Kekuatan Hukum Pembuktian Peralihan Hak Ganti Rugi (PHGR) Notaris Sebagai Syarat untuk Pendaftaran Haknya

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan diberbagai aspek
perekonomian rakyat dan perekonomian nasional, semakin bertambah majunya
perkembangan tersebut, maka bertambah pula keperluan akan kepastian hukum di
bidang pertanahan. Saat ini banyak terdapat persengketaan di bidang pertanahan yang
menimbulkan konflik-konflik berkepanjangan antara warga masyarakat yang
bersengketa, bahkan sampai kepada ahli warisnya. Oleh sebab itu pemerintah harus
memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah
Seperti yang kita ketahui tanah memiliki peran yang penting dalam
mewujudkan keadilan untuk mensejahterakan masyarakatnya, oleh karena itu
pemerintah berdasarkan undang-undang tahun 1960 diterbitkanlah Undang Undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengatur mengenai masalah
keagrariaan/pertanahan di Indonesia, sehingga terjadilah suatu undang-undang yang
mencakup segala aspek pertanahan di Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara
Agraris maka keberadaan UUPA ini sangat penting untuk kepentingan masyarakat
Indonesia terutama yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah. Hal ini penting

karena dengan menguasai berbagai macam hak atas tanah maka perlu pengaturan
yang tertib dan teratur serta berlaku adil untuk seluruh masyarakat.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Negara memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan setiap
warga negaranya, untuk memiliki tempat penghidupan yang layak bagi seluruh
rakyatnya. Selain pemberian jaminan kepastian hukum, Negara berkewajiban
memberikan perlindungan terhadap hak atas tanah yang dipunyai seseorang atau
masyarakat hukum adat.1
Dalam hal ini kewenangan Pemerintah dalam mengatur lalu lintas hukum dan
pemanfaatan tanah, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA yakni dalam
hal kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah termasuk menentukan dan mengatur hubungan
hukum antara orang-orang dengan tanah dan juga menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-perbuatan hukum
yang mengenai tanah.2

Dalam penjelasan umum I dinyatakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan pokok
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yaitu :
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agrarian nasional yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,kebahagiaan dan keadilam
bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang
adil dan makmur;
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3

1

Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi ,
Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, hal. 179
2
.Mhd.Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,
Bandung, 2012, hal 1
3
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia , Djambatan, Jakarta, 1999, hal 216


Universitas Sumatera Utara

3

Selanjutnya Pasal 23, 28 dan 32 UUPA juga mengharuskan kepada
pemegang hak-hak yang bersangkutan untuk mendaftarkan tanahnya agar
memperoleh kepastian haknya. 4 Artinya subjek hak dijamin oleh hukum
menggunakan hak kepemilikan tanah tersebut untuk apa saja asal penggunaan hak itu
sesuai peruntukannya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu
apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan dimanfaatkan oleh pemegang haknya,
idealnya secara yurudisi teknis telah ada jaminan kepastian hukum terhadap semua
bidang tanah yang telah terdaftar dan dampak positifnya dapat mencegah terjadinya
permasalahan pertanahan khususnya yang menyangkut pengunaan dan pemanfaatan
serta mempertahankan hak termasuk kebendaan yang melekat padanya.
Pada kenyataanya hingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat
diwujudkan sepenuhnya, hingga masalah pertanahan muncul dari hak atas tanah
semakin banyak dan semakin beragam. Salah satu penyebabnya adalah belum
terdaftarnya seluruh bidang yang ada, bahkan yang sudah terdaftar saja masih
menyimpan masalah apalagi yang belum terdaftar, sehingga belum tercipta kepastian
dan perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat

dan bahkan negara.
Dalam Hukum Tanah Negara-negara yang menggunakan “azas Perlekatan”
dimana bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya merupakan suatu kesatuan
dengan tanah dan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan, berarti menjadi

4

Muhammad Yamin Lubis, dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran tanah, Mandar Maju,
Bandung, 2012, hal. 5

Universitas Sumatera Utara

4

milik dari si pemilik tanah, sedangkan Hukum Tanah kita menggunakan “Asas
Pemisahan Horizontal” dimana bangunan

dan atau tanaman yang ada bukan

merupakan bagian dari tanah. Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi

pemilikan bangunan dan atau tanaman diaasnya.
Beberapa pengertian yang berhubungan dengan kedudukan tanah yaitu ada
tanah bersertifikat artinya ada tanah yang telah memiliki sertifikat dan telah terdaftar
di kantor Badan Pertanahan Nasional disingkat BPN setempat, hal ini dibuktikan
dengan telah diterbitkannya buku sertifikat tanah. Sertifikat tanah yang diberikan itu
akan memberikan arti dan peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan
yang dapat berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah.
Terhadap tanah –tanah yang belum didaftarkan di kantor BPN dan belum
mempunyai buku tanah atau sertifika tanah, jika hendak melakukan perjanjian jual
beli dengan akta otentik dan nantinya akan dibuatkan dengan Akta Peralihan Dengan
Ganti Rugi, akta tersebut digunakan terhadap tanah yang belum ada hak yang
diberikan diatasnya dan masih merupakan tanah Negara atau dalam pengertian seharihari disebut tanah kosong, yang ada hanyalah hak untuk menguasai dan
mengusahakan sesuatu diatas tanah tersebut dan apabila dilakukan perbuatan jual beli
terhadap tanah tersebut berarti telah terjadi peralihan hak (menguasai dan
mengusahakan) antara pihak penjual dengan pihak pembeli yang diikuti dengan
pembayaran sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian hak atas tanah tersebut.
Pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana
diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 belum dapat terlaksana sebagaimana

Universitas Sumatera Utara


5

mestinya. Hal ini disebabkan beberapa kendala seperti luasnya letak geografis
Indonesia, sehingga memakan waktu yang lama untuk dilaksanakannya pendaftaran
tanah seluruh wilayah, faktor biaya untuk pendaftaran tanah yang cukup tinggi,
tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dan sulitnya pendaftaran
tanah di BPN.
Melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada
Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal yaitu
untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan
kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari pemerintah bertujuan
menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtcadaster .
Rechtcadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya

mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain
seperti perpajakan.5 Hak atas tanah pada dasarnya adalah sebuah kewenangan untuk
“memakai” suatu bidang tanah tertentu dalam memenuhi suatu kebutuhan tertentu. 6
Hak Penguasaan atas tanah adalah hak-hak yang memberi wewenang kepada
pemegang hak yang bersangkutan untuk berbuat semata dengan tanah yang dikuasai. 7

Jika setiap orang yang diberikan haknya ingin mengetahui data atas suatu
bidang tanah yang diberikan hak kepadanya dan dipersilahkan untuk menyelidikinya
sendiri mengenai keadaan tersebut, tentunya akan membutuhkan biaya dan waktu

5

AP.Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia , Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.13
Mohammad Machfud Zarqoni, Hak Atas Tanah, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2015, hal.36
7
Siti Zumrokathun dan Darda Syahrizal, Undang-undang Agraria dan Aplikasinya , Dunia
Cerdas, Jakarta, hal. 51
6

Universitas Sumatera Utara

6

yang banyak, sedangkan hasilnya belum tentu benar. Agar tersedia data atas tanah
yang benar dan masyarakat dapat memperolehnya dengan mudah, maka pemerintah
mengadakan lembaga pengumuman,8 atau disebut juga pendaftaran tanah.

Tetapi kemauan masyarakat untuk melaksanakan pendaftaran tanah di
Indonesia selama ini tidak bisa dilepaskan dari peran BPN selaku lembaga yang
memiliki otoritas dari bidang pendaftaran tanah. Sehingga saat ini masih ditemukan
surat tanah yang dibuat oleh camat maupun lurah atau kepala desa. Surat yang dibuat
oleh camat maupun lurah atau kepala desa tersebut adalah untuk menciptakan bukti
tertulis dari tanah – tanah mereka kuasa, tanpa melalui prosedur sebagaimana yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
Sehingga pada saat itu para camat sering mengeluarkan surat yang berkenan
dengan tanda yang dikenal dengan “SK Camat”. SK camat dibuat dengan berbagai
judul, seperti : Surat Pelepasan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi dan lain-lain. SK
Camat dibuat sebagai bukti hak ataupun bukti peralihan hak atas tanah dan sampai
saat ini masih berlaku di masyarakat, bahkan dapat dipergunakan sebagai jaminan /
agunan pinjaman di bank pemerintah atau bank swasta.
Jika kita telisik lebih dalam lagi, maka kenyataan yang ada didalam
masyarakat kita ini bahwa masih saja kita temukan surat-surat tanah yang dibuat oleh
Camat maupun Lurah atau Kepala Desa. Surat-surat yang dibuat oleh Camat maupun
Lurah Atau Kepala Desa adalah untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah

8


Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1999 hal.

27

Universitas Sumatera Utara

7

yang mereka kuasai, tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam PP
Nomor 24 Tahun 1997. Tanah tersebut ada yang belum dikonversi atau tanah-tanah
Negara yang telah diduduki oleh rakyat, baik dengan sengaja ataupun diatur oleh
Lurah/Kepala Desa ataupun Camat, seolah-olah tanah tersebut merupakan hak
seseorang ataupun termasuk kategori hak adat.
Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga
berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya,
berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.9. Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,dalam Pasal 1 angka (19)
menerangkan bahwa : “buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang
memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada
haknya.10 dan pada pasal selanjutnya yaitu Pasal 1 angka (20) menyebutkan bahwa:

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan,tanah wakaf, Hak
Milik atas satuan rumah susun dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.11
Sertifikat tanah yang diberikan itu adalah tanda bukti kepemilikan yang
memegang peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan dan sebagai alat
bukti hak atas tanah. Namun dengan kepemilikan sertifikat hak atas tanah bukanlah

9

Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landeform di Indonesia dan Permasalahannya , FH
USU Press, Medan, 2000, hal.132
10
Djumialdji, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Mandar Maju, Jakarta, 1995, hal.13
11
Ibid, hal 15

Universitas Sumatera Utara

8


jaminan bahwa tanah akan bebas dari sengketa, tetapi dengan adanya sertifikat dapat
menjadi pegangan dan kepastian hak atas tanah tersebut bahwa tanahnya telah diukur,
telah ditentukan batas-batasnya oleh yang berwenang untuk itu dan negara telah
memberikan hak baginya sebagai pemilik dengan dikeluarkannya sertifikat atas tanah
tersebut.
Negara yang dalam hukum tanahnya menggunakan “Asas Accessie” atau
Asas Perlekatan dimana bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya merupakan
suatu kesatuan dengan tanah yang merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan,
berarti menjadi milik dari si pemilik tanah. Maka hak atas tanah dengan sendirinya,
menurut hukum, meliputi juga pemilikan bangunan dan atau tanaman yang ada diatas
tanah, kecuali apabila ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun atau
menanamkannya, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 500-571 KUH Perdata .12
Tetapi Hukum tanah Indonesia menganut azas pemisahan horizontal, yakni
suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda
atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya, oleh karena itu dalam hal perbuatan
hukum yang dilakukan mengenai jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya
meliputi bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya. Apabila perbuatan hukum
tersebut dilakukan dan bangunan atau tanaman yang ada diatasnya juga termasuk
didalamnya maka hal itu harus secara tegas dinyatakan di dalam akta yang
membuktikan telah dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.

12

Ibid , hal 20

Universitas Sumatera Utara

9

Apabila seseorang bermaksud untuk mengalihkan hak atas tanah dan atau
bangunan yang dimilikinya, biasanya dapat dilakukan dengan cara jual beli,hibah,
tukar menukar, pembagian harta bersama dan sebagainya. Untuk memperoleh
kekuatan hukum dalam mengalihkan hak atas tanah, maka semua perbuatan hukum
tersebut dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dibuatkan
akta otentiknya.
Apabila peralihan hak atas tanah tidak dilakukan di hadapan pejabat yang
berwenang akan tetapi hanya dibuat dengan cara ditulis di atas kertas segel atau
kertas bermaterai, maka hal itu merupakan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah
dalam bentuk akta dibawah tangan, yaitu hanya berupa catatan dari suatu perbuatan
hukum. Hal tersebut sering ditemui terhadap tanah-tanah yang tidak mempunyai
sertipikat (SK Camat, SK Bupati, SK Gubernur, Tanah Grant), jika hendak
melakukan perjanjian jual beli dengan akta otentik, Notaris yang membuat aktanya
dan akta dibuatkan dengan Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR)
Akta Notaris dengan judul Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi biasanya
digunakan terhadap tanah yang tidak bersertipikat. Hal ini disebabkan karena tanah
tersebut belum dilekati dengan sesuatu hak tertentu oleh seseorang dan status
kepemilikan tanah tersebut merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara.
Terhadap tanah yang tidak bersertipikat atau tanah yang dikuasai oleh Negara,
seseorang hanya boleh menguasainya untuk diusahakan sehingga mendapat manfaat
dari tanah tersebut, belum diberikan jaminan kepastian hukum oleh Negara, sebab
belum dilakukan pendaftaran tanahnya dan belum ada tanda bukti haknya.

Universitas Sumatera Utara

10

Untuk itu tanah yang belum bersertifikat yang oleh Notaris dibuatkan Akta
Peralihan Hak dengan Ganti Rugi tersebut, haruslah memiliki kekuatan hukum
pembuktian. Hukum pembuktian merupakan salah satu bidang hukum yang cukup tua
umurnya. Hal ini dapat dilihat dari peran manusia dalam hidup bermasyarakat yang
pada hakekatnya memiliki keadilan.13 Pada umumnya pembuktian diperlukan jika
terjadinya sengketa di pengadilan atau di muka hakim. Yang mana hakim bertugas
menyelidiki apakah hubungan hukum yang menjadi perkara itu, benar-benar ada atau
tidak. Hubungan hukum inilah yang harus terbukti dimuka hakim dan tugas kedua
belah pihak yang berperkara ialah memberi bahan-bahan bukti yang diperlukan oleh
hakim. Dalam arti yang terbatas, pembuktian hanya diperlukan apanbila apa yang
dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat dan apa yang tidak dibantah
tidak perlu di buktikan. Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki
tempat yang sangat penting. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hukum acara atau
hukum formal bertujuan hendak memelihara dan mempertahankan hukum material.
Jadi secara formal hukum pembuktian itu mengatur cara bagaimana mengadakan
pembuktian seperti terdapat di dalam RBg dan HIR. Sedangkan secara materil,
hukum pembuktian itu mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat
bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti tersebut.
Bukti kepemilikan atas tanah sangatlah diperlukan guna memberikan
kekuatan hukum yang kuat atas suatu kepemilikan, begitu pula dengan alas hak atas
tanah yang merupakan dasar bagi seseorang untuk memiliki hak atas tanahnya. Pada
13

Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.9

Universitas Sumatera Utara

11

asasnya setiap orang mempunyai hak, dank arena itu adalah suatu kewajaran jika
setiap orang berusaha untuk mempertahankan haknya.14 Suatu alas hak dapat
dijadikan sebagai dasar penerbitan sertipikat dan memiliki kekuatan pembuktian yang
merupakan suatu bukti tertulis yang berkekuatan sebagai akta dibawah tangan.
Untuk mendapatkan kekuatan hukum terhadap tanah yang belum bersertifikat
tersebut maka perlu kita pelajari, bagaimanakah kekuatan hukum terhadap tanah yang
dibuatkan aktanya di hadapan Notaris dengan nama Akta Pelepasan dengan Ganti
Rugi tersebut. Akta otentik yang dibuatkan oleh Notaris sebagai pejabat yang
berwenang membuat akta tanah haruslah memiliki kekuatan hukum, sehingga tidak
akan menjadi permasalahan hukum di kemudian hari.
Untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah maka setiap perbuatan
hukum mengenai objek tanah sebaiknya dilakukan di hadapan seorang pejabat umum
yaitu Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah disingkat PPAT dan dibuatkan akta
otentik. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
termasuk akta mengenai pertanahan atas perbuatan hukum tertentu dan atas status
tanah tertentu. Khususnya atas tanah yang tidak dilekati hak atas tanah. dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,
14

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata ,
Jakarta, 2012 hal. 45

Kencana,

Universitas Sumatera Utara

12

dalam hal ini tegas diatur objek atas tanah adalah tanah yang dilekati hak atas tanah.15
Dengan penjelasan di atas jelaslah bahwa Notaris dan PPAT memiliki kewenangan
untuk membuat akta yang berkaitan dengan tanah.
Salah satu akta notaris dengan judul Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi
biasanya digunakan terhadap tanah yang belum ada hak yang diberikan diatasnya dan
masih merupakan tanah Negara, ada disebut tanah yang tidak dilekati hak atas tanah,
yang ada hanyalah hak untuk menguasai dan mengusahakan sesuatu diatas tanah
tersebut dan apabila dilakukan perbuatan jual beli terhadap tanah tersebut berarti
telah terjadi peralihan hak (menguasai dan mengusahakan) antara pihak penjual dan
pihak pembeli yang diikuti dengan pembayaran seumlah uang sebagai bentuk ganti
kerugian atas peralihan hak atas tanah tersebut.
Apabila di atas tanah tersebut ada bangunan atau tanaman agar turut
diperjualbelikan harus dengan tegas dinyatakan dalam aktanya, dengan cara
melepaskan hak atas tanah dan membayar sejumlah uang sebagai bentuk ganti
kerugian terhadap bangunan dan atau tanah tanamannya. Ini sebagai konsekuensi dari
hukum tanah kita yang menganut azas horizontal.
Artinya suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan
benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya, oleh karena itu dalam hal
perbuatan hukum yang dilakukan mengenai jual hak atas tanah tidak dengan
sendirinya meliputi bangunan dan atau tanaman yang ada di atasnya. Apabila

15

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah

Universitas Sumatera Utara

13

perbuatan hukum tersebut dilakukan dan bangunan atau tanaman yang ada diatasnya
juga termasuk di dalamnya maka hal itu harus secara tegas dinyatakan di dalam akta
yang membuktikan telah dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.
Mengenai hal pembuktian untuk batas kepemilikan hak atas tanah maka
diperlukan instansi pemerintah yang berwenang dan bertugas untuk melaksanakan
kestabilan apabila terjadi perselisihan penentuan batas tanah dengan melaksanakan
pengukuran, pemetaan, penetapan batas-batas tanah sampai pada mengeluarkan
sertifikat atas tanah, ini semua merupakan tugas dan tanggung jawab BPN.
Terhadap tanah yang belum mempunyai hak atau masih sebagai tanah Negara,
pemerintah selalu berusaha agar masyarakat mendaftarkan tanahnya agar dapat
memperoleh kepastian hukum. Oleh karena belum semua bidang tanah terdaftar atau
belum atau tidak dilekati hak, Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris antara lain
menjelaskan bahwa Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik,
termasuk akta mengenai pertanahan, yang dapat dijadikan sebagai syarat atau
pendukung alas hak dalam rangka pendaftaran tanahnya kepada instansi yang
berwenang (Badan Pertanahan Nasional), maka peranan Notaris sangatlah penting
dalam pembentukan sebuah alat bukti berupa akta dan Notaris juga dapat berfungsi,
untuk memberikan pelayanan kepada semua pihak yang menghadapnya sehingga
para pihak bisa saling percaya dan dapat bekerja sama dalam mencegah terjadinya
suatu persoalan antara para pihak di kemudian hari. Dalam hal mana Notaris harus

Universitas Sumatera Utara

14

selalu bersikap netral dan berupaya untuk mencarikan jalan keluarnya bagi para
pihak.16
Akta yang dibuat notaris adalah akta otentik. Menurut Subekti yang
dimaksud dengan akta adalah tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk
dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 17 Pembuktian dengan
tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di
bawah tangan.18 Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan
sebagai alat bukti. Perbedaan yang penting antara kedua jenis bukti tulisan tersebut,
yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna.
Akta dibuat sesuai kedudukan yang ditetapkan, untuk memberikan kewenangan
kepada notarisnya dan notaris menjamin keterangan dan tanda tangan para pihak
benar dibuat dihadapannya. Dengan kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti,
maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai lain atau ditafsirkan
lain selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta dibawah tangan mempunyai
kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada
penyangkalan dari salah satu pihak. Jika ada salah satu pihak yang tidak
mengakuinya ,beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal tersebut
dan penilaian atas penyangkalan bukti tersebut diserahkan kepada hakim. Baik alat
bukti akta dibawah tangan maupun akta otentik harus memenuhi rumusan mengenai
sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPedata dan secara materiil
16

Effendi Perangin-angin, Kumpulan Kuliah I dari Tan Thong Kie , Jakarta, 1979, hal.5
Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2005, hal.25
18
Pasal 1867 KUH Perdata
17

Universitas Sumatera Utara

15

mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu
perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (Pacta Sunt Servanda).
Kata “Membuktikan” menurut Martiman Prodjohamidjojo, SH, mengandung
maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa sehingga dapat
diterima oleh akal terhadap peristiwa kebenaran tersebut.19Akta yang dibuat di
hadapan Notaris, dalam praktik Notaris juga disebut Akta Pihak, yang berisi uraian
atau keterangan, berisi pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di
hadapan Notaris . Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan
ke dalam bentuk akta Notaris.20
Kewenangan Pejabat untuk membuat akta diatur dalam Pasal 15 UUJN yang
berbunyi :
Ayat (1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh Undang-undang.
Ayat (2) selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris
berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
19

Dr.H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia , PT.
Alumni, Bandung, 2012, hal.15
20
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hal.51

Universitas Sumatera Utara

16

d.
e.
f.
g.

melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;atau
membuat Akta risalah lelang.

Berdasarkan Pasal 1888 KUHPerdata, kekuatan pembuktian suatu bukti
tulisan adalah pada akta aslinya, apabila akta asli itu ada, maka salinan-salinan serta
ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya sekedar salinan-salinan serta ikhtisarikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan
mempertunjukkannya. Kekuatan pembuktian akta otentik akan ada selama minuta
akta aslinya masih menjadi bagian protokol Notaris. Di sinilah letak arti pentingnya
dari profesi Notaris, bahwa ia karena Undang-Undang diberi wewenang menciptakan
alat pembuktian yang mutlak. Dalam pembuktiannya apa yang tersebut dalam akta
otentik pada pokoknya adalah dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka
yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk kepentingan
pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha, akan kepentingan pembuktian di
pengadilan ada hal lain apabila kepentingannya menghendaki, termasuk juga sebagai
syarat untuk pendaftaran haknya. Untuk membuktikan kekuatan hukum akta PHGR
yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris, akan diteliti dalam putusan Pengadilan yaitu
Pengadilan Tinggi nomor 76/PDT/2014/PT-MDN.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu kiranya dilakukan
penelitian dan menjabarkan lebih jelas sejauh mana kekuatan pembuktian terhadap
Peralihan Hak Ganti Rugi, yang dibuat oleh Notaris, baik berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan maupun berdasarkan pemikiran-pemikiran dan pendapat para

Universitas Sumatera Utara

17

ahli hukum dibidang pertanahan, sehingga dapat diketahui dan dipahami. Maka dari
itu seluruh pemikiran dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas lebih lanjut dan
kemudian dituangkan dalam sebuah tesis yang berjudul: “Kekuatan Hukum
Pembuktian Peralihan Hak Ganti Rugi (PHGR) Notaris Sebagai Syarat Untuk
Pendaftaran Haknya”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peranan akta Peralihan Hak Dengan Ganti Rugi Notaris dalam
proses pendaftaran haknya?
2. Bagaimanakah prosedur pendaftaran hak atas tanah dengan dasar akta PHGR
yang dibuat dihadapan Notaris?
3. Bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian atas akta PHGR yang dibuat
dihadapan

Notaris

(Studi

kasus

Putusan

Pengadilan

Tinggi

No.

76/Pdt/2014/PT-Mdn) ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peranan akta Peralihan Hak Dengan Ganti Rugi oleh Notaris
dalam proses pendaftaran haknya
2. Untuk mengetahui prosedur pendaftaran hak atas tanah dengan dasar akta
PHGR yang dibuat dihadapan Notaris.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Untuk mengetahui kekuatan hukum pembuktian atas akta PHGR yang dibuat
dihadapan

Notaris

(Studi

kasus

Putusan

Pengadilan

Tinggi

No.

76/Pdt/2014/PT-Mdn.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Diharapkan penelitian dapat memberikan manfaat dalam bidang ilmu
pengetahuan Hukum Perdata terutama yang berhubungan dengan Kekuatan
Hukum Pembuktian Akta Peralihan Ganti Rugi oleh Notaris.
2. Secara Praktis
Diharapkan akan bermanfaat bagi para Notaris dalam hal pembuatan akta
tersebut dan bagi masyarakat sebagai masukan untuk pengetahuan tentang tata
cara dan tanggung jawab notaris terhadap pembuktian Akta Peralihan Ganti
Rugi tersebut jika timbul permasalahan dikemudian hari.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
terhadap hasil-hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan,
khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada
penelitian yang menyangkut masalah Kekuatan Hukum Pembuktian Peralihan Hak
Ganti Rugi (PHGR) Notaris Sebagai Syarat Untuk Pendaftaran Haknya.
Namun penulis ada menemukan tesis atas nama :

Universitas Sumatera Utara

19

Tetty Marlina Tarigan, NIM 017011063, dengan judul : Fungsi Notaris dalam
pembuatan akta (Kajian Terhadap Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah Yang
Belum Bersertifikat Dalam Wilayah Kerja Notaris Kota Medan) didalam hasil
penelitian tersebut membahas mengenai :
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan Notaris dapat melakukan
pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi terhadap tanah yang
belum bersertifikat.
2. Apakah fungsi Notaris dapat mendukung fungsi PPAT (Pejabat Pembuat
Akta Tanah) dalam pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah.
3. Bagaimana akibat hukum dari akta yang seharusnya dibuat PPAT tetapi
dibuat dihadapan Notaris.
Dari penelusuran terhadap tesis tersebut, ternyata bahwa bahasan dari
permasalahan yang diajukann berbeda dari penelitian tesis yang pernah dilakukan,
sehingga dengan demikian maka penelitian ini adalah asli, serta dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori
memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita
bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak dan berdiri sendiri bias
disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori dengan

Universitas Sumatera Utara

20

demikian

memberikan

penjelasan

dengan

cara

mengorganisasi

dan

mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.21
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun dan memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. 22
Kerangka teori juga dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori tesis si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan, yang
menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,
23

yang nantinya mrupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.
Menurut soerjono Soekanto, kerangka teoritis bagi suatu penelitian

mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut :24
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang,oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang
e. Teori memberikan petunjuk
terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.
Dalam hal penulisan tesis ini, sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas,
teori yang digunakan adalah dengan menggunakan teori kepastian hukum sebagai
pikiran analisisnya.

21

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 269
Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Pers, 2006, hal. 61
23
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986 hal. 121
22

Universitas Sumatera Utara

21

Teori Kepastian Hukum menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum
merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara
yang baik. Bila kepastian hukum yang dijadikan sasaran, maka hukum formal adalah
wujud yang dapat diambil sebagai tolak ukurnya. 25
Pendapat Lon Fuller dapat dikatakan bahwa harus ada kepastian antara
peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki ranah aksi,
perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif
dijalankan.26
Penelitian ini berusaha untuk menganalisis tentang kekuatan hukum
pembuktian peralihan hak ganti rugi yang dibuat oleh notaris, salah satunya
merupakan akta peralihan hak ganti rugi yang dibuat oleh notaris. Adapun maksud
dan tujuan penyerahan dilakukan dengan akta otentik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 620 KUHPerdata adalah dalam rangka untuk membuat alat bukti. Akta sengaja
dibuat untuk dapat dijadikan alat bukti tentang suatu peristiwa hukum dan
ditandatangani. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1867 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa : “pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan
otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan.27

Berdasarkan

ketentuan

pasal

tersebut, maka akta berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan
tujuan menghindari sengketa dikemudian hari. Sehubungan dengan hal tersebut,
25

Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria , Pustaka Bangsa Press,
Medan, 2003, hal. 46
26
http://tesishukum.com/pengertian-asas-kepastian-hukum-menurut-para-ahli/
27
R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata , Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal.
397

Universitas Sumatera Utara

22

maka pembuatan akta harus sedemikian rupa sehingga apa yang diinginkan untuk
dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat. Pembuatan akta
otentik yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah dan pembebanan hak
merupakan bagian dari fungsi notaris. Akta tersebut antara lain berjudul Akta
Peralihan Hak dengan Ganti Rugi, oleh karena itu perlu dikaji tentang faktor-faktor
yang menyebabkan Notaris dapat melakukan pendaftaran Akta tersebut dan
bagaimana pengaturannya agar Akta tersebut menjadi alat bukti untuk pendaftarkan
haknya atas tanah tersebut.
Pendaftaran tanah itu meliputi pendaftaran Akta dan pendaftaran Haknya
(registration of deeds and title registration). Tujuan pendaftaran tanah adalah

menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah,meliputi kepastian hukum atas objek
bidang tanah (objek hak), kepastian hukum atas subjek haknya,dan kepastian hukum
atas jenis hak atas tanahnya. Fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat
pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah.28
Alat bukti yang dimaksud adalah tanah yang ada di Indonesia yang belum
bersertipikat, yaitu berupa Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh
pejabat yang berwenang yaitu dibuat oleh Notaris. Asas penyelenggaraan pendaftaran
tanah sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2 PP No.24 Tahun 1997 yang mengatur
tentang pendaftaran tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas
sederhana, aman, mutakhir dan terbuka. Asas sederhana mengandung pengertian

28

Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2007,

hal. 10

Universitas Sumatera Utara

23

bahwa ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur mengenai pendaftaran tanah
dibuat dengan mudah agar dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
terutama bagi pemegang hak atas tanah. Asas aman menunjukkan bahwa pendaftaran
tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat member
jaminan kepastian hukum sesuai dengan maksud pendaftaran tanahnya sendiri. Asas
terjangkau mengandung arti pendaftaran tanah tersebut dapat dijangkau oleh pihakpihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah. Asas mutakhir adalah pendaftaran tanah
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan
di kantor pertanahan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan dan
masyarakat dapat memperolah keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
2. Konsepsi
Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur
pokok yang penting dalam suatu penelitian , pentingnya konsepsional untuk
menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang digunakan.
Konsep merupakan alat yang digunakan oleh hukum disamping yang lainnya, seperti
asas dan standar. Oleh sebab itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan
salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Yang dirasakan perlu
untuk menjadi pegangan dalam proses penelitian adalah :
a. Akta adalah tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti
tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. Dengan demikian maka unsur-

Universitas Sumatera Utara

24

unsur yang penting untuk suatu akta adalah kesengajaan untuk menciptakan
suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu.29
b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
c. Alat bukti adalah bahan-bahan yang dipakai untuk pembuktian dalam suatu
perkara di depan persidangan pengadilan.30 Dalam pasal 1866 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan alat-alat bukti terdiri
dari :
1.
2.
3.
4.
5.

Bukti Tulisan
Bukti dengan saksi-saksi
Persangkaan-persangkaan
Pengakuan
Sumpah

d. Pendaftaran Hak atas tanah (registration of title ) adalah setiap pencatatan hak
yang harus dibuktikan dengan suatu akta, tetapi dalam penyelenggaraan
pendaftaran bukan aktanya yang didaftarkan, melainkan haknya yang
diciptakan.
e. Kekuatan pembuktian Akta Otentik
Kekuatan pembuktian akta otentik itu adalah sebagai berikut :
1. Kekuatan pembuktian lahir.
Bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau
29

HR. Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta , Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal. 10
Bachtiar Effendi, Masdari Tasmin dan A. Chodari, Surat Gugatan dan Hukum
Pembuktian dalam perkara perdata , Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 49
30

Universitas Sumatera Utara

25

dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini
berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada
pembuktian sebaliknya
2. Kekuatan pembuktian formil
Dalam arti formil akta otentik membukyikan kebenaran dari pada apa
yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat. Ini adalah pembuktian
tentang kebenaran daripada keterangan pejabat sepanjang mengenai apa
yang dilakukan dan dilihatnya. Dalam hal ini yang pasti adalah tanggal
dan tempat akta otentik itu dibuat serta keaslian tanda tangannya
3. Kekuatan pembuktian materiil.
Pada umumnya akta pejabat tidak mempunyai kekuatan materiil, karena
akta pejabat tidak lain hanyalah untuk membuktikan kebenaran apa yang
dilihat dan dilakukan oleh pejabat. Akta pejabat yang mempunyai
kekuatan pembuktian materiil adalah akta yang dilakukan atau
dikeluarkan kantor pencatatan sipil

G. Metode Penelitian

Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian
hukum adalah kaedah, norma atau das sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti
fakta atau das sein.31 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan

31

Soedikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar , Liberty, Yogyakarta,
2001, hal. 29

Universitas Sumatera Utara

26

penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data yang dilakukan
dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut :
1. Spesifikasi Penelitian
Jenis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang
merupakan kepustakaan dengan pendekatan historis dan perundang-undangan (statue
approach) serta sinkronisasi vertical dan horizontal dalam hukum positif di

Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus putusan Pengadilan Tinggi
Medan yaitu mengkaji putusan Nomor 76/Pdt/2014/PT-Mdn.
Penelitian hukum normatif atau kepustakaan menurut Soerjono Soekamto
mencakup :32
a.
b.
c.
d.
e.

Penelitian terhadap asas-asas hukum;
Penelitian terhadap sistematik hukum;
Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal;
Perbandingan hukum
Sejarah hukum

2. Sumber Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
penelitian lapangan, sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (library research ) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.33
Bahan Hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :
32

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 7
33
Ibid hal. 39

Suatu Tinjauan

Universitas Sumatera Utara

27

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33
b. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 2 Tahun
2014 tentang Jabatan Notaris
c. Undang –undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
e. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 76/Pdt/2014/PT-Mdn
Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan
karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan Akta Notaris.
Bahan Hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum
seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Akta Notaris
Untuk mendukung bahan penelitian ini dilakukan wawancara terhadap 2(dua)
orang praktisi Notaris dan 1 (satu) orang pejabat di Badan Pertanahan
Nasional Kota Medan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni
pengumpulan data yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kepustakaan /studi dokumen
(documentary study) ini dimaksudkan untuk memperoleh data, berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, dengan memperhatikan

Universitas Sumatera Utara

28

beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan
dilakukan, akurasi datanya serta aktualitas.
Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini juga didukung oleh data
primer yang diperoleh melalui wawancara kepada 2 (dua) orang praktisi Notaris dan,
1 (satu) orang pejabat Badan Pertanahan Nasional.
4. Alat Pengumpul Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :
a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data yang terkait dengan permasalahan
yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan
dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan
untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.
b. Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepada
informan yang telah ditetapkan yang terkait dengan Akta Notaris dan masalah
pertanahan.
5. Analisis Data
Dalam suatu penelitian diperlukan adanya analisis terhadap data yang
ditemukan yang gunanya akan memberikan jawaban terhadap permasalahan dari
penelitian yang dilakukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini
adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angkaangka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan
informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

29

Semua data yang diperoleh kemudian disusun demi kepentingan analisis, dan
secara logis sistematis. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas
permasalahan

yang

diteliti,

sehingga

diharapkan

memberikan

solusi

atas

permasalahan dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara