BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap

  potensi ekonomi yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sehingga pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional. Otonomi daerah memiliki banyak pengertian baik secara konstitusional maupun menurut pendapat para ahli. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi daerah memiliki pengertian hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah menghasilkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang menpunyai batasan- batasan wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni;

  pertama , Peran pemerintah di masa sebelum otonomi daerah. Kedua, peran pemerintah dalam pengendalian penduduk di era otonomi daerah.

  

5.1. Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk Sebelum Masa

Otonomi Daerah

  Pada masa orde baru muncul pemikiran pemerintah tentang pentingnya laju pertumbuhan penduduk terhadap perekonomian yang dihitung dengan jumlah pendapatan perkapita. Dari hal tersebut penurunan laju pertumbuhan penduduk merupakan syarat penting dari pembangunan. Sebagai pemimpin orde baru untuk menekan jumlah penduduk dan di ikuti dengan program transmigrasi.

  Pemerintah pada masa ini sangat serius untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk di mulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia.

  Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood

  

Federation (IPPF) , PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang

  sejahtera melalui tiga macam usaha pelayanan yaitu: (1) mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, (2) mengobati kemandulan, (3) memberi nasihat perkawinan. Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah tanah air.

  Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya sebagai berikut: (1) Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana,(2) Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

  Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No.35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968.

  Pada masa periode pelita I sampai periode ke VI tahun 1969-1998 mulai Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat periode 1969-1984, kemudian pada tahun 1983-1998 di gantikan dengan Prof. Dr. Haryono Suyono. Status BKKBN pada masa itu adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana lembaga ini berkedudukan langsung dibawah Presiden.

  Kemudian periode pasca reformasi pada UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dengan mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

  Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN. Kemudian pada tahun 2008 dengan Perda No. 05 tahun 2004 BKKBN Kab.Sumba Barat di ubah menjadi Badan Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dengan tujuan untuk menekan populasi dan pengendalian penduduk di Kab. Sumba Barat.

  Untuk mewujudnya misi di atas maka harus di lakukan beberapa program unggulan yang mampu mewujudkan misi tersebut, berikut di bawah ini akan di jelaskan program Pemerintah Kab. Sumba Barat yang dilakukan pada masa orde baru sampai dengan masa pasca reformasi.

5.1.1 Program-Program yang telah dilakukan

  Perubahan yang terjadi pada saat ini juga tidak terlepas dari bagaimana hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kota. Menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, peran dari pusat maupun provinsi dan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan, keistimewaan, keadilan.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Yermias Ndapa Doda, S.Sos) dan Sekretaris Badan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (Fredrika A. Supusepa, SE), penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan di Kab. Sumba Barat dengan penetapan strategi di bawah ini:

  1. Peningkatan pelayanan

  Pelayanan bidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan yang suatu bersifat esensial guna mendorong atau menunjang dinamika interaksi kehidupan khususnya masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat baik sebagai sarana untuk memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban sebagai masyarakat yang baik. Bentuk-bentuk pelayanan tersebut, antara lain meliputi rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan dan kependudukan.

  2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat

  konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusaha jasa, pengembang, dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, di mana peran pemerintah hanya terbatas pada memfasilitasi dan mediasi.

3. Peningkatan daya saing daerah (Budaya dan Wisata)

  Peningkatan daya saing daerah ini, guna tercapainya keunggulan lokal baik itu wisata dan kebudayaan yang sudah ada di Kab. Sumba Barat dengan melakukan beberapa pembangunan-pembangunan di bidang pariwisata agar mampu bersaing secara nasional.

  Di samping itu, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Unsur perangkat daerah ini adalah unsur birokratis yang ada di daerah Kab. Sumba Barat meliputi tugas-tugas para kepala dinas, kepala badan, unit-unit kerja di lingkungan pemerintah daerah yang sehari-harinya dikendalikan oleh Sekretariat Daerah (SETDA).

  Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. pembagian urusan pemerintahan pada masa ini, dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan pemerintahan yang dikelola pemerintah pusat, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah (provinsi); urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi : (a). Politik luar negeri, (b). Pertahanan, (c). Keamanan, (d). Yustisi, (e). Moneter dan fiskal nasional,(f). Agama

  Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah, pemerintah menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintah kepada perangkt pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah atau pemerintah desa

  Di samping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan seperti diatas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah, atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. penyelenggaraan urusan dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan, sebagai suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.

  Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. urusan wajib, artinya penyelenggaran pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. adapun untuk urusan pemerintahan yang bersifat pilihan,baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kapubaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

  Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi : Perencanaan dan pengendalian pembangunan, Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, Penyediaan sarana dan prasarana umum, Penanganan bidang kesehatan, Penyelenggaraan pendidikan, Penanggulangan masalah sosial, Pelayanan bidang ketenagakerjaan, Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah, Pengendalian lingkungan hidup, Pelayanan kependudukan dan catatan sipil, Pelayanan administrasi umum pemerintahan, Pelayanan administrasi penanaman modal, Penyelenggaraan pelayanan dasar.

  Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan. Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah. adapun hubungan antar pemerintahan daerah dalam bidang keuangan, meliputi bagi hasil pajak dan non pajak antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota; pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, serta Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah daerah.

  Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang pelayanan umum, meliputi kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharan, pengendalian dampak, budi daya, pelestariaan, bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dans umber daya lainnya, serta penyerasian lingkungan, tata ruang dan rehabilitasi lahan. hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya antar pemerintahan daerah, meliputi pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

  Kontrol pusat atas daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang kelihatannya menunjukkan formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan preventif, represif, dan pengawasan umum. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi: a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan

  b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan

  c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan serta memberikan pendidikan dan pelatihan.

  d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

  Kordinasi yang dimaksud di atas dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar tersebut mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, dimaksud dilaksanakan secara berkala, baik secara menyeluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa.

  Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi dimaksud dilaksanakan secara berkala dengan memerhatikan susunan pemerintahan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga penelitian. pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang di dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah.hasil pembinaan dan pengawasan tersebut digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh pemerintahdan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) provinsi dan dilanjutkan di tingkat pusat serta memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah (Bupati) atau wakil kepala daerah (SEKDA), PNS daerah, kepala Dinas, Kepala Desa dan anggota badan permusyawaratan desa dan masyarakat.

  Dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, pemerintah dapat memeberikan sanksi yang diberikan kepasa pemerintah daerah. pemerintah dapat memberikan sanksi yang diberikan kepada pemerintah daerah, kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. untuk tingkat kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur, sedangkan untuk tingkat pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupati/walikota, dan dapat dilimpahkan kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan.

5.1.2. Model/sistem pengambilan kebijakan

  Sistem pengambilan kebijakan di Kab. Sumba Barat pada masa ini dimana semua daerah di beri kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur-prosedur yang ditetapkan pemerintahan pada saat itu. Berikut dibawah ini adalah penjelasan kebijakan yang telah di lakukan berdasarkan wawancara Sekretaris Badan Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana Fredrika A. Supusepa, SE , sebagai berikut :

A. Kebijakan Penyuluhan KB

  Kebijakan mengenai pengendalian kependudukan sudah dimulai antara tahun 1920 dan 1930, pada masa itu mulai terjadi pembatasan jumlah kelahiran, perdebatan tersebut terjadi di benua Eropa dan Amerika. Pada masa awal program KB yang telah di lakukan di Sumba Barat masih belum bisa dijalankan dengan baik sebab terdapat penolakan dari sebagian masyarakat di beberapa kecamatan, Karena pada dasarnya masyarakat Sumba adalah masyarakat yang masih sangat kuat pemahamannya bahwa banyak anak banyak rejeki.

  Selain itu, perkawinan di usia dini juga menjadi kendala Pemerintah diarahkan pada upaya pembinaan menuju tahapan perlembagaan dan strategi ini hamper semua diterima oleh masyarakat di sumba barat dan di praktekan oleh setiap keluarga dan pada tahap ini juga mulai dilakukan model aspirasi masyarakat melalui penyiapan kelembagaan serta peran dar masyarakat dalam program KB nasional di tingkat Desa sampai dengan tingkat RT/RW dalam bentu Pos KB Desa, Sub Pos KB Desa dan kelompok Aspektor, dan pada masa ini juga dikelan mekanisme operasional yaitu Pola kerja petugas Lapangan KB (PLKB).

  Konteks kebijakan Keluarga Berencana secara keseluruhan berbeda secara signifikan pada masa orde baru dengan masa setelah orde baru. Program KB pada masa ini (orde baru) mengalami masa kejayaan, dimana jika seorang pejabat ingin sukses dalam berkarir, ingin cepat naik jabatan dan ingin diakui sebagai kader pembangunan, maka pijakannya mensukseskan program KB di daerahnya. Pada masa orde baru, program Keluarga Berencana (KB) dijadikan sebagai alat ukur kesukssesan kepala daerah dalam membangun daerahnya, dengan menekan tingkat rasio kependudukan.

  Di Kab. Sumba Barat penyuluhan KB pada masa ini sangat berhasil, karena pada dasarnya presiden Soeharto di sebut presiden KB Indonesia dan menjadi program pemerintah. Hampir semua program berhasil termasuk KB ini memiliki semboyan yaitu “ Dua Anak Lebih Baik” dan penanggung jawab umum dalam pelaksanaan KB di daerah adalah Kepala Daerah yang bersangkutan, hal ini karena selaku pemegang dan pelaksana Undang- undang No. 5 tahun 1974. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pelaksanaan KB Nasional khususnya pada masa orde bari dilakukan koordinasi fungsional yang dilaksanakan secara vertical dan horizontal antara satu instansi dan instansi yang lain, juga antara pemerintah dan organisasi swasta dan masyarakat.

  Adanya dukungan Politik Penyuluhan, dukungan Pemerintah maupun mendekatkan Tokoh formal mapun informal hal ini dilakukan, karena sebuah instansi tidak akan mungkin meyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dan dalam pelaksanaan Program KB di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:

  1. Dukungan Politik Penyuluhan Keluarga Berencana Dukungan Politik Penyuluhan pada saat itu ditangani oleh suatu Badan

  Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan mengadakan distribusi alat kontrasepsi (Alkon) ketempet pelayanan umum serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

  2. Dukungan Struktur ( Pemerintah ) Dukungan struktur selalu pimpinan Daerah ( Gubernur, Camat, Kepala Daerah/ Lurah) sebagai pelaksana teknis politis di wilayah masing-masing.

  Sedangkan PLBK dan PKB sebagai pelaksana fokus operasional di masing- masing wilayah secara fungsional bertanggung jawab pada kepala wilayah ( Camat, Kades/ Lurah).

  Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas selaku pelaksana teknis pelayanan kontrasepsi bertanggung jawab pada Dinas Kesehatan dan secara fungsional bertanggung jawab kepada pemerintah Daerah.

  3. Pendekatan Sosial dan Budaya Pendekatan Kultur (Tokoh) pada institusi masyarakat yang berada di tingkat Desa/Kelurahan baik tokoh Formal atau informal Ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan maupun dalam mendistribusikan alat kontrasepsi. Sehigga pada masa orde baru program KB benar-benar di rasakan keberadaannya oleh masyarakat Sumba Barat.

  Undang-undang No.

  10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengutamakan bahwa kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil Bahagia ssejahtera perlu terus ditingkatkan. Upaya meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dapat disalurkan melalui lembaga Swadaya dan organisasi secara sukarela dan mandiri sesuai dengan kemampuan masing-masing.

  Salah satu tujuan Program Keluarga Berencana adalah untuk mengendalikan jumlah penduduk dari kelahiran dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan kualitas keluarga dalam hal penyenggaraan program KB, pemerintah Kab. Sumba Barat telah menetapkan kebijakan, diantaranya membantu para calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan untuk menentukan usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan, jumlah anak ideal yang dimiliki dan jarak ideal kelahiran anak serta menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak.

  Globalisasi dan reformasi menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan kerja yang sangat mendasar yang menyangkut demokratisisasi ( pemerintahan yang bersih, adanya keterbukaan penanggung jawaban kepada publik, otonomi daerah, dan kepastian hokum) hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Sebagai konsekuensi dari tuntutan tersebut Program KB Nasional harus mampu memosisikan diri sebagai bagian yang takterpisahkan dari pembangunan dan mampu memenuhi tuntutan masyarakat, terutama dalam menjamin kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang lebih baik, serta mampu mengahargai hak reproduksi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Disamping itu program KB nasional harus dapat menempatkan masyarakat sebagai pelaku utamanya.

  Sejak KB dijadikan sebagai program nasional pada tahun 1970, peran petugas lapangan KB telah ikut memberikan kontribusi terhadap pelembagaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahterah serta terwujudnya keluarga berkualitas pada tahun 2015, oleh karena itu keberadaan Petugas di daerah dalam melaksanakan tugasnya makin dituntut untuk mampu melaksanakan tugas pemerintah yang lebih provisional dan tidak hanya berkaitan dengan tugas penyelenggaraan dengan program KB nasional tetapi juga menyangkut program Maka dari itu petugas penyuluhan KB mempunyai tugas yang sudah di tetapkan sebagai berikut: a. Mengkoordinasikan pelaksanaan gerakan KB nasional di tingkat kecamatan.

  b. Pembantu teknis Camat dalam pelaksanaan dan pengendalian gerakan KB nasional. Yang dimaksud pembantu teknis camat adalah membantu camat sebagai penanggung gerakan KB nasional di wilayah Kecamatan.

  c. Penyebarluasan ide Gerakan KB Nasional di tingkat Kecamatan.

  d. Penggerak masyarakat di tingkat Kecamatan dalam pelaksanaan Gerakan KB Nasional. Yang dimaksung dengan penggerak masyarakat adalah dengan menggerakan tokoh formal, informal institusi masyarakat dan keluarga-keluarga untuk berperan aktif dalam Gerakan KB Nasional

  e. Penggalangan kemitra kerja di tingkat Kecamatan dengan mengidentifikasi, mengajak, membina, kerjasama dengan petugas dari instansi lain, pengusaha dan swasta, agar mereka memberikan dukungan dalam pelaksanaan gerakan KB Nasional di wilayah kerja.

5.2 Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk di masa Otonomi Daerah

  Pada masa sebelum otonomi daerah pelaksanaan KB secara structural dikoordinasi oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Setelah otonomi daerah, KB secara penuh dilimpahkan kepada daerah. pemerintahan pada masa orde baru jelas berbeda karna pada Masa Pemerintahan Orde Baru, Pemerintah sebagai Penguasa dimana keputusan-keputusan yang di ambil pemerintah tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga Sumba Barat menjadi titik fokus penting dalam memperbaiki kesejatraan rakyat, berikut akan di jelaskan progam-program yang telah dilakukan oleh pemerintah Kab. Sumba Barat.

  Pada masa ini Pemerintah Kab. Sumba Barat merupakan aktor yang menentukan berhasil atau tidaknya implementasi berbagai kebijakan KB yang ada. Oleh karena itu, dituntut pemimpin yang menguasai teknis, konsepsi dan kemampuan interpersonal agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik.

5.2.1 Program-program yang telah di lakukan

  Pada masa sebelum otonomi daerah Kab.Sumba Barat eselon 4A dan Sub bagian pada bagian social pada Sekda Kabupaten Sumba Barat digabung menjadi satu dan pada tahun 2008 eselon 4A langsung menjadi 2B yaitu Badan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan pada akhir tahun 2016 terpisah dan berdiri sendiri sampai dengan sekarang. Ada beberapa program yang sering dilaksanakan oleh BPPKB yaitu antara lain program ( KKBPK ) : 1.

  Kependudukan 2. Keluarga Berencana (KB) 3. Pembangunan Keluarga

  Pelaksanakan program-program ( KKBPK ) di atas yang di laksanakan oleh BPPKB yaitu di lakukan oleh 4 bidang terkait :

  1. Bidang Penyuluhan

  2. Bidang Keluarga Berencana

  3. Bidang K3 ( Ketahanan Kesejatraan Keluarga ) 4. Pendataan.

  Untuk mendukung program-program dari BPPKB dibutuhkan data tentang Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rentang waktu 10 tahun sekali.

  BPS mempunyai 3 Kegiatan yang sering di lakukan pada tahun-tahun berikut:

  1. Sensus Penduduk Sensus penduduk di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang berakhiran 0.

  2. Sensus Pertanian Sensus pertanian di laksanakan 10 sekali dalam tahun yang berakhiran 3.

  3. Sensus Ekonomi Sensus ekonomi di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang berakhiran 6.

  Kegiatan Setiap Tahun yang telah dilakukan BPS antara Lain : 1.

  SUSENAS (Survei Ekonomi Nasional) 2. SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional) 3. SUPAS (Survei Antar Penduduk)

  Selain kegiatan di atas ada kegiatan yang di sebut kegiatan komplikasi produk administrasi yaitu mengambil data penduduk dari semua instansi lain yang ada di Kab. Sumba Barat dan di sajikan dalam Publikasi Sumba Barat Dalam Angka.

  Dari program-program diatas perlu data penduduk dari instansi Dinas Kependuduka dan Pencatatan Sipil. Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dibentuk dengan Perda No 2 Tahun 2016 terbaru tentang Rukunisasi Perangkat daerah dengan Tugas sebagai Pelayan Administrasi Kependudukan Dan Administrasi Pencatatan Sipil.

  Administrasi Kependudukan sendiri ada 3 yaitu :

1. Kartu Keluarga

  Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik 3. Mutasi Penduduk

  Administrasi Pencatatan sipil ada 3 yaitu: 1.

  Akta Kelahiran 2. Akta Kematian 3. Akta Perkawinan

  Ada Beberapa Program inti dari Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil antara lain : 1.

  Program Penataan Administrasi Kependudukan 2. Program Peningkatan Dan Pengembangan system pelaporan kinerja.

  Kegiatan dari program-program diatas antara lain: 1.

  Percepatan Pelayanan Kartu Keluarga 2. Percepatan Pelayanan Kartu Kelahiran 3. Percepatan Pelayanan Kartu Elektronik

  Program-program yang di lakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Mengalami Perubahan dalam kepemilikan kependudukan contohnya; dalam hal kepemilikan akta kelahiran dimana dulu Anak usia 0

  • – 18 Tahun yang memiliki akta kelahiran sebanyak ( 20% ) dan sekarang 0
  • – 18 Tahun mencapai ( 56% ). Sementara itu juga dalam pola pelayanan sudah lebih transparan karna di setiap momen pelayanan melakukan sosialisasi baik itu Formal maupun Non formal sehingga masyarakat merasa penting tentang kepemilikan identitas.

  Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:

1. Pengetahuan Masyarakat

  Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi lebih rasional dari pada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan yang bersifat positif. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial, secara langsung maupun tidak langsung dalam hal ini program Keluarga Berencana. Pengetahuan KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan alat kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

2. Sosial Budaya Masyarakat

  Nilai budaya Masyarakat Sumba Barat seperti pandangan terhadap banyak anak adalah banyak rejeki, preferensi jenis kelamin anak, dan pandangan agama yang dianut secara inferensi tidak menunjukan pengaruh yang signifkan. Adat kebiasaan atau adat dari masyarakat Sumba Barat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusian, di antaranya adalah memberikan nilai anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan atau sebaliknya, dan hal ini akan memungkinkan suatu keluarga mempunyai anak banyak, sementara keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan kemungkinan akan memengaruhi suami untuk menceraikan istrinya dan mencari pasangan lagi terpenuhi keinginannya memiliki anak laki-laki ataupun perempuan.

  Di sinilah norma atau adat istiadat masyarakat Sumba Barat terkadang masih mempunya pola pikir yang cenderung primitif seperti timbulnya kepercayaan bahwasanya menggunakan KB merupakan tindakan haram atau tindakan yang dilarang oleh agama. Rato (tokoh agama marapu) biasanya menjadi sosok yang diagungkan atau menjadi panutan di desa/kampung, fakta yang ada sehingga masyarakat di desa/kampung khususnya pasangan suami istri pun banyak yang tidak melaksanakan Program KB sehingga pertumbuhan penduduk di desa/kampung yang berada di Kab. Sumba Barat tersebut cukup tinggi. Masih ada anggapan bahwa cara yang murah untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan metode alami (kalender atau ramuan tradisional).

  3. Komunikasi

  Kurangnya komunikasi dari Petugas Penyuluhan Keluarga Berencana (PLKB), serta kader KB kepada target/sasaran program atau masyarakat. Jumlah PLKB di Kab. Sumba Barat adalah 26 orang PNS dan 25 orang adalah tenaga kontak Daerah, dengan jumlah klinik Keluarga Berencana (KB) 11 unit dan Pos Pelayanan Keluarga Berencana Desa (PPKBD) sebanyak 73 unit. Selama ini penyuluhan hanya diberikan kepada masyarakat dengan frekuensi yang sangat minim sekali, di mana petugas KB hanya melakukan sosialisasi di daerah yang dekat saja dan dapat dikatakan jarang sekali untuk menjangkau daerah yang jauh dari pusat kota. Selain itu minimnya petugas menjadikan sosialisasi atau komunikasi antara petugas dengan masyarakat kurang efektif. Faktor lainya adalah kurangnya pengetahuan kader yang berasal dari masyarakat tentang alat kontrasepsi, mengakibatkan tidak dapat menentukan sikap dan memberikan pengetahuan yang benar kepada masyarakat, karena kader sendiri takut apabila terjadi sesuatu sebagai akibat negatif melakukan KB.

  4. Timbulnya Rasa Pesimis

  Rasa pesimis atau takut terhadap pemakaian alat kontrasepsi menjadikan pelaksanaan KB tidak optimal. Faktor penghambat ini datang dari masyarakat yang tergolong pasangan usia uubur yang mana sebelumnya sudah melakukan KB dan kemudian berhenti memakai dikarenakan ketidak cocokan akan suatu alat kontrasepsi. Hal tersebut yang menjadi penghambat pelaksanaan program KB di Kab. Sumba Barat.

  5. Biaya Alat Kontrasepsi

  Bagi beberapa masyarakat desa/kampung di Kab. Sumba Barat beranggapan bahwa cari makan saja susah apa lagi harus datang ke dokter untuk mengikuti program KB. Sebagian besar masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat bekerja sebagai petani dan kemajuan program Keluarga Berencana tidak lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Masyarakat dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada masyarakat yang tidak mampu, karena bagi masyarakat yang kurang mampu, KB bukan merupakan kebutuhan pokok. Biaya akan pemakaian alat kontrasepsi seperti hanya alat kontasepsi hormonal yaitu penggunaan implan/susuk serta untuk kategori non- hormonal seperti IUD, Vasektor/Tumbektomi memerlukan biaya yang cukup mahal sehingga masyarakat pada umumnya enggan melakukan KB karena faktor tersebut.

  6. Banyak Anak Banyak Rezeki

  Fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat Sumba Barat pada umumnya begitu meyakini bahwa mempunyai anak yang banyak akan berpengaruh pada perekonomian mereka. dengan kata lain banyak anak, banyak rezeki. Ketika pemerintah membawa program yang mengajak masyarakat untuk mengikuti Keluarga Berencana, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat dengan cukup memiliki dua anak, masyarakat bersikap bahwa urusan anak adalah urusan pribadi mereka dan bukan menjadi urusan pemerintah. Banyak masyarakat yang menolak penggunaan KB dengan mengabaikan penundaan kehamilan. Budaya dan tradisi telah membentuk pola pikir masyarakat sedemikian rupa, sehingga sistem pengetahuan mereka lebih kepada menjalankan tradisi yang sudah ada daripada mencari tahu kebenaran dari program Keluarga Berencana serta tanpa memikirkan apa dampak yang akan dirasakan untuk masyarakat itu sendiri dan juga untuk pemerintah.

  Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program Keluarga Barat masih belum siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah di selenggarakan oleh Badan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (BPPKB). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya angka pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat. Berikut akan di jelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi angka pertumbuhan di Kab. Sumba Barat.

   Tabel 4.9

  Jumlah laju pertumbuhan (r) penduduk di rinci perkecamatan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015

  No. Kecamatan PENDUDUK 2011 2012 2013 2014 2015 r r r r r

  

1. Lamboya 1,26 1,36 0,00 1,79 2,61

  

2. Loli 2,36 3,06 1,51 1,80 1,21

  

3. Lamboya Barat 1,51 1,62 1,78 1,80 0,76

  

4. Tana Righu 1,40 2,86 0,88 1,79 1,78

  

5. Wanokaka 1,25 2,50 0,50 1,79 2,06

  

6. Waikabubak 2,72 3,21 1,22 1,79 1,55

  7. Total Sumba Barat 3.02 3,02 1,00 1,79 1,66 Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Sumba Barat Tahun 2015

  Dilihat dari tabel 4.9 diatas bahwa angka pertumbuhan penduduk di Kab. pertumbuhan penduduk Kab. Sumba Barat 1.66 persen, pertumbuhan paling tinggi terjadi di Kecamatan Lamboya dengan jumlah 2,61 persen kemudian diikuti Kecamatan Wanokaka 2,06 persen, dan Pertumbuhan paling rendah ada pada Kecamatan Lamboya Barat 0,76 persen. Apabila dilihat dari tabel 4.9 diatas data Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa dari tahun 2011-2015 jumlah pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat mengalami perubahan yang sangat tinggi dan tidak signifikan, hal ini terlihat pada tahun 2011-2012 pertumbuhan penduduk 3.02 persen dan pada tahun 2013 mengalami penurunan yang sangat jauh, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 1.97 persen dan menjadi 1,66 persen pada tahun 2015. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor-faktor yang akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut:

a. Faktor Kelahiran

  Dalam hal pertumbuhan penduduk, kelahiran (fertilitas) mempunyai peran dalam penambahan jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi angka kelahiran yang terjadi di Kab. Sumba Barat.

  1. Kawin pada usia muda, karena pada umumnya masyarakat Kab. Sumba Barat berprofesi sebagai petani maka kemungkinan kawin pada usia muda menjadi tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik yang di publikasikan dalam Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 jumlah bayi lahir 591 jiwa.

  2. Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki dan di anggap sebagai sumber tenaga untuk membantu orang tua dan menjadi kebanggaan bagi orang tua.

  3. Pada umumnya masyarakat Sumba Barat beranggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila dalam proses persalinan belum mendapatkan anak lakin-laki maka keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki terus muncul, hal inilah yang menyebabkan Program-program KB tidak berjalan sesuai harapan.

b. Migrasi

  Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini:

  1. Terjadinya Perang/Konflik merupakan faktor umum yang mendorong orang untuk berpindah tempat tinggal dari suatu tempat ke tempat yang lebih damai. Perlu diketahui bahwa mayasyarakat di Sumba Barat sering terjadi peperangan antara suku.

  2. Pemekaran wilayah adalah faktor yang paling mendorong masyarakat untuk berpindah ke tempat yang baru untuk memudahkan dalam hal pekerjaan, sumber daya alam dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa pemekaran wilayah Kab. Sumba Barat mekar menjadi Kab. Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang diresmikan pada tahun 2007. Hal ini menyebabkan banyaknya perpindahan penduduk yang begitu besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

5.2.2 Sistem/Model Kebijakan

  Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhungungan (termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak) yang bibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang-bidang isu sejak pertahan, energy dan kesehatan sampai ke pendidikan kesejatraan dan kejahatan. Sistem/model pengambilan kebijakan di harapkan mampu meningkatkan kesejatraan masyarakat, mengentaskan masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat Kab. Sumba Barat.

  Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan Musrenbang telah dilakukan di Kab. Sumba Barat yang dilakukan setiap tahun sebelum memasuki tahun anggaran baru. Musrenbang Kabupaten Sumba Barat diawali dengan musrenbang pada tingkat desa dan selanjutnya tingkat kecamatan. Pada tahap ini setiap kecamatan akan melaksanakan musyawarah Perencanaan Pembangunan tingkat Kecamatan, yang akan menampung aspirasi masyarakat yang diusulkan dan diakomodir melalui program dan kegiatan yang dilakukan secara berjenjang/ bertingkat mulai dari level RT/RW, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Data usulan dari semua Desa/Kelurahan yang telah terkumpul, akan digodok dan dimusyawarahkan, hasil musyawarah kecamatan ini dituangkan dalam satu dokumen berupa daftar usulan kegiatan Kecamatan yang akan diusulkan pada musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat Kab. Sumba Barat.

  Pada tahap Musrenbang Kab. Sumba Barat, semua aspirasi yang masuk melalui musrenbang Kecamatan akan ditampung bersamaan dengan usulan kegiatan dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab. Sumba Barat. Forum ini merupakan pembahasan usulan

  • –usulan yang masuk, juga merupakan sarana dan fasilitas untuk melakukan koordinasi antara Kecamatan dengan SKPD yang bersangkutan khususnya untuk melakukan singkronisasi terhadap usulan- usulan kegiatan setiap kecamatan yang akan diakomodir dalam program dan usulan kegiatan SKPD terkait.

  Usulan kecamatan akan dikelompokkan dan disesuaikan dengan jenis kegiatan SKPD yang berwenang untuk mengakomodir usulan tersebut. Pada tahap ini SKPD akan melakukan verifikasi terhadap usulan kecamatan sebelum dituangkan dalam daftar usulan kegiatan SKPD. Program /usulan kegiatan yang telah lolos pada tahap verifikasi akan dituangkan dalam Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat daerah (Renja-SKPD).

  Rencana Kerja SKPD (Renja-SKDP) merupakan gabungan rencana kerja antara program kerja SKPD terkait, Usulan Kecamatan dan Usulan hasil reses DPRD. Renja yang telah masuk dari semua SKPD akan diverifikasi sebelum dituangkan dalam rancangan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Verifikasi yang dilakukan antara lain : 1.

  Kesesuaian usulan kegiatan SKPD dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

2. Kesesuaian jenis dan pengkodean kegiatan

  Kesesuaian jenis dan pengkodeaan mata anggaran maupun plafond pagu indikatif yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah Usulan yang telah lolos dalam verifikasi tahap ini akan dituangkan dalam rancangan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Rancangan-RKPD) untuk kemudian diusulkan dan dibahas oleh Eksekutif (Pemerintah Daerah) dengan Legislatif (DPRD). Hasil pembahasan yang telah disetujui akan disyahkan menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dengan demikian rencana kerja ini akan memiliki kekuatan Hukum sesuai dengan peratuan perundang- undangan yang berlaku. RKPD ini oleh Pemerintah Daerah akan dijadikan sebagai salah satu dasar untuk penyusunan rencana Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA).

  Sistem/model pengambilan kebijakan dalam hal ini Hal-hal yang mengenai kebijakan teknis sebagai berikut:

  1. Upaya agar seluruh masyarakat yang ada di Sumba Barat ini memperoleh hak-hak sipil karena masih banyak masyarakat di Sumba Barat yang belum memahami pentingnya kepemilikan dokumen kependudukan, dalam hal ini masyarakat yang ada di Sumba ada yang masuk kategori beragama dan tidak beragama,contohnya : agama local Sumba (MARAPU). Dalam Kasus ini pemerintah Kab. Sumba Barat sedang memperjuangkan Hak-hak masyarakat yang masih menganut agama marapu supaya di akui secara Nasional maupun Internasional.

  2. Selain itu Masyarakat yang bekerja sebagai Petani, nelayan masih menganggap bahwa kepemilikan dokumen kependudukan tidak perlu. oleh sebab itu sekarang Pemerintah Kab. Sumba Barat sedang memperjuangkan Hak-hak kepemilikan tersebut karna kepemilikan dokumen kependudukan harus di miliki oleh seluruh masyarakat Sumba Barat karena sangat di perlukan dalam hal pencatatan sipil.

  3. Sistem yang digunakan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil kegiatan terkait dengan kepemilikan hak sipil yaitu menggunakan sistem yang sering di sebut sistem jemput bola (Mendatangi Masyarakat) yaitu dengan cara mendatangi setiap rumah tangga agar masyarakat mengetahui pentingnya memiliki dokumen kependudukan. Selain itu juga ada Pola Percepatan yaitu di mana masyarakat yang memiliki tempat tinggal yang jauh, dalam hal ada kecamatan di Kab. Sumba Barat yang memiliki lokasi paling jauh dengan Kantor Dinas kependudukan Dan Pencatatan Sipil dengan jarak 60 km yaitu di Kecamatan Lamboya Barat dengan kondisi jalan dan transportasi yang kurang memadai . dengan melihat kondisi masyarkat yang lokasinya jauh, Dinas Kependudukan dan Pancatatan sipil mengambil kebijakan dengan cara mengumpulkan seluruh berkas-berkas dalam hal administrasi Ke kepala desa selanjutnya Di Verifikasii kemudian di Input dan di tandatangan selanjutnya dibagikan kembali ke masyarakat.

5.2.3 Partisipasi Masyarakat

  Proses pembentukan kebijakan publik dilakukan melalui suatu proses yang sering disebut perumusan kebijakan publik. proses ini dimulai adanya input(masukan) berupa tuntutan dan dukungan dari masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Input tersebut dikelompokkan atau diidentifikasi satu per satu sehingga menjadi usulan. usulan atau input yang telah terekomendasi dibahas bersama oleh pembuat kebijakan pulik seperti pemerintah, DPR/DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun akademisi yang ada di Kab. Sumba Barat. Pembahasan tersebut menghasilkan keputusan bersama yang disebut kebijakan atau output(keluaran). Output atau keluaran tersebut kemudian diterapkan dan dievaluasi.

  Hasil evaluasi itu dijadikan masukan untuk memperbaiki kebijakan tersebut. pembentukan kebijakan publik tersebut berawal dari pembuatan agenda, formulasi dan legitimasi, implementasi, evaluasi kinerja, dan dampak kebijakan serta koreksi, dan pembuatan kebijakan baru .pembuatan agenda adalah langkah Tahap formulasi dan legitimasi merupakan tahap teknis untuk merumuskan masalah yang telah diagendakan, dicari pemecahannya, dan disahkan menjadi kebijakan publik. untuk memperoleh hasil yang tepat, formulasi kebijakan harus dilakukan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam dan memadai. Tahap implementasi adalah tahap penerapan atau pelaksanaan sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. pada tahap ini kebijakan publik diuji apakah kebijakan itu dapat memecahkan permasalahan atau tidak. Tahap evaluasi kebijakan publik dapat dibagi menjadi evaluasi proses, evaluasi dampak, dan evaluasi analisis strategi.

Dokumen yang terkait

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 11

5.1. Motif Sebab (because of motife) Uma Kalada - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1LatarBelakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 8

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kebijakan Publik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 15

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 15