S JKR 1005562 Chapter 2

(1)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Hakikat Pendidikan Jasmani a. Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam mencapai tujuan pendidikan. Mengenai hal ini menurut

Mahendra (2008:15) menjelaskan bahwa “Pendidikan jasmani adalah proses

pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga untuk mencapai

tujuan pendidikan.” Lebih lanjut menurut Abduljabar (2008:27) menjelaskan

bahwa pendidikan jasmani adalah “Proses pendidikan yang memiliki tujuan untuk

mengembangkan penampilan manusia melalui media aktivitas jasmani yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan.”

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa pendidikan jasmani merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai tujuan pendidikan.

Meskipun pendidikan jasmani itu merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan olahraga, namun tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan Jasmani bukan hanya aspek fisik, tapi bersifat pedagogis proporsional. Artinya nilai-nilai pendidikan yang terkait dengan aspek intelektual, moral, sikap, keterampilan fisik dan kebugaran jasmani, serta estetika dikembangkan secara selaras, seimbang dan serasi.

b. Tujuan Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan sebuah pendidikan yang sangat unik karena menekankan pada tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendidikan jasmani meliputi ketiga aspek tersebut tidak halnya seperti mata


(2)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pelajaran lain yang hanya menekankan pada aspek kognitif dan afektif. Psikomotor disinilah peran penting pendidikan jasmani di dalamnya, melibatkan berbagai unsur gerak. Dengan demikian abduljabar (2009:7) menyatakan bahwa

“pendidikan jasmani memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar (gross motorik), memusatkan diri pada gerak fisik dalam permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh manusia.”

Pendidikan Jasmani mempunyai tujuan yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembanagan siswa. Seperti yang dijelaskan oleh Samsudin (2008:3) tujuan pendidikan jasmani adalah sebagai berikut:

a. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.

b. Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial, dan toleransi.

c. Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui tugas pembelajaran pendidikan jasmani.

d. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani. e. Mengembangkan ketrampilan gerak dan ketrampilan teknik.

f. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat.

g. Mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain.

h. Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat. i. Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat

rekreatif.

Sedangkan menurut Mahendra (2009:10) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan jasmani adalah:

a. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.


(3)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani.

c. Mendapatkan dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.

d. Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.

e. Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.

f. Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.

Salah satu prinsip penting dalam Pendidikan Jasmani adalah partisipasi siswa secara penuh dan merata. Oleh karena itu guru Pendidikan Jasmani harus memperhatikan kepentingan setiap siswa. Siswa didorong untuk mendapatkan pengalaman belajar berupa pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam memulai pelajaran, guru mempersiapkan siswa dengan merangsang minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam mempersiapkan siswa, seorang guru harus menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan pelajaran sebelumnya dan aktivitas saat ini atau yang akan datang.

c. Fungsi Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani menurut fungsinya memiliki beberapa aspek, seperti yang diungkapkan oleh http://pojokpenjas.blogspot.com/2007/12, sebagai berikut:

1. Aspek organik

a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan

b. Meningkatkan kekuatan yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot


(4)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Meningkatkan daya tahan yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama

d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu relatif lama

e. Meningkatkan fleksibelitas, yaitu; rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.

2. Aspek neuromuskuler

a. meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot

b. mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti; berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap/mencongklang, bergulir, dan menarik

c. mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti; mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok

d. mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti; memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli

e. mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti; ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan

f. mengembangkan keterampilan olahraga, seperti; sepak bola, soft ball, bola voli, bola basket, baseball, atletik, tenis, beladiri dan lain sebagainya

g. mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti, menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnya.

3. Aspek perseptual

a. mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat

b. mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di: depan, belakang, bawah, sebelah kanan atau sebelah kiri dari dirinya


(5)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu; kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki

d. mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu; kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis

e. mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu; konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau menendang f. mengembangkan lateralitas (laterality), yaitu; kemampuan membedakan

antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri

g. mengembangkan image tubuh (body image), yaitu kesadaran bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang.

4. Aspek kognitif

a. mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan

b. meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika c. mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat

dalam aktivitas yang terorganisasi

d. meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani

e. menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya

f. meningkatkan pemahaman tentang memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.

5. Aspek sosial

a. menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada

b. mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok


(6)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok

e. mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat

f. mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat g. mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif

h. belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif

i. mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik. 6. Aspek emosional

a. mengembangkan respon yang sehat terhadap aktivitas jasmani b. mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton

c. melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat

d. memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan

d. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani

Dalam perkembangannya pendidikan jasmani memiliki ruang lingkup pengajaran, hal ini dikemukakan oleh Damiri (1994:3), sebagai berikut:

Mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan meliputi: (1) pengembangan kemampuan fisik, yaitu yang meliputi koordinasi syaraf dan otot, kekuatan, daya tahan umum dan daya tahan lokal, kelentukan, kelincahan, ketepatan, kecepatan, serta daya reaksi, (2) pengembangan pengetahuan, pengertian, sikap dan kesadaran tentang pentingnya melakukan kegiatan jasmani atau olahraga secara teratur untuk kesegaran jasmani, keterampilan gerak, dan kesehatan (3) pengembangan sikap percaya diri, disiplin, bergotong royong, atau bekerja sama dalam kebaikan, sportif, bersemangat berani dan kesatria, (4) pengembangan pengetahuan, pengertian, sikap, dan kesadaran, tentang pentingnya pembinaan kesehatan pribadi dan lingkungan, serta dapat melaksanakan cara-cara hidup yang sehat.


(7)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan pada pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani pada dasarnya memiliki ruang lingkup yang digunakan sebagai pengembangan keterampilan fisik peserta didik, disamping itu pula dapat berfungsi sebagai saran dalam pengembangan pengetahuan, pengertian akan pentingnya kebugaran jasmani, memupuk rasa tanggung jawab, kerja sama, sportif dan percaya diri pada diri peserta didik. Sehingga dengan demikian diharapkan seluruh rangkaian tugas yang dihadapi peserta didik dalam proses belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan baik. Lebih jelasnya proses pendidikan jasmani dapat memberikan perkembangan pada tingkat kognitif, afektif, serta psikomotor peserta didik.

Berdasarkan pada pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa ruang lingkup dari pendidikan jasmani adalah untuk meningkatkan perkembangan serta pertumbuhan jasmani anak, menyalurkan bakat serta hasrat yang sesuai dengan kemampuan anak, membina prilaku anak, serta membentuk prilaku disiplin, positif serta teratur dalam segala aktivitas.

2. Partisipasi

a. Pengertian Partisipasi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, menurut Dwiningrum (2011:50)

“Partisipasi adalah perihal turut berperan serta suatu kegiatan atau keikutsertaan

atau peran serta.”

Definisi Partisipasi yang diungkap Poerbakawatja (1981:251) adalah:

“sebagai gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala yang berpusat pada kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya”.

Partisipasi sebagaimana telah diungkapkan oleh Tilaar, (2009:287) adalah

sebagai “wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses

desentralisasi dan diperlukan perencanaan dari bawah dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya”.


(8)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Partisipasi menurut Huneryear dan Hecman dalam Dwiningrum, (2011:50) adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung jawab bersama mereka.

Menurut Almond dalam Syamsi (tersedia dalam:

http://newjoesafirablog.blogspot.com), partisipasi didefinisikan “sebagai orang -orang yang orientasinya justru pada penyusunan dan pemrosesan input serta melibatkan diri dalam artikulasi dari tuntutan-tuntutan kebutuhan dan dalam

pembuatan keputusan”. Jnanabrota Bhattacharyya dalam Ndraha (tersedia dalam:

http://newjoesafirablog.blogspot.com) mengartikan “partisipasi sebagai

pengambilan bagian dalam kegiatan bersama”.

Jadi dari beberapa pengertian yang telah di uraikan, maka dapat ditarik kesimpulan partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.

b. Faktor Faktor Penyebab Partisipasi

Menurut Uno (2012:198), faktor-faktor penyebab partisipasi siswa dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu :

a) Aspek fisiologis

Kondisi kesehatan tubuh secara umum memengaruhi semangat dan konsentrasi belajar siswa dalam mengikuti pelajaran. Selain kebugaran tubuh, kondisi organ-organ tubuh lainnya perlu mendapat perhatian, karena tingkat kesehatan indera pendengaran dan penglihatan sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi.

b) Aspek psikologis

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran yang dapat diperoleh siswa, yaitu :


(9)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa

2) Sikap siswa 3) Bakat siswa

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Angell (dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi) bahwa

“Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, diantaranya adalah pendidikan, usia, jenis kelamin, lamanya

tinggal, pekerjaan dan penghasilan”.

1) Pendidikan

Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

2) Usia

Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

3) Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan[ adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.


(10)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.

5) Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan sebelumnya, terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi derajat partisipasi, antara lain pendidikan, penghasilan dan pekerjaan anggota masyarakat dalam hal ini orang tua siswa. Tingkat pendidikan orang tua siswa memiliki hubungan yang positif terhadap partisipasinya dalam membantu pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan.

Menurut Soemanto R B, dkk. Dalam Khikmawati (1997: 28) mengatakan

bahwa “mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya dalam pembangunan, hal mana karena dibawa oleh semakin

kesadarannya terhadap pembangunan”. Hal ini berarti semakin tinggi derajat partisipasi terhadap program pemerintah termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan.

Faktor penghasilan merupakan indikator status ekonomi seseorang, faktor ini mempunyai kecenderungan bahwa seseorang dengan status ekonomi tinggi pada umumnya status sosialnya tinggi pula. Dengan kondisi semacam ini mempunyai peranan besar yang dimainkan dalam masyarakat dan ada kecenderungan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan terutama gejala ini dominan di masyarakat pedesaan. Pengaruh ekonomi jika diukur dalam besarnya


(11)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kontribusi dalam kegiatan pembangunan ada kecenderungan lebih besar kontribusi berupa tenaga

Faktor pendidikan juga berpengaruh pada prilaku seseorang dalam menerima dan menolak suatu perubahan yang dirasakan baru. Masyarakat (orang tua siswa) yang berpendidikan ada kecenderungan lebih mudah menerima inovasi jika ditinjau dari segi kemudahan (eccessibility) atau dalam mendapatkan informasi yang mempengaruhi sikapnya. Seseorang yang mempunyai derajat pendidikan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menjangkau sumber informasi. Oleh karena itu, orang yang mempunyai pendidikan kuat akan tertanam rasa ingin tahu sehingga akan selalu berusaha untuk tahu tentang inovasi baru dari pengalaman-pengalaman belajar selama hidup.

Dalam hubungannya partisipasi orang tua siswa dalam membantu pengembangan proses pembelajaran pada tahapan pelaksanaan, faktor penghasilan mempunyai peranan, karena untuk melaksanakan inovasi membutuhkan banyak modal yang sifatnya lebih intensif.

c. Bentuk Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi sebenarnya sangatlah beragam, tidak hanya para ahli dari luar saja yang memaparkannya, banyak pula para ahli dari Indonesia yang memaparkan bentuk partisipasi itu sendiri. Menurut Effendi yang dikutip oleh Astuti (2011: 58), partisipasi terbagi atas:

1) Partisipasi Vertikal

Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut, atau klien.

2) Partisipasi horizontal

Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya.


(12)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi fisik dan

partisipasi non fisik”. Berikut ini adalah pemaparan dari bentuk partisipasi tersebut:

1) Partisipasi fisik

Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan menyelenggarakan usaha sekolah.

2) Partisipasi non fisik

Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.

3. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas a. Sekolah Dasar

Jasmani merupakan ilmu berlandaskan pada raga dan jiwa bahkan jasmani sangat berperan dalam kesehatan seseorang yang menjadikan tantangan di masa depan semakin berat. Tantangan globalisasi mengharuskan setiap individu bersaing lebih ketat. Oleh karena itu pembelajaran perlu menyiapkan siswanya untuk mampu mengahadapi tantangan masa depan. Salah satu cara untuk membantu siswa dalam membangun keterampilan dalam menghadapi tantangan di masa depan yaitu memberikan pendidikan melalui pembelajaran jasmani.

Jasmani merupakan ilmu yang sistemastis, materi yang dipelajari akan saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Materi pembelajaran Jasmani juga dimulai dari yang hal lebih sederhana kepada hal yang lebih kompleks. Sehingga siswa perlu membangun fondasi yang kuat agar ia mampu membangun kebugaran mental dan fisik lebih jauh lagi. Pembelajaran jasmani di SD sebagai fondasi awal diperlukan dalam membangun kemampuan jasmani pada jenjang selanjutnya.


(13)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan paling dasar, seperti yang dijelaskan (Tersedia dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_dasar), “Sekolah dasar (Elementary School) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di

Indonesia.” Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1

sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Kurikulum 2013 yang berlaku di sekolah dasar, terdiri dari beberapa mata pelajaran diantaranya : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (hanya kelas 4 s/d 6), Ilmu Pengetahuan Sosial (hanya kelas 4 s/d 6), Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

Berkaitan dengan pembelajaran jasmani di Sekolah Dasar (SD), Guru dapat menciptakan pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman siswa sehingga pembelajaran jasmani menyediakan jalan yang terbuka luas bagi siswa untuk berpendapat dan mengkritisi hal yang berkenaan dengan jasmani. Dengan begitu siswa memiliki keterampilan-keterampilan yang akan berguna bagi kehidupannya.

b. Sekolah Menengah Pertama

Sekolah menengah pertama merupakan jenjang pendidikan lanjutan setelah sekolah dasar. Seperti yang dilansir (Tersedia dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_pertam), “Sekolah menengah

pertama (junior high school) adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan

formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat).” Sekolah

menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Pada tahun ajaran 1994/1995 hingga 2003/2004, sekolah ini pernah disebut sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).


(14)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kurikulum 2013 yang berlaku di sekolah menengah pertama, terdiri dari bebarapa mata pelajaran diantaranya : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Prakarya.

Masa usia sekolah menengah pertama dapat dikatakan sebagai masa usia remaja awal yaitu antara usia 12 sampai 16 tahun, karena usianya baru belasan tahun. Istilah adolecence atau remaja berasal dari kata latin yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, istilah adolecence mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan emosional, sosial dan fisik. Untuk itu dibawah akan di bahas tentang hal tersebut.

Keadaan emosi secara tradisional masa remaja di anggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan- tekanan sosial dan menghadapi kondisi yang baru, pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi. Anak laki-laki sudah di katakan mencapai kematangan bila pada akhir remaja tidak meledakkan emosinya di depan orang lain, petunjuk kematangan lain adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional. Bila remaja ingin mencapai kematangan emosionalnya ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya.

Keadaan sosial salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis diluar lingkungan keluarga, untuk mencapai pola sosialisasi dewasa, remaja harus bayak membuat penyesusaian yang baru yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan menigkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai-niali baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan dalam seleksi pemimpin.


(15)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pertumbuhan fisik pada awal remaja ini sebelum sempurna terdapat pertumbuhan dan perkembangan internal yang lebih menonjol dari pada perkembangan eksternal, dalam perkembangan fisik juga terdapat perbedaan individu, meskipun anak laki-laki menilai pertumbuhan pertumbuhannya lebih lambat dari pada anak perempuan, sehingga saat matang biasanya laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, perbedaan individu dengan di pengaruhi oleh usia kematangan, anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebar dari pada anak yang matangnya lebih awal, tungkai kaki anak yang matangnya lebih awal cenderung pendek dan gemuk, tungkai kaki anak yang matangnya terlambat cenderung ramping. Anak perempuan yang matangnya lebih awal cenderung lebih berat, lebih gemuk, lebih tinggi di bandingkan dengan anak perempuan yang matangnya terlambat ( Bimo Walgito, 1992 ).

c. Sekolah Menengah Atas

Sekolah menengah atas merupakan jenjang pendidikan setelah menyelesaikan sekolah menengah pertama. Seperti yang dilansir (Tersedia dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_atas), “Sekolah menengah atas

(Senior High School), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan

formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).”

Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.

Kurikulum 2013 yang berlaku di sekolah menengah atas terdiri dari beberapa mata pelajaran diantaranya : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Prakarya, Peminatan Akademik Kelompok Peminatan (Pilihan) Kelompok Alam : Matematika, Fisika, Biologi, Kimia. Kelompok Sosial : Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi. Kelompok Bahasa dan Sastra :Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Daerah (1 buah;sesuai dengan kebudayaan daerah), Bahasa Asing (1 buah;sesuai dengan pilihan).


(16)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada usia Sekolah Menengah Atas ini merupakan Fase remaja (12-19) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar yang diantaranya merupakan gerakan-gerakan dasar fundamental.

Malina(1991), Deuer dan pangrazi (1986), serta kogan (1982) berpendapat bahwa gerakan gerakan dasar fundamental dibagi atas:

1. Gerakan lokomotor

Gerakan lokomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat atau keterampilan yang digunakan memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lainnya. Kedalam keterampilan ini termasuk gerakan gerakan seperti berjalan, berlari, melompat, hop, , berderap, skip, slide, dan sebagainya.

2. Gerakan Nonlokomotor

Sedangkan gerakan non lokomotor adalah gerakan yang tidak menyebabkan pelakunya berpindah tempat, seperti menekuk, membengkokan badan, membungkuk, menarik, mendorong, meregang, memutar, mengayun, memilin, mengangkat, merentang, merendahkan tubuh, dll.

3. Gerakan Manipulatif

Kemudian gerakan manipulatif biasanya dilukiskan sebagai gerakan yang mempermainkan obyek tertentu sebagai medianya, atau keterampilan yang melibatkan kemampuan seseorang dalam menggunakan bagian-bagian tubuhnya untuk memanipulasi benda di luar dirinya. Menurut Kogan (1982) keterampilan ini perlu melibatkan koordinasi antara mata-tangan dan koordinasi mata-kaki, misalnya menangkap, melempar, menendang, memukul dengan pemukul seperti raket, tongkat, atau bat. Sebagian ahli memasukkan juga gerakan seperti mengetik dan bermain piano sebagai gerakan manipulatif. Gerakan manipulatif ini dibedakan antara gerak prehension dan gerak deksteritas.


(17)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Gerakan prehension yaitu kombinasi dari beberapa refleks dan koordinasi dengan kemampuan pengamatan dengan kegiatan pengertian. Contoh bayi memegang suatu benda akibad adanya kerja sama antara refleks fleksi, menggenggam, dan refleks inhibiotory.

2. Gerakan dekteritas adalah kemampuan tangan dan jari-jari seperti menyusun dadu, menggambar, dan mempermainkan bola.

Berdasarkan uraian di atas dapat dsimpulkan bahwa anak tingkat sekolah menengah atas yang termasuk fase remaja sudah bisa melakukan gerakan-gerakan motorik dengan baik, baik itu motorik halus maupun kasar karena pada fase ini pertumbuhan fisik serta perkembangan psikis anak beranjak matang sehingga dengan begitu anak dapat mengkoordinasikan gerakan-gerakannya dengan sangat baik.

4. Karakteristik Siswa SD, SMP dan SMA a. Karakteristik Siswa SD

Periode ini adalah masa perkembangan yang terentang dari usia sekitar 6 hingga 11 tahun. Masa ini sering juga disebut tahun-tahun sekolah dasar. Anak pada masa ini sudah menguasai keterampilan dasar membaca, menulis dan metematika.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, Yusuf dan Sugandhi (2012:59) memaparkan mengenai karakteristik perkembangan yang terjadi pada masa anak usia sekolah, sebagai berikut :

1. Perkembangan Fisik-Motorik

Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Yusuf dan Sugandhi (2012:59) menjelaskan bahwa “Fase atau usia sekolah dasar (7-12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah.” Oleh karena itu usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar.


(18)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam perkembangan motorik anak, Yusuf dan Sugandhi (2012:60) memaparkan perbedaan antara motorik halus dan motorik kasar sebagai berikut :

Tabel 2.1

Perkembangan Motorik Anak

Motorik Halus Motorik Kasar

1. Menulis

2. Menggambar atau melukis 3. Mengetik (komputer)

4. Merupa (seperti membuat kerajinan dari tanah liat)

5. Menjahit

6. Membuat kerajinan dari kertas

1. Baris berbaris

2. Seni bela diri (seperti pencak silat, dan karate)

3. Senam 4. Berenang 5. Atletik

6. Main sepak bola

Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik.

2. Perkembangan Intelektual

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mereaksi rangsangan inteletual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kempampuan kognitif (seperti membaca, menulis dan menghitung).

Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut piaget yang dikutip oleh Yusuf dan Sugandhi (2012:61) menjelaskan bahwa :

Masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan (mengelompokan) banda-benda berdasarkan ciri yang sama; (2) menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan; dan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.

Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya.


(19)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:62) menjelaskan bahwa “Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai pembendaharaan kata (vocabulary).”

Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengar cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat berfikir anak sudah lebih maju.

4. Perkembangan Emosi

Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5 dan 6), anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya.

Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:64) menjelaskan bahwa karakteristik emosi anak terbagi menjadi dua, yaitu :

Tabel 2.2

Karakteristik Emosi Anak Karakteristik Emosi Yang Stabil

(sehat)

Karakteristik Emosi Yang Tidak Stabil (Tidak Sehat)

1. Menunjukan wajah yang ceria 2. Mau bergaul dengan teman secara

baik

3. Bergairah dalam belajar

4. Dapat berkonsentrasi dalam belajar 5. Bersikap respek (menghargai)

terhadap diri sendiri dan orng lain

1. Menunjukan wajah yang murung 2. Mudah tersinggung

3. Tidak mau bergaul dengan orang lain

4. Suka Marah-marah 5. Suka mengganggu teman 6. Tidak percaya diri

5. Perkembangan Sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga di artikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama.

Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:66) menjelaskan bahwa


(20)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya

(peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.”

Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerja sama atau sosiosentris (mau memerhatikan kepentingan orang lain. Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebaya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh kelompoknya.

b. Karakteristik Siswa SMP

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat ( Pikunas dalam Hartinah (2008:201).

Dilihat dari segi usia, siswa SMP termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut konopka dalam Hartinah (2008:201) fase ini meliputi (1) remaja awal : 12-15 tahun, (2) remaja madya :15-18 tahun, (3) remaja akhir : 19-22 tahun. Jka dilihat dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah pertama termasuk ke dalam kategori remaja awal.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, Hartinah (2008:201) memaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangan yang terjadi pada masa remaja, sebagai berikut :

1. Aspek Fisik

Secara fisik, masa remaja ditandai dengan matangnya organ-organ seksual. Remaja pria mengalami pertumbuhan pada organ testis, penis, pembuluh mani dan kelenjar prostat. Sementara remaja wanita ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium. Matangnya organ-organ seksual ini memungkinkan remaja wanita mengalami menarche (menstruasi/haid pertama).


(21)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berfikir operasional formal. Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti memecahkan persamaan aljabar), idelistik (seperti berfikir tentang ciri-ciri ideal dirinya, orang lain dan masyarakat), dan logis (seperti menyusun rencana untuk memecahkan masalah).

Pada masa ini terjadi reorganisasi lingkaran syaraf Lobe Frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu kemampuan merumuskan perencanaan dan pengambilan keputusan.

3. Aspek Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-perasaan baru yang belum dialami sebelumnya, seperti : rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal (SMP), perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif (kritis) yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya sering bersifat negatif dan tempramental. Kondisi ini terjadi, terutama apabila remaja itu hidup di lingkungan (terutama keluarga) yang tidak harmonis.

4. Apek Sosial

Pada masa ini perkembangan social cognition, yaitu kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap conformity (konformitas), yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti, opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain. Perkembangan konformitas ini dapat berdampak positif atau negatif bagi remaja sendiri, tergantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan konformitas.

5. Aspek Kepribadian

Masa remaja merupakan saat berkembangnya self-identity (kesadaran akan identitas atau jati dirinya). Remaja dihadapkan kepada berbagai pertanyaan : “who


(22)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(masa depan); apa peran saya? (kehidupan sosial); dan mengapa saya harus beragama? (kehidupan beragama). Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-peranya dalam kehidupan sosial, dan memahami makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati diriya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila dia gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan, sehingga dia cenderung memiliki kepribadian yang tidak sehat.

c. Karakteristik Siswa SMA

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat ( Pikunas dalam Hartinah (2008:201).

Masa remaja disebut juga adolescence, yang dalam bahasa latin baerasal

dari kata adolescere, yang berarti “to grow into adulthood”. Adolesen merupakan

periode transisi dari masa anak ke masa dewasa, dalam mana terjadi perubahan dalam aspek biologis, psikologis dan sosial. Menurut laurence steinberg yang dikutip oleh Yusuf dan Sugandhi (2012:78) menjelaskan bahwa ada tiga perubahan fundamental pada masa remaja, yaitu sebagai berikut :

1. Biologis, seperti mulai matangnya alat reproduksi, tumbuhnya buah dada pada anak wanita, dan tumbuhnya kumis pada anak pria.

2. Kognisi, yaitu kemampuan untuk memikirkan konsep-konsep yang abstrak (seperti persaudaraan, demokrasi dan moal), dan mampu berpikir hipotesis ( mampu memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya).

3. Sosial, yaitu perubahan dalam status sosial yang memungkinkan remaja (khusunya remaja akhir) masuk ke peranan atau aktivitas-aktivitas baru, seperti bekerja, atau menikah.

Pada usia Sekolah Menengah Atas ini merupakan termasuk Fase remaja

madya (12-19) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar yang diantaranya merupakan gerakan-gerakan dasar fundamental.


(23)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara umum karakteristik usia sekolah menengah atas tidak jauh berbeda dengan masa usia sekolah menengah pertama. Masa usia remaja madya ini kelanjutan dari masa remaja awal.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dibutuhkan sebagai acuan atau pegangan penulis dalam proses penelitian, dan dijadikan anggapan dasar yang merupakan suatu titik tolak pendapat dalam melihat suatu bahasa dengan menelusuri gejala yang akan diamati sebagai titik tolak dari proses yang akan dilakukan dalam penelitian yang berdasarkan kebenaran yang telah diyakini oleh para peneliti.

Dalam upaya pencapaian pembelajaran yang maksimal, dibutuhkan beberapa faktor pendukung, diantaranya adalah fasilitas dan perlengkapan yang memadai serta tenaga pengajar yang profesional. Proses pembelajaran bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja yang harus di perhatikan, tetapi ada banyak hal lain yang harus di perhatikan, salah satunya adalah tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran. Apakah termasuk tinggi, sedang atau rendah.

Setiap jenjang pendidikan sekolah memiliki tingkatan partisipasi yang berbeda-beda, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas. Seperti yang diketahui ketika individu memasuki tingkatan jenjang pendidikan yang lebih tinggi maka secara alamiah perubahan akan terjadi dalam diri individu tersebut, bisa dikarenakan faktor lingkungan, faktor psikologis maupun faktor pendidikan. Berkaitan dengan pembelajaran pendidikan jasmani, faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat keikutsertaan atau partisipasi siswa dalam pembelajaran. Terlebih lagi perbedaan psikologis antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan akan terlihat berbeda tatkala saat mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani disekolah. Siswa laki-laki cenderung tetap terkadang meningkat dalam keikutsertaan atau partisipasi dan ketertarikan terhadap pembelajaran pendidikan jasmani disekolah dalam setiap tingkat jenjang pendidikannya, berbeda halnya dengan siswa perempuan yang cenderung


(24)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menurun keikutsertaan atau partisipasinya dalam pembelajaran pendidikan jasmani di setiap tingkat jenjang pendidikannya.

Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas penulis beranggapan bahwa tingkat partisipasi siswa putri cenderung menurun dalam pembelajaran pendidikan jasmani di setiap tingkat jenjang pendidikannya.

C. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan anggapan dasar seorang peneliti untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitiannya tersebut. Hipotesis ini tentu saja masih memerlukan suatu pembuktian akan kebenaranya dari sebuah hipotesis, dengan didukung oleh bukti-bukti.

Berdasarkan dari masalah yang telah diuraikan maka terdapatlah beberapa hipotesis:

1. Siswa putri Sekolah Dasar memiliki tingkat partisipasi yang tergolong tinggi terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Siswa putri Sekolah Menengah Pertama memiliki tingkat partisipasi yang tergolong sedang terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

3. Siswa putri Sekolah Menengah Atas memiliki tingkat partisipasi yang tergolong rendah terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

4. Terdapat perbedaan tingkat partisipasi siswa putri pada pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kecamatan Ujungberung.


(1)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:62) menjelaskan bahwa “Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai pembendaharaan kata (vocabulary).”

Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengar cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat berfikir anak sudah lebih maju.

4. Perkembangan Emosi

Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5 dan 6), anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya.

Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:64) menjelaskan bahwa karakteristik emosi anak terbagi menjadi dua, yaitu :

Tabel 2.2

Karakteristik Emosi Anak Karakteristik Emosi Yang Stabil

(sehat)

Karakteristik Emosi Yang Tidak Stabil (Tidak Sehat)

1. Menunjukan wajah yang ceria 2. Mau bergaul dengan teman secara

baik

3. Bergairah dalam belajar

4. Dapat berkonsentrasi dalam belajar 5. Bersikap respek (menghargai)

terhadap diri sendiri dan orng lain

1. Menunjukan wajah yang murung 2. Mudah tersinggung

3. Tidak mau bergaul dengan orang lain

4. Suka Marah-marah 5. Suka mengganggu teman 6. Tidak percaya diri

5. Perkembangan Sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga di artikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama.

Menurut Yusuf dan Sugandhi (2012:66) menjelaskan bahwa


(2)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.”

Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerja sama atau sosiosentris (mau memerhatikan kepentingan orang lain. Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebaya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh kelompoknya.

b. Karakteristik Siswa SMP

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat ( Pikunas dalam Hartinah (2008:201).

Dilihat dari segi usia, siswa SMP termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut konopka dalam Hartinah (2008:201) fase ini meliputi (1) remaja awal : 12-15 tahun, (2) remaja madya :15-18 tahun, (3) remaja akhir : 19-22 tahun. Jka dilihat dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah pertama termasuk ke dalam kategori remaja awal.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, Hartinah (2008:201) memaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangan yang terjadi pada masa remaja, sebagai berikut :

1. Aspek Fisik

Secara fisik, masa remaja ditandai dengan matangnya organ-organ seksual. Remaja pria mengalami pertumbuhan pada organ testis, penis, pembuluh mani dan kelenjar prostat. Sementara remaja wanita ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium. Matangnya organ-organ seksual ini memungkinkan remaja wanita mengalami menarche (menstruasi/haid pertama).


(3)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berfikir operasional formal. Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti memecahkan persamaan aljabar), idelistik (seperti berfikir tentang ciri-ciri ideal dirinya, orang lain dan masyarakat), dan logis (seperti menyusun rencana untuk memecahkan masalah).

Pada masa ini terjadi reorganisasi lingkaran syaraf Lobe Frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu kemampuan merumuskan perencanaan dan pengambilan keputusan.

3. Aspek Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-perasaan baru yang belum dialami sebelumnya, seperti : rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal (SMP), perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif (kritis) yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya sering bersifat negatif dan tempramental. Kondisi ini terjadi, terutama apabila remaja itu hidup di lingkungan (terutama keluarga) yang tidak harmonis.

4. Apek Sosial

Pada masa ini perkembangan social cognition, yaitu kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap conformity (konformitas), yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti, opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain. Perkembangan konformitas ini dapat berdampak positif atau negatif bagi remaja sendiri, tergantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan konformitas.

5. Aspek Kepribadian

Masa remaja merupakan saat berkembangnya self-identity (kesadaran akan identitas atau jati dirinya). Remaja dihadapkan kepada berbagai pertanyaan : “who


(4)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(masa depan); apa peran saya? (kehidupan sosial); dan mengapa saya harus beragama? (kehidupan beragama). Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-peranya dalam kehidupan sosial, dan memahami makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati diriya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila dia gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan, sehingga dia cenderung memiliki kepribadian yang tidak sehat.

c. Karakteristik Siswa SMA

Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat ( Pikunas dalam Hartinah (2008:201).

Masa remaja disebut juga adolescence, yang dalam bahasa latin baerasal

dari kata adolescere, yang berarti “to grow into adulthood”. Adolesen merupakan

periode transisi dari masa anak ke masa dewasa, dalam mana terjadi perubahan dalam aspek biologis, psikologis dan sosial. Menurut laurence steinberg yang dikutip oleh Yusuf dan Sugandhi (2012:78) menjelaskan bahwa ada tiga perubahan fundamental pada masa remaja, yaitu sebagai berikut :

1. Biologis, seperti mulai matangnya alat reproduksi, tumbuhnya buah dada pada anak wanita, dan tumbuhnya kumis pada anak pria.

2. Kognisi, yaitu kemampuan untuk memikirkan konsep-konsep yang abstrak (seperti persaudaraan, demokrasi dan moal), dan mampu berpikir hipotesis ( mampu memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya).

3. Sosial, yaitu perubahan dalam status sosial yang memungkinkan remaja (khusunya remaja akhir) masuk ke peranan atau aktivitas-aktivitas baru, seperti bekerja, atau menikah.

Pada usia Sekolah Menengah Atas ini merupakan termasuk Fase remaja madya (12-19) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar yang diantaranya merupakan gerakan-gerakan dasar fundamental.


(5)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara umum karakteristik usia sekolah menengah atas tidak jauh berbeda dengan masa usia sekolah menengah pertama. Masa usia remaja madya ini kelanjutan dari masa remaja awal.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dibutuhkan sebagai acuan atau pegangan penulis dalam proses penelitian, dan dijadikan anggapan dasar yang merupakan suatu titik tolak pendapat dalam melihat suatu bahasa dengan menelusuri gejala yang akan diamati sebagai titik tolak dari proses yang akan dilakukan dalam penelitian yang berdasarkan kebenaran yang telah diyakini oleh para peneliti.

Dalam upaya pencapaian pembelajaran yang maksimal, dibutuhkan beberapa faktor pendukung, diantaranya adalah fasilitas dan perlengkapan yang memadai serta tenaga pengajar yang profesional. Proses pembelajaran bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja yang harus di perhatikan, tetapi ada banyak hal lain yang harus di perhatikan, salah satunya adalah tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran. Apakah termasuk tinggi, sedang atau rendah.

Setiap jenjang pendidikan sekolah memiliki tingkatan partisipasi yang berbeda-beda, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas. Seperti yang diketahui ketika individu memasuki tingkatan jenjang pendidikan yang lebih tinggi maka secara alamiah perubahan akan terjadi dalam diri individu tersebut, bisa dikarenakan faktor lingkungan, faktor psikologis maupun faktor pendidikan. Berkaitan dengan pembelajaran pendidikan jasmani, faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat keikutsertaan atau partisipasi siswa dalam pembelajaran. Terlebih lagi perbedaan psikologis antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan akan terlihat berbeda tatkala saat mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani disekolah. Siswa laki-laki cenderung tetap terkadang meningkat dalam keikutsertaan atau partisipasi dan ketertarikan terhadap pembelajaran pendidikan jasmani disekolah dalam setiap tingkat jenjang pendidikannya, berbeda halnya dengan siswa perempuan yang cenderung


(6)

Wahyu Purnama, 2014

Perbedaan Partisipasi Siswa Putri D alam Pembelajaran Pendidikan Jasmani D i Sd, Smp D an Sma Negeri

Se-Kecamatan Ujungberung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menurun keikutsertaan atau partisipasinya dalam pembelajaran pendidikan jasmani di setiap tingkat jenjang pendidikannya.

Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas penulis beranggapan bahwa tingkat partisipasi siswa putri cenderung menurun dalam pembelajaran pendidikan jasmani di setiap tingkat jenjang pendidikannya.

C. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan anggapan dasar seorang peneliti untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitiannya tersebut. Hipotesis ini tentu saja masih memerlukan suatu pembuktian akan kebenaranya dari sebuah hipotesis, dengan didukung oleh bukti-bukti.

Berdasarkan dari masalah yang telah diuraikan maka terdapatlah beberapa hipotesis:

1. Siswa putri Sekolah Dasar memiliki tingkat partisipasi yang tergolong tinggi terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Siswa putri Sekolah Menengah Pertama memiliki tingkat partisipasi yang tergolong sedang terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

3. Siswa putri Sekolah Menengah Atas memiliki tingkat partisipasi yang tergolong rendah terhadap pembelajaran pendidikan jasmani.

4. Terdapat perbedaan tingkat partisipasi siswa putri pada pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas Negeri se-Kecamatan Ujungberung.