Pengaruh Ekuitas Merek J.Co Donuts And C (1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Waralaba yang memiliki potensi sangat besar di Indonesia adalah jenis waralaba restoran makanan cepat saji, karena jumlah penduduk Indonesia dengan pertumbuhan perkapita yang tergolong tinggi, dan ketersediaan makanan cepat saji semakin dibutuhkan sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, terutama di kawasan perkotaan yang dinamis. Didukung juga kecenderungan gaya hidup masyarakat yang semakin mengarah kepada hal-hal lebih praktis. Tidak terkecuali pada pola makan yang gemar menyantap sajian yang serba instant.

Pada saat ini salah satu waralaba lokal yang tidak kalah bersaing dengan waralaba asing adalah J.CO Donuts & Coffee. J.CO Donuts & Coffee pada saat sekarang ini merupakan trend setter pecinta donat. J.CO Donuts & Coffee adalah produk dalam negeri dengan menggunakan konsep dari luar negeri dan disempurnakan dengan modernisasi dan kualitas terbaik. Sesuai dengan namanya, J.CO Donuts & Coffee mempunyai produk makanan berupa donat yaitu camilan atau makanan selingan pengantar makan besar dan produk minuman berupa kopi serta teh yang panas maupun dingin. Yang diunggulkan oleh J.CO Donuts & Coffee adalah produk makanannya, yaitu donat. Selain donat, tersedia juga cappucinno dan mocca, caramel, tea dan lain-lain.

Gerai J.Co Donuts dibuka pertama kalinya 26 Juli 2005 lalu di Jakarta, sampai sekarang banyak orang masih rela mengantri atau berebut meja dan tempat duduk demi beberapa keping donat. Mereka yang mengantri adalah kalangan kelas menengah ke atas karena gerai dari J. Co berada di mal-mal berkelas seperti, Senayan city, Bandung Indah Plaza, Paris Van Java (PVJ), atau Cihampelas Walk (Ciwalk).

Banyak orang mengira J.Co yang bernama lengkap J.Co Donuts & Coffee adalah produk asing yang masuk ke pasar Indonesia. J.Co sebenarnya adalah produk dalam negeri yang diciptakan oleh penduduk asli Indonesia. J.Co Banyak orang mengira J.Co yang bernama lengkap J.Co Donuts & Coffee adalah produk asing yang masuk ke pasar Indonesia. J.Co sebenarnya adalah produk dalam negeri yang diciptakan oleh penduduk asli Indonesia. J.Co

menjual 15.000 donuts sehari. (http://agungdsp.wordpress.com Okt 2009)

Dibawah ini terdapat 10 daftar Brand Product Choices 2007 yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan relative tinggi yang sangat diminati konsumen.

Tabel 1.1

BrandProduct Choices 2007

No Brand Kategori produk Pemilik merek

1 AVANZA Multi Purposes

Toyota (ATPM di

Vehicle (MPV)

Indonesia: PT Toyota Astra Motor / TAM)

2 SWEETY Baby Diapers Baby Diapers

PT Softex Indonesia

3 Yamaha MIO Motor matic

PT Yamaha Motor Kencana Indonesia

4 Bank MANDIRI Jasa Perbankan

PT Bank Mandiri Tbk

5 THE FUK Produk Perawatan

Tan Tje Fu (Pranoto

Wajah

Widjojo)

6 OLAY TOTAL EFFECTS Pelembab Wajah

Procter & Gamble (P&G)

7 MIZONE Minuman isotonic

PT Aqua Golden Misissipi Tbk

8 J.CO Donuts & Coffe

Kelompok Usaha Johny menyediakan cemilan Andrean donut

Kafe yang

9 XL

Operator Selular

PT Excelcom Pratama Tbk

10 Gerry

Biskuit

Garuda Food

Sumber(http://agungdsp.wordpress.com Okt 2009).

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat, J.CO Donuts & Coffee memasuki posisi kedelapan dan merupakan termasuk dalam sepuluh merek produk pilihan konsumen yang mengalami tingkat pertumbuhan yang relative tinggi pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa J.CO Donuts & Coffee mampu bersaing dengan baik dan mampu membuktikan produktifitasnya di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Oleh karna itu J.CO Donuts & Coffee terpilih sebagai Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat, J.CO Donuts & Coffee memasuki posisi kedelapan dan merupakan termasuk dalam sepuluh merek produk pilihan konsumen yang mengalami tingkat pertumbuhan yang relative tinggi pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa J.CO Donuts & Coffee mampu bersaing dengan baik dan mampu membuktikan produktifitasnya di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Oleh karna itu J.CO Donuts & Coffee terpilih sebagai

Salah satu faktor penting dalam benak konsumen jika mengkonsumsi sesuatu adalah merek. Merek menurut Durianto (2004) adalah nama, istilah tanda, simbol, rancangan atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mendifinisikan barang atau jasa seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Tujuan utama dari pemberian merek adalah menanamkan merek sebagai identitas ke sistem memori konsumen, karena identitas merek adalah heart dan soul of the brand (Aaker, 1997).

Brand Equity (ekuitas merek) adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing (Astuti dan Cahyadi, 2007).

Melalui merek yang sudah menjadi identitas produk yang kuat, kedekatan merek dengan konsumen akan terjalin secara fungsional dan emosional, sebagai self expressive yang dihasilkan oleh merek tersebut. Hal ini pula yang membuat J.Co menjadi berkembang pesat bisnis nya pada saat ini. Konsumen telah memiliki persepsi tersendiri tentang merek J.Co donut dan Coffee. Merek J.Co telah memberikan pengaruh positif terhadap keuntungan yang didapatkan, para konsumen seolah-olah telah terhipnotis dengan merek tersebut dan akhirnya ingin mencicipi produk yang ditawarkan oleh J.Co, yaitu donut dan coffee.

Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Kekuatan merek terletak pada kemampuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian. Merek diyakini mempunyai kekuatan yang besar untuk memikat orang untuk membeli produk atau jasa yang diwakilinya. Merek yang kuat akan Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Kekuatan merek terletak pada kemampuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian. Merek diyakini mempunyai kekuatan yang besar untuk memikat orang untuk membeli produk atau jasa yang diwakilinya. Merek yang kuat akan

Kekuatan merek yang dimiliki oleh J.Co donuts dan Coffe ini akan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan salah satu nya adalah dalam proses keputusan pembelian oleh konsumen. Untuk mengetahui apakah ekuitas merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian dari konsumen dibutuhkan sebuah penelitian. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenain fenomena kekuatan merek J.Co donuts dan coffee ini sebagai gerai donut yang mampu menyaingi Dunkin Donuts dalam Industri makanan dan

penulis mencoba untuk meneliti tentang “Pengaruh Ekuitas Merek J.Co Donuts & Coffee Terhadap Keputusan Pembeli an Konsumen.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian adalah :

1. Apakah dimensi ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen?

2. Seberapa besar pengaruh dimensi-dimensi ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen?

3. Dimensi ekuitas merek manakah yang paling mempengaruhi keputusan pembelian konsumen?

1.2.1 Hipotesa Penelitian

Hipotesis yang digunakan untuk melakukan penelitian terhadap rumusan masalah di atas adalah :

Ho : Ekuitas merek tidak mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.

Ha : Ekuitas merek mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan Diploma III Program Studi Manajemen Pemasaran di Jurusan Administrasi Niaga.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan ekuitas merek dari J.Co donuts dan Coffee terhadap keputusan pembelian konsumen. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dapat diperinci sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah dimensi ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen.

2. Untuk mengetahui seberapa besar dimensi-dimensi ekuitas merek tersebut.

3. Untuk mengetahui dimensi manakah yang paling berpengaruh dalam keputusan pembelian konsumen.

1.4 Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi :

1. Penulis Penelitian ini merupakan sarana yang tepat bagi penulis untuk menerapkan konsep-konsep yan telah diterima dalam proses belajar mengajar di Program Studi Manajemen Pemasaran Politeknik Negeri Bandung, terutama berkaitan dengan Manajemen Pemasaran.

2. Pembaca Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan para pembaca akan mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen, selain itu penelitian ini juga 2. Pembaca Dengan adanya penelitian ini penulis mengharapkan para pembaca akan mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen, selain itu penelitian ini juga

1.5 Sistematika Penulisan

Pengajuan proposal penelitian ini nantinya akan menjadi sebuah penelitan yang disusun dengan sistematikan penulisan sebagai berikut :

1. Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, hipotesa, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan tentang pengaruh ekuitas merek J.co terhadap keputusan pembelian.

2. Bab 2 merupakan tinjauan teoritis mengenai konsep merek, brand strategi, ekuitas merek, faktor yang mempengaruhi ekuitas merek, kesan kualitas, asosiasi merek, loyalitas merek, dan teori keputusan pembelian.

3. Bab 3 merupakan metodologi penelitian yang berisi uraian mengenai tipe penelitian, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, definisi operasionalisasi variabel, dan teknis analisis.

4. Bab 4 merupakan hasil analisis dan pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil temuan dalam penelitian serta pembahasan beserta implikasinya dalam bidang manajerial.

5. Bab 5 merupakan kesimpulan dan saran yang diambil penulis berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh untuk kegiatan lebih lanjut mengenai masalah dalam penelitian ini.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian ini adalah di wilayah kota Bandung tepatnya di Gerai J.CO Donuts & Coffe yang berada di Cihampelas walk (Ciwalk), Bandung Indah Plaza (BIP) dan Paris Van Java (PVJ) serta waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juli 2011.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merek (Brand)

Suatu produk atau jasa sudah pasti mempunyai ciri khas masing-masing yang membedakan dari yang lainnya. Hal tersebut tentu menjadi nilai tambah untuk mengenali produk mereka. Dengan merek atau memberikan sebuah nama pada produk dan jasa yang akan kita jual kepada konsumen akan memberikan hal yang positif untuk dapat mengenali dan mengetahui produk kita. Dibawah ini akan menjelaskan pengertian merek menurut beberapa ahli.

2.1.1 Pengertian Merek (Brand)

Brand merupakan sebuah janji penjual dalam memberikan pelayanan yang konsisten kepada pelanggannya yang didalamnya mengandung keistimewaan, pembeda, keunikan, dan jasa yang berbeda dengan yang lain. Berikut adalah pengertian brand menurut beberapa ahli :

Merek menurut Durianto (2004) adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Lalu menurut Durianto dkk (2004) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Sedangkan pengertian merek menurut Rangkuti (2002) agak berbeda yaitu janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli.

Dapat ditarik satu kesamaan bahwa merek merupakan sesuatu hal yang mampu mendeskripsikan karakteristik dari penjual. Dari berbagai pendapat para ahli maka dapat ditarik definisi baru mengenai merek yaitu suatu nama, tanda, simbol, desain, dan kombinasi dari semuanya yang mampu mengidentifikasikan janji penjual kepada pembeli untuk selalu memberikan yang terbaik kepada konsumen.

2.1.2 Brand Strategy

Menurut Rangkuti (2002:37) strategi merek dapat berupa pengenalan merek baru (new brand), strategi multi merek (multi brand strategy), strategi perluasan merek (brand extension strategy), dan strategi perluasan lini (line extension strategy) dapat digambarkan pada Gambar 2.1 .

Existing Brand

New Product Category

Existing Brand

Line Extension

Brand Extension

New Brand

Multi Brand

New Brand

Sumber : Rangkuti, Fredy, 2002, The Power of Brands

Gambar 2.1 Brand Strategy

a. Merek Baru (New Brand) Sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah nama merek baru ketika memasuki sebuah kategori produk baru. Strategi ini dapat dilakukan karena tidak ada nama merek yang sesuai.

b. Multi Merek (Multi Brand) Perusahaan ingin mengelola berbagai nama merek dalam kategori yang ada untuk mengemukakan fungsi dan manfaat yang beda.

c. Perluasan Merek (Brand Extension) Usaha apa pun yang dilakukan untuk menggunakan sebuah nama merek yang sudah berhasil untuk meluncurkan produk baru atau produk yang sudah ada dimodifikasi dalam kategori baru.

d. Perluasan Lini (Line Extentions) Strategi ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan memperkenalkan berbagai macam feature atau tambahan variasi produk, dalam sebuah kategori produk yang ada di bawah nama merek yang sama, seperti rasa, bentuk, warna, atau kemasan baru.

2.2 Ekuitas Merek

2.2.1 Pengertian Ekuitas Merek

Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing (Astuti dan Cahyadi, 2007).

Menurut Rangkuti (2002) ekuitas merek merupakan sekumpulan aset (dan liabilities) yang terkait dengan nama merek dan simbol, sehingga dapat menambah nilai yang ada dalam produk atau jasa tersebut. Aset yang terdapat dalam merek tersebut meliputi : brand awareness, perceived quality, brand association, dan brand loyalty. Lalu menurut Sugiarto dkk (2001) ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, symbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004) ekuitas merek adalah efek diferensial positif yang mengetahui nama suatu merek telah direspon pelanggan terhadap produk atau layanan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa kekuatan merek atau ekuitas merek adalah suatu kekuatan merek yang dapat menambah atau mengurangi value atau nilai bagi merek itu sendiri yang cara mengetahuinya adalah dengan mengamati respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekuitas Merek

2.2.2.1 Kesadaran Merek

Menurut Aaker dalam Rangkuti (2002:39) kesadaran merek adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

Menurut Aaker dalam Rangkuti (2002:39) peran brand awareness dalam keseluruhan ekuitas merek tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek.

Tingkatan kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti di bawah ini :

Top

of Mind

Brand Recall

Brand Recognition

Unware of Brand

Sumber : Rangkuti, 2002, The Power of Brands hal.40

Gambar 2.2 Piramida Brand Awareness

Penjelasan mengenai piramida brand awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah :

a. Unware of Brand (tidak menyadari merek) Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

b. Brand Recognition (pengenalan merek) Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu mrek pada saat melakukan pembelian.

c. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek) Pengingatan kembali terhadap merek disadarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

d. Top of mind (puncak pikiran) Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

Kesadaran konsumen terhadap merek dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu merek kepada konsumen (Humdiana, 2005). Perusahaan dapat menciptakan nilai-nilai kesadaran merek agar konsumen dapat lebih memahami pesan merek yang akan disampaikan (Humdiana, 2005). Berikut adalah nilai-nilai kesadaran merek yang diciptakan oleh perusahaan :

1. Jangkar yang menjadi pengait asosiasi lain Tingkat kesadaran merek yang tinggi akan lebih memudahkan pemasar untuk melekatkan suatu asosiasi terhadap merek karena merek tersebut telah tersimpan di benak konsumen.

2. Rasa Suka Kesadaran merek yang tinggi dapat menimbulkan rasa suka konsumen terhadap merek tersebut.

3. Komitmen Jika kesadaran suatu merek tinggi, maka konsumen dapat selalu merasa kehadiran merek tersebut.

4. Mempertimbangkan merek Ketika konsumen akan melakukan keputusan pembelian, merek yang memiliki tingkat kesadaran merek tinggi akan selalu tersimpan di benak konsumen dan akan dijadikan pertimbangan oleh konsumen.

Aspek paling penting dari brand awareness adalah bentuk informasi dalam ingatan di tempat pertama (Lindawati, 2005). Sebuah titik ingatan brand Aspek paling penting dari brand awareness adalah bentuk informasi dalam ingatan di tempat pertama (Lindawati, 2005). Sebuah titik ingatan brand

Menurut Astuti dan Cahyadi (2007), saat pengambilan keputusan pembelian dilakukan, kesadaran merek (brand awareness) memegang peran penting. Merek menjadi bagian dari consideration set sehingga memungkinkan preferensi pelanggan untuk memilih merek tersebut. Pelanggan cenderung memilih merek yang sudah dikenal karena merasa aman dengan sesuatu yang dikenal dan beranggapan merek yang sudah dikenal kemungkinan bisa diandalkan, dan kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan.

2.2.2.2 Kesan kualitas

Pengertian dari kesan kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. (Aaker dalam Rangkuti, 2002). Kesan kualitas memberikan nilah dalam beberapa bentuk seperti dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Alasan untuk membeli

Diferensiasi/posisi Kesan

Harga Optimum Kualitas

Minat saluran distribusi

Perluasan Brand

Sumber : Rangkuti 2002, The Power of Brands hal.42

Gambar 2.3 Diagram Nilai dari Kesan Kualitas

Penjelasan dari Gambar di atas adalah sebagai berikut :

1. Alasan membeli Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus 1. Alasan membeli Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus

2. Diferensiasi/posisi Diferensiasi didefinisikan sebagai suatu karakteristik penting dari merek, apakah merek tersebut bernilai atau ekonomis juga berkenaan dengan persepsi apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.

3. Harga optimum Keuntungan ini memberikan pilihan dalam menetapkan harga optimum yang bisa meningkatkan laba atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut.

4. Minat Saluran distribusi Keuntungan ini yaitu meningkatkan minat para distributor dikarenakan dapat menawarkan suatu produk yang memiliki Kesan kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut untuk menyalurkan merek yang diminati konsumen.

5. Perluasan merek Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam kategori produk baru.

Kesan kualitas juga merupakan persepsi pelanggan atas atribut yang dianggap penting baginya (Astuti dan Cahyadi, 2007). Persepsi pelanggan merupakan penilaian, yang tentunya tidak selalu sama antara pelanggan satu dengan pelanggan yang lainnya. Dan berikut adalah dimensi-dimensi yang mempengaruhi kualitas suatu produk (Durianto, dkk, 2004) :

a. Performance, yaitu karakteristik operasional produk yang utama.

b. Features, yaitu elemen sekunder dari produk atau bagian tambahan dari produk.

c. Conformance with specifications, yaitu tidak ada produk yang cacat.

d. Reliability, yaitu konsistensi kinerja produk.

e. Durability, yaitu daya tahan sebuah produk.

f. Service ability, yaitu kemampuan memberikan pelayanan sehubungan dengan produk.

g. Fit dan Finish, yaitu menunjukan saat munculnya atau dirasakannya kualitas produk

Kesan kualitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk. Kesan kualitas ini akan membentuk Kesan kualitas secara keseluruhan terhadap suatu produk di benak konsumen. Kesan kualitas keseluruhan dari suatu produk dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek (Durianto, dkk, 2004).

2.2.2.3 Asosiasi Merek

Menurut Fadli dan Qamariah (2008) asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membentu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek lainnya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat menghasilkan suatu bentuk citra tentang merek (brand image) di benak konsumen.

Menurut Aaker dalam Fadli dan Qamariah (2008) asosiasi merek merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu :

1. Membantu proses penyusunan informasi yang dapat meringkaskan sekumpulan fakta yang dapat dengan mudah dikenal konsumen;

2. Perbedaan yang mempunyai peran penting dalam menilai keberadaan atau fungsi suatu merek dibandingkan lainnya ;

3. Alasan untuk membeli, yang sangat membantu konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli;

4. Perasaan positif yang merangsang tumbuhnya perasaan positif terhadap produk;

5. Menjadi landasan untuk perluasan merek yang dinilai kuat. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi 5. Menjadi landasan untuk perluasan merek yang dinilai kuat. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi

Menurut konsep Brand Equity ten yang dikembangkan oleh David A. Aaker, kategori asosiasi merek mewakili 3 elemen, yaitu sebagai berikut (Durianto, dkk, 2004) :

1. Persepsi Nilai Persepsi nilai suatu produk merupakan suatu persepsi yang melibatkan manfaat fungsional dimata konsumen. Nilai merupakan hal penting untuk suatu merek. Merek yang tidak memiliki nilai akan mudah diserang oleh pesaing. Menurut Durianto, dkk (2004) terdapat 5 dimensi yang menjadi penggerak utama pembentukan persepsi nilai terkait dengan kepuasan pelanggan, yaitu dimensi kualitas produk, dimensi harga, dimensi kualitas layanan, dimensi emosional, dimensi kemudahan.

2. Kepribadian Merek Kepribadian merek dapat diartikan sebagai suatu hal yang dapat menghubungkan ikatan emosi merek tersebut dengan manfaat merek itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi merek dan customer relationship yang pada akhirnya akan berujung pada keuntungan yang akan diraih oleh perusahaan. Seorang konsumen akan lebih tertarik untuk memilih suatu merek apabila ia merasa kepribadian merek tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Sebuah penelitian telah menemukan suatu skala yang dapat digunakan untuk mengukur kepribadian merek (Durianto, dkk, 2004) sebagai berikut :

a. Ketulusan (sederhana, jujur, sehat, riang) a. Ketulusan (sederhana, jujur, sehat, riang)

c. Kecakapan (dapat dipercaya, cerdas, sukses)

d. Keduniawian (golongan atas, mempesona)

e. Ketangguhan (keras, ulet)

3. Asosiasi Organisasi Asosiasi organisasi dapat dijadikan sebagai keunggulan untuk mengembangkan persaingan pasar apabila merek tersebut tidak memiliki karakteristik yang dapat membedakan dengan merek pesaing. Sebuah perusahaan haru selalu menjaga asosiasi organisasinya dimata konsumen karena konsumen akan lebih tertarik untuk memilih merek yang diproduksi oleh perusahaan yang memiliki citra asosiasi organisasi yang baik. Selain itu, asosisasi organisasi sangat diperlukan untuk meningkatkan loyalitas konsumen terhadap merek tersebut. Durianto, dkk (2004) menyatakan 6 unsur yang dapat mempengaruhi asosiasi organisasi, yaitu sebagai berikut : Orientasi pada masyarakat, persepsi kualitas, inovasi, perhatian kepada pelanggan, keberadaan dan keberhasilan, lokal versus global.

Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka akan semakin kuat citra mereknya. Selain itu, asosiasi merek dapat membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang pada akhirnya akan memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut (Durianto, dkk, 2004).

Dari penjelasan diatas, asosiasi merek dapat dikatakan sebagai pembentuk citra merek atau brand image yang tertanam di benak konsumen.

2.2.2.4 Loyalitas Merek

Menurut Rangkuti (2002:60) pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek.

Dengan kata lain apabila seorang konsumen memiliki loyalitas terhadap merek yang tinggi, hal itu dapat mengindikasikan bahwa merek itu memiliki brand equity yang kuat.

Loyalitas memiliki tingakatan sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini :

Likes The Brand Considers it A friend

Satisfied buyer with switching cost

Habitual buyer-no reason to changes

Brand switchers or price sensitive no brand loyalty

Sumber : Rangkuti, 2002, The Power of Brands hal.61

Gambar 2.4 Piramida Loyalitas

Melalui piramida loyalitas diatas, dapat dimengerti bahwa :

a. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah- pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).

b. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk b. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk

c. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan denga upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan pergantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.

d. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaaan emosional dalam menyukai merek.

e. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Para pelanggan mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi pelanggan baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa pelanggan sebenarnya (commited buyers).

Loyalitas merek juga merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek (Durianto, dkk, 2004). Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain, terutama jika pada merek tersebut didapati terjadinya perubahan baik menyangkut harga ataupun atribut lain.

Konsumen yang memiliki loyalitas kuat terhadap suatu merek akan tetap melanjutkan pembelian produk tersebut, meskipun saat ini banyak bermunculan berbagai merek di pasar yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul serta dapat memberikan jaminan peningkatan perolehan laba perusahaan di masa yang akan datang (Durianto, dkk, 2004). Selain itu, konsumen yang loyal juga akan secara sukarela merekomendasikan untuk menggunakan merek tersebut Konsumen yang memiliki loyalitas kuat terhadap suatu merek akan tetap melanjutkan pembelian produk tersebut, meskipun saat ini banyak bermunculan berbagai merek di pasar yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul serta dapat memberikan jaminan peningkatan perolehan laba perusahaan di masa yang akan datang (Durianto, dkk, 2004). Selain itu, konsumen yang loyal juga akan secara sukarela merekomendasikan untuk menggunakan merek tersebut

2.3 Proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2009) Periset pemasaran telah mengembangkan model tingkat proses keputusan pembelian. Model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Pengenalan Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Perilaku pasca

Keputusan Pembelian

pembelian

Sumber : Kotler dan Keller (2009) Manajemen Pemasaran Edisi 13 hal. 185

Gambar 2.5 Tahapan Keputusan Pembelian

Untuk dapat menjelaskan hubungan antara tahapan berdasarkan Gambar

2.5 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Proses pengenalan kebutuhan, yaitu ketika konsumen mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Kebutuhan itu akan digerkan oleh rangsangan dari dalam maupun dari luar dirinya.

2. Proses pencarian informasi, tahap ini merupakan tahapan yang merangsang konsumen untuk mencari informasi lebih banyak mengenai suatu produk. Sumber informasi utama di mana konsumen dibagi menjadi empat kelompok diantaranya :

a. Pribadi : Keluarga, teman, tetangga, rekan.

b. Komersial : Iklan, situs Web, wiraniaga, penyalur, kemasan.

c. Publik : Media massa, organisasi, pemeringkat konsumen.

d. Eksperimental : Pemeriksaan, penggunaan produk. Setiap sumber informasi melaksanakan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan fungsi informasi, sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi.

3. Evaluasi berbagai alternatif merek, pada tahapan ini konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam menentukan peringkat produk untuk dipilih.

4. Keputusan pembelian, dimana terjadi pembelian produk atas merek yang disukai berdasarkan peringkat dari tahapan 3, tetapi faktor situasi dan pendapat orang lain juga menentukan dalam tahapan ini.

5. Perilaku pasca pembelian, kepuasan konsumen harus dipantau dari mulai pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian.

Memberikan Nilai kepada perusahaan dengan menguatkan :

Memberikan nilai

kepada

Customer

dengan menguatkan

terhadap :

1. Efisiensi dan efektivitas

program pemasaran 1. Interpretasi dan atau

proses informasi 3. Harga/laba

2. Loyalitas merek

2. Rasa percaya diri dalam

4. Perluasan merek

pembelian 5. Peningkatan perdagangan

3. Pencapaian kepuasan dari

dan

pelanggan kompetitif

keunggulan

Sumber : Rangkuti (2002), The Power of Brands

Gambar 2.6 Konsep Ekuitas Merek yang Mempengaruhi Proses Keputusan

Pembelian

Pemasaran merupakan permerekan itu sendiri. Suatu permerekan yang tepat akan mempermudah penjualan produk. Permerekan yang tepat akan menarik minat massa, melihat dan akhirnya memiliki produk itu. Jika konsumen yang Pemasaran merupakan permerekan itu sendiri. Suatu permerekan yang tepat akan mempermudah penjualan produk. Permerekan yang tepat akan menarik minat massa, melihat dan akhirnya memiliki produk itu. Jika konsumen yang

2.4 Hubungan Brand Equity dengan Keputusan Pembelian

Pada saat semakin selektifnya konsumen terhadap keputusan pembelian suatu produk atau jasa, maka strategi ekuitas merek dapat memberikan nilai tambah kepada perusahaan dan konsumen. Merek yang memiliki ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen yang kemudian dapat berkembang menjadi dasar proses keputusan pembelian konsumen.

Sutisna (2003) menyatakan bahwa sikap positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek itu, sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen dalam melakukan pembelian.

Merek juga dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan produk sejenis yang berbeda. Hubungan antara ekuitas merek dengan proses keputusan pembelian konsumen terletak pada keyakinan-keyakinan dan pilihan konsumen (preference) atas suatu merek yang merupakan sikap dari konsumen. Dalam banyak hal, sikap terhadap merek tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak.

Menurut Chandrashekran dalam Setiadi (2003) Suatu pemilihan merek, akan melalui pola dimana seseorang akan membentuk suatu ide atau kepercayaan akan beberapa alternatif dan membangun suatu preferensi. Kepercayaan- kepercayaan dan preferensi tersebut dapat membantu konsumen mengambil keputusan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Prosedur Penelitian

Pada penelitian kali ini penulis akan melakukan penelitian dengan langkah-langkah penelitian seperti yang digambarkan dibawah ini:

Pemilihan Topik

Diskusi Topik

Penentuan Topik

Penelitian

dengan Dosen

Penelitian dan Pengajuan

Pembuatan Kajian

Kuesioner

Sampling design

Literatur/Kepustakaan

Penyebaran

Pengolahan dan

Pilot Testing Kuesioner Analisa Data

Pelaporan Hasil Data

Gambar 3.1 : Alur penelitian

Sumber : Diolah Penulis

Pada alur penelitian diatas, tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah identifikasi masalah yaitu dimana peneliti mengidentifikasi masalah yang sedang menjadi sorotan dari masyarakat dengan melihat di Internet atau artikel-artikel Pada alur penelitian diatas, tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah identifikasi masalah yaitu dimana peneliti mengidentifikasi masalah yang sedang menjadi sorotan dari masyarakat dengan melihat di Internet atau artikel-artikel

Tahap selanjutnya adalah menentukan sample dan membuat kuesioner. Kuesioner yang dibuat diadaptasi dari Fadli dan Qamariah (2008). Sebelum kuesioner ini disebarkan, dilakukan uji kelayakan kuesioner (pilot testing) kepada

30 responden yang bertujuan untuk mengetahui bahwa kuesioner layak disebarkan.

Setelah kuesioner tersebut valid maka peneliti melakukan tahap selanjutnya yaitu mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian, dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Setelah data tersebut terkumpul peneliti mengolah dan menganalisis data tersebut, Sebelum akhirnya dituangkan dalam laporan akhir penelitian.

3.1.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode survei, dimana peneliti memperoleh informasi dari hasil kuesioner yang diolah lebih lanjut. Cara pembagian kuesionernya adalah dengan menggunakan metode self administered questionnaire dimana responden mengisi sendiri pernyataan yang disediakan. Terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penyebaran kuesioner tersebut. Setelah itu, peneliti menjelaskan mengenai petunjuk pengisian kuesioner untuk menghindari terjadinya bias dalam pengisian kuesioner.

3.1.2 Model Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti di kembangkan dari suatu model penelitian seperti terlihat di Gambar 3.2 dibawah ini :

Brand Awarness

Perceived Quality Keputusan

Ekuitas Merek

Pembelian Konsumen

Brand Association

Brand Loyalty

Gambar 3.2 Model Penelitian

Sumber : Adopsi dari Fadli dan Qamariah (2008) Jurnal Manajemen Bisnis Vol. 1 Model di atas merupakan penjelasan bahwa Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Association, dan Brand Loyalty adalah konstruk atau dimensi dari Ekuitas merek. Sementara itu, Ekuitas merek tersebut dapat mempengaruhi pada keputusan pembelian konsumen. Dari model tersebut, peneliti mengajukan beberapa hipotesa :

H1: Brand Awareness tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen H2: Perceived Quality tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen H3: Brand Association tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen H4: Brand Loyalty tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian

konsumen

3.2 Riset Desain

Menurut Maholtra dalam Istijanto (2005:19) desain riset merupakan suatu kerangka kerja atau cetak biru yang merinci segala detail prosedur yang diperlukan untuk memperoleh informasi guna menjawab masalah riset dan menyediakan informasi yang diperlukan bagi pengambil keputusan.

Dalam penelitian ini, riset desain yang digunakan adalah riset kausal. Riset kausal merupakan riset yang memiliki tujuan utama membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi dari variabel-variabel yang diteliti (Istijanto, 2005:31). Oleh karena penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian, maka riset desain yang digunakan adalah riset kausal.

3.3 Sampel

Istijanto (2005:109) mendefinisikan sampel sebagai suatu bagian yang ditarik dari populasi. Dengan kata lain sample merupakan bagian yang lebih kecil dari populasi, sedangkan populasi sendiri merupakan jumlah keseluruhan yang mencakup semua anggota yang diteliti.

3.3.1 Ukuran Sampel

Dalam penelitian ini, unit sampel yang dipilih yaitu pria dan wanita yang merupakan telah melakukan pembelian di gerai J.Co donuts and Coffee. Maholtra (2004) mendefinisikan ukuran sampel dalam tabel 3.1 di bawah ini :

Tabel 3.1

Sample size used in Marketing Research Studies Type of Study

Problem identification research

1000-2500 Problem solving research

300-500 Product test

300-500

Lanjutan Tabel 3.1

Test-Marketing Studies

300-500 TV, Radio/Print advertising

200-300 Test-Market Audit

10-20 Stores Focus Group

10 Stores

6 Groups

10-15 Groups

Sumber : Malholtra,(2004). Marketing Research, 4 th edition Berdasarkan pemahaman dari tabel 3.1, minimal respoden untuk riset

pemasaran sebanyak 200 sampel, maka penulis memutuskan untuk mengambil sampel sebanyak 230 responden dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan jumlah sampel tersebut dianggap cukup mewakili.

3.3.2 Teknik Sampling

Istijanto (2005:115) menjelaskan, secara garis besar ada 2 metode untuk menarik sampel dari populasi yaitu probability dan non-probability sampel. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan non-probability sampling, yang pemilihan elemen populasi tidak menggunakan proses random, sehingga anggota populasi dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau alasan kemudahan saja. Metode yang digunakan yaitu judgmental sampling, dikarenakan peneliti menetukan sendiri responden yang sesuai dengan ketentuan penelitian topik.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung (Istijanto,2005:67).

Adapun skala yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala ini meminta responden menunjukan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap serangkaian pernyataan tentang suatu obyek. Skala ini memberi inspirasi bagi periset pemasaran untuk mengembangkan skala dalam Adapun skala yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala ini meminta responden menunjukan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap serangkaian pernyataan tentang suatu obyek. Skala ini memberi inspirasi bagi periset pemasaran untuk mengembangkan skala dalam

3.4.1 Desain Kuesioner

Kuesioner yang dibagikan kepada responden terdiri dari 3 bagian, dijelaskan sebagai berikut :

 Bagian I terdiri dari 15 Pernyataan yang mewakili empat dimensi ekuitas merek dan 6 Pernyataan tentang keputusan pembelian

 Bagian II terdiri dari 2 Pertanyaan mengenai seberapa besar pengeluaran responden untuk melakukan pembelian di J.co Donuts and Coffe.

 Bagian III terdiri dari 4 Pernyataan mengenai profil responden

3.4.2 Operasional Variabel

Di dalam penelitian ini operasional variabel yang digunakan adalah pengaruh ekuitas merek J.co Donuts and Coffe sebagai variabel dependent (X) sedangkan keputusan pembelian sebagai variabel dependen (Y). Variabel- variabel tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 3.2 Operasional Variabel

Variabel

Definisi Operasional

Indikator

Skala No

Pengukuran Kesadaran Merek (X1)

Kesanggupan

1. Pengenalan

Skala 1-4

merek J.Co Donuts and 2. Media iklan Coffee sebagai kategori 3. Kegiatan Promosi

produk tertentu, baik melalui

media promosi yang membedakan

dengan

pesaing.

Kesan Kualitas (X2)

Persepsi atau kesan 1. Kinerja produk

Skala 5-8 Skala 5-8

secara 3. Nilai

keseluruhan

terhadap

fungsional/harga

suatu merek.

jual

4. Kesempurnaan produk

5. Nilai emosional Asosiasi Merek (X3)

Kesan yang muncul di 1. Harga produk

Skala 9-11

benak

konsumen 2. Keamanan

terhadap 3. Lokasi penjualan

merek

pilihan

dan purna jual

dibandingkan

dengan

merek yang lainnya.

Loyalitas Merek (X4) Keterikatan konsumen 1. Merek prioritas Skala 12- terhadap sebuah merek 2. Minat pembelian

Likert 15

yang mencakup rasa

ulang

kesetiaan dan kepuasan 3. Peralihan

merek lain

dibandingkan

dengan

merek yang lainnya

Skala 19- (Y)

Keputusan pembelian

Kegiatan

penentuan 1. Hambatan

pemilihan produk/jasa

informasi

Likert 25

oleh konsumen yang 2. Nilai

prestise

umumnya terdiri dari

produk

lima

tahapan yaitu: 3. Standar kualitas

Pengenalan

masalah, 4. Pengaruh orang

Alternatif, 5. Rekomendasi

Keputusan Pembelian,

kepada orang lain

dan

Perilaku

Pasca 6. Nama baik

Pembelian

Sumber : Adopsi dari Fadli dan Qamariah (2008) Jurnal Manajemen Bisnis Vol. 1

3.4.3 Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini skala yang digunakan skala likert. Setiap pernyataan dalam kuesioner ini terdiri dari lima jawaban pilihan yang memungkinkan responden untuk memilih jawaban dari setiap pernyataan yang terdapat dalam kuesioner. Bobot penilaian skala Likert adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3 Bobot Penilaian Skala Likert Bobot

Keterangan

1 Sangat Tidak Setuju

2 Tidak Setuju

3 Netral

4 Setuju

5 Sangat Setuju

Sumber : Simamora (2005)

3.5 Analisis Data

Metode analisis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah uji validitas dan analisis regresi dengan alat bantu berupa software SPSS (Systematic Program for Social Science).

3.5.1 Analisis Faktor

Analisis Faktor pada penelitian dilakukan untuk melihat kelayakan setiap indikator dalam membentuk masing-masing konstruknya. Dalam penelitian ini terdapat 4 konstruk yaitu : awareness, perceived quality, loyalty dan association. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah setiap indikator dari masing- masing konstruk dapat mewakili. Hal penting lainnya dalam penggunaan analisis faktor adalah membentuk suatu skor faktor terhadap kelompok-kelompok variabel dimaksud. Hal ini sangat diperlukan sekali apabila data dimaksud akan dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat (analisis regresi).

3.5.2 Uji Validitas

Penelitian ini menggunakan uji validitas konfirmatori. Menurut Meyers dkk (2006) analisis faktor konfirmatori dilakukan pada saat seorang peneliti berusaha untuk mengetahui apakah jumlah faktor dan masing-masing variabel yang terukur mendukung apa yang diharapkan dari kerangka teoritis.

Menurut Sugiyono (2008) instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Adapun komponen yang paling penting yang haru dianalisis dalam uji validitas yaitu :

 KMO dan Bartlett’s Test Menurut Simamora (2005) layak dan tidaknya analisis faktor dilakukan, baru sah secara statistik dengan menggunakan uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Bartle tt’s Test. KMO digunakan untuk mengukur kecukupan sampel dengan cara membandingkan besarnya koefisien yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya. KMO uji nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar antara 0,5 sampai 1) maka analisis layak dilakukan, sebaliknya jika dibawah 0,5 analisis tidak layak dilakukan.

 Total Variance Explained Menurut Simamora (2005) Total Variance Expalined menjelaskan tentang setiap faktor dapat mewakili variabel-variabel yang dianalisis, ditunjukan oleh besarnya yang dijelaskan, biasa disebut dengan eigenvalue. Nilai eigenvalue yang baik adalah lebih besar daripada 1 (>1).

 Component Matrix Simamora (2005) menyatakan bahwa talbel dalam component matrix berisi faktor loadings (yaitu nilai korelasi) antara setiap faktor dan variabel-variabel analisis.

3.5.3 Analisis Regresi

Malholtra (2004) mendefinisikan analisis regresi sebagai sebuah prosedur yang kuat dan dinamis dalam menganalisis/asosiasi antar matric dependent variable dan satu atau lebih independent variable. Pada penelitian ini digunakan 4 buah prediktor Y dan persamaan regresi nya adalah : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 (X1= awareness; X2= perceived quality; X3= association;X4= Loyalty)

Tes signifikan dilakukan pada keseluruhan model dan pada koefisien regresi parsial. Umumnya digunakan distribusi F dalam menguji model dan digunakan distribusi t dalam menguji koefisien parsial. Selain itu juga akan dilihat faktor score keempat konstruk yang ada di dalam model penelitian ini. Factor score adalah gabungan angka yang diestimasi pada setiap responden pada faktor yang diperoleh menggunakan faktro analisis yang gunanya untuk melakukan test uji linear pada olahan data SPSS.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah diuji sebelumnya. Data dari penelitian ini diperoleh dari kuesioner yang layak diolah sebanyak 226, dari 240 kuesioner yang dibagikan kepada responden. Data tersebut selanjutnya diolah kedalam software SPSS 17. Adapun jenis analisis yang digunakan antara lain analisis deskriptif, analisis faktor dan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian pada bab ini tentunya menjawab dari research question sebelumnya. Selanjutnya hasil olah data dibahas pada poin pembahasan yang dijadikan dasar pengambilan keputusan secara keseluruhan dari penelitian yang telah dilakukan.

4.1.1 Profil Responden