.020623, sedangkan nilai
keanekaragaman di Hutan Kota Cilaki adalah
2.36.
Hal
ini
menunjukan
bahwa
keanekaragaman spesies di Hutan Kota
Tegallega lebih tinggi dibandingkan dengan
keanekaragaman spesies di Hutan Kota Cilaki.
Jumlah jenis spesies yang berada di Hutan
Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki menjadi
penyebab
terjadinya
perbedaan
nilai
keanekaragaman. Menurut Krebs (1999), nilai
keanekaragaman akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah jenis
spesies dalam suatu komunitas. Jumlah jenis
spesies di Hutan Kota Tegallega lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah jenis spesies di
Hutan
Kota
Cilaki
sehingga
nilai
keanekaragaman di Hutan Kota Tegallega
lebih
tinggi.
Penghitungan
nilai
keanekaragaman dan indeks dominansi dapat
dilihat pada tabel 4 dan 5 (lihat di lampiran 2).
Tabel 3. Keanekaragaman dan Dominansi
Vegetasi di Hutan Kota Tegallega dan Hutan
Kota Cilaki

Hutan Kota
Tegallega
Hutan Kota Cilaki

D

H'

0.054785

3.020623

0.11

2.36

Bagian lantai Hutan Kota Tegallega dan Hutan
Kota Cilaki memiliki perbedaan. Pada gambar
3 (lihat di lampiran 1), dapat dilihat bahwa
bagian lantai Hutan Kota Tegallega tidak
ditumbuhi oleh perdu maupun herba. Hal ini
terjadi karena kanopi Hutan Kota Tegallega
cukup rapat sehingga cahaya matahari tidak
dapat menembus sampai ke lantai hutan.
Intensitas cahaya matahari yang kurang
menyebabkan tumbuhan yang lebih rendah
tidak dapat tumbuh dengan baik karena
kebutuhan akan cahaya matahari tidak dapat
terpenuhi (Gardner et al., 1991). Pada lantai
hutan juga tidak terdapat serasah. Daun
maupun ranting yang gugur dari pohon selalu

dibersihkan oleh petugas kebersihan taman
sehingga lantai hutan tidak ditutupi serasah.
Kondisi lantai Hutan Kota Tegallega berbeda
dengan kondisi lantai Hutan Kota Cilaki. Pada
gambar 4 (lihat di lampiran 1), dapat dillihat
bahwa lantai Hutan Kota Cilaki banyak
ditumbuhi rumput dan juga terdapat banyak
serasah. Hutan Kota Cilaki memiliki kanopi
yang tertutup, akan tetapi ketinggian
kanopinya
berbeda-beda.
Perbedaan
ketinggian kanopi menyebabkan cahaya
matahari dapat menembus sampai ke lantai
hutan melalui celah diantara pohon-pohon.
Cahaya matahari yang dapat menembus
sampai lantai hutan membuat tumbuhan yang
lebih rendah, misalnya rumput, dapat tumbuh
dengan baik karena kebutuhan akan cahaya
matahari terpenuhi (Gardner et al.,1991).
Selain rumput, lantai Hutan Kota Cilaki juga
ditutupi oleh serasah. Hal ini karena Hutan
Kota Cilaki jarang dibersihkan oleh petugas
kebersihan.
Analisis Stratifikasi Hutan Kota
Stratifikasi vegetasi dikenal juga sebagai
strata. Strata adalah pengelompokan tumbuhan
berdasarkan ketinggian pohon dalam ruang
vertical (Jenning et al., 2010). Berdasarkan
hasil pengamatan, pada Hutan Kota Tegallega
dan Hutan Kota Cilaki terdapat 2 strata yaitu
strata B dan strata C. Stara B merupakan
lapisan yang paling atas. Pada Hutan Kota
Tegallega, pohon-pohon yang termasuk ke
dalam strata B adalah pohon yang memiliki
ketinggian di atas 7.5 meter, sedangkan pada
Hutan Kota Cilaki, pohon yang termasuk ke
dalam strata B adalah pohon yang memiliki
ketinggian lebih dari 12 meter. Jarak pohon
pada strata B membuat lapisan pohon telihat
menyambung satu sama lain (Richards, 1996).
Strata C merupakan lapisan yang paling
bawah. Pohon-pohon pada strata C
membentuk lapisan yang bersambung secara
keseluruhan (Richards, 1996). Pada Hutan
Kota Tegallega, pohon-pohon yang termasuk
ke dalam strata C adalah pohon yang memiliki
ketinggian di bawah 7.5 meter, sedangkan
pada Hutan Kota Cilaki, pohon yang termasuk
ke dalam strata C adalah pohon yang memiliki
ketinggian kurang dari 12 meter. Pada gambar
5 dapat dilihat diagram profil dari Hutan Kota
Tegallega, sedangkan pada gambar 6 dapat
dilihat diagram profil dari Hutan Kota Cilaki.

Gambar 5 Diagram Profil Hutan Kota Tegallega

Gambar 6 Diagram Profil Hutan Kota Cilaki

Diagram profil tampak atas (proyeksi kanopi
pohon) dapat digunakan untuk membantu
memahami stratifikasi hutan. Pada gambar 6
dan 7 dapat dilihat proyeksi kanopi pohon
pada strata B dari Hutan Kota Tegallega dan
Hutan Kota Cilaki, sedangkan pada gambar 8
dan 9 dapat dilihat proyeksi kanopi pohon
pada strata C.

Gambar 7. Proyeksi Kanopi Pohon pada
Strata B di Hutan Kota Cilaki
Berdasarkan gambar 6 dan 7, dapat dilihat
bahwa pada strata B terdapat kanopi yang
saling menyambung satu sama lain. Pada strata
B, tidak semua kanopi menyambung. Kanopi
pohon strata B memiliki celah pada bagian
tertentu.
Gambar 6. Proyeksi Kanopi Pohon pada
Strata B di Hutan Kota Tegallega

Pengaruh Vegetasi Terhadap Komunitas
Burung

Gambar 8. Proyeksi Kanopi Pohon pada
Strata C di Hutan Kota Tegallega

Gambar 9. Proyeksi Kanopi Pohon pada
Strata C di Hutan Kota Cilaki
Pada gambar 8 dan 9 dapat dilihat kanopi
pohon yang termasuk ke dalam strata C. Pada
strata C, kanopi membentuk lapisan yang lebih
rapat dibandingkan dengan lapisan kanopi
pada strata B. Strata C memiliki luas kanopi
pohon yang rata-rata lebih kecil dibandingkan
dengan strata B.
Berdasarkan diagram profil dan proyeksi
kanopi pohon, dapat dilihat bahwa jumlah dan
jumlah jenis individu pada masing-masing
strata berbeda. Jumlah individu dan jumlah
jenis individu pada strata C lebih banyak
dibandingkan pada strata B. Maka dari itu,
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkatan suatu strata maka semakin jumlah
individu dan jumlah jenis individu semakin
berkurang.

Jenis-jenis dan jumlah burung yang teramati di
Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki
dapat dilihat pada gambar 10 (lihat di lampiran
1). Berdasarkan gambar 10, terlihat bahwa
Hutan Kota Tegallega memiliki jumlah
individu dan jumlah spesies lebih banyak
dibandingkan Hutan Kota Cilaki dengan
Passermontanus
(burung
gereja)
dan
Collocalialinchi (walet linchi) sebagai spesies
dengan jumlah individu terbesar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Hutan Kota Tegallega
memiliki habitat yang lebih baik bagi burung
dibandingkan dengan Hutan Kota Cilaki.
Jumlah spesies tumbuhan di Hutan Kota
Tegallega adalah 23 spesies tumbuhan dan
total 37 pohon dalam 1 plot membuat hutan
kota tersebut mengungguli Hutan Kota Cilaki
yang hanya memiliki 12 spesies tumbuhan dan
total 21 pohon dalam 1 plot. Selain itu
keberadaan pohon kersen (Mutinggiacolabora)
di Hutan Kota Tegallega dalam jumlah yang
lebih besar daripada di Hutan Kota Cilaki turut
mengambil peran utama. Buah pohon kersen
merupakan makanan alami bagi beberapa jenis
burung (Partasasmita, 2003).
Kecenderungan burung untuk hinggap di
pohon juga ditemukan lebih besar pada Hutan
Kota Tegallega (7 ekor) dibandingkan dengan
Hutan Kota Cilaki (6 ekor). Perilaku hinggap
atau bertengger ini hanya terjadi terutama bila
terdapat pohon dengan ketinggian tertentu.
Selain itu dibutuhkan lingkungan sekitar yang
memiliki gangguan relatif lebih kecil untuk
membuat burung bertengger lama.
Pada gambar 11 dan 12 (lihat lampiran 1)
dapat dilihat titik burung hinggap di pohon
pada Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota
Cilaki. Pada gambar 11 dan 12, terlihat bahwa
burung cenderung hinggap pada ketinggan
berkisar 10-18 m. Pohon di Hutan Kota Cilaki
dan Tegallega yang memenuhi kriteria tersebut
adalah Delonix regia dan Swietenia
macrophylla.Tajuk
yang
rimbun
serta
percabangan yang memadai dari kedua spesies
pohon tersebut menjadikan keduanya tempat
beristirahat burung selain pohon kersen
sebagai penyedia sumber makanan. Hal
tersebut memberikan bukti bahwa keberadaan
burung yang bertengger atau hinggap di suatu
kawasan dipengaruhi oleh ketinggian tajuk.

Ketinggian tajuk optimal untuk burung
bertengger adalah10-15 m (Hansell, 2000).

intensitas cahaya dan
kawasan.

Indeks keanekaragaman 2,75 dan indeks
dominansi 0,36 (untuk burung) Hutan Kota
Tegallega
yang
relatif
lebih
besar
dibandingkan Hutan Kota Cilaki (2,02 untuk
indeks keanekaragaman dan 0,15 untuk indeks
dominansi)
didukung
oleh
parameterparameter analisis vegetasi. Hutan Kota
Tegallega
yang
memiliki
indeks
keanekaragaman 3,02 dan indeks dominansi
2,36
(untuk
tumbuhan)
menunjukkan
keanekaragaman jenis tumbuhan berpengaruh
terhadap keanekaragaman jenis burung.

Pada gambar 10 dan 11 (lihat di lampiran 1)
dapat dilihat grafik perbandingan intensitas
cahaya matahari di Hutan Kota (Tegallega dan
Cilaki) dan permukima di sekitar Hutan Kota.
Pada gambar 12 dan 13 (lihat di lampiran 1)
dapat dilihat grafik perbandingan temperatur
di Hutan Kota (Tegallega dan Cilaki) dan
permukima di sekitar Hutan Kota.

Analisis Mikroklimat
Berdasarkan uji analisis statistik menggunakan
uji ANOVA, nilai intensitas cahaya antara
hutan kota dan daerah sekitar pemukiman
hutan kota berbeda (lihat tabel 6 pada lampiran
2). Perbedaaan ini disebabkan oleh berbagai
faktor salah satunya karena penutupan awan
saat pengukuran intensitas cahaya. Jumlah
intensitas yang diterima akan mempengaruhi
suhu dan laju evaporasi sehingga secara tidak
langsung juga mempengaruhi kelembaban dan
kandungan air (Molles, 2008).
Penutupan tajuk akan mengurangi sebagian
besar cahaya yang dapat mencapai tanah dan
disimpan dalam bentuk energi. Sebagian besar
cahaya tersebut akan menjadi panas dan
berdampak pada suhu (temperatur) udara dan
suhu tanah (Horn, 1971). Semakin besar
penutupan tajuk maka semakin kecil cahaya
yang dapat dikonversikan menjadi panas yang
mengakibatkan suhu udara yang semakin
rendah. Begitu pun sebaliknya, semakin kecil
penutupan tajuk maka semakin besar cahaya
yang dapat dikonversikan menjadi panas yang
mengakibatkan suhu udara yang semakin
tinggi. Hal ini yang menjadikan suhu di Hutan
Kota Tegallega lebih rendah daripada suhu di
Hutan Kota Cilaki. Pohon-pohon di Hutan
Kota Tegallega memiliki tajuk yang relatif
lebih besar daripada pohon-pohon di hutan
cilaki. Begitu pula dengan suhu di hutan kota
dan pemukiman. Area pemukiman tempat
memasang data logger relatif tidak ada pohon
yang bertajuk besar sehingga suhu di
pemukiman lebih panas daripada hutan kota.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan
bahwa besar tajuk berbanding terbalik dengan

Pada tabel 7,
temperatur
di
pengamatan

suhu

pada

suatu

dapat dilihat perbedaan
masing-masing
wilayah

Tabel 7. Perbedaan Temperatur

Rata-rata temperatur udara (0C)
Hutan
Kota
Tegallega

Permukiman
Tegallega

Hutan
Kota
Cilaki

Permuki
man
Cilaki

23,70
26,61
24,76
25,96˚C
Selisih temperatur udara Hutan Kota dan
Permukiman Sekitar
2,91˚C
1,20˚C
Berdasarkat tabel 7, dapat dilihat bahwa
perbedaan temperatur antara Hutan Kota
Tegallega dan permukiman di sekitarnya
sedangkan
perbedaan
adalah
2.910C,
temperatur antara Hutan Kota Cilaki dan
permukiman di sekitarnya adalah 1.200C.
Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah vegetasi. Vegetasi
memiliki kontribusi penting terhadap regulasi
temperatur di perkotaan. Pada pagi hingga
siang hari, perkotaan menerima energi panas
dari sinar matahari dan dari aktivitas manusia.
Energi panas ini diserap dan disimpan untuk
kemudian dilepaskan ketika temperatur udara
di lingkungan sekitarnya menurun pada malam
hari (Doick & Hutchings, 2013). Perbedaan
tempat penyerapan dan penyimpanan energi
panas itulah yang menyebabkan adanya
perbedaan rata-rata temperatur udara antara di
lingkungan sekitar hutan kota dan di
pemukiman sekitarnya. Vegetasi, khususnya
pepohonan, bersifat efektif dalam menyerap
energi panas dari atmosfer (Gartland, 2011).
Pemukiman dibangun menggunakan material
berwarna gelap dengan kapasitas panas yang
tinggi sehingga cenderung dapat menyerap dan
menyimpan energi panas dalam jumlah

banyak.
Pada
malam
hari,
terjadi
penghangatan lokal di lingkungan pemukiman
karena ketika energi panas dilepaskan dalam
jumlah banyak, hanya terdapat sedikit vegetasi
untuk memfasilitasi pertukaran udara hangat
dan dingin dengan lingkungan sekitarnya.
Penyerapan energi panas dari atmosfer dan
masuknya udara dingin ke lingkungan sekitar
vegetasi
berdampak
pada
rendahnya
temperatur di atas permukaan tanah dan
minimalnya penghangatan lokal pada malam
hari ketika energi panas dilepaskan (Doick &
Hutchings, 2013).
Melalui penguapan, energi panas yang
disimpan vegetasi digunakan untuk mengubah
air yang diserap dari substrat tempat
tumbuhnya menjadi uap air. Energi panas
dimanfaatkan untuk proses penguapan,
sehingga energi panas dilepas ke atmosfer
dalam jumlah minimal sehingga temperatur
udara di daerah yang ditumbuhi vegetasi
menjadi lebih rendah daripada daerah yang
tidak ditumbuhi vegetasi (Oke, 1987).
Peneduhan oleh tajuk pepohonan juga
berkontribusi dalam rendahnya temperatur
udara di lingkungan hutan kota dibandingkan
dengan di lingkungan pemukiman. Tajuk
pepohonan yang tinggi dan lebar membatasi
masuknya sinar matahari ke permukaan tanah
yang diteduhinya sehingga penyimpanan
energi panas pun turut terbatasi (Doick &
Hutchings, 2011; Potchter, Cohen, & Bitan,
2006).
Temperatur permukaan pada wilayah yang
ditumbuhi vegetasi dapat mencapai 15-20 ˚C
lebih rendah dibandingkan dengan temperatur
permukaan pada wilayah pemukiman sehingga
temperatur udaranya dapat mencapai 2-8 ˚C
lebih rendah dibandingkan dengan temperatur
udara pada wilayah pemukiman (Taha et al.,
1988; Salto, 1990). Perbedaan temperatur
udara ini juga teramati pada lingkungan sekitar
Hutan Kota Tegallega dan Cilaki yang
dibandingkan dengan lingkungan pemukiman
di dekat masing-masing hutan. Kisaran selisih
temperatur udara yang teramati dalam
penelitian ini mendekati nilai yang diamati
oleh Taha, dkk (1988) dan Salto (1990) yaitu
kisaran antara 1,20 ˚C dan 2,91 ˚C.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara keberadaan
hutan kota dan mikroklimat lingkungan
sekitarnya yaitu keberadaan hutan kota dapat

menurunkan
sekitarnya.

mikroklimat

lingkungan

KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
penelitian,
dapat
disimpulkan bahwa perbedaan vegetasi di
Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki
menyebabkan terjadinya perbedaan komunitas
burung. Hal ini karena keanekargaman jenis
tumbuhan dapat berpengaruh pada komunitas
burung. Selain itu, berdasarkan penelitian ini
diperoleh hasil bahwa keberadaan Hutan Kota
memeberikan pengaruh terhadap mikroklimat
permukiman di sekitar Hutan Kota. Hal ini
karena vegetasi di Hutan Kota mampu
menurunkan temperatur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen proyek ekologi yang senantiasa
membekali penulis dengan berbagai ilmu yang
bermanfaat. Ucapan terima kasih juga penulis
berikan kepada para asisten proyek ekologi,
khususnya kepada Mochammad Fikry Pratama
yang selalu membimbing penulis dalam
melakukan penelitian kecil ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada keluarga
besar Bapak Wahyudin yang telah memberikan
dukungan, baik berupa dukungan moral
maupun materi. Terima kasih penulis haturkan
untuk pihak-pihak yang telah terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan
baik.
REFERENSI
Badan

Penelitian
dan
Pengembangan
Kehutanan.
(2009).
ROADMAP
Penelitian
dan
Pengembangan
Kehutanan 2010-2025. Departemen
Kehutanan.

Campbell, Bruce, Elizabeth Lack. (1985). A
Dictionary of Birds. Carlton, England:
T and AD Poyser.
Doick & Hutchings. (2013). Air temperature
regulation by urbantrees and green
infrastructure.
Forest
Research.
Surrey: Forestry Commission.
Ferianita, M. (2007). Metode Sampling
Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Gardner, F.P.;R.B.Pearce, dan R.L.Mitchell
(1991). Fisiologi Tanaman Budidaya.
Depok:
Penetbit
Universitas
Indonesia.

Edition. United Kingdom: Cambridge
University Press.

Gartland. (2011). Heat Islands: Understanding
and Mitigating Heat in Urban Areas.
Routledge: Earthscan.

Rozieanti, Steffina. (2011). Fisiognomi Hutan,
Stratifikasi Hutan, dan Pola Distribusi
Spasial Pohon di Hutan Cisupa
Beureum, Gunung Papandayan Garut.
Skripsi. Institut Teknologi Bandung.

GoogleEarth. (2013). Hutan Kota Tegallega.
[online]
Diakses
dari
http://GoogleEarth.com/ [5 Desember
2013].

Saito. (1990). Study of the effect of green
areas on thethermal environment in an
urban area. Energy and Buildings, 15,
pp. 493–8

. (2013). Hutan Kota Cilaki.
[online]
Diakses
dari
http://GoogleEarth.com/ [5 Desember
2013].

Samsoedin, I. (1997). Studi Potensi Jenis-jenis
Pohon Indonesia untuk Daerah
Perkotaan. Hal. 183-188. Prosiding
Diskusi
Hasil-Hasil
Penelitian.
Mendukung Pengelolaan Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Bogor: P3HKA.

Hansell, Mike. (2000). Bird Nests and
Construction Behaviour. London:
Cambridge University Press.
Horn, H.S. 1971. The Adaptive Geometry of
Tree.
New
Jersey:
Princeton
University Press.
Jonotoro. (2012). Indesks Dominansi. [online].
Diakses dari http://gis.wwf.or.id/ [6
Desember 2013].
Krebs, CJ. (1999). Ecologycal Methodology,
2nd edition. Boston: Addison-Wesley
Educational Publishers, Inc.
Molles, M.C. 2008. Ecology Concepts and
Application 3rd edition. New York: Mc
Graw-Hill.
Oke.

(1987). Boundary layer
London: Routledge.

climates.

Partasasmita, R. (2003). Ekologi Burung
Pemakan Buah dan Peranannya
Sebagai Penyebar Biji. Makalah
Falsafah Sains Program Pasca
Sarjana. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Potchter, Cohen, dan Bitan. (2006).
Climaticbehaviour of various urban
parks during hot and humidsummer in
the Mediterranean city of Tel Aviv,
Israel. International Journal of
Climatology, 26, pp. 1695–711.
Richards, PW. (1996). The Tropical Rain
Forest an Ecological Study, 2nd

Sholihah. (2011). Studi Hubungan Antara
Struktur Vegetasi dengan Komposisi
Burung di Tiga Taman Kota di Kota
Bandung. Penelitian Kecil Proyek
Ekologi ITB
Soerianegara, I dan Indrawan, A. (2005).
Ekologi Hutan Indonesia. Dalam:
Silitonga, A. 2010. Keanekaragaman
Tegakan
Hutan
dan
Potensi
Kandungan Karbon di Taman Wisata
Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo
Propinsi Sumatera Utara. Tesis,
Universitas Sumatera Utara.
Zulfan. (2009). Keanekaragaman Jenis Burung
di Hutan Mangrove Krueng Bayeun,
Kabupaten Aceh Timur Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. [online]
Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/
bitstream/handle/123456789/15824/E0
9zul.pdf?sequence=2 [19 November
2013].

Tabel 8. Data Analisis Vegatasi di Hutan Kota Cilaki
No.
Eti
ket

Nama
Spesies

38 Syzygium
polyanthum
39 Syzygium
polyanthum
40 Mimusop
elengi
41 Syzygium
polyanthum
42 Swietenia
macrophylla
43 Elaeocarpus
ganitrus
44 Swietenia
macrophylla
45 Delonix regia
46 Hibiscus
macrophyllus
47 Delonix regia
48 Pometia
pinnata
49 Cananga
odorata
50 Delonix regia
51 Elaeocarpus
ganistrus
52 Terminalia
cattapa
53 Michelia
alba

Koordinat
Batang
X
Y

Koordinat Ujung Tajuk
X1

Y1

T1

X2

Y2

T2

X3

Y3

Tinggi
T3

X4

Y4

T4

Cabang
Pertama
1.95
2

Puncak
Kanopi
6.84

3

7.1

2.6

8.6

3.2

1.45

5.48

2.02

3.56

4.63

2

5

7.23

1.2

10.32

0.73

11.46

5.49

-0.6

10.32

5.42

1.37

8.35

4.97

2.55

10.32

4.1

2.02

6.86

4.1

1.12

7

7.74

6

-0.6

4.87

4

2.33

-3.1

4.84

11

4.8

6.73

2.97

22.05

9.7

1.4

9.85

3.1

2.45

3.25

1.1

2.83

10

-0.37

2.95

11.45

1.87

4.02

1.57

6

24.77

2.96

26.8

5.58

4.92

17.1

3.24

10.6

23.17

-7.73

8

31.37

-1.63

18.08

5

27

36.33

3.15

31.67

9.63

26

26.42

2.54

20.88

27.72

12.25

36.67

-0.65

14.5

4

25.67

37.87

1.14

39

8.6

17.1

37.07

4.4

27.54

37.37

10.82
0

5.26

45.3

6.48

6.38

5.7

17.4

42.57
49.07

2.17
6.85

43.97
52.1

8.45
9.2

22.4
0.5

40.71
48.6

5.08
9.8

14.3
0.7

45.17
46.83

-3.5
7.05

21.6
0.6

55
51.63

6.8
5.2

21.92
0.4

3.43
0.3

25.2
1.1

46.85
43.77

5.97
7.18

46.3
43.8

7.73
9.1

6.1
5

45.48
43.87

6.65
7.57

7.6
4.77

48
43.9

2.1
5.1

6.8
7.12

51
45.03

5.42
5.1

7.4
2.63

2.4
1.98

7
7.45

38.5

8.87

41

14.76

6.03

36.5

16.73

9.07

40.57

5.5

13.2

45.8

13.8

10.12

12.04

14

30.9
27.36

10.18
8.8

39.96
23.14

11.3
22.3

11.4
16.69

40.5
23.17

13
11.58

8.64
20

37.03
24.77

8.8
3.16

19.04
22.3

38.13
35.17

6.02
21.82

16.2
15.16

3.2
35

21.2
21.5

18.9

15.6

11.2

15.5

3.08

8.3

18.6

4.95

10.9

22.8

5.47

17

18

2.6

1.52

11.5

12.62

16.6

5.5

15.7

3.08

10

5

21.28

18.7

14.5

11.78

13.5

19.7

20.59

4.4

28.1

54 Michelia
alba
55 Hamelia
erecta
56 Delonix regia
57 Muntigia
colabora
58 Muntigia
colabora

2.25

16.92

2.25

17.95

5.6

2.53

15.88

6.23

-0.56

11.12

5.49

3.57

12.15

7.78

0.4

11.6

36.7

19.4

36.7

22.88

1.51

32.85

20.8

1.78

37.8

15.46

1.78

39.32

19.46

2.02

0.3

4.5

40.78
47.6

18.85
15.22

40.78
47.5

25
21.5

10.68
3.82

33.48
42.2

18.63
18.2

8.82
4.14

48.26
49.6

16.7
16.23

12.05
3.5

43.28
48.3

19.36
15.7

12.5
3.01

2.77
2.22

15.3
5.1

48.7

19.16

-0.5

19.5

3.82

48.7

19.16

3.51

52.8

18.4

4.55

55.4

19.8

2.5

3.43

5.3

Tabel 9. Data Analisis Vegetasi Hutan Kota Tegallega
No

Nama Spesies

1 Cannarium sp.
2 Hibiscus
macrophyllus
3 Swietenia
mahagoni
4 Antidesma
bunius
5 Antidesma
bunius
6 Samanea saman
7 Samanea saman
8 Cinnamomum sp.
9 Sapindaceae
10 Tabebuela
argentea
11 Mimusop elengi
12 Cannarium sp.
13 Manilkara kauki
14 Samanea saman
15 Hibiscus
fillaceusmaron
16 Dyospiros
discolor
17 Swietenia
macrophylla
18 Cerbera
manghass
19 Melastomataceae

Koordinat
Batang (m)
X
Y

Koordinat Ujung Tajuk (m)
X1

Y1

T1

X2

Y2

T2

X3

Y3

2.875
9.744

0
9.35

Tinggi
T3

X4

Y4

T4

3.6
3.5

2.4
7.052

3.7
14.6

0.6
1.6

Cabang Puncak
Pertama Kanopi
5.44
3.712
11.2
5.1
1.28
10.08

0
10.6

0
0.27

1
9.6

-3
-2.2

2.05
7.56

-2.75
5.7

1
1.1

16.35

0.3

15.8

-2.4

4.94 13.35

-1

4.5 16.05

4.3

3.75

18.15

0.7

4.75

0.3

6.66

21.55

0.6

21.55

-2.4

1.026 18.75

0

2.108 22.15

3.9

2.08

24.95

0.3

2.2

0.3

4.1

26.85

0.5

26.65

-3.5

3.7

23.6

0.7

2.294 26.85

4.7

10.4

29.75

3.7

2.43

0.4

11.2

31.85
37.75
42.45
47.45
49.6

0.4
0
0.5
1.3
7

25.35
36.75
43.15
47.45
49

-15.4
-13
-0.8
-1.6
4.33

5.04
10.89
2.1
1.4
2.3

20.55
28.85
38.25
45.15
49.5

3.7 13.272 32.35
1.5
10.5 39.65
1.3
2.7 43.75
1.5
2.1 48.9
7
2.2 49.6

10.3
12
5.2
4.5
7.77

10.2
9.6
0.3
1.9
2.3

43.65
47.05
45.75
52.7
50.55

-1.6
-7.1
2.2
1.1
7

11.17
9.45
3
2
1.9

2.5
2.4
0.1
0.4
1

14.4
11.3
8
4.41
2.4

47.4
39.47
34.1
29.3
23.8

6.3
5.97
4.7
4.9
5.45

46.4
39
34.2
18.75
22.8

4.3
5.47
2.2
-1
3.65

1.8 45.4
2.53 37.91
3.3 31.8
10.8 18.2
6.42 20.8

6
5.97
5.4
8.5
6.35

9.5
11.4
7.7
13.8
9.65

2.47
2.43
2.9
8.5
6.3

50
41.52
36.5
40.45
24.8

7.9
5.97
4.7
8.6
5.45

1.4
9.24
2
8
2.46

0.9
2
1
2.8
0.1

5.8
15.5
6.72
26.1
7.04

18.7

5.5

19.1

1.7

4.4 15.85

6.15

1.6

18.7

8.8

2.3

21.9

4.35

2.7

1

7.32

13.7

5.2

13.9

1.8

7.92

12.1

5.2

8.225

11.2

7.9

7.175

17.1

4.2

6.63

2.2

12.16

9.9

5.17

11.9

2.3

4.76

7.9

5.57

5.27

10.3

8.27

5.04

12.4

4.37

1.9

1.8

8.73

6.2

5.3

6.2

0.8

4.35

0.76

5.15

2.835

5

9.9

6.93

10

5

2.3

2.3

8.91

1.8 47.4
4.86 41.12
2.3 34.9
12.75 32.1
2.3 23.8

20 Mimusop elengi
21 Pithecellobium
dulce
22 Manilkara kauki
23 Mutingia
calabura
24 Saraca
thaipingensis
25 Manilkara kauki
26 Moringa oliefera
27 Delonix regia
28 Sterculia foetida
29 Sterculia foetida
30 Dyospiros
discolor
31 Delonix regia
32 Pometia pinnata
33 Delonix regia
34 Samanea saman
35 Saraca
thaipingensis
36 Spathodea
campanulata
37 Mutingia
colabora

10
0

4.95
11.5

0.4
1.86

3.36
5.56

2.3
6.177

-2
-5.7

4.95
12.9

3.6
6.825

0.1
0.7

6.95
17.98

2.9
9

2.2
7.62

4.97
12.3

3
8.255

0.95
6.4

7.04
12.8

5.7
12

11.2
11.8

6
12

4.4
7.44

3.36
8.1

4
7.6

4.4
12.3

3.6
8.455

5.7
12.5

17.1
14.3

8.74
9.664

9.15
16.5

11
8.9

1.548
5.814

1.4
1.134

7.4
12.474

23 11.35

23.4

8.55

3.572

21.7 11.75

2.4

23

13.6

3.96

25

11.3

4.76

0.5

6.9

21.55 11.3
31.85 11.45
39 11.9
41.65
12
28.52 15.4
50 13.5

21.4
32
39
41.4
28
50

9.3
8.95
9.65
5.41
8.75
11.9

4.256 19.1
10.01 29.45
4.418 39.7
4.465 40.11
5.175 21.34
2.442 48.3

11.5
8.95
16.2
12
15
13

1.558 21.44 14.14
5.49 31.85 20.45
3.496 37.4 11.9
4.176 41.65 15.1
5.94
28
-0.8
3.255
50
12.2

2.418
2.852
5.568
6.232
6.15
2.838

24.5 11.3
37 11.5
42.2
12
44.25 12.3
38.32 16.15
2.7
3

2.072
6.435
8.71
5.06
4.292
1.26

1.1
5.134
6.728
0.776
2.028
0.4

7
20.687
17.168
16.005
10.764
4.7

46.18
10 10.384 40.3 17.3
40.78 15.7 4.536 39.5
18
35 14.28 4.268 32.72 18.83
28
8.75 7.906 21.34
15
12
13.3 2.448 11.1
16

5.85 46.18 -3.57
1.76 40.78 19.8
5.151
35
19.4
7.7
28
-0.8
1.702 12.3 18.41

8.14
4.142
4.06
8.184
2.923

-2.74 16.8
44.93
-1
37.62 15.93
38.32 16.5
14.78 15.7

4.96
4.3
4.05
6.864
2.812

3.192
2.1
3.6
5.364
0.4

15.96
6.2
8.3
25.33
4.7

46.18 17.3
40.78 17.4
35.02 16.38
28.5 15.4
12.7 16.25
7.6 16.15

7

10.85

10.8

3

16

5.72

7

-0.57

3.575

10.52

16

7.708

4.5

13.59

0.4 16.85

0.4

12.67

3.3

-3.27

17.2

1.6

0.8

-0.72

0.096

3.5

14.8

2.22

0.5

5.8

LAMPIRAN 1

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Hutan Kota Tegallega
(Google Earth, 2013)

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Hutan Kota Cilaki
(Google Earth, 2013)

Gambar 3. Kondisi Lantai Hutan Kota Tegallega
(Dok. Pribadi, 2013)

Gambar 4. Kondisi Lantai Hutan Kota Cilaki
(Dok. Pribadi, 2013)

80
68

70
60
50
36

40
30
20
10

16

14
5

0

2

10

5

11

10
3

2

4

1

10

5

Cilaki

9
1

0

3

0

01

01

Tegalega

0

Gambar 10. Jenis-Jenis dan Jumlah Spesies Burung di Hutan Kota Tegallega dan hutan Kota
Cilaki

Gambar 11. Titik Burung Hinggap di Hutan Kota Tegallega

Gambar 12. Titik Burung Hinggap di Hutan Kota Cilaki

Perbandingan Intensitas Cahaya di Hutan Kota
Tegallega dan Permukiman
Intensitas Cahaya (Lux)

200000

150000
hutan tegalega
100000
pemukiman sekitar
hutan tegalega
50000

0

Gambar 13. Grafik Perbandingan Intensitas Cahaya di Hutan Kota Tegallega dan Permukiman
Sekitarnya

Perbandingan Intesitas Cahaya di Hutan Kota
Cilaki dan Permukiman
250000

Intensitas Cahaya (Lux)

200000
150000

hutan cilaki

100000

pemukiman sekitar
hutan cilaki

50000
0

Gambar 14. Grafik Perbandingan Intensitas Cahaya di Hutan Kota Cilaki dan Permukiman
Sekitarnya

Perbandingan Temperatur di Hutan Kota
Tegallega dan Permukiman
45
40

Temperatur (°C)

35
30

hutan tegalega

25
20
15

pemukiman sekitar
hutan tegalega

10
5
0

Gambar 15. Grafik Perbandingan Temperatur di Hutan Kota Tegallega dan Permukiman
Sekitarnya

Perbandingan Temperatur di Hutan Kota Cilaki
dan Pemukiman
50
45
40
Temperatur (°C)

35
30

hutan cilaki

25
20

pemukiman sekitar
hutan cilaki

15
10
5
0

Gambar 16. Grafik Perbandingan Temperatur di Hutan Kota Cilaki dan Permukiman Sekitarnya

Perbandingan Temperatur Udara di Hutan Kota
dan Pemukiman
50
45

Temperatur (°C)

40

hutan tegalega

35
30

pemukiman sekitar
hutan tegalega

25
20
15
10

hutan cilaki
pemukiman sekitar
hutan cilaki

5
0

Gambar 17. Grafik Perbandingan Temperatur di Hutan Kota dan Permukiman Sekitarnya

LAMPIRAN 2
Tabel 1. Jenis-Jenis Pohon di Hutan Kota Tegallega
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Nama Spesies
Antidesma bunius
Cannarium sp.
Cerbera manghass
Cinnamomum sp.
Delonix regia
Dyospiros discolor
Hibiscus fillaceusmaron
Hibiscus macrophyllus
Manilkara kauki
Melastomataceae
Mimusop elengi
Moringa oliefera
Mutingia colabora
Pithecellobium dulce
Pometia pinnata
Samanea saman
Sapindaceae
Saraca thaipingensis
Spathodea campanulata
Sterculia foetida
Swietenia macrophylla
Swietenia mahagoni
Tabebuela argentea
Total

Jumlah
2
2
1
1
3
2
1
1
3
1
2
1
2
1
1
4
1
2
1
2
1
1
1
37

Tabel 2. Jenis-Jenis Pohon di Hutan Kota Cilaki
No.
1
2
3
4
5
6
7

Nama spesies
Delonix regia
Elaeocarpus ganistrus
Hamelia erecta
Hibiscus macrophyllus
Cananga odorata
Michelia alba
Mimusop elengi

Jumlah
4
2
1
1
1
2
1

8
9
10
11
12

Muntigia colabora
Pometia pinnata
Swietenia macrophylla
Syzygium polyanthum
Terminalia cattapa
Total

2
1
2
3
1
21

Tabel 4. Penghitungan Keanekaragaman dan Dominansi Vegetasi di Hutan Kota Tegallega
No. Nama Spesies
1 Antidesma bunius
2 Cannarium sp.
3 Cerbera manghass
4 Cinnamomum sp.
5 Delonix regia
6 Dyospiros discolor
7 Hibiscus fillaceusmaron
8 Hibiscus macrophyllus
9 Manilkara kauki
10 Melastomataceae
11 Mimusop elengi
12 Moringa oliefera
13 Mutingia colabora
14 Pithecellobium dulce
15 Pometia pinnata
16 Samanea saman
17 Sapindaceae
18 Saraca thaipingensis

Jumlah Pi
Pi^2
ln Pi
2 0.054054 0.002922
2.91777
2 0.054054 0.002922
2.91777
1 0.027027 0.00073
3.61092
1 0.027027 0.00073
3.61092
3 0.081081 0.006574
2.51231
2 0.054054 0.002922
2.91777
1 0.027027 0.00073
3.61092
1 0.027027 0.00073
3.61092
3 0.081081 0.006574
2.51231
1 0.027027 0.00073
3.61092
2 0.054054 0.002922
2.91777
1 0.027027 0.00073
3.61092
2 0.054054 0.002922
2.91777
1 0.027027 0.00073
3.61092
1 0.027027 0.00073
3.61092
4 0.108108 0.011687
2.22462
1 0.027027 0.00073
3.61092
2 0.054054 0.002922
-

Pi ln Pi
0.157717337
0.157717337
0.097592376
0.097592376
0.203700456
0.157717337
0.097592376
0.097592376
0.203700456
0.097592376
0.157717337
0.097592376
0.157717337
0.097592376
0.097592376
0.240499843
0.097592376
0.157717337

19 Spathodea campanulata

1 0.027027

20 Sterculia foetida

2 0.054054 0.002922

21 Swietenia macrophylla

1 0.027027

0.00073

22 Swietenia mahagoni

1 0.027027

0.00073

23 Tabebuela argentea

1 0.027027

0.00073

Total

0.00073

2.91777
3.61092
2.91777
3.61092
3.61092
3.61092

0.054785

37

0.097592376
0.157717337
0.097592376
0.097592376
0.097592376
3.020623002

Tabel 5. Penghitungan Keanekaragaman dan Dominansi Vegetasi di Hutan Kota Cilaki
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Nama spesies
Delonix regia
Elaeocarpus ganistrus
Hamelia erecta
Hibiscus macrophyllus
Cananga odorata
Michelia alba
Mimusop elengi
Muntigia colabora
Pometia pinnata
Swietenia macrophylla
Syzygium polyanthum
Terminalia cattapa
Total

Jumlah
4
2
1
1
1
2
1
2
1
2
3
1
21

pi
0.19
0.10
0.05
0.05
0.05
0.10
0.05
0.10
0.05
0.10
0.14
0.05

pi*pi
0.04
0.01
0.00
0.00
0.00
0.01
0.00
0.01
0.00
0.01
0.02
0.00
0.11

ln pi
-1.66
-2.35
-3.04
-3.04
-3.04
-2.35
-3.04
-2.35
-3.04
-2.35
-1.95
-3.04

pi ln pi
0.32
0.22
0.14
0.14
0.14
0.22
0.14
0.22
0.14
0.22
0.28
0.14
2.36

Tabel 6. Uji ANOVA

Variabel

Tempat
Ftabel Fhitung
Ho
Hutan Tegalega & Pemukiman
sekitar
3.85
154.662 ditolak
Temperatur
Hutan Cilaki & Pemukiman sekitar
3.85
19.704 ditolak
Hutan Tegalega & Pemukiman
Intensitas
sekitar
3.85
116.904 ditolak
Cahaya
Hutan Cilaki & Pemukiman sekitar
3.85
108.916 ditolak
Keterangan: Ho ditolak jika nilai Fhitung > Ftabel atau nilai signifikansi < 0.05.

Signifikansi
0
0
0
0