Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Permainan Judi Dadu Guling (Samkwan) (Studi Putusan No. 141/Pid.B/2013/Pn.Kbj)

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abidin, Andi Zaenal, Hukum Pidana I, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta; 1983 Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta; 2012 Atmasasmita, Romli, Asas-asas Perbandingan Hukum Pidana, Ctk. Pertama,

Penerbit Yayasan LBH, Jakarta; 1989

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta; 2005

______________, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Penerbit Raja Grafindo, Jakarta; 2005

Cipta Adi Pustaka, Ensiklopedia Indonesia 7, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta; 1980 Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta; 2005 Jaya, Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat dalam

Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, PT Citra Aditya Bakti, Bandung; 2005

Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Penerbit Storia Grafika, Jakarta; 2002

Kartono, Kartini. Patologi Sosial, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta; 1992

Lamintang, P.A.F & C. Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia, ctk ketiga, Penerbit Sinar Baru, Bandung; 1990

Marpaung ,Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta; 2005

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana Prenada Media, Jakarta; 2009

Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana,Penerbit Rineka Cipta, Jakarta; 2008

Mulyadi, Mahmud dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, PT. Softmedia, Jakarta; 2010

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta; 1995

Saleh, Wantjik, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta; 1976


(2)

Sitompul, Josua, Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT Tatanusa, Jakarta; 2012 Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Penerbit

Rajawali Press, Jakarta; 1985

Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Penerbit Politeia, Bogor; 1994

Usfa, Fuad dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Penerbit UMM Press,Malang; 2004

B. Jurnal, Makalah, Surat Kabar

Arief, Barda Nawawi, Masalah Pemidanaan Sehubungan dengan Perkembangan Kriminalitas dan Perkembangan Delik-Delik Khusus dalam Masyarakat Modern, Kertas Kerja pada Seminar Perkembangan Delik-Delik Khusus, Dalam Masyarakat Modern, BPHN-UNAIR di Surabaya, Bina Cipta, Bandung, 1982

C. Internet

diakses pada

tanggal 26 September 2016

diakses pada tanggal 26 September 2016

D. Undang-Undang

Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian


(3)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

E. Putusan


(4)

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERMAINAN JUDI DADU GULING (SAMKWAN)

A. Permainan Judi Dadu Guling (Samkwan) Ditinjau dari Hukum Pidana di Indonesia

Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta keterampilan yang dijadikan alat judi. Contohnya pertandingan-pertandingan olahraga seperti atletik, badminton, tinju, gulat, dan sepak bola. Juga pacu-pacuan misalnya balap mobil atau motor, pacuan kuda dan karapan sapi. Permainan dan pacu-pacuan tersebut semula bersifat kreatif dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas ketegangan seusai bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Selain itu, dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-orang atau kelompok tertentu.

Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan ada beberapa macam perjudian yaitu:

1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari Roulette, Blackjack, Bacarat, Creps, Keno, Tombala, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine (Jackpot), Ji Si Kie, Big Six Wheel, Chuck a Cluck, Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar, Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa-Hwe, dan Kiu-kiu.


(5)

2. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian lempar paser/bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak, lempar gelang, lempar uang/koin, pancingan, menebak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu kerbau, adu kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, Hailai, Mahyong, dan erek-erek.

3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan yaitu adu ayam, adu sapi, pacu kuda, karapan sapi, adu kambing/domba, adu burung merpati.

Dari jenis perjudian di atas, khusus terdapat dalam jenis yang ke-3 seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya tersebut tidak termasuk dalam perjudian bila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan tersebut tidak terdapat unsur perjudian. Ketentuan dalam pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul di masa yang akan datang sepanjang termasuk kategori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP.

Salah satu jenis permainan yang akhir-akhir ini digemari oleh beberapa kalangan adalah dadu guling atau samkwan. Di daerah lain ada juga yang menamainya bola guling. Tidak jelas dari mana awalnya permainan dadu guling ini berkembang, tetapi permainan ini diperkirakan sudah ada sejak milenium kedua. Bentuk permainan yang tidak terlalu rumit dan dapat dipahami dari anak-anak hingga dewasa ini menjadikan permainan ini dapat dimainkan oleh semua golongan. Awalnya permainan ini hanyalah sekedar hiburan di pasar malam. Yakni kita membeli kupon yang kemudian kita letakkan di atas sebuah kertas dimana kertas tersebut berisikan beberapa gambar barang. Barang yang diletakkan


(6)

juga bervariasi. Mulai dari rokok hingga kebutuhan dapur. Setelah meletakkan kupon, “bandar” akan mengocok bola/dadu hingga akan keluar angka. Jika angka yang keluar sama dengan angka dimana kita meletakkan kupon maka kita bisa mengklaim hadiah sesuai dengan gambar yang tertera. Namun, dalam perkembangannya permainan ini kemudian berubah menjadi sebuah taruhan yang menggunakan uang.

Sama seperti bola guling yang pada umumnya menggunakan 3 (tiga) buah dadu, begitupun juga permainan dadu guling. “Bandar” yang ditunjuk akan mengguncang dadu-dadu tersebut di dalam sebuah mangkok sementara para pemain lainnya meletakkan taruhannya di atas kertas/lapak yang tertera angka. Adapun pilihan yang bisa kita pilih antara lain angka yaitu angka dadu yang keluar sesuai dengan angka di lapak yang kita taruhkan kadang disebut juga pasang mata. Selain itu ada pilihan BESAR yaitu jika jumlah ketiga angka dadu yang keluar sebesar 11-18 dan piliah KECIL yaitu jika jumlah ketiga angka dadu yang keluar sebesar 3-10. “Bandar” menang jika ada taruhan yang kalah atau angka yang ditaruhkan tidak ada yang cocok. Aturan ini tidak berlaku mutlak sebab di daerah-daerah lain sarana serta aturan permainan ini berbeda-beda tergantung kebiasaan dari para pemain.63

Pada Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian disebutkan jenis dan bentuk perjudian yang dilarang di Indonesia. Sayangnya, jenis permainan dadu guling (samkwan) ini tidak disebutkan di dalam jenis dan bentuk perjudian yang dilarang di dalam PP tersebut. Akan tetapi jika kita melihat dalam Penjelasan Pasal 1 ayat (2) PP No. 9

63


(7)

tahun 1981 maka telah disebutkan bahwa setiap jenis dan bentuk perjudian yang muncul di kemudian hari juga dilarang. Oleh karena itu baiklah kita meninjau unsur-unsur permainan dadu guling sebelum mengkategorikannya sebagai perjudian atau tidak.

Pasal 303 ayat (3) KUHP berbunyi sebagai berikut64

1. Setiap permainan.

:

“Yang dimaksud dengan permainan judi adalah setiap permainan yang pada umumnya menggantungkan kemungkinan yang diperolehnya keuntungan itu pada faktor kebetulan, juga apabila kesempatan itu menjadi lebih besar dengan keterlatihan yang lebih tingi atau dengan ketangkasan yang lebih tinggi dari pemainnya. Termasuk ke dalam pengertian permainan judi adalah juga pertaruhan atau hasil pertandingan atau permainan-permainan yang lain, yang tidak diadakan antar mereka yang turut serta sendiri di dalam permainan itu, demikian pula setiap pertaruhan yang lain.”

Menurut ketentuan Pasal 303 ayat (3) KUHP di atas maka dapat kita simpulkan unsur-unsur dari suatu permainan yang dikategorikan judi yaitu:

2. Menggantungkan kemungkinan memperoleh keuntungan pada faktor kebetulan dan juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir.

3. Adanya yang dipertaruhkan.

Unsur pertama adalah setiap permainan. Dadu guling merupakan salah satu permainan yang dimainkan 2 hingga 4 orang. Di antara pemain-pemain tersebut ada 1 orang yang terpilih sebagai “bandar” atau orang yang akan mengocok dadu.

Unsur kedua adalah menggantungkan kemungkinan memperoleh keuntungan pada faktor kebetulan dan juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Jika kita melihat permainan dadu guling, dijelaskan di atas bahwa

64 P.A.F Lamintang & C. Djisman Samosir,


(8)

kemungkinan kita mendapat keuntungan itu hanya berharap pada faktor lucky atau keberuntungan. Kita hanya bisa berharap bahwa angka yang keluar sesuai dengan angka yang terdapat pada kartu yang kita pegang. Akan tetapi, kita akan bisa lebih besar kemungkinan menangnya dengan semakin seringnya kita bermain dan semakin paham angka berapa yang lebih sering keluar.

Unsur yang ketiga adalah adanya yang dipertaruhkan. Dalam hal ini, sesuatu yang dipertaruhkan dalam permainan dadu guling adalah uang.

Dari ketiga unsur permainan yang dikategorikan judi menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP tersebut, dapat kita lihat bahwa sebenarnya permainan dadu guling ini telah memenuhi unsur perjudian sehingga sudah sepatutnya dilarang dan dalam pelaksanaannya haruslah diberantas.

Untuk kasus di Sumatera Utara sendiri, Polri telah beberapa kali melakukan penahanan beberapa orang yang melakukan praktik permainan dadu guling (samkwan) ini hingga pengadilan pun menjatuhkan hukuman. Seperti pada putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ.

Terpenuhinya unsur-unsur sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan Pasal 303 ayat (3) KUHP dalam permainan dadu guling (samkwan) tersebut menegaskan bahwa dadu guling (samkwan) bukanlah hanya sebuah permainan biasa tetapi merupakan suatu praktek perjudian. Walaupun tidak disebutkan di dalam jenis dan bentuk perjudian yang dilarang, akan tetapi sesuai dengan tujuan dibentuknya Undang-undang No. 4 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka setiap permainan yang memenuhi unsur judi haruslah diberantas sehingga setiap wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia terbebas dari praktek perjudian.


(9)

B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Permainan Dadu Guling (Samkwan) berdasarkan Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ.

1. Posisi Kasus

Putusan yang penulis angkat untuk melengkapi pembahasan penulis mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku permainan judi dadu guling (samkwan) adalah Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ. Kasus ini terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kabanjahe. Adapun nama-nama terdakwa adalah sebagai berikut:

a. Tjaisang alias Aseng b. Erwin alias Angwang

c. Sutiam alias Tiam alias Husen d. Fang Lai

e. Suwani f. Mui Hong

Para terdakwa pada pokoknya didakwa telah dengan sengaja tanpa mendapat izin menawarkan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan tersebut ada suatu syarat atau terpenuhinya suatu tata cara. Selain itu terdakwa juga didakwa ikut serta bermain judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, tanpa adanya izin dari penguasa yang berwenang untuk mengadakan perjudian tersebut. Adapun perbuatan para terdakwa dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(10)

Bermula dari Petugas Kepolisian dari Dit Reskrimum Polda Sumut yakni saksi Ramli Sembiring, saksi Jujur Sinulingga, S.H., saksi Malan Harahap, dan saksi Ndahiken Sembiring mendapat informasi dari masyarakat bahwa rumah/villa Bukit Indah 1/3 Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo telah diadakan perjudian dadu guling (samkwan) yang mana perjudian tersebut telah meresahkan warga sekitar dan dari informasi tersebut selanjutnya saksi-saksi melakukan penyelidikan kebenaran informasi tersebut. Berdasarkan penyelidikan para saksi ternyata benar bahwa di sebuah rumah/villa Bukit Indah 1/3 Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo telah diadakan perjudian dadu guling (samkwan).

Selanjutnya pada hari Senin tanggal 11 Februari 2013 sekitar pukul 20.30 WIB, saksi Jujur Sinulingga dan Malan Harahap menyamar sebagai pemain dalam permainan tersebut sembari mengawasi siapa saja yang ikut bermain di dalam perjudian tersebut. Sekitar pukul 21.00 WIB, para saksi bergabung dan masuk ke dalam lokasi perjudian dadu guling (samkwan) dan melakukan penangkapan terhadap para terdakwa di atas bersama dengan Tjin Hoat alias Ahwa, Kai Guan alias Aguan, Jansen, Toni Haristan alias Aguan, Tek Huat alias Jimmy, Suwandi alias Apin, Girwin Gotama alias Winwin, Ahiok, Haryanto alias Anto, L. Sinarto alias Kok Asing, Kai I, Masna Suidi, Jen Lek alias Toni alias Alek, dan Giok Cin alias Acin yang dilakukan penuntutan terpisah dengan para terdakwa dan menyita barang bukti dari Tjin Hoat alias Ahwat berupa: 25 (dua puluh lima) buah mata dadu, 2 (dua) buah mata dadu, 1 (satu) buah mangkok, 2 (dua) set kartu joker yang sudah dipakai, 15 (lima belas) lembar kartu domino yang sudah dipakai dan uang tunai sebesar Rp. 3.023.000,- (tiga juta dua puluh tiga ribu rupiah).


(11)

Adapun peran para terdakwa di dalam perjudian jenis samkwan tersebut adalah sebagai pemain yang dilakukan para terdakwa dengan cara pertama-tama buah dadu sebanyak 3 (tiga) buah dimasukkan ke dalam mangkok, lalu diguncang atau digoyang oleh pengguncang dadu yaitu Kuk Yung alias Kaye sebagai bandar merangkap sebagai pengguncang. Setelah buah mata dadu diguncang maka para terdakwa meletakkan uang taruhannya di atas lapak yang sudah tersedia dengan besar taruhan minimal Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dengan pilihan tebakan BESAR yaitu jumlah ketiga mata dadu berjumlah 11 s/d18 dengan hadiah sebesar uang taruhan (1:1), KECIL yaitu jumlah ketiga mata dadu berjumlah 3 s/d 10 dengan hadiah sebesar uang taruhan (1:1), PASANG MATA yaitu pemain menang jika mata dadu yang keluar di salah satu dadu yang diguncang sama dengan angka mata dadu yang dipasang pemain di lapak dengan hadiah sebesar uang taruhan (1:1), namun jika mata dadu yang keluar itu sama/kembar maka uang kemenangan akan dibayar dua kali lipat dari uang taruhan (1:2). Setelah para terdakwa meletakkan uang taruhannya di atas lapak, tutup mangkok pengguncang dadu diangkat/dibuka dan memperlihatkan kepada para terdakwa buah mata dadu yang terbuka. Apabila pilihan para terdakwa/pemain tidak sesuai dengan mata dadu yang keluar maka uang taruhannya ditarik/diambil oleh Tjin Hoat alias Ahwa dan Kai Guan alias Aguan sebagai ceker dan uang taruhan tersebut menjadi milik bandar. Sedangkan apabila pilihan para terdakwa/pemain sesuai dengan mata dadu yang keluar maka uang hadiahnya diserahkan bandar kepada Tjin Hoat alias Ahwa dan Kai Guan alias Aguan sebagai ceker untuk diserahkan kepada pemenang. Permainan judi dadu guling (samkwan) tersebut hanya bersifat


(12)

untung-untungan saja dan permainan judi dadu guling (samkwan) tersebut tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang.65

Adapun bunyi dakwaan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada para terdakwa pada perkara dengan nomor 141/Pid.B/2013/PN.KBJ adalah sebagai berikut

2. Dakwaan

66

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara kumulatif subsideritas yang berarti Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan primair Jaksa Penuntut Umum terlebih dahulu, jika dakwaan primair telah terbukti maka majelis hakim tidak akan membuktikan dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum lagi dan begitu juga sebaliknya jika dakwaan primair tidak terbukti maka Majelis Hakim akan membuktikan dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum.

: Primair:

Bahwa perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 303 ayat (1) ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Subsidair:

Bahwa perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

67

Tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini antara lain sebagai berikut

3. Tuntutan

68

65

Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Opcit, Hal. 5

66

Ibid, Hal. 6

67 Ibid 68

Ibid, Hal. 3


(13)

1. Menyatakan Terdakwa 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa 6. MUI HONG, bersalah telah melakukan tindak pidana perjudian sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 303 ayat (1) ke-2 KUHPidana dan Pasal 303 bis ayat (1) ke-2 KUHPidana.

2. Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa berupa pidana penjara masing-masing selama 2 (dua) bulan dikurangi selama berada di dalam tahanan.

3. Menyatakan barang bukti berupa:

• Uang tunai sebesar Rp. 3.023.000,- (tiga juta dua puluh tiga ribu rupiah);

• 25 (dua puluh lima) buah mata dadu, 2 (dua) buah mata dadu;

• 1 (satu) buah mangkok;

• 2 (dua) set kartu joker yang sudah dipakai;

• 15 (lima belas) lembar kartu domino yang sudah dipakai;

Dipergunakan dalam berkas perkara an. Tjin Hoat alias Ahwat, dkk. 4. Menetapkan agar para terdakwa dibebani membayar biaya perkara

masing-masing sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah). 4. Fakta-fakta Hukum

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe di persidangan telah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan adanya bukti-bukti berupa alat yang dipakai untuk bermain serta uang taruhan yang diajukan di dalam persidangan


(14)

serta keterangan-keterangan dari terdakwa, maka Majelis Hakim memperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut69

1. Bahwa Terdakwa 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa 6. MUI HONG, ditangkap oleh Petugas Kepolisian pada hari Senin tanggal 11 Februari 2013 sekitar pukul 21.00 WIB bertempat di sebuah rumah/villa Bukit Indah 1/3 Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo sehubungan dengan para terdakwa bermain judi jenis samkwan.

:

2. Bahwa selain para terdakwa, ada juga orang yang turut ditangkap oleh Petugas Kepolisan yaitu TJIN HOAT alias AHWA, KAI GUAN alias AGUAN, JANSEN, TONI HARISTAN alias AGUAN, TEK HUAT alias JIMMY, SUWANDI alias APIN, GIRWIN GOTAMA aias WINWIN, AHIOK, HERYANTO alias ANTO, L. SINARTO alias KOK ASING, KAI I, MASNA SUIDI, JEN LEK alias TONI alias ALEK, dan GIOK CIN yang dilakukan penuntutan terpisah.

3. Bahwa dari tempat kejadian Petugas Kepolisian menyita barang bukti berupa 25 (dua puluh lima) buah mata dadu, 2 (dua) buah mata dadu, 1 (satu) buah mangkok, 2 (dua) set kartu joker yang sudah dipakai, 15 (lima belas) lembar kartu domino yang sudah dipakai dan uang tunai sebesar Rp. 3.023.000,- (tiga juta dua puluh tiga ribu rupiah).

4. Bahwa peran para terdakwa dalam perjudian jenis samkwan tersebut adalah sebagai pemain dan sifat dari permainan judi jenis samkwan adalah

69


(15)

untung-untungan sedangkan untuk itu para terdakwa tidak memiliki izin dari pejabat yang berwenang untuk menyelenggarakan perjudian jenis samkwan tersebut.

5. Bahwa para terdakwa di persidangan mengakui perbuatannya dan selama di persidangan Majelis Hakim tidak menemukan adanya alasan pembenar atau pemaaf sebagai alasan penghapus pidana, oleh karena itu sudah sepatutnya apabila para terdakwa dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya sebagaimana diatur pada Pasal 193 KUHAP, sesuai dengan rasa kemanusiaan, rasa keadilan dan kepastian hukum.

5. Putusan Hakim

Perkara pidana dengan nomor 141/Pid.B/2013/PN.KBJ di Pengadilan Negeri Kabanjahe setelah melalui proses persidangan dengan pemeriksaan alat bukti dan saksi-saksi maka Majelis Hakim pada hari Rabu tanggal 22 Mei 2013 memutuskan sebagai berikut70

1. Menyatakan Terdakwa 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa 6. MUI HONG tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum.

:

2. Membebaskan para terdakwa dari dakwaan tersebut.

3. Menyatakan Terdakwa 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa


(16)

6. MUI HONG terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta dalam permainan judi sedangkan untuk itu tidak ada izin dari penguasa yang berwenang”.

4. Menjatuhkan pidana tehadap Terdakwa 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa 6. MUI HONG pidana penjara masing-masing selama: 1 (satu) bulan dan 3 (tiga) hari.

5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut.

6. Menetapkan barang bukti berupa:

• Uang tunai sebesar Rp. 3.023.000,- (tiga juta dua puluh tiga ribu rupiah).

(Dirampas untuk Negara)

• 25 (dua puluh lima) buah mata dadu, 2 (dua) buah mata dadu.

• 1 (satu) buah mangkok.

• 2 (dua) buah set kartu joker yang sudah dipakai.

• 15 (lima belas) lembar kartu domino yang sudah dipakai.

(Dipergunakan dalam berkas perkara an. Tjin Hoat alias Ahwat, dkk) 7. Membebani para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing

sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

6. Analisis Kasus dalam Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ

Permainan judi dengan jenis dadu guling (samkwan) yang penulis angkat mungkin hanya salah satu dari banyaknya kasus permainan judi dengan metode


(17)

yang beragam bahkan mungkin banyak di luar sana jenis permainan yang baru yang kasusnya belum terangkat ke permukaan. Namun pada kenyataannya, perkembangan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamisnya perkembangan masyarakat persoalan mengenai tindak pidana khususnya perjudian akan selalu muncul.

Sebagaimana yang telah penulis bahas pada Bab I, permasalahan yang akan penulis teliti adalah Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Permainan Judi Dadu Guling (Samkwan) sesuai dengan putusan yang telah diputus pada Pengadilan Negeri Kabanjahe dengan Register No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ.

Pada kasus ini, berdasarkan Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ, putusan dari Majelis Hakim adalah menyatakan para terdakwa 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa 6. MUI HONG secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta dalam permainan judi sedangkan untuk itu tidak ada izin dari penguasa yang berwenang” sebagaimana dalam Dakwaan Subsidair Jaksa Penuntut Umum dan menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) bulan dan 3 (tiga) hari.

Adapun analisis penulis berdasarkan Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ adalah sebagai berikut:

1. Bahwa telah terpenuhinya syarat-syarat formil dari putusan pidana tersebut sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 (a) KUHAP yang berbunyi:

Nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.


(18)

2. Uraian secara jelas, cermat dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana tersebut dilakukan:

a. Adanya keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebanyak 4 (empat) orang yaitu Ramli Sembiring, Jujur Sinulingga, Malan Harahap, dan Ndahiken Sembiring.

b. Adanya keterangan dari para terdakwa yakni membenarkan semua keterangan para saksi.

c. Bahwa para terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta dalam permainan judi sedangkan untuk itu tidak ada izin dari penguasa yang berwenang sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Subsidair Jaksa Penuntut Umum. Para terdakwa dinyatakan bersalah seperti Dakwaan Subsidair Jaksa Penuntut Umum dikarenakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara kumulatif subsideritas, maka ketika para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah berdasarkan Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dan membuktikan Dakwaan Subsidair Jaksa Penuntut Umum.

d. Bahwa para terdakwa dikenakan Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum karena menurut pertimbangan Majelis Hakim telah terbukti


(19)

secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 303 bis ayat (2) ke-2 KUHPidana yang mana unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Barangsiapa.

Pengertian dari barangsiapa menurut doktrin Hukum Pidana adalah setiap orang yaitu siapa saja yang ditujukan kepada manusia sebagai subjek atau siapa saja sebagai pelaku tindak pidana dan perbuatan itu dapat dipertanggungjawaban kepadanya serta tidak terdapat ha-hal yang dapat menghapus kesalahannya. Dalam perkara ini menurut Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ, para terdakwa atas nama 1. TJAISANG alias ASENG, Terdakwa 2. ERWIN alias ANGWANG, Terdakwa 3. SUTIAM alias ATIAM alias HUSEN, Terdakwa 4. FANG LAI, Terdakwa 5. SUWANI dan Terdakwa 6. MUI HONG merupakan pelaku dari permainan judi jenis samkwan. Para terdakwa membenarkan identitas yang tercantum dalam dakwaan, sehat secara jasmani dan rohani sehingga mampu dimintakan pertanggungjawabannnya. Para terdakwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan Majelis Hakim, membenarkan setiap keterangan saksi dan juga tidak terdapat alasan pembenar dan pemaaf sebagai alasan penghapus pidana. Dalam hal ini, unsur “barangsiapa” telah terpenuhi.

2. Ikut serta bermain judi.

Pengertian ikut serta dalam Pasal 303 bis ayat (1) ke-2 tidaklah sama dengan pengertian keikutsertaan atau “deelneming” seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 dan 56 KUHPidana melainkan harus


(20)

diartikan dalam pengertiannya secara umum menurut bahasa sehari-hari. Artinya para terdakwa secara in concreto bermain judi sehingga dapat disebut ikut serta dalam permainan tersebut. Para terdakwa ditangkap oleh Petugas Kepolisian pada hari Senin tanggal 11 Februari 2013 sekitar pukul 21.00 WIB bertempat di sebuah rumah/villa Bukit Indah 1/3 Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo sehubungan dengan para terdakwa bermain judi dengan jenis samkwan. Dalam hal ini, unsur “ikut serta bermain judi” telah terpenuhi.

3. Di jalan umum atau di dekat jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi oleh umum, kecuali penguasa yang berwenang telah memberikan izin untuk mengadakan judi itu.

Pengertian jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan sebagai lalu lintas umum. Untuk dapat disebut sebagai jalan umum, tidaklah perlu suatu jalan tersebut harus dibuat oleh pemerintah atau atas nama pemerintah, bahkan tidak perlu dibuat atas biaya dari pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan jalan setapak yang terdapat di atas tanah seseorang yang oleh pemiliknya telah memperuntukkan jalan tersebut dilalui secara umum. Para terdakwa ditangkap oleh Petugas Kepolisian di suatu rumah/villa Bukit Indah 1/3 Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yang mana rumah/villa tersebut merupakan tempat yang dapat dikunjungi oleh umum. Para terdakwa juga tidak memiliki izin dari penguasa yang berwenang untuk melakukan permainan judi jenis samkwan tersebut. Dalam hal


(21)

ini, unsur “di jalan umum atau di dekat jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi oleh umum, kecuali penguasa yang berwenang telah memberikan izin untuk mengadakan judi itu” telah terpenuhi.

Pertimbangan Majelis Hakim dalam membebaskan para terdakwa dari Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum sudahlah tepat. Hal ini dikarenakan para terdakwa dalam kasus ini merupakan para pemain yang turut serta dalam permainan judi yang diselenggarakan oleh Tjin Hoat alias Ahwat yang berkas tuntutan perkaranya dipisahkan dari kasus ini.

Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap para terdakwa adalah para terdakwa tidak memiliki alasan pembenar dan pemaaf sebagai alasan penghapus pidana sehingga dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Sebagaimana telah dibahas dalam Bab I skripsi ini,setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak serta merta dapat dimintakan pertanggungjawabannya kecuali tiadanya alasan pembenar dan pemaaf atas tindak pidana yang dilakukan oleh si pelaku.

Hal yang memperberat putusan Majelis Hakim terhadap para terdakwa adalah para terdakwa tidak mendukung program Pemerintah untuk memberantas masalah perjudian. Hal-hal yang meringankan para terdakwa dalam kasus ini adalah selain karena para terdakwa yang mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, para terdakwa juga baru pertama kalinya dihukum. Sanksi yang dijatuhkan juga lebih ringan daripada yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum. Dalam hal ini pertimbangan Majelis Hakim sudah jelas yakni pemberian sanksi pidana tidaklah semata-mata untuk memberikan siksaan


(22)

akan tetapi juga harus memberikan penjeraan terhadap para terdakwa sekaligus memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk berubah.


(23)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana judi adalah:

a. Pasal 303 dan 303 bis KUHPidana.

b. Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. c. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (ITE).

d. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian.

2. Jika dilihat menurut unsur-unsur yang terdapat pada pasal 303 ayat (3) KUHP, maka permainan dadu guling (samkwan) dapat dikategorikan sebagai permainan judi. Hal ini tercermin dari adanya unsur menggantungkan kemungkinan memperoleh keuntungan pada faktor kebetulan dan juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir serta unsur adanya yang dipertaruhkan. Tanpa adanya alasan pemaaf dan/atau alasan pembenar dari si pelaku, maka pelaku permainan dadu guling (samkwan) dapat dimintakan pertanggungjawabannya dan juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.


(24)

B. Saran

Upaya-upaya dari Pemerintah khususnya dari pihak Kepolisian untuk memberantas praktik perjudian di Indonesia patut diapresiasi. Namun, tujuan untuk memberantas perjudian hingga ke seluruh daerah di Indonesia hanya akan menjadi angan-angan jika tidak ditunjang dengan peraturan yang tegas. Artinya, jangan ada celah bagi pelaku perjudian untuk dapat melaksanakan praktik perjudian dengan aman. Dalam Pasal 303 bis ayat (2) ke-2 KUHPidana diatur bahwa seseorang dapat dipidana jika melakukan perjudian di tempat umum atau di jalan umum tanpa izin dari pemerintah yang berwenang. Artinya pelaku perjudian, jika telah mendapatkan izin dari pemerintah yang berwenang, dapat melakukan perjudian. Menurut penulis, harusnya pemerintah jika ingin mewujudkan Indonesia bebas dari judi haruslah memberikan suatu peraturan yang tegas terhadap perjudian tanpa ada celah. Peraturan yang menegaskan bahwa perjudian dilarang praktiknya dalam bentuk ataupun jenis apapun. Dengan demikian maka tujuan untuk memberantas perjudian hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia dapat tercapai.


(25)

BAB II

KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan perjudian telah dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar walaupun di dalam masyarakat itu sendiri ada yang merasakan dampak negatif serta memberikan ancaman terhadap keamanan mereka. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa perjudian membentuk karakter manusia yang pemalas, yang menggantungkan hidupnya pada harapan-harapan yang belum pasti. Oleh karena itu hukum pidana yang salah satu fungsinya merupakan kontrol sosial harus mampu memberikan kontrol terhadap anggota masyarakat untuk patuh terhadap norma-norma hukum yang berlaku.

Sejarah mencatat ternyata perjudian khususnya di Indonesia tidak mudah diberantas. Bahkan beberapa hasil perjudian didapat oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang pada saat itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya saja yaitu Judi Porkas yang digunakan untuk pembangunan sarana olahraga pada masa Orde Baru. Akan tetapi, terlepas dari pada itu, akibat negatif dari perjudian lebih banyak daripada hal-hal positif yang ditimbulkannya sehingga pemerintah harus mengambil tindakan tegas agar masyarakat menjauhi dan berhenti melakukan perjudian.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka dalam rangka menanggulangi masalah perjudian diperlukan adanya kebijakan hukum pidana (penal policy). Kebijakan tersebut harus dikonsentrasikan pada dua arah yaitu kebijakan bagaimana memaksimalkan peraturan perundang-undangan yang telah


(26)

ada saat ini dan kebijakan untuk memperbaharui hukum pidana khususnya dalam rangka mengatasi perjudian di masa yang akan datang.

A. Ketentuan Tindak Pidana Judi Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara. Berbicara tentang hukum pidana tidak lepas kaitannya dengan subjek dari hukum pidana itu sendiri. Subjek dari hukum pidana adalah manusia selaku anggota masyarakat. Manusia sebagai subjek hukum pidana dalam melakukan aktivitasnya dalam bermasyarakat seringkali melakukan penyimpangan. Hal ini tidak hanya bisa membahayakan dirinya akan tetapi juga dapat merugikan orang lain. Agar terciptanya suatu tatanan masyarakat yang aman dan tertib maka dibutuhkan norma-norma serta ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk mengatur bagaimana anggota masyarakat melaksanakan aktivitasnya tanpa mengganggu kepentingan anggota masyarakat lainnya. Ketentuan-ketentuan tersebut haruslah memiliki sanksi yang bersifat memaksa. Artinya, ketika seseorang melanggar ketentuan yang telah dibuat maka pelanggar akan diberikan hukuman. Berat ringannya hukuman tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukannya.

Hukum Pidana dalam usahanya untuk mencapai tujuannya tidaklah semata-mata hanya dengan menjatuhkan sanksi pidana akan tetapi juga dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Oleh sebab itu hukum pidana merupakan bagian dari politik kriminal yaitu usaha-usaha rasional dalam mencegah terjadinya kejahatan. Demikian juga terhadap perjudian yang merupakan salah satu bentuk kejahatan yang memenuhi rumusan KUHP yang diatur melalui Pasal 303 dan 303 bis. Sesudah dikeluarkannya Undang-undang


(27)

No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, ancaman pidana bagi pelaku perjudian diperberat dengan rincian sebagai berikut:

1. Ancaman pidana dalam Pasal 303 (1) KUHP diperberat menjadi pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah.

2. Pasal 542 KUHP diangkat menjadi suatu kejahatan dan diganti sebutan menjadi Pasal 303 bis KUHP, sedangkan ancaman pidananya diperberat yaitu ayat (1) menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. Ayat (2) menjadi pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa larangan perjudian dalam KUHP sekarang ini adalah dalam Pasal 303 dan 303 bis.

Pasal 303

“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin: a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu;

b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara;

c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.

(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau turut bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.”


(28)

Objek hukum pidana dalam hal ini adalah permainan judi (hazardspel). Tidak semua permainan dikategorikan judi. Permainan yang dikategorikan judi (hazard) adalah segala permainan yang kalah menangnya bukanlah karena kemampuan dari pemainnya akan tetapi hanya bergantung kepada nasib pemain. Dapat dikatakan bahwa seseorang yang kemungkinan menang dalam hazardspel

hanyalah semata karena keberuntungan atau kebetulan semata walaupun kemungkinan untuk menang itu dapat bertambah besar dengan latihan dan kepandaian pemain.

Namun, KUHP tidak memuat tentang bentuk-bentuk permainan judi tersebut secara rinci. Sebagaimana dijelaskan oleh R. Soesilo, tidak semua permainan dapat dikategorikan judi, tetapi hanya permainan-permainan yang mempertaruhkan segala sesuatu yang bernilai dan kemenangannya atau keuntungannya didasarkan pada kebetulan nasib, peruntungan yang tidak dapat direncanakan dan diperhitungkan, seperti dalam permainan dadu, selikuran,

roulette, bakarat, kocok, tombola, termasuk juga totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola dan sebagainya.55

Menurut Adam Chazawi dalam rumusan kejahatan Pasal 303 KUHP tersebut di atas, ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian (hazardspel), dimuat dalam ayat (1):56

Sedangkan ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat (3) menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh ayat (1).

1. butir 1 ada dua macam kejahatan; 2. butir 2 ada dua macam kejahatan; dan 3. butir 3 ada satu macam kejahatan.

55

R. Soesilo, Op.cit, Hal. 222.

56

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, Hal. 158-159.


(29)

Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut mengandung unsur tanpa izin. Dalam unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tiadanya unsur tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya sehingga tidak dipidana. Dimasukkannya unsur tanpa izin ini oleh pembentuk undang-undang terkandung suatu maksud yaitu agar pemerintah atau pejabat pemerintah tertentu dapat melakukan pengawasan dan pengaturan tentang permainan judi.

1. Kejahatan Pertama

Kejahatan bentuk pertama dimuat dalam butir 1 yaitu kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin yang dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Dengan demikian jenis kejahatan ini, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif:

a. perbuatannya menawarkan atau memberikan kesempatan; b. objeknya adalah untuk bermain judi tanpa izin;

c. dijadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur subjektif:

d. dengan sengaja.

Dalam bentuk kejahatan yang pertama ini, si pembuat tidak melakukan permainan judi. Di sini tidak ada larangan main judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah menawarkan kesempatan bermain judi dan/atau memberikan


(30)

kesempatan bermain judi. Sementara itu, orang yang bermain judi dapat dipidana berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 303 bis.

Arti “menawarkan kesempatan” bermain judi ialah si pelaku melakukan perbuatan dengan cara apapun untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Perbuatan ini mengandung pengertian belum ada orang yang bermain judi, hanya sekedar permulaan pelaksanaan dari perbuatan memberi kesempatan untuk bermain judi.

Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi yang merupakan perbuatan kedua, ialah pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Jadi di sini telah ada orang yang bermain judi. Misalnya menyediakan sebuah kamar atau bahkan rumah untuk orang-orang yang bermain judi.

Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi haruslah dijadikannya sebagai pencaharian. Artinya perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan berlangsung lama dan dari perbuatan si pelaku tersebut dia mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya. Perbuatan itu baru bersifat melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi atau pejabat pemerintah yang berwenang.

Dalam kejahatan bentuk pertama terdapat unsur kesengajaan. Artinya si pelaku memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi. Si pelaku sadar bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah orang-orang yang akan bermain judi, dan disadarinya bahwa perbuatannya dijadikannya sebagai


(31)

pencaharian, artinya dia sadar bahwa dari perbuatannya itu dia mendapatkan uang untuk biaya hidupnya.

Sementara itu, unsur kesengajaan ini tidak harus ditujukan terhadap unsur tanpa izin. Artinya dalam hal si pelaku melakukan dua perbuatan yang dilarang itu tidak menjadikan syarat tentang bagaimana sikap batinnya terhadap tanpa izin. Tidak disyaratkan bahwa dia harus menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi tanpa mendapatkan izin dari instansi atau pejabat yang berwenang. Hal ini dikarenakan letak unsur tanpa izin berada sebelum unsur kesengajaan tersebut dalam rumusan kejahatan.

2. Kejahatan Kedua

Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam butir 1, ialah melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan atau usaha permainan judi. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif: a. perbuatannya: turut serta;

b. objek: dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. Unsur subjektif:

c. dengan sengaja.

Pada kejahatan jenis kedua ini, perbuatan adalah turut serta (deelnemen). Artinya ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan judi yang disebutkan pada bentuk pertama. Apabila dihubungkan dengan bentuk-bentuk penyertaan yang ditentukan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP, pengertian turut serta menurut pasal ini lebih luas daripada sekedar turut serta sebagai orang yang turut serta melakukan (medepleger). Pengertian dari perbuatan turut serta atau


(32)

menyertai di sini selain orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh orang yang turut serta melakukan (medepleger) menurut Pasal 55 KUHP, juga termasuk orang yang membantu melakukan (medeplictige) dalam Pasal 56 KUHP. Bentuk orang yang menyuruh (doen pleger) dan penganjur (uit lokker) tidak dikategorikan dalam hal ini dikarenakan kedua bentuk ini tidak terlibat secara fisik dengan orang lain yang melakukan perbuatan yang dilarang.

Keterlibatan secara fisik orang yang turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin, yang dimaksudkan pada bentuk pertama, terdiri dari perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan kepada orang untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan uang atau penghasilan sebagai pencaharian. Jadi yang dimaksud dengan kegiatan usaha permainan judi adalah setiap kegiatan yang menyediakan tempat dan waktu (memberikan fasilitas) kepada orang-orang untuk bermain judi, yang dari kegiatan usaha tersebut ia mendapatkan uang atau penghasilan. Dalam kejahatan jenis kedua ini juga terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan di sini harus ditujukan pada unsur perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah dalam kegiatan permainan judi.

3. Kejahatan Ketiga

Kejahatan bentuk ketiga ialah “melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi”. Dengan demikian terdapat unsur-unsur:

Unsur-unsur objektif:

a. perbuatan: menawarkan dan memberi kesempatan; b. objek: kepada khalayak umum;


(33)

c. untuk bermain judi tanpa izin. Unsur subjektif:

d. dengan sengaja.

Kejahatan bentuk ketiga ini, memiliki persamaan dengan kejahatan bentuk pertama. Persamaannya adalah pada unsur tingkah laku, yakni pada perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan. Perbedaaannya adalah sebagai berikut:

a. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak ditujukan kepada satu orang tertentu saja melainkan secara umum.

b. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian.

Khalayak umum artinya kepada siapapun, tidak ditujukan pada orang perorangan atau orang tertentu. Siapapun juga dapat menggunakan kesempatan untuk bermain judi. Pada bentuk ketiga terdapat pula unsur kesengajaan, yang harus ditujukan pada: (a) melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan/atau perbuatan memberi kesempatan; (b) khalayak umum, dan (c) bermain judi. Artinya, si pelaku melakukan kedua perbuatan itu di depan khalayak umum untuk bermain judi.

Akan tetapi kesengajaan pelaku tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin, dikarenakan seperti bentuk pertama, unsur tanpa izin dalam rumusan


(34)

letaknya sebelum unsur kesengajaan. Artinya si pelaku tidak perlu menyadari bahwa dalam melakukan kedua perbuatan tersebut ia tidak mendapatkan izin dari instansi yang berwenang.

4. Bentuk Keempat

Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam Pasal 303 ayat (1), adalah larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin. Unsur-unsurnya adalah:

Unsur objektif:

a. perbuatannya: turut serta;

b. objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. Unsur subjektif:

c. dengan sengaja.

Kejahatan bentuk keempat ini hampir sama dengan kejahatan perjudian bentuk kedua. Perbedaannya hanyalah pada kegiatan usaha perjudian yang dijadikan sebagai mata pencaharian. Pada bentuk keempat ini, keturutsertaan si pelaku ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian. Demikian juga unsur kesengajaan turut sertanya ditujukan pada kegiatan dalam melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan bermain judi kepada khalayak umum.

5. Bentuk Kelima

Bentuk kelima kejahatan mengenai perjudian ialah “melarang orang yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian”. Dengan demikian, dalam kejahatan bentuk kelima ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut:


(35)

a. perbuatannya: turut serta;

b. objek: dalam permainan judi tanpa izin; c. sebagai mata pencaharian.

Perbuatan materiil turut serta (deelnemen) terdapat pada kejahatan bentuk kedua, keempat dan kelima. Pada bentuk kelima, unsur dalam “menjalankan kegiatan usaha” tidak dimuat lagi. Artinya si pelaku di sini tidak ikut serta dalam menjalankan usaha permainan judi. Menjalankan usaha adalah berupa perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi. Pada bentuk kelima ini, si pelaku ikut terlibat bersama dengan orang lain yang bermain judi, dan bukan kepada orang yang melakukan usaha perjudian. Si pelaku dalam bermain judi tanpa izin haruslah dijadikannya sebagai mata pencaharian, artinya dari permainan judi tersebut dia mendapatkan penghasilan untuk keperluan hidupnya. Jadi tidak dipidana apabila ia bermain judi hanya sebagai hiburan belaka.

Pasal 303 bis

“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

a. barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar Pasal 303;

b. barangsiapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggiran jalan umum ataupun di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.

(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.”

Tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut:


(36)

2. menggunakan kesempatan untuk bermain judi

3. yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP.

Unsur objektif kedua yakni “menggunakan kesempatan untuk bermain judi” merupakan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP. Pengertian dari menggunakan kesempatan untuk bermain judi tersebut bukan pemakaian kesempatan yang terbuka karena ada orang yang memberikan kesempatan untuk bermain judi, misalnya berjualan di tempat dimana kesempatan untuk bermain judi itu telah diberikan oleh seseorang, melainkan hanya pemakaian kesempatan untuk bermain judi saja.

Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP adalah “yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP”. Yang dimaksudkan dengan yang sifatnya melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 303 KUHP adalah bukan bertindak sebagai orang yang memberikan kesempatan

untuk berjudi melainkan sebagai orang yang memakai kesempatan untuk melakukan permainan judi.

Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut:

1. Barangsiapa

2. ikut serta bermain judi

3. di jalan umum atau di pinggiran jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk dikunjungi oleh umum


(37)

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam ketentuan pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 di atas adalah “ikut serta bermain judi”. Kata-kata “ikut serta” atau “deelnemen” jangan diartikan sebagai “keikutsertaan” atau “deelneming” seperti yang dimaksudkan dalam ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP melainkan harus diartikan dalam pengertiannya secara umum menurut bahasa sehari-hari. Artinya, orang tersebut secara in concreto berjudi sehingga dapat disebut ikut serta dalam permainan judi.

Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang diatur dalam ketentuan pidana dalam Pasal 303 bis ayat (1) angka 2 adalah “di jalan umum atau di pinggiran jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk dikunjungi oleh umum”. Yang dimaksudkan dengan jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan sebagai lalu lintas umum. Untuk dapat disebut sebagai “jalan umum”, tidaklah perlu suatu jalan tersebut harus dibuat oleh atau atas nama pemerintah, bahkan tidak perlu dibuat atas biaya dari pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan jalan milik seseorang atau yang terdapat di atas tanah seseorang, yang oleh pemiliknya telah memperuntukkan jalan tersebut untuk dilalui secara umum.

Dari rumusan di atas jelaslah bahwa ada niat yang serius dari pemerintah untuk menanggulangi perjudian dengan memberikan pemberatan terhadap bandar judi dan juga pemain yang ikut dalam perjudian pasca keluarnya Undang-undang No. 7 Tahun 1974.


(38)

B. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Perundang-undangan Lainnya 1. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian

Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka perlu terlebih dahulu kita menelaah pertimbangan-pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:

a. Bahwa perjudian pada pokoknya bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila serta membahayakan penghidupan dan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Bahwa oleh karena itu perlu diadakan usaha-usaha untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai kepada lingkungan yang sekecil-kecilnya, untuk akhirnya menuju penghapusannya sama sekali dari seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi tertanggal 7 Maret tahun 1912 (Stb. 1912 Nomor 230), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 31 Oktober tahun 1935 (Stb. 1935 Nomor 526), telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan. d. Bahwa ancaman hukuman dalam pasal-pasal KUHP mengenai perjudian

dianggap tidak sesuai lagi, sehingga perlu diusahakan ada perubahan untuk memperberatnya.

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu disusun Undang-undang tentang Penertiban Perjudian.

Judi ataupun perjudian dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebut sebagai tindak pidana perjudian dan


(39)

identik dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP maupun dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. 57

a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu;

Lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian merupakan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang menetapkan dan merubah beberapa ketentuan yang ada dalam KUHP. Adapun perumusan dan penetapan ketentuan sanksi pidana oleh pembentuk undang-undang diatur dalam Pasal 303 dan 303 bis, yang kedua pasal tersebut adalah kejahatan.

Kejahatan yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin:

b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya suatu tata cara;

c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

57

Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, Hal. 69.


(40)

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.

(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Perbuatan yang dianggap sebagai bentuk tindak pidana kesusilaan dalam hal perjudian adalah menggunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 bis yang rumusannya sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah;

a. barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303;

b. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali jika ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.

(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat


(41)

dikenakan pidana penjara paling lama enam tahum atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.58

a. Perjudian yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan apabila pelaksanaannya telah mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Hal ini beberapa kali terjadi di Indonesia antara lain:

Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya. Ancaman hukuman yang berlaku sekarang ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat pelaku perjudian merasa jera.

Salah satu ketentuan yang merumuskan ancaman terhadap tindak pidana perjudian adalah dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Dengan adanya ketentuan dalam KUHP tersebut maka permainan perjudian dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:

• Casino dan petak sembilan di Jakarta dan Sari Empat di Jalan Kelenteng Bandung.

• Toto (totalisator) Grey Hound di Jakarta (ditutup 1 Oktober 1978 oleh Pemerintah DKI).

• Undian harapan yang sudah berubah menjadi undian sosial berhadiah, pusatnya ada di Jakarta. Di Surabaya ada undian Sampul Rezeki,


(42)

Sampul Borobudur di Solo, Sampul Danau Toba di Medan, Sampul Sumber Harapan di Jakarta, semuanya berhadiah 80 juta rupiah.59

Dari jenis perjudian tersebut bukan merupakan kejahatan karena sudah mendapat izin dari Pemerintah Daerah dengan berlandaskan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian. Pasal 1 ayat (1) dan 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian menyatakan sebagai berikut:

Pasal 1 ayat (1):

“Barangsiapa mengadakan undian harus lebih dahulu mendapat izin dari yang berwajib berdasarkan peraturan-peraturan dalam pasal-pasal berikut, kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 2.”

Pasal 2:

“Undang-undang ini tidak berlaku untuk undian yang diadakan: a. Oleh negara

b. Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh suatu perkumpulan yang telah berdiri sedikitnya satu tahun, di dalam lingkungan yang terbatas pada para anggota, untuk keperluan sosial, sedang jumlah harga nominal dari undian tidak lebih dari Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah). Undian ini harus diberitahukan kepada instansi Pemerintah yang berwajib, dalam hal ini Kepala Daerah.”

Artinya undian yang dapat diadakan itu ialah oleh: 1) Negara

2) Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh suatu perkumpulan yang terbatas pada para anggota untuk keperluan sosial, sedang jumlah harga nominal dan undian tidak lebih dari Rp. 3.000,-

59


(43)

Undian ini harus diberitahukan kepada Instansi Pemerintah yang berwajib, dalam hal ini izin dari Kepala Daerah untuk mengadakan undian yang hanya dapat diberikan untuk keperluan sosial yang bersifat umum.

b. Perjudian yang merupakan tindak pidana kejahatan, apabila pelaksanaannya tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, contohnya bermain dadu. Bentuk permainan ini sifatnya hanya untung-untungan saja, karena hanya menggantungkan pada nasib baik atau buruk.

Dalam Pasal 303 bis KUHP menyebutkan unsur-unsurnya sebagai berikut: a. Menggunakan kesempatan untuk main judi

b. Dengan melanggar ketentuan Pasal 303 KUHP

Perlu diketahui rumusan Pasal 303 bis KUHP tersebut sama dengan Pasal 542 KUHP yang semula merupakan pelanggaran dengan ancaman pidana pada ayat (1)nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.

2. Ketentuan Tindak Pidana Judi Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Sebelum dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, tindak pidana perjudian diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 542 KUHP. Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian seperti telah dibahas menyebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, serta memperberat ancaman hukuman bagi pelaku yang dianggap sudah tidak sesuai lagi pada saat itu dan juga untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Setelah keluarnya


(44)

Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, maka perjudian di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 303 dan 303 bis.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di dunia memberikan dampak yang cukup besar terhadap perkembangan kejahatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak diimbangi dengan perkembangan hukum positif yang ada di Indoensia. Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang sudah biasa menjadi lebih modern. Salah satu perkembangan teknologi di bidang informasi adalah internet. Internet merupakan media dimana orang-orang melakukan kegiatan di dunia maya. Dengan internet, maka pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatan dengan resiko yang lebih kecil karena susah diusut, diproses serta diadili dikarenakan belum adanya aturan-aturan yang mengatur tentang kejahatan yang terjadi di dunia maya. Salah satu kejahatan yang sering dilakukan di dunia maya adalah perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan internet.

Maraknya perjudian dengan sarana internet di era globalisasi saat ini didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang telah menjadi bagian dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam dunia kita saat ini, komputer bukan hanya sekedar alat hitung, tetapi media yang juga dapat menyebarkan informasi dan memberikan layanan multi guna. Telepon genggam yang memiliki berbagai fitur layanan bukan hanya sekedar alat telekomunikasi, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan diri dan mencari informasi.60

60

Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw ; Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT Tatanusa, Jakarta, 2012. Hal. 101.


(45)

Untuk mengatasi kejahatan-kejahatan yang berada di dunia maya, Pemerintah membuat aturan-aturan baru agar pelaku kejahatan dapat dihukum akibat perbuatannya di dunia maya tetapi memberikan efek merugikan bagi orang lain di dunia nyata. Oleh karena itu Pemerintah menerbitkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UU ITE yang di dalamnya diatur mengenai berbagai kegiatan di dunia maya termasuk hal-hal yang dilarang karena melanggar hukum dan mengandung unsur pidana. Walaupun tindak pidana judi di dunia maya tidak diatur secara khusus dalam suatu peraturan tetapi di dalam UU ITE tindak pidana judi melalui internet telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) sebagai perbuatan yang dilarang, yaitu:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”.

Pengaturan pasal 27 UU ITE juga mengacu pada KUHP yaitu pasal 303 dan 303 bis KUHP. Setidaknya ada beberapa materi yang terdapat di dalam pasal 303 dan 303 bis KUHP yang tercakup di dalam pasal 27 ayat (2) UU ITE. Berdasarkan pasal 27 ayat (2) UU ITE, dapat kita temukan unsur-unsur esensial perjudian dengan sarana internet, yaitu unsur subjektif dan objektif.

a. Unsur Subjektif 1) Setiap orang

Yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan, baik Warga Negara Indonesia, Warga Negara Asing, maupun badan hukum. Dalam penerapannya menegaskan bahwa UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum yang diatur dalam undang-undang


(46)

ini baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

2) Dengan sengaja dan tanpa hak

Unsur sengaja mengandung makna “mengetahui” dan “menghendaki” dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang oleh UU ITE, atau mengetahui dan menghendaki terjadinya suatu akibat yang dilarang oleh UU ITE. Pemahaman kesengajaan dalam UU ITE mengacu pada teori-teori kesengajaan yang berlaku di Indonesia, yaitu:

a) Kesengajaan sebagai maksud b) Kesengajaan sebagai kepastian c) Kesengajaan sebagai kemungkinan61 b. Unsur Objektif

1) Mendistribusikan

Yang dimaksud dengan mendistribusikan adalah mengirimkan informasi atau dokumen elektronik kepada seorang atau beberapa pihak atau tempat melalui atau dengan sistem elektronik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan mengirimkan surat elektronik (email), SMS, MMS kepada banyak penerima.

2) Mentransmisikan

61


(47)

Yang dimaksud dengan mentransmisikan adalah mengirimkan atau meneruskan informasi atau dokumen elektronik dari satu pihak atau dari satu tempat kepada pihak atau tempat yang lain.

3) Membuat dapat diaksesnya

Yang dimaksud dengan membuat dapat diaksesnya memiliki makna membuat inforasi atau dokumen elektronik dapat diakses oleh orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu tautan atau referensi (link) yang dapat digunakan oleh pengguna internet untuk mengakses lokasi atau dokumen, memberikan kode akses (password) sehingga para pelaku perjudian online dapat mudah menemukan tautan-tautan yang berkaitan dengan perjudian secara online dengan mudah dan cepat.

4) Informasi atau dokumen elektronik

Pasal 1 UU ITE memberikan defenisi Informasi Elektronik sebagai berikut:

“Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”

Sedangkan pengertian dokumen elektronik menurut Pasal 1 UU ITE adalah:

“Setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, eletromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas oleh tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang


(48)

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Esensi perbedaannya antara informasi dan dokumen elektronik adalah bahwa informasi elektronik pada dasarnya adalah konten, sedangkan dokumen elektronik merupakan media dari konten itu sendiri sesuai dengan bentuk di atas yaitu analog, digital, elektromagnetik, atau optical.

5) Muatan perjudian

Unsur yg terakhir adalah adanya muatan perjudian. Secara sederhana, yang dimaksud dengan adanya muatan perjudian adalah di dalam

website perjudian terdapat bursa taruhan yang dibangun oleh seseorang. Akan tetapi, jika mengacu pada unsur perjudian maka yang dimaksud dengan muatan perjudian tidak hanya sekedar website dan bursa taruhan yang ada di dalam website, akan tetapi harus ada bagian penting lainnya yaitu harus adanya yang memasang taruhan dan adanya hasil dari taruhan tersebut, baik menang atau kalah.

3. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian

Maraknya praktek perjudian di masa lalu telah menyadarkan pemerintah bahwa perlu adanya suatu peraturan-peraturan yang jelas dan upaya penanggulangan kejahatan perjudian tidak hanya cukup dituangkan di dalam undang-undang saja melainkan juga harus diikuti dengan adanya peraturan-peraturan lainnya yang mendukung pemberantasan tindak pidana perjudian.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian merupakan salah satu produk peraturan yang dikeluarkan


(49)

pemerintah dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, dirasa perlu untuk melarang pemberian izin penyelenggaran perjudian. Hal ini dapat dilakukan dengan penghapusan segala jenis dan bentuk perjudian yang pada prakteknya terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian berbunyi sebagai berikut:

a. Pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian dilarang, baik yang diselenggarakan di kasino, di tempat-tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan yang lain.

b. Izin penyelenggaran perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret 1981.

Dalam Pasal 1 di atas dinyatakan dengan jelas bahwa segala izin terhadap penyelenggaran perjudian semenjak peraturan pemerintah tersebut dikeluarkan telah dilarang walau dengan alasan apapun. Pada ayat (2) juga ditegaskan bahwa setiap izin yang telah dikeluarkan sebelumnya atas penyelenggaraan perjudian dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama pemberantasan perjudian hingga dihapuskan sama sekali dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, selain mengatur tentang tidak berlakunya lagi izin yang telah diberikan atas penyelenggaran perjudian serta dilarangnya pemberian izin terhadap pelaksanaan perjudian dengan alasan apapun, juga menegaskan bahwa segala jenis peraturan yang bertentangan dengan peraturan pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian.


(50)

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian disebutkan bahwa pelarangan adanya izin terhadap pelaksanaan perjudian adalah terhadap segala jenis dan bentuk perjudian. Jenis dan bentuk yang dimaksud di dalam pasal tersebut terdapat dalam penjelasan peraturan pemerintah tersebut, diterangkan bahwa bentuk dan jenis perjudian yang dimaksud di dalam Pasal 1 tersebut adalah sebagai berikut62

a. Perjudian di kasino, antara lain: Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super ping-pong, Lotto fair, Satan, Paykyu, Slot machine (Jackpot), Ji Sie Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser/bulu ayam pada paser atau sasaran yang berputar, Pachinko, Poker, Twenty one, Hwa-hwe, dan kiu-kiu.

:

b. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri atas: Lempar paser/bulu ayam pada sasaran yang tidak bergerak, lempar gelang, lempar koin, kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, hailai, mayong/macak dan erek-erek.

c. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain misalnya kebiasaan antara lain: adu ayam, adu sapi, adu kerbau, karapan sapi, pacu kuda, adu domba/kambing.

Namun, dalam Peraturan Pemerintah ini juga masih terdapat adanya sedikit celah yaitu jika jenis perjudian yang dijelaskan pada bagian (c) di atas merupakan kebiasaan dalam upacara keagamaan maka jenis-jenis kegiatan di atas dapat dilakukan. Akan tetapi di dalam Peraturan Pemerintah ini juga telah dicantumkan suatu langkah preventif yakni bahwa peraturan ini tetap akan berlaku terhadap setiap jenis dan bentuk perjudian yang mungkin akan muncul di masa mendatang sehingga akan mencegah berkembangnya jenis dan bentuk permainan baru yang bisa saja mencari celah untuk melaksanakan permainan judi.

62

Penjelasan Pasal demi Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian


(51)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan hukum nasional yang pada saat sekarang ini merupakan masalah hangat, karena didorong oleh adanya semangat untuk menegakkan The Rule of Law, dan didukung oleh perasaan tidak puas terhadap hukum-hukum positif sekarang ini.

Dalam rangka proses pembangunan di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, permasalahan hukum adalah merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan termasuk dalam hal ini permasalahan-permasalahan yang berada dalam ranah hukum pidana.

Pembangunan dalam bidang hukum khususnya pembangunan hukum pidana, tidak hanya mencakup pembangunan yang bersifat struktural, yakni pembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme, tetapi juga harus mencakup pembangunan substansial berupa produk-produk yang merupakan hasil suatu sistem hukum dalam bentuk peraturan hukum pidana dan yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi berlakunya sistem hukum.1

Hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban sebagai objek dalam ilmu hukum pidana. Masalah perbuatan jahat perlu dibedakan ke dalam

1


(52)

perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat dipandang secara konkret sebagaimana terwujud dalam masyarakat, yaitu perbuatan manusia yang memperkosa/menyalahi norma-norma dasar masyarakat secara konkret. Ini adalah pengertian “perbuatan jahat”dalam kriminologis. Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana, perbuatan jahat disini adalah perbuatan jahat sebagaimana terwujud in abstractio dalam peraturan-peraturan pidana.2

Perbuatan-perbuatan pidana ini menurut wujud atau sifatnya adalah bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, perbuatan-perbuatan tersebut adalah perbuatan yang melawan (melanggar) hukum. Tegasnya perbuatan-perbuatan tersebut merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan pidana itu bersifat merugikan masyarakat, jadi anti-sosial. Karenanya perbuatan-perbuatan itu dilarang keras atau pantang dilakukan.3

Perkembangan masyarakat pada masa sekarang ini mengakibatkan banyak kegiatan-kegiatan yang dapat dikategorikan oleh masyarakat sebagai suatu tindakan yang telah menyimpang dari hukum yang ada. Faktor ekonomi serta pendidikan yang rendah mengakibatkan adanya efek negatif yang berkembang di dalam masyarakat sehingga menimbulkan suatu perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai suatu kejahatan dan meresahkan masyarakat sekitar. Hukum Pidana seringkali digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial

2 Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, 2004, Hal. 32.

3


(53)

khususnya dalam penanggulangan kejahatan khususnya masalah perjudian sebagai salah satu bentuk penyakit masyarakat, salah satu bentuk patologi sosial.4

Perjudian merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat, satu bentuk patologi sosial. Sejarah perjudian sudah ada di muka bumi ini sejak beribu-ribu tahun yang lalu, sejak dikenalnya sejarah manusia. Masih segar menempel di ingatan sewaktu masih kecil, tengah bermain-main kelereng. Barangsiapa yang menang, mendapat hadiah segenggam gundu atau kemenangan dalam jenis permainan lainnya mendapat hadiah berupa: digendong oleh temannya melintas halaman. Dalam permainan karet gelang jika kalah bermain, sebab gelang karetnya tertindih oleh milik lawan, dia harus membayar 5 gelang karet. Bermacam-macam bentuk permainan anak-anak itu sudah mengandung unsur perjudian secara kecil-kecilan, karena di dalamnya ada unsur pertaruhan.5

Pada dasarnya, individu yang melakukan tindakan judi disebabkan oleh adanya ekspektasi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (utility maximitation) bagi kesejahteraannya. Ekspektasi tersebut kemudian membuat para pelaku judi melakukan spekulasi-spekulasi dengan cara-cara yang destruktif yang menghalalkan segala cara. Kemenangan yang dirasakan ketika berhasil

Perjudian merupakan penyakit sosial yang buruk. Kemenangan yang dihasilkan dari perjudian tidak akan bertahan lama dan justru akan berakibat pada pengrusakan karakter individu dan akan merusak kehidupannya. Banyak sudah fakta menceritakan bahwa pemenang judi tidak selalu memiliki hidup yang sejahtera, sebagian besar mengalami kemiskinan yang begitu parah dan mengalami keterasingan dari keluarga dan masyarakat.


(54)

meraup keuntungan membuat eskalasi kegembiraan yang sangat tinggi dan mengantar keinginan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi. Salah satu cara destruktif yang digunakan oleh para pelaku tindakan judi adalah akan mempertaruhkan segala sesuatu yang dianggap sebagai harta untuk diserahkan di tempat perjudian. Kelanjutan dari perilaku tersebut akan berefek kepada tindakan-tindakan yang menyimpang lainnya (disfungtional behaviour), tidak lagi mematuhi pranata-pranata sosial, norma, nilai dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus di dalam masyarakat, bila tidak diselesaikan secara komprehensif, baik secara persuasif dan preventif maka akan menimbulkan penyakit sosial masyarakat. Penyakit sosial akan sulit diobati bilamana didukung oleh suatu kebiasaan atau perilaku menetap yang telah dilakukan oleh sebagian masyarakat pada generasi sebelumnya yang terus menerus masih dilestarikan seperti perilaku sabung ayam dan sejenisnya yang di dalamnya ada unsur judi. Terdapat pula pemahaman yang keliru oleh sebagian masyarakat bahwa perilaku-perilaku yang cenderung beraroma judi dianggap sebagai permainan dan filantropi (kerelaan memberikan sumbangan kepada pihak lain) namun semua itu jelas menggambarkan model judi yang dimodifikasi.6

Perjudian di satu pihak sangat erat berkaitan dengan kehidupan dunia bawah (underworld), tapi di pihak yang lain dilegatisasi dan seakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia rekreasi dan hiburan. Keberanian dalam mengambil risiko dan ketangguhan menghadapi ketidakpastian dalam dunia perjudian dan bisnis merupakan dua elemen yang nuansanya sama, kendati dalam konteks yang amat berbeda. Oleh sebab itu, dalam komunitas masyarakat tertentu


(55)

perjudian tidak dianggap sebagai perilaku menyimpang yang dapat menimbulkan masalah moral dalam komunitas. Berbeda dengan pendapat tersebut, American Psychiatric Association (APA) menyatakan bahwa perilaku berjudi dapat dianggap sebagai gangguan kejiwaan yang termasuk dalam Impuls Control Disorder, jika perilaku berjudi tersebut sudah tergolong kompulsif. Hal ini didasarkan atas kriteria perilaku yang cenderung dilakukan secara berulang-ulang tanpa dikendalikan, sudah mendarah daging dan sulit untuk ditinggalkan.7

Selain itu kasus yang banyak terjadi adalah tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh sebagian orang adalah tindak pidana perjudian yang sama sekali baru. Baru dalam artian cara melakukan serta alat-alat yang digunakan untuk berjudi. Hal ini disebabkan oleh perkembangan iptek termasuk juga lingkungan dimana mereka sering berinteraksi. Seperti mengenai judi yang dilakukan dalam dunia maya, Pemerintah khususnya Lembaga Perwakilan Rakyat yang salah satu fungsinya adalah legislasi, membentuk peraturan-peraturan mengenai kejahatan di dalam dunia maya termasuk perjudian. Hal tersebut dapat kita lihat dalam

Pada dasarnya telah ada pengaturan mengenai tindak pidana perjudian sebagaimana diatur dalam Pasal 303 KUHP serta Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Perjudian. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa kelemahan. Suatu permainan dapat dikatakan judi apabila beberapa orang telah tertangkap tangan sedang bermain suatu permainan yang telah dikategorikan judi di dalam peraturan oleh petugas yang berwenang. Artinya, pelaku judi tidaklah perlu takut harus ditangkap akibat laporan dari pihak lain selama pelaku tidak tertangkap tangan oleh aparat ketika sedang bermain judi.


(56)

Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkhusus pada Pasal 27. Kenyataannya adalah masih banyak di bentuk-bentuk perjudian yang dilakukan yang belum diketahui oleh Pemerintah yang berkembang dari masing-masing daerah.

Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”.8 Berjudi ialah9

Sedangkan menurut Kartini Kartono dalam bukunya Patologis Sosial, perjudian adalah

:

“Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan dengan tujuan mendapatkan sejumah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula”.

10

1. Adanya pengharapan untuk menang; :

“Pertaruhan dengan sengaja; yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya”. Berdasarkan Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, perjudian dinyatakan sebagai berikut:

“Main judi berarti tiap-tiap permainan yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja; juga kalau kemungkinan bertambah besar, karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, demikian juga segala pertaruhannya.”

Berdasarkan defenisi tersebut maka Permainan Judi (hazardspel) mengandung unsur:

8

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, Hal. 419.

9Ibid 10


(1)

6. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak membantu penulis baik waktu serta pikiran dan memberikan masukan-masukan yang sangat berarti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Liza Erwina, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Alwan, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah banyak membantu penulis baik waktu serta pikiran dan memberikan masukan-masukan yang berarti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama menjalani proses belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Dosen dan Para Staf Pengajar yang telah mengajar penulis selama menjalani proses belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Staf Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

12. Kepada adik-adik penulis, Selvia, Indah, Lilin, Ari, Yana, Opik dan para saudara penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di sini yang telah menyemangati penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada sahabat penulis Dema, Anggik, Titok, dan Rey yang selalu mendorong dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Kepada rekan-rekan perjuangan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Wujudkan sosialisme Indonesia kawan-kawan. Perjuangan belum selesai, salam setengah merdeka.

15. Kepada kawan-kawan 2010 khususnya Rio, Michael, Advent, Henny, Lorenza, Charles dan Teguh.

16. Kepada senior yang telah membantu penulis khususnya Bang Ivan, Bang Udur, Bang Herman, Bang Agus, Bang Slamet dan semua senior yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

17. Astry Meyland Samosir, S.H. yang telah menjadi rekan, kawan, adik, lawan, kekasih penulis yang tidak jemu-jemu menyemangati penulis untuk tetap menjadi pribadi yang lebih baik.


(3)

Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu penulis memohon maaf apabila adanya keterbatasan pengetahuan dan informasi penulis. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna sebaik-baiknya bagi para pembaca dan juga bagi perkembangan hukum di Indonesia.

Medan, Maret 2017 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Manfaat dan Tujuan Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Metode Penelitian ... 37

G. Sistematika Penulisan ... 39

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN YANG BERLAKU DI INDONESIA ... 41

A. Ketentuan Tindak Pidana Judi menurut Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 42


(5)

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian ... 54

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 59

3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian ... 64

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERMAINAN JUDI DADU GULING (SAMKWAN) ... 67

A. Permainan Dadu Guling Ditinjau dari Hukum Pidana di Indonesia ... 67

B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Permainan Judi Dadu Guling (Samkwan) berdasarkan Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ... 72

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87


(6)

ABSTRAK Oris Meiditus Hulu*

M. Hamdan** Alwan***

Perjudian merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat, satu bentuk patologi sosial. Oleh karena itu praktek perjudian harus dihapuskan. Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan perjudian telah dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar walaupun di dalam masyarakat itu sendiri ada yang merasakan dampak negatif serta memberikan ancaman terhadap keamanan mereka. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa perjudian membentuk karakter manusia yang pemalas, yang menggantungkan hidupnya pada harapan-harapan yang belum pasti. Oleh karena itu hukum pidana yang salah satu fungsinya merupakan kontrol sosial harus mampu memberikan kontrol terhadap anggota masyarakat untuk patuh terhadap norma-norma hukum yang berlaku.Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka dalam rangka menanggulangi masalah perjudian diperlukan adanya kebijakan hukum pidana (penal policy). Kebijakan tersebut harus dikonsentrasikan pada dua arah yaitu kebijakan bagaimana memaksimalkan peraturan perundang-undangan yang telah ada saat ini dan kebijakan untuk memperbaharui hukum pidana khususnya dalam rangka mengatasi perjudian di masa yang akan datang.

Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku permainan judi dadu guling (samkwan) berdasarkan Putusan No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah permainan dadu guling dapat dikatgorikan perjudian dengan melihat unsur-unsurnya dan bagaimana sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku permainan dadu guling tersebut sebagai pertanggungjawaban pidana. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan. Analisis data dalam penulisan ini menggunakan analisis data kualitatif kemudian disimpulkan secara deskriptif.

Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah: 1) permainan judi dadu guling (samkwan) berdasarkan unsur-unsurnya telah memenuhi kategori sebagai perjudian. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 303 ayat (3) KUHPidana. 2) berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No. 141/Pid.B/2013/PN.KBJ, para terdakwa di dalam Putusan tersebut dijatuhi hukuman pidana dikarenakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan permainan judi jenis dadu guling (samkwan).