Gambaran Penerapan Program Behavior Based Safety di Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia Distrik Minas Tahun 2016

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

menjadikan kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia serta
menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Lalu lintas perdagangan,
jasa, dan sumber daya manusia di antara 10 Negara ASEAN akan jauh lebih
mudah. Salah satu komponen utama agar tercapainya MEA adalah dengan
pemenuhan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Aspek K3 menjadi
suatu persyaratan wajib dalam perdagangan global (Gunawan dan Martowiyoto,
2015).
Standar pencapaian K3 di Indonesia telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 mengenai Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang bertujuan meningkatkan efektivitas perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja, mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja, serta menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, efisien
sehingga mendorong produktivitas.
Kecelakaan merupakan suatu peristiwa yang tidak terencanakan, yang
berakibat terjadinya kerusakan baik pada barang maupun pada personalia (Sirait,
2006). Salah satu dampak krusial dari kecelakaan kerja ialah kerugian biaya.
Kerugian biaya tersebut terbagi menjadi 2 tipe menurut Cooper (2010), yaitu
kerugian biaya langsung dan tidak langsung. Kerugian biaya langsung dapat
berupa biaya investigasi kecelakaan, pengeluaran biaya pengobatan, kerusakan

1
Universitas Sumatera Utara

2

peralatan atau produk, perbaikan, biaya hukum, denda persidangan, dan
sebagainya. Kerugian biaya secara tidak langsung secara khusus menyangkut
klaim asuransi, permasalahan reputasi bisnis, liabilitas produk, penggantian staf,
bahkan nama baik perusahaan. Tidak ada satupun baik pekerja maupun
perusahaan ingin mengalami kerugian akibat dari kecelakaan kerja.
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1

pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja mengalami sakit akibat kerja (Depkes, 2014). Menurut data laporan BPJS
Ketenagakerjaan pada akhir tahun 2015, telah terjadi 105.182 kasus kecelakaan
kerja peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja. Sementara itu, untuk kasus
kecelakaan berat yang mengakibatkan kematian tercatat sebanyak 2.375 kasus
dari total jumlah kecelakaan kerja (BPJS Ketenagakerjaan, 2016).
Menurut Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003, dinyatakan bahwa
mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Berbagai upaya dilakukan perusahaan sebagai tempat kerja untuk melindungi
pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja (Tambunan, 2015).
Mudahnya mencapai kepuasan diri saat pekerja berhasil memotong
langkah-langkah di dalam prosedur keselamatan, membuat pekerja berhasil lepas
dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena banyak pekerja melihat sedikit
kemungkinan menderita cedera, perusahaan kesulitan mencapai 100% tingkat
keselamatan atau mencapai ͞Zero Accident͟ (McSween, 2003). Upaya yang
dilakukan untuk mengurangi kecelakaan dan mempertahankan program ͞Zero
Accident͟ secara berkelanjutan menurut Tarwaka (2015) adalah mengubah

Universitas Sumatera Utara


3

paradigma yang selama ini terfokus pada target ͞Zero Accident͟ menjadi terfokus
kepada perilaku selamat/aman atau behavioral safety. Salah satu contoh
perusahaan yang menerapkan BBS, PT. Pusri Palembang, berhasil mencapai
target Zero Accident pada tahun 2011 sehingga mampu mengurangi unsafe act
pekerja dan secara otomatis dapat menurunkan angka kecelakaan kerja (Utami,
2014).
Berbagai penelitian terhadap kecelakaan mayor menemukan bahwa peran
kesalahan manusia atau human error ternyata sangat dominan. Penelitian yang
dilakukan oleh Du Pont pada tahun 1986 menghasilkan bahwa insiden dalam
pekerjaan 96% terjadi disebabkan oleh unsafe action (McSween, 2003). Menurut
Heinrich dalam Tarwaka (2015), 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh unsafe
act dan 20% unsafe condition dan faktor lainnya. Gunawan dan Martowiyoto

(2015) juga menyatakan bahwa kesalahan manusia menjadi sebab utama
kecelakaan kerja.
Unsafe behavior merupakan penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan


kerja. Untuk mengurangi unsafe behavior, kecelakaan kerja, dan meningkatkan
safety performance, dapat diterapkan program Behavior Based Safety (BBS) di

tempat kerja (Health and Safety Protection, 2011). Menurut Cooper (2009), BBS
adalah sebuah proses yang menciptakan kemitraan antara manajemen dan tenaga
kerja dengan fokus yang berkelanjutan terhadap perhatian dan tindakan setiap
orang, serta perilaku yang tidak membahayakan. Koch Petroleum Group ialah
salah satu perusahaan multinasional Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang
energi dan minyak bumi, telah menerapkan program BBS sejak tahun 1997.

Universitas Sumatera Utara

4

Menurut Wayne (2004), Koch Petroleum Group yang mengadopsi program BBS
berhasil menurunkan kasus cedera sebesar 56%.
Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (U.S. Bureau Labor of
Statistics) menyatakan bahwa ada 112 dan 126 kematian terjadi di sektor produksi
minyak dan gas di Amerika Serikat yang terjadi pada tahun 2012 dan 2013.
Negara bagian Texas memiliki data kematian sejumlah 51 dan 66 di kedua tahun

tersebut (McEwen, 2015).
Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) mencatat angka
kecelakaan kerja pada kegiatan hulu minyak dan gas bumi (migas) di sepanjang
2014 mencapai 159 kejadian. Dari angka tersebut, 106 diantaranya merupakan
kecelakaan ringan, 32 kecelakaan sedang, 16 kecelakaan berkategori berat, dan 6
lainnya kecelakaan fatal. Sementara di tahun sebelunya, angka kecelakaan kerja
tercatat mencapai 183 kecelakaan (Duta, 2015).
Chevron Pasific Indonesia merupakan suatu perusahaan terbesar yang
bergerak dalam bidang produksi gas dan minyak bumi. Dalam proses produksi,
perusahaan menyadari bahwa frekuensi risiko kemungkinan terjadi kecelakaan
kerja jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan dalam proses produksi, terdapat mesinmesin dan peralatan yang mendukung proses tersebut. Menurut Indoasia Business
Unit Chevron, setiap tahunnya di seluruh operasi Chevron terjadi hampir 300
kasus luka-luka akibat kecelakaan kerja. Sebagai konsekuensinya, perusahaan
beroperasi secara sederhana dan total biaya yang dikeluarkan perusahaan
mencapai beberapa miliar dollar per tahunnya (Andryan, 2008).
Pihak Departemen Health Environmental and Safety (HES) PT. Chevron
Distrik Minas mengatakan bahwa Minas merupakan kota atau distrik wilayah

Universitas Sumatera Utara


5

kerja Chevron Pasific Indonesia yang memiliki risiko kerja paling besar di antara
distrik Dumai, Duri, dan Rumbai. Beberapa risiko diantaranya ialah risiko
kecelakaan dalam membawa kendaraan lintas Sumatera, risiko peledakan pipa
minyak dan gas, risiko terkena uap panas dari steam, risiko terjatuh atau terjepit
saat maintenance, risiko terkena api di flarestack, dan risiko kerja lainnya. Hal ini
disebabkan karena distrik Minas merupakan wilayah kerja yang terletak di jantung
lintas transportasi utama Pulau Sumatera. Dari data terakhir pencatatan kejadian
kecelakaan kerja, terdapat 34 kejadian diantara tahun 2011 dan 2015 di Minas.
Departemen Hydrocarbon Transportation (HCT) merupakan satu diantara
13 departemen dari PT. Chevron Pacific Indonesia yang bertanggung jawab untuk
menjalankan operasi pengiriman minyak dari lapangan-lapangan minyak melalui
pipa penyalur, menyimpan minyak ke dalam tangki timbun, dan mengapalkan
minyak melalui dermaga. Proses penyaluran minyak berasal dari kota Dumai,
kemudian dikirim ke kota Duri, dan berakhir di kota Minas, serta begitupun
sebaliknya. Selain minyak, Departemen HCT juga bertanggung jawab dalam
menjalankan operasi distribusi gas dari lapangan (field) dan titik serah terima ke
stasiun pembangkit listrik dan uap untuk keperluan operasi produksi. Oleh karena
itu, risiko kerja yang dimiliki Departemen HCT ialah kebocoran pipa minyak dan

gas yang berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan pekerja apabila hal yang
tidak diinginkan terjadi. Selain itu, pekerjaan lainnya yang memiliki risiko adalah
pekerjaan operasi dalam melakukan inspeksi fasilitas pipa penyalur, pekerjaan
operasi yang berhubungan dengan bahan kimia, pekerjaan dalam pemeliharaan
dan perbaikan pipa yang berhubungan dengan bahaya panas dan api, serta
pekerjaan perkantoran yang memiliki risiko repetitive stress injury.

Universitas Sumatera Utara

6

Departemen HCT Minas pada umumnya membagi para karyawan dalam
tiga jenis pekerjaan. Pertama, karyawan bekerja sebagai Operator yang berlokasi
di North Booster Station (NBS) bertanggung jawab untuk mengecek berapa
volume minyak dan air yang masuk ke gathering station (tempat pengumpulan
minyak, disingkat GS) yang dilakukan setiap dua jam sekali. Selain itu, Operator
juga bertanggung jawab untuk mengganti meter tiket setiap hari pada pukul 00:00
WIB, berguna sebagai laporan kepada pihak terkait mengenai total minyak yang
masuk. Kedua, karyawan bekerja sebagai Facility Representative yang
bertanggung jawab mengecek pipa untuk mencegah adanya kebocoran. Selain itu,

Facility Representative bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi pada

pihak maintenance terhadap pipa GS 1 s.d. 6 yang membutuhkan perawatan dan
perbaikan.
Pihak HES PT. Chevron Pasific Indonesia mengatakan bahwa untuk
mencapai dan mempertahankan tujuan perusahaan, yaitu melakukan pekerjaan
dengan selamat dan benar, maka perusahaan berusaha membangun suatu budaya
dimana setiap orang yakin bahwa semua kecalakaan dan gangguan operasi dapat
dicegah dan pencapaian ͞zero accident͟ adalah mungkin terjadi, yaitu dengan
diadakannya program behavior based safety. PT. Chevron Pasific Indonesia
Distrik Minas telah menerapkan program BBS sejak tahun 2006.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Gambaran Penerapan Program Behavior Based Safety di
Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron Pacific Distrik Minas
Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

7


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah "Bagaimana gambaran
penerapan program behavior based safety di Departemen Hydrocarbon
Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia Distrik Minas."

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan

program Behavior Based Safety di Departemen Hydrocarbon Transportation PT.
Chevron Pacific Indonesia Distrik Minas Tahun 2016.
1.3.2

Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui

bagaimana penerapan Kartu BBS oleh pekerja di

Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia
Distrik Minas Tahun 2016.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Feedback dalam proses penerapan
BBS oleh pekerja di Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron
Pasific Indonesia Distrik Minas Tahun 2016.
3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan tugas Steering
Committee dalam mendukung proses BBS di Departemen Hydrocarbon
Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia Distrik Minas Tahun 2016.

1.4

Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara


8

1. Sebagai masukan untuk pekerja serta pihak Health and Environment Safety
Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia
Distrik Minas.
2. Sebagai pengetahuan dan wawasan untuk penulis khususnya dalam hal
penerapan program Behavior Based Safety.
3. Sebagai bahan referensi untuk penulis lain yang ingin meneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara