PENGARUH FREKUENSI PENYADAPAN SEMEN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA PADA AYAM SENTUL

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

PENGARUH FREKUENSI PENYADAPAN SEMEN

TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA

PADA AYAM SENTUL*

  

Oleh

Dadang M Saleh, Sigit Mugiyono, dan Moch. Mufti

Fak. Peternakan Unsoed, Purwokerto

email : dadangmsdr@yahoo.com

ABSTRAK

  Suatu penelitian telah dilakukan untuk mempelajari pengaru Frekuensi Panyadapan Semen terhadap Kualitas Spermatozoa pada Ayam Sentul. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL). Sebagai perlakuan adalah frekuensi penyadapan semen (F) yang terdiri atas : F 1 = setiap tiga hari sekali, F 2 = Setiap enam hari sekali, danF 3 = Setiap sembilan hari sekali. Setiap unit percobaan diisi 3 ekor ayam jantan umur 24 minggu dan diulang delapan kali sehingga melibatkan 72 ekor ayam yang dipelihara selama 6 minggu. Peubah yang diamati adalah kualitas spermatozoa meliputi volume semen, konsentrasi, motilitas, viabilitas, abnormalitas, dan gerak masa spermatozoa.Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dilanjutkan Uji Beda Nyata Jujur. Analisis statistik menunjukkan bahwa frekuensi penyadapan semen berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap seluruh peubah yang diamati kecuali terhadap konsentrasi dan viabilitas spermatozoa (P<0,05). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi penyadapan semen setiap enam hari sekali menghasilkan kualitas spermatozoa yang terbaik.

  Kata kunci : Ayam Sentul, frekuensi penyadapan, kualitas, spermatozoa ABSTRACT

  A study was conducted to study the spermatozoaquality of Sentul chicken. The research

method used was experiment with a completely randomized design (CRD), as a treatment was

a variety of Sentul chicken consisting of 5 treatments: Abu Sentul Chicken = S ; Batu Sentul

  1 Chicken = S 2 ; Debu Sentul Chicken= S 3 ; Emas Sentul Chicken = S 4 ; and Geni Sentul Chicken = S

5. Each experimental unit consisted of 3 rooster chickens with age 30 weeks, with 5

  

replication, thus involving 75rooster chickens reared untill 6 weeks. Variables measured were

spermatozoa quality included semen volume, concentration, motility, and abnormality of

spermatozoa. Data were analyzed with analysis of variance. Statistical analysis showed that

Sentul Chicken influenced unreal (P> 0,05) to all observed variables. The results of this study

can be concluded that quality of spermatozoa Sentul Chicken are relatively the same.

  Key word : Sentul Chicken, quality, spermatozoa

  PENDAHULUAN

  Keberadaan ayam di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua bagaian, yaitu ayam ras import dan ayam ras lokal atau ayam lokal. Ayam lokal Indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pemenuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Ayam lokal ini pada umumnya dipelihara secara semi intensif atau ekstensif di pedesaan. Bagi golongan masyarakat tertentu, daging ayam lokal tersebut memiliki cita rasa yang sangat spesifik dan tidak tergantikan oleh daging ayam ras yang harganya lebih murah.

  Nataamijaya (2000) menyatakan terdapat 31 rumpun ayam lokal Indonesia yang mempunyai ciri khas diantaranya: ayam Pelung, ayam Sentul, ayam Nunukan, ayam Sedayu, ayam Sentul, ayam Gaok dan lainnya. Salah satu jenis unggas lokal yang potensinya cukup besar adalah ayam Sentul. Ayam Sentul adalah ayam lokal yang berkembang di Kabupaten Ciamis, dan merupakan salah satu sumber daya genetik asli serta telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan Jawa Barat. Keunggulan Ayam Sentul diantaranya adalah pertumbuhan yang relatif cepat dan produksi telur yang tinggi dibandingkan dengan ayam lokal yang lain. Dengan adanya keunggulan tersebut memungkinkan Ayam Sentul dapat digunakan sebagai komoditas industri kerakyatan atau untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi ayam lokal unggul. Pengembangan Ayam Sentul sangat penting untuk menggali potensi, mengingat populasinya yang semakin berkurang, dan merupakan plasma nutfah ayam lokal Indonesia. Penampilan fisik Ayam Sentul mirip dengan ayam bangkok atau ayam aduan, bulu berwarna abu-abu dengan sedikit warna merah keemasan, namun sekarang banyak dipeliharan sebagai penghasil telur dan daging.

  Berdasarkan warna bulunya, ayam Sentul dapat digolongkan menjadi 5 macam jenis ayam Sentul di antaranya ayam Sentul Geni, Sentul Batu, Sentul Kelabu, Sentul Debu, dan Sentul Emas (Purnama, 2005). Ayam Sentul mempunyai sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan Ayam Kampung, karena pertumbuhan yang relatif cepat serta produksi telur yang tinggi (Kurnia, 2011).

  Keunggulan Ayam Sentul diantaranya adalah pertumbuhan yang relatif cepat dan produksi telur yang tinggi dibandingkan dengan ayam lokal yang lain (Mugiyono et al., 2013; 2014; 2015). Dengan adanya keunggulan tersebut memungkinkan ayam Sentul dapat digunakan sebagai komoditas industri kerakyatan atau untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi ayam lokal unggul. Pengembangan ayam Sentul sangat penting untuk menggali potensi, mengingat populasinya dan kualitas genetik yang semakin berkurang / menurun , dan merupakan plasma nutfah ayam lokal Indonesia.

  Populasi dan kualitas genetik Ayam Sentul yang semakin berkurang dan hanya dikembangkan di Kabupaten Ciamis. Hal tersebut disebabkan karena jumlah permintaan melebihi ketersediaan dan ayam bibit yang berkualitas yang dijual karena harganya yang tinggi. Saat ini diperkirakan populasinya hanya sekitar 2.800 sampai 3.000 ekor dan populasinya cenderung menurun karena permintaan daging ayam yang sangat tinggi sehingga persediaan terbatas. Sebagian besar permintaan Ayam Sentul untuk produksi daging adalah ayam muda (periode pertumbuhan) khususnya ayam jantan. Kondisi tersebut berakibat pada ketersediaan ayam jantan untuk digunakan sebagai pejantan. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dicari solusi bagaimana memanfaatkan ayam jantan untuk perkembangbiakan dan sekaligus meningkatkan efisiensi pejantan dan juga diharapkan dapat meningkatkan populasi dan mutu genetik ayam Sentul, salah satunya dengan inseminasi buatan (IB).

  Model pelaksanaan IB pada ayam Sentul belum banyak dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dikaji bagaimana pelaksanaan IB yang sesuai pada ayam Sentul, yang meliputi model IB dengan semen segar berdasarkan konsentrasi spermatozoa dan frekuensi pelaksanaan IB.

METODE PENELITIAN

  Materi yang digunakan dalam penelitian adalah ayam sentul jantan umur 24 minggu sebanyak 75 ekor. Pakan yang digunakan dalam penelitian yaitu pakan campuran ayam petelur periode produksi terdiri atas, dedak, jagung, konsentrat dengan perbandingan 3 : 4 : 3 dan memiliki kandungan protein 17,2%, kandungan energi 2.750 kkal/kg. Bahan yang digunakan yaitu kapur, sekam padi, bahan fumigasi kandang, kapas, alkohol, larutan Eosin dan larutan Natrium Klorida. Alat yang digunakan adalah kandang batere dengan ukuran panjang 46 cm, lebar 45,5 cm, dan tinggi 46 cm, timbangan digital, peralatan kandang, termos, penampung sperma, pipet tetes, tissue, counter check, becker glass, mikroskop elektrik, object glass dan cover glass.

  Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode experimen. Penelitian dilaksanakan di Kelompok Ternak Ayam Sentul (KTAS) Gemah Ripah Desa Sukajadi Kecamatan Sadananya Kabupaten Ciamis, Laboratorium Fisiologi TerapanFakultas Peternakan,dan Laboratorium Riset, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Peubah yang diukur adalah kualitas spermatozoa yang meliputi volume semen, konsentrasi, motilitas, viabilitas, abnormalitas, dan gerak masa spermatozoa. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai perlakuan adalah frekuensi penyadapan semen (F) yang terdiri atas : F 1 = setiap tiga hari sekali, F 2 = Setiap enam hari sekali, dan F 3 = Setiap sembilan hari sekali. Setiap unit percobaan diisi 3 ekor ayam jantan umur 24 minggu dan diulang delapan kali sehingga melibatkan 72 ekor ayam yang dipelihara selama 6 minggu. Satu ekor ayam dilakukan pengambilan semen sebanyak 3 kali, dengan frekuensi pengambilan 7 hari sekali. Data penelitian yang diperoleh ditabulasikan, kemudian dianalisis menggunakan analisis variansi dilanjutkan Uji Beda Nyata Jujur dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kualitas spermatozoa yang meliputi volume 9 semen (ml), konsentrasi (10 ekor/ml), motilitas (%), viabilitas (%), abnormalitas (%), dan gerak masa spermatozoa (Tabel 1).

  

Tabel 1. Kualitas Spermatozoa Ayam Kedu

Frekuensi Penyadapan Semen Peubah Tiga Hari Enam Hari Sembilan Rataan Sekali Sekali Hari Sekali a a a

  Volume Semen (ml) 0,45 ± 0,11 0,51 ± 0,20 0,53 ± 0,13 0,50 ± 0,15 a ab b Konsentrasi Spermatozoa 2,67 ± 0,56 3,09 ± 0,61 4,27 ± 0,81 3,34 ± 0,79 9 (10 ekor/ml) a a a Motilitas Spermatozoa (%) 87,70 ± 1,51 88,13 ± 2,89 88,34 ± 1,78 88,05 ± 2,07 a b b Viabilitas Spermatozoa (%) 84,51 ± 1,05 87,63 ± 1,20 88,83 ± 1,05 86,99 ±2,14 a a a Abnormalitas Spermatozoa (%) 9,41 ± 0,97 9,26 ± 1,30 9,50 ± 1,10 9,39 ± 1,08

  • Gerak MasaSpermatozoa +++ +++ +++ 1.

  Volume semen Data volume semen pada ayam sentul yang ditampung (disadap) setiap tiga, enam dan sembilan sembilan hari hampir sama berkisar 0,30 - 0,90 ml. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi penyadapan semen berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap volume semen.. Walaupun demikian pada interval penampungan yang semakin lama menunjukkan peningkatan jumlah volume semen. Hasil yang hampir serupa diperoleh pada ayam leghorn yang telah dilakukan oleh McDaniel dan Sexton (1977), frekuensi koleksi satu kali dalam sehari dan enam hari sekali, volume semen yang dihasilkan hampir sama. Hasil penelitian ini juga hampir sama/ mendukung hasil penelitian yang dilakukan Parker (2006) yang menunjukkan bahwa peningkatan frekuensi (memperpendek masa waktu/interval) penampungan semen mengurangi volume ejakulasi. Penjelasan mengenai tidak berbedanya volume semen yang dihasilkan dari frekuensi penyadapan 3, enam dan sembilan sangat dimungkinkan waktu istirahat tiga hari ayam jantan sudah cukup untuk memproduksi semen kembali secara normal.

2. Konsentrasi.

  Data konsentrasi spermatozoa pada ayam sentul yang ditampung (disadap) setiap tiga, enam dan sembilan sembilan hari hampir sama berkisar 1,65 - 4,30 milyar ekor per ml (lampiran 3). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi penyadapan semen berpengaruh nyata (P<,0,05) terhadap konsentrasi spermatozoa. Dari hasil uji beda nyata jujur diketahui bahwa konsentrasi spermatozoa yang ditampung setiap tiga hari menghasilkan angka yang paling rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi yang ditampung setiap enam hari (2,66 milyar vs 3,09 milyar, P>0,05), dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan konsentrasi ayam yang ditampung setiap sembilan hari (2,66 milyar vs 4,28 milyar, P<0,05), sedangkan koleksi setiap enam hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan koleksi setiap sembilan hari (3,09 dan 4,28 milyar, P>0,05),

  Konsentrasi spermatozoa semakin tinggi sesuai dengan bertambahnya interval waktu pengoleksian, bubungan antara interval penyadapan dengan konsentrasi spermatozoa Y = 0,270x + 2 1,723 dengan R = 0,9317. Hubungan antara interval penyadapan dengan konsentrasi spermatozoa tersaji pada gambar 1.

  Hasil ini hampir sama dengan data konsentrasi spermatozoa pada ayam broiler hasil penelitian Riaz et al (2004) yang menunjukkan semakin lama interval pengoleksian semen maka semakin tinggi tingkat konsentrasinya. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Parker (2006) yang menyatakan semakin sering ayam jantan dikoleksi semakin berkurang konsentrasinya, semakin lama periode waktu koleksi maka semakin tinggi nilai konsentrasinya. Untuk menjelaskan hal tersebut dimungkinkan proses spermatogenesis terus berjalan setiap hari dan semakin bertambah sejalan dengan waktu lamanya pengoleksian, sedangkan cairan transparan yang diproduksi relatif tetap (seperti tertera pada Tabel 1 untuk data volume semen pada setiap frekuensi pengoleksian tidak berbeda nyata, relatif sama).

  Gambar 1. Hubungan Frekuensi Penyadapan Semen dengan Konsentrasi Spermatozoa Ayam Sentul

3. Viability

  Data viabilitas spermatozoa pada ayam sentul yang ditampung (disadap) setiap tiga, enam dan sembilan sembilan hari hampir sama berkisar 83,3 - 91,70% (lampiran 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi penyadapan semen berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap viabilitas spermatozoa. Data viabilitas semen ayam sentul seperti tertera pada Tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi setiap tiga hari menghasilkan viabilitas yang paling rendah 87,7% bila dibandingkan dengan kedua frekuensi penyadapan semen enam dan sembilan hari (87,5; 88,13 dan 88,34%, P>0,05). Frekuensi enam dan sembilan hari menghasilkan angka viabilitas yang hampir sama. Hasil tersebut mendukung penelitian Donoghue et al (1995) pada ternak kalkun yang menghasilkan angka viabilitas berkisar dari 85

  • – 89 persen. Pada penelitian tersebut nampak semakin sering dikoleksi maka angka viabilitas semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena dipengaruhi lamanya penyimpanan di dalam vas deferens. Secara hipotesis, penuaan spermatozoa menyebabkan spermatozoa yang progresif kehilangan integritas membrannya akibat peroxidasi yang terjadi di dalam saluran reproduksi.

  Viabilitas spermatozoa semakin tinggi sesuai dengan bertambahnya interval waktu pengoleksian, bubungan antara interval penyadapan dengan konsentrasi spermatozoa Y = 0,719x + 2 82,675 dengan R = 0,9385. Hubungan antara interval penyadapan dengan konsentrasi spermatozoa tersaji pada gambar 2.

  Gambar 2. Hubungan Frekuensi (interval) Penyadapan Semen dengan Viabilitas Spermatozoa Ayam Sentul

  4. Motilitas.

  Data Motilitas spermatozoa pada ayam sentul yang ditampung (disadap) setiap tiga, enam dan sembilan sembilan hari hampir sama berkisar 82,80 - 90,20%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi penyadapan semen berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap motilitas spermatozoa.

  Motilitas spermatozoa ayam sentul pada setiap koleksi umumnya digunakan untuk mengukur kemampuan membuahi. Pada penelitian ini frekuensi penampungan setiap tiga, enam dan sembilan hari juga hampir sama. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, Mugiyono et al (2015) yang menyatakan rataan motilitas spermatozoa ayam sentul sekitar 76 persen. Dari hasil ini memperlihatkan bahwa qualitas khususnya motilitas spermatozoa berbagai ayam sentul yang dipelihara di kelompok ternak di Kabupaten Ciamis baik, memenuhi syarat untuk Inseminasi Buatan.

  Ada beberapa faktor mempengaruhi motilitas spermatozoa al : dari dalam dan dari luar yang mempengaruhi motilitas spermatozoa (Hafez and Hafez, 2000). Selenium berperan dalam mempertahankan integritas struktur dan fungsi penggerak spermatozoa (Segerson et al., 1981). Berbagai macam kontaminan mikroba seperti ureaplasma dapat menurunkan motilitas dan juga menurunkan morphologi spermatozoa. Temperatur lingkungan, cold shock, tekanan aspirasi tinggi, penyimpanan, semuanya ini cenderung menurunkan motilitas spermatozoa (Hafez and Hafez, 2000).

  5. Abnormalitas spermatozoa.

  Abnormalitas spermatozoa pada ayam sentul yang ditampung (disadap) setiap tiga, enam dan sembilan sembilan hari hampir sama berkisar 7,80 - 12,00%%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi penyadapan semen berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap abnormalitas spermatozoa. Frekuensi tidak mempengaruhi Abnormalitas spermatozoa ini sependapat dengan hasil penelitian Mugiyono et al (2015) yang menyatakan bahwa rataan spermatozoa ayam sentul 6,51 persen. Menurut Ezike (2010) abnormalitas spermatozoa ada dua, yaitu primer dan sekunder. Primer abnormalitas terjadi di dalam testis, selama proses spermatogenesis, seperti misalnya ukuran kepala kecil, besar, jumlahnya dua dll, sedangkan abnormalitas sekunder ditandai dengan putusnya kepala, badan dan atau ekor.Penyebab kerusakan initerjadi diluar spermatogenesis, biasanya sewaktu pemrosesan semen (Hafez and Hafez, 2000). Kriteria yang biasa dipakai untuk menilai kualitas semen yang baik, yang layak untuk digunakan perkawinan/ IB yaitu abnormalitas spermatozoa tidak lebih dari 20 persen (Bearden et al., 2004).

  Spermatozoon normal terdiri dari satu kepala dan satu bagian ekor yang dibagi menjadi bagian pangkal,tengah dan ujung. Setiap ejakulat semen akan mengandung spermatoza abnormal secara morfologi. Kisaran perkiraan 8-10 % tidak mempengaruhi daya tunas (Bearden and Fuquay, 2004). Jika akumulasi total spermatozoa abnormal melebihi 25 persen dari total ejakulat, maka daya tunas sangat menurun. Abnormalitas morfologi spermatozoa dpat diklasifikasikan kepala abnormal (abnormalitas primer), Cytoplasmic droplet (abnormalitas sekunder) dan ekor abnormal (abnormalitas tersier). (Bearden et al. 2004). Lingkungan penyebab stres dan tingginya frekuensi ejakulasi telah berdampak meningkatkan spermatozoa abnormaol dalam suatu ejakulat (Hafez and Hafez, 2000; Bearden et al., 2004). Dari semua tipi abnormal morfologi, pertama nampak dan terakhir menghilang yaitu cytoplasmic droplet. Cytoplasmic droplet pada ekor sperma ejakulat menunjukkan bahwa proses pendewasaan tidak sempurna. Bagaimanapun, alasan penuaan spermatozoa mengakibatkan integritas membran hilang akibat perixidasi di dalam vas deferens (Noirault dan Brillard, 1995).

6. Gerak massa Spermatozoa.

  Gerak massa biasa dipakai dalam penilaian kualitas semen. Hal ini sangat tergantung dari konsentrasi spermatozoa hidup di dalamnya. Gerak massa biasanya diberi nilai + sampai +++ untuk yang paling baik. Hasil dari ketiga perlakuan frekuensi penampungan semen tiga, enam dan sembilan hari menunjukkan nilai gerak massa yang sama. Tidak adanya pengaruh dari frekuensi penampungan semen terhadap gerak massa ini menunjukkan bahwa spermatozoa yang dihasilkan / diproduksi di tubulus seminiferous di dalam testis ini dengan waktu koleksi semen minimal tiga hari sangat cukup untuk untuk diproduksi.

  Hasil pengukuran kualitas semen tersebut, konsentrasi, motilitas, viabilitas semuanya baik. Jadi penilaian gerak massa ini dapat dipakai acuan untuk mengukur kualitas semen secara cepat, khusus nya untuk keperluan IB dilapangan (Hafez and Hafez, 2004; Bearden et al., 2004).

  KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil yang telah dicapai dapat disimpulkan bahwa Frekuensi penyadapan semen yang dilakukan setiap enam hari sekali menghasilkan kualitas spermatozoa yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

  Bearden, H. J., and J. W. Fuquay. 2004. Applied Animals Reproduction.Second Edition. Resto Publishing Company Inc. Prentice Hall Company Reston. Bearden, J.J, J.W. Fuquay, and S.T. Willard 2004. Applied Animal Reproduction 6th ed. Mississippi State University. 183-196. Donoghue, A.M. dan G.J. Wishart. 2000. Storage of Poultry Semen. Animal Reproduction Science. 62:213-32. Ezike JC., 2010. Effect of Ejaculation Frequency and Management Conditions on Semen Quality,

  Fertility and Hatchability of Local Turkeys in the Humid Tropics.. Master of Science Degree in Animal Reproductive Physiology. University of Nigeria. Kurnia, Y. 2011. Morfometrik Ayam Sentul, Kampung dan Kedu pada Fase Pertumbuhan dari Umur 1-12 Minggu. Skripsi. Program Alih Jenis Departemen Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  Parker, H. M,. And C.D. McDaniel. 2006. The Immediate Impact of Semen Diluent and Rate of Dilution on The Sperm Quality Index, ATP Utilization, Gas Exchange and Ionic Balance of Broiler Breeder Sperm. International Journal of Poultry Science (85):106-116.

  Hafez, B and ESE. Hafez., 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th ed.. Lippincott McDaniel G. R., and T. J. Sexton. 1977. Frequency of Semen Collection in Relation to Semen Volume, Sperm Concentration and Fertility in the Chicken. Poultry Science 56:1989-1993, 1977. Mugiyono S., D.M. Saleh, and Sukardi. 20015. Reproductive Performance of Various Breeds of Sentul Chicken. Jurnal Animal Production. Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.

  Mugiyono, S., D. M. Saleh, dan Sukardi. 2013. Kinerja Produksi dan Reproduksi Berbagai Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis. Laporan Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Mugiyono, S., D. M. Saleh, dan Sukardi. 2014. Kinerja Produksi Berbagai Ayam Sentul. Laporan Penelitian . Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Nataamijaya. 2000. The native of chicken of Indonesia Buletin Plasma Nutfah No. vol 6. No. 1. Badan Litbang Pertanian. Noirault J., and J.P. Brillard. 1999. Effect of Frequency of Semen Collection on Quantitative and Qualitative Characteristics of Semen in Turkey Breeder Males. Poultry Science 78:1034-1039. Purnama, A. H. I. 2005. Resistensi Ayam Lokal Jawa Barat: Ayam Sentul. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Puslitbang Peternakan. Riaz A., M. Aleem, A. Ijaz, M.A. Saeed, and A. Latif. 2004. Effect of Collection on Semen Quality of Broiler Breeder. British Poultry Science, V 45 (6):823-827. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993.Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik .Penerjemah Bambang, S. EdisiKedua.Gramedia, Jakarta.