Peranan Badan Lembaga Permanent Court of Arbitration (PCA) Dalam Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang
menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau.

1

Menurut definisi

hukum, laut adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di
seluruh permukaan bumi. Lebih dari 70% atau 140 juta mil persegi permukaan
bumi ditutupi oleh lautan.

2

Wilayah laut terluas ialah Laut Cina Selatan. Laut

Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik yang meliputi sebagian
wilayah Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas
sekitar 3,5 juta km².3 Berdasarkan


ukurannya,

Laut

Cina

Selatan

ini

merupakan wilayah perairan terluas keenam setelah 5 (lima) samudera. 4
Berdasarkan letak geografis, Laut Cina Selatan berbatasan dengan negaranegara berpantai (The Coastal States Group) dan negara-negara tidak berpantai
(The Land Locked States Group), sehingga Laut Cina Selatan ini agak setengah

tertutup. Hal ini sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS
1982), Laut Cina Selatan merupakan laut setengah tertutup. Pasal 122 UNCLOS
1982 yang berbunyi : “For the purpose of this convention, enclosed sea or semi
enclosed sea means a gulf, basin, or sea surrounded by two or more states and
connected to another sea or the ocean by a narrow outlet consisting entirely or

primarily of the territorial seas and exclusive economic zones of two or more costal
1

http://kbbi.web.id/laut , (diakses pada tanggal 28 Agustus 2016)
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Edisi ke-2, PT Alumni, Bandung, 2011, Hal 304-305
3
www.anneahira.com/laut-cina-selatan.html, (diakses pada tanggal 1 September 2016)
4
Trisna Widyana, 2011, “Laut Cina Selatan : Wilayah Sengketa, Beragam Nama”.
2

states.” Yang mana berarti “Dalam penjelasan konvensi ini, Laut Tertutup atau
Setengah Tertutup adalah teluk, cekungan, atau laut yang dikelilingi oleh dua
negara atau lebih dan dihubungkan dengan perairan ain melalui jalur yang
utamanya terdiri dari Laut Teritorial atau Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dari dua
negara atau lebih. 5
Negara-negara dan wilayah

yang berbatasan dengan Laut Cina


Selatan adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) termasuk (Makau dan
Hongkong), Republik Tiongkok (Taiwan), Filipina, Malaysia, Singapura,
Brunei, Indonesia dan Vietnam. Adapun sungai-sungai besar yang bermuara di
Laut Cina Selatan antara lain sungai Mutiara (Guangdong), Min, Jiulong, Red,
Mekong, Rajang, Pahang, dan Pasig. 6
Secara geografis Laut Cina Selatan terbentang dari arah barat daya
ke timur laut, batas selatan 3° Lintang Selatan antara Sumatera Selatan dan
Kalimantan (Selat Karimata) , dan batas utara-nya adalah Selat Taiwan dari ujung
utara Taiwan ke pesisir Fujian di Tiongkok daratan. Laut Cina Selatan terletak
di sebelah selatan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan; di sebelah
Barat Filipina;di sebelah barat Laut Sabah (Malaysia), Sarawak (Malaysia), dan
Brunei; di sebelah utara Indonesia ; di sebelah timur laut Semenanjung Malaya
(Malaysia) dan Singapura; dan disebelah timur Vietnam. 7
Kawasan Laut Cina Selatan bila dilihat dalam tata Lautan Internasional,
merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomis, politis dan strategis.

5

Dimas Akbar, 2012, Pengaturan Laut Tertutup (Enclosed Sea) dan Laut Semi Tertutup

(Semi Enclosed Sea) dalam Hukum Laut, Jurnal FH-UI.
6
www.anneahira.com, Loc.Cit
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Cina_Selatan , Loc.Cit

Sehingga menjadikan kawasan ini mengandung potensi konflik sekaligus
potensi kerja sama. Karena letaknya yang strategis, Laut Cina Selatan menjadi
jalur lintas laut kedua di dunia setelah Terusan Suez. 8 Wilayah Laut Cina
Selatan teridentifikasi memiliki lebih kurang 200 pulau dan gugusan
karang.
Laut Cina Selatan juga dikenal sebagai jalur pelayaran penting.
Jalur pelayaran ini seringkali disebut maritime superhighway karena merupakan
salah satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia. Lebih dari setengah
lalu lintas supertanker dunia berlayar melalui jalur ini lewat Selat Malaka, Sunda
dan Lombok. Jumlah supertanker yang berlayar melewati Selat Malaka dan
bagian barat daya Laut Cina Selatan bahkan lebih dari tiga kali yang melewati
Terusan Suez dan lebih dari lima kali lipatnya Terusan Panama. 9
Penemuan minyak dan gas bumi pertama kali di pulau Spartly adalah
pada tahun 1968. Menurut data dari The Geology and Mineral Resources

Ministry of the People’s Republic of China (RRC) memperkirakan bahwa

kandungan minyak yang terdapat di kepulauan Spartly adalah sekitar 17,7 miliar
ton (1,60 x 1010 kg). Fakta tersebut menempatkan kepulauan Spartly sebagai
tempat cadangan minyak terbesar keempat di dunia. 10 Misalnya saja Jepang, 80%
impor minyaknya diangkut melalui jalur kawasan Laut Cina Selatan. Selain
cadangan minyak mentah yang dimilikinya, di kawasan Laut Cina

Siska Amelie F Deli, 2014, “Terusan Suez Jalur Pelayaran Tersibuk Di Dunia”.
http://militaryanalysisonline.blogspot.com/2013/09/sengketa-kepulauan-spratlypotensi.html, (diakses tanggal 1 September 2016)
10
Ibid
8
9

Selatan juga memiliki kekayaan laut yang luar biasa yang memiliki nilai
ekonomis tinggi.
Dengan kata lain, kawasan Laut Cina Selatan yang memiliki kandungan
minyak bumi dan gas alam yang terdapat di dalamnya,serta peranannya
yang sangat penting sebagai jalur perdagangan dan distribusi minyak dunia,

menjadikan kawasan Laut Cina Selatan sebagai objek perdebatan regional
selama bertahun-tahun.
Amerika Serikat juga sangat membutuhkan kawasan ini untuk mendukung
mobilitas pasukan militernya dalam meluncurkan dominasi globalnya. Selain itu,
Amerika Serikat juga mempunyai tingkat kerjasama perdagangan yang tinggi
dengan negara-negara di kawasan Laut Cina Selatan. Dengan latar belakang
potensi yang begitu besar, maka merupakan hal yang wajar apabila kawasan ini
menjadi objek perebutan banyak negara-negara. 11
Pada dasarnya, kawasan Laut Cina Selatan merupakan kawasan No Man’s
Island.

12

Hal ini di sebabkan oleh fakta yang menunjukkan bahwa kawasan ini

tidak dimiliki secara strategis oleh pihak manapun, melainkan hanya digunakan
sebagai jalur perdagangan internasional. 13
Semenjak pecah konflik, yaitu sekitar abad ke-19, begitu banyak konflik
bilateral yang terjadi. Selain itu, juga terjadi konlik-konflik senjata. Akibat
keinginan negara-negara ASEAN untuk menguasai wilayah ini sehingga mereka

melakukan segala cara untuk menunjukkan kekuasaan dan kehebatan militer
11

www.eia.gov, (diakses pada tanggal 1 September 2016)
http://www.jpf.or.id/artikel/studi-jepang-pertukaran-intelektual/jepang-indonesia-dankonflik-laut-cina-selatan. (diakses pada tanggal 2 September 2016)
13
Rowan, J.P. The U.S.-Japan Security Alliance, ASEAN, and the South China Sea
Dispute. Asian Survey, Vol XLV, No. 3, May/June 2005.
12

mereka. Konflik ini sangat mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat sipil di
sekitar wilayah Laut Cina Selatan.
Konflik Laut Cina Selatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu seperti
tidak adanya batas-batas wilayah maritim yang jelas sebagaimana Laut Cina
Selatan secara geografisnya berada di tengah-tengah negara-negara di Asia Pasifik
dan juga Asia Tenggara. Hal yang mungkin terjadi adalah adanya sengketa
kepemilikan atas wilayah laut sekitar negara-negara tersebut.
Selain konflik yang terjadi antara sesama negara-negara Asia, sengketa ini
juga memancing campur tangan Amerika Serikat yang merasa perairan Laut Cina
Selatan sangat perlu dijaga kestabilan keamanannya, karena merupakan jaur

perairan internasional. Menurut mantan perwira menengah Angkatan Laut
Amerika Serikat yaitu Mc Cain, Washington harus memperluas dukungan politik
dan militernya ke negara-negara Asia Tenggara serta memperkuat barisan
menghadapi Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Menurutnya, Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) selalu mencari dan mencoba mengeksploitasi perpecahan yang
memang sudah ada di ASEAN. Mereka mempermainkan kondisi itu untuk
menekan negara-negara terkait demi agenda kepentingan dan keuntungan
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sendiri. Namun, Amerika Serikat menegaskan
tidak akan mengambil posisi tertentu dalam sengketa Laut Cina Selatan. 14
Selama dua puluh tahun ke depan konsumsi minyak bumi di negaranegara Asia akan naik 4% rata-rata per tahun. Apabila laju pertumbuhan tetap
konsisten, permintaan minyak bumi akan naik menjadi 25 juta barrel per hari.
14

KOMPAS edisi Rabu 22 Juni 2011, Cina Tantang Vietnam Perang. (diakses pada
tanggal 2 September 2016)

Mau tidak mau untuk mengatasi permintaan Asia dan Jepang harus dilakukan
impor minyak dari Timur Tengah. Kapal-kapal tanker pengangkut minyak dari
Timur Tengah ke negara-negara Asia tersebut setelah melewati Selat Malaka
harus melalui Laut Cina Selatan. Pelayaran Komersial di Laut Cina Selatan

didominasi oleh bahan mentah yang menuju negara-negara Asia Timur, dan yang
melewati Selat Malaka dan Kepulauan Spartly sebagian besar adalah kargo cair
seperti minyak dan gas alam cair (LNG), sementara kargo kering kebanyakan
batu bara dan bijih besi.

A. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan
yang akan di bahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
4. Bagaimana kedudukan Lembaga Permanent Court of Arbitration dalam
penyelesaian sengketa?
5. Apa saja peranan hukum dalam menyelesaikan sengketa Internasional?
6. Bagaimana peranan lembaga Permanent Court of Arbitration dalam
penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan?

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dilaksanakannya
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya sengketa Laut Cina Selatan.

2. Untuk mengetahui bagaimana peranan hukum dalam menyelesaikan

sengketa Internasional.
3. Untuk mengetahui apa peranan lembaga Permanent Court of Arbitration
dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu hukum
internasional berkaitan dengan Peranan Badan Lembaga Permanent Court
of Arbitration Dalam Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan.

2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang hukum
internasional, khususnya berkaitan dengan Peranan Badan Lembaga
Permanent Court of Arbitration Dalam Penyelesaian Sengketa Laut Cina

Selatan.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif atau penelitian perpustakaan ini merupakan penelitian
yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti

peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat
berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis normatif ini menggunakan analisis
kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau
pernyataan bukan dengan angka-angka.
2. Sifat penelitian.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang umumnya bertujuan untuk
mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau
daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor
tertentu.15
3. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah data
sekunder yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Untuk lebih jelas maka
akan dijabarkan sebagai berikut :
a. Data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dan bersumber dari penelitian
kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh konsepkonsep dan teori-teori yang bersifat umum yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Data sekunder terdiri dari:
1) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.16
Bahan hukum primer yang digunakan sebagai berikut :
a) Piagam PBB 1945.
15

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2010, hal 3.
16
Bambang Sunggono, Op.Cit., hal 113.

b) Statuta Mahamah Internasional 1945.
c) Aturan Mahkamah (rules of the court).
d) Annex VI UNCLOS 1982.
e) The Hague 1899 dan 1907 tentang Penyelesaian secara Damai
Sengketa-sengketa Internasional dan Piagam Perserikatan BangsaBangsa.
f) Resolusi tentang Praktik Yudisial Internal Mahkamah (Resolution
Concerning the Internal Judicial Practice of the Court).

g)

Panduan Praktik (Practice Directions) I – IX.

2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer.17 Bahan hukum sekunder
yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik
yang dibahas, baik literatur hokum buku-buku teks (textbook) yang
ditulis para ahli yang berpengaruh (de herseende leer) hasil penelitian,
pendapat para pakar hukum, jurnal hukum dan artikel ilmiah yang
membahas mengenai hukum internasional, sengketa internasiona, dan
penyelesaian sengketa internasional.
3) Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

17

Ibid., hal 114

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam skripsi ini adalah kamuskamus dan ensiklopedia.

4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu:
a. Data sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan
dilakukan melalui penelusuran bahan pustaka, penelusuran internet, dan
studi dokumentasi berkas-berkas penting dari institusi dengan mengutip
data dari sumber yang ada.
5. Analisis data
Data yang telah diperoleh diolah kemudian di analisis menggunakan
metode deskriptif kualitatif melalui proses editing, proses data sekunder, serta
proses interpretasi dari data tersebut yang mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya dalam bentuk uraian kalimat. Dengan
mendeskripsikan dan menganalisis data-data yang diperoleh dari kepustakaan dan
media informasi kemudian ditarik sebuah kesimpulan sesuai dengan permasalahan
yang dikaji. Analisis difokuskan pada peranan badan lembaga Permanent Court
of Arbitration dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan. Selanjutnya juga

dideskripsikan mengenai kendala dalam penyelesaian sengketa. Analisis kualitatif
merupakan bagian lanjutan setelah disusun suatu gambaran data, baik mengenai
peranan badan lembaga Permanent Court of Arbitration dalam penyelesaian
sengketa Laut Cina Selatan serta mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi

dalam penerapan peraturan perundangan tersebut. Dengan analisis kualitatif kajian
dilakukan secara lebih mendalam terhadap obyek penelitian. Oleh karena itu,
dengan model analisis deskriptif kualitatif, analisis hasil penelitian ini tidak hanya
sekedar menyajikan gambaran obyek penelitian, melainkan disisi lain mengkaji
pola kualitas hasil deskripsi yang dilakukan secara integral dalam pelaksanaan
penelitian ini.

E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan skripsi terkait dengan Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan telah
dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis, diantaranya adalah :
La Ode Hendra (2013), dengan judul penelitian Peranan Indonesia dalam
Upaya Menyelesaikan Sengketa Atas Klaim Beberapa Negara ASEAN dan Cina
Terhadap Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan.

Mahayani Murtifanani (2015), dengan judul penelitian Pengaruh
Reklamasi Kepulauan Spratly Oleh Cina Terhadap Sengketa Antara Cina dan
Negara-negara Asia Tenggara di Laut Cina Selatan.

Rezha Bayu Oktavian A (2015), dengan judul penelitian Kebijakan
Penguatan Aliansi Keamanan Filipina dengan Amerika Serikat dalam Sengketa di
Laut Cina Selatan.

F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat
diperlukan untuk memudahkan dalam membaca dan memahami serta memperoleh
manfaat dari penulisan skripsi ini. Untuk memudahkan hal tersebut, maka
penulisan skripsi ini dibuat secara menyeluruh mengikat kerangka dasar yang
terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II

KEDUDUKAN

LEMBAGA

PERMANENT

COURT

OF

ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

Bab ini berisikan mengenai sengketa Internasional, sejarah
penyelesaian sengketa Internasional, dan kedudukan hukum
lembaga Permanent Court of Arbitration dalam penyelesaian
sengketa.
BAB III

KEWENANGAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM
MENYELESAIKAN SENGKETA WILAYAH DALAM HUKUM
INTERNASIONAL
bab ini berisikan mengenai sejarah dan pengertian arbitrase
Internasional, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase

Internasional, dan kewenangan arbitrase Internasional dalam
menyelesaikan sengketa wilayah.
BAB IV

PERANAN BADAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF
ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LAUT

CINA SELATAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang sengketa laut cina
selatan, peranan hukum dalam penyelesaian sengketa internasional,
dan peranan badan lembaga Permanent Court of Arbitration dalam
penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini.
Dimana bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa
dari bab-bab sebelumnya