Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Permainan Judi Dadu Guling (Samkwan) (Studi Putusan No. 141 Pid.B 2013 Pn.Kbj)

BAB II
KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA
Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki
perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan perjudian telah dianggap sebagai hal
yang biasa dan wajar walaupun di dalam masyarakat itu sendiri ada yang
merasakan dampak negatif serta memberikan ancaman terhadap keamanan
mereka. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa perjudian membentuk karakter
manusia yang pemalas, yang menggantungkan hidupnya pada harapan-harapan
yang belum pasti. Oleh karena itu hukum pidana yang salah satu fungsinya
merupakan kontrol sosial harus mampu memberikan kontrol terhadap anggota
masyarakat untuk patuh terhadap norma-norma hukum yang berlaku.
Sejarah mencatat ternyata perjudian khususnya di Indonesia tidak mudah
diberantas. Bahkan beberapa hasil perjudian didapat oleh pemerintah untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang pada saat itu membutuhkan biaya yang sangat
besar. Contohnya saja yaitu Judi Porkas yang digunakan untuk pembangunan
sarana olahraga pada masa Orde Baru. Akan tetapi, terlepas dari pada itu, akibat
negatif dari perjudian lebih banyak daripada hal-hal positif yang ditimbulkannya
sehingga pemerintah harus mengambil tindakan tegas agar masyarakat menjauhi
dan berhenti melakukan perjudian.
Berdasarkan


kenyataan

tersebut

di

atas,

maka

dalam

rangka

menanggulangi masalah perjudian diperlukan adanya kebijakan hukum pidana
(penal policy). Kebijakan tersebut harus dikonsentrasikan pada dua arah yaitu
kebijakan bagaimana memaksimalkan peraturan perundang-undangan yang telah

Universitas Sumatera Utara


ada saat ini dan kebijakan untuk memperbaharui hukum pidana khususnya dalam
rangka mengatasi perjudian di masa yang akan datang.
A. Ketentuan Tindak Pidana Judi Menurut Kitab Undang-undang Hukum
Pidana
Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu Negara. Berbicara tentang hukum pidana tidak lepas kaitannya dengan
subjek dari hukum pidana itu sendiri. Subjek dari hukum pidana adalah manusia
selaku anggota masyarakat. Manusia sebagai subjek hukum pidana dalam
melakukan

aktivitasnya

dalam

bermasyarakat

seringkali

melakukan


penyimpangan. Hal ini tidak hanya bisa membahayakan dirinya akan tetapi juga
dapat merugikan orang lain. Agar terciptanya suatu tatanan masyarakat yang aman
dan tertib maka dibutuhkan norma-norma serta ketentuan-ketentuan yang
bertujuan untuk mengatur bagaimana anggota masyarakat melaksanakan
aktivitasnya tanpa mengganggu kepentingan anggota masyarakat lainnya.
Ketentuan-ketentuan tersebut haruslah memiliki sanksi yang bersifat memaksa.
Artinya, ketika seseorang melanggar ketentuan yang telah dibuat maka pelanggar
akan diberikan hukuman. Berat ringannya hukuman tergantung dari jenis
pelanggaran yang dilakukannya.
Hukum Pidana dalam usahanya untuk mencapai tujuannya tidaklah
semata-mata hanya dengan menjatuhkan sanksi pidana akan tetapi juga dengan
melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Oleh sebab itu hukum pidana
merupakan bagian dari politik kriminal yaitu usaha-usaha rasional dalam
mencegah terjadinya kejahatan. Demikian juga terhadap perjudian yang
merupakan salah satu bentuk kejahatan yang memenuhi rumusan KUHP yang
diatur melalui Pasal 303 dan 303 bis. Sesudah dikeluarkannya Undang-undang

Universitas Sumatera Utara


No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, ancaman pidana bagi pelaku
perjudian diperberat dengan rincian sebagai berikut:
1.

Ancaman pidana dalam Pasal 303 (1) KUHP diperberat menjadi pidana
penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua
puluh lima juta rupiah.

2.

Pasal 542 KUHP diangkat menjadi suatu kejahatan dan diganti sebutan
menjadi Pasal 303 bis KUHP, sedangkan ancaman pidananya diperberat yaitu
ayat (1) menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda
sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. Ayat (2) menjadi pidana penjara
selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta
rupiah.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa larangan perjudian dalam KUHP

sekarang ini adalah dalam Pasal 303 dan 303 bis.
Pasal 303

“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda
paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin:
a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan
sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu;
b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan
usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan
adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara;
c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
itu.
(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan pada
umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan
belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ
termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan
lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau
turut bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.”


Universitas Sumatera Utara

Objek hukum pidana dalam hal ini adalah permainan judi (hazardspel).
Tidak semua permainan dikategorikan judi. Permainan yang dikategorikan judi
(hazard) adalah segala permainan yang kalah menangnya bukanlah karena
kemampuan dari pemainnya akan tetapi hanya bergantung kepada nasib pemain.
Dapat dikatakan bahwa seseorang yang kemungkinan menang dalam hazardspel
hanyalah semata karena keberuntungan atau kebetulan semata walaupun
kemungkinan untuk menang itu dapat bertambah besar dengan latihan dan
kepandaian pemain.
Namun, KUHP tidak memuat tentang bentuk-bentuk permainan judi
tersebut secara rinci. Sebagaimana dijelaskan oleh R. Soesilo, tidak semua
permainan dapat dikategorikan judi, tetapi hanya permainan-permainan yang
mempertaruhkan segala sesuatu yang bernilai dan kemenangannya atau
keuntungannya didasarkan pada kebetulan nasib, peruntungan yang tidak dapat
direncanakan dan diperhitungkan, seperti dalam permainan dadu, selikuran,
roulette, bakarat, kocok, tombola, termasuk juga totalisator pada pacuan kuda,
pertandingan sepak bola dan sebagainya. 55
Menurut Adam Chazawi dalam rumusan kejahatan Pasal 303 KUHP
tersebut di atas, ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian (hazardspel),

dimuat dalam ayat (1): 56
1. butir 1 ada dua macam kejahatan;
2. butir 2 ada dua macam kejahatan; dan
3. butir 3 ada satu macam kejahatan.
Sedangkan ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat (3)
menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh ayat (1).
55

R. Soesilo, Op.cit, Hal. 222.
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, Hal. 158159.

56

Universitas Sumatera Utara

Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut mengandung unsur
tanpa izin. Dalam unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari
semua perbuatan dalam lima kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tiadanya
unsur tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi
izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan

hukumnya sehingga tidak dipidana. Dimasukkannya unsur tanpa izin ini oleh
pembentuk undang-undang terkandung suatu maksud yaitu agar pemerintah atau
pejabat pemerintah tertentu dapat melakukan pengawasan dan pengaturan tentang
permainan judi.
1.

Kejahatan Pertama
Kejahatan bentuk pertama dimuat dalam butir 1 yaitu kejahatan yang

melarang orang yang tanpa izin yang dengan sengaja menawarkan atau
memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata
pencaharian. Dengan demikian jenis kejahatan ini, terdiri dari unsur-unsur sebagai
berikut:
Unsur-unsur objektif:
a. perbuatannya menawarkan atau memberikan kesempatan;
b. objeknya adalah untuk bermain judi tanpa izin;
c. dijadikannya sebagai mata pencaharian.
Unsur subjektif:
d. dengan sengaja.
Dalam bentuk kejahatan yang pertama ini, si pembuat tidak melakukan

permainan judi. Di sini tidak ada larangan main judi, tetapi perbuatan yang
dilarang adalah menawarkan kesempatan bermain judi dan/atau memberikan

Universitas Sumatera Utara

kesempatan bermain judi. Sementara itu, orang yang bermain judi dapat dipidana
berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 303 bis.
Arti “menawarkan kesempatan” bermain judi ialah si pelaku melakukan
perbuatan dengan cara apapun untuk mengundang atau mengajak orang-orang
untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Perbuatan ini
mengandung pengertian belum ada orang yang bermain judi, hanya sekedar
permulaan pelaksanaan dari perbuatan memberi kesempatan untuk bermain judi.
Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi yang merupakan perbuatan
kedua, ialah pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan
menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Jadi di sini telah ada orang yang
bermain judi. Misalnya menyediakan sebuah kamar atau bahkan rumah untuk
orang-orang yang bermain judi.
Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi haruslah dijadikannya
sebagai pencaharian. Artinya perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan
berlangsung lama dan dari perbuatan si pelaku tersebut dia mendapatkan uang

yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya. Perbuatan itu baru
bersifat melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari
instansi atau pejabat pemerintah yang berwenang.
Dalam kejahatan bentuk pertama terdapat unsur kesengajaan. Artinya si
pelaku memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan
kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi. Si pelaku sadar
bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah orang-orang yang
akan bermain judi, dan disadarinya bahwa perbuatannya dijadikannya sebagai

Universitas Sumatera Utara

pencaharian, artinya dia sadar bahwa dari perbuatannya itu dia mendapatkan uang
untuk biaya hidupnya.
Sementara itu, unsur kesengajaan ini tidak harus ditujukan terhadap unsur
tanpa izin. Artinya dalam hal si pelaku melakukan dua perbuatan yang dilarang itu
tidak menjadikan syarat tentang bagaimana sikap batinnya terhadap tanpa izin.
Tidak disyaratkan bahwa dia harus menawarkan kesempatan dan memberikan
kesempatan bermain judi tanpa mendapatkan izin dari instansi atau pejabat yang
berwenang. Hal ini dikarenakan letak unsur tanpa izin berada sebelum unsur
kesengajaan tersebut dalam rumusan kejahatan.

2.

Kejahatan Kedua
Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam butir 1, ialah melarang orang

yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan atau usaha
permainan judi. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur-unsur objektif:
a. perbuatannya: turut serta;
b. objek: dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin.
Unsur subjektif:
c. dengan sengaja.
Pada kejahatan jenis kedua ini, perbuatan adalah turut serta (deelnemen).
Artinya ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan judi yang
disebutkan pada bentuk pertama. Apabila dihubungkan dengan bentuk-bentuk
penyertaan yang ditentukan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP, pengertian turut
serta menurut pasal ini lebih luas daripada sekedar turut serta sebagai orang yang
turut serta melakukan (medepleger). Pengertian dari perbuatan turut serta atau

Universitas Sumatera Utara

menyertai di sini selain orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan
oleh orang yang turut serta melakukan (medepleger) menurut Pasal 55 KUHP,
juga termasuk orang yang membantu melakukan (medeplictige) dalam Pasal 56
KUHP. Bentuk orang yang menyuruh (doen pleger) dan penganjur (uit lokker)
tidak dikategorikan dalam hal ini dikarenakan kedua bentuk ini tidak terlibat
secara fisik dengan orang lain yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Keterlibatan secara fisik orang yang turut serta dalam kegiatan usaha
permainan judi tanpa izin, yang dimaksudkan pada bentuk pertama, terdiri dari
perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan kepada orang
untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan uang atau penghasilan
sebagai pencaharian. Jadi yang dimaksud dengan kegiatan usaha permainan judi
adalah setiap kegiatan yang menyediakan tempat dan waktu (memberikan
fasilitas) kepada orang-orang untuk bermain judi, yang dari kegiatan usaha
tersebut ia mendapatkan uang atau penghasilan. Dalam kejahatan jenis kedua ini
juga terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan di sini harus ditujukan pada unsur
perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah dalam
kegiatan permainan judi.
3.

Kejahatan Ketiga
Kejahatan bentuk ketiga ialah “melarang orang yang tanpa izin dengan

sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk
bermain judi”. Dengan demikian terdapat unsur-unsur:
Unsur-unsur objektif:
a. perbuatan: menawarkan dan memberi kesempatan;
b. objek: kepada khalayak umum;

Universitas Sumatera Utara

c. untuk bermain judi tanpa izin.
Unsur subjektif:
d. dengan sengaja.
Kejahatan bentuk ketiga ini, memiliki persamaan dengan kejahatan bentuk
pertama. Persamaannya adalah pada unsur tingkah laku, yakni pada perbuatan
menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan. Perbedaaannya
adalah sebagai berikut:
a. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan
memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu
bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Sedangkan pada
bentuk ketiga, tidak ditujukan kepada satu orang tertentu saja melainkan
secara umum.
b. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu
dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak
disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian.
Khalayak umum artinya kepada siapapun, tidak ditujukan pada orang
perorangan atau orang tertentu. Siapapun juga dapat menggunakan kesempatan
untuk bermain judi. Pada bentuk ketiga terdapat pula unsur kesengajaan, yang
harus ditujukan pada: (a) melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan/atau
perbuatan memberi kesempatan; (b) khalayak umum, dan (c) bermain judi.
Artinya, si pelaku melakukan kedua perbuatan itu di depan khalayak umum untuk
bermain judi.
Akan tetapi kesengajaan pelaku tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa
izin, dikarenakan seperti bentuk pertama, unsur tanpa izin dalam rumusan

Universitas Sumatera Utara

letaknya sebelum unsur kesengajaan. Artinya si pelaku tidak perlu menyadari
bahwa dalam melakukan kedua perbuatan tersebut ia tidak mendapatkan izin dari
instansi yang berwenang.
4.

Bentuk Keempat
Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam Pasal 303 ayat (1), adalah

larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian
tanpa izin. Unsur-unsurnya adalah:
Unsur objektif:
a. perbuatannya: turut serta;
b. objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin.
Unsur subjektif:
c. dengan sengaja.
Kejahatan bentuk keempat ini hampir sama dengan kejahatan perjudian
bentuk kedua. Perbedaannya hanyalah pada kegiatan usaha perjudian yang
dijadikan sebagai mata pencaharian. Pada bentuk keempat ini, keturutsertaan si
pelaku ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai mata
pencaharian. Demikian juga unsur kesengajaan turut sertanya ditujukan pada
kegiatan dalam melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan
memberikan kesempatan bermain judi kepada khalayak umum.
5.

Bentuk Kelima
Bentuk kelima kejahatan mengenai perjudian ialah “melarang orang yang

melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang
dijadikannya sebagai mata pencaharian”. Dengan demikian, dalam kejahatan
bentuk kelima ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. perbuatannya: turut serta;
b. objek: dalam permainan judi tanpa izin;
c. sebagai mata pencaharian.
Perbuatan materiil turut serta (deelnemen) terdapat pada kejahatan bentuk
kedua, keempat dan kelima. Pada bentuk kelima, unsur dalam “menjalankan
kegiatan usaha” tidak dimuat lagi. Artinya si pelaku di sini tidak ikut serta dalam
menjalankan usaha permainan judi. Menjalankan usaha adalah berupa perbuatan
menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi. Pada bentuk
kelima ini, si pelaku ikut terlibat bersama dengan orang lain yang bermain judi,
dan bukan kepada orang yang melakukan usaha perjudian. Si pelaku dalam
bermain judi tanpa izin haruslah dijadikannya sebagai mata pencaharian, artinya
dari permainan judi tersebut dia mendapatkan penghasilan untuk keperluan
hidupnya. Jadi tidak dipidana apabila ia bermain judi hanya sebagai hiburan
belaka.
Pasal 303 bis
“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak sepuluh juta rupiah:
a. barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan
melanggar Pasal 303;
b. barangsiapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggiran jalan
umum ataupun di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada
izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk
mengadakan perjudian itu.
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada
pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu pelanggaran ini, dapat
dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling
banyak lima belas juta rupiah.”
Tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1
KUHP tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut:
1.

Barangsiapa

Universitas Sumatera Utara

2.

menggunakan kesempatan untuk bermain judi

3.

yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP.
Unsur objektif kedua yakni “menggunakan kesempatan untuk bermain

judi” merupakan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan pidana yang diatur
dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP. Pengertian dari menggunakan
kesempatan untuk bermain judi tersebut bukan pemakaian kesempatan yang
terbuka karena ada orang yang memberikan kesempatan untuk bermain judi,
misalnya berjualan di tempat dimana kesempatan untuk bermain judi itu telah
diberikan oleh seseorang, melainkan hanya pemakaian kesempatan untuk bermain
judi saja.
Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan dalam
ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP adalah
“yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP”. Yang
dimaksudkan dengan yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal
303 KUHP adalah bukan bertindak sebagai orang yang memberikan kesempatan
untuk berjudi melainkan sebagai orang yang memakai kesempatan untuk
melakukan permainan judi.
Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur
dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP terdiri dari unsur-unsur objektif
sebagai berikut:
1.

Barangsiapa

2.

ikut serta bermain judi

3.

di jalan umum atau di pinggiran jalan umum atau di suatu tempat yang
terbuka untuk dikunjungi oleh umum

Universitas Sumatera Utara

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam ketentuan
pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 di atas adalah “ikut serta bermain
judi”. Kata-kata “ikut serta” atau “deelnemen” jangan diartikan sebagai
“keikutsertaan” atau “deelneming” seperti yang dimaksudkan dalam ketentuanketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP melainkan harus
diartikan dalam pengertiannya secara umum menurut bahasa sehari-hari. Artinya,
orang tersebut secara in concreto berjudi sehingga dapat disebut ikut serta dalam
permainan judi.
Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang diatur dalam ketentuan
pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 adalah “di jalan umum atau di
pinggiran jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk dikunjungi oleh
umum”. Yang dimaksudkan dengan jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan
sebagai lalu lintas umum. Untuk dapat disebut sebagai “jalan umum”, tidaklah
perlu suatu jalan tersebut harus dibuat oleh atau atas nama pemerintah, bahkan
tidak perlu dibuat atas biaya dari pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan
jalan milik seseorang atau yang terdapat di atas tanah seseorang, yang oleh
pemiliknya telah memperuntukkan jalan tersebut untuk dilalui secara umum.
Dari rumusan di atas jelaslah bahwa ada niat yang serius dari pemerintah
untuk menanggulangi perjudian dengan memberikan pemberatan terhadap bandar
judi dan juga pemain yang ikut dalam perjudian pasca keluarnya Undang-undang
No. 7 Tahun 1974.

Universitas Sumatera Utara

B. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Perundang-undangan Lainnya
1.

Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian
Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian, maka perlu terlebih dahulu kita menelaah pertimbanganpertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut, yang pada pokoknya
adalah sebagai berikut:
a. Bahwa perjudian pada pokoknya bertentangan dengan agama, kesusilaan,
dan moral Pancasila serta membahayakan penghidupan dan kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Bahwa oleh karena itu perlu diadakan usaha-usaha untuk menertibkan
perjudian, membatasinya sampai kepada lingkungan yang sekecilkecilnya, untuk akhirnya menuju penghapusannya sama sekali dari seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi tertanggal 7 Maret tahun
1912 (Stb. 1912 Nomor 230), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
ditambah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 31 Oktober tahun 1935 (Stb.
1935 Nomor 526), telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
d. Bahwa ancaman hukuman dalam pasal-pasal KUHP mengenai perjudian
dianggap tidak sesuai lagi, sehingga perlu diusahakan ada perubahan untuk
memperberatnya.
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu
disusun Undang-undang tentang Penertiban Perjudian.
Judi ataupun perjudian dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang Penertiban Perjudian disebut sebagai tindak pidana perjudian dan

Universitas Sumatera Utara

identik dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada
dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP maupun
dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. 57
Lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian merupakan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang
menetapkan dan merubah beberapa ketentuan yang ada dalam KUHP. Adapun
perumusan dan penetapan ketentuan sanksi pidana oleh pembentuk undangundang diatur dalam Pasal 303 dan 303 bis, yang kedua pasal tersebut adalah
kejahatan.
Kejahatan yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP
yang selengkapnya adalah sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda
paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin:
a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan
sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu;
b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan
usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan
adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya suatu tata cara;
c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

57

Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1976, Hal. 69.

Universitas Sumatera Utara

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
itu.
(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada
umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan
belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ
termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan
lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau
bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Perbuatan yang dianggap sebagai bentuk tindak pidana kesusilaan dalam
hal perjudian adalah menggunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan
melanggar Pasal 303 bis yang rumusannya sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak sepuluh juta rupiah;
a. barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan
melanggar ketentuan Pasal 303;
b. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum
atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada izin dari
penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan
perjudian itu.
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada
pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat

Universitas Sumatera Utara

dikenakan pidana penjara paling lama enam tahum atau pidana denda paling
banyak lima belas juta rupiah. 58
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian disebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala macam
bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman
hukumannya. Ancaman hukuman yang berlaku sekarang ternyata sudah tidak
sesuai lagi dan tidak membuat pelaku perjudian merasa jera.
Salah satu ketentuan yang merumuskan ancaman terhadap tindak pidana
perjudian adalah dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
Dengan adanya ketentuan dalam KUHP tersebut maka permainan perjudian dapat
digolongkan menjadi dua macam yaitu:
a. Perjudian yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan apabila
pelaksanaannya telah mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang
berwenang. Hal ini beberapa kali terjadi di Indonesia antara lain:
• Casino dan petak sembilan di Jakarta dan Sari Empat di Jalan
Kelenteng Bandung.
• Toto (totalisator) Grey Hound di Jakarta (ditutup 1 Oktober 1978 oleh
Pemerintah DKI).
• Undian harapan yang sudah berubah menjadi undian sosial berhadiah,
pusatnya ada di Jakarta. Di Surabaya ada undian Sampul Rezeki,

58

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1983, Hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

Sampul Borobudur di Solo, Sampul Danau Toba di Medan, Sampul
Sumber Harapan di Jakarta, semuanya berhadiah 80 juta rupiah. 59
Dari jenis perjudian tersebut bukan merupakan kejahatan karena sudah
mendapat izin dari Pemerintah Daerah dengan berlandaskan Undangundang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian. Pasal 1 ayat (1) dan 2
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian menyatakan
sebagai berikut:
Pasal 1 ayat (1):
“Barangsiapa mengadakan undian harus lebih dahulu mendapat izin dari
yang berwajib berdasarkan peraturan-peraturan dalam pasal-pasal berikut,
kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 2.”
Pasal 2:
“Undang-undang ini tidak berlaku untuk undian yang diadakan:
a. Oleh negara
b. Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh
suatu perkumpulan yang telah berdiri sedikitnya satu tahun, di dalam
lingkungan yang terbatas pada para anggota, untuk keperluan sosial,
sedang jumlah harga nominal dari undian tidak lebih dari Rp. 3.000,(tiga ribu rupiah). Undian ini harus diberitahukan kepada instansi
Pemerintah yang berwajib, dalam hal ini Kepala Daerah.”
Artinya undian yang dapat diadakan itu ialah oleh:
1) Negara
2) Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh
suatu perkumpulan yang terbatas pada para anggota untuk keperluan
sosial, sedang jumlah harga nominal dan undian tidak lebih dari Rp.
3.000,-

59

Kartini Kartono, Op.cit, Hal. 61.

Universitas Sumatera Utara

Undian ini harus diberitahukan kepada Instansi Pemerintah yang berwajib,
dalam hal ini izin dari Kepala Daerah untuk mengadakan undian yang
hanya dapat diberikan untuk keperluan sosial yang bersifat umum.
b. Perjudian

yang

merupakan

tindak

pidana

kejahatan,

apabila

pelaksanaannya tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang
berwenang, contohnya bermain dadu. Bentuk permainan ini sifatnya hanya
untung-untungan saja, karena hanya menggantungkan pada nasib baik atau
buruk.
Dalam Pasal 303 bis KUHP menyebutkan unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Menggunakan kesempatan untuk main judi
b. Dengan melanggar ketentuan Pasal 303 KUHP
Perlu diketahui rumusan Pasal 303 bis KUHP tersebut sama dengan Pasal
542 KUHP yang semula merupakan pelanggaran dengan ancaman pidana pada
ayat (1)nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana denda paling
banyak tiga ratus rupiah.
2.

Ketentuan Tindak Pidana Judi Menurut Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Sebelum dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian, tindak pidana perjudian diatur dalam Pasal 303 dan Pasal
542 KUHP. Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian seperti telah dibahas menyebutkan adanya pengklasifikasian terhadap
segala bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, serta memperberat
ancaman hukuman bagi pelaku yang dianggap sudah tidak sesuai lagi pada saat itu
dan juga untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Setelah keluarnya

Universitas Sumatera Utara

Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka perjudian
di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 303 dan 303 bis.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di dunia
memberikan dampak yang cukup besar terhadap perkembangan kejahatan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak diimbangi dengan
perkembangan hukum positif yang ada di Indoensia. Perkembangan teknologi
informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang sudah biasa menjadi
lebih modern. Salah satu perkembangan teknologi di bidang informasi adalah
internet. Internet merupakan media dimana orang-orang melakukan kegiatan di
dunia maya. Dengan internet, maka pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatan
dengan resiko yang lebih kecil karena susah diusut, diproses serta diadili
dikarenakan belum adanya aturan-aturan yang mengatur tentang kejahatan yang
terjadi di dunia maya. Salah satu kejahatan yang sering dilakukan di dunia maya
adalah perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang dapat
dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini
melalui penyalahgunaan internet.
Maraknya perjudian dengan sarana internet di era globalisasi saat ini
didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang telah menjadi bagian
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam dunia kita saat ini, komputer
bukan hanya sekedar alat hitung, tetapi media yang juga dapat menyebarkan
informasi dan memberikan layanan multi guna. Telepon genggam yang memiliki
berbagai fitur layanan bukan hanya sekedar alat telekomunikasi, tetapi juga sarana
untuk mengekspresikan diri dan mencari informasi. 60
60

Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw ; Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT
Tatanusa, Jakarta, 2012. Hal. 101.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengatasi kejahatan-kejahatan yang berada di dunia maya,
Pemerintah membuat aturan-aturan baru agar pelaku kejahatan dapat dihukum
akibat perbuatannya di dunia maya tetapi memberikan efek merugikan bagi orang
lain di dunia nyata. Oleh karena itu Pemerintah menerbitkan Undang-undang No.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya
disebut UU ITE yang di dalamnya diatur mengenai berbagai kegiatan di dunia
maya termasuk hal-hal yang dilarang karena melanggar hukum dan mengandung
unsur pidana. Walaupun tindak pidana judi di dunia maya tidak diatur secara
khusus dalam suatu peraturan tetapi di dalam UU ITE tindak pidana judi melalui
internet telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) sebagai perbuatan yang dilarang,
yaitu:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”.
Pengaturan pasal 27 UU ITE juga mengacu pada KUHP yaitu pasal 303
dan 303 bis KUHP. Setidaknya ada beberapa materi yang terdapat di dalam pasal
303 dan 303 bis KUHP yang tercakup di dalam pasal 27 ayat (2) UU ITE.
Berdasarkan pasal 27 ayat (2) UU ITE, dapat kita temukan unsur-unsur esensial
perjudian dengan sarana internet, yaitu unsur subjektif dan objektif.
a. Unsur Subjektif
1) Setiap orang
Yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan, baik Warga
Negara Indonesia, Warga Negara Asing, maupun badan hukum. Dalam
penerapannya menegaskan bahwa UU ITE berlaku untuk setiap orang
yang melakukan perbuatan hukum yang diatur dalam undang-undang

Universitas Sumatera Utara

ini baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia yang memiliki akibat hukum di wilayah
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
2) Dengan sengaja dan tanpa hak
Unsur sengaja mengandung makna “mengetahui” dan “menghendaki”
dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang oleh UU ITE, atau
mengetahui dan menghendaki terjadinya suatu akibat yang dilarang
oleh UU ITE. Pemahaman kesengajaan dalam UU ITE mengacu pada
teori-teori kesengajaan yang berlaku di Indonesia, yaitu:
a) Kesengajaan sebagai maksud
b) Kesengajaan sebagai kepastian
c) Kesengajaan sebagai kemungkinan 61
b. Unsur Objektif
1) Mendistribusikan
Yang

dimaksud

dengan

mendistribusikan

adalah

mengirimkan

informasi atau dokumen elektronik kepada seorang atau beberapa pihak
atau tempat melalui atau dengan sistem elektronik. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan mengirimkan surat elektronik (email), SMS, MMS
kepada banyak penerima.
2) Mentransmisikan

61

Moeljatno, Op.cit, Hal. 177

Universitas Sumatera Utara

Yang dimaksud dengan mentransmisikan adalah mengirimkan atau
meneruskan informasi atau dokumen elektronik dari satu pihak atau
dari satu tempat kepada pihak atau tempat yang lain.
3) Membuat dapat diaksesnya
Yang dimaksud dengan membuat dapat diaksesnya memiliki makna
membuat inforasi atau dokumen elektronik dapat diakses oleh orang
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan suatu tautan atau referensi (link) yang
dapat digunakan oleh pengguna internet untuk mengakses lokasi atau
dokumen, memberikan kode akses (password) sehingga para pelaku
perjudian online dapat mudah menemukan tautan-tautan yang berkaitan
dengan perjudian secara online dengan mudah dan cepat.
4) Informasi atau dokumen elektronik
Pasal 1 UU ITE memberikan defenisi Informasi Elektronik sebagai
berikut:
“Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya”
Sedangkan pengertian dokumen elektronik menurut Pasal 1 UU ITE
adalah:
“Setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, eletromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas oleh tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang

Universitas Sumatera Utara

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.”
Esensi perbedaannya antara informasi dan dokumen elektronik adalah
bahwa informasi elektronik pada dasarnya adalah konten, sedangkan
dokumen elektronik merupakan media dari konten itu sendiri sesuai
dengan bentuk di atas yaitu analog, digital, elektromagnetik, atau
optical.
5) Muatan perjudian
Unsur yg terakhir adalah adanya muatan perjudian. Secara sederhana,
yang dimaksud dengan adanya muatan perjudian adalah di dalam
website perjudian terdapat bursa taruhan yang dibangun oleh seseorang.
Akan tetapi, jika mengacu pada unsur perjudian maka yang dimaksud
dengan muatan perjudian tidak hanya sekedar website dan bursa taruhan
yang ada di dalam website, akan tetapi harus ada bagian penting lainnya
yaitu harus adanya yang memasang taruhan dan adanya hasil dari
taruhan tersebut, baik menang atau kalah.
3.

Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian
Maraknya praktek perjudian di masa lalu telah menyadarkan pemerintah

bahwa perlu adanya suatu peraturan-peraturan yang jelas dan upaya
penanggulangan kejahatan perjudian tidak hanya cukup dituangkan di dalam
undang-undang saja melainkan juga harus diikuti dengan adanya peraturanperaturan lainnya yang mendukung pemberantasan tindak pidana perjudian.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan
Penertiban Perjudian merupakan salah satu produk peraturan yang dikeluarkan

Universitas Sumatera Utara

pemerintah dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, dirasa perlu untuk melarang
pemberian izin penyelenggaran perjudian. Hal ini dapat dilakukan dengan
penghapusan segala jenis dan bentuk perjudian yang pada prakteknya terjadi di
seluruh wilayah Indonesia.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan
Penertiban Perjudian berbunyi sebagai berikut:
a. Pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian
dilarang, baik yang diselenggarakan di kasino, di tempat-tempat
keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan yang lain.
b. Izin penyelenggaran perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan dicabut
dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret 1981.
Dalam Pasal 1 di atas dinyatakan dengan jelas bahwa segala izin terhadap
penyelenggaran perjudian semenjak peraturan pemerintah tersebut dikeluarkan
telah dilarang walau dengan alasan apapun. Pada ayat (2) juga ditegaskan bahwa
setiap izin yang telah dikeluarkan sebelumnya atas penyelenggaraan perjudian
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama
pemberantasan perjudian hingga dihapuskan sama sekali dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, selain mengatur tentang tidak berlakunya
lagi izin yang telah diberikan atas penyelenggaran perjudian serta dilarangnya
pemberian izin terhadap pelaksanaan perjudian dengan alasan apapun, juga
menegaskan bahwa segala jenis peraturan yang bertentangan dengan peraturan
pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku sebagaimana tertuang dalam Pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban
Perjudian.

Universitas Sumatera Utara

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang
Pelaksanaan Penertiban Perjudian disebutkan bahwa pelarangan adanya izin
terhadap pelaksanaan perjudian adalah terhadap segala jenis dan bentuk perjudian.
Jenis dan bentuk yang dimaksud di dalam pasal tersebut terdapat dalam penjelasan
peraturan pemerintah tersebut, diterangkan bahwa bentuk dan jenis perjudian yang
dimaksud di dalam Pasal 1 tersebut adalah sebagai berikut 62:
a. Perjudian di kasino, antara lain: Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps,
Keno, Tombola, Super ping-pong, Lotto fair, Satan, Paykyu, Slot machine
(Jackpot), Ji Sie Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser/bulu
ayam pada paser atau sasaran yang berputar, Pachinko, Poker, Twenty
one, Hwa-hwe, dan kiu-kiu.
b. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri atas: Lempar
paser/bulu ayam pada sasaran yang tidak bergerak, lempar gelang, lempar
koin, kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola,
adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan
sapi, pacu anjing, hailai, mayong/macak dan erek-erek.
c. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain misalnya kebiasaan
antara lain: adu ayam, adu sapi, adu kerbau, karapan sapi, pacu kuda, adu
domba/kambing.
Namun, dalam Peraturan Pemerintah ini juga masih terdapat adanya
sedikit celah yaitu jika jenis perjudian yang dijelaskan pada bagian (c) di atas
merupakan kebiasaan dalam upacara keagamaan maka jenis-jenis kegiatan di atas
dapat dilakukan. Akan tetapi di dalam Peraturan Pemerintah ini juga telah
dicantumkan suatu langkah preventif yakni bahwa peraturan ini tetap akan berlaku
terhadap setiap jenis dan bentuk perjudian yang mungkin akan muncul di masa
mendatang sehingga akan mencegah berkembangnya jenis dan bentuk permainan
baru yang bisa saja mencari celah untuk melaksanakan permainan judi.

62

Penjelasan Pasal demi Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan
Penertiban Perjudian

Universitas Sumatera Utara