Analisa Faktor Dominan yang Berpengaruh pada Kejadian Malaria di Daerah Hypoendemis di Sumatera Utara :Pengembangan Model Prediksi Diagnosis Asymptomatic Malaria pada Layanan Kesehatan Primer Chapter III VI
72
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
longitudinal
study
dengan
melakukan
pengamatan pada tiap subyek penelitian selama 2 minggu. Setiap subyek
penelitian diamati sebanyak dua kali periode menderita malaria selama masa
penelitian. Data primer yang diperoleh akan dianalisa untuk mendapatkan Model
Prediksi
Diagnosis
Asymptomatic
Malaria
dan
Model
Faktor
Risiko
Asymptomatic Malaria.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Batubara yang merupakan daerah
hypoendemis malaria di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang dipilih adalah
kecamatan yang memiliki prevalensi malaria tertinggi berdasarkan data sekunder,
yaitu Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Labuhan Ruku dan Kecamatan Lima
Puluh. Sampel penelitian diambil dari 4 Puskesmas dan 25 desa yang berada di
wilayah ketiga kecamatan tersebut. Semua lokasi penelitian telah menggunakan
kombinasi artemisinin sebagai obat antimalaria. Penelitian dilakukan mulai dari
bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2015.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi terjangkau penelitian adalah penduduk yang tinggal menetap di
daerah penelitian dan mempunyai faktor risiko untuk menderita penyakit malaria.
Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria sampel dan
diambil secara random.
Universitas Sumatera Utara
73
Adapun kriteria sampel penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1. Tercatat sebagai penderita malaria pada kurun waktu dua tahun terakhir
(retroprospektif)
2. Telah tinggal di lokasi minimal selama 1 tahun secara menetap
3. Umur ≥ 6 tahun, laki-laki dan perempuan
4. Bersedia mengikuti pemeriksaan yang sesuai dengan prosedur penelitian.
5. Bersedia untuk mengisi kuesioner dan mengikuti sesi wawancara untuk
melengkapi data penelitian.
6. Menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan.
b. Kriteria eksklusi
1. Mengalami demam pada masa pengamatan.
2. Minum obat malaria atau ramuan tradisional yang diyakini dapat
menyembuhkan malaria dalam waktu 1 bulan terakhir.
3. Mendapatkan transfusi darah dalam waktu 1 bulan terakhir
4. Tidak mengikuti prosedur penelitian secara lengkap
5. Meninggalkan daerah penelitian lebih dari 7 hari
6. Mengundurkan diri dari penelitian walaupun telah mendapat penjelasan dari
peneliti
Sampel diperoleh melalui dua metode deteksi, yaitu active case detection
(ACD) dan passive case detection (PCD). Metode ACD dilakukan dengan
mengunjungi langsung masyarakat berdasarkan data sekunder penderita malaria
dua tahun terakhir dan ditetapkan secara random. Sementara itu, PCD dilakukan
secara random pada masyarakat yang datang ke layanan kesehatan, baik di
Universitas Sumatera Utara
74
Puskesmas ataupun layanan kesehatan primer yang ada di desa pada daerah
penelitian.
3.4. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan memakai rumus yang digunakan pada studi
longitudinal (kohort), yaitu :
n 1,2 =
(zα √2PQ + zβ √(P1Q1+P2Q2)2
(P1-P2)2
(Madiyono et al., 2007)
Keterangan :
n
= besar sampel minimum
RR
= relative risk
α
= tingkat kemaknaan : 0,05
zα
= 1,96
β
= power
zβ
= 0,842
P1
= proporsi sampel dengan faktor risiko
P2
= proporsi sampel tanpa faktor risiko
P
= ½ (P1 + P2)
: 1,8
: 0,80
= P1/P2 (Males, 2008)
= 0,21
Dari perhitungan rumus diatas didapatkan hasil 245 sehingga besar sampel
minimal dibulatkan menjadi 250 orang sampel pada tiap kelompok yang diteliti,
yaitu kelompok yang memiliki faktor risiko dan yang tidak memiliki faktor risiko.
3.5. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dua jenis data, yaitu
data primer dan data sekunder.
Universitas Sumatera Utara
75
3.5.1. Data primer
Data primer yang dikumpulkan antara lain :
a. Karakteristik Sampel Penelitian, yaitu Umur, Jenis Kelamin dan Tempat
Tinggal.
b. Faktor Risiko Malaria, yaitu Kualitas Pelayanan Kesehatan (Ketersediaan Alat
Diagnosis Malaria, Ketersediaan Obat Malaria dan Kualitas Tenaga
Kesehatan), Perilaku Mencari Bantuan Kesehatan (Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan tentang Penyakit Malaria dan Akses ke Tenaga Kesehatan) dan
Perilaku Pencegahan Penyakit (Pemakaian Kelambu, Kualitas Pemakaian
Kelambu, Pemakaian Antinyamuk Bakar, Pemakaian Antinyamuk Oles
(repellent), dan Kondisi Tempat Tinggal) .
c. Pemeriksaan Fisik yaitu Status Gizi
d. Pemeriksaan Laboratorium yaitu Kecacingan, Golongan Darah ABO dan Profil
Hematologi (Kadar Hb, Basofil, Eosinofil, Netrofil, Limfosit dan Monosit)
e. Diagnosis malaria dengan pemeriksaan Mikroskopik (Kepadatan Plasmodium
sp.) dan Rapid Diagnostic Test (RDT).
3.5.2. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah karakteristik penderita malaria
dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yang digunakan sebagai data dasar untuk
pelaksanaan metode deteksi ACD.
Universitas Sumatera Utara
76
3.6. Definisi Operasional
Definisi operasional diperlukan untuk menjelaskan variabel-variabel yang
akan diukur. Definisi operasional ini juga berperan sebagai penghubung dari teori
hipotesis sampai dengan observasi dari masing-masing variabel.
1. Penderita malaria berdasarkan data sekunder adalah sampel yang memenuhi
kriteria penyakit malaria, yaitu ditemukan plasmodium pada pemeriksaan
mikroskopik dan atau positif pada pemeriksaan RDT.
a. Cara ukur
: Melihat Data Sekunder
b. Alat ukur
: Medical Record
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: plasmodium (+) dan atau RDT (+)
: plasmodium (-) dan atau RDT (-)
: Nominal
2. Pemeriksaan mikroskopik adalah teknik pemeriksaan apusan darah tepi standar
untuk menegakkan diagnosis malaria, yaitu dengan menemukan plasmodium
dalam apusan darah penderita malaria tersebut. Pemeriksaan mikroskopik serial
adalah pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan beberapa kali setelah hasil
negatif pada pemeriksaan mikroskopik pertama dan berhenti apabila telah
ditemukan plasmodium atau telah sampai pada pemeriksaan serial ketiga.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada apusan darah tebal untuk
memastikan ada tidaknya plasmodium, sedangkan apusan darah tipis diperiksa
untuk mendeteksi spesies plasmodium. Apusan darah tebal dibuat sebanyak dua
buah blood spot pada sebuah object glass. Pemeriksaan mikroskopik pada
apusan darah tebal dikatakan negatif apabila telah melakukan pemeriksaan
mikroskopik sampai dengan 500 lapangan pandang pada tiap blood spot.
Universitas Sumatera Utara
77
a. Cara ukur
: Pemeriksaan darah dengan mikroskop
b. Alat ukur
: Mikroskop Olympus CX21
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: plasmodium (+)
: plasmodium (-)
: Nominal
3. Kepadatan parasit adalah jumlah plasmodium sp. di dalam darah yang
diperiksa. Adapun stadium yang ikut dihitung adalah stadium aseksual.
a. Cara ukur
: Kepadatan parasit (n) dihitung pd apusan tebal per
500 Lekosit, kemudian dikalikan dengan bilangan
(8000/500), sehingga menjadi : n x 8000/500
b. Alat ukur
: Mikroskop Olympus CX21
c. Hasil ukur
: Jumlah parasit / µl
d. Skala ukur
: Numerik
4. Pemeriksaan RDT adalah pemeriksaan imunokromatografi dalam bentuk
dipstik atau strip. Pemeriksaan RDT dilakukan sejak hari pertama pemeriksaan
(RDT 1) dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan RDT Serial apabila hasil
pemeriksaan mikroskopik negatif. Pemeriksaan serial dihentikan apabila telah
ditemukan plasmodium pada pemeriksaan mikroskopik atau telah sampai pada
pemeriksaan serial ketiga. Pemeriksaan serial RDT dilakukan pada hari kedua
(RDT Serial 1), hari kedelapan (RDT Serial 2) dan hari kelima belas (RDT
Serial 3). Test ini memerlukan waktu sekitar 15-30 menit.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan darah
b. Alat ukur
: Monotes Test Device, Sensitivitas 100% dan Spesifisitas
98,7%, Lot 1412040; ISO 13485:2003, Expiry dates :
Universitas Sumatera Utara
78
Desember 2016.
c. Hasil ukur
: Positif dan Negatif
d. Skala ukur
: Nominal
5. Akurasi diagnosis RDT diperoleh dari perbandingan hasil pemeriksaan RDT
dengan Pemeriksaan Mikroskopik.
a. Cara ukur
: Perbandingan pemeriksaan RDT dan mikroskopik
b. Alat ukur
: Rumus nilai akurasi diagnosis
c. Hasil ukur
: Sensitifitas, Spesifisitas, Nilai Duga Positif (NDP) dan
Nilai Duga Negatif (NDN).
d. Skala ukur
: Numerik
6. Asymptomatic malaria adalah penderita malaria yang tidak menunjukkan gejala
klinis demam pada saat pemeriksaan pertama tetapi pada pemeriksaan pertama
mikroskopik
atau
pemeriksaan
mikroskopik
serial
dijumpai
adanya
plasmodium.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan mikroskopik dan Gejala klinis
b. Alat Ukur
: Mikroskop Olympus CX21 dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: plasmodium (+) dan demam (-)
: plasmodium (-) dan demam (-)
: Nominal
7. Karakteristik sampel yang diukur adalah Umur, Jenis Kelamin dan Tempat
Tinggal
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Umur
: usia dalam tahun
Universitas Sumatera Utara
79
Jenis kelamin
: Laki / Perempuan
Tempat tinggal
: Kedai Sianam , Ujung Kubu,
Tanjung Tiram, Labuhan Ruku
d. Skala ukur
: Umur (Numerik), Jenis kelamin (Nominal),
Tempat tinggal (Nominal)
8. Status gizi adalah tingkat kecukupan dan keseimbangan antara asupan zat gizi
dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Status
gizi diukur dengan cara menghitung Body Mass Index (BMI) atau Indeks
Massa Tubuh (IMT).
a. Cara ukur
: BMI = Berat Badan (m) / (Tinggi Badan - kg)2
b. Alat ukur
: Timbangan pijak, meteran dan tabel BMI / IMT
c. Hasil ukur
: Klassifikasi Nilai BMI (Depkes, 2003)
Obese
: > 27
Gemuk
: 25,1 - 27
Normal
: 18,5 - 25
Kurus
: 17 – 18,4
Sangat Kurus : < 17
d. Skala ukur
: Ordinal
9. Kecacingan adalah variabel yang memiliki dimensi infeksi cacing Soil
Transmitted Helminths (STH), yang meliputi infeksi Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichuira, dan cacing tambang. Infeksi ini ditentukan dengan
melakukan pemeriksaan sediaan langsung tinja metode Kato.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan sediaan tinja langsung
b. Alat ukur
: Mikroskop Olympus CX21
Universitas Sumatera Utara
80
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: Telur STH (+) dan atau larva STH (+)
: Telur STH (-) dan atau larva STH (-)
: Nominal
10. Golongan darah ABO adalah pemeriksaan golongan darah dengan mendeteksi
keberadaan antigen A, B dan AB. Pemeriksaan dilakukan dengan metode
aglutinasi antigen dan antibodi pada slide.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan golongan darah metode slide
b. Alat ukur
: Anti-A, Anti-B dan Anti-AB untuk Slide
CellLine/Clone: 11H5(A), BRIC250(B), BRIC186(AB)
c. Hasil ukur
: Golongan darah A, B, AB dan O
d. Skala ukur
: Nominal
11. Profil hematologi adalah kadar Hb dan Proporsi Hitung Jenis Lekosit pada
penderita malaria dengan pemeriksaan apusan darah
a. Cara ukur
: Pemeriksaan kadar Hb dan Apusan darah
b. Alat Ukur
: Kadar Hb : Easy Touch GHb meter, Lot : HB15414B4T ;
Control : (N) 12-15 g/ml, Expiry dates : September 2019
c. Hasil ukur
: Kadar Hb dan Proporsi Hitung Jenis Lekosit
(Basofil, Eosinodil, Netrofil, Limfosit dan Monosit)
d. Skala ukur
: Numerik
12. Kualitas Tenaga Kesehatan diukur dari Komunikasi, Empati, Penjelasan
Tentang Penyakit, Biaya Pengobatan dan Keberadaan Tenaga Kesehatan.
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Kategorisasi berdasarkan proporsi nilai.
Universitas Sumatera Utara
81
Nilai maksimal kuesioner adalah 8
Baik : > 6
(X> 75%Nilai Maks)
Cukup : 4 – 6 (50%Nilai Maks 75%Nilai Maks)
Cukup: 15 – 23 (50%Nilai Maks < X< 75%Nilai Maks)
Kurang: < 15
d. Skala Ukur
(X< 50%Nilai Maks)
: Ordinal
16. Sikap tentang penyakit malaria diukur dari sikap tentang sifat penyakit
malaria, serta upaya pencegahan dan pengobatan malaria.
a. Cara Ukur
: Wawancara
b. Alat Ukur
: Kuesioner
c. Hasil Ukur
: Kategorisasi berdasarkan proporsi nilai.
Nilai maksimal kuesioner adalah 24
Baik : > 18
(X> 75%Nilai Maks)
Cukup: 12 – 18 (50%Nilai Maks 75%Nilai Maks)
Cukup: 9 – 13 (50%Nilai Maks 5 km, waktu tempuh >1
jam dan tidak memiliki transportasi pribadi
d. Skala Ukur
: Ordinal
19. Pemakaian Kelambu diukur dengan melihat keberadaan kelambu celup.
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat Ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Tidak Pakai Kelambu, Pakai Kelambu Biasa, Pakai
Kelambu Celup
Universitas Sumatera Utara
84
d. Skala ukur
: Ordinal
20. Kualitas Pemakaian Kelambu diukur dari cara penggunaan kelambu dan
perawatan kelambu
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat Ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Kategorisasi berdasarkan proporsi nilai.
Nilai maksimal kuesioner adalah 20
Baik : > 16
(X> 75% Nilai Maks)
Cukup: 10–16 (50% Nilai Maks 65 tahun, kedua kelompok
tersebut terdapat di Kecamatan Lima Puluh (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Kelompok Umur Penduduk di Kabupaten Batubara
Kelompok Umur
(Tahun)
≤5
Sei Balai
Tanjung
Tiram
Talawi
Lima
Puluh
Air
Putih
Sei
Suka
Medang
Deras
2.818
8.579
6.457
10.646
5.533
6.113
6.514
6 -- 15
5.803
15.743
12.174
18.798
10.015
11.064
11.149
16 – 65
17.637
40.201
35.935
55.369
31.448
35.790
32.033
> 65
1.351
2.226
2.562
4.220
2.221
2.078
2.002
TOTAL
27.609
66.749
57.128
89.033
49.217
55.045
51.698
4.2. Proses Pengambilan Sampel
Kabupaten Batubara merupakan satu dari tiga belas daerah endemis
malaria di Provinsi Sumatera Utara. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara menyatakan bahwa Annual Parasite Incidence (API) Kabupaten Batubara
pada tahun 2013 adalah 8,9 dan tahun 2014 adalah 7,4 (Dinkes Provsu , 2015).
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas dan desa di kecamatan yang
memiliki prevalensi kasus malaria tertinggi dalam waktu 2 tahun terakhir, yaitu :
Kecamatan Tanjung Tiram, Talawi dan Lima Puluh (Dinkes Batubara, 2015).
Universitas Sumatera Utara
92
Pengambilan sampel dilakukan pada layanan kesehatan primer, baik di Puskesmas
maupun di desa yang memiliki tenaga kesehatan yang tinggal di desa tersebut.
Proses pengambilan sampel secara PCD dilakukan di 4 Puskesmas, yaitu
Puskesmas Tanjung Tiram (Kecamatan Tanjung Tiram), Puskesmas Ujung Kubu
(Kecamatan Tanjung Tiram), Puskesmas Labuhan Ruku (Kecamatan Talawi) dan
Puskesmas Kedai Sianam (Kecamatan Lima Puluh). Subyek penelitian adalah
pengunjung Puskesmas yang tidak memiliki keluhan demam dan memenuhi
kriteria sampel. Sampel diambil secara random sederhana.
Sementara itu, proses pengambilan sampel secara ACD dilakukan pada
25 desa yang memiliki tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa tersebut.
Sampel diperoleh dengan cara mengunjungi beberapa komunitas, seperti Sekolah
Dasar dan Posyandu. ACD juga dilakukan pada lingkungan di sekitar penderita
malaria yang telah ditemukan sebelumnya, baik berdasarkan data primer maupun
data sekunder. Pengelompokkan tempat tinggal sampel dikategorikan berdasarkan
Puskesmas yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat di wilayah
desa tersebut (Tabel 4.4.).
Tabel 4.4. Tempat Penelitian
Kecamatan
Layanan Kesehatan Primer
Total
Puskesmas
Desa
Tanjung Tiram
2
10
12
Talawi
1
7
8
Lima Puluh
1
8
9
Total
4
25
29
Lamanya pengamatan pada tiap sampel dilakukan berdasarkan rata-rata
masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia, yaitu 6 – 14 hari (Beaver et
al., 1984). Pada awalnya, proses pengamatan dilakukan selama dua kali masa
inkubasi, yaitu 4 minggu, dengan jarak pemeriksaan serial mingguan selama
Universitas Sumatera Utara
93
2 minggu dan total pemeriksaan serial sebanyak tiga kali pada setiap sampel.
Pengamatan selama 4 minggu ini ternyata menurunkan tingkat partisipasi
masyarakat. Antisipasi yang dilakukan adalah mengubah lama pengamatan dari
4 minggu menjadi 2 minggu, dengan jarak pemeriksaan serial mingguan menjadi
1 minggu, tanpa mengurangi total pemeriksaan serial pada setiap sampel.
Masyarakat yang berpartisipasi dalam penelitian adalah 2.478 orang,
dengan rincian 1.551 orang dengan keluhan demam dan 927 orang tanpa demam.
Pembahasan pada tulisan ini dilakukan hanya pada 927 orang sampel yang tidak
memiliki keluhan demam.
Penelitian ini mendapatkan penderita asymptomatic malaria sebanyak
250 orang (26,9%). Penyebab terbanyak adalah Plasmodium vivax (53,6%) (Tabel
4.5.). Selama penelitian, tidak ada sampel yang menderita malaria lebih dari satu
kali.
Tabel 4.5. Klasifikasi Sampel Penelitian
No
1.
2.
Karakteristik
Klasifikasi Klinis
a. Bukan Asymptomatic Malaria
b. Asymptomatic Malaria
Klasifikasi Spesies
a. Plasmodium falciparum
b. Plasmodium vivax
c. P.falciparum + P.vivax
n
%
677
250
73,1
26,9
25
134
91
10,0
53,6
36,4
4.3. Akurasi Diagnosis Asymptomatic Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik yang
menggunakan volume darah lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan
mikroskopik rutin. Pemeriksaan serial dilakukan pada setiap sampel apabila hasil
negatif diperoleh pada pemeriksaan mikroskopik pertama. Pemeriksaan serial
Universitas Sumatera Utara
94
akan dihentikan apabila telah ditemukan plasmodium atau telah sampai pada
pemeriksaan serial ketiga.
Pemeriksaan mikroskopik lebih unggul dalam deteksi asymptomatic
malaria dibandingkan dengan pemakaian RDT. Semakin tinggi kepadatan parasit,
semakin tinggi kemampuan deteksi kedua alat diagnosis tersebut. Pemeriksaan
Mikroskopik 1, pada kepadatan parasit rata-rata 444,04 parasit/µl, 5,83 kali lebih
baik dalam mendeteksi asymptomatic malaria dibandingkan dengan RDT.
Kemampuan itu semakin meningkat menjadi 13,67 kali pada Pemeriksaan
Mikroskopik Serial 2 (Tabel 4.6.).
Tabel 4.6. Perbandingan Diagnosis Asymptomatic Malaria
Perbandingan Diagnosis
Asymptomatic Malaria
Mikroskopik 1 vs RDT1
Mikroskopik Serial 1 vs RDT Serial 1
Mikroskopik Serial 2 vs RDT Serial 2
Asymptomatic
Malaria
Kepadatan
Parasit
n
%
Mean
SD
188
34
28
20,3
3,7
3,0
444,04
883,53
1144,29
151,50
44,44
44,01
RR
5,83
14,54
13,67
Interval
Kepercayaan
95%
Min
Maks
4,41
6,73
13,67
7,69
31,41
30,24
Pada penelitian ini, penderita asymptomatic malaria ditemukan hanya
sampai pada Pemeriksaan Serial 2 saja, baik pada pemeriksaan mikroskopik
maupun RDT. Nilai akurasi diagnosis RDT serial cenderung meningkat, seiring
dengan peningkatan kepadatan parasit, kecuali pada Nilai Duga Positif (NDP)
yang cenderung menurun (Tabel 4.7.). Namun nilai akurasi RDT yang diperoleh
masih lebih rendah dari nilai akurasi yang diharapkan berdasarkan brosur dari
pabrikan.
Sampel terbanyak diperoleh melalui Metode Deteksi ACD dibandingkan
dengan Metode Deteksi PCD, walaupun tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna (p>0,05) (Tabel 4.8.).
Universitas Sumatera Utara
95
Tabel 4.7. Akurasi Diagnosis RDT
Diagnosis Malaria
RDT 1
Akurasi Nilai
Diagnosis Pabrikan
Akurasi Diagnosis
Sens : 70,2%
Spes : 81,7%
NDP : 49,4%
NDN : 91,5%
Sens : 76,4%
Spes : 84,5%
NDP : 19,3%
NDN : 98,7%
Sens : 71,4%
Spes : 86,9%
NDP : 18,3%
NDN : 98,7%
RDT Serial 1
RDT Serial 2
Monotes Test Device
Sens : 100%
Spes : 98,7%
Tabel 4.8. Perbandingan Metode Deteksi Asymptomatic Malaria
Pemeriksaan
Metode ACD
Metode PCD
p
RR
Mikroskopik Serial 1
n
122
24
%
64,9
70,6
n
66
10
%
35,1
29,4
0,368
0,773
1,033
1,112
Mikroskopik Serial 2
17
60,7
11
39,3
0,384
1,014
Mikroskopik 1
Interval
Kepercayaan 95%
Min
Maks
0,961
1,109
0,541
2,288
0,980
1,050
4.4. Analisis Bivariat Sampel Penelitian
Ada empat kategori faktor dominan yang dianalisa dalam penelitian ini.
Keempat faktor tersebut adalah Karakteristik sampel, Faktor risiko malaria,
Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan laboratorium. Analisis multivariat dilakukan
pada semua variabel dari faktor-faktor dominan yang memenuhi persyaratan.
Adapun variabel yang diukur dari faktor dominan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik sampel : Umur, Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal.
2. Faktor risiko malaria
a. Kualitas pelayanan kesehatan : Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria,
Ketersediaan Obat Malaria dan Kualitas Tenaga Kesehatan
b. Perilaku mencari bantuan kesehatan : Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
tentang malaria serta Akses ke Tenaga Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
96
c. Perilaku pencegahan penyakit : Pemakaian Kelambu, Kualitas Pemakaian
Kelambu, Pemakaian Antinyamuk Bakar, Pemakaian Antinyamuk Oles
(repellent) dan Kondisi Tempat Tinggal.
3. Pemeriksaan fisik : Status Gizi.
4. Pemeriksaan laboratorium :
a. Kecacingan
b. Golongan Darah ABO
c. Profil hematologi
- Kadar Hemoglobin (Hb)
- Hitung Jenis Lekosit (Basofil, Eosinofil, Netrofil, Limfosit dan Monosit).
Penelitian ini mengukur 24 variabel yang merupakan faktor dominan yang
berpengaruh pada asymptomatic malaria (Tabel 4.9.).
Tabel 4.9. Faktor Dominan yang Berpengaruh pada Asymptomatic Malaria
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Variabel
Umur
Jenis Kelamin
Tempat Tinggal
Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria
Ketersediaan Obat Malaria
Kualitas Tenaga Kesehatan
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Akses Ke Tenaga Kesehatan
Pemakaian Kelambu
Kualitas Pemakaian Kelambu
Pemakaian Antinyamuk Bakar
Pemakaian Antinyamuk Oles (repellent)
Kondisi Tempat Tinggal
Status Gizi
Kecacingan
Golongan Darah ABO
Kadar Hb
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Kode
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
Universitas Sumatera Utara
97
4.4.1. Karakteristik sampel
Karakteristik sampel terbanyak yang ditemukan adalah pada kelompok
Umur 16-65 tahun (58,1%), Perempuan (54,5%) dan bertempat tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Labuhan Ruku (36,7%). Analisis bivariat pada kedua kelompok
tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bermakna pada karakteristik Umur
dan Tempat Tinggal (p 0,05) (Tabel 4.10.). Namun, karena
semua tempat memiliki faktor risiko yang sama, variabel Tempat Tinggal tidak
diikutsertakan pada analisis multivariat.
Tabel 4.10. Karakteristik Sampel Penelitian
No
1.
Karakteristik
3.
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
n
%
a. 6 - 15 tahun
107
42,8
401
59,2
b. 16 - 65 tahun
140
56,0
259
38,3
3
1,2
17
2,5
a. Laki-laki
102
40,8
291
43
b. Perempuan
148
59,2
386
57
a. Kedai Sianam
65
26,0
177
26,1
b. Ujung Kubu
46
18,4
82
12,1
c. Tanjung Tiram
57
22,8
125
18,5
d. Labuhan Ruku
82
32,8
293
43,3
p
Umur
c. > 65 tahun
2.
Asymptomatic
Malaria
0,001
Jenis Kelamin
0,550
Tempat tinggal
0,008
4.4.2. Faktor risiko malaria
Proporsi terbanyak Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria dan Ketersediaan
Obat Malaria adalah pada kategori Kurang Lengkap. Sementara itu, proporsi
terbanyak Kualitas Tenaga Kesehatan adalah pada kategori Cukup pada kedua
Universitas Sumatera Utara
98
kelompok yang diteliti. Analisis bivariat pada ketiga faktor risiko tersebut
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05) (Tabel 4.11.).
Tabel 4.11. Kualitas Pelayanan Kesehatan
No
1.
2.
3.
Faktor Risiko
Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria
a. Lengkap
b. Kurang Lengkap
c. Tidak Lengkap
Ketersediaan Obat Malaria
a. Lengkap
b. Kurang Lengkap
c. Tidak Lengkap
Kualitas Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
n
%
64
112
74
25,6
44,8
29,6
349
233
95
51,6
34,4
14,0
64
112
74
25,6
44,8
29,6
349
233
95
51,6
34,4
14,0
74
136
40
29,6
54,4
16,0
96
498
83
14,2
73,6
12,2
p
0,001
0,001
0,001
Proporsi terbanyak pada Pengetahuan, Sikap dan Akses ke Tenaga
Kesehatan di kedua kelompok yang diteliti adalah sama, yaitu pada kategori
Cukup. Sementara itu, Tindakan terbanyak pada kategori Kurang. Analisis
bivariat yang dilakukan pada keempat faktor risiko tersebut menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p < 0,05) (Tabel 4.12.).
Proporsi terbanyak pada Pemakaian Kelambu di kedua kelompok adalah
kategori Pakai Kelambu Celup. Hal yang sama juga dijumpai pada Kualitas
Pemakaian Kelambu, yaitu pada kategori Cukup. Kategori Pakai Tiap Malam
terbanyak dijumpai pada Pemakaian Antinyamuk Bakar dan Pakai Tidak Tiap
Malam pada Pemakaian Antinyamuk Oles (repellent). Sementara itu, Kondisi
Tempat Tinggal yang terbanyak adalah kategori Baik. Analisis bivariat pada
kelima faktor risiko tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p0,05) (Tabel 4.15.).
Universitas Sumatera Utara
101
Tabel 4.15. Pemeriksaan Laboratorium
No
1.
2.
1.
2.
3.
4.
6.
7.
Faktor Risiko
Kecacingan
a. Negatif
b. Positif
A. Lumbricoides
Hookworm
T. Trichiura
Campuran
Golongan Darah
a. O
b. A
c. B
d. AB
Kadar Hb
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
p
n
%
196
78,4
463
68,4
14
0
25
15
5,6
0
10,0
6,0
58
4
82
70
8,6
0,6
12,1
10,3
101
81
53
15
40,4
32,4
21,2
6,0
315
184
154
24
46,5
27,2
22,7
3,5
0,108
Mean
13,02
0,01
4,64
57,02
27,00
4,67
SD
0,74
0,11
1,95
14,59
5,42
3,68
Mean
13,26
0,01
2,92
59,08
37,86
2,48
SD
0,33
0,09
1,69
12,44
7,49
2,39
p
0,001
0,619
0,001
0,049
0,001
0,001
0,032
4.5. Analisa Model Faktor Risiko Asymptomatic Malaria
Model faktor risiko dibentuk dengan melakukan analisis multivariat, yaitu
uji regresi logistik berganda dengan Diagnosis Asymptomatic Malaria sebagai
variabel terikat. Sementara itu, Karakteristik Sampel dan Faktor Risiko menjadi
variabel bebasnya.
Variabel bebas yang mempunyai lebih dari dua kategori diubah menjadi
dua kategori untuk kemudahan penggunaan model. Namun apabila tidak optimal,
variabel tersebut akan dikembalikan pada bentuk semula dan dianalisa dengan
menggunakan dummy. Pengubahan yang dilakukan pada semua variabel tersebut
terlihat pada Tabel 4.16.
Variabel bebas yang memiliki nilai p > 0,25, yaitu Jenis Kelamin tidak
diikutsertakan pada analisis multivariat. Pola yang sama ditemukan pada variabel
Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria dan Ketersediaan Obat Malaria, sehingga
Universitas Sumatera Utara
102
yang digunakan dalam analisis multivariat adalah salah satu dari variabel tersebut,
yaitu Ketersediaan Obat Malaria.
Tabel 4.16. Variabel Bebas Model Faktor Risiko Asymtomatic Malaria
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Faktor Risiko
Umur
a. ≤ 15 tahun
b. > 15
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Alat Diagnosis Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Ketersediaan Obat Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Kualitas Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pengetahuan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Sikap
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Tindakan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Akses ke Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Kelambu
a. Pakai Kelambu Celup
b. Tidak Pakai Kelambu Celup
Kualitas Pemakaian Kelambu
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Antinyamuk Bakar
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Pemakaian Antinyamuk Oles
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Kondisi Tempat Tinggal
a. Baik
b. Kurang/Buruk
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
P
n
%
n
%
107
143
42,8
57,2
401
276
59,2
40,8
0,001
102
148
40,8
59,2
291
386
43
57
64
186
25,6
74,4
349
95
64
186
25,6
74,4
74
176
RR
Interval
Kepercayaan
95%
Min
Maks
0,515
0,384
0,691
0,550
0,914
0,681
1,227
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
349
95
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,136
0,734
0,487
1,104
33
217
13,2
86,8
44
633
6,5
93,5
0,290
0,656
0,298
1,440
80
170
32,0
68,0
108
569
16,0
84,0
0,118
0,651
0,379
1,119
84
166
33,6
66,4
103
574
15,2
84,8
0,226
0,828
0,609
1,125
74
176
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,106
0,725
0,491
1,071
235
15
94
6
649
28
95,9
4,1
0,231
0,676
0,355
1,288
73
177
29,2
70,8
89
588
13,1
86,9
0,001
0,149
0,096
0,231
156
94
62,4
37,6
366
311
54,1
45,9
0,123
0,73
0,489
1,090
105
145
42
58
394
283
58,2
41,8
0,001
0,349
0,187
0,651
177
73
70,8
29,2
582
95
86
14
0,001
0,396
0,279
0,561
Pada awalnya, analisis multivariat dilakukan pada 12 variabel bebas.
Analisis regresi logistik berhenti pada langkah keenam dengan variabel tersisa
adalah Umur, Ketersediaan Obat Malaria, Tindakan, Akses ke Tenaga Kesehatan,
Pemakaian Kelambu, Kualitas Pemakaian Kelambu, dan Pemakaian Antinyamuk
Oles. Namun pada analisis interaksi variabel, ditemukan interaksi antara variabel
Universitas Sumatera Utara
103
Pemakaian Kelambu dan Kualitas Pemakaian Kelambu, sehingga Pemakaian
Kelambu dikeluarkan dari model.
Kemudian analisis dilanjutkan dan berakhir dengan 4 variabel tersisa yaitu
Umur (X1), Ketersediaan Obat Malaria (X4), Akses ke Tenaga Kesehatan (X10)
dan Kualitas Pemakaian Kelambu (X12). Nilai Hosmer and Lemeshow Test yang
diperoleh pada akhir analisis adalah 0,093 (p > 0,05), sehingga model yang
terbentuk adalah fit (Tabel 4.17.).
Tabel 4.17. Analisa Model Faktor Risiko Asymtomatic Malaria
Variabel
Umur (X1)
Obat Malaria (X4)
Akses TenKes (X10)
Pakai Kelambu (X12)
p
0,001
0,001
0,020
0,001
OR
0,593
0,387
0,601
0,159
Interval
Kepercayaan
95%
Hosmer&
Lemeshow
Min
Maks
p
0,433
0,264
0,392
0,101
0,812
0,567
0,922
0,250
0,093
Chisquare
Overall
Percentage
7,974
76,5
Area
Under
Curve
73,3
Population
Attributable
Risk
(PAR) %
29,86
22,32
5,33
38,61
Model persamaan yang terbentuk dari analisis tersebut adalah sebagai
berikut .
Persamaan Model Faktor Risiko Asymptomatic Malaria :
Y = 2,037 - 0,523 X1 - 0,949 X4 - 0,509 X10 - 1,840 X12
Besarnya probabilitas tiap individu untuk menderita penyakit malaria
dalam model ini dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Interaksi antar faktor pembentuk model diatas dapat menerangkan
terjadinya asymptomatic malaria sebesar 76,5%. Model ini juga dapat
memprediksi diagnosis asymptomatic malaria sebesar 73,3%.
Universitas Sumatera Utara
104
4.6. Analisa Model Prediksi Diagnosis Asymptomatic Malaria
Variabel terikat pada model ini adalah Diagnosis Asymptomatic Malaria.
Variabel bebas yang dianalisa adalah variabel penyusun faktor Karakteristik
Sampel, Faktor Risiko, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Laboratorium.
Variabel bebas yang mempunyai lebih dari dua kategori akan diubah menjadi dua
kategori (Tabel 4.18.).
Variabel bebas yang memiliki nilai p > 0,25, yaitu Jenis Kelamin dan
Basofil, tidak diikutsertakan pada analisis multivariat. Pola distribusi yang sama
ditemukan pada variabel Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria dan Ketersediaan
Obat Malaria, sehingga variabel yang digunakan dalam analisis multivariat adalah
Ketersediaan Obat Malaria. Variabel Pemakaian Kelambu tidak dimasukkan
karena berinteraksi dengan variabel Kualitas Pemakaian Kelambu.
Analisis regresi logistik berhenti pada langkah kesebelas dengan 8 variabel
tersisa yaitu Ketersediaan Obat Malaria (X4), Akses ke Tenaga Kesehatan (X10),
Kualitas Pemakaian Kelambu (X12), Kadar Hb (X19), Eosinofil (X21), Netrofil
(X22), Limfosit (X23) dan Monosit (X24). Nilai Hosmer and Lemeshow Test
yang diperoleh pada akhir analisis adalah 0,061 (p > 0,05), sehingga model yang
terbentuk adalah fit (Tabel 4.19.).
Universitas Sumatera Utara
105
Tabel 4.18. Variabel Bebas Model Prediksi Diagnosis Asymtomatic Malaria
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Faktor Risiko
Umur
a. ≤ 15 tahun
b. > 15
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Alat Diagnosis Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Ketersediaan Obat Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Kualitas Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pengetahuan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Sikap
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Tindakan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Akses ke Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Kelambu
a. Pakai Kelambu Celup
b. Tidak Pakai Kelambu Celup
Kualitas Pemakaian Kelambu
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Antinyamuk Bakar
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Pemakaian Antinyamuk Oles
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Kondisi Tempat Tinggal
a. Baik
b. Kurang/Buruk
Status Gizi
a. Normal
b. Abnormal
Kecacingan
a. Positif
b. Negatif
Golongan Darah ABO
a. O
b. Bukan O
Kadar Hb
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
p
n
%
107
143
42,8
57,2
401
276
59,2
40,8
0,001
102
148
40,8
59,2
291
386
43
57
64
186
25,6
74,4
349
95
64
186
25,6
74,4
74
176
RR
Int. Kepercayaan
95%
Min
Maks
0,515
0,384
0,691
0,550
0,914
0,681
1,227
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
349
95
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,136
0,734
0,487
1,104
33
217
13,2
86,8
44
633
6,5
93,5
0,290
0,656
0,298
1,440
80
170
32,0
68,0
108
569
16,0
84,0
0,118
0,651
0,379
1,119
84
166
33,6
66,4
103
574
15,2
84,8
0,226
0,828
0,609
1,125
74
176
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,106
0,725
0,491
1,071
235
15
94
6
649
28
95,9
4,1
0,231
0,676
0,355
1,288
73
177
29,2
70,8
89
588
13,1
86,9
0,001
0,149
0,096
0,231
156
94
62,4
37,6
366
311
54,1
45,9
0,123
0,73
0,489
1,090
105
145
42
58
394
283
58,2
41,8
0,001
0,349
0,187
0,651
177
73
70,8
29,2
582
95
86
14
0,001
0,396
0,279
0,561
209
41
83,6
16,4
479
198
70,8
29,2
0,001
2,107
1,450
3,061
54
196
21,6
78,4
214
463
31,6
68,4
0,003
0,596
0,423
0,839
101
149
40,4
59,6
315
362
46,5
53,5
0,096
0,779
0,580
1,046
Mean
SD
Mean
SD
p
RR
13,02
0,01
4,64
57,02
27,00
4,67
0,74
0,11
1,95
14,59
5,42
3,68
13,26
0,01
2,92
59,08
37,86
2,48
0,33
0,09
1,69
12,44
7,49
2,39
0,001
0,619
0,001
0,049
0,001
0,001
0,369
1,416
1,664
0,988
0,735
1,288
Int. Kepercayaan
Min
Maks
0,268
0,510
0,358
5,592
1,513
1,830
0,977
0,999
0,703
0,768
1,217
1,363
Model persamaan yang terbentuk adalah sebagai berikut .
Persamaan Model Prediksi Diagnosis Asymptomatic Malaria :
Y = 20,119 – 1,315 X4 - 0,922 X10 – 1,463 X12 – 0,739 X19
+ 0,616 X21 - 0,027 X22 - 0,304 X23 + 0,190 X24
Universitas Sumatera Utara
106
Besarnya probabilitas tiap individu untuk menderita penyakit malaria dalam
model ini dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Tabel 4.19. Analisa Model Prediksi Diagnosis Asymtomatic Malaria
Variabel
Obat Malaria (x4)
Akses TenKes (x10)
Pakai Kelambu (x12)
Kadar Hb (x19)
Eosinofil (x21)
Netrofil (x22)
Limfosit (x23)
Monosit (x24)
p
0,001
0,005
0,001
0,001
0,001
0,006
0,001
0,001
OR
0,268
0,398
0,231
0,477
1,852
0,973
0,738
1.209
Interval
Kepercayaan
95%
Lower
Upper
0,150
0,207
0,116
0,304
1,600
0,954
0,701
1,119
0,481
0,762
0,462
0,750
2,144
0,992
0,777
1,306
Hosmer&
Lemeshow
Chip
square
0,061
Overall
Percentage
Area
Under
Curve
90,3 %
94,6 %
(IK :
93.1% 96,1%)
14,886
Nilai
Batas
(Y)
0,27
Interaksi antar faktor pembentuk model diatas dapat menerangkan
terjadinya asymptomatic malaria sebesar 90,3%. Model ini juga dapat
memprediksi diagnosis asymptomatic malaria sebesar 94,6%.
Universitas Sumatera Utara
107
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Asymptomatic Malaria dan Permasalahannya
Epidemiologi penderita asymptomatic malaria berbeda pada tiap daerah
dan tergantung pada tingkat endemisitasnya. Prevalensi asymptomatic malaria
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain umur, kepadatan parasit dan insect bite
(Lo E et al., 2015; Geiger et al., 2013; Villasis et al., 2012; Andrade et al., 2010).
Asymtomatic malaria dapat juga terjadi pada penderita infeksi malaria kronik
(Cheng et al., 2015).
Pada awal perjalanan penyakit,
asymptomatic malaria belumlah
menunjukkan gejala klinis, namun bila antiparasite immunity tidak berhasil
menekan kepadatan parasit, gejala klinis akan muncul kemudian (Lindblade et al.,
2013). Gejala klinis diperkirakan akan muncul dua sampai dengan empat minggu
kemudian (Bereczky et al., 2004; Magesa et al., 2003). Kondisi disregulasi sistem
imun tubuh juga dapat mengakibatkan asymptomatic malaria berubah menjadi
symptomatic malaria yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskopik
(submicroscopic malaria) (Barbosa et al., 2014; Okell et al., 2012).
Bertahannya gametocyte di dalam darah penderita, dapat menjadi sumber
transmisi baru pada infeksi malaria berikutnya (gametocyte carrier). Penemuan
dan penanganan yang terlambat pada penderita asymptomatic malaria akan
memperbesar peluang transmisi infeksi malaria serta menghambat tercapainya
eliminasi malaria (Lindblade et al., 2013). Tantangan terbesar yang dihadapi saat
ini adalah akurasi alat diagnosis untuk mendeteksi asymptomatic malaria
(Lindblade et al., 2013), terutama pada layanan kesehatan pri
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
longitudinal
study
dengan
melakukan
pengamatan pada tiap subyek penelitian selama 2 minggu. Setiap subyek
penelitian diamati sebanyak dua kali periode menderita malaria selama masa
penelitian. Data primer yang diperoleh akan dianalisa untuk mendapatkan Model
Prediksi
Diagnosis
Asymptomatic
Malaria
dan
Model
Faktor
Risiko
Asymptomatic Malaria.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Batubara yang merupakan daerah
hypoendemis malaria di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang dipilih adalah
kecamatan yang memiliki prevalensi malaria tertinggi berdasarkan data sekunder,
yaitu Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Labuhan Ruku dan Kecamatan Lima
Puluh. Sampel penelitian diambil dari 4 Puskesmas dan 25 desa yang berada di
wilayah ketiga kecamatan tersebut. Semua lokasi penelitian telah menggunakan
kombinasi artemisinin sebagai obat antimalaria. Penelitian dilakukan mulai dari
bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2015.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi terjangkau penelitian adalah penduduk yang tinggal menetap di
daerah penelitian dan mempunyai faktor risiko untuk menderita penyakit malaria.
Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria sampel dan
diambil secara random.
Universitas Sumatera Utara
73
Adapun kriteria sampel penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1. Tercatat sebagai penderita malaria pada kurun waktu dua tahun terakhir
(retroprospektif)
2. Telah tinggal di lokasi minimal selama 1 tahun secara menetap
3. Umur ≥ 6 tahun, laki-laki dan perempuan
4. Bersedia mengikuti pemeriksaan yang sesuai dengan prosedur penelitian.
5. Bersedia untuk mengisi kuesioner dan mengikuti sesi wawancara untuk
melengkapi data penelitian.
6. Menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan.
b. Kriteria eksklusi
1. Mengalami demam pada masa pengamatan.
2. Minum obat malaria atau ramuan tradisional yang diyakini dapat
menyembuhkan malaria dalam waktu 1 bulan terakhir.
3. Mendapatkan transfusi darah dalam waktu 1 bulan terakhir
4. Tidak mengikuti prosedur penelitian secara lengkap
5. Meninggalkan daerah penelitian lebih dari 7 hari
6. Mengundurkan diri dari penelitian walaupun telah mendapat penjelasan dari
peneliti
Sampel diperoleh melalui dua metode deteksi, yaitu active case detection
(ACD) dan passive case detection (PCD). Metode ACD dilakukan dengan
mengunjungi langsung masyarakat berdasarkan data sekunder penderita malaria
dua tahun terakhir dan ditetapkan secara random. Sementara itu, PCD dilakukan
secara random pada masyarakat yang datang ke layanan kesehatan, baik di
Universitas Sumatera Utara
74
Puskesmas ataupun layanan kesehatan primer yang ada di desa pada daerah
penelitian.
3.4. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan memakai rumus yang digunakan pada studi
longitudinal (kohort), yaitu :
n 1,2 =
(zα √2PQ + zβ √(P1Q1+P2Q2)2
(P1-P2)2
(Madiyono et al., 2007)
Keterangan :
n
= besar sampel minimum
RR
= relative risk
α
= tingkat kemaknaan : 0,05
zα
= 1,96
β
= power
zβ
= 0,842
P1
= proporsi sampel dengan faktor risiko
P2
= proporsi sampel tanpa faktor risiko
P
= ½ (P1 + P2)
: 1,8
: 0,80
= P1/P2 (Males, 2008)
= 0,21
Dari perhitungan rumus diatas didapatkan hasil 245 sehingga besar sampel
minimal dibulatkan menjadi 250 orang sampel pada tiap kelompok yang diteliti,
yaitu kelompok yang memiliki faktor risiko dan yang tidak memiliki faktor risiko.
3.5. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dua jenis data, yaitu
data primer dan data sekunder.
Universitas Sumatera Utara
75
3.5.1. Data primer
Data primer yang dikumpulkan antara lain :
a. Karakteristik Sampel Penelitian, yaitu Umur, Jenis Kelamin dan Tempat
Tinggal.
b. Faktor Risiko Malaria, yaitu Kualitas Pelayanan Kesehatan (Ketersediaan Alat
Diagnosis Malaria, Ketersediaan Obat Malaria dan Kualitas Tenaga
Kesehatan), Perilaku Mencari Bantuan Kesehatan (Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan tentang Penyakit Malaria dan Akses ke Tenaga Kesehatan) dan
Perilaku Pencegahan Penyakit (Pemakaian Kelambu, Kualitas Pemakaian
Kelambu, Pemakaian Antinyamuk Bakar, Pemakaian Antinyamuk Oles
(repellent), dan Kondisi Tempat Tinggal) .
c. Pemeriksaan Fisik yaitu Status Gizi
d. Pemeriksaan Laboratorium yaitu Kecacingan, Golongan Darah ABO dan Profil
Hematologi (Kadar Hb, Basofil, Eosinofil, Netrofil, Limfosit dan Monosit)
e. Diagnosis malaria dengan pemeriksaan Mikroskopik (Kepadatan Plasmodium
sp.) dan Rapid Diagnostic Test (RDT).
3.5.2. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah karakteristik penderita malaria
dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yang digunakan sebagai data dasar untuk
pelaksanaan metode deteksi ACD.
Universitas Sumatera Utara
76
3.6. Definisi Operasional
Definisi operasional diperlukan untuk menjelaskan variabel-variabel yang
akan diukur. Definisi operasional ini juga berperan sebagai penghubung dari teori
hipotesis sampai dengan observasi dari masing-masing variabel.
1. Penderita malaria berdasarkan data sekunder adalah sampel yang memenuhi
kriteria penyakit malaria, yaitu ditemukan plasmodium pada pemeriksaan
mikroskopik dan atau positif pada pemeriksaan RDT.
a. Cara ukur
: Melihat Data Sekunder
b. Alat ukur
: Medical Record
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: plasmodium (+) dan atau RDT (+)
: plasmodium (-) dan atau RDT (-)
: Nominal
2. Pemeriksaan mikroskopik adalah teknik pemeriksaan apusan darah tepi standar
untuk menegakkan diagnosis malaria, yaitu dengan menemukan plasmodium
dalam apusan darah penderita malaria tersebut. Pemeriksaan mikroskopik serial
adalah pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan beberapa kali setelah hasil
negatif pada pemeriksaan mikroskopik pertama dan berhenti apabila telah
ditemukan plasmodium atau telah sampai pada pemeriksaan serial ketiga.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada apusan darah tebal untuk
memastikan ada tidaknya plasmodium, sedangkan apusan darah tipis diperiksa
untuk mendeteksi spesies plasmodium. Apusan darah tebal dibuat sebanyak dua
buah blood spot pada sebuah object glass. Pemeriksaan mikroskopik pada
apusan darah tebal dikatakan negatif apabila telah melakukan pemeriksaan
mikroskopik sampai dengan 500 lapangan pandang pada tiap blood spot.
Universitas Sumatera Utara
77
a. Cara ukur
: Pemeriksaan darah dengan mikroskop
b. Alat ukur
: Mikroskop Olympus CX21
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: plasmodium (+)
: plasmodium (-)
: Nominal
3. Kepadatan parasit adalah jumlah plasmodium sp. di dalam darah yang
diperiksa. Adapun stadium yang ikut dihitung adalah stadium aseksual.
a. Cara ukur
: Kepadatan parasit (n) dihitung pd apusan tebal per
500 Lekosit, kemudian dikalikan dengan bilangan
(8000/500), sehingga menjadi : n x 8000/500
b. Alat ukur
: Mikroskop Olympus CX21
c. Hasil ukur
: Jumlah parasit / µl
d. Skala ukur
: Numerik
4. Pemeriksaan RDT adalah pemeriksaan imunokromatografi dalam bentuk
dipstik atau strip. Pemeriksaan RDT dilakukan sejak hari pertama pemeriksaan
(RDT 1) dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan RDT Serial apabila hasil
pemeriksaan mikroskopik negatif. Pemeriksaan serial dihentikan apabila telah
ditemukan plasmodium pada pemeriksaan mikroskopik atau telah sampai pada
pemeriksaan serial ketiga. Pemeriksaan serial RDT dilakukan pada hari kedua
(RDT Serial 1), hari kedelapan (RDT Serial 2) dan hari kelima belas (RDT
Serial 3). Test ini memerlukan waktu sekitar 15-30 menit.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan darah
b. Alat ukur
: Monotes Test Device, Sensitivitas 100% dan Spesifisitas
98,7%, Lot 1412040; ISO 13485:2003, Expiry dates :
Universitas Sumatera Utara
78
Desember 2016.
c. Hasil ukur
: Positif dan Negatif
d. Skala ukur
: Nominal
5. Akurasi diagnosis RDT diperoleh dari perbandingan hasil pemeriksaan RDT
dengan Pemeriksaan Mikroskopik.
a. Cara ukur
: Perbandingan pemeriksaan RDT dan mikroskopik
b. Alat ukur
: Rumus nilai akurasi diagnosis
c. Hasil ukur
: Sensitifitas, Spesifisitas, Nilai Duga Positif (NDP) dan
Nilai Duga Negatif (NDN).
d. Skala ukur
: Numerik
6. Asymptomatic malaria adalah penderita malaria yang tidak menunjukkan gejala
klinis demam pada saat pemeriksaan pertama tetapi pada pemeriksaan pertama
mikroskopik
atau
pemeriksaan
mikroskopik
serial
dijumpai
adanya
plasmodium.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan mikroskopik dan Gejala klinis
b. Alat Ukur
: Mikroskop Olympus CX21 dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: plasmodium (+) dan demam (-)
: plasmodium (-) dan demam (-)
: Nominal
7. Karakteristik sampel yang diukur adalah Umur, Jenis Kelamin dan Tempat
Tinggal
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Umur
: usia dalam tahun
Universitas Sumatera Utara
79
Jenis kelamin
: Laki / Perempuan
Tempat tinggal
: Kedai Sianam , Ujung Kubu,
Tanjung Tiram, Labuhan Ruku
d. Skala ukur
: Umur (Numerik), Jenis kelamin (Nominal),
Tempat tinggal (Nominal)
8. Status gizi adalah tingkat kecukupan dan keseimbangan antara asupan zat gizi
dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Status
gizi diukur dengan cara menghitung Body Mass Index (BMI) atau Indeks
Massa Tubuh (IMT).
a. Cara ukur
: BMI = Berat Badan (m) / (Tinggi Badan - kg)2
b. Alat ukur
: Timbangan pijak, meteran dan tabel BMI / IMT
c. Hasil ukur
: Klassifikasi Nilai BMI (Depkes, 2003)
Obese
: > 27
Gemuk
: 25,1 - 27
Normal
: 18,5 - 25
Kurus
: 17 – 18,4
Sangat Kurus : < 17
d. Skala ukur
: Ordinal
9. Kecacingan adalah variabel yang memiliki dimensi infeksi cacing Soil
Transmitted Helminths (STH), yang meliputi infeksi Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichuira, dan cacing tambang. Infeksi ini ditentukan dengan
melakukan pemeriksaan sediaan langsung tinja metode Kato.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan sediaan tinja langsung
b. Alat ukur
: Mikroskop Olympus CX21
Universitas Sumatera Utara
80
c. Hasil ukur
: Positif
Negatif
d. Skala ukur
: Telur STH (+) dan atau larva STH (+)
: Telur STH (-) dan atau larva STH (-)
: Nominal
10. Golongan darah ABO adalah pemeriksaan golongan darah dengan mendeteksi
keberadaan antigen A, B dan AB. Pemeriksaan dilakukan dengan metode
aglutinasi antigen dan antibodi pada slide.
a. Cara ukur
: Pemeriksaan golongan darah metode slide
b. Alat ukur
: Anti-A, Anti-B dan Anti-AB untuk Slide
CellLine/Clone: 11H5(A), BRIC250(B), BRIC186(AB)
c. Hasil ukur
: Golongan darah A, B, AB dan O
d. Skala ukur
: Nominal
11. Profil hematologi adalah kadar Hb dan Proporsi Hitung Jenis Lekosit pada
penderita malaria dengan pemeriksaan apusan darah
a. Cara ukur
: Pemeriksaan kadar Hb dan Apusan darah
b. Alat Ukur
: Kadar Hb : Easy Touch GHb meter, Lot : HB15414B4T ;
Control : (N) 12-15 g/ml, Expiry dates : September 2019
c. Hasil ukur
: Kadar Hb dan Proporsi Hitung Jenis Lekosit
(Basofil, Eosinodil, Netrofil, Limfosit dan Monosit)
d. Skala ukur
: Numerik
12. Kualitas Tenaga Kesehatan diukur dari Komunikasi, Empati, Penjelasan
Tentang Penyakit, Biaya Pengobatan dan Keberadaan Tenaga Kesehatan.
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Kategorisasi berdasarkan proporsi nilai.
Universitas Sumatera Utara
81
Nilai maksimal kuesioner adalah 8
Baik : > 6
(X> 75%Nilai Maks)
Cukup : 4 – 6 (50%Nilai Maks 75%Nilai Maks)
Cukup: 15 – 23 (50%Nilai Maks < X< 75%Nilai Maks)
Kurang: < 15
d. Skala Ukur
(X< 50%Nilai Maks)
: Ordinal
16. Sikap tentang penyakit malaria diukur dari sikap tentang sifat penyakit
malaria, serta upaya pencegahan dan pengobatan malaria.
a. Cara Ukur
: Wawancara
b. Alat Ukur
: Kuesioner
c. Hasil Ukur
: Kategorisasi berdasarkan proporsi nilai.
Nilai maksimal kuesioner adalah 24
Baik : > 18
(X> 75%Nilai Maks)
Cukup: 12 – 18 (50%Nilai Maks 75%Nilai Maks)
Cukup: 9 – 13 (50%Nilai Maks 5 km, waktu tempuh >1
jam dan tidak memiliki transportasi pribadi
d. Skala Ukur
: Ordinal
19. Pemakaian Kelambu diukur dengan melihat keberadaan kelambu celup.
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat Ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Tidak Pakai Kelambu, Pakai Kelambu Biasa, Pakai
Kelambu Celup
Universitas Sumatera Utara
84
d. Skala ukur
: Ordinal
20. Kualitas Pemakaian Kelambu diukur dari cara penggunaan kelambu dan
perawatan kelambu
a. Cara ukur
: Wawancara dan Observasi
b. Alat Ukur
: Kuesioner dan Daftar Tilik
c. Hasil ukur
: Kategorisasi berdasarkan proporsi nilai.
Nilai maksimal kuesioner adalah 20
Baik : > 16
(X> 75% Nilai Maks)
Cukup: 10–16 (50% Nilai Maks 65 tahun, kedua kelompok
tersebut terdapat di Kecamatan Lima Puluh (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Kelompok Umur Penduduk di Kabupaten Batubara
Kelompok Umur
(Tahun)
≤5
Sei Balai
Tanjung
Tiram
Talawi
Lima
Puluh
Air
Putih
Sei
Suka
Medang
Deras
2.818
8.579
6.457
10.646
5.533
6.113
6.514
6 -- 15
5.803
15.743
12.174
18.798
10.015
11.064
11.149
16 – 65
17.637
40.201
35.935
55.369
31.448
35.790
32.033
> 65
1.351
2.226
2.562
4.220
2.221
2.078
2.002
TOTAL
27.609
66.749
57.128
89.033
49.217
55.045
51.698
4.2. Proses Pengambilan Sampel
Kabupaten Batubara merupakan satu dari tiga belas daerah endemis
malaria di Provinsi Sumatera Utara. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara menyatakan bahwa Annual Parasite Incidence (API) Kabupaten Batubara
pada tahun 2013 adalah 8,9 dan tahun 2014 adalah 7,4 (Dinkes Provsu , 2015).
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas dan desa di kecamatan yang
memiliki prevalensi kasus malaria tertinggi dalam waktu 2 tahun terakhir, yaitu :
Kecamatan Tanjung Tiram, Talawi dan Lima Puluh (Dinkes Batubara, 2015).
Universitas Sumatera Utara
92
Pengambilan sampel dilakukan pada layanan kesehatan primer, baik di Puskesmas
maupun di desa yang memiliki tenaga kesehatan yang tinggal di desa tersebut.
Proses pengambilan sampel secara PCD dilakukan di 4 Puskesmas, yaitu
Puskesmas Tanjung Tiram (Kecamatan Tanjung Tiram), Puskesmas Ujung Kubu
(Kecamatan Tanjung Tiram), Puskesmas Labuhan Ruku (Kecamatan Talawi) dan
Puskesmas Kedai Sianam (Kecamatan Lima Puluh). Subyek penelitian adalah
pengunjung Puskesmas yang tidak memiliki keluhan demam dan memenuhi
kriteria sampel. Sampel diambil secara random sederhana.
Sementara itu, proses pengambilan sampel secara ACD dilakukan pada
25 desa yang memiliki tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa tersebut.
Sampel diperoleh dengan cara mengunjungi beberapa komunitas, seperti Sekolah
Dasar dan Posyandu. ACD juga dilakukan pada lingkungan di sekitar penderita
malaria yang telah ditemukan sebelumnya, baik berdasarkan data primer maupun
data sekunder. Pengelompokkan tempat tinggal sampel dikategorikan berdasarkan
Puskesmas yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat di wilayah
desa tersebut (Tabel 4.4.).
Tabel 4.4. Tempat Penelitian
Kecamatan
Layanan Kesehatan Primer
Total
Puskesmas
Desa
Tanjung Tiram
2
10
12
Talawi
1
7
8
Lima Puluh
1
8
9
Total
4
25
29
Lamanya pengamatan pada tiap sampel dilakukan berdasarkan rata-rata
masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia, yaitu 6 – 14 hari (Beaver et
al., 1984). Pada awalnya, proses pengamatan dilakukan selama dua kali masa
inkubasi, yaitu 4 minggu, dengan jarak pemeriksaan serial mingguan selama
Universitas Sumatera Utara
93
2 minggu dan total pemeriksaan serial sebanyak tiga kali pada setiap sampel.
Pengamatan selama 4 minggu ini ternyata menurunkan tingkat partisipasi
masyarakat. Antisipasi yang dilakukan adalah mengubah lama pengamatan dari
4 minggu menjadi 2 minggu, dengan jarak pemeriksaan serial mingguan menjadi
1 minggu, tanpa mengurangi total pemeriksaan serial pada setiap sampel.
Masyarakat yang berpartisipasi dalam penelitian adalah 2.478 orang,
dengan rincian 1.551 orang dengan keluhan demam dan 927 orang tanpa demam.
Pembahasan pada tulisan ini dilakukan hanya pada 927 orang sampel yang tidak
memiliki keluhan demam.
Penelitian ini mendapatkan penderita asymptomatic malaria sebanyak
250 orang (26,9%). Penyebab terbanyak adalah Plasmodium vivax (53,6%) (Tabel
4.5.). Selama penelitian, tidak ada sampel yang menderita malaria lebih dari satu
kali.
Tabel 4.5. Klasifikasi Sampel Penelitian
No
1.
2.
Karakteristik
Klasifikasi Klinis
a. Bukan Asymptomatic Malaria
b. Asymptomatic Malaria
Klasifikasi Spesies
a. Plasmodium falciparum
b. Plasmodium vivax
c. P.falciparum + P.vivax
n
%
677
250
73,1
26,9
25
134
91
10,0
53,6
36,4
4.3. Akurasi Diagnosis Asymptomatic Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik yang
menggunakan volume darah lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan
mikroskopik rutin. Pemeriksaan serial dilakukan pada setiap sampel apabila hasil
negatif diperoleh pada pemeriksaan mikroskopik pertama. Pemeriksaan serial
Universitas Sumatera Utara
94
akan dihentikan apabila telah ditemukan plasmodium atau telah sampai pada
pemeriksaan serial ketiga.
Pemeriksaan mikroskopik lebih unggul dalam deteksi asymptomatic
malaria dibandingkan dengan pemakaian RDT. Semakin tinggi kepadatan parasit,
semakin tinggi kemampuan deteksi kedua alat diagnosis tersebut. Pemeriksaan
Mikroskopik 1, pada kepadatan parasit rata-rata 444,04 parasit/µl, 5,83 kali lebih
baik dalam mendeteksi asymptomatic malaria dibandingkan dengan RDT.
Kemampuan itu semakin meningkat menjadi 13,67 kali pada Pemeriksaan
Mikroskopik Serial 2 (Tabel 4.6.).
Tabel 4.6. Perbandingan Diagnosis Asymptomatic Malaria
Perbandingan Diagnosis
Asymptomatic Malaria
Mikroskopik 1 vs RDT1
Mikroskopik Serial 1 vs RDT Serial 1
Mikroskopik Serial 2 vs RDT Serial 2
Asymptomatic
Malaria
Kepadatan
Parasit
n
%
Mean
SD
188
34
28
20,3
3,7
3,0
444,04
883,53
1144,29
151,50
44,44
44,01
RR
5,83
14,54
13,67
Interval
Kepercayaan
95%
Min
Maks
4,41
6,73
13,67
7,69
31,41
30,24
Pada penelitian ini, penderita asymptomatic malaria ditemukan hanya
sampai pada Pemeriksaan Serial 2 saja, baik pada pemeriksaan mikroskopik
maupun RDT. Nilai akurasi diagnosis RDT serial cenderung meningkat, seiring
dengan peningkatan kepadatan parasit, kecuali pada Nilai Duga Positif (NDP)
yang cenderung menurun (Tabel 4.7.). Namun nilai akurasi RDT yang diperoleh
masih lebih rendah dari nilai akurasi yang diharapkan berdasarkan brosur dari
pabrikan.
Sampel terbanyak diperoleh melalui Metode Deteksi ACD dibandingkan
dengan Metode Deteksi PCD, walaupun tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna (p>0,05) (Tabel 4.8.).
Universitas Sumatera Utara
95
Tabel 4.7. Akurasi Diagnosis RDT
Diagnosis Malaria
RDT 1
Akurasi Nilai
Diagnosis Pabrikan
Akurasi Diagnosis
Sens : 70,2%
Spes : 81,7%
NDP : 49,4%
NDN : 91,5%
Sens : 76,4%
Spes : 84,5%
NDP : 19,3%
NDN : 98,7%
Sens : 71,4%
Spes : 86,9%
NDP : 18,3%
NDN : 98,7%
RDT Serial 1
RDT Serial 2
Monotes Test Device
Sens : 100%
Spes : 98,7%
Tabel 4.8. Perbandingan Metode Deteksi Asymptomatic Malaria
Pemeriksaan
Metode ACD
Metode PCD
p
RR
Mikroskopik Serial 1
n
122
24
%
64,9
70,6
n
66
10
%
35,1
29,4
0,368
0,773
1,033
1,112
Mikroskopik Serial 2
17
60,7
11
39,3
0,384
1,014
Mikroskopik 1
Interval
Kepercayaan 95%
Min
Maks
0,961
1,109
0,541
2,288
0,980
1,050
4.4. Analisis Bivariat Sampel Penelitian
Ada empat kategori faktor dominan yang dianalisa dalam penelitian ini.
Keempat faktor tersebut adalah Karakteristik sampel, Faktor risiko malaria,
Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan laboratorium. Analisis multivariat dilakukan
pada semua variabel dari faktor-faktor dominan yang memenuhi persyaratan.
Adapun variabel yang diukur dari faktor dominan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik sampel : Umur, Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal.
2. Faktor risiko malaria
a. Kualitas pelayanan kesehatan : Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria,
Ketersediaan Obat Malaria dan Kualitas Tenaga Kesehatan
b. Perilaku mencari bantuan kesehatan : Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
tentang malaria serta Akses ke Tenaga Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
96
c. Perilaku pencegahan penyakit : Pemakaian Kelambu, Kualitas Pemakaian
Kelambu, Pemakaian Antinyamuk Bakar, Pemakaian Antinyamuk Oles
(repellent) dan Kondisi Tempat Tinggal.
3. Pemeriksaan fisik : Status Gizi.
4. Pemeriksaan laboratorium :
a. Kecacingan
b. Golongan Darah ABO
c. Profil hematologi
- Kadar Hemoglobin (Hb)
- Hitung Jenis Lekosit (Basofil, Eosinofil, Netrofil, Limfosit dan Monosit).
Penelitian ini mengukur 24 variabel yang merupakan faktor dominan yang
berpengaruh pada asymptomatic malaria (Tabel 4.9.).
Tabel 4.9. Faktor Dominan yang Berpengaruh pada Asymptomatic Malaria
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Variabel
Umur
Jenis Kelamin
Tempat Tinggal
Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria
Ketersediaan Obat Malaria
Kualitas Tenaga Kesehatan
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Akses Ke Tenaga Kesehatan
Pemakaian Kelambu
Kualitas Pemakaian Kelambu
Pemakaian Antinyamuk Bakar
Pemakaian Antinyamuk Oles (repellent)
Kondisi Tempat Tinggal
Status Gizi
Kecacingan
Golongan Darah ABO
Kadar Hb
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Kode
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X24
Universitas Sumatera Utara
97
4.4.1. Karakteristik sampel
Karakteristik sampel terbanyak yang ditemukan adalah pada kelompok
Umur 16-65 tahun (58,1%), Perempuan (54,5%) dan bertempat tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Labuhan Ruku (36,7%). Analisis bivariat pada kedua kelompok
tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bermakna pada karakteristik Umur
dan Tempat Tinggal (p 0,05) (Tabel 4.10.). Namun, karena
semua tempat memiliki faktor risiko yang sama, variabel Tempat Tinggal tidak
diikutsertakan pada analisis multivariat.
Tabel 4.10. Karakteristik Sampel Penelitian
No
1.
Karakteristik
3.
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
n
%
a. 6 - 15 tahun
107
42,8
401
59,2
b. 16 - 65 tahun
140
56,0
259
38,3
3
1,2
17
2,5
a. Laki-laki
102
40,8
291
43
b. Perempuan
148
59,2
386
57
a. Kedai Sianam
65
26,0
177
26,1
b. Ujung Kubu
46
18,4
82
12,1
c. Tanjung Tiram
57
22,8
125
18,5
d. Labuhan Ruku
82
32,8
293
43,3
p
Umur
c. > 65 tahun
2.
Asymptomatic
Malaria
0,001
Jenis Kelamin
0,550
Tempat tinggal
0,008
4.4.2. Faktor risiko malaria
Proporsi terbanyak Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria dan Ketersediaan
Obat Malaria adalah pada kategori Kurang Lengkap. Sementara itu, proporsi
terbanyak Kualitas Tenaga Kesehatan adalah pada kategori Cukup pada kedua
Universitas Sumatera Utara
98
kelompok yang diteliti. Analisis bivariat pada ketiga faktor risiko tersebut
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05) (Tabel 4.11.).
Tabel 4.11. Kualitas Pelayanan Kesehatan
No
1.
2.
3.
Faktor Risiko
Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria
a. Lengkap
b. Kurang Lengkap
c. Tidak Lengkap
Ketersediaan Obat Malaria
a. Lengkap
b. Kurang Lengkap
c. Tidak Lengkap
Kualitas Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
n
%
64
112
74
25,6
44,8
29,6
349
233
95
51,6
34,4
14,0
64
112
74
25,6
44,8
29,6
349
233
95
51,6
34,4
14,0
74
136
40
29,6
54,4
16,0
96
498
83
14,2
73,6
12,2
p
0,001
0,001
0,001
Proporsi terbanyak pada Pengetahuan, Sikap dan Akses ke Tenaga
Kesehatan di kedua kelompok yang diteliti adalah sama, yaitu pada kategori
Cukup. Sementara itu, Tindakan terbanyak pada kategori Kurang. Analisis
bivariat yang dilakukan pada keempat faktor risiko tersebut menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p < 0,05) (Tabel 4.12.).
Proporsi terbanyak pada Pemakaian Kelambu di kedua kelompok adalah
kategori Pakai Kelambu Celup. Hal yang sama juga dijumpai pada Kualitas
Pemakaian Kelambu, yaitu pada kategori Cukup. Kategori Pakai Tiap Malam
terbanyak dijumpai pada Pemakaian Antinyamuk Bakar dan Pakai Tidak Tiap
Malam pada Pemakaian Antinyamuk Oles (repellent). Sementara itu, Kondisi
Tempat Tinggal yang terbanyak adalah kategori Baik. Analisis bivariat pada
kelima faktor risiko tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p0,05) (Tabel 4.15.).
Universitas Sumatera Utara
101
Tabel 4.15. Pemeriksaan Laboratorium
No
1.
2.
1.
2.
3.
4.
6.
7.
Faktor Risiko
Kecacingan
a. Negatif
b. Positif
A. Lumbricoides
Hookworm
T. Trichiura
Campuran
Golongan Darah
a. O
b. A
c. B
d. AB
Kadar Hb
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
p
n
%
196
78,4
463
68,4
14
0
25
15
5,6
0
10,0
6,0
58
4
82
70
8,6
0,6
12,1
10,3
101
81
53
15
40,4
32,4
21,2
6,0
315
184
154
24
46,5
27,2
22,7
3,5
0,108
Mean
13,02
0,01
4,64
57,02
27,00
4,67
SD
0,74
0,11
1,95
14,59
5,42
3,68
Mean
13,26
0,01
2,92
59,08
37,86
2,48
SD
0,33
0,09
1,69
12,44
7,49
2,39
p
0,001
0,619
0,001
0,049
0,001
0,001
0,032
4.5. Analisa Model Faktor Risiko Asymptomatic Malaria
Model faktor risiko dibentuk dengan melakukan analisis multivariat, yaitu
uji regresi logistik berganda dengan Diagnosis Asymptomatic Malaria sebagai
variabel terikat. Sementara itu, Karakteristik Sampel dan Faktor Risiko menjadi
variabel bebasnya.
Variabel bebas yang mempunyai lebih dari dua kategori diubah menjadi
dua kategori untuk kemudahan penggunaan model. Namun apabila tidak optimal,
variabel tersebut akan dikembalikan pada bentuk semula dan dianalisa dengan
menggunakan dummy. Pengubahan yang dilakukan pada semua variabel tersebut
terlihat pada Tabel 4.16.
Variabel bebas yang memiliki nilai p > 0,25, yaitu Jenis Kelamin tidak
diikutsertakan pada analisis multivariat. Pola yang sama ditemukan pada variabel
Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria dan Ketersediaan Obat Malaria, sehingga
Universitas Sumatera Utara
102
yang digunakan dalam analisis multivariat adalah salah satu dari variabel tersebut,
yaitu Ketersediaan Obat Malaria.
Tabel 4.16. Variabel Bebas Model Faktor Risiko Asymtomatic Malaria
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Faktor Risiko
Umur
a. ≤ 15 tahun
b. > 15
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Alat Diagnosis Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Ketersediaan Obat Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Kualitas Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pengetahuan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Sikap
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Tindakan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Akses ke Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Kelambu
a. Pakai Kelambu Celup
b. Tidak Pakai Kelambu Celup
Kualitas Pemakaian Kelambu
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Antinyamuk Bakar
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Pemakaian Antinyamuk Oles
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Kondisi Tempat Tinggal
a. Baik
b. Kurang/Buruk
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
P
n
%
n
%
107
143
42,8
57,2
401
276
59,2
40,8
0,001
102
148
40,8
59,2
291
386
43
57
64
186
25,6
74,4
349
95
64
186
25,6
74,4
74
176
RR
Interval
Kepercayaan
95%
Min
Maks
0,515
0,384
0,691
0,550
0,914
0,681
1,227
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
349
95
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,136
0,734
0,487
1,104
33
217
13,2
86,8
44
633
6,5
93,5
0,290
0,656
0,298
1,440
80
170
32,0
68,0
108
569
16,0
84,0
0,118
0,651
0,379
1,119
84
166
33,6
66,4
103
574
15,2
84,8
0,226
0,828
0,609
1,125
74
176
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,106
0,725
0,491
1,071
235
15
94
6
649
28
95,9
4,1
0,231
0,676
0,355
1,288
73
177
29,2
70,8
89
588
13,1
86,9
0,001
0,149
0,096
0,231
156
94
62,4
37,6
366
311
54,1
45,9
0,123
0,73
0,489
1,090
105
145
42
58
394
283
58,2
41,8
0,001
0,349
0,187
0,651
177
73
70,8
29,2
582
95
86
14
0,001
0,396
0,279
0,561
Pada awalnya, analisis multivariat dilakukan pada 12 variabel bebas.
Analisis regresi logistik berhenti pada langkah keenam dengan variabel tersisa
adalah Umur, Ketersediaan Obat Malaria, Tindakan, Akses ke Tenaga Kesehatan,
Pemakaian Kelambu, Kualitas Pemakaian Kelambu, dan Pemakaian Antinyamuk
Oles. Namun pada analisis interaksi variabel, ditemukan interaksi antara variabel
Universitas Sumatera Utara
103
Pemakaian Kelambu dan Kualitas Pemakaian Kelambu, sehingga Pemakaian
Kelambu dikeluarkan dari model.
Kemudian analisis dilanjutkan dan berakhir dengan 4 variabel tersisa yaitu
Umur (X1), Ketersediaan Obat Malaria (X4), Akses ke Tenaga Kesehatan (X10)
dan Kualitas Pemakaian Kelambu (X12). Nilai Hosmer and Lemeshow Test yang
diperoleh pada akhir analisis adalah 0,093 (p > 0,05), sehingga model yang
terbentuk adalah fit (Tabel 4.17.).
Tabel 4.17. Analisa Model Faktor Risiko Asymtomatic Malaria
Variabel
Umur (X1)
Obat Malaria (X4)
Akses TenKes (X10)
Pakai Kelambu (X12)
p
0,001
0,001
0,020
0,001
OR
0,593
0,387
0,601
0,159
Interval
Kepercayaan
95%
Hosmer&
Lemeshow
Min
Maks
p
0,433
0,264
0,392
0,101
0,812
0,567
0,922
0,250
0,093
Chisquare
Overall
Percentage
7,974
76,5
Area
Under
Curve
73,3
Population
Attributable
Risk
(PAR) %
29,86
22,32
5,33
38,61
Model persamaan yang terbentuk dari analisis tersebut adalah sebagai
berikut .
Persamaan Model Faktor Risiko Asymptomatic Malaria :
Y = 2,037 - 0,523 X1 - 0,949 X4 - 0,509 X10 - 1,840 X12
Besarnya probabilitas tiap individu untuk menderita penyakit malaria
dalam model ini dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Interaksi antar faktor pembentuk model diatas dapat menerangkan
terjadinya asymptomatic malaria sebesar 76,5%. Model ini juga dapat
memprediksi diagnosis asymptomatic malaria sebesar 73,3%.
Universitas Sumatera Utara
104
4.6. Analisa Model Prediksi Diagnosis Asymptomatic Malaria
Variabel terikat pada model ini adalah Diagnosis Asymptomatic Malaria.
Variabel bebas yang dianalisa adalah variabel penyusun faktor Karakteristik
Sampel, Faktor Risiko, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Laboratorium.
Variabel bebas yang mempunyai lebih dari dua kategori akan diubah menjadi dua
kategori (Tabel 4.18.).
Variabel bebas yang memiliki nilai p > 0,25, yaitu Jenis Kelamin dan
Basofil, tidak diikutsertakan pada analisis multivariat. Pola distribusi yang sama
ditemukan pada variabel Ketersediaan Alat Diagnosis Malaria dan Ketersediaan
Obat Malaria, sehingga variabel yang digunakan dalam analisis multivariat adalah
Ketersediaan Obat Malaria. Variabel Pemakaian Kelambu tidak dimasukkan
karena berinteraksi dengan variabel Kualitas Pemakaian Kelambu.
Analisis regresi logistik berhenti pada langkah kesebelas dengan 8 variabel
tersisa yaitu Ketersediaan Obat Malaria (X4), Akses ke Tenaga Kesehatan (X10),
Kualitas Pemakaian Kelambu (X12), Kadar Hb (X19), Eosinofil (X21), Netrofil
(X22), Limfosit (X23) dan Monosit (X24). Nilai Hosmer and Lemeshow Test
yang diperoleh pada akhir analisis adalah 0,061 (p > 0,05), sehingga model yang
terbentuk adalah fit (Tabel 4.19.).
Universitas Sumatera Utara
105
Tabel 4.18. Variabel Bebas Model Prediksi Diagnosis Asymtomatic Malaria
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Faktor Risiko
Umur
a. ≤ 15 tahun
b. > 15
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Alat Diagnosis Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Ketersediaan Obat Malaria
a. Lengkap
b. Tidak Lengkap
Kualitas Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pengetahuan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Sikap
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Tindakan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Akses ke Tenaga Kesehatan
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Kelambu
a. Pakai Kelambu Celup
b. Tidak Pakai Kelambu Celup
Kualitas Pemakaian Kelambu
a. Baik
b. Cukup/Kurang
Pemakaian Antinyamuk Bakar
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Pemakaian Antinyamuk Oles
a. Pakai
b. Tidak Pakai
Kondisi Tempat Tinggal
a. Baik
b. Kurang/Buruk
Status Gizi
a. Normal
b. Abnormal
Kecacingan
a. Positif
b. Negatif
Golongan Darah ABO
a. O
b. Bukan O
Kadar Hb
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Asymptomatic
Malaria
Bukan
Asymptomatic
Malaria
n
%
p
n
%
107
143
42,8
57,2
401
276
59,2
40,8
0,001
102
148
40,8
59,2
291
386
43
57
64
186
25,6
74,4
349
95
64
186
25,6
74,4
74
176
RR
Int. Kepercayaan
95%
Min
Maks
0,515
0,384
0,691
0,550
0,914
0,681
1,227
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
349
95
51,6
48,4
0,001
0,388
0,274
0,550
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,136
0,734
0,487
1,104
33
217
13,2
86,8
44
633
6,5
93,5
0,290
0,656
0,298
1,440
80
170
32,0
68,0
108
569
16,0
84,0
0,118
0,651
0,379
1,119
84
166
33,6
66,4
103
574
15,2
84,8
0,226
0,828
0,609
1,125
74
176
29,6
70,4
96
581
14,2
85,8
0,106
0,725
0,491
1,071
235
15
94
6
649
28
95,9
4,1
0,231
0,676
0,355
1,288
73
177
29,2
70,8
89
588
13,1
86,9
0,001
0,149
0,096
0,231
156
94
62,4
37,6
366
311
54,1
45,9
0,123
0,73
0,489
1,090
105
145
42
58
394
283
58,2
41,8
0,001
0,349
0,187
0,651
177
73
70,8
29,2
582
95
86
14
0,001
0,396
0,279
0,561
209
41
83,6
16,4
479
198
70,8
29,2
0,001
2,107
1,450
3,061
54
196
21,6
78,4
214
463
31,6
68,4
0,003
0,596
0,423
0,839
101
149
40,4
59,6
315
362
46,5
53,5
0,096
0,779
0,580
1,046
Mean
SD
Mean
SD
p
RR
13,02
0,01
4,64
57,02
27,00
4,67
0,74
0,11
1,95
14,59
5,42
3,68
13,26
0,01
2,92
59,08
37,86
2,48
0,33
0,09
1,69
12,44
7,49
2,39
0,001
0,619
0,001
0,049
0,001
0,001
0,369
1,416
1,664
0,988
0,735
1,288
Int. Kepercayaan
Min
Maks
0,268
0,510
0,358
5,592
1,513
1,830
0,977
0,999
0,703
0,768
1,217
1,363
Model persamaan yang terbentuk adalah sebagai berikut .
Persamaan Model Prediksi Diagnosis Asymptomatic Malaria :
Y = 20,119 – 1,315 X4 - 0,922 X10 – 1,463 X12 – 0,739 X19
+ 0,616 X21 - 0,027 X22 - 0,304 X23 + 0,190 X24
Universitas Sumatera Utara
106
Besarnya probabilitas tiap individu untuk menderita penyakit malaria dalam
model ini dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Tabel 4.19. Analisa Model Prediksi Diagnosis Asymtomatic Malaria
Variabel
Obat Malaria (x4)
Akses TenKes (x10)
Pakai Kelambu (x12)
Kadar Hb (x19)
Eosinofil (x21)
Netrofil (x22)
Limfosit (x23)
Monosit (x24)
p
0,001
0,005
0,001
0,001
0,001
0,006
0,001
0,001
OR
0,268
0,398
0,231
0,477
1,852
0,973
0,738
1.209
Interval
Kepercayaan
95%
Lower
Upper
0,150
0,207
0,116
0,304
1,600
0,954
0,701
1,119
0,481
0,762
0,462
0,750
2,144
0,992
0,777
1,306
Hosmer&
Lemeshow
Chip
square
0,061
Overall
Percentage
Area
Under
Curve
90,3 %
94,6 %
(IK :
93.1% 96,1%)
14,886
Nilai
Batas
(Y)
0,27
Interaksi antar faktor pembentuk model diatas dapat menerangkan
terjadinya asymptomatic malaria sebesar 90,3%. Model ini juga dapat
memprediksi diagnosis asymptomatic malaria sebesar 94,6%.
Universitas Sumatera Utara
107
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Asymptomatic Malaria dan Permasalahannya
Epidemiologi penderita asymptomatic malaria berbeda pada tiap daerah
dan tergantung pada tingkat endemisitasnya. Prevalensi asymptomatic malaria
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain umur, kepadatan parasit dan insect bite
(Lo E et al., 2015; Geiger et al., 2013; Villasis et al., 2012; Andrade et al., 2010).
Asymtomatic malaria dapat juga terjadi pada penderita infeksi malaria kronik
(Cheng et al., 2015).
Pada awal perjalanan penyakit,
asymptomatic malaria belumlah
menunjukkan gejala klinis, namun bila antiparasite immunity tidak berhasil
menekan kepadatan parasit, gejala klinis akan muncul kemudian (Lindblade et al.,
2013). Gejala klinis diperkirakan akan muncul dua sampai dengan empat minggu
kemudian (Bereczky et al., 2004; Magesa et al., 2003). Kondisi disregulasi sistem
imun tubuh juga dapat mengakibatkan asymptomatic malaria berubah menjadi
symptomatic malaria yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskopik
(submicroscopic malaria) (Barbosa et al., 2014; Okell et al., 2012).
Bertahannya gametocyte di dalam darah penderita, dapat menjadi sumber
transmisi baru pada infeksi malaria berikutnya (gametocyte carrier). Penemuan
dan penanganan yang terlambat pada penderita asymptomatic malaria akan
memperbesar peluang transmisi infeksi malaria serta menghambat tercapainya
eliminasi malaria (Lindblade et al., 2013). Tantangan terbesar yang dihadapi saat
ini adalah akurasi alat diagnosis untuk mendeteksi asymptomatic malaria
(Lindblade et al., 2013), terutama pada layanan kesehatan pri