Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

(1)

ANALISIS YURIDIS DAN KRIMINOLIGI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK

(STUDI KASUS PUTUSAN NO.300/PID.B/2013/PN.KBJ) SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas- Tugas dan Memenuhi Syarat- syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MILA VERONIKA 100200388

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Dr.M.Hamdan,S.H.M.H NIP:195703261986011001

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

LIZA ERWINA,S.H.,M.Hum ALWAN,S.H.,M.Hum

NIP:196110241989032002 NIP:196005201998021001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunianya yang begitu besar kepada penulis sehingga skripsi

yang berjudul “ Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana

Pemerkosaan Anak ( Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)”dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai bentuk halangan yang harus dihadapi, dan akhirnya penulis dapat melewatinya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga menyadari akan keterbatasan yang dimiliki selama penulis menyelesaikan skripsi dan selama melakukan penelitian sehingga proses penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang memberi bantuan moril dan materiil serta berbagi kemudahan fasilitas bahkan doa yang tulus dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan bagi semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan,yaitu:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung,SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,SH.,M.Hum.,Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan,SH.,M.H.,DFM., Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr.OK Saidin, SH.,M.Hum,Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.M.Hamdan,SH.,M.H.,selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina,SH.,M.Hum., selaku Sekertaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Eko Yudhistira,SH,.M.kn., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dalam akademik dari semester awal sampai semester akhir.

8. Ibu Liza Erwina,SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing , memberi waktu, sumbangan pikiran , tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik.

9. Bapak Alwan ,SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing , memberi waktu, sumbangan pikiran , tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik.


(4)

10.Bapak – bapak dan Ibu- ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara yang telah membimbing dan mengajar penulis selama masa perkuliahan.

11.Pengadilan Negri Kabanjahe yang telah menyediakan tempat untuk penulis dalam melakukan penelitian dan semua staf yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Ucapan yang tulus dan hormat serta cinta saya dan ucapan terima kasih penulis kepada Ayahanda A. Sembiring Meliala dan Ibunda D. Ginting Jawak atas didikan , cinta dan kasih sayang yang tak ternilai , dorongan , semangat , dan pengorbanan serta doa yang tak henti hentinya, telah memberikan semangat yang luar biasa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.Semoga Tuhan membebrikan limpahan rahmat dan karunia serta kesehatan kepada orangtua penulis.

13.Buat Mama Tua Saya Alm Pt.Nirwan Ginting Jawak S.pd. Semua ini saya dedikasikan sebagi ungkapan terima kasih saya kepada mama tua saya,yang selalu memberikan waktu mengantar penulis mengikuti ujian SNMPTN,terima kasih atas doa, dukungan mama tua yang selalu membantu saya,serta dorongan semangat yang selalu mama tua berikan selama mengikuti perkuliahan,meskipun mama tua tidak sempat melihat saya menyelesaikan studi yang selalu kita impikan,saya yakin dan percaya mama tua senang melihat saya karena saya telah menyelesaikan studi impian kita.


(5)

14.Buat Kakek saya P.Ginting Jawak dan Nenek saya B.Gurusinga terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama penulis mengikuti studi dan menyelesaikan penulisan skripsi.

15.Buat Mama Uda saya L.Ginting Jawak dan Mama Tengah saya A.Ginting Jawak,serta bibi saya E.Ginting Jawak, penulis ucapkan terima kasih karena selalu memberikan dukungan dan dorongan selama penulis mengikkuti perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi.

16.Buat Ribu saya K.bangun dan Bibi saya K.Sembiring Milala,SH.,M.kn., penulis ucapkan terima kasih yang selalu memberikan dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan studi.

17.Buat Adik saya Alfrades Milginta Meliala yang telah banyak berkorban waktu, tenaga,dan membantu pembiayaan perkuliahan saya penulis ucapkan terima kasih,Serta terima kasih kepada Adik saya Tekang Bernike Meliala,yang selalu memberikan dorongan untuk secepatnya mengakhiri perkulihaan.

18.Buat Manta Tarigan,ST penulis ucapkan terima kasih karena memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan perkuliahan dan dalam penyelesaian skripsi.

19.Buat teman saya Tari sitepu, Sitha Nasution, Wanda, Nanda, Mitha, Putopi, Liandika, Hartina Aziziah, Paska Aprilia butar butar, Anastasya Charolina ginting, Grasella Ginting, dan teman teman semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih atas dukungan


(6)

dan doa kalian,senang telah menjadi bagian dari hidup kalian dan senang mengenal kalian.

20.Terima kasih juga buat seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya semoga kita senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama adik – adik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara.

Medan,23 Maret 2015

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …….……….. 1

B. Ruang Lingkup Permasalahan……… 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan…………..………. 6

D. Keaslian Penulisan…..………. 6

E. Tinjauan Kepustakaan………. 7

1. Pengertian Tindak Pidana ………..………... 7

2. Pengertian Kriminologi ……….. 19

3. Pengertian Anak…...……… 25

4. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak ……. 33

F. Metode Penelitian ……..……… 39

G. Sistematika Penulisan ……….……… 41

BAB II FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK A. Teori- teori Kriminologi Penyebab Terjadinya Kejahatan………… 44

B. Faktor- faktor Penyebab Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak………. 64


(8)

1. Faktor Intern ……. ………. 66

2. Faktor Ekstern …….……… 70

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN

A. Menurut KUHP ……….. 84

B. Menurut UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak…. 88 C. Menurut UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga ………. 95

D. Menurut UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan

Saksi dan Korban ………. 97

BAB IV ANALISIS YURIDIS DAN KRIMINOLOGI TERHADAP PUTUSAN NO.300/PID.B/2013/PN.KBJ

A. Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe

No.300/PID.B/2013/PN.KBJ………. 100

B. Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Kabanjahe No.300/PID.B/2013/PN.KBJ………. 108

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……… 113


(9)

ABSTRAKSI MILA VERONIKA LIZA ERWINA,S.H.,M.Hum **

ALWAN,S.H.,M.Hum ***

Anak merupakan orang yang rentan menjadi korban kejahatan di bidang kesusilaan baik itu pemerkosaan atau pun pelecehan seksual. Pada umum nya korban kejahatan pemerkosaan menderita kerugian akumulatif, Perlindungan hukum yang diberikan melalui penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku kurang efektif dalam mencegah terjadinya pengulangan. Dalam prakteknya kasus pemerkosaan terhadap anak tidak terselesaikan dengan baik, kurang nya perlindungan hukum bagi anak, dan rendahnya komitmen pemerintah dalam penyelesaian kasus tersebut secara yuridis.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana teori kriminologi mempengaruhi terjadinya kejahatan pemerkosaan anak , bagaimana perlindungan hukum terhadan anak sebagai korban pemerkosaan. Perlindungan terhadap korban khusus anak diatur dalam UU No 23 Tahun 2002,dan sanksi pidana nya diatur dalam pasal 81 ayat 1 dan 2.

Metode pengumpulan data yang dingunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan menelusuri sumber – sumber bacaan baik dari buku – buku maupun undang undang. Selanjutnya penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan riset ( studi kasus ) di Pengadilan Negeri Kabanjahe .

Pemerkosaan terhadap anak dapat terjadi karena faktor ekstern dan intern. Faktor intern yaitu faktor biologis dan psikologis dari pelaku kriminal,sedangkan faktor ekstern merupakan pengaruh dari luar diri pelaku.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(10)

BAB I

A. Latar Belakang

Kasus pemerkosaan banyak terjadi di masyarakat , khususnya pemerkosaan yang terjadi terhadap anak. Kasus pemerkosaan terhadap anak sering terbaikan oleh lembaga lembaga yang seharusnya memperjuangkan hak anak sebagi korban tindak pidana pemerkosaan.

Dimana seharusnya lembaga lembaga tersebut seharusnya memberikan perhatian dan perlindungan . Tidak jarang pula pelaku dari tindak pidana pemerkosaan itu adalah orang terdekat atau orang yang berada disekeliling anak itu berada. Pemerkosaan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masayarakat. Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki laki untuk memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan. Pemerkosaan merupakan satu hal yang paling menimbulkan traumatik bagi perempuan terlebih seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan

Anak adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya mereka harus dibina dan dibentuk potensi diri yang dimiliki oleh seorang anak dan kepribadian anak. Dalam pembentukan potensi dan dan kepribadian anak maka perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi anak. Perkembangan tersebut dapat memberikan dampak positif dan negative terhadap perkembangan anak tersebut.


(11)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi perkembangan kesusilaan. Jika dahulu orang orang membicarakan seks dianggap tabu,tetapi pada masa sekarang telah dibahas secara ilmiah dalam ilmu seksiologi.1

Dalam kasus-kasus pemerkosaan terhadap anak, para pelaku sering tidak tersentuh oleh hukum,karena tidak dilaporkan oleh korban dan keluarga korban sendiri. Karena didalam masyarakat sendiri menganut budaya jaga praja , menjaga ketat kerahasiaan keluarga, membuka aib dalam keluarga berarti membuka aib sendiri.

Setiap kejahatan seksual merupakan hasil interaksi antara pelaku dan korban , Pada kejahatan tertentu korban lah sebagai pemicu kejahatan terjadi kepadanya.Misal nya pemerkosaan terjadi karena cara berpakaian korban mengundang nafsu dari pelaku sehingga terjadi pemerkosaan. Dalam kedudukan nya anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan , dapat dilihat jika korban itu adalah orang yang menderita jasmani dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita

Pada umum nya tindak pidana pemerkosaan terjadi karena pelaku, yang tidak mampu pelaku dalam menahan nafsu seksual dan keinginan pelaku untuk balasa

1

Leden Marpaung , Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya , (Jakarta : 2004),hal 6 .


(12)

dendam terhadap sikap, ucapan korban,perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan pelaku , namun faktor pelaku pun dipengaruhi oleh faktor lain yaitu gaya hidup , mode pergaulan , Antara laki laki dan perempuan yang sudah tidak mengindahkan etika ketimuran, rendah nya pengalaman dan penghayatan terhadap norma norma keagamaan yang ada ditengah kehidupan nya karena nilai nilai agama sudah mulai terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung meniadakan peran agama adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.Tetapi kejahatan pemerkosaan pun tentu tidak akan timbul apabila adanya control dari masyarakat. 2

Anak – anak menjadi korban pemerkosaan ( Child Rape ) adalah kelompok yang paling sulit pulih . Mereka cenderung akan menderita trauma akut. Masa depan anak tersebut akan hancur , dan bagi anak yang tidak kuat menanggung beban , maka pilihan satu-satunya adalah bunuh diri. Perasaan merasa perempuan yang sudah tidak terhormat lagu, malu karena cibiran masyarakat akan menghantui para korban tinndak pidana pemerkosaan. Anak korban tindak pidana pemerkosaan mengalami penderitaan yang lebih berat lagi karena akan menjadi trauma yang akan mengiringi perjalanan hidup anak tersebut, anak yang mengalami traumatic korban pemerkosaan.

Akan cenderung takut bertemu dengan laki laki, menjadi takut untuk menjalin pertemanan dengan laki-laki.

2

Rena Yulia, Victimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan,(Yogyakarta 2010) ,hal 21


(13)

Stres akibat pemerkosaan dapat dibagi menjadi dua yaitu stres langsung dan stres jangka panjanng. Stres langsung yaitu reaksi yang terjadi setelah pemerkosaan yaitu kesakitan secara fisik, rasa bersalah , takut , cemas , malu , marah , dan perasaan tidak berdaya . stress jangka panjang yaitu gejala psikologis yang dirasakan oleh korban pemerkosaan sebagai rasa trauma yang menjadikan korban kurang memiliki rasa percaya diri , menutup diri dari pergaulan dan reaksi lainya yang dirasakan korban.

Pada saat ini hukum Indonesia sudah mengatur secara khusus mengenai perlindungan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak – anak. Diantara nya lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak lalu , Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga , Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.Meskipun sudah diatur secara khusus tetapi dari sudut pandang hukum acara pidana , korban tetap memiliki kedudukan yang pasif ,karena kepentingan korban diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Bahkan dalam prakteknnya banyak aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila kejahatan itu berlangsung didalam lingkup domestik. Pada praktek nya di Pengadilan terdapat cara pandang hakim dan jaksa yang konvensional terhadap korban kejahatan seksual anak – anak , seperti yang diunggkapkan oleh Jaringan Kerja Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan :


(14)

“ Dalam menangani kasus perkosaan anak sebagai kasus kejahatan terhadap manusia yang berdampak serius terhadap masa depan korban , hakim sebaiknya mengubah sikap dan cara pandang nya . Hakim sepatut nya menjatuhkan hukuman seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku kepada

pelaku , dengan memperhatikan kepentingan korban “

Kekerasan seksual terhadap anak , menyebabkan anak sebagai korban seharusnya mendapat perhatian khusus oleh lembaga hukum dan aparat aparat hukum, seluruh lembaga hukum , aparat hukum , dan masyarakat seharusnya mencari apa yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual seperti pemerkosaan yang menjadikan anak sebagai korban nya. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pemerkosaan memerlukan perhatian khusus dari lembaga hukum , aparat hukum dan masyarakat , karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijaga dan dilindungi.

B. Ruang Lingkup Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini , maka permasalahan yang akan menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut .

1. Bagaimana pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan ?


(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan.

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini Antara lain :

1. Manfaat teoritis, Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan dingunakan untuk menambah ilmu pengetahuan segi hukum dan kriminologi , yang membahas mengenai sebab terjadinya pemerkosaan dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan .

2. Manfaat praktis , dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengetahui faktor faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak,dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap


(16)

Kabanjahe No.300/Pid.B/2013/PN.KBJ ) “ adalah merupakan hasil pemikiran penulis sendiri , tanpa ada penipuan , penjiplakan atau dengan cara lain yang merugikan pihak lain. Dimana penulis banyak melihat dan membaca, baik melalui media cetak , media elektronik sehingga membuat penulis tertarik untuk membahas nya lebih lanjut menjadi judul skripsi .

Dalam penulisan skripsi ini , penulis juga telah memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum ,maka topik mengenai Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur , belum ada yang mengangkatnnya dan apabila ada penulis juga yakin sudut pembahasan nya pasti berbeda , atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini secara ilmiah. Bila dikemudian hari terdapat permasalahan dan pembahasan yang sama sebelum skripsi ini dibuat saya dapat mempertanggungjawabkannya.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah dari tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal di hukum pidana

Belanda yaitu “ strafbaar feit " . Para ahli hukum mengemukakan istilah yang berbeda – beda dalam upaya memberikan arti dari strafbaar feit . Adami Chazawi mengemukakan istilah – istilah yang digunakan dalam perundang – undangan dan literature hukum sebagai bentuk terjemahan dari strafbaar feit yaitu sebagai berikut :


(17)

1. Tindak pidana dapat dikatakan merupakan istilah resmi dalam perundang – undangan pidana kita. Dan hampir seluruh peraturan Perundang – Undangan kita menggunakan istilah tindak pidana seperti UU No . 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta , UU No . 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo . UU No. 20 Tahun 2001 , dan perundang –undangan lain nya.

2. Peristiwa Pidana digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. R.Tresna

dalam buku nya “Asas – Asas Hukum Pidana Mr . Drs .H.J van schavendijik , Prof. A. Zainal Abidin , S.H dalam bukunya Hukum Pidana .

3. Delik yang sebenarnya berasal dari Bahasa latin “delictum “ juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit . Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literature , misalnya Prof. Drs . E . Utrecht ,S.H walaupun ia mengunakan istilah lain yakni peristiwa pidana (dalam hukum pidana 1) . Prof.A.ZainalAbidin dalam buku beliau HukumPidana 1. Prof.Moeljatno menggunakan istilah dalam judul bukunya “ Delik –Delik Percobaan Delik Penyertaan “,walaupun menurutnya lebih tepat menggunakan istilah perbuatan pidana .

4. Pelanggaran pidana dapat dijumpai dalam buku Mr.M.H Tirtaamidjaja yang berjudul Pokok Pokok Hukum Pidana .

5. Perbuatan yang boleh dihukum istilah ini dingunakan oleh M . Karni dalam

buku beliau . “Ringkasan Tentang Hukum Pidana begitu juga Schravendijk


(18)

6. Perbuatan yang dapat dihukum , digunakan oleh pembentuk Undang – Undang di dalam UU No . 12 /Drt/1952 tentang senjata api dan bahan peledak pasal 3

7. Perbuatan Pidana dingunakan oleh Prof .Moeljatno dalam berbbgai tulisan beliau , misalnya Azas – Azas Hukum Pidana .3

Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum pidana dapat dibagi menjadi dua pandangan yaitu Aliran Monistis dan Aliran Dualistis.

A. Pengertian tindak pidana menurut aliran Monistis

Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan . Pandangan ini memberikan prinsip – prinsip pemahaman , Bahwa didalam pengertian , perbuatan / tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan yang dilarang ( criminal act ) dan pertanggung jawaban pidana / kesalahan ( criminal responbility ) . 4Beberapa sarjana yang menganut paham monistis yaitu :

1. D. Simons

Menurut Simons , tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya sebagai suatu tindakan yang dapat

3

M . Ekaputera , Dasar Dasar Hukum Pidana ,(Medan, USU Press ,2010), hal 73

4

Tongat, Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perpektif Pembaharuan ,( Malang, UMM Press,2009),hal105


(19)

dihukum oleh undang – undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Alasan dari simons merumuskan “strafbaar feit“ di atas karena 5:

a. Untuk adanya suatu straafbaar feit diberikan syarat bahwa harus terdapat suatu tindakan yang dilarang atau pun yang diwajibkan oleh Undang – Undang , dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum .

b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum , maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam Undang – Undang.

c. Setiap straafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut Undang – Undang itu pada hakekat nya merupakan suatu tindakan melawan hukum onrechtnatige handeling .

Unsur- unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons yaitu :

1. Perbuatan manusia , baik dalam arti perbuatan positif ( berbuat ) maupun perbuata negative ( tidak berbuat ),

2. Diancam dengan pidana, 3. Melawan hukum,

4. Dilakukan dengan kesalahan,

5. Dilakukan oleh orang yang memang mampu bertanggung jawab.

5


(20)

Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons , menunjukkan bahwa dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibicarakan dan telah dibayangkan jika ada orang yang melakukan perbuatan pidana dan oleh karena itu akan ada orang yang akan dipidana.sifat melawan hukum menurut Simons seperti dikemukan diatas timbul dengan sendirinya dari kenyataan , bahwa tindakan tersebut bertentangan dari suatu peraturan peundang – undangan . Menurut pemaparan diatas apabila Seseorang Telah Melanggar pasal 338 KUHP , tetapi orang yang melakukan pembunuhan itu adalah orang yang tidak mampu bertanggung jawab , misalnya Ia adalah orang gila maka dalam hal ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan tindak pidana , karena unsur – unsur tindak pidanya tidak terpenuhi , yaitu unsur – unsur orang yang mampu bertanggung jawab oleh karena itu tidak ada tindak pidana.

2. J. Bauman

Menurut J.Bauman tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik , bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

3. Wirjono Prodjodikoro

Meyatakan bahwa tindak pidana berarti suautu perbuatan dapat dikenakan hukuman pidana.


(21)

4. J.E Jonkers

Memberikan pengertian strafbaar feit menjadi dua pengertian yaitu Pengertian Pendek dan Pengertian Panjang.Pengertian Pendek dari strafbaar feit

yaitu suatu kejadian ( feit ) yang dapat diancam pidana oleh undang – undang . Pengertian panjang dari strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan hukum(wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang – oreng yang dapat dipertanggung jawabkan . Menurut jonkers sifat melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari setiap peristiwa pidana , namun ketiadaan kemampuan untuk dapat dipertanggung jawabkan merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana . Kesalahan dan kesengajaan merupakan merupakan unsur dari kejahatan .

B. Pengertian tindak pidana menurut aliran Dualistik

Berbeda dengan pandangan monistis yang melihat keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana , pandangan dualistis memisahkan Antara perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana . Apabila menurut pandangan monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana.

1. W.P.J Pompe

Strafbaar feit ( definisi menurut hukum positif ) itu sebenarnya adalah tidak lain


(22)

dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan , bahwa

menurut teori ( defenisi menurut teori ) strafbaar feit itu adalah perbuatan , yang bersifat melawan hukum , yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana ( strafbaar feit ) . Untuk penjatuhan pidana tidak cukup , dengan adanya tindak pidana , akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat pidana.

2. Moeljatno

Menurut Moeljatno , perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana , barangsiapa melanggar larangan tersebut . Unsur – unsur tindak pidana menurut Moeljatno adalah sebagai berikut:

a. Adanya perbuatan ( manusia)

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang – undang ( hal ini merupakan syarat formil , terkait dengan berlakunnya pasal 1 ayat 1 KUHP

c. Bersifat melawan hukum ( hal ini merupakan syarat materil , terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negative).

Dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana tidak tercakup pertanggung jawaban pidana (criminal responbility ), meskipun demikian 6 menegaskan , bahwa

6


(23)

untuk adanya pidana tidak cukup hanya telah terjadi tindak pidana , tanpa mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggung jawab atau tidak . jadi peristiwanya adalah , tindak pidana ,tetapi apakah orang yang melakukan perbuatan itu benar – benar dipidana atau tidak , akan dilihat bagaimana hubungan batin Antara perbuatan yang terjadi dengan orang itu .

Apabila perbuatan itu dapat mencelakakan kepada orang itu ,yang berarti kesalahan dalam diri orang itu maka orang itu dapat dipidana , dan demikian sebalik nya .

3. H.B . Vos

Strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang – undang .

4. R. Tresna

Peristiwa pidana adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia , yang bertentangan dengan Undang – undang atau peraturan – peraturan lain , terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman . R. Tresna menyatakan dapat diambil patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :


(24)

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum .

c. Harus terbukti adanya “ dosa “ pada orang yang berbuat yaitu orang nya harus dapat mempertanggung jawabkan .

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum .

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang – undang .

Dari kedua pandangan tentang perbuatan pidana yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis ,apabila dikaitkan dengan syarat penjatuhan pidana , kedua pernyataan diatas tidak memiliki perbedaan yang mendasar . Dua pandangan monistis dan dualistis sama – sama mempersyaratkan bahwa untuk adanya pidana harus ada perbuatan / tindak pidana ( criminal act ) dan pertanggung jawaban pidana ( criminal responsibility / criminal liability ) . Yang membedakan kedua pandangan diatas adalah pandangan monistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana dianggap melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana tercakup baik criminal act maupun criminal responsibility ,sementara pandangan dualistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana tidak melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana hanya mencakup criminal act tidak mencakup criminal responsibility . Ada pemisahan Antara perbuatan pidana dengan orang yang melakukan perbuatan pidana itu . Jadi dapat disimpulkan apabila pandangan monistis , maka telah terjadi tindak pidana , maka syarat untuk adanya pidana sudah dipenuhi .


(25)

Sedangkan pandangan dualistis telah terjadi tindak pidana , tidak berarti pidana sudah dapat dipenuhi sebab menurut pandangan dualistis tindak pidana hanya menunjuk pada sifat perbuatan nya ,yaitu sifat dilarang nya perbuatan ,tidak mencakup kesalahan , padahal syarat untuk adanya pidana mutlak harus ada kesalahan .

Pengertian tindak pidana menurut hukum adat atau delik adat adalah setiap gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang – barang kehidupan materil dan immaterial orang – orang atau daripada orang–orang banyak yang merupakan satu kesatuan , tindakan yang sedemikian ini menimbulkan suatu reaksi yang sifat nya dan besar kecil nya ditetapkan oleh hukum adat ialah reaksi adat karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali.7

Menurut Bashar Muhammad8 , delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari seseorang atau kumpulan peseorangan , mengancan atau menyinggung atau menggangu keseimbangan dalam kehidupan persekutuan , bersifat materil atau immaterial , terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan , tindakan atau perbuatan yang demikian mengakibatkan reaksi adat yang dipercayai dapat memulihkan keseimbangan yang telah tergangu , Antara lain dengan berbagai jalan dan cara , dengan pembayaran adat berupa barang , uang , mengadakan

7

Tongat , Op.Cit hal 110


(26)

selamatan, memotong hewan besar / kecil. Adapun Delik adat memiliki unsur – unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan sepihak dari seorang atau kumpulan perorangan

2. Perbuatan tersebut menggangu keseimbangan persekutuan / masyarakat 3. Perbuatan tersebut bersifat materiil dan immaterial

4. Perbuatan tersebut ditujukan terhadap orang seorang atau masyarakat 5. Mengakibatkan reaksi adat

Van Apeldoorn mengemukakan bahwa elemen delik itu harus terdiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan hukum ( onrechtmatig / wederrechtlelijk ) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat (dader ) yang mampu dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum .9 Jadi delik harus mengandung suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan hukum ( onrechtmatig / wederrechtlelijk ) serta adanya pelaku dari suatu perbuatan yang dapat diminta pertanggung jawaban nya.

Van bammelen menyatakan bahwa elemen – elemen dari strafbaarfeit dibedakan menjadi dua yaitu :

9


(27)

a. Element voor de strafbaarheid van het feit yaitu terletak dalam bidang objektif karena pada dasar nya menyangkut tata kelakuan yang melanggar hukum .

b. Element voor strafbaarheid van dadader yaitu terletak dalam bidang subjektif karena pada dasar nya menyangkut keadaan sikap / batin orang yang melanggar hukum yang kesemuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan .

Pompe membagi elemen dari strafbaar menjadi tiga yaitu :

a. Wederrechtelijkheid ( unsur melawan hukum ) b. Schuld ( unsur kesalahan )

c. Subsociale ( unsur bahaya / ganguan yang merugikan

Pada umunya unsur – unsur tindak pidana terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif. Adapun yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku termasuk apa yang ada di hati si pelaku. Unsur subjektif terdiri atas :

1. Kesalahan 2. Kesengajaan

Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungan nya dengan keadaan – keadaan dimana tindak pidana itu dilakukan . unsur objektif terdiri atas :


(28)

1. Perbuatan manusia

2. Akibat dari perbuatan manusia 3. Keadaan – keadaan

4. Sifat yang dapat dihukum dan sifat melawan hukum

2. Pengertian Kriminologi

Kriminologi berasal dari kata “Crimen “ yang berarti kejahatan atau penjahat dan

“ logos “ yang berarti ilmu pengetahuan. Kriminologi khusus berusaha untuk menggali sebab musabab kejahatan melalui berbagai penelitian dan argumentasi teori dan disiplin ilmu. Kriminologi merupakan bagian dari hukum pidana yang berusaha mencari sebab mengapa terjadi kejahatan di lingkungan masyarakat. Kriminologi berusaha memperhatikan gejala-gejala yang ada dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dan gejala terjadi nya kejahatan atau sering disebut dengan aetiologi.10

Beberapa pendapat sarjana mengenai kriminologi , diantara nya :

A. Menurut Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey

Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahahatan sebagai fenomena sosial dan meliputi :

1) Sosiologi hukum sebagai analisa alamiah atas kondisi - kondisi perkembangan hukum pidana .

10

W.A. Bonger ,Pengantar Tentang Kriminologi , Terjemahan oleh Koesnon, (Jakarta,PT Pembangunan dan Ghalia Indonesia) ,1928 hal 19


(29)

2) Etiologi criminal yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-sebab kejahatan .

3) Penology yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana .

B. Menurut Bonger

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala -gejala kejahatan seluas - luas nya .

C. Mr. Paul Moedikdo Moeliono

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia .11

D. Michael dan Adler

Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan – godaan masyarakat dan oleh anggota masyarakat nya .

E. Wood

Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada teori pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat , termasuk reaksi – reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat .

11


(30)

F. Prof . Vrij

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala maupun sebagai faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri .

G. Muljatno

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan – kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orang nya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu . Dengan kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran artinya perbuatan yang menurut undang – undang diancan dengan pidana , dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek .

H. Ediwarman

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu , kelompok ,atau masyarakat ) dan sebab musabab timbulnya kejahatan serta upaya – upaya penanggulangan nya sehingga orang tidak berbuat kejahatan lagi . 12

I. Noach

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala – gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh , sebab musabab serta akibat – akibat nya .

12


(31)

Dari pendapat para sarjana diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi penyelidikan kriminologi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para penjahat yang dapat merugikan masyarakat baik moril maupun materil. Kejahatan dipandang dari sudut formil ( menurut hukum ) adalah suatu perbuatan yang diberi pidana oleh masyarakat ( dalam hal ini Negara ) . Bila ditinjau lebih dalam lagi , maka kejahatan merupakan sebagian perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, dalam hal ini kesusilaan berhubungan sangat erat dengan sistem nilai – nilai budaya yang biasanya berfungsi sebagai pedoman untuk berbuat , dan sebagai suatu sistem yang mengontrol perbuatan – perbuatan manusia di dalam masyarakat . Di dalam hal yang mengontrol perbuatan –perbuatan masyarakat tersebut diperlukan suatu pola yang mengatur apakah perbuatan itu baik atau buruk , diperbolehkan atau tidak diperbolehkan oleh masyarakat dimana para pelaku perbuatan tadi hidup dan menjadi anggota masyarakat .13

Wolfgang , Savitz dan Jhonston dalam buku nya The Sociology Of Crime and Delinquency memberikan defenisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan -keterangan , keseragaman – keseragaman , pola-pola dan faktor- faktor causal yang berhubunngan dengan kejahatan pelaku serta reaksi masyarakat terhadap kedua nya .

13


(32)

jadi dapat ditarik kesimpulan dari pendapat diatas , bahwa objek kriminologi mencakup :

1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan

2. Pelaku kejahatan

3. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelaku nya . ketiga hal ini tidak dapat dipisah – pisahkan karena suatu kejahatan baru dapat dikatakan sebagai kejahahtan apabila mendapat reaksi dari masyarakat.14

Masih banyak lagi penjabaran mengenai pengertian kriminologi yang tidak hanya membahas mengenai pengertian dari kriminologi , melainkan membahas mengenai pendekatan kriminologi , diantaranya :

a. Pendekatan deskriptif

Kriminologi diartikan disini sebagai suatu observasi terhadap kejahatan dan penjahat sebagai gejala sosial , sehingga disebut juga pendekatan phenomenology atau sistomatologi . Namun deskriptif bukan pendekatan kriminologi dalam arti sempit karena pendekatan deskriptif memberikan fakta yang tidak memiliki makna pabila tidak ada interpretasi evaluasi dari suatu pengetahuan umum yang jelas .tugas dari seorang kriminolog adalah memberikan suatu penulisan deskriptif ,dan apabila

14


(33)

dimungkinkan ia harus memberikan suatu penjelasan yang bermakna objektif , maka pendekatan deskriptif tidak hanya secara harafiah memaparkan fenomena yang ada melainkan dengan analisa analisa yang tajam berdasarkan acuan- acuan teoritus dan empiris sesuai dengan perkembangan perspektif kriminologi.

b. Pendekatan kausal

Pendekatan ini berupa suatu interpretasi tentang fakta yang dapat dingunakan untuk mencari sebab musabab kejahatan baik secara umum maupun dalam kasus – kasus individual. Sering pendapat ini disebut sebagai Etologi kriminal .

c. Pendekatan normatif

Pendekatan normative penting dalam kriminologi , antara lain dalam proses kriminalisasi dan de – kriminalisasi sebagai salah satu pencerminan perspektif baru dalam kriminologi yang berkembang sejak tahun 1960

Kriminologi sebagai ilmu bantu hukum pidana memiliki hubungan yang sangat erat dengan hukum pidana . Kriminologi membahas mengenai kejahatan . pelaku kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan . Kriminologi begitu tergantung pada hasil – hasil ilmu pengetahuan lain , yang diantara nya : Antropologi , Sosiologi , Psikologi , Ekonomi , Kedokteran , Statistik. Kriminologi mengintegrasikan dari hasil hasil penemuan dari berbagai disiplin di bidang kemasyarakatan dan perilaku orang . hubungan Antara kriminologi dan hukum pidana adalah bahwa hukum pidana menciptakan kejahatan dengan mengancam suatu perbuatan dengan sanksi pidana


(34)

sesuai dengan rumusan delik hukum pidana , inilah yang menjadi ruang pakal dari kriminologi karena sebagai suatu disiplin ilmu yang ideografis harus berusaha melukiskan kenyatan – kenyatan yang terjadi di masyarakat . Kriminologi memberikan manfaat terhadap hukum pidana dalam penentuan penjatuhan pidana .15

3. Pengertian Anak

Pengertian anak menurut hukum perdata . Didalam hukum perdata khusus nya

pasal 330 ayat 1 memberikan status hukum seorang anak sebagai berikut . “ Belum

dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin . Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap

21 tahun , maka mereka tidak kembali lagi kedalam kedudukan belum dewasa”.

Kedudukan seorang anak , akibat dari anak tersebut belum dewasa ,menimbulkan hak – hak anak yang perlu direalisasikan dengan kentutuan hukum khusus yang menyangkut urusan hak – hak keperdataan dari seorang anak .

Pengertian anak menurut hukum pidana . Anak di dalam lapangan hukum pidana tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai pengertian anak itu sendiri, tetapi dapat dilihat di dalam pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun .Dimana pasal 45 berbunyi 16:

15

Ediwarman , Op.Cit hal 24

16

Nashriana , Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia ,(Jakarta ,RajaGrafindo Persada),hal 2


(35)

“ Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan nya yang

dikerjakan ketika umurnya belum enam belas tahun , hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua nya , walinya ,atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman atau pun memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dan dikenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelannggaran yang diterangkan pasal 489 ,490 , 492 ,497 , 503 -505 , 514 ,517-519,526 ,536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukan sebelum dua tahun lalu sesudah keputusan terdahuku yang menyalahkan dia melakukan salah satu suatu kejahatan , menghukum si tersalah “.

Namun ketentuan pasal 45 KUHP tidak berlaku lagi dengan dikeluarkanya UU No. 3 Tahun 1997

Sedangkan di dalam pasal 283 memberikan ukuran kedewasaan itu pada usia 17 tahun adapun didalam pasal 283 ayat 1 berbunyi :

“ Dengan hukuman penjara selama – lamanya Sembilan bulan dan denda sebanyak – banyak nya Rp 9000,- dihukum barangsiapa menawarkan , menyerahkan buat selama – lamanya atau sementara waktu , menyampaikan ditangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan , gambar atau sesuatu barang yang menyinggung perasaaan kesopanan atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan , jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar , barang , dan cara

itu diketahui nya “. Namun setelah disahkan nya UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak,maka pasal 283 KUHP tidak dipakai lagi “.

Pengertian anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

“ Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

“Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang


(36)

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang

disebabkan oleh tindak pidana”.

“Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri”.

Jadi menurut UU No.11 Tahun 2012 Trntang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah anak yang belum berumur 18 tahun.

Hukum pidana itu sendiri memberikan pengertian anak sebagai penafsiran hukum secara negative tidak diketahui pasti berapa usia kedewasaan seorang anak menurut hukum pidana karena tidak dijelaskan secara langsung didalam pasal mengenai usia anak yang dikatakan dewasa. Seorang anak yang berstatus hukum sebagai seorang subjek hukum seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukan anak tersebut , karena kedudukan anak tesebut sebagai seorang yang belum dewasa maka diberikan hak hak khusus dan perlu mendapatkan perlindungan hukum khusus menurut ketentuan hukum yang berlaku. Kedudukan anak sendiri dalam bidang hukum pidana dijelaskan secara lebih rinci di dalam peraturan perundang undangan .

Pengertian anak menurut Undang –Undang No . 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak , Undang – Undang ini mengklasifikasikan pengertian anak sebagai berikut :


(37)

“ Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum

pernah kawin “

Yang dimaksud dengan anak nakal adalah

a. Anak yang melakukan tindak pidana

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang babgi anak , baik menurut peraturan perundang – undangan maupun menurut peraturan hukum lain nya yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan .

Untuk dapat disebut sebagi seorang anak maka orang itu harus berada pada usia minimum nol tahun yang dihitung sejak di dalam kandungan sampai dengan batas usia maksimum delapan belas tahun sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak .

Pengertian anak menurut Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiapengertian anak diatur di dalam pasal 1 huruf 5 yang mengatakan :

“ Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun dan

belum menikah , termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hal tersebut

adalah demi kepentingan nya “

Undang – Undang No 39 Tahun 1999 ini memiliki makna yang tidak jauh berbeda dengan makna yang ditetapkan oleh UUD 1945 yang menentukan anak


(38)

dalam pengertian politik dan anak dalam pengertian perdata . anak wajib untuk mendapat perlindungan dari hukum untuk dipelihara dan direhabilitasi apabila anak tersebut melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

Di dalam hukum kita , terdapat pluralisme mengenai kriteria dari anak tersebut , karena setiap peraturan perundang – undangan mengatur secara tersendiri mengenai kriteria anak . Batas usia seorang anak memberikan pengelompokan tersendiri mengenai batas dikatakan seorang anak dan usia seorang yang dikatakan dewasa. Batas usia anak sendiri adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud dari kemampuan anak di dalam status hukum nya, sehingga dapat diketahui anak tersebut telah beralih menjadi dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang bertanggung jawab terhadap perbuatan – perbuatan hukum serta tindakan – tindakan yang dilakukan anak tersebut .

Setiap ketentuan hukum yang ada memberikan batas usia maksimum seseorang dikatakan seorang anak , dan ditemukan banyak pendapat hukum yang beranekaragan mengenai kedudukan hukum seorang anak. Berbagai keanekarangaman menganai peraturan perundang – undangan mengenai usia kedewasaan seorang anak dapat dilihat di dalam :

1. Batas usia seorang anak menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dapat dilihat didalam pasal sebagai berikut :


(39)

a. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak untuk dapat kawin bagi seorang anak laki – laki yaitu Sembilan belas tahun , dan bagi seorang wanita yaitu enam belas tahun .

b. Pasal 47 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak minimum delapan belas tahun berada didalam kekuasaan orang tua selama kekuasaan itu belum dicabut .

c. Didalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak yang belum mencapai usia delapan belas tahun dan belum menikah berada di dalam status perwalian.

2. Undang – Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak , menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 maka seorang anak adalah seseorang yang belum mencapai usia dua puluh satu tahun dan belum pernah menikah .

3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak diartikan sebagai seseorang yang dalam perkara Anak Nakal telah berumur delapan tahun akan tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin .

4. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak , terdapat di dalam pasal 1 butir 1 menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun termasuk anak yang masih didalam kandungan .


(40)

5. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan , merumuskan batas usia Antara tiga belas tahun sampai empat belas tahun boleh bekerja dengan syarat tidak menganggu fisik , mental maupun social. 6. Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak – Hak

Anak ,membuat batasab usia seorang anak yaitu setiiap orang yang berusia dibawah delapan belas , kecuali berdasarkan atas Undang – undang berlaku bagi anak yang dewasa lebih awal .

7. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yaitu, batas usia seorang anak adalah duapuluh satu tahun.

8. Batas usia seorang anak menurut ketentuan hukum perdata meletakkan bats usia anak berdasarkan pasal 330 ayat 1 KUH Perdata adalah :

a. Batas usia belum dewasa dengan telah dewasa adalah dua puluh satu tahun b. Seorang anak yang telah berada dalam usia dibawah dua puluh satu tahun

tetapi sudah menikah dianggap telah dewasa.

9. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) undang – undang ini tidak mengatur secara eksplisit mengenai pengertian anak dikatakan dewasa namun di dalam pasal 153 ayat 5 memberi wewenang kepada seorang Hakim untuk melarang seorang anak yang belum mencapai usia tujuh belas tahun menghadiri sidang.17


(41)

10.Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan, menurut ketentuan pasal 1 angka 8 huruf a,b,c UU No 12 Tahun 1995 bahwaanak didik pemasyarakata bagi anak pidana , anak Negara , dan anak sipil untuk dapat di didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling tinggi sampai batas usia delapan belas tahun .

11.Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah , menurut ketentuan ini , anak adalah seorang yang belum berumur dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin . 12.Batas usia anak menurut hukum pidana sendiri terdapat di dalam pasal

45,46,dan 47 yang telah dinyatakan tidak berlaku dan dicabut. Batas usia seorang anak menurut hukum pudana dirumuskan dengan jelas di dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan

anaksebagai berikut : “ anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal

telah berumur delapn tahun akan tetapi belum mencapai umur delapn belas

tahun dan belum pernah kawin “.

Di dalam hukum adat sendiri batas usia seorang anak dikatakan dewasa menurut ahli hukum adat R.Soepomo menyebutkan ciri – ciri dari ukuran kedewasaan adalah :

a. Dapat bekerja sendiri

b. Cakap dan bertanggung jawab di dalam masyarakat c. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri


(42)

e. Berusia dua puluh satu tahun

Pengertian batas usia kedewasaan seorang anak pada hakikat nya mempunyaikeanekaragaman bentuk dan spesifikasi tertentu . artinya batas usia maksimum anak tergantung pada kepentinngan anak tersebut . Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang tergolong anak adalah seorang anak yang masih nol tahun batas penuntutan seorang anak delapan tahun sampai delapan belas tahun dan belum pernah menikah adalah seorang anak.

Pengelompokan usia anak dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor – faktor yang menjadi penyebab terjadinya tanggung jawab anak dalam hal – hal berikut :

1. Kewenangan bertanggung jawab kepada anak 2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum

3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana 4. Pengelompokan proses pemeliharaan

5. Pembinaan yang efektif

4. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak

Menurut Wirjono Prodjodikoro Permerkosaan sebenarnya berasal dari bahasa Belanda Vercrating, bahasa Inggris disingkat Rape,yang jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia adalah Perkosaan. Pengertian Pemerkosaan itu sendiri menurut ahli hukum adalah sebagai berikut :


(43)

1. Seatandjo Wignojosoebroto mengemukakan bahwa :

“Pemerkosaaan adalah “suatu usaha melampiaskan nafsu oleh seseorang

lelaki terhadap sesorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar. Dalam pengertian seperti ini, apa yang disingkat perkosaan, disatu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan (ialah perbuatan seseorang yang secara paksa hendak melampiaskan nafsu seksualnnya), dan di dalam pihak dapatlah dilihat sebagai suatu peristiwa (ialah pelanggaran norma-norma dan demikian juga tata tertib sosial)”.

2. Sedangkan R.Sugandi , mengemukakan bahwa :

“Perkosaaan adalah “seorang pria yang memaksa seseorang yang bukan

istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.18

3. Menurut Wirdjono Prodjodikoro , yang dimaksud dengan :

Perkosaaan adalah seorang laki-laki, yang memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa tidak

dapat melakukan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu”.

18

Leden Marpaung Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya , ( Jakarta: Sinar Grafika ),hal 48


(44)

4. Soesilo merumuskan tentang perkosaan yang lebih cenderung pada aspek

yuridis yang terfokus pada “pemaksaan bersetubuh”, yang berbunyi sebagai

berikut :

“Perkosaan adalah seorang lelaki yang memaksa seorang wanita yang bukan

istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sedemikian rupa, sehingga akhirnya si wanita tidak dapat melawan lagi dengan terpaksa mengikuti kehendaknya 5. Darma Weda yang condong pada pengertian perkosaan secara kriminilogis,

menyatakan bahwa :

Lazimnya dipahami bahwa terjadinya perkosaan yaitu dengan penetrasi secara paksa atau dimasukkan ke dalam vagina bukan penis si pelaku, tetapi jari, kuku, botol atau apa saja, baik ke dalam vagina maupun mulut atau anus. 6. Lamintang dan Samosir yang dimaksud dengan :

“Perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan di luar ikatan perkawinan dengan dirinya.Secara umum pemerkosaan dapat diartikan sebagai pemaksaan kehendak dari suatu pihak kepada pihak lainnya, tanpa memperdulikan hak, kepentingan serta kemauan pihak lain yang dipaksa untuk maksud keuntungan atau kepentingan pribadi bagi pihak pemaksa”

Di dalam KUHP , pemerkosaan terhadap anak lebih dikenal dengan istilah perbuatan cabul , sehingga perbuatan cabul terhadap anak tidak dikategorikan sebagai perbuatan pemerkosaan terhadap perempuan dewasa. Pembatasan antara perbuatan


(45)

mana pemerkosaan dan pencabulan tidak jelas sehingga didalam prakteknya sering terjadi istilah yang membingungkan.

Dalam Pasal 285 KUHPidana dijelaskan tentang pengertian permerkosaan dan pencabulan , yang berbunyi sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan

yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas Tahun.”

Pasal lain yang mengatur yaitu pasal 286 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa yang bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan,

padahal diketahui bahwa wanita didalam keadaan pingsan atau tidak berdaya ,

diancam dengan pidana penjara Sembilan tahun”.

Pasal lain di dalam KUHP yang mengatur yaitu pasal 287 yang berbunyi :

Ayat 1

“Barangsiapa yang bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan , padahal

diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, belum waktunya untuk kawin, diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun ., diancam dengan melakukan perbuatan menyerang kehormata kesusilaan dengan pidana penjara Sembilan

tahun”.

Ayat 2

“Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan , kecuali jika umur wanitanya

belum sampai 12 tahun atau jika salah satu hal tersebut pasal 291 atau pasal


(46)

Pasal lain nya yang mengatur yaitu pasal 289 yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul” .

Pasal lainya yang mengatur yaitu pasal 290 yang berbunyi,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :

1. Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.

2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau umurnya ternyata belum mampu kawin.

3. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum limabelas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata , atau belum mampu untuk dikawini untuk melakukan atau membiarkan dilakukan nya perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.

Pasal lain nya yang mengatur yaitu pasal 294 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknnya , anak tirinya atau anak angkat nya yang dibawah pengawasan yang belum dewasa yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara , didik dan dijaga atau dengan pembantunya atau bawahannya yang belum dewasa maka diancam pidana


(47)

Jadi dari ketentuan pasal – pasal di dalam KUHP dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerkosaan unsur pokok dari pemerkosaan baik pemerkosaan yang dilakukan bagi wanita dewasa ataupun bagi wanita yang belum dewasa adalah kekerasan , dan pemaksaan untuk melakukan persetubuhan di luar dari perkawinan, dan dapat diancam pidana.

Dapatlah disimpulkan bahwa pengertian delik pemerkosaan adalah delik yang dengan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya ancaman sebagaimana yang dimaksud agar perempuan tersebut tidak berdaya sehingga dapat disetubuhi.

Pada masa sekarang kasus – kasus pemerkosaan tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja tetapi juga terjadi pada anak – anak , pemerkosaan terhadap anak dapat dilakukan oleh orang – orang terdekat nya keluarga nya sendiri,anak yang diekspoitasi menjadi pekerja seks komersil.

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tidak mengenal adanya kata “

Perkosaan” yang tertulis dengan tegas di dalam KUHP , tetapi dikenal dengan perbuatan asusila, perbuatan asusila ditulis didalam pasal 81 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2002 dapat dikatakan sebagai ketentuan yang mengatur tentang pemaksaan untuk bersetubuh terhadap anak,


(48)

“ setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan nya atau orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda

paling banyak Rp. 300.000.000”.

Jadi pemerkosaan terhadap anak adalah perbuatan yang memaksa seorang anak untuk melakukan persetubuhan dengan nya atau dengan orang lain.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan salah satu cara untuk memperoleh sesuatu. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode merupakan sebagai satu cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki , cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan . Soerjono Soekanto berpendapat menurut kebiasaan , metode dirumuskan dengan kemungkinan – kemungkinsn sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian 2. Suatu teknik umum bagi ilmu pengetahuan

3. Cara tertentu untuk melaksanakn suatu prosedur .19 a. Jenis penelitian hukum

Jenis penelitian yang dipergunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah :

19


(49)

1. Penelitian hukum normatif yaitu pengumpulan data secara studi pustaka

(library research ) yaitu dengan meneliti bahan – bahan pustaka atau data– data sekunder .

2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan meneliti data primer yang diperoleh di lapangan yaitu dengan menganalisa suatu putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dibawah umur pada Pengadilan Negri Kabanjahe di Jalan Veteran Kabanjahe dan kemudian membaca dan membahas mengenai dasar pertimbangan majelis hakim terhadap dasar putusannya.

b. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder . Data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri bahan – bahan yang berkaitan dengan masalah pemerkosaan terhadap anak melalui :

1. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaidah dasar seperti peraturan perundang – undangan.

2. Bahan hukum sekunder , yaiu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti . Rancangan Undang – Undang , buku – buku , pendapat para ahli yang berkaitan dengan skripsi .

3. Bahan hukum tertier , yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder missal nya kamus , ensiklopedi .


(50)

c. Metode Pengumpulan Data

Data yang ada di dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku – buku , peraturan perundang – undangan , serta keputusan nomor 300 / Pid.B/2013/PN.KBJ , juga sumber – sumber bacaan lain yang berkaitan dengan pemerkosaan terhadap anak.

d. Analisis Data

Data yang diperoleh , dianalisis dengan kualitatif yang berarti dengan menganalisa data – data dan diuraikan melalui kalimat – kalimat yang merupakan penjelasan atas hal – hal yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini .

G. Sistematika Penulisan

Agar mudah dalam penyusunan dan memahami isi serta pesan yang ingin disampaikan maka penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab , yaitu :

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar pemikiran penulis sehingga mengangkat permasalahan tersebut , perumusan masalah , tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan skripsi ini , keasliaan penulisan , tinjauan kepustakaan , metode penulisam yang dipakai serta sistematika penulisan .


(51)

BAB II : Faktor – faktor penyebab terjadinya tindak pidana

Pemerkosaan terhadap anak di bawah umur

Dalam bab ini diuraikan mengenai teori penyebab terjadinya kejahatan menurut kriminologi, tindak pemerkosaan menurut KUHP dan UU lainya , serta pemerkosaan terhadap anak menurut UU dam melihat faktor – faktor penyebab pemerkosaan terhadap anak .

BAB III : Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban

tindak pemerkosaan

Bab ini khusus membahas mengenai pengaturan perlindungan anak di dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , UU No. 23 /Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga , UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban , KUHP, dan konvensi anak , merupakan bentuk perlindungan terhadap korban pemerkosaan anak di bawah umur, peranan pemerintah dan masyarakat dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak korban pemerkosaan.

BAB IV : Analisis Putusan No.300/Pid.B/2013/PN.kbj

Di dalam bab ini penulis secara khusus akan menganalisa kasus yang diperoleh penulis dari Pengadilan Negri Kabanjahe dengan memberikan uraian singkat tentang kasusu pemerkosaan terhadap anak dibawah umur .


(52)

BAB V : Kesimpulan Dan Saran

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang dikemukakan penulis.


(53)

BAB II

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR

A. Teori-teori Kriminologi Penyebab Terjadinya Kejahatan

Didalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan,dan sebab – sebab terjadinya kejahatan, namun dalam menjelaskan hal tersebut terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya . beberapa teori kriminologi yaitu:

1. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku (Teori – Teori Tipe Fisik )

Teori tipe ini berlandaskan pada terdapat perbedaan – perbedaan biologis pada tingkah laku manusia . seseorang bertingkah laku berbeda , karena ia memiliki struktur yang berbeda. Menurut teori ini tingkah laku jahat dari seseorang merupakan cacat atau inferioritas . Adapun yang termasuk kedalam teori – teori tipe fisik adalah :

a. Fisiognomi Theory


(54)

dengan kelakuan manusia . Adapun ciri dari orang yang kurang baik menurut teori ini adalah:

1. Laki – laki tidak berkumis 2. Perempuan berkumis 3. Mata yang gelisah

Teori fisiognomi ini mendorong lahirnya teori frenologi theory

b. Frenologi Theory20

Teori ini berlandaskan pada otak yang merupakan alat atau pun organ pada akal . teori ini mendalilkan , bentuknya tengkorak sesuai dengan isinya , akal terdiri dari kecakapan – kecakapan dan fungsi nya , dan kecakapan – kecakapan tersebut bersangkutan dengan bentuk otak dan tengkorak . Beberapa kecakapn yang dimiliki seseorang yaitu :

1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Keramahan 4. Sifat perusak 21

Sedangkan kecakapan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

1. Naluri – naluri aktif atau rendah 2. Sentiment – sentiment moral 21


(55)

3. Kecakapan – kecakapan intelektual

Menurut teori Frenologi ini , kejahatan disebabkan oleh naluri – naluri rendah , seperti :

1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Sifat militant 4. Sifat rahasia

c. Antropolologi Kriminal

Teori ini berdasarkan bahwa penjahat merupakan inferior secara organis . sementara kejahatan adalah hasil pengaruh dari lingkungan terhadap organisme manusia yang rendah tingkatannya . Bagi penjahat hanya dapat dilakukan melalui cara eliminasi mutlak atau penumpasan secara total pada orang – orang secara fisik , mental , dan moral.

d. Teori Interioritas dan Teori tipe fisik

Menurut Kretschmer – Sheldon 22, teori interioritas berlandaskan pada anggapan tentang adanya interioritas / cacat dasar yang telah diperkuat dengan pernyataan – pernyataan , bahwa macam – macam sifat yang dapat dilihat mencerminkan suatu kekurangan dengan mana orang yang dilahirkan di dunia ini bersifat konstitusional. Teori tipe fisik ini berlandaskan kepada tiga tipe yaitu :

22


(56)

1. Astenik yaitu orang yang memiliki badan kurus , ramping dan berbahu kecil 2. Atletik yaitu orang yang bentuk badan nya menengah tinggi , kuat , berotot

dan bertulang kasar

3. Piknik yaitu orang yang memiliki badan tinggi sedang , figure yang tegap , leher besar , wajah halus

e. Teori Tipe Tes Mental dan Kelemahan Jiwa

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa penjahat adalah tipe orang – orang yang memiliki cap tertentu .

f. Teori Kewarisan

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa orang tua yang berperilaku jahat akan diturunkan kepada anak nya .

g. Teori Psikopati

Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan kelainan dari pelaku nya .

2. Teori – Teori yang Berpusat Kepada Pengaruh – Pengaruh Kelompok atau Pengaruh Kebudayaan

Ajaran teori ini dapat dilihat dari dua hal yaitu :

Hubungan antara kondisi ekonomi dengan kriminalitas. Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan dapat terukur melalui statistic.


(57)

a. Kejahatan sebagai tingkah laku yang dipelajari secara normal .

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang dipelajari , seperti kegiatan manusia yang selalu mencerminakn sesuatu dari kepribadian nya dan dari kecakapan – kecakapan nya namun berlawanan dengan hukum dan bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Sedangkan teori - teori yang berpusat kepada pengaruh kelompok atau kebudayaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

A. Interaksionisme Simbolik dan Pembelajaran social Yang dibagi kedalam lima tipe yaitu :

1. Pluralism of Selves ( Kemajemukan diri ) teori ini berpendapat bahwa seseorang mempunyai rasa diri social , kesadaran diri dianggap bergantung kepada bebrbagai reaksi terhadap berbagai individu.

2. The Looking Glass Self teori ini berpendapat bahwa citra tentang penampilan kepada orang lain, citra terhadap penilaian nya tentang penampilan , dan beberapa macam perasaan diri ( self Feeling ) seperti kebanggaan

3. Definition of the Stuation teori ini berpendapat bahwa bila seseorang mendefenisikan situasi sebagai suatu kenyataan , maka akan nyata dalam akibat nya.

4. Interaksionisme Simbolik teori ini berpendapat bahwa tingkah laku yang dimiliki seseorang merupakan perwujudan dari tingkah laku masyarakat sekitarnya.


(58)

5. Aktualisasi Penyimpangan teori berpendapat bahwa belajar menjadi penyimpangan melibatkan suatu proses sosialisasi di mana instruksi rancangan , persetujuan , kebersamaan , perbincangan gaya hidup bahwa pelaku penyimpangan sendiri mulai mendefenisikan sebagai hal biasa dalam kehidupan sehari- hari.

B. Teori Labeling

Teori ini berdasarkan bahwa kriminalitas adalah sebuah kata , dan bukan perbuatan atau tindakan . Kriminalitas di defenisikan secara sosial dan orang – orang kriminal dihasilkan secara sosial dalam suatu proses yang mendorong orang banyak memberikan cap pada kelompok minioritas , di mana dalam banyak hal bahkan mungkin mereka melaksanakan konsekuensi daripada labeling tersebut . Akibatnya orang yang diberi cap cacat mungkin tidak bisa berbuat lain daripada peranan yang telah diberikan kepadanya.

Teori ini diartikan dari segi pandangan pemberian nama yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian nama atau pemberian label dalam masyarakat untuk mengidentifikasi anggota masyarakat tertentu. Berdasarkan perspektif ini pelanggaran hukum tidak bisa dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecualikan bagi adanya pemberian nama atau label terhadap mereka yang ditentukan demikian, oleh sebab itu maka criminal dipandang oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkunngannya dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat.


(59)

C. Teori Kriminologi dalam Berbagai Perspektif Biologi dan Psikologi

Di dalam teori ini terdapat para tokoh dengan pendapat masing – masing, adapaun para tokoh itu yaitu :

1. Aguste Comte ( 1978 – 1857 )

Aguste Comte memberikan pengaruh penting bagi para tokoh mashab positivism, meurut Aguste Comte yaitu :

“ There could be no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist “.

2. Cesare Lambroso

Lambroso di dalam teori nya menghubungkan teori positivism Comte dengan evolusi Darwin . Adapun ajaran inti dari teori nya menjelaskan tentang penjahat mewakili satu tipe keanehan fisik yang berbeda dengan non criminal . Lambroso mengklaim bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam kraakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.

Ternyata tentang born criminal penjahat yang dilahirkan meyatakan bahwa penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan , lebih mendekatkan nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat .


(60)

Mereka dapat dibedakan dari non criminal melalui beberapa atavistic stigmata

ciri – ciri fisik dari mahluk pada tahap awal perkembangan, sebelum mereka benar – benar menjadi manusia. Lambroso berasalan sering kali para penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat , suatu sifat yang pada umumnya dimiliki hewan carnivore untuk merobek makanan dan melahap daging mentah. Menurut Lambroso , seorang individu yang lahir dengan lima stigmata adalah seorang born criminal ( penjahat yang dilahirkan ).

3. Enrico Ferri

Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijalankan melalui studi – studi pengaruh – pengaruh interaktif di Antara faktor fisik dan faktor social . Dijelaskan melalui faktor faktor fisik ( seperti ras , geografis, serta tempratur ), dan faktor sosial (umur,jenis kelamin,variable psikologis).Ferri juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol dengan perubahan social . Misalnya subsidi perumahan, control kelahiran,kebebasan menikah dan bercerai,fasilitas rekreasi.

4. Raffaela Garofalo

Rafaela di dalam teori nya23 mengatakan bahwa kejahatan – kejahatan alamiah ditemukan di dalam seluruh masyarakat manusia ,tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikan .


(61)

5. Charles Buchman Goring

Menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan – perbedaan signifikan Antara penjahat dan non penjahat kecuali di dalam tinggi dan berat tubuh . Para penjahat pada umumnya memiliki bentuk tubuh lebih kecil dan ramping . Goring menafsirkan temuan ini sebagai bentuk penegasan dari hipotesisnya bahwa para penjahat secara biologis lebih inferior.

3. Body Types Theorie

Dikenal beberapa pendapat ahli didalam teori body types Theorie diantaranya yaitu :

a. Ernst Kretchmer ( 1888 – 1964 )

Ernst mendefenisikan ada empat teori fisik yaitu :

1. Asthenic yaitu orang yang memiliki badan kurus , raming dan bebbahu kecil 2. Athletic yaitu orang yang bentuk badan nya menengah tinggi , kuat , berotot

dan bertulang kasar

3. Pyknic yaitu orang yang memiliki badan tinggi sedang , figure yang tegap , leher besar , wajah halus

4. tipe campuran yaitu orang yang tidak terklasifikasi. Kretschmer menghubungkan tipe – tipe fisik tersebut dengan variasi – variasi


(62)

ketidakteraturan fisik , pyhnic berhubungan dengan depresi , asthenics dan athletics dan schizophrenia .24

b. Ernest A . Hooten

Hooten adalah seorang antropolog fisik . perhatinnya terhadap kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara di Amerika dengan suatu control group dari non criminal .

c. William H. Sheldon

Sheldon memformulasika sendiri – sendiri kelompok somatotypes . the endomorph yaitu orang yang memiki tubuh gemuk , the mesomorph yaitu orang yang memilii tubuh berotot dan bertubuh atletis,the ectomorph orang yang memiliki fisik

tinggi , kurus , dan memiliki fisik yang rapuh ).Menurut Sheldon , “ solid flesh and

bone of the individual daging padat dan tulang seorang individu merupakan basis for the study dasar untuk melakukan kajianyang memberikan suatu frame of refrence.jadi menurut Sheldon , orang didominasi sifat bawaan yang mesomorph yang secara fisik kuat , agresif , dan atletis cenderung lebih dari orang lain untuk terlibat dalam perbuatan illegal .

d. Sheldon Glueck

Glueck melakukan studi komparatif Antara laki – laki delinquent dengan non delinquent . pria delinquent didapati memiliki wajah yang lebih sempit ( kecil ) , dada

24


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hal yang telah diuraikan dan telah dibahas pada bab- bab diatas

mengenai “ Analisi Yuridis dan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur “.

8. Menurut teori kriminologi yang menjadi faktor penyebab terjadinya pemerkosaan terhadap anak adalah teori Cesare Lambroso tentang teori perspektif biologis,dimana para pelaku criminal memiliki bentuk fisik berbeda dengan warga yang patuh terhadap hukum. Inti dari ajaran lambroso tentang kejahatan adalah penjahat mewakili suatu tipe keanehan/ keganjilan fisik yang berbeda dengan non kriminil. Lambroso mengklaim para penjahat mewakili bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal revolusi. Teori lain nya yang mempengaruhi terjadinya kejahatan yaitu teori perspektif psikologis yang dipelopori Raffaele Gorofalo Ia menelusuri kejahatan bukan kepada bentuk – bentuk fisik tetapi kepada kesamaan – kesamaan psikologis yang dapat juga dikatakan sebagai kekacauan moral ( moral anomalies ). Teori moral anomalies mengunngkapkan bahwa secara alami kejahahtan – kejahatan yang ditemukan dalam diri manusia . Kejahatan yang dilakukan akan mendatangkan penderitaan kepada orang lain. Kelemahan organic dalam sentiment moral , tidak menjadikan moral dasar sebagai halaman untuk melakukan kejahatan. Penjahat yang memiliki anomaly moral ini . Tokoh lain adalah Sigmund Freud (1856 – 1939) yang terkenal melalui teori psikoanalisa. Ia menyatakan bahwa kejahatan dihasilkan dari suatu kesadaran yang berlebihan atas perasaan bersalah pada diri seseorangrjadi karena faktor keturunan .


(2)

Faktor lain terjadi nya kejahatan pemerkosaan dapat dilihat dari faktor ekstern. Faktor ekstern yaitu Kejahatan pemerkosaan timbul berpangkal pada lingkungan dan rohani. Faktor ekstern merupakan faktor terjadinya kejahatan karena adanya faktor dan pengaruh dari luar pelaku kriminal. Faktor ekstern terjadinya pemerkosaan berbeda dengan faktor intern yang melihat dari faktor biologis dan psikologis yang dipelopori oleh Lambroso dan tokoh – tokoh lain nya,dalam faktor ekstern mengarah kepada faktor sosiologis nya, pelopor dari teori ini adalah Lacassagne, Ia merupakan seorang ahli kedokteran di Perancis yang menganut mazhab Prancis atau mazhab lingkungan.

2. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban perkosaan anak dibawah umur adalah pemberian ganti kerugian , bantuan hukum , pemberian informasi tentang perkembangan kasus , penanganan secara khusus , perlindungan oleh aparat kepolisian . Sedangkan bentuk perlindungan lain nya berupa konseling dan bimbingan rohani, pelayanan / bantuan medis .Dengan menerapkan sanksi hukum kepada pelaku maka secara tidak langsung hal itu merupakan benruk perlindungan terhadap korban pemerkosaan.KUHP sendiri melindungi dan memberikan keadilan dengan pidana penjara 12 tahun bagi pelaku pemerkosaan lalu UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang khusus memberikan perlindungan bagi anak korban kekerasan fisik , mental , dan seksual di dalam pasal 81 yang memberikan hukuman pidana bagi pelaku pemerkosaan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun,dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000 dan paling sedikit Rp.60.000.000.lalu UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat dalam pasal 46 dan 47 yang memberikan hukuman bagi pelaku pemerkosaan pasal 46 memberikan hukuman dua belas tahun penjara,dan denda paling banyak Rp.36.000.000,dan pasal 47 yang memberikan hukuman penjara paling


(3)

Rp.12.000.000, dan paling banyak Rp.300.000.000.lalu UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,dimuat dalam pasal 37 sampai dengan pasal 43,dengan ada nya pasal tersebut maka dapat melindungi hak hak korban dalam memberikan kesaksiaan kepada penegak hukum.

B. Saran

1. Untuk memahami faktor – faktor apa saja yang menjadi penyebab timbulnya pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Diharapkan setelah mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab pemerkosaan di bawah umur maka akan mengurangi tingkat pemerkosaan anak.

2. Agar perlindungan hukum pada anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan tidak terjadi sesudah pemerkosaan terjadi, melainkan para pihak lembaga aktivis,komisi perlindungan anak,pemerintah melakukan sosialisasi sex kepada anak sehingga dapat mengurangi pemerkosaan anak mengingat anak korban pemerkosaan mengalami penderitaan yang cukup panjang.

3. Diharapkan kepada pemerintah, masyarakat dan orang tua umtuk melakukan pengawasan terhadap anak- anak nya agar dapat terhindar dari pemerkosaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana ( Perkembangan

Penyusunan Konsep KUHP Baru ) , Kencana, Jakarta, 2008

Chazawi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2005

Ediwarman, dkk, Monograf Kriminologi, Fakultas Hukum USU, Medan, 2011

Ekaputra, Mohammad, Dasar – Dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2010

Gosita Arief, Relevansi Victimologi Terhadap Korban Perkosaan, Jakarta, 1987

Hamzah, Andi, Pengantar Hukum Acara Indonesia, Ghalia, Jakarta, 1984

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non

Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Pustaka

Bangsa Press, Medan, 2008

Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Medan, 2011

Marpaung, Leden, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar,Grafika, Jakarta, 1997


(5)

Moeljatno, Azas – Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002

Muljono, Wahju, Pengantar Teori Kriminologi , Buana Raya, 2010

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2012

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Ketiga, PT Balai Pustaka, Jakarta, 2005

Sarwono, Sarlito , Psikologi Remaja, Raja Grafindo, Jakarta, 2011

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta, 1986

Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 2012

Tongat, Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,Umm Press, Malang, 2009

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2011

W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi Terjemahan oleh Koesnoen, PT

Pembangunan dan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982


(6)

Yulia Rena, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap KorbanKejahatan ,

Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010

Yusrizal, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Softmedia, Jakarta,

2012

Peraturan Perundang – Undangan

UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

UU No.23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yang mengatur mengenai delik kesusilaan

Konvensi Hak Anak

Media Cetak dan Elektronik

http://www.ilh-apik.or.id/terakhir diakses 12 Agustus 2014

http://www.tempointeraktif.com/, terakhir kali diakses 21 Juni 2014

http://www.scribd.com/cic-Kriminologi-sari kuliah.html