Knowlegde Management Dalam Rangka Mening (1)
MATA KULIAH : ENTERPRENERUSHIP & LEADERSHIP
Dosen : Dr. Ida Ketut Kusumawijaya, SE.,MM
PAPER :
KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM RANGKA MENINGKATKAN
KINERJA PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH
Oleh :
I Nengah Simpen, A.Par / 021.17.0351
I Dewa Made Rai Mahardika, SE / 021.17.0352
I Komang Ari Merta, S.T / 021.17.0353
I Gede Made Dwi Atmika, S.E / 021.17.0354
I Wayan Darma Kartika, S.T / 021.17.0355
PROGRAM PASCASARJANA STIE TRIATMA MULYA
DENPASAR
APRIL, 2018
1. PENDAHULUAN
Pelaksanaan
otonomi
daerah
diarahkan
untuk
mempercepat
peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat. Daerah juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan,
serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonasia. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus meningkatkan kapasitas untuk
memberdayakan masyarakat melalui pelayanan masyarakat secara lebih efektif, efesien,
akuntabel, transparan dan responsif.
Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah
memiliki keterbatasan, terutama ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas
yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan manajemen pemerintahan serta mampu
melakukan kegiatan – kegiatan inovatif dalam rangka memajukan Daerah. Disamping itu,
salah satu kelemahan dalam pengelolaan SDM di Daerah adalah tingginya perputaran
posisi pegawai antar instansi teknis yang tentunya memiliki job description dan job
specification yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan menginventarisasi dan
menjaga aset pengetahuan yang ada di setiap instansi, dan berdampak pada sulitnya
pegawai yang menempati posisi baru untuk mempelajari tata kelola yang dijalankan oleh
pegawai sebelumnya. Kondisi ini menggambarkan betapa pentingnya knowledge sharing
baik pada tingkat pimpinan maupun pada setiap level dibawahnya. Knowledge sharing
dapat juga sebagai bagian dari kaderisasi yang sering diibaratkan sebagai jantungnya
sebuah organisasi. Tanpa adanya kaderisasi, suatu organisasi sulit untuk maju dan
dinamis. Kaderisasi akan memunculkan embrio baru yang akan melanjutkan perjuangan
organisasi yang mampu melakukan inovasi, memberikan solusi atas permasalahan yang
dihadapi organisasi, dan menjadi teladan bagi yang lainnya.
Organisasi pemerintahan yang efektif dan efesien dapat terwujud apabila setiap
instansi pemerintah mampu memanfaatkan kekayaan pengetahuan yang dimilikinya,
termasuk pengalaman – pengalaman dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat.
Manajemen
Pengetahuan
atau
Knowledge
management
merupakan
jawaban
pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Karena melalui
pemberdayaan dan pengembangan intelektual capital, organisasi akan dapat mengolah
informasi, pengalaman, gagasan dan pengetahuan yang diperoleh menjadi modal dalam
pengambilan keputusan sekaligus pembelajaran bagi anggotanya. (Primasari, 2018).
1
Manajemen Pengetahuan atau Knowledge Management merupakan juga upaya untuk
meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya berupa
pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya tentu saja adalah memanfaatkan aset
tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat
pencapaian tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi. (PERMENPAN & RB No. 14 Tahun
2011)
Dengan demikian Pemerintah Daerah dapat berpartisipasi aktif dalam knowledge sharing
yang dapat dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan dan benchmarking pelaksanaan
reformasi birokrasi.
2. KAJIAN LITERATUR
Knowledge Management
Menurut Spender and Grant dalam (Kusumawijaya I. A., Model Bisnis
Organisasi Berbasis Pengetahuan, 2017) Knowledge organisasi merupakan dasar
membangun strategi organisasi dan menjadi sumberdaya penting profitabilitas organisasi
untuk memperkuat dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Knowldege merupakan
campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi
mendasar yang memberikan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan
menyatukan pengalaman baru dan informasi. Dua jenis knowledge, yaitu :
a. Tacit knowledge merupakan knowledge yang tidak mudah dilihat dan dinyatakan,
bersifat sangat pribadi, sulit diformulasikan dan dikodifikasikan, serta tersimpan di
otak manusia, sehingga sulit dikomunikasikan dan dibagi ke orang lain.
b. Explicit Knowledge merupakan sesuatu yang formal dan sistematis, dapat dinyatakan
dalam kata maupun angka, dan mudah dikomunikasikan dalam berbagai bentuk.
(Kusumawijaya I. A., Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan, 2017).
Knowledge management merupakan proses menciptakan, memperoleh, memahami,
membagi, dan menggunakan knowledge, dimanapun knowledge tersebut berada untuk
meningkatkan pembelajaran dan kinerja organisasi, meliputi identifikasi, penciptaan,
akuisisi, transfer, sharing, dan eksploitasi pengetahuan. (Astuti, 2012)
Dalam (Amriani, 2014) disebutkan bahwa istilah manajemen pengetahuan (knowledge
management) yang dikenal luas di dunia bisnis adalah suatu pengelolaan sumber daya
untuk dapat menangkap, menyimpan, menyebarluaskan dan menggunakan pengetahuan-
2
pengetahuan yang dimiliki organisasi untuk menjadikan organisasi lebih baik dari waktu
ke waktu (Smith, 1971 dalam Wallace 2007; Dalkir, 2005; Nonaka dan Takeuchi, 1995).
(Ningky, 2001) menyebutkan bahwa knowledge management merupakan strategi
untuk meningkatkan efektivitas dan kesempatan dalam pengembangan kompetensi. Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan di
antaranya adalah :
a.
Menciptakan know-how dimana setiap pegawai berkesempatan dan bebas
menentukan cara baru untuk menyelesaikan tugas dan berinovasi serta peluang untuk
mensinergikan pengetahuan eksternal kedalam institusi.
b.
Menangkap dan mengidentifikasi pengetahuan yang diangap bernilai dan
direpresentasikan dengan cara yang logis.
c.
Penempatan pengetahuan yang baru dalam format yang mudah diakses oleh seluruh
pegawai dan pejabat.
d.
Pengelolaan pengetahuan untuk menjamin informasi yang terkini agar dapat
diperiksa untuk kesesuaian dan ketepatannya.
e.
Format pengetahuan yang disediakan di website adalah format dengan pengguna
bebas dan tertentu agar semua pegawai dapat mengakses dan mengembangkan setiap
saat.
Wiig (1993) membagi knowledge management dalam organisasi ke dalam tiga
perspektif, dengan batasan dan tujuan yang berbeda, yaitu :
a.
Business Perspective—berfokus pada mengapa, dimana dan sejauh mana organisasi
harus berinvestasi dan mengekploitasi pengetahuan. Strategi, produk dan layanan,
aliansi, akuisisi, atau divestasi harus dipertimbangkan dari sudut pandang yang
berhubungan dengan pengetahuan
b.
Management Perspective—berfokus pada penentuan, pengorganisasian, directing,
fasilitasi, dan pemantauan praktik dan kegiatan terkait pengetahuan yang diperlukan
untuk mencapai strategi dan tujuan bisnis yang diinginkan.
c.
Hands-on Perspective— berfokus pada penerapan keahlian untuk melakukan
pekerjaan dan tugas yang berhubungan dengan pengetahuan eksplisit. (Dalkir, 2005)
Business perspective merupakan pemetaan landasan strategi knowledge management,
management perspective merupakan tingkatan taktis, dan hands-on perspective
merupakan tingkat operasional.
3
Bontis dan Fitz-enz (2002) dalam (Primasari, 2018), menyatakan bahwa
manajemen ilmu pengetahuan terdiri
dari:
a. Knowledge generation, yang menggambarkan cara karyawan meningkatkan dan
memperbaiki pekerjaan dan melakukan inovasi.
b. Knowledge integration, menggambarkan bagaimana karyawan mentransformasikan
tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui pengkodean ide ke dalam sistem
organisasi.
c. Knowledge sharring, menggambarkan proses sosialisasi dan penyebaran knowledge.
Klasifikasi terhadap manajemen ilmu pengetahuan tersebut di atas pada
hakekatnya adalah suatu proses pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan
knowledge
dalam
perusahaan/organisasi
sehingga
mereka
menegaskan
bahwa
manajemen ilmu pengetahuan adalah leverage human capital perusahaan/ organisasi.
Masih dalam (Primasari, 2018) Darroch dan Naughton (2002) menyatakan bahwa
fungsi dari manajemen pengetahuan adalah menciptakan pengetahuan, mengelola arus
pengetahuan dalam organisasi dan menjamin bahwa pengetahuan tersebut digunakan
secara efektif dan effisien untuk keuntungan jangka panjang organisasi. Fungsi ini
memberikan tempat belajar (learing) dalam organisasi yang pada gilirannya dapat
meningkatkan stok ilmu pengetahuan organisasi tersebut. Selanjutnya dapat dikatakan
bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang mengelola ilmu pengetahuan dan human
capital nya secara efektif. Peter Senge dalam Sedarmayanti (2010) menjelaskan bahwa
organisasi pembelajar (learning organization) adalah “organisasi yang orang-orangnya
secara terus-menerus meningkatkan kapasitas yang mereka dambakan, pola pikir baru
dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan setiap orang secara terus-menerus
belajar untuk bagaimana belajar bersama.” Adapun lima disiplin organisasi pembelajaran
adalah :
a.
System thinking (Berpikir serba sistem). Berpikir serba sistem merupakan disiplin
yang
mengintegrasikan
keempat
disiplin
lainnya,
dan
bersama-sama
mencampurnya dalam teori yang logis dan praktis. Teori sistem mampu mengenali
dan menerangkan keseluruhan, dan mempelajari interelasi antar bagian yang ada.
Proses berpikir serba sistem merupakan suatu bentuk sistem pembelajaran yang
baik dalam proses peningkatan kinerja organisasi.
b.
Personal mastery (penguasaan pribadi). Proses penguasaan pribadi terus menerus
memperjelas,
memperdalam,
mengklasifikasi
4
visi
pribadi
dan
kemudian
memusatkan energi untuk membangun kesabaran dan melihat realitas secara
objektif.
c.
Mental Models (model mental) adalah asumsi yang diresapkan dengan sangat
dalam, memandang secara umum atau merupakan gambaran/bayangan yang
mempengaruhi bagaimana memahami dunia dan bagaimana cara bertindak.
d.
Building shared vision (membangun visi bersama) mencakup keterampilan untuk
menemukan gambaran masa depan bersama yang mendukung komitmen dan
keterlibatan murni, bukan sekedar kesepakatan/kemufakatan. Visi tersebar
disebabkan oleh proses penguatan, yaitu meningkatnya kegiatan, antusiasme dan
komitmen saling mempengaruhi dalam organisasi.
e.
Team Learning (Tim Pembelajaran) sebagai proses pencerahan dan pembangunan
kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka dambakan.. Tim
yang anggotanya belajar bersama tidak saja akan memberikan hasil baik bagi
organisasi, tetapi juga bagi anggotanya akan tumbuh lebih cepat dan berhasil.
Konversi Pengetahuan
Menurut (Nonaka, 1995) Ada empat model konversi pengetahuan, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar dibawah ini
a.
Dari tacit knowledge ke tacit knowledge : proses sosialisasi.
b. Dari tacit knowledge ke explicit knowledge : proses eksternalisasi.
c.
Dari explicit knowledge ke explicit knowledge : proses kombinasi.
d. Dari explixit knowledge ke tacit knowledge : proses internalisasi. (Dalkir, 2005)
Sumber : Nonaka and Takeuchi, 1995, p. 62.
5
Proses sosialisasi merupakan konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit
knowledge dapat dilakukan melalui tatap muka seperti diskuri, pertemuan, magang,
pelatihan, rapat, maupun pada saat ngobrol antar karyawan yang dapat memunculkan
juga dapat memunculkan ide – ide ataupun pengetahuan yang bermutu.
Proses eksternalisasi merupakan konversi pengetahuan dari tacit ke explicit, terwujud
melalui pewujudan pengetahuan kedalam bentuk dokumen yang merupakan bentuk
explicit dari pengetahuan saat proses sosialisasi. Pendokumentasian pengetahuan dapat
berupa pencatatan maupun pembuatan dokumen elektronik yang dapat disimpan dan
dipublikasikan bagi
komponen organisasi
yang membutuhkan informasi
atau
pengetahuan tersebut. Sedangkan proses kombinasi terjadi ketika konvensi dari explicit
ke explicit, sedangkan Internalisasi terbentuk melalui konversi explicit ke tacit.
Knowledge Sharing
Dalam proses konversi pengetahuan akan terjadi knowledge sharing, sehingga
terbentuk budaya organisasi saling berbagi pengetahuan diantara semua anggota
organisasi. Menurut Tobing, Paul, L, (2007) dalam (Kusumawijaya I. A., Knowlegde
Sharing Dalam Organisasi Berbasis Ilmu Pengetahuan, 2013) budaya knowledge sharing
dalam organisasi tergantung :
a.
Peranan pemimpin dalam merumuskan visi, keterlibatan langsung, pemberian
dukungan.
b.
Budaya organisasi yang memberikan iklim kepercayaan dan keterbukaan.
c.
Adanya kemauan dari pimpinan organisasi untuk mempromosikan knowledge
sharing dan kolaborasi.
d.
Penghargaan organisas atas knowledge, pembelajaran dan inovasi.
e.
Kemampuan struktur organsiasi untuk beradaptasi dan mengeksekusi proses
transformasi dan perubahan dengan efektif.
Knowlegde Sharing merupakan salah satu bagian dari knowlegde management
untuk memberikan kesempatan kepada anggota organisasi untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan, teknik, pengalaman, ide yang dimiliki oleh komponen organisasi lainnya
dalam rangka memajukan organisasi.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi proses sharing knowlegde dalam
organisasi tersebut. Ada enam faktor budaya organisasi yang mempengaruhi knowlegde
management, yaitu :
6
Faktor
Sistem Informasi
Deskripsi
Orang
Sistem informasi dan teknologi, membagi informasi,
pemetaan pengetahuan, komunikasi, arsip organisasi,
explicit, tacit knowlegde
Struktur organisasi, organisasi, infrastruktur organisasi,
fungsi, struktur sosial, ekologi sosial, sistem sosial, bisnis
perusahaan, kebijakan organisasi, tim, masyarakat
Sistem penghargaan, instentif, pengakuan, motivator,
bonus, pendanaan kinerja
Proses bisnis, operasi, program, prosedur, sistem
pendukung, proses pekerjaan, alur kerja
SDM, modal intelektual, strategi community based, humas
Kepemimpinan
Kepemimpinan dan manajerial
Struktur Organisasi
Sistem Rewards
Proses
(Holowetzky, 2001)
Knowledge Management Pada Pemerintahan
Dalam Laporan (TRP, 2016) menyebutkan bahwa dalam konteks pemerintahan
atau organisasi publik, perubahan yang terjadi di era globalisasi dan otonomi menjadi
tantangan dan tanggung jawab besar pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik.
Hal ini menuntut terciptanya organisasi pemerintah yang semakin cerdas dan mampu
melakukan berbagai inovasi. Manajemen pengetahuan (knowledge management) saat ini
tidak hanya dikenal dalam perusahaan swasta (private sector ), tetapi juga sudah dikenal
pada organisasi pemerintahan (public sector ). Setiadi, dkk (2011) mengungkapkan bahwa
penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) di organisasi pemerintahan
hampir sama dengan organisasi swasta. Perbedaannya, organisasi swasta tujuannya
adalah profit, sedangkan organisasi pemerintahan tujuan akhirnya adalah peningkatan
layanan publik. Sejumlah literatur menunjukkan bahwa organisasi pemerintahan telah
menginisiasi penerapan manajemen pengetahuan. Penerapan manajemen pengetahuan
(knowledge management) pada organisasi pemerintahan ditujukan untuk mempermudah
proses penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan berbagi-tukar pengetahuan
(knowledge sharing), menutup kesenjangan pengetahuan antara satu karyawan dengan
karyawan lainnya dan meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset
intelektual, pengetahuan dan pengalaman yang ada (Bappenas, 2011; Ningky, 2010).
Peningkatan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka
diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang
7
selaras dengan perubahan lingkungan akan bergantung pada kemampuan organisasi
dalam meyesuaikan diri terhadap lingkungan. Artinya suatu organisasi mampu menyusun
strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi.
Dalam sebuah organisasi dalam proses mencapai tujuan serta reformasi dalam rangka
peningkatan kemampuan aparatur harus diikuti oleh peningkatan kinerja. Jika kinerja
aparatur pemerintah baik dan maksimal maka tujuan organisasi akan tercapai dan
organisasi tersebut dapat dikatakan berhasil dalam menjalankan tugasnya. Kinerja
aparatur juga dapat menunjukkan kemampuan aparatur tersebut, aparatur yang
menciptakan dan mewujudkan kinerja aparatur yang baik maka setidaknya memiliki
kemampuan yang baik pula dan sebaliknya (Primasari,2018)
Pelayanan Publik
Sesuai dengan Paratuaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak sipil warga
negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan manajemen pelayanan
adalah penataan penyelenggaraan pelayanan secara efektif dan efesien guna mencapai
kinerja pelayanan yang optimal.
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public
Service sebagaimana didiskusikan diatas adalah bahwa pelayanan publik harus responsif
terhadap berbagai kepentingan dan nilai yang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan
negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan di antara warga negara dan kelompok
komunitas. Ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung dalam
pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu
berubah mengikuti perkembangan masyarakat. (Prasetyani, 2009)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Fungsi Knowlegde Management adalah untuk meningkatkan organisasi dalam
menggabungkan pengetahuan yang ada dalam suatu organisasi sehingga dapat
menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mengelola pengetahuan organisasi
8
tersebut guna memajukan dan mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini sharing
knowlegde merupakan salah satu bagian dari knowlegde management yang memegang
peran penting keberhasilan penerapan knowlegde management dalam suatu organisasi.
Inti dari hasil yang ingin diperoleh dari penerapan konsep knowlegde
management adalah meningkatkan kinerja anggota organisasi melalui penguasaan
pengetahuan oleh seluruh anggota organisasi, sehingga setiap anggota organisasi dapat
sinergi untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik untuk mencapai tujuan bersama.
Keberhasilan penerapan knowlegde sharing juga akan menjamin kedepan organisasi akan
tetap survive sepanjang masa.
Pada umumnya pegawai pada Pemerintah Daerah mengalami mobilitas yang
cukup tinggi antar instansi di daerah dengan tugas pokok dan fungsi yang beragam. Oleh
karena itu diperlukan kemampuan adaptasi yang tinggi oleh seorang pegawai untuk dapat
menjalankan tugas di tempat baru secepat mungkin. Kondisi ini mengakibatkan suatu
instansi sangat penting untuk mengelola sumber daya yang dimiliki agar mendukung
setiap pegawai (SDM) yang dimiliki dapat melaksanakan tugas dengan baik walaupun
pegawai yang bersangkutan baru masuk ke instansinya. Disinilah dapat dirasakan
pentingnya pengelolaan pengetahuan organisasi / knowlegde management untuk menjaga
organisasi tetap maju walau menghadapi berbagai situasi yang mempengaruhi kinerja
pencapaian tujuan organisasi.
Ditetapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Regormasi
Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen
Pengetahuan (Knowlegde Management) merupakan salah satu langkah pelaksanaan
reformasi di tubuh birokrasi dimana bagi Kementerian / Lembaga dan Pemerintah Daerah
didorong untuk mewujudkan organisasi yang efektif
instansi
pemerintah
harus siap
dan efisien. Untuk itu setiap
untuk memanfaatkan
kekayaan
pengetahuan
yang dimilikinya, termasuk belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lampau. Secara
umum hal itu diwujudkan dalam bentuk peraturan dan prosedur kerja dalam organisasi
masing-masing, serta rangkaian kegiatan untuk perubahan
dan
penyempurnaanya.
Kendala yang sering dihadapi adalah bahwa pengetahuan dan pengalaman dalam
organisasi sering kali tersebar dan, tidak terdokumentasikan dan bahkan mungkin masih
ada sebatas dalam pikiran masing-masing individu dalam organisasi.
Manajemen Pengetahuan atau knowledge management merupakan upayauntuk
meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya, berupa
pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya adalah untuk memanfaatkan aset
9
tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat
pencapaian tujuan dilaksanakannya reformasi birokrasi. Unit Pengelola Reformasi
Birokrasi
Nasional
UPRBN)
mengelola
forum
knowlegde
management
yang
dimanfaatkan sebagai knowlegde sharing yang berguna naik dalam perumusan kebijakan
reformasi birokrasi nasional maupun sebagai benchmarking bagi Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah. Sedangkan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam memberikan knowlegde sharing pengalaman
pelaksanaan reformasi birokrasi dalam forum knowlegde management. Oleh karena itu
pedoman yang disediakan oleh Kementerian PAN & RB memberikan gambaran
mengenai penerapan manajemen pengetahuan (knowlegde management). Walaupun
penerapan manajemen pengetahuan tidak menjadi aspek yang dinilai dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi, namun dapat membantu dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi dapat berjalan dengan baik.
Dalam (Amriani, 2014) beberapa tahapan dalam melaksanakan knowlegde
management pada pemerintah daerah dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Knowlegde Creation
Knowlegde Creation
atau penciptaan pengetahuan malalui proses konversi
pengetahuan (knowlegde conversion) yang terdiri dari empat bentuk yaitu Sosialisasi,
Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi.
1) Sosialisasi
Proses sosialisasi pada organisasi pemerintah daerah dilakukan melalui
pembicaraan informal seperti diskusi, tukar pendapat/pengalaman (best practice)
antar pegawai, observasi, komunikasi dengan stakeholders dan pengalaman
instansi lainnya. Proses sosialisasi juga didapatkan dari pegawai melalui
bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, training atau magang yang
kemudian membagi ilmu yang didapat kepada rekan kerja ataupun team work
dalam satu instansi. Dengan demikian, ilmu yang didapat dan ditransfer akan
menjadi pengetahuan bersama organisasi. Proses sosialisasi juga dapat diperolah
dalam rapat – rapat koordinasi, rapat rutin.
2) Eksternalisasi
Proses eksternalisasi merupakan konversi bentuk pengetahuan tacit ke explicit
melalui pendokumentasian sehingga pengetahuan yang semula berada sebagai
suatu pemikiran, ide, gagasan, pengalaman dapat diwujudkan dalam bentuk
dokumen (pengetahuan dalam bentuk eksplisit). Mewujudkan bentuk eksplisit
10
dari pengetahuan akan memerlukan tempat penyimpanan dan pemeliharaan dari
dokumen yang dihasilkan sehingga kedepan dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi pegawai yang baru masuk ke instansi ataupun juga pegawai yang bergeser
menggantikan prosisi rekan kerja secara internal dalam rangka penyegaran.
Bentuk eksplisit dari pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk dokumen
hardcopy maupun soft copy. Dengan kemajuan teknologi informasi bahkan
sebagian instansi telah mewujudkan bentuk eksplisit dari pengetahuan tersebut ke
dalam sistem yang terintegrasi sehingga dapat mempermudah pegawai yang akan
menuangkan pengetahuan tacit ke dalam pengetahuan explicit, serta memberi
kemudahan bagi pegawai yang membutuhkan pengetahuan dalam organisasi
untuk dipelajari. Kemudahan – kemudahan yang disediakan instansi / organisasi
ini tentu akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan peningkatan kinerja
organisasi.
3) Kombinasi
Proses kombinasi merupakan konversi pengetahuan explicit menjadi pengetahuan
explicit
dilakukan
melalui
penyusunan
sistem
knowlegde
management
berdasarkan topik, penerapan konsep misi dan operasionalisasi konsep dalam
fungsi manajemen. Secara kasat mata, proses kombinasi dapat dilakukan berupa
pertukaran dokumen yang menyangkut pengetahuan antar pegawai ataupun antar
instansi yang melakukan kerja sama pertukaran pengetahuan atau sharing
knowlegde. Pengetahuan yang sudah terdokumentasikan melalui proses
eksternaliasi kembali di-sharing atau dibagikan kepada rekan kerja lainnya untuk
saling bertukan informasi atau pengetahuan. Proses kombinasi juga dapat
dilakukan melalui media intranet, database organisasi dan internet untuk data
informasi yang sudah berbentuk soft file. Data yang telah tersimpan dalam sistem
seperti : data jumlah kunjungan wisatawan, data realisai PAD, data potensi
daerah, data demografi daerah dan data operasional lainnya maupun data
indikator dan target kinerja daerah disusun dan dimaksukan dalam sistem
database knowlegde management untuk mempermudah akses bagi semua
pegawai yang membutuhkan. Lebih dikembangkan lagi, dapat dibangun sistem
dengan fitur-fitur enterprise portal yang memiliki fungsi untuk pengkategorian
dan pencaraian informasi (taksonomi) serta content management yang memiliki
fungsi untuk mengolah data dan informasi instansi dengan baik terstruktur
11
(database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan dan notulen) dapat
mendukung proses kombinasi.
4) Internalisasi
Proses internalisasi merupakan konversi dari explicit ke tacit yang dilakukan
dengan cara memperoleh pengetahuan melaui media (dapat berupa internet,
media masa, media elektronik). Proses internalisasi merupakan bagian dari
knowlegde creation yang penting, karena pencarian pengetahuan dilakukan
melalui berbagai media untuk menambah pengetahuan. Semua dokumen, data
dan informasi serta pengetahuan yang terdokumentasikan dengan baik bisa
dibaca oleh pegawai lain, dapat meningkatkan pegawai yang membacanya
sehingga setiap pegawai dapat meningkatkan pengetahuan dengan lebih mudah
serta membandingkannya dengan pengetahuan yang didapatkan dari sumber /
media yang lainnya. Teknologi informasi yang berkembang telah mendukung
proses internalisasi yaitu dalam pencarian pengetahuan dan pengambilan
dokumen sebagai bentuk eksplisit pengetahuan. Content management disamping
mendukung bentuk kombinasi juga menjadi fasilitas yang dibutuhkan dalam
proses internalisasi. Proses ini dipicu oleh penerapan learning by doing.
b.
Knowlegde Sharing
Dalam kegiatan pemerintah daerah, knowlegde sharing dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu :
1) Dokumentasi hasil rapat, seminar, workshop, focus group discussion (FGD),
yang disebarluarkan kepada pegawai di instansi sebagai acuan / pedoman
pelaksnaan tugas – tugas instansi.
2) Melalui media komunikasi dan korespondensi instansi yang berlaku dalam
instansi, seperti nota dinas, group media sosial yang dibentuk dalam suatu
instansi (group whatsup, BBM, Massenger, dll) yang disesuaikan dengan kondisi
umum instansi. Model chat gorup biasanya lebih diminati karena antara satu
dengan yang lainnya dapat berlangsung interaktif walaupun sedang berada pada
tempat yang terpisah sehingga lebih efektif dan efesien dalam proses sharing
pengetahuan.
3) Menggunakan website instansi yang memuat pemberitaan, artikel ataupun
penulisan pengetahuan yang didapatkan dari luar untuk diketahui seluruh
pegawai
12
c.
Knowlegde Implementing
Adapun langkah – langkah dalam penerapan knowlegde management dapat dibagi
menjadi empat tahapan yaitu :
1) Tahan evaluasi infrastruktur
Terdiri dari kegiatan menganalisis infrastruktur yang tersedia dan menyesuaikan
dengan strategi bisnis.
2) Merancang knowlegde management sistem (KMS)
Merancang KMS meliputi : mendesain infrastruktur KMS, menilai pengetahuan
– pengetahuan yang ada, mendesain tim KMS, membuat cetak biru KM, dan
mengembangkan KMS serta merancang pengembangannya.
3) Tahap pengembangan
Tahap pengembangan meliputi : penyebaran Knowlegde Management, penerapan
metodologi KMS, mengelola dan menyusun perubahan, budaya dan reward
system.
4) Tahap evaluasi
Evalusi kinerja dan dampak KMS bagi organisasi bertujuan untuk dapat
melakukan perbaikan dan pengembangan KMS.
Gambar : Tahapan Penerapan Knowledge Management
Sumber : Amrit Tiwana (2002) (dimodifikasi)
13
Knowlegde Implementating pada Pemerintah Daerah
Aktivitas yang dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah dapat menyebabkan
beroperasinya organisasi pemerintahan. Prawirosentono (1999) menjelaskan dalam
(Primasari, 2018), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan/aparatur adalah
sebagai berikut :
a. Efektivitas dan efisiensi
Efektivitas dapat terwujud bila tujuan dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang
direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah biaya/beban yang
dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
b. Otoritas dan tanggung jawab
Dalam organisasi yang baik wewenang telah didelegasikan dengan baik tanpa adanya
tumpang tindih dan tugas. Kejelasan wewenang dan tanggungjawab setiap orang
dalam sebuah organisasi akan mendukung kinerja karyawan. Kinerja karyawan akan
dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan
ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. Begitu juga dengan organisasi
pemerintahan.
c. Disiplin
Disiplin meliputi ketaatan terhadap aturan dan berkaitan erat dengan sanksi yang
perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar.
d. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan seseuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Penilaian terhadap kinerja aparatur diperlukan untuk mengetahui dan melihat
kinerja aparatur. Bernardin dan Russel dalam (Sutrisno, 2010) menjelaskan, Enam kinerja
primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :
a. Quality
merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
tujuan yang diharapkan.
b. Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit dan siklus kegiatan
yang dilakukan.
14
c. Timeliness
Merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki,
dengan memperhatikan output serta waktu yang dibutuhkan oleh orang lain untuk
menyelesaikan kegiatan yang sama.
d. Cost efektiveness
Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumberdaya organisasi (manusia,
keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau
pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumberdaya.
e. Need for supervision
Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi
pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah
tindakan yang kurang diinginkan.
f. Interpersonal inpact
Merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan
kerjasama dengan rekan kerja dan bawahan.
Penerapan knowledge management pada organisasi sektor publik terdiri dari 4
(empat) tahap, yang terdiri dari secara keseluruhan 10 (sepuluh) langkah. Keempat tahap
knowledge management tersebut adalah (Tiwana, Amrit, 2000) dalam (Kusumawijaya I. ,
2015) :
Tahap I: Evaluasi Infrastruktur
Langkah 1. Analisis infrastruktur organisasi. Pada langkah awal diperlukan pemahaman
atas berbagai komponen yang ada pada strategi dan kerangka tekonologi
yang dipergunakan, dengan menganalisis dan menghitung komponen yang
telah siap di organisasi. Mengidentifikasi kesenjangan pada infrastruktur
yang ada, sehingga dapat ditetapkan dan dikembangkan secara akurat sistem
manajemen pengetahuan lebih lanjut.
Langkah 2. Menyesuaikan manajemen pengetahuan dan strategi bisnis. Pengetahuan
menjadi pedoman untuk merancang strategi, dan strategi memandu
implementasi manajemen pengetahuan. Tanpa ada kejelasan dalam
menterjemahkan keterkaitan antara manajemen pengetahuan dan strategi
bisnis, tidak akan tercipta hubungan antara rancangan sistem manajemen
pengetahuan dengan strategi organisasi untuk membangun keunggulan
bersaing jangka panjang.
Tahap II :
Analisis Sistem Manajemen Pengetahuan, Perancangan dan Pengembangan
15
Langkah 3.
Merancang manajemen pengetahuan dan mengintegrasikan infrastruktur
yang ada. Langkah untuk penyebaran manajemen pengetahuan, seharusnya
dipilih komponen infrastruktur terintegrasi pada rancang bangun sistem
manajemen pengetahuan. Pemilihan komponen infrastruktur sistem
manajemen pengetahuan sangat ditentukan oleh budaya dan norma kerja
organisasi.
Langkah 4. Mengaudit dan menganalisis pengetahuan yang ada. Aktivitas manajemen
pengetahuan dimulai dengan pengetahuan yang dimiliki organisasi. Analisis
dan audit pengetahuan diawali oleh pemahaman mengapa audit pengetahuan
dibutuhkan, selanjutnya mempekerjakan tim audit yang merepresentasikan
berbagai bagian di organisasi. Tim audit pengetahuan menilai aset
pengetahuan yang ada dalam organisasi untuk mengidentifikasi pengetahuan
organisasi.
Langkah 5. Merancang tim manajemen pengetahuan. Pada langkah ini yaitu merancang
tim
manajemen
pengetahuan
yang akan
merancang,
membangun,
mengimplementasikan dan menyebarkan sistem manajemen pengetahuan
organisasi. Merancang tim manajemen pengetahuan yang efektif dengan
mengidentifikasi stakeholder kunci baik dalam maupun di luar organisasi,
dan
mengidentifikasi
sumberdaya
individu
yang
kompeten
untuk
menyeimbangkan kebutuhan manajerial.
Langkah 6. Menciptakan cetak biru manajemen pengetahuan. Cetak biru sistem
manajemen pengetahuan terdiri dari sebuah rencana pembangunan dan
peningkatan sistem manajemen pengetahuan guna mengoptimalkan kinerja
organisasi melalui pengintegrasian kolaborasi platform internet organisasi.
Langkah 7. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan. Mengembangkan sistem
manajemen pengetahuan dengan membangun kolaborasi sistem dokumen
yang digunakan pada organisasi berbasis web yang mudah digunakan yang
dilandasi oleh rancang bangun komputer organisasi.
Tahap III : Penyebaran Sistem
Langkah 8. Penyebaran sistem dengan penelitian dan pengembangan Sistem manajemen
pengetahuan dengan skala besar harus mempertimbangkan kebutuhan
pengguna di organisasi. Walaupun tim manajemen pengetahuan lintas
fungsional organisasi membantu menangani beberapa kebutuhan pengguna.
16
Langkah 9. Manajemen perubahan, budaya, rancangan struktur reward dan pemilihan
CKO. Ada banyak asumsi salah bahwa nilai intrinsic inovasi seperti sistem
manajemen pengetahuan akan menciptakan adopsi yang dilakukan oleh
individu organisasi. Meningkatkan dukungan individu membutuhkan
integrasi proses bisnis organisasi dengan penggunaan sistem manajemen
pengetahuan dan struktur kompensasi yang dapat memotivasi individu
organisasi.
Tahap IV: Evaluasi
Langkah 10. Mengukur hasil manajemen pengetahuan, merencanakan pengukuran ROI
dan mengevaluasi sistem kinerja. Pengukuran Return on Knowledge
Investment (RoKI) seharusnya dihitung untuk dampak persaingan dan
keuangan dari manajemen pengetahuan organisasi, dengan melakukan
pemilihan pengukuran yang bisa dipercaya.
4. SIMPULAN
Knowlegde Management (KM) pada pemerintah daerah sangat dibutuhkan
mengingat sangat tingginya frekwensi mutasi antar intansi dalam Pemerintah Daerah
serta sumber daya manusia yang terbatas. Apabila knowlegde management pada
Pemerintah Daerah telah berjalan dengan baik, maka roda pemerintahan dan peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat akan tetap dapat ditingkatkan dalam berbagai
kondisi.
Pelaksanaan knowlegde management pada Pemerintah Daerah telah digariskan
dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management).
Pengembangan tahapan pelaksanaan knowlegde management dalam reformasi birokrasi
pada Pemerintah Daerah dilakukan dengan tahapan :
a.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap Kesatu :
1) Mengidentifikasi konteks
manajemen
pengetahuan dalam organisasi;
2) Mengidentifikasi praktekmanajemen
pengetahuan dalam organisasi;
3) Mengidentifikasi dan
analisis
melakukan
kepentingan;
4) Merumuskan strategi manajemen pengetahuan;
5) Mengembangkan strategi manajemen perubahan;
17
terhadap
para
pemangku
6) Mengembangkan strategi implementasi manajemen pengetahuan.
b.
Langkah – langkah yang harus dilakukan pada tahap Kedua :
1) Pembentukan kebiasaan;
2) Penyediaan payung regulasi;
3) Pemanfaatan teknologi;
4) Penyelarasan dengan strategi manajemen perubahan.
c.
Langkah – langkah yang harus dilakukan pada tahap Ketiga :
1) Mekanisme berkala untuk penyempurnaan dan pengembangan pengetahuan;
2) Pembangunan Community of Practices;
3) Terus menerus menyempurnakan Tata Kelola dan
strategi
manajemen
pengetahuan.
Dalam implementasi knowlegde management
pada Pemerintah Daerah tetap
menghindari bocornya pengetahuan tertentu keluar dari instansi pemerintahan yang
memilikinya. Hal ini disebabkan karena terdapat pengetahuan yang bersifat khusus
menyangkut ketentuan perundang – undangan yang mengatur data dan informasi yang
bersifat rahasia jabatan dan rahasia instansi. Untuk pengetahuan yang semacan ini akan
memerlukan integritas yang kuat bagi pegawai yang memiliki pengetahuan tersebut
agar tidak menimbulkan kerugian instansi, walaupun sudah keluar dari instansi yang
memiliki pengetahuan itu.
Perkembangan teknologi informasi sangat membantu pengembangan knowlegde
management
dalam suatu organisasi pemerintahan. Kemudahan dalam sistem
pengelolaan data dan iformasi, penyimpanan dan akses terhadap kebutuhan pengetahuan
dapat dikelola dalam satu sistem knowlegde management, salah satunya dapat berupa
database yang dapat diakses melalui situs website perangkat daerah. Teknik praktis
knowlegde sharing yang paling mudah dilakukan dan efesien dewasa ini, salah satunya
adalah penyebaran pengetahuan dan diskusi melalui group media sosial (seperti group
whatsapp, BBM, massenger, dll). Suatu komunitas pegawai membentuk satu group sesuai
dengan kebutuhan knowlegde sharing masing – masing pegawai.
Penerapan knowldegde management pada Pemerintah Daerah merupakan faktor
kunci untuk membentukproses pembelajaran terus menerus dalam organisasi, sehingga
tidak saja membentuk perilaku yang konsisten bagi setiap aparatur negara maupun dalam
memberikan pelayanan publik berkualitas yang konsisten,
tetapi
juga
membantu
Kementerian / Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kualitas kerja
18
organisasi bersangkutan. Kemampuan tersebut akan menjadi indikator suksesnya
suksesnya pelaksanaan reformasi birokrasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Amriani, T. N. (2014, Mei 14). Knowledge Management (KM) Dalam Organisasi Publik.
Dipetik April 8, 2018, dari http://www.bppk.depkeu.go.id/berita-makasar/19407knowledge-management-km-dalam-organisasi-publik
Astuti, P. K. (2012). Implementasi knowledge management pada usaha kecil menengah:
perspektif critical succes factor (csf). 113-119.
Dalkir, K. (2005). Knowledge Management in theory and Practice. USA: Elsevier
Butterworth–Heinemann .
Holowetzky, A. (2001). The relationship between knowledge management and organizational
culture: An examination of cultural factors that support the flow and management of
knowledge within an organization. Beaverton: University of Oregon Applied
Information Management Program.
https://id.wikipedia.org.
(t.thn.).
Dipetik
April
13,
2018,
dari
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Manajemen_pengetahuan&action=submit
Kusumawijaya, I. (2015). Upaya Meningkatkan Kinerja Organisasi Sektor Publik Berbasis
Knowlegde Management. Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (hal. 9-10). Semarang: Universitas 17 Agustus
Semarang.
Kusumawijaya, I. A. (2013). Knowlegde Sharing Dalam Organisasi Berbasis Ilmu
Pengetahuan. Sustainable Competitive Advantage (SCA).
Kusumawijaya, I. A. (2017). Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan. Sustainable
Competitive Advantage (SCA).
Ningky, M. (2001). Proses Penciptaan Pengetahuan di Perusahaan. Seminar Ikatan
Pustakawan Indonesia , (hal. 14 hal). Jakarta.
Nonaka, I. a. (1995). The Knowledge Creating Company: How Japanese Companies Create
the Dynamics of Innovation. Oxforrd: Oxford University Press.
Prasetyani, N. (2009). Analisis Kinerja Pelayanan Publik Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kebupaten Demak. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Primasari, S. D. (2018). Knowledge Management sebagai Bentuk Reformasi Birokrasi Dalam
Rangka Meningkatkan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah. Dipetik April 09, 2018,
dari:http://www.sumbarprov.go.id/images/1448811591-(1)%20Dr.%20Andin%20NP,
%20S.IP,%20M.Si.pdf
Sutrisno, E. (2010). Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana Preada Media Group.
20
TRP, D. (2016). Kajian Internalisasi Manajemen Pengetahuan Dalam Penyusunan Kebijakan
Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Jakarta: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan,
Kementerian PPN/Bappenas.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan
(Knowledge Management).
Paratuaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik.
21
Dosen : Dr. Ida Ketut Kusumawijaya, SE.,MM
PAPER :
KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM RANGKA MENINGKATKAN
KINERJA PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH
Oleh :
I Nengah Simpen, A.Par / 021.17.0351
I Dewa Made Rai Mahardika, SE / 021.17.0352
I Komang Ari Merta, S.T / 021.17.0353
I Gede Made Dwi Atmika, S.E / 021.17.0354
I Wayan Darma Kartika, S.T / 021.17.0355
PROGRAM PASCASARJANA STIE TRIATMA MULYA
DENPASAR
APRIL, 2018
1. PENDAHULUAN
Pelaksanaan
otonomi
daerah
diarahkan
untuk
mempercepat
peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat. Daerah juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan,
serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonasia. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus meningkatkan kapasitas untuk
memberdayakan masyarakat melalui pelayanan masyarakat secara lebih efektif, efesien,
akuntabel, transparan dan responsif.
Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah
memiliki keterbatasan, terutama ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas
yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan manajemen pemerintahan serta mampu
melakukan kegiatan – kegiatan inovatif dalam rangka memajukan Daerah. Disamping itu,
salah satu kelemahan dalam pengelolaan SDM di Daerah adalah tingginya perputaran
posisi pegawai antar instansi teknis yang tentunya memiliki job description dan job
specification yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan menginventarisasi dan
menjaga aset pengetahuan yang ada di setiap instansi, dan berdampak pada sulitnya
pegawai yang menempati posisi baru untuk mempelajari tata kelola yang dijalankan oleh
pegawai sebelumnya. Kondisi ini menggambarkan betapa pentingnya knowledge sharing
baik pada tingkat pimpinan maupun pada setiap level dibawahnya. Knowledge sharing
dapat juga sebagai bagian dari kaderisasi yang sering diibaratkan sebagai jantungnya
sebuah organisasi. Tanpa adanya kaderisasi, suatu organisasi sulit untuk maju dan
dinamis. Kaderisasi akan memunculkan embrio baru yang akan melanjutkan perjuangan
organisasi yang mampu melakukan inovasi, memberikan solusi atas permasalahan yang
dihadapi organisasi, dan menjadi teladan bagi yang lainnya.
Organisasi pemerintahan yang efektif dan efesien dapat terwujud apabila setiap
instansi pemerintah mampu memanfaatkan kekayaan pengetahuan yang dimilikinya,
termasuk pengalaman – pengalaman dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat.
Manajemen
Pengetahuan
atau
Knowledge
management
merupakan
jawaban
pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Karena melalui
pemberdayaan dan pengembangan intelektual capital, organisasi akan dapat mengolah
informasi, pengalaman, gagasan dan pengetahuan yang diperoleh menjadi modal dalam
pengambilan keputusan sekaligus pembelajaran bagi anggotanya. (Primasari, 2018).
1
Manajemen Pengetahuan atau Knowledge Management merupakan juga upaya untuk
meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya berupa
pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya tentu saja adalah memanfaatkan aset
tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat
pencapaian tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi. (PERMENPAN & RB No. 14 Tahun
2011)
Dengan demikian Pemerintah Daerah dapat berpartisipasi aktif dalam knowledge sharing
yang dapat dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan dan benchmarking pelaksanaan
reformasi birokrasi.
2. KAJIAN LITERATUR
Knowledge Management
Menurut Spender and Grant dalam (Kusumawijaya I. A., Model Bisnis
Organisasi Berbasis Pengetahuan, 2017) Knowledge organisasi merupakan dasar
membangun strategi organisasi dan menjadi sumberdaya penting profitabilitas organisasi
untuk memperkuat dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Knowldege merupakan
campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi
mendasar yang memberikan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan
menyatukan pengalaman baru dan informasi. Dua jenis knowledge, yaitu :
a. Tacit knowledge merupakan knowledge yang tidak mudah dilihat dan dinyatakan,
bersifat sangat pribadi, sulit diformulasikan dan dikodifikasikan, serta tersimpan di
otak manusia, sehingga sulit dikomunikasikan dan dibagi ke orang lain.
b. Explicit Knowledge merupakan sesuatu yang formal dan sistematis, dapat dinyatakan
dalam kata maupun angka, dan mudah dikomunikasikan dalam berbagai bentuk.
(Kusumawijaya I. A., Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan, 2017).
Knowledge management merupakan proses menciptakan, memperoleh, memahami,
membagi, dan menggunakan knowledge, dimanapun knowledge tersebut berada untuk
meningkatkan pembelajaran dan kinerja organisasi, meliputi identifikasi, penciptaan,
akuisisi, transfer, sharing, dan eksploitasi pengetahuan. (Astuti, 2012)
Dalam (Amriani, 2014) disebutkan bahwa istilah manajemen pengetahuan (knowledge
management) yang dikenal luas di dunia bisnis adalah suatu pengelolaan sumber daya
untuk dapat menangkap, menyimpan, menyebarluaskan dan menggunakan pengetahuan-
2
pengetahuan yang dimiliki organisasi untuk menjadikan organisasi lebih baik dari waktu
ke waktu (Smith, 1971 dalam Wallace 2007; Dalkir, 2005; Nonaka dan Takeuchi, 1995).
(Ningky, 2001) menyebutkan bahwa knowledge management merupakan strategi
untuk meningkatkan efektivitas dan kesempatan dalam pengembangan kompetensi. Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan di
antaranya adalah :
a.
Menciptakan know-how dimana setiap pegawai berkesempatan dan bebas
menentukan cara baru untuk menyelesaikan tugas dan berinovasi serta peluang untuk
mensinergikan pengetahuan eksternal kedalam institusi.
b.
Menangkap dan mengidentifikasi pengetahuan yang diangap bernilai dan
direpresentasikan dengan cara yang logis.
c.
Penempatan pengetahuan yang baru dalam format yang mudah diakses oleh seluruh
pegawai dan pejabat.
d.
Pengelolaan pengetahuan untuk menjamin informasi yang terkini agar dapat
diperiksa untuk kesesuaian dan ketepatannya.
e.
Format pengetahuan yang disediakan di website adalah format dengan pengguna
bebas dan tertentu agar semua pegawai dapat mengakses dan mengembangkan setiap
saat.
Wiig (1993) membagi knowledge management dalam organisasi ke dalam tiga
perspektif, dengan batasan dan tujuan yang berbeda, yaitu :
a.
Business Perspective—berfokus pada mengapa, dimana dan sejauh mana organisasi
harus berinvestasi dan mengekploitasi pengetahuan. Strategi, produk dan layanan,
aliansi, akuisisi, atau divestasi harus dipertimbangkan dari sudut pandang yang
berhubungan dengan pengetahuan
b.
Management Perspective—berfokus pada penentuan, pengorganisasian, directing,
fasilitasi, dan pemantauan praktik dan kegiatan terkait pengetahuan yang diperlukan
untuk mencapai strategi dan tujuan bisnis yang diinginkan.
c.
Hands-on Perspective— berfokus pada penerapan keahlian untuk melakukan
pekerjaan dan tugas yang berhubungan dengan pengetahuan eksplisit. (Dalkir, 2005)
Business perspective merupakan pemetaan landasan strategi knowledge management,
management perspective merupakan tingkatan taktis, dan hands-on perspective
merupakan tingkat operasional.
3
Bontis dan Fitz-enz (2002) dalam (Primasari, 2018), menyatakan bahwa
manajemen ilmu pengetahuan terdiri
dari:
a. Knowledge generation, yang menggambarkan cara karyawan meningkatkan dan
memperbaiki pekerjaan dan melakukan inovasi.
b. Knowledge integration, menggambarkan bagaimana karyawan mentransformasikan
tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui pengkodean ide ke dalam sistem
organisasi.
c. Knowledge sharring, menggambarkan proses sosialisasi dan penyebaran knowledge.
Klasifikasi terhadap manajemen ilmu pengetahuan tersebut di atas pada
hakekatnya adalah suatu proses pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan
knowledge
dalam
perusahaan/organisasi
sehingga
mereka
menegaskan
bahwa
manajemen ilmu pengetahuan adalah leverage human capital perusahaan/ organisasi.
Masih dalam (Primasari, 2018) Darroch dan Naughton (2002) menyatakan bahwa
fungsi dari manajemen pengetahuan adalah menciptakan pengetahuan, mengelola arus
pengetahuan dalam organisasi dan menjamin bahwa pengetahuan tersebut digunakan
secara efektif dan effisien untuk keuntungan jangka panjang organisasi. Fungsi ini
memberikan tempat belajar (learing) dalam organisasi yang pada gilirannya dapat
meningkatkan stok ilmu pengetahuan organisasi tersebut. Selanjutnya dapat dikatakan
bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang mengelola ilmu pengetahuan dan human
capital nya secara efektif. Peter Senge dalam Sedarmayanti (2010) menjelaskan bahwa
organisasi pembelajar (learning organization) adalah “organisasi yang orang-orangnya
secara terus-menerus meningkatkan kapasitas yang mereka dambakan, pola pikir baru
dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan setiap orang secara terus-menerus
belajar untuk bagaimana belajar bersama.” Adapun lima disiplin organisasi pembelajaran
adalah :
a.
System thinking (Berpikir serba sistem). Berpikir serba sistem merupakan disiplin
yang
mengintegrasikan
keempat
disiplin
lainnya,
dan
bersama-sama
mencampurnya dalam teori yang logis dan praktis. Teori sistem mampu mengenali
dan menerangkan keseluruhan, dan mempelajari interelasi antar bagian yang ada.
Proses berpikir serba sistem merupakan suatu bentuk sistem pembelajaran yang
baik dalam proses peningkatan kinerja organisasi.
b.
Personal mastery (penguasaan pribadi). Proses penguasaan pribadi terus menerus
memperjelas,
memperdalam,
mengklasifikasi
4
visi
pribadi
dan
kemudian
memusatkan energi untuk membangun kesabaran dan melihat realitas secara
objektif.
c.
Mental Models (model mental) adalah asumsi yang diresapkan dengan sangat
dalam, memandang secara umum atau merupakan gambaran/bayangan yang
mempengaruhi bagaimana memahami dunia dan bagaimana cara bertindak.
d.
Building shared vision (membangun visi bersama) mencakup keterampilan untuk
menemukan gambaran masa depan bersama yang mendukung komitmen dan
keterlibatan murni, bukan sekedar kesepakatan/kemufakatan. Visi tersebar
disebabkan oleh proses penguatan, yaitu meningkatnya kegiatan, antusiasme dan
komitmen saling mempengaruhi dalam organisasi.
e.
Team Learning (Tim Pembelajaran) sebagai proses pencerahan dan pembangunan
kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka dambakan.. Tim
yang anggotanya belajar bersama tidak saja akan memberikan hasil baik bagi
organisasi, tetapi juga bagi anggotanya akan tumbuh lebih cepat dan berhasil.
Konversi Pengetahuan
Menurut (Nonaka, 1995) Ada empat model konversi pengetahuan, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar dibawah ini
a.
Dari tacit knowledge ke tacit knowledge : proses sosialisasi.
b. Dari tacit knowledge ke explicit knowledge : proses eksternalisasi.
c.
Dari explicit knowledge ke explicit knowledge : proses kombinasi.
d. Dari explixit knowledge ke tacit knowledge : proses internalisasi. (Dalkir, 2005)
Sumber : Nonaka and Takeuchi, 1995, p. 62.
5
Proses sosialisasi merupakan konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit
knowledge dapat dilakukan melalui tatap muka seperti diskuri, pertemuan, magang,
pelatihan, rapat, maupun pada saat ngobrol antar karyawan yang dapat memunculkan
juga dapat memunculkan ide – ide ataupun pengetahuan yang bermutu.
Proses eksternalisasi merupakan konversi pengetahuan dari tacit ke explicit, terwujud
melalui pewujudan pengetahuan kedalam bentuk dokumen yang merupakan bentuk
explicit dari pengetahuan saat proses sosialisasi. Pendokumentasian pengetahuan dapat
berupa pencatatan maupun pembuatan dokumen elektronik yang dapat disimpan dan
dipublikasikan bagi
komponen organisasi
yang membutuhkan informasi
atau
pengetahuan tersebut. Sedangkan proses kombinasi terjadi ketika konvensi dari explicit
ke explicit, sedangkan Internalisasi terbentuk melalui konversi explicit ke tacit.
Knowledge Sharing
Dalam proses konversi pengetahuan akan terjadi knowledge sharing, sehingga
terbentuk budaya organisasi saling berbagi pengetahuan diantara semua anggota
organisasi. Menurut Tobing, Paul, L, (2007) dalam (Kusumawijaya I. A., Knowlegde
Sharing Dalam Organisasi Berbasis Ilmu Pengetahuan, 2013) budaya knowledge sharing
dalam organisasi tergantung :
a.
Peranan pemimpin dalam merumuskan visi, keterlibatan langsung, pemberian
dukungan.
b.
Budaya organisasi yang memberikan iklim kepercayaan dan keterbukaan.
c.
Adanya kemauan dari pimpinan organisasi untuk mempromosikan knowledge
sharing dan kolaborasi.
d.
Penghargaan organisas atas knowledge, pembelajaran dan inovasi.
e.
Kemampuan struktur organsiasi untuk beradaptasi dan mengeksekusi proses
transformasi dan perubahan dengan efektif.
Knowlegde Sharing merupakan salah satu bagian dari knowlegde management
untuk memberikan kesempatan kepada anggota organisasi untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan, teknik, pengalaman, ide yang dimiliki oleh komponen organisasi lainnya
dalam rangka memajukan organisasi.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi proses sharing knowlegde dalam
organisasi tersebut. Ada enam faktor budaya organisasi yang mempengaruhi knowlegde
management, yaitu :
6
Faktor
Sistem Informasi
Deskripsi
Orang
Sistem informasi dan teknologi, membagi informasi,
pemetaan pengetahuan, komunikasi, arsip organisasi,
explicit, tacit knowlegde
Struktur organisasi, organisasi, infrastruktur organisasi,
fungsi, struktur sosial, ekologi sosial, sistem sosial, bisnis
perusahaan, kebijakan organisasi, tim, masyarakat
Sistem penghargaan, instentif, pengakuan, motivator,
bonus, pendanaan kinerja
Proses bisnis, operasi, program, prosedur, sistem
pendukung, proses pekerjaan, alur kerja
SDM, modal intelektual, strategi community based, humas
Kepemimpinan
Kepemimpinan dan manajerial
Struktur Organisasi
Sistem Rewards
Proses
(Holowetzky, 2001)
Knowledge Management Pada Pemerintahan
Dalam Laporan (TRP, 2016) menyebutkan bahwa dalam konteks pemerintahan
atau organisasi publik, perubahan yang terjadi di era globalisasi dan otonomi menjadi
tantangan dan tanggung jawab besar pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik.
Hal ini menuntut terciptanya organisasi pemerintah yang semakin cerdas dan mampu
melakukan berbagai inovasi. Manajemen pengetahuan (knowledge management) saat ini
tidak hanya dikenal dalam perusahaan swasta (private sector ), tetapi juga sudah dikenal
pada organisasi pemerintahan (public sector ). Setiadi, dkk (2011) mengungkapkan bahwa
penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) di organisasi pemerintahan
hampir sama dengan organisasi swasta. Perbedaannya, organisasi swasta tujuannya
adalah profit, sedangkan organisasi pemerintahan tujuan akhirnya adalah peningkatan
layanan publik. Sejumlah literatur menunjukkan bahwa organisasi pemerintahan telah
menginisiasi penerapan manajemen pengetahuan. Penerapan manajemen pengetahuan
(knowledge management) pada organisasi pemerintahan ditujukan untuk mempermudah
proses penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan berbagi-tukar pengetahuan
(knowledge sharing), menutup kesenjangan pengetahuan antara satu karyawan dengan
karyawan lainnya dan meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset
intelektual, pengetahuan dan pengalaman yang ada (Bappenas, 2011; Ningky, 2010).
Peningkatan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka
diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang
7
selaras dengan perubahan lingkungan akan bergantung pada kemampuan organisasi
dalam meyesuaikan diri terhadap lingkungan. Artinya suatu organisasi mampu menyusun
strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi.
Dalam sebuah organisasi dalam proses mencapai tujuan serta reformasi dalam rangka
peningkatan kemampuan aparatur harus diikuti oleh peningkatan kinerja. Jika kinerja
aparatur pemerintah baik dan maksimal maka tujuan organisasi akan tercapai dan
organisasi tersebut dapat dikatakan berhasil dalam menjalankan tugasnya. Kinerja
aparatur juga dapat menunjukkan kemampuan aparatur tersebut, aparatur yang
menciptakan dan mewujudkan kinerja aparatur yang baik maka setidaknya memiliki
kemampuan yang baik pula dan sebaliknya (Primasari,2018)
Pelayanan Publik
Sesuai dengan Paratuaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak sipil warga
negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan manajemen pelayanan
adalah penataan penyelenggaraan pelayanan secara efektif dan efesien guna mencapai
kinerja pelayanan yang optimal.
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public
Service sebagaimana didiskusikan diatas adalah bahwa pelayanan publik harus responsif
terhadap berbagai kepentingan dan nilai yang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan
negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan di antara warga negara dan kelompok
komunitas. Ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung dalam
pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu
berubah mengikuti perkembangan masyarakat. (Prasetyani, 2009)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Fungsi Knowlegde Management adalah untuk meningkatkan organisasi dalam
menggabungkan pengetahuan yang ada dalam suatu organisasi sehingga dapat
menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mengelola pengetahuan organisasi
8
tersebut guna memajukan dan mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini sharing
knowlegde merupakan salah satu bagian dari knowlegde management yang memegang
peran penting keberhasilan penerapan knowlegde management dalam suatu organisasi.
Inti dari hasil yang ingin diperoleh dari penerapan konsep knowlegde
management adalah meningkatkan kinerja anggota organisasi melalui penguasaan
pengetahuan oleh seluruh anggota organisasi, sehingga setiap anggota organisasi dapat
sinergi untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik untuk mencapai tujuan bersama.
Keberhasilan penerapan knowlegde sharing juga akan menjamin kedepan organisasi akan
tetap survive sepanjang masa.
Pada umumnya pegawai pada Pemerintah Daerah mengalami mobilitas yang
cukup tinggi antar instansi di daerah dengan tugas pokok dan fungsi yang beragam. Oleh
karena itu diperlukan kemampuan adaptasi yang tinggi oleh seorang pegawai untuk dapat
menjalankan tugas di tempat baru secepat mungkin. Kondisi ini mengakibatkan suatu
instansi sangat penting untuk mengelola sumber daya yang dimiliki agar mendukung
setiap pegawai (SDM) yang dimiliki dapat melaksanakan tugas dengan baik walaupun
pegawai yang bersangkutan baru masuk ke instansinya. Disinilah dapat dirasakan
pentingnya pengelolaan pengetahuan organisasi / knowlegde management untuk menjaga
organisasi tetap maju walau menghadapi berbagai situasi yang mempengaruhi kinerja
pencapaian tujuan organisasi.
Ditetapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Regormasi
Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen
Pengetahuan (Knowlegde Management) merupakan salah satu langkah pelaksanaan
reformasi di tubuh birokrasi dimana bagi Kementerian / Lembaga dan Pemerintah Daerah
didorong untuk mewujudkan organisasi yang efektif
instansi
pemerintah
harus siap
dan efisien. Untuk itu setiap
untuk memanfaatkan
kekayaan
pengetahuan
yang dimilikinya, termasuk belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lampau. Secara
umum hal itu diwujudkan dalam bentuk peraturan dan prosedur kerja dalam organisasi
masing-masing, serta rangkaian kegiatan untuk perubahan
dan
penyempurnaanya.
Kendala yang sering dihadapi adalah bahwa pengetahuan dan pengalaman dalam
organisasi sering kali tersebar dan, tidak terdokumentasikan dan bahkan mungkin masih
ada sebatas dalam pikiran masing-masing individu dalam organisasi.
Manajemen Pengetahuan atau knowledge management merupakan upayauntuk
meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya, berupa
pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya adalah untuk memanfaatkan aset
9
tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat
pencapaian tujuan dilaksanakannya reformasi birokrasi. Unit Pengelola Reformasi
Birokrasi
Nasional
UPRBN)
mengelola
forum
knowlegde
management
yang
dimanfaatkan sebagai knowlegde sharing yang berguna naik dalam perumusan kebijakan
reformasi birokrasi nasional maupun sebagai benchmarking bagi Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah. Sedangkan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam memberikan knowlegde sharing pengalaman
pelaksanaan reformasi birokrasi dalam forum knowlegde management. Oleh karena itu
pedoman yang disediakan oleh Kementerian PAN & RB memberikan gambaran
mengenai penerapan manajemen pengetahuan (knowlegde management). Walaupun
penerapan manajemen pengetahuan tidak menjadi aspek yang dinilai dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi, namun dapat membantu dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi dapat berjalan dengan baik.
Dalam (Amriani, 2014) beberapa tahapan dalam melaksanakan knowlegde
management pada pemerintah daerah dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Knowlegde Creation
Knowlegde Creation
atau penciptaan pengetahuan malalui proses konversi
pengetahuan (knowlegde conversion) yang terdiri dari empat bentuk yaitu Sosialisasi,
Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi.
1) Sosialisasi
Proses sosialisasi pada organisasi pemerintah daerah dilakukan melalui
pembicaraan informal seperti diskusi, tukar pendapat/pengalaman (best practice)
antar pegawai, observasi, komunikasi dengan stakeholders dan pengalaman
instansi lainnya. Proses sosialisasi juga didapatkan dari pegawai melalui
bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, training atau magang yang
kemudian membagi ilmu yang didapat kepada rekan kerja ataupun team work
dalam satu instansi. Dengan demikian, ilmu yang didapat dan ditransfer akan
menjadi pengetahuan bersama organisasi. Proses sosialisasi juga dapat diperolah
dalam rapat – rapat koordinasi, rapat rutin.
2) Eksternalisasi
Proses eksternalisasi merupakan konversi bentuk pengetahuan tacit ke explicit
melalui pendokumentasian sehingga pengetahuan yang semula berada sebagai
suatu pemikiran, ide, gagasan, pengalaman dapat diwujudkan dalam bentuk
dokumen (pengetahuan dalam bentuk eksplisit). Mewujudkan bentuk eksplisit
10
dari pengetahuan akan memerlukan tempat penyimpanan dan pemeliharaan dari
dokumen yang dihasilkan sehingga kedepan dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi pegawai yang baru masuk ke instansi ataupun juga pegawai yang bergeser
menggantikan prosisi rekan kerja secara internal dalam rangka penyegaran.
Bentuk eksplisit dari pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk dokumen
hardcopy maupun soft copy. Dengan kemajuan teknologi informasi bahkan
sebagian instansi telah mewujudkan bentuk eksplisit dari pengetahuan tersebut ke
dalam sistem yang terintegrasi sehingga dapat mempermudah pegawai yang akan
menuangkan pengetahuan tacit ke dalam pengetahuan explicit, serta memberi
kemudahan bagi pegawai yang membutuhkan pengetahuan dalam organisasi
untuk dipelajari. Kemudahan – kemudahan yang disediakan instansi / organisasi
ini tentu akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan peningkatan kinerja
organisasi.
3) Kombinasi
Proses kombinasi merupakan konversi pengetahuan explicit menjadi pengetahuan
explicit
dilakukan
melalui
penyusunan
sistem
knowlegde
management
berdasarkan topik, penerapan konsep misi dan operasionalisasi konsep dalam
fungsi manajemen. Secara kasat mata, proses kombinasi dapat dilakukan berupa
pertukaran dokumen yang menyangkut pengetahuan antar pegawai ataupun antar
instansi yang melakukan kerja sama pertukaran pengetahuan atau sharing
knowlegde. Pengetahuan yang sudah terdokumentasikan melalui proses
eksternaliasi kembali di-sharing atau dibagikan kepada rekan kerja lainnya untuk
saling bertukan informasi atau pengetahuan. Proses kombinasi juga dapat
dilakukan melalui media intranet, database organisasi dan internet untuk data
informasi yang sudah berbentuk soft file. Data yang telah tersimpan dalam sistem
seperti : data jumlah kunjungan wisatawan, data realisai PAD, data potensi
daerah, data demografi daerah dan data operasional lainnya maupun data
indikator dan target kinerja daerah disusun dan dimaksukan dalam sistem
database knowlegde management untuk mempermudah akses bagi semua
pegawai yang membutuhkan. Lebih dikembangkan lagi, dapat dibangun sistem
dengan fitur-fitur enterprise portal yang memiliki fungsi untuk pengkategorian
dan pencaraian informasi (taksonomi) serta content management yang memiliki
fungsi untuk mengolah data dan informasi instansi dengan baik terstruktur
11
(database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan dan notulen) dapat
mendukung proses kombinasi.
4) Internalisasi
Proses internalisasi merupakan konversi dari explicit ke tacit yang dilakukan
dengan cara memperoleh pengetahuan melaui media (dapat berupa internet,
media masa, media elektronik). Proses internalisasi merupakan bagian dari
knowlegde creation yang penting, karena pencarian pengetahuan dilakukan
melalui berbagai media untuk menambah pengetahuan. Semua dokumen, data
dan informasi serta pengetahuan yang terdokumentasikan dengan baik bisa
dibaca oleh pegawai lain, dapat meningkatkan pegawai yang membacanya
sehingga setiap pegawai dapat meningkatkan pengetahuan dengan lebih mudah
serta membandingkannya dengan pengetahuan yang didapatkan dari sumber /
media yang lainnya. Teknologi informasi yang berkembang telah mendukung
proses internalisasi yaitu dalam pencarian pengetahuan dan pengambilan
dokumen sebagai bentuk eksplisit pengetahuan. Content management disamping
mendukung bentuk kombinasi juga menjadi fasilitas yang dibutuhkan dalam
proses internalisasi. Proses ini dipicu oleh penerapan learning by doing.
b.
Knowlegde Sharing
Dalam kegiatan pemerintah daerah, knowlegde sharing dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu :
1) Dokumentasi hasil rapat, seminar, workshop, focus group discussion (FGD),
yang disebarluarkan kepada pegawai di instansi sebagai acuan / pedoman
pelaksnaan tugas – tugas instansi.
2) Melalui media komunikasi dan korespondensi instansi yang berlaku dalam
instansi, seperti nota dinas, group media sosial yang dibentuk dalam suatu
instansi (group whatsup, BBM, Massenger, dll) yang disesuaikan dengan kondisi
umum instansi. Model chat gorup biasanya lebih diminati karena antara satu
dengan yang lainnya dapat berlangsung interaktif walaupun sedang berada pada
tempat yang terpisah sehingga lebih efektif dan efesien dalam proses sharing
pengetahuan.
3) Menggunakan website instansi yang memuat pemberitaan, artikel ataupun
penulisan pengetahuan yang didapatkan dari luar untuk diketahui seluruh
pegawai
12
c.
Knowlegde Implementing
Adapun langkah – langkah dalam penerapan knowlegde management dapat dibagi
menjadi empat tahapan yaitu :
1) Tahan evaluasi infrastruktur
Terdiri dari kegiatan menganalisis infrastruktur yang tersedia dan menyesuaikan
dengan strategi bisnis.
2) Merancang knowlegde management sistem (KMS)
Merancang KMS meliputi : mendesain infrastruktur KMS, menilai pengetahuan
– pengetahuan yang ada, mendesain tim KMS, membuat cetak biru KM, dan
mengembangkan KMS serta merancang pengembangannya.
3) Tahap pengembangan
Tahap pengembangan meliputi : penyebaran Knowlegde Management, penerapan
metodologi KMS, mengelola dan menyusun perubahan, budaya dan reward
system.
4) Tahap evaluasi
Evalusi kinerja dan dampak KMS bagi organisasi bertujuan untuk dapat
melakukan perbaikan dan pengembangan KMS.
Gambar : Tahapan Penerapan Knowledge Management
Sumber : Amrit Tiwana (2002) (dimodifikasi)
13
Knowlegde Implementating pada Pemerintah Daerah
Aktivitas yang dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah dapat menyebabkan
beroperasinya organisasi pemerintahan. Prawirosentono (1999) menjelaskan dalam
(Primasari, 2018), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan/aparatur adalah
sebagai berikut :
a. Efektivitas dan efisiensi
Efektivitas dapat terwujud bila tujuan dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang
direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah biaya/beban yang
dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
b. Otoritas dan tanggung jawab
Dalam organisasi yang baik wewenang telah didelegasikan dengan baik tanpa adanya
tumpang tindih dan tugas. Kejelasan wewenang dan tanggungjawab setiap orang
dalam sebuah organisasi akan mendukung kinerja karyawan. Kinerja karyawan akan
dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan
ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. Begitu juga dengan organisasi
pemerintahan.
c. Disiplin
Disiplin meliputi ketaatan terhadap aturan dan berkaitan erat dengan sanksi yang
perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar.
d. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan seseuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Penilaian terhadap kinerja aparatur diperlukan untuk mengetahui dan melihat
kinerja aparatur. Bernardin dan Russel dalam (Sutrisno, 2010) menjelaskan, Enam kinerja
primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :
a. Quality
merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
tujuan yang diharapkan.
b. Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit dan siklus kegiatan
yang dilakukan.
14
c. Timeliness
Merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki,
dengan memperhatikan output serta waktu yang dibutuhkan oleh orang lain untuk
menyelesaikan kegiatan yang sama.
d. Cost efektiveness
Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumberdaya organisasi (manusia,
keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau
pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumberdaya.
e. Need for supervision
Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi
pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah
tindakan yang kurang diinginkan.
f. Interpersonal inpact
Merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan
kerjasama dengan rekan kerja dan bawahan.
Penerapan knowledge management pada organisasi sektor publik terdiri dari 4
(empat) tahap, yang terdiri dari secara keseluruhan 10 (sepuluh) langkah. Keempat tahap
knowledge management tersebut adalah (Tiwana, Amrit, 2000) dalam (Kusumawijaya I. ,
2015) :
Tahap I: Evaluasi Infrastruktur
Langkah 1. Analisis infrastruktur organisasi. Pada langkah awal diperlukan pemahaman
atas berbagai komponen yang ada pada strategi dan kerangka tekonologi
yang dipergunakan, dengan menganalisis dan menghitung komponen yang
telah siap di organisasi. Mengidentifikasi kesenjangan pada infrastruktur
yang ada, sehingga dapat ditetapkan dan dikembangkan secara akurat sistem
manajemen pengetahuan lebih lanjut.
Langkah 2. Menyesuaikan manajemen pengetahuan dan strategi bisnis. Pengetahuan
menjadi pedoman untuk merancang strategi, dan strategi memandu
implementasi manajemen pengetahuan. Tanpa ada kejelasan dalam
menterjemahkan keterkaitan antara manajemen pengetahuan dan strategi
bisnis, tidak akan tercipta hubungan antara rancangan sistem manajemen
pengetahuan dengan strategi organisasi untuk membangun keunggulan
bersaing jangka panjang.
Tahap II :
Analisis Sistem Manajemen Pengetahuan, Perancangan dan Pengembangan
15
Langkah 3.
Merancang manajemen pengetahuan dan mengintegrasikan infrastruktur
yang ada. Langkah untuk penyebaran manajemen pengetahuan, seharusnya
dipilih komponen infrastruktur terintegrasi pada rancang bangun sistem
manajemen pengetahuan. Pemilihan komponen infrastruktur sistem
manajemen pengetahuan sangat ditentukan oleh budaya dan norma kerja
organisasi.
Langkah 4. Mengaudit dan menganalisis pengetahuan yang ada. Aktivitas manajemen
pengetahuan dimulai dengan pengetahuan yang dimiliki organisasi. Analisis
dan audit pengetahuan diawali oleh pemahaman mengapa audit pengetahuan
dibutuhkan, selanjutnya mempekerjakan tim audit yang merepresentasikan
berbagai bagian di organisasi. Tim audit pengetahuan menilai aset
pengetahuan yang ada dalam organisasi untuk mengidentifikasi pengetahuan
organisasi.
Langkah 5. Merancang tim manajemen pengetahuan. Pada langkah ini yaitu merancang
tim
manajemen
pengetahuan
yang akan
merancang,
membangun,
mengimplementasikan dan menyebarkan sistem manajemen pengetahuan
organisasi. Merancang tim manajemen pengetahuan yang efektif dengan
mengidentifikasi stakeholder kunci baik dalam maupun di luar organisasi,
dan
mengidentifikasi
sumberdaya
individu
yang
kompeten
untuk
menyeimbangkan kebutuhan manajerial.
Langkah 6. Menciptakan cetak biru manajemen pengetahuan. Cetak biru sistem
manajemen pengetahuan terdiri dari sebuah rencana pembangunan dan
peningkatan sistem manajemen pengetahuan guna mengoptimalkan kinerja
organisasi melalui pengintegrasian kolaborasi platform internet organisasi.
Langkah 7. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan. Mengembangkan sistem
manajemen pengetahuan dengan membangun kolaborasi sistem dokumen
yang digunakan pada organisasi berbasis web yang mudah digunakan yang
dilandasi oleh rancang bangun komputer organisasi.
Tahap III : Penyebaran Sistem
Langkah 8. Penyebaran sistem dengan penelitian dan pengembangan Sistem manajemen
pengetahuan dengan skala besar harus mempertimbangkan kebutuhan
pengguna di organisasi. Walaupun tim manajemen pengetahuan lintas
fungsional organisasi membantu menangani beberapa kebutuhan pengguna.
16
Langkah 9. Manajemen perubahan, budaya, rancangan struktur reward dan pemilihan
CKO. Ada banyak asumsi salah bahwa nilai intrinsic inovasi seperti sistem
manajemen pengetahuan akan menciptakan adopsi yang dilakukan oleh
individu organisasi. Meningkatkan dukungan individu membutuhkan
integrasi proses bisnis organisasi dengan penggunaan sistem manajemen
pengetahuan dan struktur kompensasi yang dapat memotivasi individu
organisasi.
Tahap IV: Evaluasi
Langkah 10. Mengukur hasil manajemen pengetahuan, merencanakan pengukuran ROI
dan mengevaluasi sistem kinerja. Pengukuran Return on Knowledge
Investment (RoKI) seharusnya dihitung untuk dampak persaingan dan
keuangan dari manajemen pengetahuan organisasi, dengan melakukan
pemilihan pengukuran yang bisa dipercaya.
4. SIMPULAN
Knowlegde Management (KM) pada pemerintah daerah sangat dibutuhkan
mengingat sangat tingginya frekwensi mutasi antar intansi dalam Pemerintah Daerah
serta sumber daya manusia yang terbatas. Apabila knowlegde management pada
Pemerintah Daerah telah berjalan dengan baik, maka roda pemerintahan dan peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat akan tetap dapat ditingkatkan dalam berbagai
kondisi.
Pelaksanaan knowlegde management pada Pemerintah Daerah telah digariskan
dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management).
Pengembangan tahapan pelaksanaan knowlegde management dalam reformasi birokrasi
pada Pemerintah Daerah dilakukan dengan tahapan :
a.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap Kesatu :
1) Mengidentifikasi konteks
manajemen
pengetahuan dalam organisasi;
2) Mengidentifikasi praktekmanajemen
pengetahuan dalam organisasi;
3) Mengidentifikasi dan
analisis
melakukan
kepentingan;
4) Merumuskan strategi manajemen pengetahuan;
5) Mengembangkan strategi manajemen perubahan;
17
terhadap
para
pemangku
6) Mengembangkan strategi implementasi manajemen pengetahuan.
b.
Langkah – langkah yang harus dilakukan pada tahap Kedua :
1) Pembentukan kebiasaan;
2) Penyediaan payung regulasi;
3) Pemanfaatan teknologi;
4) Penyelarasan dengan strategi manajemen perubahan.
c.
Langkah – langkah yang harus dilakukan pada tahap Ketiga :
1) Mekanisme berkala untuk penyempurnaan dan pengembangan pengetahuan;
2) Pembangunan Community of Practices;
3) Terus menerus menyempurnakan Tata Kelola dan
strategi
manajemen
pengetahuan.
Dalam implementasi knowlegde management
pada Pemerintah Daerah tetap
menghindari bocornya pengetahuan tertentu keluar dari instansi pemerintahan yang
memilikinya. Hal ini disebabkan karena terdapat pengetahuan yang bersifat khusus
menyangkut ketentuan perundang – undangan yang mengatur data dan informasi yang
bersifat rahasia jabatan dan rahasia instansi. Untuk pengetahuan yang semacan ini akan
memerlukan integritas yang kuat bagi pegawai yang memiliki pengetahuan tersebut
agar tidak menimbulkan kerugian instansi, walaupun sudah keluar dari instansi yang
memiliki pengetahuan itu.
Perkembangan teknologi informasi sangat membantu pengembangan knowlegde
management
dalam suatu organisasi pemerintahan. Kemudahan dalam sistem
pengelolaan data dan iformasi, penyimpanan dan akses terhadap kebutuhan pengetahuan
dapat dikelola dalam satu sistem knowlegde management, salah satunya dapat berupa
database yang dapat diakses melalui situs website perangkat daerah. Teknik praktis
knowlegde sharing yang paling mudah dilakukan dan efesien dewasa ini, salah satunya
adalah penyebaran pengetahuan dan diskusi melalui group media sosial (seperti group
whatsapp, BBM, massenger, dll). Suatu komunitas pegawai membentuk satu group sesuai
dengan kebutuhan knowlegde sharing masing – masing pegawai.
Penerapan knowldegde management pada Pemerintah Daerah merupakan faktor
kunci untuk membentukproses pembelajaran terus menerus dalam organisasi, sehingga
tidak saja membentuk perilaku yang konsisten bagi setiap aparatur negara maupun dalam
memberikan pelayanan publik berkualitas yang konsisten,
tetapi
juga
membantu
Kementerian / Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kualitas kerja
18
organisasi bersangkutan. Kemampuan tersebut akan menjadi indikator suksesnya
suksesnya pelaksanaan reformasi birokrasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Amriani, T. N. (2014, Mei 14). Knowledge Management (KM) Dalam Organisasi Publik.
Dipetik April 8, 2018, dari http://www.bppk.depkeu.go.id/berita-makasar/19407knowledge-management-km-dalam-organisasi-publik
Astuti, P. K. (2012). Implementasi knowledge management pada usaha kecil menengah:
perspektif critical succes factor (csf). 113-119.
Dalkir, K. (2005). Knowledge Management in theory and Practice. USA: Elsevier
Butterworth–Heinemann .
Holowetzky, A. (2001). The relationship between knowledge management and organizational
culture: An examination of cultural factors that support the flow and management of
knowledge within an organization. Beaverton: University of Oregon Applied
Information Management Program.
https://id.wikipedia.org.
(t.thn.).
Dipetik
April
13,
2018,
dari
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Manajemen_pengetahuan&action=submit
Kusumawijaya, I. (2015). Upaya Meningkatkan Kinerja Organisasi Sektor Publik Berbasis
Knowlegde Management. Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (hal. 9-10). Semarang: Universitas 17 Agustus
Semarang.
Kusumawijaya, I. A. (2013). Knowlegde Sharing Dalam Organisasi Berbasis Ilmu
Pengetahuan. Sustainable Competitive Advantage (SCA).
Kusumawijaya, I. A. (2017). Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan. Sustainable
Competitive Advantage (SCA).
Ningky, M. (2001). Proses Penciptaan Pengetahuan di Perusahaan. Seminar Ikatan
Pustakawan Indonesia , (hal. 14 hal). Jakarta.
Nonaka, I. a. (1995). The Knowledge Creating Company: How Japanese Companies Create
the Dynamics of Innovation. Oxforrd: Oxford University Press.
Prasetyani, N. (2009). Analisis Kinerja Pelayanan Publik Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kebupaten Demak. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Primasari, S. D. (2018). Knowledge Management sebagai Bentuk Reformasi Birokrasi Dalam
Rangka Meningkatkan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah. Dipetik April 09, 2018,
dari:http://www.sumbarprov.go.id/images/1448811591-(1)%20Dr.%20Andin%20NP,
%20S.IP,%20M.Si.pdf
Sutrisno, E. (2010). Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana Preada Media Group.
20
TRP, D. (2016). Kajian Internalisasi Manajemen Pengetahuan Dalam Penyusunan Kebijakan
Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Jakarta: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan,
Kementerian PPN/Bappenas.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan
(Knowledge Management).
Paratuaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik.
21