Kajian Eksperimental Bata Beton (Paving Block) Menggunakan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Sinabung Sesuai SNI 03-0691-1996

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paving Block
Paving Block atau concrete block merupakan perkerasan block beton
yang merupakan versi modern block granit. Concrete Block umumnya digunakan
untuk jalan kecil atau jalan kendaraan dan apabila kegunaannya untuk pelayanan
yang banyak, masalah pecahan atau pemulihan permukaan dapat diminimumkan
(Wignal,1999).
Bata beton (paving block) menurut SNI 03-0691-1996 adalah suatu
komposisi suatu bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau
bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu.
2.2 Klasifikasi Paving Block
Berdasarkan klasifikasinya Paving Block dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi diantaranya yaitu :
2.2.1 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya Paving Block dapat digolongkan dalam
beberapa jenis yaitu :
a) Paving Block Press Manual / Tangan
Paving Block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual

dengan tangan. Paving Block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (8.5 - 10
MPa). Sesuai dengan mutunya yang rendah, bata beton jenis ini memiliki nilai
jual rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, bata beton press manual umumnya
digunakan untuk perkerasaan non struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan,
dan perkerasaan lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Paving Block Press Mesin Vibrasi / Getar
Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan
umumnya memiliki mutu beton kelas C-B (12.5-20 MPa). Dalam pemakaiannya
Paving Block Press Mesin Vibrasi ini banyak digunakan sebagai alternatif
perkerasan di pelataran garasi rumah dan lahan parkiran.
c) Paving Block Press Mesin Hidrolik

Universitas Sumatera Utara

Paving Block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan
mesin press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm². Concrete Block press
hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B-A
(17-40 MPa).
Pemakaian Concrete Block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan
non struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi untuk menahan

beban yang berat yang dilalui diatasnya, seperti: areal jalan lingkungan hingga
sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko,
2007).
d) Klasifikasi Concrete Block Berdasarkan Penggunaan Menurut
SNI SNI 03-0691-1996 ada 4 tipe mutu Concrete Block :
Mutu Concrete Block Tipe A

: digunakan untuk jalan

Mutu Concrete Block Tipe B

: digunakan untuk peralatan parkir

Mutu Concrete Block Tipe C

: digunakan untuk pejalan kaki

Mutu Concrete Block Tipe D

: digunakan untuk taman


Kuat Tekan

Ketahanan aus

Penyerapan air rata-

(MPa)

( mm/menit )

rata maks.

Mutu

Rata-rata

Min.

Rata-rata


Min

(%)

A

40

35

0.090

0.103

3

B

20


17.0

0.130

0.149

6

C

15

12.5

0.160

0.184

8


D

10

8.5

0.219

0.251

10

Tabel 2.1 Mutu Paving Block

Universitas Sumatera Utara

Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam
mutu beton kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti untuk
taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan


beban

diatasnya. Mutu paving block yang pengerjaannya dengan menggunakan mesin
pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton kelas C sampai A dengan kuat
tekan diatas 12,5 MPa bergantung pada perbandingan campuran bahan yang
digunakan.
2.3. Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder)
yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat
hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.3.1 Jenis Semen Portland
Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang
telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi
menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I
Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak

memerlukanpersyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat,
kekuatan awal)
Tipe II
Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang
danmempunyai panas hidrasi sedang.
Tipe III
High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi
(cepatmengeras)
Tipe IV
Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas
hidrasi rendah,kekuatan awal rendah.

Universitas Sumatera Utara

Tipe V
High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap
kadar sulfat tinggi.
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC
(OrdinaryPortland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan
secara luas untukkonstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak

memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedunggedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.
2.3.2. Bahan Penyusun Semen Portland
Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica
(SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.
Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan
gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri
Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam
semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini.
Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Rumus Kimia

Notasi

Persen Berat

Trikalsium Silikat

3CaO.SiO2

C3S


55

Dikalsium Silikat

2CaO.SiO2

C2S

18

3CaO.Al2O3

C3A

10

4CaO.Al2O3.Fe2O3

C4AF


8

CaSO4.2H2O

CSH2

6

Nama Kimia

Tirikalsium aluminat
Tetrakalsium Aluminoferit
Gipsum

Universitas Sumatera Utara

2.4 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh
perekat semen (CUR 2, 1993).Kandungan agregat dalam campuran beton
biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini
harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi
sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, di mana agregat yang kecil
berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar
(Nawy, 1998).
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat
buatan (pecahan).Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan
beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
2.4.1 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi
alami daribatu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat
pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan
no.4 dan tertahan pada saringan no.200.
Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan Butiran ( Gradasi )
Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian (larrard,
1990)menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada
umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah) yang
mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal. Agregat halus yang
digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang
kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton
yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan

Universitas Sumatera Utara

akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan
maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat
digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
 Pasir kasar

: 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang

: 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus

: 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM
C33– 74a.
Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.3 Batasan gradasi untuk agregat halus menurut ASTM C33-74a
Ukuran Saringan ASTM

Persentase berat yang lolos pada tiap
Saringan (%)

9.5 mm (3/8 in)

100

4.76 mm (No. 4)

95 – 100

2.36 mm ( No.8)

80 – 100

1.19 mm (No.16)

50 – 85

0.595 mm ( No.30 )

25 – 60

0.300 mm (No.50)

10 – 30

0.150 mm (No.100)

2

– 10

2. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ),
tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur
melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.
3. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan
beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna
yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya
pada acuan No 3.
Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah danlembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh
mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya

Universitas Sumatera Utara

cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton
dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang
bahannya dapat mencegah pemuaian.
Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :
a. Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
b. Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.
2.5 Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara
semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan
minyak.Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar
dihindari karena dapat mengganggu pengikatan semen.Pada umumnya air yang
memenuhi persyaratan sebagai air minum juga memenuhi syarat bila dipakai
untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum yang banyak
mengandung sulfat (Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu
proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat
menyebabkan :
1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
5. Bercak-bercak pada permukaan beton.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk
pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang
merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya
sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika
perawatan cukup lama.
Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran
bahan bangunan adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain
yang dapat merusak daripada beton.
2. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium
Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang
dipersyaratkan.
3. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran
berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah
proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan
proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Sebagai akibatnya batako yang dihasilkan
akan kurang kekuatannya.
Adapun hukum perbandingan air semen dari Abrams, sebagai berikut :
“Pada bahan-bahan beton dan keadaan pengujian tertentu, jumlah air campuran
yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama campuran cukup plastis dan
dapat dikerjakan” (Murdock,L.J.,1991).
Hukum ini memberikan arti, bahwa beton yang dipadatkan sempurna
dengan agregat yang baik dan pada kadar semen tertentu, kekuatannya tergantung
pada perbandingan air semen. Maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total
(semen + agregat halus) material yang menentukan, melainkan hanya
perbandingan antara air dan semen pada campuran yang menentukan.
2.6 Debu Vulkanik
Debu vulkanik merupakan mineral batuan vulkanik termasuk material
glass yang memiliki ukuran sebesar pasir dan kerikil dengan diameter kurang
lebih 2 mm (1/2 inchi) yang merupakan hasil erupsi gunung berapi.Partikel abu
sangat kecil tersebut dapat memiliki penampang lebih kecil dari 0,001 mm
(1/25,000th of an inch).
Abu vulkanik memiliki sifat sangat keras dan tidak larut didalam air
sehingga seringkali sangat abrasive dan sedikit korosif serta mampu
menghantarkan listrik ketika dalam keadaan basah.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Debu Vulkanik
Dari hasil pengujian di lab karakteristik debu vulkanik mengandung unsur:
Tabel 2.4. Kandungan kimia debu vulkanik erupsi gunung sinabung
No.

Parameter

Hasil

Satuan

Metode

1

Silika sebagai SIO2

85,6

%

Gravimetri

2

Aluminium sebagai AL2O3

0,95

%

Perhitungan

3

Kalsium sebagai CAO

4,78

%

Gravimetri

4

Magnesium sebagai MgO

4,48

%

Gravimetri

5

Kadar Air

1,43

%

Gravimetri

(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, Laboraturium Penguji,
Kementrian Perindustrian)

Dari hasil pemeriksaan kandungan kimia diatas maka sangat dimungkinkan
dilakukannya pemanfaatan abu tersebut sebagai bahan pasir dan semen yang dapat
digunakan pada pembuatan paving block.
2.7 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji paving block menurut SNI 031-0691-1996 yaitu :
2.7.1 Pengujian Sifat Tampak
bata beton harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retakretak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan
kekuatan jari tangan. Semua hal itu diperiksa dengan pengamatan yang teliti yaitu
dengan cara bata disusun diatas permukaan yang rata sebagaimana pada
pemasangan yang sebenarnya.
2.7.2 Pengujian Ukuran
Bata beton harus memiliki tebal nominal 60 minimum 60 mm dengan
toleransi +8%. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler atau
sejenisnya dengan ketelitian 0,1 mm. pengukuran tebal dilakukan terhadap tiga

Universitas Sumatera Utara

tempat yang berbeda dan diambil nilai rata-rata. Pengujian dilakukan terhadap 10
buah contoh uji.
2.7.3 Pengujian Kuat Tekan
1) Ambil 10 buah contoh uji masing-masing dipotong berbentuk kubus dan
rusuk-rusuknya disesuaikan dengan ukuran contoh uji.
2) Contoh uji yang telah siap, ditekan hingga hancur dengan mesin penekan
yang dapat diatur kecepatannya. Kecepatan penekanan dari mulai
pemberian beban sampai contoh uji hancur diatur dalam waktu 1 sampai 2
menit arah penekanan pada contoh uji disesuaikan dengan arah tekanan
beban didalam pemakaiannya.
3) Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : P = beban tekan, N
L = luas bidang tekan
Kuat tekan rata-rata dari contoh bata beton dihitung dari jumlah kuat tekan
dibagi jumlah contoh uji.
2.7.4 Pengujian Ketahanan aus
1) Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 50 mm x 50 mm dan tebal 20 mm (untuk pengujian ketahanan
aus).
1) Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran kurang dari
20 mm (untuk penentuan berat jenis)
2) Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari berat jenis
dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin semen.
3) Benda uji yang telah diukur dan telah ditimbang, diletakkan pada
tempatnya pada mesin pengaus, dibebani dengan beban tambahan sebesar
3 1/3 kg.
4) Mesin pengaus dijalankan dan setelah pengaus pertama berlangsung 1
menit, benda uji diputar 90°, dan pengausan dilanjutkan.
5) Setiap setelah pengausan berlangsung 1 menit benda uji diputar 90°, dan
hal ini dilakukan sampai berlangsung 5x1 menit. Selama menit-menit

Universitas Sumatera Utara

pengausan, permukaan yang diaus harus selalu diamati setiap menit
apakah lapisan kepala ini telah ada yang habis.
6) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah pengausan selama 5
menit, dibersihkan dari debu dan serpihan kemudian ditimbang ampai
ketelitian 10 mg.
7) Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala telah ada yang
habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir habisnya lapisan kepala,
lalu benda uji dibersihkan dari debu dan ditimbang.
8) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji sebelum dan
sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis lapisan kepalanya,
pengausan dapat dilanjutkan sampai pada menit-menit habisnya lapisan
kepala atau sampai menit ke 15.
9) Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering ditimbang lalu
ditentukan volumenya. Hitung berat jenis masing-masing benda uji dengan
ketelitian sampai 2 desimal, dan hitung nilai rata-rata dari 10 benda uji.
10) Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai berikut :

Dimana :
A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus, dalam g
BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala
I = Luas permukaan bidang aus, dalam
w = Lamanya pengausan, dalam menit.

2.7.5 Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat
a.

Peralatan pengujian :
1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat jenis antara
1,151-1,174.
2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan natrium sulfat

b.

Prosedur Pengujian :
1)

Dua buah benda uji utuh (bekas pengujian ukuran) dibersihkan dari
kotoran yang melekat, kemudian dikeringkan dalam dapur pengering
pada suhu (105+2) C hingga berat tetap lalu didinginkan dalam eksikaor

Universitas Sumatera Utara

2)

Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian direndam
dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16 sampai dengan 18
jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu agar cairan yang berlebih
meniris.

3)

Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering pada suhu
(105+2) °C selama kurang lebih 2 jam, kemudian didinginkan sampai
suhu kamar.

4)

Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-turut.

5)

Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai tidak ada lagi
sisa sisa garam sulfat yang tertinggal.

6)

Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang tertinggal,
larutan pencucinyadapat diujidengan larutan

7)

��2.

Untuk mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian dengan air
panas bersuhu kurang lebih 40-50 °C.

8)

Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan dalam dapur
pengering sampai berat tetap (± 2-4 jam), didinginkan dalam eksikator.
Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian 0,1 gram.

9)

Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah perendaman
dalam larutan garam natrium sulfat terjadi atau Nampak adanya retakan,
gugusan atau cacat-cacat lainnya.

10) Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata :
-

Baik/ tidak cacat, bila tidak Nampak adanya retak-retak atau perubahan
lainnya

-

Cacat/ retak-retak, bila Nampak adanya retak-retak (meskipun kecil),
rapuh, gugus dan lain- lain.

11) Apabila

selisih

penimbangan

sebelum

perendaman

dan

setelah

perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda uji tidak cacat nyatakan
benda-benda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan dari 2 diantara 3
benda uji tadi lebih besar dari 1 %, sedang benda ujinya baik (tidak cacat)
nyatakan

benda

uji

secara

keseluruhan

menjadi

cacat.

Universitas Sumatera Utara

2.7.6 Pengujian Penyerapan Air
1) Lima buah benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh
(24jam), ditimbang beratnya dalam keadaan basah
2) Kemudian dikeringkan dalam dapur pengering selama kurang lebih 24
jam, pada suhu kurang lebih 105°C sampai beratnya pada dua kali
penimbangan berselisih tidak lebih dari 0,2% penimbangan yang
terdahulu.
3) Penyerapan air dihitung sebagai berikut
Penyerapan air =

A−B

x 100%

B

Dimana : A = berat beton basah
B = berat beton kerin

19

Universitas Sumatera Utara