KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG TALAS SATOIMO HASIL FERMENTASI TERKENDALI DENGAN L. plantarum DAN S. cerevisiae (The characterization of Satoimo taro flour produced by controlled fermentation using L. plantarum and S. cerevisiae)

  Purwokerto

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

  

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL

TEPUNG TALAS SATOIMO HASIL FERMENTASI TERKENDALI

DENGAN L. plantarum DAN S. cerevisiae

(The characterization of Satoimo taro flour produced by controlled

fermentation using L. plantarum and S. cerevisiae)

  

Oleh

1)* 2)3) 2)3) 3) Santi Dwi Astuti , Nuri Andarwulan , Dedi Fardiaz , Eko Hari Purnomo 1)

  

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto

2)

  

Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)

Center, Institut Pertanian Bogor, Bogor

3)

  

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor, Bogor

  • *E-mail : santi_tpunsud@yahoo.com

    ABSTRAK

  Sebagai sumber karbohidrat non-beras, talas Satoimo memiliki nilai ekonomi dan fungsional yang tinggi. Penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan fungsional tepung talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali menggunakan kultur mikroba murni. Waktu fermentasi yang dilakukan yaitu 12, 24, 36, dan 48 jam. Kultur mikroba yang 6 6 digunakan yaitu L.plantarum (1x10 CFU/ml); S.cerevisiae (1x10 CFU/ml), dan campuran 6 L.plantarum dan S.cerevisiae (masing-masing 1x10 CFU/ml). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar 27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12 jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink. Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif (kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya sebagai ingredien pangan.

  Kata kunci : tepung talas Satoimo, L.plantarum, S.cerevisiae, amilosa, viskositas ABSTRACT As non-rice carbohydrate sources, Satoimo taro has a high economic and functional value.

  

The objective of this research was to modify the physicochemical and functional properties of taro

flour as food ingredient that produced by controlled fermentation using pure microbial cultures.

The fermentation time conducted were 12, 24, 36, and 48 h. The microbial cultures used were L

6

6

plantarum (1x10 CFU/ml); S. cerevisiae (1x10 CFU/ml), and mixture of L. plantarum and S.

6

cerevisiae (1x10 CFU/ml, respectively). The results showed that the increase of lactic acid

bacteria (LABs) and yeasts up to 48 h of fermentation mainly using mixture of L. plantarum and S.

cerevisiae resulted increase in amylose content; peak, breakdown, final viscosity; and cohesiveness

  Purwokerto

(27.26, 29.70, 51.76, dan 27.56%, respectively); while stickiness decrease (28,83%). Fermentation

using mixture of L. plantarum and S. cerevisiae for 48 h produced flour with highest final viscosity

and it is potential to be used as filler on products processed with low temperature such as ice

cream. Fermentation using Lactobacillus plantarum for 12 h produced flour with lowest

breakdown viscosity and it is potential to be used as a filler on products processed with high

temperature such as jelly drink. The controlled fermentation in Satoimo flour production is able to

reduce stickiness and increase cohesiveness so that making it easier to apply as food ingredient.

  

Keywords : Satoimo taro flour, L.plantarum, S.cerevisiae, physicochemical and functional

properties, food ingredient PENDAHULUAN

  Talas merupakan pangan sumber karbohidrat yang kaya serat pangan (5.19-8.24%) dan mineral, terutama kalium (3057.15-4276.04 mg/100g), magnesium (313.7-415.07 mg/100g), kalsium (132.43-190.93 mg/100g), dan fosfor (44.39-72.21 mg/100g) (Perez et al., 2007; Njoku dan Ohia, 2007). Talas Satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum) yang dikenal dengan nama talas Jepang atau Bithek saat ini telah dibudidayakan secara luas di wilayah Sulawesi, Jawa Timur, dan Jawa Barat dengan produktivitas tanaman mencapai 30-40 ton/hektar. Sebagian besar talas Satoimo di ekspor ke Jepang dalam bentuk talas segar yang dibekukan dan selebihnya diolah menjadi tepung dan produk lain seperti yoghurt dan jus. Talas Satoimo memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan sejak dahulu telah dikonsumsi oleh masyarakat Jepang sebagai bagian dari pangan konsumsi harian. Talas Satoimo dipercaya sebagai pangan yang berkhasiat sebagai anti aging (anti penuaan dini) karena mengandung senyawa hyaluronic acid. Bentuk talas Satoimo berupa umbi majemuk dengan bentuk, bobot, dan diameter yang kecil dan bervariasi serta memiliki kadar serat dan gula yang tinggi.

  Secara umum, tepung talas dibuat dengan cara pengupasan kulit, pengecilan ukuran dimensi umbi, perendaman, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Selama perendaman, akan terjadi proses fermentasi yang melibatkan peran mikroba. Penambahan kultur mikroba (fermentasi terkendali) membutuhkan waktu yang lebih pendek dibanding fermentasi spontan dan dapat menghasilkan produk dengan sifat fisikokimia dan fungsional yang diinginkan sebagai ingredien pangan. Fermentasi oat dengan Lactobacillus spp. menghasilkan tepung dengan kadar amilosa dan kekuatan gel tinggi hanya dalam waktu 12 jam (Wan et al., 2011). Fermentasi jagung dengan

  

Lactobacillus spp . meningkatkan kapasitas pengikatan air, kelarutan, dan daya pengembangan

  (swelling power) tepung (Zeng et al., 2012). Selama fermentasi, mikroba-mikroba memproduksi enzim-enzim hidrolisis yang mengubah senyawa dengan berat molekul tinggi menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih kecil. L. plantarum dan Candida krusei pada fermentasi jagung mampu menghasilkan enzim amilase dan lipase (Omemu et al., 2007). Fermentasi singkong

  Purwokerto

  dengan L. plantarum dan L. Fermentum mampu menghasilkan enzim α-amylase dan β- glucoamilase (Kostinek et al., 2007).

  Penggunaan tepung dari umbi sebagai ingredien pangan memiliki keuntungan dilihat dari kelengkapan zat gizi makro dan mikro dibandingkan pati dari umbi (Richana dan Sunarti 2004). Hingga saat ini, kajian tentang pembuatan dan karakterisasi tepung talas Satoimo masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan fungsional tepung talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali menggunakan kultur mikroba murni. Teknologi pembuatan tepung talas Satoimo sebagai ingredien pangan, produk yang dihasilkan dan karakteristiknya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri hilir berbasis talas Satoimo.

  METODOLOGI Bahan Bahan utama yang digunakan adalah umbi talas Satoimo dengan umur panen 6 bulan

dengan bobot 95±15,92g, panjang 5,57±0,57cm, dan diameter 4,77±0,45cm yang diperoleh

dari perkebunan PT. Agrolawu Internasional Magetan Jawa Timur. Kultur L. plantarum

dan S. cerevisiae diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan IPB.

  Pembuatan Tepung Talas dengan Fermentasi Terkendali Umbi talas segar dikupas kulitnya dengan alat pengupas kulit umbi (Armfield,

  

England ). Setelah dicuci, umbi diiris tipis (2 mm) dengan mesin pengiris umbi

(Alexanderwerk, Germany). Selanjutnya, 1,5 kg irisan umbi dicuci dengan 4,5L air minum

dalam kemasan (AMDK). Setelah ditiriskan, irisan umbi direndam dalam 4,5L larutan

asam sitrat 0,25% yang dibuat dengan melarutkan 11,25 g asam sitrat (PT. Brataco

Chemica, Bogor) dalam 4,5L AMDK selama 1 jam. Fermentor (Volume 7 L) yang

digunakan untuk merendam irisan umbi terbuat dari stainless steel dan terdiri dari dua

tabung. Tabung luar tak berperforasi dan tabung dalam yang berperforasi. Kultur murni

(L. plantarum, S. cerevisiae, dan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae masing-masing

  6

pada konsentrasi 10x10 CFU/ml) dilarutkan secara homogen ke dalam 4,5L AMDK.

  

Selanjutnya, irisan umbi dituangkan ke dalam air dan pastikan seluruh bahan terendam air

(sub merge fermentation). Irisan umbi direndam selama 12, 24, 36, dan 48 jam. Setelah

ditiriskan, irisan umbi dikeringkan dengan pengering kabinet (Masch. Bau u.

o

  

Verfahrenstechnik, D-6700 Ludwigshafen, Germany ) suhu 60 C hingga kering patah (4-6

  Purwokerto

jam). Irisan umbi kering digiling dengan mesin penggiling disk mill (PD. Karya Mitra

Usaha, Bogor). Tepung yang dihasilkan ditimbang dan diayak dengan ayakan 100 mesh

o

  

(model 66CMS, DE PVT.LTD, England), lalu disimpan pada suhu 5 C (Refrigerator

Sanyo-SRD167SB) untuk keperluan analisis lebih lanjut.

  Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial

dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Apabila hasil analisis ragam berbeda nyata, maka akan

dilanjutkan dengan uji Duncan’s (DMRT) menggunakan program MS Exceldan SPSS

  V.20. Analisis Sifat Fisikokimia Tepung Talas Analisis terdiri dari gula pereduksi Metode Nelson Somogyi, gula total dan pati

Metode Anthrone (Sudarmadji et al. 1997 dalam Kustyawati et al. 2013); amilosa

(Apriantono et al. 1989 dalam Kustyawati et al. 2013), proksimat (AOAC 1995) : air

(Metode 935.29), serat kasar (Metode 991.43), lemak (Metode 922.06), abu metode

gravimetri (Metode 940.26), protein metode Kjehdahl (Metode 920.152), pH dengan pH

meter digital Milwaukee yang telah dikaliberasi dengan buffer pH 4, 7, dan 10; rendemen

(Rahmawati 2013), densitas kamba (Narayana dan Narasinga 1984 dalam Adebowale dan

Maliki 2011), kapasitas penyerapan air (Kadan et al. 2003 dalam Rahmawati 2013); daya

pembengkakan (swelling power) (Adebowale dan Maliki 2011), sifat adonan tepung talas

menggunakan Rapid Visco Analyzer TecMaster Newport Scientific Pty Limited Australia-

RVA standar 2 (Syamsir et al. 2011); tekstur gel tepung talas dengan ukuran diameter 3 cm

dan tinggi 3 cm menggunakan Texture analizer TAXT-2 (modifikasi Rahmawati et al.,

2013), jumlah bakteri asam laktat (BAL), kapang, dan khamir dari campuran air rendaman

(5 ml) dan irisan umbi (5 g) di akhir fermentasi (Nago et al., 1998 dalam Rahmawati

2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  

Karakteristik mikroba selama fermentasi

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah BAL akan meningkat dari 0 hingga 24 jam fermentasi. Jumlah BAL tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan L. Plantarum. Peningkatan jumlah BAL tertinggi terjadi pada 0 hingga 12 jam fermentasi khususnya pada talas yang difermentasi dengan S. cerevisiae yaitu dari 3.43 log CFU/ml menjadi 6.7 log CFU/ml. Jumlah khamir tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan campuran L. Plantarum dan Purwokerto

S. cerevisiae . Jumlah khamir meningkat dari 0 hingga 12 jam fermentasi pada talas yang

  difermentasi dengan L. Plantarum. Pada talas yang difermentasi dengan S. cerevisiae dan campuran L. Plantarum dan S. cerevisiae, jumlah khamir meningkat dari 0 hingga 24 jam fermentasi. Peningkatan jumlah khamir tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan S.

  

cerevisiae pada 0 hingga 12 jam fermentasi yaitu dari 3.39 log CFU/ml menjadi 5.70 log CFU/ml.

  Dari hasil ini, nampak adanya efek simbiotik antara BAL dan khamir seperti yang telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya. Omemu et al. (2007) menyatakan bahwa keberadaan khamir seperti S.

  

cerevisiae mampu meningkatkan pertumbuhan L. Plantarum pada fermentasi jagung. Ali and

  Mustafa (2009) menambahkan BAL memberikan kondisi asam bagi pertumbuhan khamir, khamir menyediakan vitamin dan faktor pertumbuhan lain seperti asam amino bagi pertumbuhan BAL. Populasi mikroba selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.

  Peningkatan jumlah mikroba selama fermentasi telah dilaporkan pula pada beberapa penelitian terdahulu. Kustyawati et al. (2013) menyatakan bahwa jumlah S. cerevisiae meningkat dari 6.85 log CFU/ml menjadi 7.63 CFU/ml pada pembuatan tapioka melalui fermentasi selama 48 jam dengan penambahan S. cerevisiae yang bersumber dari inokulum komersial (Fermipan). Pada fermentasi singkong dengan L. plantarum dan S. cerevisiae nampak bahwa L. Plantarum meningkat hingga 24 jam fermentasi sedangkan S. cerevisiae meningkat hingga 60 jam fermentasi (Gunawan et al., 2015).

  Tabel 1. Populasi mikroba selama fermentasi Mikroba Jenis kultur Waktu fermentasi 0 j 12 j 24 j 36 j 48 j BAL L. plantarum (L) 6,79±0,08 7,43±0,09 8,18±0,09 8,08±0,15 8,00±0,14

  S. cerevisiae C) 4,56±0,12 6,70±0,11 7,95±0,20 7,90±0,17 7,70±0,19 L + C 6,20±0,16 6,92±0,14 8,08±0,19 8,00±0,13 7,90±0,16

  Khamir L. plantarum (L) 2,90±0,10 4,34±0,09 4,20±0,08 4,32±0,07 4,38±0,12 S. cerevisiae C) 3,48±0,08 5,70±0,13 5,90±0,12 5,70±0,14 5,65±0,10 L + C 4,90±0,14 5,78±0,10 6,08±0,15 5,90±0,16 5,78±0,15

  

Sifat kimia tepung talas terfermentasi

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi (dari 0 hingga 48 jam) secara nyata (P<0.05) menyebabkan peningkatan kadar amilosa hingga 22.51%; sedangkan pati, gula total, gula pereduksi, protein, lemak, abu, dan serat kasar menurun hingga 12.08, 28.72, 58.23, 8.04, 63.69, 19.01, dan 7.03%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sobowale

  

et al. (2007) yang menyatakan bahwa fermentasi singkong selama 96 jam dengan L. plantarum

  menyebabkan peningkatan kadar amilosa hingga 6.57%, sedangkan pati, gula, protein, lemak, serat kasar, dan abu, menurun masing-masing hingga 8.56, 11.71, 23.64, 31.43, 48.19, dan 58.02%. Nilai rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Nilai rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada waktu yang berbeda Variabel Waktu fermentasi Purwokerto

  0 j 12 j 24 j 36 j 48 j f g h i j Pati (%bk) 65.91±0.92 63.66±0.66 60.85±0.29 60.01±0.55 57.95±1.11 j i h g f Amilosa (%bk) 7.23±0.10 7.77±0.10 8.22±0.3 8.69±0.14 9.33±0.50 Gula total a b c d e

  25.77±3.24 23.54±4.15 21.14±4.64 20.43±4.52 18.37±4.72 (%bk) Gula reduksi a b c d e

  4.07±0.35 3.37±0.66 2.98±0.64 2.07±0.63 1.70±0.65 (%bk) a a a a a Protein (%bk) 9.58±0.03 9.4±0.09 9.21±0.04 8.99±0.15 8.81±0.18 a c e h i Lemak (%bk) 1.57±0.04 1.23±0.19 0.90±0.20 0.68±0.10 0.57±0.07 a b b c d Abu (%bk) 6.26±0.23 5.94±0.12 5.85±0.17 5.66±0.15 5.07±0.15 Serat kasar a b c d e

  15.21±2.17 14.95±1.99 14.72±2.01 14.57±2.06 14.14±1.77 (%bk) Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada p=0.05

  Penambahan inokulum berpengaruh sangat nyata terhadap kadar amilosa dan gula total seperti nampak pada Gambar 2. Dengan bertambahnya waktu fermentasi penggunaan campuran L.

  

Plantarum dan S. cerevisiae (M) menyebabkan peningkatan kadar amilosa dan penurunan kadar

gula total yang paling besar. Peningkatan kadar amilosa selama 48 jam fermentasi dengan L.

Plantarum (L), S. cerevisiae (C), dan campuran L. Plantarum dan S. cerevisiae (M) secara berturut-

  turut yaitu sebesar 17.47, 22.01, dan 27.26%; sedangkan penurunan kadar gula total-nya sebesar 23.59, 27.28, dan 35.27%. Perubahan parameter kimia yang terjadi disebabkan karena aktivitas enzim yang dihasilkan BAL dan khamir. BAL dapat menghasilkan enzim β-glukoamilase yang mampu memecah ikatan percabangan amilopektin menghasilkan amilosa rantai lurus dan glukosa. BAL dan khamir mampu menghasilkan enzim α-amilase yang memecah ikatan glikosidik pati secara acak menghasilkan molekul-molekul sakarida yang lebih sederhana Khamir juga mampu memproduksi amilase ekstrakselular yang dapat secara langsung menghidrolisis pati menjadi glukosa yang dimanfaatkan oleh seluruh populasi mikroba untuk pertumbuhannya (Kostinek et al., 2007; Omemu et al., 2007).Peningkatan kadar amilosa juga dipengaruhi oleh derajat keasaman air + rendaman. pH yang rendah menyebabkan terputusnya rantai percabangan amilopektin. Asam (ion H ) mam pu menembus granula pati (difusi), memutus ikatan α-1,4- atau α-1,6- glikosidik untuk menghasilkan senyawa karbokationik, dan sekaligus berikatan dengan molekul air dalam granula pati (Chung et al. 2009).

  Purwokerto

  Gambar 1. Perubahan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni yang berbeda : (a) amilosa; (b) gula total Perubahan sifat kimia selama fermentasi sangat ditentukan oleh kondisi proses seperti ukuran irisan umbi, rasio umbi : air saat perendaman, penambahan kultur mikroba, dan metode pemisahan umbi dan air rendaman setelah fermentasi. Oke and Bolarinwa (2012) menyatakan bahwa fermentasi spontan irisan talas (berukuran 2-2,5 cm) jenis Colocasia esculenta var.

  

esculenta selama 48 jam meningkatkan kadar amilosa 4.94% (dari 55.08% menjadi 55.26%);

sedangkan gula menurun 27.5% (dari 2.4% menjadi 1.74%). Fermentasi tepung oat dengan L.

Plantarum selama 20 jam dengan rasio tepung : air = 1 : 2 yang dilanjutkan dengan pengeringan

  menggunakan freeze drier menunjukkan adanya peningkatan amilosa dari 9% menjadi 9.8% (Wan

  

et al., 2011). Fermentasi irisan singkong dengan ketebalan 0.3 cm pada rasio umbi : air = 1 : 1.5

  yang diikuti dengan penyaringan air pada kondisi vakum (setelah fermentasi) menunjukkan penurunan kadar pati dari 69.4% menjadi 55.4% untuk fermentasi dengan L. plantarum; dan dari 79.41% menjadi 71.03% untuk fermentasi dengan S. cerevisiae (Gunawan et al., 2015).

  

Sifat fisik tepung talas

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi (dari 0 hingga 48 jam) secara nyata (P < 0,05) menyebabkan peningkatan kapasitas pengikatan air (10,00%) dan daya pembengkakan (11.25%); sedangkan rendemen dan densitas kamba menurun (masing-masing sebesar 12.75 dan 10.64%). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fermentasi jagung dan talas menyebabkan penurunan rendemen, peningkatan kapasitas penyerapan air, kelarutan, dan daya pembengkakan tepung (Zeng et al. 2012; Rachmawati et al 2013). Peningkatan kapasitas penyerapan air dan daya pembengkakan sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi berhubungan dengan peningkatan kadar amilosanya (Wan et al. 2011; Oke dan Bolarinwa 2012). Selain itu, peningkatan daya pembengkakan juga disebabkan karena melemahnya ikatan hidrogen intermolekuler dalam granula pati (ikatan antar amilosa pada daerah kristalen maupun ikatan antara amilosa di daerah kristalen dengan amilopektin di daerah amorf) sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi, sehingga saat tepung terhidrasi dengan air dan dipanaskan, energi kinetik air yang tinggi menyebabkan tingginya ikatan air dengan granula pati (Zhu et al. 2010; Yuan et al. 2008). Nilai rataan karakteristik fisik tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni dapat dilihat pada Tabel 3. Purwokerto

  Tabel 3. Nilai rataan karakteristik fisik tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada waktu yang berbeda Variabel Waktu fermentasi 0 j 12 j 24 j 36 j 48 j d d d d e

  Rendemen (%bk) 14.74±0.02 14.49±0.09 14.25±0.21 14.07±0.22 12.86±0.18 Densitas kamba (g a b d f g

  0.94±0.00 0.92±0.01 0.89±0.01 0.86±0.02 0.84±0.02 bk/ml) e d c b a KPA (ml/g bk)* 2.7±0.06 2.78±0.11 2.86±0.13 2.93±0.12 2.97±0.10 h gh fg f e DP (ml/g bk)** 8.8±0.1 8.99±0.07 9.2±0.15 9.38±0.19 9.79±0.19

  Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada p=0.05

  • : Kapasitas penyerapan air; ** : Daya pembengkakan

  

Sifat fungsional tepung talas

  Karakteristik fungsional adalah sifat bahan yang dikaitkan dengan kesesuaian penggunaannya sebagai ingredien pangan sehubungan dengan karakteristik fisikokimia yang dimiliki bahan tersebut (Chen 2003). Salah satu sifat fungsional tepung adalah profil pasting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi menyebabkan peningkatan secara nyata (P < 0,05) suhu dan waktu pasting, viskositas puncak, breakdown viscosity, dan viskositas akhir seperti nampak pada Tabel 4. Peningkatan suhu dan waktu pasting sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi (hingga 48 jam) disebabkan peningkatan kadar amilosa-nya. Molekul air membutuhkan suhu yang tinggi dan waktu yang lebih lama untuk menembus dan berikatan dengan gugus hidroksil pada struktur heliks rantai amilosa (Singh et al. 2009). Nilai rataan karakteristik pasting tepung talas Satoimo yang difermentasi dengan kultur mikroba murni pada waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

  Penambahan kultur mikroba yang berbeda berpengaruh signifikan (P < 0.05) pada

  

breakdown viscosity dan viskositas akhir. Breakdown viscosity menunjukkan kestabilan pasta pati

  terhadap pemanasan. Viskositas akhir menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan dan menandai ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan (Kusnandar 2010). Penggunaan campuran L.

  

Plantarum dan S. cerevisiae (M) pada fermentasi hingga 48 jam menyebabkan peningkatan

  tertinggi pada breakdown viscosity dan viskositas akhir selama 48 jam fermentasi yaitu sebesar 51.76%, 27.56% . Profil pasting (breakdown viscosity dan viskositas akhir) tepung talas Satoimo pada waktu fermentasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2. Fermentasi dengan campuran L. dan S. cerevisiae pada talas Satoimo menghasilkan peningkatan tertinggi pada

  Plantarum

  viskositas puncak, breakdown viscosity, dan viskositas akhir tepung khususnya pada 0 hingga 12 jam fermentasi, yaitu masing-masing sebesar 204 cP, 25 cP. 396 cP. Viskositas akhir dihubungkan dengan kemampuan molekul amilosa untuk retrogradasi, yaitu kemampuan molekul amilosa untuk

  Purwokerto

  berikatan kembali (re-asosiasi) dengan molekul amilosa yang lain (interaksi intramolekuler) atau dengan molekul amilopektin (interaksi intermolekuler) didaerah kristalen yang lebih kokoh (Tong

  

et al. 2014; Winger et al. 2014). Penambahan waktu fermentasi akan menghasilkan peningkatan

  amilosa yang tinggi pada tepung talas Satoimo. Peningkatan amilosa berkorelasi dengan peningkatan retrogradasi yang ditandai dengan tingginya nilai viskositas akhir (Rahmiati et al. 2016).

  Tabel 4. Nilai rataan karakteristik pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada waktu yang berbeda Variabel Waktu fermentasi 0 j 12 j 24 j 36 j 48 j

  Waktu gelatinisasi (menit)

  11.17±0.17 e 11.17±0.17 e 11.42±0.11 d 11.66±0.07 c 11.83±0.04 b Suhu gelatinisasi ( o

  C) 87.64±0.09 e 87.64±0.09 e 87.81±0.00 d 88.19±0.03 c 88.27±0.08 b

  Viskositas puncak (cP)

  803±6 j 803±6 j 949±66 i 1069±64 h 1215±47 g

  Breakdown viscosity

  (cP) 28±3 j 28±3 j 41±13 i 59±18 h 76±12 g

  Viskositas akhir (cP)

  1163±3 j 1163±3 j 1435±145 i 1736±128 h 1878±58 g Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada p=0.05

  Gambar 2. Perubahan karakteristik pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni yang berbeda : (a) breakdown viscosity; (b) viskositas akhir

  Purwokerto

  Gambar 3. Profil pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi selama 24 jam dengan variasi jenis kultur mikroba murni yaitu L. Plantarum (L24), S. cerevisiae (C24), dan campuran L.

  

Plantarum dan S. cerevisiae (M24)

  Tepung yang difermentasi dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae selama 12 jam dapat dikelompokkan sebagai tipe C dimana tepung mengalami pengembangan yang terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan breakdown viscosity (Gambar 3) sehingga berpotensi sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi (Winger et

  

al. 2014). Rekomendasi pemanfaatan tepung berdasarkan sifat fisikokimia dan fungsionalnya

  pernah diberikan pada penelitian sebelumnya. Richana dan Sunarti (2004) merekomendasikan tepung umbi sebagai bahan baku produk bakery seperti cake atau rerotian lainnya karena memiliki profil viskositas puncak yang rendah dan protein yang tinggi. Rios et al. (2016) merekomendasikan pati talas Satoimo sebagai bahan pengisi pada produk salad dressing, olahan daging, dan produk panggang.

  

Karakteristik Tekstur Gel Tepung Talas Terfermentasi

  Gel tepung talas dianalisis dengan texture analyzer yang meliputi analisis terhadap kekuatan gel dan profil teksturnya yang terdiri dari kekerasan (hardness), elastisitas (springiness), kohesifitas (cohesiveness), dan kelengketan (stickiness). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi akan menurunkan kekerasan, dan kelengketan sedangkan kohesifitasnya meningkat. Fermentasi hingga 48 jam mengubah kekerasan, elastisitas, kohesifitas, dan kelengketan masing-masing hingga sebesar 27,34 gF, 0,02, 0,05, dan 15,93 gF. Nilai rataan Purwokerto

  karakteristik tekstur gel tepung talas Satoimo yang difermentasi pada waktu yang berbeda dengan kultur mikroba murni dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tepung talas yang dihidrasi dengan air lalu dipanaskan akan tergelatinisasi dan membentuk pasta. Bila pasta didinginkan akan membentuk gel. Karakteristik gel tepung talas sangat ditentukan oleh kadar patinya. Pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin merupakan komponen yang paling berperan dalam pembentukan gel. Makin tinggi kadar pati maka kekerasan gel akan semakin tinggi karena akan semakin banyak granula pati yang teretrogradasi saat pasta didinginkan membentuk gel yang kokoh. Dalam penelitian ini, penurunan kekerasan gel diduga disebabkan karena penurunan kadar pati selama fermentasi. Fermentasi dengan metode terendam (sub merge

  

fermentation ) menyebabkan longgarnya struktur granula pati baik di daerah amorf ataupun

  kristalin. Longgarnya struktur granula pati ini menyebabkan interaksi intramolekuler pati (antar amilosa atau antara amilosa dan amilopektin) melemah dan interaksi intermolekuler pati (antara amilosa atau amilopektin dengan air) menguat yang ditandai dengan peningkatan kapasitas penyerapan air dan daya pembengkakan. Tingginya kapasitas air dan daya pembengkakan menunjukkan tingginya jumlah air yang dapat diikat oleh granula pati. Gel yang mengandung air dalam jumlah besar akan berkurang tingkat kekerasannya seperti yang terjadi pada penelitian ini dan sejalan dengan yang dinyatakan oleh Yuan et al. (2008).

  Tabel 5. Nilai rataan karakteristik tekstur gel tepung talas Satoimo yang difermentasi pada waktu yang berbeda dengan kultur mikroba murni Variabel Waktu fermentasi 0 j 12 j 24 j 36 j 48 j f fg gh i j

  Kekerasan (gF) 82,80±6,62 76,74±3,93 72,38±4,97 65,64±5,48 55,46±3,02 ab ab bc bc c Elastisitas 0,97±0,00 0,97±0,00 0,96±0,00 0,96±0,00 0,95±0,00 c bc ab ab a Kohesifitas 0,65±0,00 0,66±0,01 0,67±0,01 0,68±0,00 0,70±0,01 f g gh i ij Kelengketan (gF) 55,01±0,41 51,85±0,63 49,78±1,13 41,95±1,40 39,08±1,31

  Peningkatan kohesifitas dan Penurunan kelengketan dihubungkan dengan peningkatan kadar amilosa. Amilosa yang berupa rantai lurus dengan struktur kristalin mampu mengikat air dalam jumlah yang besar dan membentuk gel yang kohesif (kenyal) saat didinginkan. Peningkatan amilosa menyebabkan penurunan rasio amilosa : amilopektin pati dan lebih lanjut menyebabkan penurunan kelengketan karena amilopektin berkontribusi pada sifat kelengketan bahan berpati (Yousif et al., 2012). Sejalan dengan kenaikan kadar amilosa, talas yang difermentasi dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae juga menunjukkan peningkatan kohesifitas dan penurunan kelengketan yang tertinggi. Tepung yang memiliki sifat gel yang kohesif akan memberikan tekstur yang kenyal pada produk pangan dan sifat yang kurang adesif (kurang lengket) akan membantu terbentuknya adonan yang homogen saat pengolahan. Sehingga memudahkan aplikasinya pada produk pangan. Perubahan Purwokerto

  Gambar 4. Perubahan tekstur tepung talas Satoimo yang difermentasi dengan kultur murni yang berbeda : (a) kohesifitas; (b) kelengketan

  KESIMPULAN

  Peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar 27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12 jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink. Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif (kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya sebagai ingredien pangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas pendanaan yang diberikan pada penelitian ini melalui Hibah Penelitian Disertasi Doktor 2017

DAFTAR PUSTAKA

  Adebowale OJ, Maliki K. 2011. Effect of fermentation period on the chemical composition and functional properties of Pigeon pea (Cajanus cajan) seed flour. International Food Research

  Journal 18 (4) : 1329-1333.

  Ali, A. A. and Mustafa, M. 2009. Use of Starter Cultures of Lactic Acid Bacteria and Yeast in the Preparation of Kisra, a Sudanese Fermented Food. Journal of Nutrition, Pakistan 8 (9) : 1349-1353.

  Purwokerto

  AOAC. 1995. Official methods of analysis : Determination of moisture content (Method 935.29), crude fiber content (Method 991.43), crude fat content (Method 922.06), ash content (Method 940.26); crude protein content (Method 920.152). Washington DC: Association of Official Analytical Chemist.

  Chen, Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet PotatoStarches and Their Application in Noodle Products. Netherland : The Netherland Wageningen University, PhD thesis. Chung, H.J., Liu, Q., and Hoover, R. 2009. Impact of annealing and heat moisture treatment on rapidly digestible, slowly digestible and resistant starch level in native and gelatinezed corn, pea, and lentil starches. Carbohydrate Polymers 75 : 436-447. Gunawan, S., Widjaja, T., Zullaikah, S., Ernawati, L., Istianah, N., Aparamarta, H.W., and

  Prasetyoko, D. 2015. Effect of fermenting cassava with Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cerevisiae, and Rhyzopus oryzae on the chemical composition of their flour. International Food Research Journal 22(3):1280-1287. Kostinek, M., Specht, I., Edward, V.A., Pinto, C., Egounlety, M., Sossa, C., Mbugua, S., Dortu, C., Thonarte, P., Taljaard, L., Mengu, M., Franza, C.M.A.P., and Holzapfel, W.H. 2007.

  Characterization and Biochemical Properties of Predominant Lactic Acid Bacteria from Fermenting Cassava for Selection as Starter Cultures. International Journal of Food Microbiology 114 : 342-351. st

  Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro (Food Chemistry : Macro Component). 1 ed. Jakarta : Dian Rakyat. Kustyawati, M.E., Sari, M., and Haryati T. 2013. Effect of fermentation using Saccharomyces cerevisiae on the biochemical properties tapioca. AGRITECH Vol. 3 (3) : 281-287. Njoku, P.C. and Ohia, C.C. 2007. Spectrophometric Estimation Studies of Mineral Nutrient in Three Cocoyam Cultivars. Pakistan Journal Nutrition 6 (6) : 616-619. Oke, M.O. and Bolarinwa, I.F. 2012. Effect of Fermentation on Physicochemical Properties and

  Oxalate Content of Cocoyam (Colocasia esculenta) Flour. ISRN Agronomy (1) : 1-4. DOI: 10.5402/2012/978709. Omemu, A.M., Oyewole, O.B., and Bankole, M.O. 2007. Significance of Yeasts in The Fermentation of Maize for Ogi Production. Food Microbiology 24 : 571-576. Perez, E.E., Gutierrez, M.E., De Delahaye, E.P., Tovar, J., and Lares, M. 2007. Production and

  Characterization of Xanthosoma sagittifolium and Colocasia esculenta Flours. Journal of Food Science 72 : 367-372. Rahmawati. 2013. Isolation and identification of indigenous microorganism and its application in fermented corn and characterization of physicochemical properties of the flour. Bogor,

  Indonesia : Bogor Agricultural University, PhD Thesis Rahmawati, Dewanti-Hariyadi, R., Hariyadi, P., Fardiaz, D., and Richana, N. 2013. Isolation and identification of microorganism during spontaneous fermentation of maize. Journal of Food

  Technology and Industry 24 : 38-44. Rahmiati, T.M., Purwanto, Y.A., Budijanto, S., and Khumaida, N. 2016. Physicochemical properties of cassava flour (Manihot esculenta Crantz) of 10 breeding genotipes.

  AGRITECH Vol. 36 (4) : 459-466. DOI: http://dx.doi.org/10.22146/agritech.16771. Richana, N. and Sunarti, T.C. 2004. Karakterisasi Sifat Kimia Tepung Umbi dan Tepung Pati Umbi

  Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili (The characterization of starch and flour of Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa and Gembili Tubers). Jurnal Pascapanen 1 (1) : 29-39. Rios, K.R., Mondragon, E.G., Campos, M.S., Jimenez, M.R., Luna, J.L., Martinez, I.L., and

  Ancona, D.B. 2016. Physicochemical and Nutritional Characterization of Starch Isolated Purwokerto from Colocasia antiquorum Cultivated in Oaxaca, Mexico. Journal of Chemistry Vol 2016.

  Article ID 6721418 : 1-7. Hindawi Publ. Cor Singh J, Kaur L, McCarthy OJ. 2007. Factors influenching the physico-chemical, morphological, thermal, and rheological properties of some chemically modified starches for food appllications-a review. Food Hydrocolloids, 21 : 1- 22. Sobowale, A.O., Olurin, T.O., and Oyewole, O.B. 2007. Effect of lactic acid bacteria starter culture fermentation of cassava on chemical and sensory characteristics of fufu flour. African

  Journal of Biotechnology Vol. 6 (16) : 1954-1958.http://www.academicjournals.org/AJB. Syamsir, E., Hariyadi, P., Fardiaz, D., Andarwulan, N., and Kusnandar, F. 2011. Characterization of tapioca from five varieties (Manihot utilisima Crantz) from Lampung. Jurnal Agrotek

  5(1): 95-105. Tong, C., Yaling, C., Fufu, T., Feifei, X., Yan, H., Hao, C., and Jinsong, B. 2014. Genetic diversity of amylose content and RVA pasting parameter in 20 rice accessions grown in

  Hainan, Cina. Food Chem. 161: 239-245. Wan, J., Huang, W., Zhong, J., Huang, L., Patricia, R.D., and Liu, B. 2011. Effects of LAB Fermentation on Physical Properties of Oat Flour and Its Suitability for Noodle Making.

  Cereal Chemistry 88 (2) : 153-158. Winger, M., Khouryieh, H., Aramouni, F., and Herald, T.J. 2014. Sorghum flour characterization and evaluation in gluten-free flour tortilla. Journal of Food Quality 37(2): 95-106.

  Yousif NMK, Huch M, Schuster T, Sung Co G, Dirar HA. 2010. Diversity of Lactic Acid Bacteria from Hussuwa, a Traditional African Fermented Sorghum Food. J Food Microbiol. 27 : 757- 768. Yuan, M.L., Lu, Z.H., Cheng, Y.Q., and Li, T.L. 2008. Effect of spontaneous fermentation on the physical properties of corn starch and rheological characteristics of corn starch noodle.

  Journal of Food Engineering 85 :12-17. Zaidul, I.S.M., Yamauchi, H., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., and Noda, T. 2007.

  Correlation between the compositional and pasting properties of various potato starches. Journal of Food Chemistry 105: 164-172.

  Zeng, J., Gao, H., Li, G., Zhao, X. 2012. Characteristic of Corn Flour Fermented by Some Lactobacillus Species. China Academic Journal, El Publ House : 312-315.