38480 ID over capacity narapidana di lembaga pemasyarakatan faktor penyebab implikasi neg
213
OVER CAPACIT Y NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN,
FAKTOR PENYEBAB, IMPLIKASI NEGATIF, SERTA SOLUSI
DALAM UPAYA OPTIMALISASI PEMBINAAN NARAPIDANA
Angkasa
Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o
E-mail: [email protected]
Abst ract
Over capaci t y happened because gr owt h r at e dwel l er of i l l assor t ed pr i son wit h dwel l i ng medi um of
pr i son. Besi des seems t here ar e some ot her i mpel l er f act or s t o t he happeni ng of t he paradi gm
over capaci t y or l aw f act or s of i t sel f whi ch t end t o or i ent ed
i nst it ut ional cr i me (pr ison).
Over capaci t y t end t o t o have negat ive i mpl i cat i on t o some mat t er s f or exampl e t he l ower i ng of
secur it y st orey; l evel / observat i on and al so t he happeni ng of pr i sonizat ion. Sol ut i on of over capacit y
convi ct i n pr i son in t he ef f or t opt i mal i zat ion const ruct i on of convi ct in t he ef f or t opt i mal i zat ion
const r uct ion of convi ct f or exampl e wit h a f ew act ions havi ng t he char act er of non-i nst it ut ional i n
t he f orm of condi t ional cri me, probat ion, suspended, compensat ion, rest i t ut i on and al so usage of
r est or at ive j ust i ce.
Keywor d: over capaci t y, convi ct , j ust i ce r est orat ive
Abstract
Over capaci t y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding dengan sarana hunian
lapas. Selain it u t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendorong lain unt uk t erj adinya over capacit y
paradigma at au f akt or hukumnya it u sendiri yang cenderung berorient asi pada pidana inst it usional
(penj ara). Over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain rendahnya
t ingkat pengamanan/ pengawasan sert a t erj adinya prisonisasi. Solusi over capaci t y narapidana dalam
Lapas dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana dalam upaya opt imalisasi pembinaan
narapidana ant ara lain dengan beberapa t indakan yang bersif at non-i nst it ut ional berupa pidana
bersyarat , pr obat i on, pidana yang dit angguhkan, kompensasi, rest it usi sert a penggunaan r est or at ive
j ust i ce.
Kat a kunci: over capaci t y, narapidana, rest or at ive j ust i ce
Pendahuluan
Lembaga Pemasyarakat an (Lapas) merupakan inst it usi dari sub sist em peradilan
pidana mempunyai f ungsi st rat egis sebagai
pelaksanaan pidana penj ara dan sekaligus sebagai t empat bagi pembinaan narapidana sebagaimana diamanat kan dalam Undang-undang
no 12 t ahun 1995 t ent ang Pemasyarakat an.
Fungsi Lapas ini sesungguhnya sudah sangat
Surat Keput usan Ment eri Kehakiman Republik Indonesia No. 02-PK. 04. 10 Tahun 1990
Tent ang Pola Pembinaan narapidana/ t ahanan,
Lapas dalam sist em pemasyarakt an selain sebagai t empat pelaksanaan pidana penj ara (kurungan) j uga mempunyai beberapa sasaran
srat egis dalam pembangunan nasional. Tuj uan
t ersebut ant ara lain dinyat akan bahwa Lapas
mempunyai f ungsi ganda yakni sebagai lembaga
berbeda dan j auh lebih baik dibandingkan dengan f ungsi penj ara j aman dahulu dengan dasar
hukum Perat uran Penj ara ( Gest i cht en Regl ement S. 1917 no. 708).
pendidikan dan lembaga pembangunan.
Sebagai lembaga pendidikan, Lapas mendidik napi agar menj adi manusia yang berkualit as, yait u manusia yang beriman dan bert aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
214 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
pekert i luhur, berkepribadian, mandiri, maj u,
t angguh, cerdas, kreat if , t erampil, berdisiplin,
yang memiliki kesadaran beragama, bermasyarakat , berbangsa dan bernegara, memiliki kemampuan int elekt ual dan berkesadaran hukum .
Sebagai lembaga pembangunan, Lapas bert ugas
membent uk narapidana sebagai manusia pembangunan yang produkt if , baik selama di dalam
Lapas maupun set elah berada kembali di masyarakat sert a ikut mensukseskan pembangun-
22 Lapas dan rut an di Jawa Barat mengalami
over capaci t y hingga 198% dengan j umlah napi
dan t ahanan 15. 662 orang. Tingkat hunian ini
t ergolong dalam daf t ar Lapas t erpadat di Indonesia. 2 Cont oh lain dapat dikemukakan kondisi hunian Lapas Cipinang sebagaimana diungkapkan oleh Roy Mart en mant an napi penghuni
Lapas t ersebut yang menyebut bahwa daya
muat 1. 200 narapidana nyat anya dipadat i lebih
dari 4. 000 orang. 3
an.
Fenomena t ersebut di at as j elas bukan
merupakan f akt or kondusif bagi suat u proses
pembinaan narapidana yang muaranya mencapai t uj uan pemidanaan yant ara lain reint egrasi sosial dan dapat kembali dit erima oleh
masyarakat sert a dapan menj alankan perannya
sebagai anggot a masyarakat sepert i anggot a
masyarakat lainnya. Dalam beberapa polit ik
pemasyarakat bahkan diharapkan selepas kembali hidup di masyarakat akan dapat menj adi
manusia pembangunan dengan bekal pembinaan yang diperoleh di di dalam Lapas selama
menj alani pidana penj ara.
Berkait an dengan hal t ersebut maka beberapa aspek yang berkait an dengan over capaci t y meliput i f akt or penyebab, implikasi
negat if , sert a solusi dalam upaya opt imalisasi
pembinaan narapidana menj adi pent ing unt uk
Namun demikian dalam perj alanan wakt u
t ampak j elas bahwa t uj uan pembinaan napi ini
banyak menghadapi hambat an dan berimplikasi
pada kurang opt imalnya bahkan dapat menuj u
pada kegagalan f ungsi sebagai lembaga pembinaan. Permasalahan mendasar yang t ampak
riil adalah adanya kelebihan hunian (over capaci t y) narapidana di Lapas-lapas hampir seluruh
Indoenasia. Hal ini diungkapkan ant ara lain
oleh mant an Ment eri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Andi Mat t alat t a, maupun Dirj en Pemasyarakat an Depart emen Hukum dan HAM
Unt ung Sugiyono. Hal senada j uga dikemukakan
oleh beberapa mant an napi sepert i halnya Roy
Mart en maupun Sussongko Suhardj o, amat an
Pelaksana Harian Sekret aris Jenderal Komisi
Pemilihan Umum ket ika menj alani masa pidana
penj ara.
Berdasarkan penj elasan Andi Mat t alat a,
menyebut kan bahwa pada t ahun 2008 penghuni Lapas di seluruh Indonesia mencapai
130. 832 orang dengan rincian 54. 307 t ahanan
dan 76. 525 napi. Jumlah t ersebut sangat t idak
seimbang dengan kapasit as lapas yang hanya
81. 384 orang. Art inya t erj adi over capacit y
hampir 45% 1
Beberapa cont oh adanya over capaci t y
t erj adi di Lapas-lapas wilayah Jawa Barat .
Lapas Ciamis yang dibangun t ahun 1887 it u seharusnya hanya menampung 118 orang, ke-nyat aannya, sekit ar 335 t ahanan dan napi menempat i Lapas. Kondisi sepert i it u j uga t erj adi di
Lapas Narkoba Kelas IIA Banceuy Bandung, dari
kapasit as 402 orang, Lapas Banceuy saat ini
dibicarakan sebagaimana yang t ersaj i dalam
t ulisan ini.
Pembahasan
Faktor Penyebab Overcapacit y Narapidana
dalam Lapas
Over capaci t y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding dengan
sarana hunian lapas. Prosent ase input narapidana baru dengan out put narapidana sangat
t idak seimbang, dengan perbandingan input narapidana baru j auh melebihi out put narapidana yang selesai menj alani masa pidana penj aranya dan keluar dari lapas. Beberapa kasus t indak pidana yang menimbulkan banyaknya narapidana baru berkait an dengan peningkat an yang
sangat pesat pada t erj adinya t indak pidana
dihuni 1. 052 napi. Jika dihit ung rat a-rat a, dari
2
1
ht t p: / / news. okezone. com
3
ht t p: / / kl ipingut . wordpress. com
ht t p: / / gat ra. com
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
215
khususnya yang berkait an dengan narkoba, pencurian sert a kekerasan t erhadap anak.
Selain banyaknya peningkat an pada t erj adinya t indak pidana t ersebut di at as, t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendo-rong lain
unt uk t erj adinya over capaci t y paradigma at au
f akt or hukumnya it u sendiri. Hukum yang dimaksud di sini ut amanya hukum pidana mat eriil, f ormil sert a hukum pelaksanaan pidana penj ara. Sehubungan dengan hal t ersbut Pat ra M
kaburnya napi, perkelahian dan t ransaksi narkoba. 6
Secara t eorit ik dapat dij elaskan bahwa
over capaci t y dapat menimbulkan prisonisasi
(pr i soni zat i on) 7. Sykes dengan “ pai ns of i mpri sonment t heor y” mengat akan bahwa pada
hakikat nya prisonisasi t erbent uk sebagai respon
t erhadap masalah-masalah penyesuaian yang
dimunculkan sebagai akibat pidana penj ara it u
sendiri dengan segala bent uk perampasan
Zein sebagai Ket ua YLBHI misalnya menyat akan
bahwa polit ik pemidaaan saat ini yang t idak
t epat sehingga set iap orang dapat dengan mudah masuk penj ara dan menyebab-kan kondisi
Lapas over capaci t y. Pat ra j uga mendesak pemerint ah merevisi Kit ab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai sudah
t idak relevan dengan kondisi sekarang. 4
(depr i vat ion)8. Penyesuaian di sini sebagai meredakan rasa sakit t erhadap penderit aan sebagai akibat perampasan. 9 Perampasan di sini
adalah hilangnya sesuat u yang biasanya dimiliki
dan/ at au dinikmat i oleh orang-orang yang bebas, sehingga menimbulkan suat u penderit aan
t ermasuk dalam hal ini adalah penderit aan harus berdsesak-desakan di dalam Lapas sebagai
akibat dari over capaci t y. Pendapat Sykes di
dukung oleh St even Box yang menyat akan bahwa prisonisasi adalah suat u adapt asi yang
dilakukan oleh napi t erhadap kepedihan at au
penderit aan t ert ent u dalam penj ara. 10
Lebih lanj ut dikat akan oleh St even Box
bahwa pada hakikat nya seorang narapidana
yang baru masuk adalah merupakan bagian dari
sebuah segit iga. Dalam sudut yang pert ama
adalah organisasi at au wakil-wakil resmi yait u
norma pet ugas. Sudut yang kedua berdirilah
kelompok-kelompok narapidana yang menawarkan penyelesaian berbagai macam-macam masalah di ant aranya mengat asi suat u perampasan
yang merupakan penderit aan. 11
Dengan demikian adapt asi t erhadap kepedihan at au penderit aan yang dilakukan oleh
Implikasi Negatif Overcapacit y Narapidana
dalam Lapas bagi Pembinaan Narapidana
Over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain rendahnya t ingkat pengamanan/ pengawasan. Dirj en
Pemasyarakat an Depart emen Hukum dan HAM
Unt ung Sugiyono mencont ohkan, j umlah narapidana dan t ahanan yang ada mencapai 130. 075
orang, sement ara pet ugas keamanan yang
t ersedia cuma 10. 617 orang. Konsekuensinya 1
orang pet ugas Lapas harus mengawasi 48 orang.
Jumlah ini j elas j auh dari kondisi ideal, rasio
idealnya 1 banding 25. 5 Pengamanan yang rendah dapat memicu berbagai masalah ant ara
lain kaburnya napi, banyak t erj adi keribut an
dan t idak t erlaksananya proses pembinaan napi
sebagaimana yang seharusnya t erj adi. Implikasi lain at as lemahnya pengawasan ini berimbas pula pada t ingkat kriminalit as di Lapas.
Kasus penemuan narkoba dalam razia di Lapas
t ercat at sebanyak 64 kasus, dengan 96 orang
yang t erlibat merupakan salah sat u cont oh
konkrit . Cat ur Sapt o Edy selaku Wakil Ket ua Komisi III DPR RI j uga menyat akan bahwa over capaci t y j uga menyebabkan kerawanan berupa
6
7
8
9
10
4
5
ht t p: / / www. r akyat mer deka. co. id
ht t p: / / www. det iknews. com
11
www. rakyat merdeka. co. i d
Pri soni sasi at au Pr i soni zat i on adal ah i st il ah yang dicipt akan ol eh Donal d Cl emmer yang dikonsepkan sebagai
“ The t aki ng on, i n gr eat er or l esser degr ee, of t he f al kways, mor e, cust oms and gener al cul t ur e of t he peni t ent i ar y” (St ant on Wheel er, “ Soci al i cat i on i n Cor r ect i omal Inst i t ut i ons” dal am Sir Leon Radzi nowichz and
Marvis E Wol f gang (ed), Cr i me and Just i ce. New York:
Basi c Books, Inc. Publ i shers, t anpa t ahun hl m. 194)
Loc. ci t . , hl m. 197.
Roger Hood and Richard Sparks, 1978. Key Issues i n
Cr i mi nol ogy. Wiedenf el d and Ni col son, London: Worl d
Uni versit y, hl m. 222.
St even Box, 1981, Devi ance, Real i t y & Soci et y, Second
Edit ion, Hol t . Rinchert and Winst on, London, New York,
Sudney Toront o, hl m. 216.
Ibi d. hl m. 219-220.
216 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
seseorang narapidana pada hakikat nya karena
seseorang narapidana yang masuk dalam penj ara akan dihadapkan pada dua alt ernat if . Alt ernat if pert ama adalah masuk at au mengikut i
at uran pet ugas yang berart i mengalami perampasan dengan rasa penderit aan yang kuat . Alt ernat if kedua adalah masuk dalam budaya
masyarakat narapidana yang berart i mengurangi penderit aan at as perampasan yang di
alami.
Implikasi negat if dari prisonisasi di at as
berakar dari suat u kenyat aan dimana sist em
sosial narapidana sangat mendukung dan melindungi narapidana yang sangat mendalami
pola-pola t ingkah laku kriminal dan sebaliknya
akan sangat t idak mendukung bahkan menindas
at au mengancam narapidana yang masih menunj ukan loyalit as pada dunia non-kriminal. 15
Berkait an dengan hal it u pula Romli At masasmit a menyat akan “ . . . pada diri seorang
Berkait an dengan hal t ersebut dikat akan
oleh Sykes dan Messinger bahwa apabila sekelompok narapidana banyak menuj u keadaan
ant agonis bersama, maka banyak masalah dari
kehidupan penj ara menj adi lebih akut . Sebaliknya kalau sekelompok narapidana bergerak
dalam arak solidarit as, yang dit unt ut oleh at uran narapidana, rasa sakit di penj ara menj adi
kurang berat . Suat u masyarakat narapidana
yang kohesif membawa narapidana pada suat u
kelompk sosial sehingga ia dapat mengenal
dirinya sendiri dan akan mendukungnya dalam
perj uangan melawan pet ugas (norma pet ugas)12
Beberapa bent uk prisonisasi ant ara lain
t erj adinya perampasan sesama napi, pencurian
di dalam kamar napi, perkelahian kelompok,
perploncoan khususnya bagi napi yang baru
masuk, pengelompokan berdasarkan kedaerah-
narapidana selama dalam penj ara, j elas bahwa
sikap dan nilai-nilai yang dianut seseorang
narapidana dalam kont eks masyarakat narapidana, akan secara serius menghambat usaha
resosialisasi narapidana. 16 Clemmer j uga menyat akan “ . . . and t hat men who became compl et el y pri sonesed wer e much more l i kel y t o
commi t f urt her of f ences af t er rel ease f r om
pr i son t han men who di d not ” . 17 Lebih lanj ut
Clemmer mencat at dan menggambarkan bahwa
kebudayaan dan organisasi sosial dalam penj ara
yang ia t emukan berbent uk suat u sist em,
banyak mempunyai karakt erist ik yang sangat
mengganggu t erhadap hal-hal yang berkait an
dengan proses rehabilit asi. 18)
Prisonisasi pada hakikat nya j uga mempunyai dampak negat if t erut ama bagi penj ahat
kebet ulan, pendat ang baru di dunia kej ahat an.
an, bahasa khusus unt uk t idak mudah dikenali
oleh orang luar, homoseksual sert a kode et ik
unt uk saling melindungi rahasia sesama napi. 13
Prisonisasi ini t ampaknya sangat t idak
kondusif bagi t uj uan pembinaan napi. John
Irwin misalnya berpendapat bahwa prisonisasi
dapat mempunyai implikasi negat if sepert i yang
diungkapkan sebagai berikut : “ Thi s uni que cul t ure produced a soci al or der per cul ai r t o t he
pr i son and t hat pr i soner become “ pr i sonized”
i nt o t hi s cul t ur e, whi ch di sr upt ed t heir reent r y
i nt o t he out si de soci et y and somet i mes deepened t heir cr imi nal i t y and ant y soci et y” . 14
Hal t ersebut t ercermin dari pernyat aan Bernes
dan Teet ers yang menyat akan bahwa penj ara
t elah t umbuh menj adi t empat pencemaran
yang pada hakikat nya j ust eru oleh penyokongpenyokong penj ara dicoba unt uk dihindari,
sebab di t empat -t empat ini penj ahat -penj ahat
kebet ulan (acci dent al of f ender s) dirusak melalui pengalaman-pengalamannya dengan penj ahat kronis. Bahkan personil yang baikpun
t elah gagal unt uk menghilangkan keburukan
yang sangat besar dari penj ara ini. 19)
Pengalaman dengan penj ahat kronis di
maksudkan pula bahwa t erdapat proses saling
12
13
14
Roger Hood and Richard Sparks, 1978. Key Issues i n
Cr i mi nol ogy, London: Worl d Univer si t y Li brar y hl m. 222.
Angkasa, 1993, Pr i soni sasi dan Per masal ahannya Ter hadap Pembi naan Nar api dana (Suat u St udi di Lembaga
Pemasyar akat an Semar ang dan Lembaga Pemasyar akat an
Pur woker t o, (Thesi s) Pada Program Pascasar j ana Bi dang
Il mu Hukum Undip Semarang, hl m. 145.
Roml i At masasmit a, 1983, Kepenj ar aan Dal am suat u Bunga Rampai . Bandung: Armico . hl m. 48-49.
15
16
17
18
19
Ibi d. hl m. 49.
Roml i At masasmit a, 1982, op. ci t . hl m. 38.
Roger Hood and Richard Sparke, 1978, op. Ci t . , hl m. 227
St ant on Wheel er, op. ci t . , hl m. 194.
Mul adi & Bar da Nawaw i Ar ief , 1984, Teor i -t eor i dan
Kebi j akan Pi dana. Bandung: Al umni, hl m. 79. Per iksa
pul a: Barnes & Teet er s, 1953. New Hor i zon i n
Cr i mi nol ogy, Second Edi t i on, New Del hi : Prent ice Hal l of
India, hl m. 813.
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
217
belaj ar anat ar napi dalam dunia kej ahat an
dapat dij elaskan dengan t eori dari Edwin
Sut herland t ent ang Dif f erent i al Associ at i on.
Teori ini berdasarkan pada proses belaj ar yait u
bahwa perilaku kej ahat an adalah perilaku yang
dipelaj ari.
Menurut Sut herland, perilaku kej ahat an
adalah perilaku manusia pada umumnya sama
dengan perilaku yang bukan kej ahat an. Dalam
menj elaskan proses t erj adinya perilaku ke-
int ens t anpa diimbangi dengan kegiat an yang
posit if berupa pebinaan spirit ual dan ment al
sert a keikut sert aan pada program ket rampilan
kerj a selama menj alani pidana penj ara di
dalam Lapas, maka seorang narapidana ket ika
selesai menj alani pidana penj ara dan hidup
bebas di masyarakat luar bukannya menj adi
baik dalam art i berbuat sebagaimana diat ur
dalam norma yang hidup dalam masyarakat
meliput i norma agama, kesusuilaan, kesopanan
j ahat an Sut herland mengaj ukan 9 proposisi
sebagai berikut . Pert ama, perilaku kej ahat an
adalah perilaku yang dipelaj ari; kedua, perilaku
kej ahat an dipelaj ari dalam int eraksi dengan
orang lain dalam proses komunikasi. Komunikasi t ersebut t erut ama bersif at lesan maupun
dengan menggunakan bahasa isyarat ; ket i ga,
bagian yang t erpent ing dalam proses mempelaj ari t ingkah laku kej ahat an t erj adi dalam
kelompok personal yang int im; keempat , apabila perilaku kej ahat an dipelaj ari, maka yang
dipelaj ari t ersebut , meliput i (a). t eknik melakukan kej ahat an; (b). mot if t ert ent u, dorongan, alasan pembenar dan sikap; kel i ma, arah
t ert ent u dari mot if dan dorongan dipelaj ari
dari bat asan at as at uran hukum sebagai yang
mengunt ungkan at au t idak; keenam , seseorang
menj adi delinkuen karena berlebihan dalam
sert a hukum namum cenderung akan mengulangi melakukan t indak pidana lagi. Pada
banyak kasus dit emukan bahwa j ust eru t erj adi
peningkat an secara kualit at if dan kunt it at if
dalam hal t indak pidana yang dilakukan sert a
hasil yang diperoleh dari t indak pidana yang
dilakukan . Modus operandi dalam melakukan
t indak pidana mengalami peningkat an yang
diperoleh dari hasil pembelaj aran dari narapidana yang lain.
Berkait an dengan hal t ersebut konggres
PBB ke lima t ahun 1975 mengenai “ The Pr event ion of Cr ime and Treat ment of Of f ender s”
dalam salah sat u laporannya menyat akan bahwa pengalaman penj ara demikian membahayakan sehingga merusak at au menghalangi secara serius kemampuan sipelanggar unt uk mulai
lagi ke keadaan pat uh pada hukum set elah ia
berhubungan dengan pola t ingkah laku j ahat
daripada yang t idak j ahat ; ket uj uh, Di f f er ent i al Associ at ion dapat bervariasi dalam f rekuensinya; kedel apan, proses dalam mempelaj ari perilaku kej ahat an melalui hubunganhubungan dengan pola-pola kej ahat an dan
menyangkut seluruh mekanisme yang dilibat kan
pada set iap proses belaj ar yang lain; dan kesembi l an, karena perilaku kej ahat an merupakan pernyat aan dari kebut uhan-kebut uhan dan
nilai-nilai umum, akan t et api hal t ersebut t idak
dij elaskan oleh kebut uhan-kebut uhan dan nilainilai umum t ersebut sebab perilaku yang bukan
kej ahat an j uga merupakan pernyat aan dari
nilai-nilai dan kebut uhan yang sama20
Berdasarkan hal t ersebut maka pergaulan
narapidana dengan narapidana yang lain secara
dikeluarkan dari penj ara. 21) Dalam ket erkait an
dengan bahaya-bahaya yang dit imbulkan dalam
pidana penj ara Konggres Kedua PBB mengenai
Pencegahan Kej ahat an dan Pembinaan Pelanggar hukum pada t ahun 1960 di London – berkait an dengan dit erimanya St andar d Mi nimum
Rul es – t elah mengeluarkan rekomendasi unt uk
membat asi at au mengurangi penggunaan yang
luas dari pidana penj ara pendek.
20
Solusi Overcapacit y Narapidana dalam Lapas
sebagai Upaya Optimalisasi Pembinaan Narapidana
Beberapa kebij akan dalam rangka mengurangi over capacit y t ampaknya t elah dilakukan oleh pemerint ah ant ara lain dengan pembuat an kamar baru, rehabilit asi bangunan
hingga pembangunan Lapas baru yang mem-
George B. Vol d Thomas J. Bernard, 1986, Theor i t i cal
Cr i mi nol ogy, Third Edit ion, New York: Oxf ord Uni versit y
Press, hl m. 78.
21)
Barda Nawaw i Ar ief , 1986. op. ci t . , hl m. 82-85.
218 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
punyai t uj uan ut ama menambah daya t ampung
napi. Meski demikian upaya t ersebut t ampaknya t idak signif ikan mengat asi over capacit y
mengingat
penambahan j umlah napi yang
masuk masih j auh lebih banyak dibanding
penambahan ruangan maupun napi yang keluar.
Apalagi pembangunan Lapas baru selain membut uhkan wakt u set idaknya 3 t ahun j uga membut uhkan biaya besar. Secara normat if t erdapat
kebij akan melalui Perat uran Ment eri Dephuk-
Beberapa t indakan non-inst it ut ional t ersebut di at as dapat dij elaskan sebagai berikut .
Per t ama adalah Pidana bersyarat (voor waar del i j k veroor del i ng) secara normat if di at ur
dalam ket ent uan Pasal 14 a KUHP sampai Pasal
14 F KUHP dengan segala perat uran pelaksanaannya. Penj at uhan pidana t erhadap t erpidana
dengan pidana bersyarat menj adikan yang bersangkut an t idak harus menj alani pidana penj ara dalam Lapas asalkan memenuhi syarat -
ham yang t ert uang dalam permen Dephukham
No. M. 2. PK. 04-10 Tahun 207 dilakukan penyederhanaan t at a pemberian hak-hak napi. Di
ant aranya penyederhanaan persyarat an pembebasan bersyarat , cut i bersyarat , dan cut i
menj elang bebas.
Melalui kebij akan sepert i ini t ampaknya
memang dapat menguragi kepadat an hunian
napi di Lapas. Sebagai cont oh dikemukakan
oleh Kepala Divisi Pemasyarakat n Kanwil Dephukham Jawa Barat , Dedi Sut ardi yang menyat akan bahwa dengan kebij akan t ersebut di
harapkan sekit ar 5. 000 napi di Jawa Barat
dapat dibebaskan. Namun demikian langkah
t ersebut walau di sat u sisi dapat mengat asi
kepadat an di Lapas namun menj adi dapat dipert anyakan t et ang kualit as keluaran Lapas
yang berf ungsi pula sebagai wadah pembinaan
syarat t ert ent u. 24 Hal ini mengandung art i pula
bahwa pidana bersyarat dapat mengurangi
poopulasi nai di Lapas. Muladi mengat akan
bahwa dit inj au dari segi masyarakat secara
f inansiil maka pidana bersyarat yang merupakan pembinaan di luar lembaga akan lebih
murah dibandingkan dengan pembinaan di
dalam lembaga. 25 Selain it u Pidana bersyarat
dan bent uk-bent uk alt ernat if pidana perampasan kemerdekaan lain yang hampir sama
misalnya probat i on, ant ara lain mempunyai
keunt ungan-keunt ungan sebagai berikut : Keunt ungan pert ama, pidana bersyarat akan memberikan kesempat an kepada t erpidana unt uk
memperbaiki dirinya di masyarakat , sepanj ang
kesej aht eraan t erpidana dalam hal ini dipert imbangkan sebagai hal yang lebih ut ama daripada risiko yang mungkin diderit a oleh masya-
dan j uga dari segi keadilan t erut ama dari
perspekt if korban. Korban yang melihat napi
sebagai eks pelaku kej ahat an memperoleh
perlakuan ist imewa sepert i it u dapat melukai
rasa keadilannya. 22
Sehubungan dengan hal t ersebut di at as
maka t ampaknya harus dilakukan upaya lain
dalam upaya mengat asi masalah over capacit y
narapidana dalam lapas. Beberapa t indakan
yang bersif at non-i nst i t ut i onal ant ara lain pidana bersyarat , pr obat ion, pidana yang dit angguhkan, kompensasi, rest it usi dan sebagainya. 23
Dalam perkembangan yang t erkini melalui
model rest or at ive j ust i ce t ampaknya dapat
mengurangi populasi napi dalam Lapas dan
aspek keadilan t et ap dapat t ercapai dengan
baik.
rakat , seandainya si t erpidana dilepas di masyarakat . Hal yang sangat pent ing unt uk diperhat ikan adalah keharusan unt uk menghilangkan
kekhawat iran t erpidana unt uk kemungkinan
dimasukkan ke lembaga pemasyarakat an, pada
permulaan perencanaan pelaksanaan pidana
bersyarat . Dalam rangka pemberian kesempat an ini, persyarat an yang paling ut ama adalah kesehat an ment al dari t erpidana.
Keunt ungan yang kedua adalah bahwa
pidana bersyarat memungkinkan t erpidana
unt uk melanj ut kan kebiasaan-kebiasaan hidup-
22
23
Kl ipingut . wordpress. com
Mul adi , 1985, Lembaga Pi dana Ber syar at ,
Al umni, hl m. 151.
24
Bandung:
25
Dal am ket ent uan Pasal 14c KUHP di t ent ukan bahwa di
samping syarat umum bahwa t erpidana t idak akan
mel akukan perbuat an pidana, haki m dapat menet apkan
syar at khusus bahw a t er pi dana dl am wakt u yang l ebih
pendek dar i masa percobaanya, har us menggant i segal a
at au sebagi an kerugian yang dit i mbul kan ol eh per buat an
pi dananya. Di samping it u dapat pul a dit et apkan syarat
khusus l ai nnya mengenai t ingkah l aku t erpidana yang
harus dipenuhi sel ama masa percobaan at au sel ama
sebagian masa percobaannya.
Mul adi , 1985, op. ci t . , hl m. 153-154.
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
nya sehari-hari sebagai menusia, yang sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat .
Kebia-saan-kebisaan ini ant ara lain adalah melakukan t ugas pekerj aannya, melaksanakan kewaj iban-kewaj ibannya di dalam keluarga, ikut
sert a di dalam kegiat an rekreasi dan t indakant indakan lain yang akan bermanf aat baginya
sebagai anggot a masyarakat dan sebaliknya hal
ini j uga sangat bermanf aat bagi masyarakat .
Manf aat yang ket i ga adalah, bahwa pidana
bersyarat akan mencegah t erj adinya st igma
yang diakibat kan oleh pidana perampasan
kemerdekaan, yang oleh Richard D Schwart z
dan Jerome H. Skolnick disebut sebagai salah
sat u konsekuensi di luar hukum yang harus
diperhit ungkan di dalam kebij aksanaan para
penegak hukum. St igma ini seringkali dirasakan
j uga oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal
ini, maka keluarga t erpidana t ersebut harus
memberikan bant uan kepada pelaksana pidana
bersyarat dan bant uan ini dapat berupa rasa
simpat i, dorongan-dorongan posit if t erhadap
t erpidana, bant uan-bant uan yang bersif at
mat eriil dan disiplin. 26
Kedua, adalah t ent ang Rest it usi dalam
hal ini dalam perspekt if vikt imologi. Hakikat nya
rest it usi berkait an dengan perbaikan at au rest orasi perbaikan at as kerugian f isik, moral mau
pun hart a benda, kedudukan dan hak-hak korban at as serangan pelaku t indak pidana (penj ahat ). Rest it usi merupakan suat u t indakan
rest it ut if t erhadap pelaku t indak pidana yang
berkarakt er pidana dan menggambarkan suat u
t uj uan koreksional dalam kasus pidana. 27
Burt Galaway secara lebih komperhensif
menyat akan t ent ang rest it usi sebagai berikut .
Rest it ut ion i s def i ned t o mean a requi r ement , ei t her imposed by agent s of t he
cr i minal j ust i ce syst em, or undert aken
vol unt ary by t he wr ong-doer but wit h
t he consent of t he cr i mi nal j ust i ce syst em, by whi ch t he of f ender engages i s
act s desi gned t o make r epar at i on f or
har m resul t i ng f r om t he cr i mi nal of f ence. The def i ni t ion has t hree cent r al component s: act i on by of f ender whi ch may
be ei t her vol unt ar y or coer ced, knowl edge and consent of t he agent s of t he
cr i minal j ust i ce syst em and t he r epair ing
of damages28.
Rest it usi dalam kait annya dengan over capaci t y, mempunyai manf aat apabila diint egrasikan dengan lembaga pidana bersyarat ,
implikasinya mengurangi populasi hunian penj ara (Lapas) sekaligus penghemat an dana pengeluaran pemerint ah. Dengan t idak masuknya
pelaku menj alani pidana penj ara di Lapas maka
pemerint ah dapat menghemat dana yang
seharusnya dikeluarkan unt uk memberi makan,
perawat an sert a pembinaan bagi napi. 29
Ket iga, adalah pengembangan model penyelesaian kasus pidana yang bermanf aat pula
unt uk mengurangi populasi napi dalam lapas
dengan penyelesaian secara perdamaian ant ara
pelaku dan korban. Dalam hal ini pelaku t idak
harus masuk dalam lapas apabila proses
perdamaian t ercapai. Model ini dikenal dengan
r est or at ive j ust i ce. Rest or at ive j ust i ce i s a
pr ocess whereby al l t he part ies wi t h a st ake i n
a par t i cul ar of f ense come t oget her t o r esolve
col l ect ivel y how t o deal wi t h t he af t er mat h of
t he of f ense and it s impl i cat ions f or t he
f ut ure. 30
Russ Immarigeon memberikan pengert ian
r est or at ive j ust i ce sebagai berikut .
Rest or at ive j ust i ce i s a process t hat
br i ngs vi ct ims and of f ender s t oget her t o
f ace each ot her , t o i nf orm each ot her
about t hei r cr i mes and vi ct i mi zat i on, t o
28
29
26
Richar d D. Schwart z & Jerome H. Skol ni ck, The St i gma of
“ Ex-Con” and t he Pr obl em of Rei nt egr at i on , dal am:
Cor r ect i ons: Pr obl em and Pr os-pect s, Prent i ce Hal l , Inc. ,
Engl ewood Cl if f s, New Jersey, 1975, hl m. 127.
27
Angkasa, 2004. Kedudukan Kor ban dal am Si st em
Per adi l an Pi dana (Pendekat an Vi kt i mol ogi s t er hadap
Kor ban Ti ndak Pi dana Per kosaan (Disert asi ), Semarang:
Uni versit as Di ponegoro, hl m. 129.
219
30
John Harding, 1982, Vi ct i ms and Of f ender s Needs and
Responsi bi l i t i es. Bedf ord Squar e Press\ NCVO, hl m . 16.
Angkasa, 2004, Op. ci t . , hl m. 57; Bandingkan dengan hasil
st udi Lawrence (1990) yang menunj ukkan bahwa dari
sej uml ah 3000 pel aku t indak pidana di Texas sel ama 7
t ahun t er akhir, l ebih memil ih program rest it usi dari pada
program pidana penj ara biasa. Program rest it usi ini
hanya mengel uarkan bi aya $ 215, sedangkan program
pemenj araan bi ayanya sebesar $ 750. St udi l ain dari
Hudson & Gal away (1980); Lawrence (1990); Pat t erson
(1978), j uga mel aporkan bahwa rest it usi l ebih ekonomis
dar ipada dengan prosedur si st em peradil an pi dana biasa.
( Wil l i am G. Doerner , St even P. Lab, Loc. ci t . )
Tony Marshal l , 1999, Rest or at i ve Just i ce: An Over vi ew.
London: Home Of f i ce Research Devel opment and St at ist ics Direct orat e, hl m. 5.
220 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
l ear n about each ot her s' backgr ounds,
and t o col l ect i vel y reach agr eement on a
'penal t y' or ' sanct ion. '31
Keunt ungan rest or at ive j ust i ce ant ara
lain sebagai selain sebagai sarana unt uk mengurangi polulasi napi di Lapas, j uga lebih
mendorong t ercipt anya reint egrasi sosial pelaku
t indak pidana ke dalam kehidupan masyarakat
sert a mengurangi t erj adinya st igma. Hal ini
sebagaimana dinyat akan oleh Bazemore sebagai
berikut .
Cur rent approaches may be cri mi nogeni c
i n t he sense t hat t hey i sol at e and st i gmat i ze t he of f ender , reduci ng t he l i kel i hood of successf ul r ei nt egr at i on i nt o
t he l aw-abi di ng communi t y. Punishment
makes t he of f ender l ess l i kel y t o f ocus
on t he vi ct im of t he cr ime t han on hi msel f . Fami l i al rel at ionshi ps wi t h t he of f ender are damaged. Rest or at i ve sanct i ons, on t he ot her hand, r equi re account abi l it y. They requi re t he of f ender
t o t ake responsi bi l i t y f or hi s act ions by
maki ng ri ght of t he wr ong t hat he has
i nf l i ct ed on t he vi ct im. At t he same
t i me, rest or at i ve j ust i ce exhor t s t he
communi t y t o make ever y ef f or t t o
f aci l i t at e t he successf ul rei nt egr at ion
i nt o t he communit y. In t hi s way, he
ar gues, rest or at i ve j ust i ce has t he bet t er
pot ent i al t o rehabi l i t at e of f ender s32
Penutup
Simpulan
Berdasarkan pembahasan t ersebut di at as
maka dapat disimpulkan sebagai berikut .
Per t ama, over capacit y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding
dengan sarana hunian lapas. Selain it u t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendorong lain
unt uk t erj adinya over capaci t y paradigma at au
f akt or hukumnya it u sendiri yang cenderung
berorient asi pada pidana inst it usional (penj ara). Kedua, over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain
31
32
Russ Immarigeon, 1999, "The Impact of Rest or at i ve Just i ce Sanct i ons on t he Li ves and Wel l -Bei ng of Cr i me
Vi ct i ms: A Revi ew of t he Int er nat i onal Li t er at ur e" i n
Rest or at i ve Juveni l e Just i ce: Repai r i ng t he Har m of
Yout h Cr i me, edit ed by Gor don Bazemore and Lode
Wal grave, Monsey, NY: Cr iminal Just ice Press, hl m. 306.
ht t p: / / www. rest orat ivej ust i ce. org/ int ro/ t ut ori al-i nt roduct ion-t o-rest orat ivr-j ust ice
rendahnya t ingkat pengamanan/ pengawasan
sert a t erj adinya prisonisasi. Ket i ga, solusi
over capaci t y narapidana dalam Lapas dalam
upaya opt imalisasi pembinaan narapidana dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana
ant ara lain dengan beberapa t indakan yang
bersif at non-i nst it ut ional berupa pidana bersyarat , probat ion, pidana yang dit angguhkan,
kompensasi, rest it usi sert a penggunaan r est or at ive j ust i ce.
Saran
Berdasarkan hal t ersebut di at as maka
unt uk dapat mengat asi over capaci t y narapidana
di dalam lembaga pemasyarakat at aupun rumah
t ahanan yang cenderung berimplikasi negat ive
pada t uj uan pemidanaan at ara lain berupa
t erj adinya prisonosasi dan rawannya sist em
pengamanan maka, penyelesaian perkara pidana perlu menggunakan pendekat an baru yakni
r est or at ive j ust i ce.
DAFTAR PUSTAKA
Angkasa. 1993. Pr i sonisasi dan Per masal ahannya Ter hadap Pembinaan Nar api dana
(Suat u St udi di Lembaga Pemasyar akat an
Semar ang dan Lembaga Pemasyar akat an
Pur woker t o. Semarang: Program Pascasarj ana Bidang Ilmu Hukum Undip;
-------. 2004. Kedudukan Kor ban dal am Sist em
Per adi l an Pi dana (Pendekat an Vi kt imologi s t er hadap Kor ban Ti ndak Pi dana Per kosaan (Disert asi). Semarang: Universit as
Diponegoro;
At masasmit a, Romli. 1983. Kepenj ar aan Dal am
suat u Bunga Rampai . Bandung: Armico;
Barnes and Teet ers. 1953. New Hori zon i n Cr i mi nol ogy. Second Edit ion. New Delhi:
Prent ice Hall of India;
Box, St even. 1981. Devi ance, Real i t y & Soci et y.
Second Edit ion. Holt . Rinchert and
Winst on. New York: Sudney Toront o;
George, B. Vold Thomas and J. Bernard. 1986.
Theor i t i cal Cr i mi nology. Third Edit ion .
New York: Oxf ord Universit y Press;
Harding, John. 1982. Vi ct i ms and Of f ender s
Needs and Responsi bi l it i es. Bedf ord:
Square Press/ NCVO;
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
Hood, Roger and Richard Sparks. 1978. Key
Issues i n Cr imi nol ogy . London: World
Universit y Library;
Immarigeon, Russ. 1999. "The Impact of Rest or at ive Just i ce Sanct ions on t he Lives and
Wel l -Being of Cr i me Vi ct ims: A Revi ew of
t he Int ernat i onal Li t er at ure" i n Rest orat i ve Juveni l e Just i ce: Repair i ng t he
Har m of Yout h Cr ime . NY: Criminal
Just ice Press;
Marshall, Tony. 1999. Rest or at ive Just i ce: An
Over vi ew. London: Home Of f ice Research
Development
and
St at ist ics
Direct orat e;
Muladi dan Barda Nawawi Arief . 1984. Teor i t eori dan Kebi j akan Pi dana. Bandung:
Alumni Radzinowichz, Sir Leon and Marvis
E Wolf gang (ed). t anpa t ahun. Cri me and
Just i ce. New York: Inc. Publishers;
Muladi, 1985, Lembaga Pi dana Ber syar at . Bandung: Alumni;
Schwart z, Richard D. and Jerome H. Skolnick,
1975. The St i gma of “ Ex-Con” and t he
Probl em of Rei nt egr at ion . New Jersey:
Prent ice Hall Inc. Englewood Clif f s.
221
OVER CAPACIT Y NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN,
FAKTOR PENYEBAB, IMPLIKASI NEGATIF, SERTA SOLUSI
DALAM UPAYA OPTIMALISASI PEMBINAAN NARAPIDANA
Angkasa
Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o
E-mail: [email protected]
Abst ract
Over capaci t y happened because gr owt h r at e dwel l er of i l l assor t ed pr i son wit h dwel l i ng medi um of
pr i son. Besi des seems t here ar e some ot her i mpel l er f act or s t o t he happeni ng of t he paradi gm
over capaci t y or l aw f act or s of i t sel f whi ch t end t o or i ent ed
i nst it ut ional cr i me (pr ison).
Over capaci t y t end t o t o have negat ive i mpl i cat i on t o some mat t er s f or exampl e t he l ower i ng of
secur it y st orey; l evel / observat i on and al so t he happeni ng of pr i sonizat ion. Sol ut i on of over capacit y
convi ct i n pr i son in t he ef f or t opt i mal i zat ion const ruct i on of convi ct in t he ef f or t opt i mal i zat ion
const r uct ion of convi ct f or exampl e wit h a f ew act ions havi ng t he char act er of non-i nst it ut ional i n
t he f orm of condi t ional cri me, probat ion, suspended, compensat ion, rest i t ut i on and al so usage of
r est or at ive j ust i ce.
Keywor d: over capaci t y, convi ct , j ust i ce r est orat ive
Abstract
Over capaci t y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding dengan sarana hunian
lapas. Selain it u t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendorong lain unt uk t erj adinya over capacit y
paradigma at au f akt or hukumnya it u sendiri yang cenderung berorient asi pada pidana inst it usional
(penj ara). Over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain rendahnya
t ingkat pengamanan/ pengawasan sert a t erj adinya prisonisasi. Solusi over capaci t y narapidana dalam
Lapas dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana dalam upaya opt imalisasi pembinaan
narapidana ant ara lain dengan beberapa t indakan yang bersif at non-i nst it ut ional berupa pidana
bersyarat , pr obat i on, pidana yang dit angguhkan, kompensasi, rest it usi sert a penggunaan r est or at ive
j ust i ce.
Kat a kunci: over capaci t y, narapidana, rest or at ive j ust i ce
Pendahuluan
Lembaga Pemasyarakat an (Lapas) merupakan inst it usi dari sub sist em peradilan
pidana mempunyai f ungsi st rat egis sebagai
pelaksanaan pidana penj ara dan sekaligus sebagai t empat bagi pembinaan narapidana sebagaimana diamanat kan dalam Undang-undang
no 12 t ahun 1995 t ent ang Pemasyarakat an.
Fungsi Lapas ini sesungguhnya sudah sangat
Surat Keput usan Ment eri Kehakiman Republik Indonesia No. 02-PK. 04. 10 Tahun 1990
Tent ang Pola Pembinaan narapidana/ t ahanan,
Lapas dalam sist em pemasyarakt an selain sebagai t empat pelaksanaan pidana penj ara (kurungan) j uga mempunyai beberapa sasaran
srat egis dalam pembangunan nasional. Tuj uan
t ersebut ant ara lain dinyat akan bahwa Lapas
mempunyai f ungsi ganda yakni sebagai lembaga
berbeda dan j auh lebih baik dibandingkan dengan f ungsi penj ara j aman dahulu dengan dasar
hukum Perat uran Penj ara ( Gest i cht en Regl ement S. 1917 no. 708).
pendidikan dan lembaga pembangunan.
Sebagai lembaga pendidikan, Lapas mendidik napi agar menj adi manusia yang berkualit as, yait u manusia yang beriman dan bert aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
214 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
pekert i luhur, berkepribadian, mandiri, maj u,
t angguh, cerdas, kreat if , t erampil, berdisiplin,
yang memiliki kesadaran beragama, bermasyarakat , berbangsa dan bernegara, memiliki kemampuan int elekt ual dan berkesadaran hukum .
Sebagai lembaga pembangunan, Lapas bert ugas
membent uk narapidana sebagai manusia pembangunan yang produkt if , baik selama di dalam
Lapas maupun set elah berada kembali di masyarakat sert a ikut mensukseskan pembangun-
22 Lapas dan rut an di Jawa Barat mengalami
over capaci t y hingga 198% dengan j umlah napi
dan t ahanan 15. 662 orang. Tingkat hunian ini
t ergolong dalam daf t ar Lapas t erpadat di Indonesia. 2 Cont oh lain dapat dikemukakan kondisi hunian Lapas Cipinang sebagaimana diungkapkan oleh Roy Mart en mant an napi penghuni
Lapas t ersebut yang menyebut bahwa daya
muat 1. 200 narapidana nyat anya dipadat i lebih
dari 4. 000 orang. 3
an.
Fenomena t ersebut di at as j elas bukan
merupakan f akt or kondusif bagi suat u proses
pembinaan narapidana yang muaranya mencapai t uj uan pemidanaan yant ara lain reint egrasi sosial dan dapat kembali dit erima oleh
masyarakat sert a dapan menj alankan perannya
sebagai anggot a masyarakat sepert i anggot a
masyarakat lainnya. Dalam beberapa polit ik
pemasyarakat bahkan diharapkan selepas kembali hidup di masyarakat akan dapat menj adi
manusia pembangunan dengan bekal pembinaan yang diperoleh di di dalam Lapas selama
menj alani pidana penj ara.
Berkait an dengan hal t ersebut maka beberapa aspek yang berkait an dengan over capaci t y meliput i f akt or penyebab, implikasi
negat if , sert a solusi dalam upaya opt imalisasi
pembinaan narapidana menj adi pent ing unt uk
Namun demikian dalam perj alanan wakt u
t ampak j elas bahwa t uj uan pembinaan napi ini
banyak menghadapi hambat an dan berimplikasi
pada kurang opt imalnya bahkan dapat menuj u
pada kegagalan f ungsi sebagai lembaga pembinaan. Permasalahan mendasar yang t ampak
riil adalah adanya kelebihan hunian (over capaci t y) narapidana di Lapas-lapas hampir seluruh
Indoenasia. Hal ini diungkapkan ant ara lain
oleh mant an Ment eri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Andi Mat t alat t a, maupun Dirj en Pemasyarakat an Depart emen Hukum dan HAM
Unt ung Sugiyono. Hal senada j uga dikemukakan
oleh beberapa mant an napi sepert i halnya Roy
Mart en maupun Sussongko Suhardj o, amat an
Pelaksana Harian Sekret aris Jenderal Komisi
Pemilihan Umum ket ika menj alani masa pidana
penj ara.
Berdasarkan penj elasan Andi Mat t alat a,
menyebut kan bahwa pada t ahun 2008 penghuni Lapas di seluruh Indonesia mencapai
130. 832 orang dengan rincian 54. 307 t ahanan
dan 76. 525 napi. Jumlah t ersebut sangat t idak
seimbang dengan kapasit as lapas yang hanya
81. 384 orang. Art inya t erj adi over capacit y
hampir 45% 1
Beberapa cont oh adanya over capaci t y
t erj adi di Lapas-lapas wilayah Jawa Barat .
Lapas Ciamis yang dibangun t ahun 1887 it u seharusnya hanya menampung 118 orang, ke-nyat aannya, sekit ar 335 t ahanan dan napi menempat i Lapas. Kondisi sepert i it u j uga t erj adi di
Lapas Narkoba Kelas IIA Banceuy Bandung, dari
kapasit as 402 orang, Lapas Banceuy saat ini
dibicarakan sebagaimana yang t ersaj i dalam
t ulisan ini.
Pembahasan
Faktor Penyebab Overcapacit y Narapidana
dalam Lapas
Over capaci t y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding dengan
sarana hunian lapas. Prosent ase input narapidana baru dengan out put narapidana sangat
t idak seimbang, dengan perbandingan input narapidana baru j auh melebihi out put narapidana yang selesai menj alani masa pidana penj aranya dan keluar dari lapas. Beberapa kasus t indak pidana yang menimbulkan banyaknya narapidana baru berkait an dengan peningkat an yang
sangat pesat pada t erj adinya t indak pidana
dihuni 1. 052 napi. Jika dihit ung rat a-rat a, dari
2
1
ht t p: / / news. okezone. com
3
ht t p: / / kl ipingut . wordpress. com
ht t p: / / gat ra. com
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
215
khususnya yang berkait an dengan narkoba, pencurian sert a kekerasan t erhadap anak.
Selain banyaknya peningkat an pada t erj adinya t indak pidana t ersebut di at as, t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendo-rong lain
unt uk t erj adinya over capaci t y paradigma at au
f akt or hukumnya it u sendiri. Hukum yang dimaksud di sini ut amanya hukum pidana mat eriil, f ormil sert a hukum pelaksanaan pidana penj ara. Sehubungan dengan hal t ersbut Pat ra M
kaburnya napi, perkelahian dan t ransaksi narkoba. 6
Secara t eorit ik dapat dij elaskan bahwa
over capaci t y dapat menimbulkan prisonisasi
(pr i soni zat i on) 7. Sykes dengan “ pai ns of i mpri sonment t heor y” mengat akan bahwa pada
hakikat nya prisonisasi t erbent uk sebagai respon
t erhadap masalah-masalah penyesuaian yang
dimunculkan sebagai akibat pidana penj ara it u
sendiri dengan segala bent uk perampasan
Zein sebagai Ket ua YLBHI misalnya menyat akan
bahwa polit ik pemidaaan saat ini yang t idak
t epat sehingga set iap orang dapat dengan mudah masuk penj ara dan menyebab-kan kondisi
Lapas over capaci t y. Pat ra j uga mendesak pemerint ah merevisi Kit ab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai sudah
t idak relevan dengan kondisi sekarang. 4
(depr i vat ion)8. Penyesuaian di sini sebagai meredakan rasa sakit t erhadap penderit aan sebagai akibat perampasan. 9 Perampasan di sini
adalah hilangnya sesuat u yang biasanya dimiliki
dan/ at au dinikmat i oleh orang-orang yang bebas, sehingga menimbulkan suat u penderit aan
t ermasuk dalam hal ini adalah penderit aan harus berdsesak-desakan di dalam Lapas sebagai
akibat dari over capaci t y. Pendapat Sykes di
dukung oleh St even Box yang menyat akan bahwa prisonisasi adalah suat u adapt asi yang
dilakukan oleh napi t erhadap kepedihan at au
penderit aan t ert ent u dalam penj ara. 10
Lebih lanj ut dikat akan oleh St even Box
bahwa pada hakikat nya seorang narapidana
yang baru masuk adalah merupakan bagian dari
sebuah segit iga. Dalam sudut yang pert ama
adalah organisasi at au wakil-wakil resmi yait u
norma pet ugas. Sudut yang kedua berdirilah
kelompok-kelompok narapidana yang menawarkan penyelesaian berbagai macam-macam masalah di ant aranya mengat asi suat u perampasan
yang merupakan penderit aan. 11
Dengan demikian adapt asi t erhadap kepedihan at au penderit aan yang dilakukan oleh
Implikasi Negatif Overcapacit y Narapidana
dalam Lapas bagi Pembinaan Narapidana
Over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain rendahnya t ingkat pengamanan/ pengawasan. Dirj en
Pemasyarakat an Depart emen Hukum dan HAM
Unt ung Sugiyono mencont ohkan, j umlah narapidana dan t ahanan yang ada mencapai 130. 075
orang, sement ara pet ugas keamanan yang
t ersedia cuma 10. 617 orang. Konsekuensinya 1
orang pet ugas Lapas harus mengawasi 48 orang.
Jumlah ini j elas j auh dari kondisi ideal, rasio
idealnya 1 banding 25. 5 Pengamanan yang rendah dapat memicu berbagai masalah ant ara
lain kaburnya napi, banyak t erj adi keribut an
dan t idak t erlaksananya proses pembinaan napi
sebagaimana yang seharusnya t erj adi. Implikasi lain at as lemahnya pengawasan ini berimbas pula pada t ingkat kriminalit as di Lapas.
Kasus penemuan narkoba dalam razia di Lapas
t ercat at sebanyak 64 kasus, dengan 96 orang
yang t erlibat merupakan salah sat u cont oh
konkrit . Cat ur Sapt o Edy selaku Wakil Ket ua Komisi III DPR RI j uga menyat akan bahwa over capaci t y j uga menyebabkan kerawanan berupa
6
7
8
9
10
4
5
ht t p: / / www. r akyat mer deka. co. id
ht t p: / / www. det iknews. com
11
www. rakyat merdeka. co. i d
Pri soni sasi at au Pr i soni zat i on adal ah i st il ah yang dicipt akan ol eh Donal d Cl emmer yang dikonsepkan sebagai
“ The t aki ng on, i n gr eat er or l esser degr ee, of t he f al kways, mor e, cust oms and gener al cul t ur e of t he peni t ent i ar y” (St ant on Wheel er, “ Soci al i cat i on i n Cor r ect i omal Inst i t ut i ons” dal am Sir Leon Radzi nowichz and
Marvis E Wol f gang (ed), Cr i me and Just i ce. New York:
Basi c Books, Inc. Publ i shers, t anpa t ahun hl m. 194)
Loc. ci t . , hl m. 197.
Roger Hood and Richard Sparks, 1978. Key Issues i n
Cr i mi nol ogy. Wiedenf el d and Ni col son, London: Worl d
Uni versit y, hl m. 222.
St even Box, 1981, Devi ance, Real i t y & Soci et y, Second
Edit ion, Hol t . Rinchert and Winst on, London, New York,
Sudney Toront o, hl m. 216.
Ibi d. hl m. 219-220.
216 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
seseorang narapidana pada hakikat nya karena
seseorang narapidana yang masuk dalam penj ara akan dihadapkan pada dua alt ernat if . Alt ernat if pert ama adalah masuk at au mengikut i
at uran pet ugas yang berart i mengalami perampasan dengan rasa penderit aan yang kuat . Alt ernat if kedua adalah masuk dalam budaya
masyarakat narapidana yang berart i mengurangi penderit aan at as perampasan yang di
alami.
Implikasi negat if dari prisonisasi di at as
berakar dari suat u kenyat aan dimana sist em
sosial narapidana sangat mendukung dan melindungi narapidana yang sangat mendalami
pola-pola t ingkah laku kriminal dan sebaliknya
akan sangat t idak mendukung bahkan menindas
at au mengancam narapidana yang masih menunj ukan loyalit as pada dunia non-kriminal. 15
Berkait an dengan hal it u pula Romli At masasmit a menyat akan “ . . . pada diri seorang
Berkait an dengan hal t ersebut dikat akan
oleh Sykes dan Messinger bahwa apabila sekelompok narapidana banyak menuj u keadaan
ant agonis bersama, maka banyak masalah dari
kehidupan penj ara menj adi lebih akut . Sebaliknya kalau sekelompok narapidana bergerak
dalam arak solidarit as, yang dit unt ut oleh at uran narapidana, rasa sakit di penj ara menj adi
kurang berat . Suat u masyarakat narapidana
yang kohesif membawa narapidana pada suat u
kelompk sosial sehingga ia dapat mengenal
dirinya sendiri dan akan mendukungnya dalam
perj uangan melawan pet ugas (norma pet ugas)12
Beberapa bent uk prisonisasi ant ara lain
t erj adinya perampasan sesama napi, pencurian
di dalam kamar napi, perkelahian kelompok,
perploncoan khususnya bagi napi yang baru
masuk, pengelompokan berdasarkan kedaerah-
narapidana selama dalam penj ara, j elas bahwa
sikap dan nilai-nilai yang dianut seseorang
narapidana dalam kont eks masyarakat narapidana, akan secara serius menghambat usaha
resosialisasi narapidana. 16 Clemmer j uga menyat akan “ . . . and t hat men who became compl et el y pri sonesed wer e much more l i kel y t o
commi t f urt her of f ences af t er rel ease f r om
pr i son t han men who di d not ” . 17 Lebih lanj ut
Clemmer mencat at dan menggambarkan bahwa
kebudayaan dan organisasi sosial dalam penj ara
yang ia t emukan berbent uk suat u sist em,
banyak mempunyai karakt erist ik yang sangat
mengganggu t erhadap hal-hal yang berkait an
dengan proses rehabilit asi. 18)
Prisonisasi pada hakikat nya j uga mempunyai dampak negat if t erut ama bagi penj ahat
kebet ulan, pendat ang baru di dunia kej ahat an.
an, bahasa khusus unt uk t idak mudah dikenali
oleh orang luar, homoseksual sert a kode et ik
unt uk saling melindungi rahasia sesama napi. 13
Prisonisasi ini t ampaknya sangat t idak
kondusif bagi t uj uan pembinaan napi. John
Irwin misalnya berpendapat bahwa prisonisasi
dapat mempunyai implikasi negat if sepert i yang
diungkapkan sebagai berikut : “ Thi s uni que cul t ure produced a soci al or der per cul ai r t o t he
pr i son and t hat pr i soner become “ pr i sonized”
i nt o t hi s cul t ur e, whi ch di sr upt ed t heir reent r y
i nt o t he out si de soci et y and somet i mes deepened t heir cr imi nal i t y and ant y soci et y” . 14
Hal t ersebut t ercermin dari pernyat aan Bernes
dan Teet ers yang menyat akan bahwa penj ara
t elah t umbuh menj adi t empat pencemaran
yang pada hakikat nya j ust eru oleh penyokongpenyokong penj ara dicoba unt uk dihindari,
sebab di t empat -t empat ini penj ahat -penj ahat
kebet ulan (acci dent al of f ender s) dirusak melalui pengalaman-pengalamannya dengan penj ahat kronis. Bahkan personil yang baikpun
t elah gagal unt uk menghilangkan keburukan
yang sangat besar dari penj ara ini. 19)
Pengalaman dengan penj ahat kronis di
maksudkan pula bahwa t erdapat proses saling
12
13
14
Roger Hood and Richard Sparks, 1978. Key Issues i n
Cr i mi nol ogy, London: Worl d Univer si t y Li brar y hl m. 222.
Angkasa, 1993, Pr i soni sasi dan Per masal ahannya Ter hadap Pembi naan Nar api dana (Suat u St udi di Lembaga
Pemasyar akat an Semar ang dan Lembaga Pemasyar akat an
Pur woker t o, (Thesi s) Pada Program Pascasar j ana Bi dang
Il mu Hukum Undip Semarang, hl m. 145.
Roml i At masasmit a, 1983, Kepenj ar aan Dal am suat u Bunga Rampai . Bandung: Armico . hl m. 48-49.
15
16
17
18
19
Ibi d. hl m. 49.
Roml i At masasmit a, 1982, op. ci t . hl m. 38.
Roger Hood and Richard Sparke, 1978, op. Ci t . , hl m. 227
St ant on Wheel er, op. ci t . , hl m. 194.
Mul adi & Bar da Nawaw i Ar ief , 1984, Teor i -t eor i dan
Kebi j akan Pi dana. Bandung: Al umni, hl m. 79. Per iksa
pul a: Barnes & Teet er s, 1953. New Hor i zon i n
Cr i mi nol ogy, Second Edi t i on, New Del hi : Prent ice Hal l of
India, hl m. 813.
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
217
belaj ar anat ar napi dalam dunia kej ahat an
dapat dij elaskan dengan t eori dari Edwin
Sut herland t ent ang Dif f erent i al Associ at i on.
Teori ini berdasarkan pada proses belaj ar yait u
bahwa perilaku kej ahat an adalah perilaku yang
dipelaj ari.
Menurut Sut herland, perilaku kej ahat an
adalah perilaku manusia pada umumnya sama
dengan perilaku yang bukan kej ahat an. Dalam
menj elaskan proses t erj adinya perilaku ke-
int ens t anpa diimbangi dengan kegiat an yang
posit if berupa pebinaan spirit ual dan ment al
sert a keikut sert aan pada program ket rampilan
kerj a selama menj alani pidana penj ara di
dalam Lapas, maka seorang narapidana ket ika
selesai menj alani pidana penj ara dan hidup
bebas di masyarakat luar bukannya menj adi
baik dalam art i berbuat sebagaimana diat ur
dalam norma yang hidup dalam masyarakat
meliput i norma agama, kesusuilaan, kesopanan
j ahat an Sut herland mengaj ukan 9 proposisi
sebagai berikut . Pert ama, perilaku kej ahat an
adalah perilaku yang dipelaj ari; kedua, perilaku
kej ahat an dipelaj ari dalam int eraksi dengan
orang lain dalam proses komunikasi. Komunikasi t ersebut t erut ama bersif at lesan maupun
dengan menggunakan bahasa isyarat ; ket i ga,
bagian yang t erpent ing dalam proses mempelaj ari t ingkah laku kej ahat an t erj adi dalam
kelompok personal yang int im; keempat , apabila perilaku kej ahat an dipelaj ari, maka yang
dipelaj ari t ersebut , meliput i (a). t eknik melakukan kej ahat an; (b). mot if t ert ent u, dorongan, alasan pembenar dan sikap; kel i ma, arah
t ert ent u dari mot if dan dorongan dipelaj ari
dari bat asan at as at uran hukum sebagai yang
mengunt ungkan at au t idak; keenam , seseorang
menj adi delinkuen karena berlebihan dalam
sert a hukum namum cenderung akan mengulangi melakukan t indak pidana lagi. Pada
banyak kasus dit emukan bahwa j ust eru t erj adi
peningkat an secara kualit at if dan kunt it at if
dalam hal t indak pidana yang dilakukan sert a
hasil yang diperoleh dari t indak pidana yang
dilakukan . Modus operandi dalam melakukan
t indak pidana mengalami peningkat an yang
diperoleh dari hasil pembelaj aran dari narapidana yang lain.
Berkait an dengan hal t ersebut konggres
PBB ke lima t ahun 1975 mengenai “ The Pr event ion of Cr ime and Treat ment of Of f ender s”
dalam salah sat u laporannya menyat akan bahwa pengalaman penj ara demikian membahayakan sehingga merusak at au menghalangi secara serius kemampuan sipelanggar unt uk mulai
lagi ke keadaan pat uh pada hukum set elah ia
berhubungan dengan pola t ingkah laku j ahat
daripada yang t idak j ahat ; ket uj uh, Di f f er ent i al Associ at ion dapat bervariasi dalam f rekuensinya; kedel apan, proses dalam mempelaj ari perilaku kej ahat an melalui hubunganhubungan dengan pola-pola kej ahat an dan
menyangkut seluruh mekanisme yang dilibat kan
pada set iap proses belaj ar yang lain; dan kesembi l an, karena perilaku kej ahat an merupakan pernyat aan dari kebut uhan-kebut uhan dan
nilai-nilai umum, akan t et api hal t ersebut t idak
dij elaskan oleh kebut uhan-kebut uhan dan nilainilai umum t ersebut sebab perilaku yang bukan
kej ahat an j uga merupakan pernyat aan dari
nilai-nilai dan kebut uhan yang sama20
Berdasarkan hal t ersebut maka pergaulan
narapidana dengan narapidana yang lain secara
dikeluarkan dari penj ara. 21) Dalam ket erkait an
dengan bahaya-bahaya yang dit imbulkan dalam
pidana penj ara Konggres Kedua PBB mengenai
Pencegahan Kej ahat an dan Pembinaan Pelanggar hukum pada t ahun 1960 di London – berkait an dengan dit erimanya St andar d Mi nimum
Rul es – t elah mengeluarkan rekomendasi unt uk
membat asi at au mengurangi penggunaan yang
luas dari pidana penj ara pendek.
20
Solusi Overcapacit y Narapidana dalam Lapas
sebagai Upaya Optimalisasi Pembinaan Narapidana
Beberapa kebij akan dalam rangka mengurangi over capacit y t ampaknya t elah dilakukan oleh pemerint ah ant ara lain dengan pembuat an kamar baru, rehabilit asi bangunan
hingga pembangunan Lapas baru yang mem-
George B. Vol d Thomas J. Bernard, 1986, Theor i t i cal
Cr i mi nol ogy, Third Edit ion, New York: Oxf ord Uni versit y
Press, hl m. 78.
21)
Barda Nawaw i Ar ief , 1986. op. ci t . , hl m. 82-85.
218 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
punyai t uj uan ut ama menambah daya t ampung
napi. Meski demikian upaya t ersebut t ampaknya t idak signif ikan mengat asi over capacit y
mengingat
penambahan j umlah napi yang
masuk masih j auh lebih banyak dibanding
penambahan ruangan maupun napi yang keluar.
Apalagi pembangunan Lapas baru selain membut uhkan wakt u set idaknya 3 t ahun j uga membut uhkan biaya besar. Secara normat if t erdapat
kebij akan melalui Perat uran Ment eri Dephuk-
Beberapa t indakan non-inst it ut ional t ersebut di at as dapat dij elaskan sebagai berikut .
Per t ama adalah Pidana bersyarat (voor waar del i j k veroor del i ng) secara normat if di at ur
dalam ket ent uan Pasal 14 a KUHP sampai Pasal
14 F KUHP dengan segala perat uran pelaksanaannya. Penj at uhan pidana t erhadap t erpidana
dengan pidana bersyarat menj adikan yang bersangkut an t idak harus menj alani pidana penj ara dalam Lapas asalkan memenuhi syarat -
ham yang t ert uang dalam permen Dephukham
No. M. 2. PK. 04-10 Tahun 207 dilakukan penyederhanaan t at a pemberian hak-hak napi. Di
ant aranya penyederhanaan persyarat an pembebasan bersyarat , cut i bersyarat , dan cut i
menj elang bebas.
Melalui kebij akan sepert i ini t ampaknya
memang dapat menguragi kepadat an hunian
napi di Lapas. Sebagai cont oh dikemukakan
oleh Kepala Divisi Pemasyarakat n Kanwil Dephukham Jawa Barat , Dedi Sut ardi yang menyat akan bahwa dengan kebij akan t ersebut di
harapkan sekit ar 5. 000 napi di Jawa Barat
dapat dibebaskan. Namun demikian langkah
t ersebut walau di sat u sisi dapat mengat asi
kepadat an di Lapas namun menj adi dapat dipert anyakan t et ang kualit as keluaran Lapas
yang berf ungsi pula sebagai wadah pembinaan
syarat t ert ent u. 24 Hal ini mengandung art i pula
bahwa pidana bersyarat dapat mengurangi
poopulasi nai di Lapas. Muladi mengat akan
bahwa dit inj au dari segi masyarakat secara
f inansiil maka pidana bersyarat yang merupakan pembinaan di luar lembaga akan lebih
murah dibandingkan dengan pembinaan di
dalam lembaga. 25 Selain it u Pidana bersyarat
dan bent uk-bent uk alt ernat if pidana perampasan kemerdekaan lain yang hampir sama
misalnya probat i on, ant ara lain mempunyai
keunt ungan-keunt ungan sebagai berikut : Keunt ungan pert ama, pidana bersyarat akan memberikan kesempat an kepada t erpidana unt uk
memperbaiki dirinya di masyarakat , sepanj ang
kesej aht eraan t erpidana dalam hal ini dipert imbangkan sebagai hal yang lebih ut ama daripada risiko yang mungkin diderit a oleh masya-
dan j uga dari segi keadilan t erut ama dari
perspekt if korban. Korban yang melihat napi
sebagai eks pelaku kej ahat an memperoleh
perlakuan ist imewa sepert i it u dapat melukai
rasa keadilannya. 22
Sehubungan dengan hal t ersebut di at as
maka t ampaknya harus dilakukan upaya lain
dalam upaya mengat asi masalah over capacit y
narapidana dalam lapas. Beberapa t indakan
yang bersif at non-i nst i t ut i onal ant ara lain pidana bersyarat , pr obat ion, pidana yang dit angguhkan, kompensasi, rest it usi dan sebagainya. 23
Dalam perkembangan yang t erkini melalui
model rest or at ive j ust i ce t ampaknya dapat
mengurangi populasi napi dalam Lapas dan
aspek keadilan t et ap dapat t ercapai dengan
baik.
rakat , seandainya si t erpidana dilepas di masyarakat . Hal yang sangat pent ing unt uk diperhat ikan adalah keharusan unt uk menghilangkan
kekhawat iran t erpidana unt uk kemungkinan
dimasukkan ke lembaga pemasyarakat an, pada
permulaan perencanaan pelaksanaan pidana
bersyarat . Dalam rangka pemberian kesempat an ini, persyarat an yang paling ut ama adalah kesehat an ment al dari t erpidana.
Keunt ungan yang kedua adalah bahwa
pidana bersyarat memungkinkan t erpidana
unt uk melanj ut kan kebiasaan-kebiasaan hidup-
22
23
Kl ipingut . wordpress. com
Mul adi , 1985, Lembaga Pi dana Ber syar at ,
Al umni, hl m. 151.
24
Bandung:
25
Dal am ket ent uan Pasal 14c KUHP di t ent ukan bahwa di
samping syarat umum bahwa t erpidana t idak akan
mel akukan perbuat an pidana, haki m dapat menet apkan
syar at khusus bahw a t er pi dana dl am wakt u yang l ebih
pendek dar i masa percobaanya, har us menggant i segal a
at au sebagi an kerugian yang dit i mbul kan ol eh per buat an
pi dananya. Di samping it u dapat pul a dit et apkan syarat
khusus l ai nnya mengenai t ingkah l aku t erpidana yang
harus dipenuhi sel ama masa percobaan at au sel ama
sebagian masa percobaannya.
Mul adi , 1985, op. ci t . , hl m. 153-154.
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
nya sehari-hari sebagai menusia, yang sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat .
Kebia-saan-kebisaan ini ant ara lain adalah melakukan t ugas pekerj aannya, melaksanakan kewaj iban-kewaj ibannya di dalam keluarga, ikut
sert a di dalam kegiat an rekreasi dan t indakant indakan lain yang akan bermanf aat baginya
sebagai anggot a masyarakat dan sebaliknya hal
ini j uga sangat bermanf aat bagi masyarakat .
Manf aat yang ket i ga adalah, bahwa pidana
bersyarat akan mencegah t erj adinya st igma
yang diakibat kan oleh pidana perampasan
kemerdekaan, yang oleh Richard D Schwart z
dan Jerome H. Skolnick disebut sebagai salah
sat u konsekuensi di luar hukum yang harus
diperhit ungkan di dalam kebij aksanaan para
penegak hukum. St igma ini seringkali dirasakan
j uga oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal
ini, maka keluarga t erpidana t ersebut harus
memberikan bant uan kepada pelaksana pidana
bersyarat dan bant uan ini dapat berupa rasa
simpat i, dorongan-dorongan posit if t erhadap
t erpidana, bant uan-bant uan yang bersif at
mat eriil dan disiplin. 26
Kedua, adalah t ent ang Rest it usi dalam
hal ini dalam perspekt if vikt imologi. Hakikat nya
rest it usi berkait an dengan perbaikan at au rest orasi perbaikan at as kerugian f isik, moral mau
pun hart a benda, kedudukan dan hak-hak korban at as serangan pelaku t indak pidana (penj ahat ). Rest it usi merupakan suat u t indakan
rest it ut if t erhadap pelaku t indak pidana yang
berkarakt er pidana dan menggambarkan suat u
t uj uan koreksional dalam kasus pidana. 27
Burt Galaway secara lebih komperhensif
menyat akan t ent ang rest it usi sebagai berikut .
Rest it ut ion i s def i ned t o mean a requi r ement , ei t her imposed by agent s of t he
cr i minal j ust i ce syst em, or undert aken
vol unt ary by t he wr ong-doer but wit h
t he consent of t he cr i mi nal j ust i ce syst em, by whi ch t he of f ender engages i s
act s desi gned t o make r epar at i on f or
har m resul t i ng f r om t he cr i mi nal of f ence. The def i ni t ion has t hree cent r al component s: act i on by of f ender whi ch may
be ei t her vol unt ar y or coer ced, knowl edge and consent of t he agent s of t he
cr i minal j ust i ce syst em and t he r epair ing
of damages28.
Rest it usi dalam kait annya dengan over capaci t y, mempunyai manf aat apabila diint egrasikan dengan lembaga pidana bersyarat ,
implikasinya mengurangi populasi hunian penj ara (Lapas) sekaligus penghemat an dana pengeluaran pemerint ah. Dengan t idak masuknya
pelaku menj alani pidana penj ara di Lapas maka
pemerint ah dapat menghemat dana yang
seharusnya dikeluarkan unt uk memberi makan,
perawat an sert a pembinaan bagi napi. 29
Ket iga, adalah pengembangan model penyelesaian kasus pidana yang bermanf aat pula
unt uk mengurangi populasi napi dalam lapas
dengan penyelesaian secara perdamaian ant ara
pelaku dan korban. Dalam hal ini pelaku t idak
harus masuk dalam lapas apabila proses
perdamaian t ercapai. Model ini dikenal dengan
r est or at ive j ust i ce. Rest or at ive j ust i ce i s a
pr ocess whereby al l t he part ies wi t h a st ake i n
a par t i cul ar of f ense come t oget her t o r esolve
col l ect ivel y how t o deal wi t h t he af t er mat h of
t he of f ense and it s impl i cat ions f or t he
f ut ure. 30
Russ Immarigeon memberikan pengert ian
r est or at ive j ust i ce sebagai berikut .
Rest or at ive j ust i ce i s a process t hat
br i ngs vi ct ims and of f ender s t oget her t o
f ace each ot her , t o i nf orm each ot her
about t hei r cr i mes and vi ct i mi zat i on, t o
28
29
26
Richar d D. Schwart z & Jerome H. Skol ni ck, The St i gma of
“ Ex-Con” and t he Pr obl em of Rei nt egr at i on , dal am:
Cor r ect i ons: Pr obl em and Pr os-pect s, Prent i ce Hal l , Inc. ,
Engl ewood Cl if f s, New Jersey, 1975, hl m. 127.
27
Angkasa, 2004. Kedudukan Kor ban dal am Si st em
Per adi l an Pi dana (Pendekat an Vi kt i mol ogi s t er hadap
Kor ban Ti ndak Pi dana Per kosaan (Disert asi ), Semarang:
Uni versit as Di ponegoro, hl m. 129.
219
30
John Harding, 1982, Vi ct i ms and Of f ender s Needs and
Responsi bi l i t i es. Bedf ord Squar e Press\ NCVO, hl m . 16.
Angkasa, 2004, Op. ci t . , hl m. 57; Bandingkan dengan hasil
st udi Lawrence (1990) yang menunj ukkan bahwa dari
sej uml ah 3000 pel aku t indak pidana di Texas sel ama 7
t ahun t er akhir, l ebih memil ih program rest it usi dari pada
program pidana penj ara biasa. Program rest it usi ini
hanya mengel uarkan bi aya $ 215, sedangkan program
pemenj araan bi ayanya sebesar $ 750. St udi l ain dari
Hudson & Gal away (1980); Lawrence (1990); Pat t erson
(1978), j uga mel aporkan bahwa rest it usi l ebih ekonomis
dar ipada dengan prosedur si st em peradil an pi dana biasa.
( Wil l i am G. Doerner , St even P. Lab, Loc. ci t . )
Tony Marshal l , 1999, Rest or at i ve Just i ce: An Over vi ew.
London: Home Of f i ce Research Devel opment and St at ist ics Direct orat e, hl m. 5.
220 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
l ear n about each ot her s' backgr ounds,
and t o col l ect i vel y reach agr eement on a
'penal t y' or ' sanct ion. '31
Keunt ungan rest or at ive j ust i ce ant ara
lain sebagai selain sebagai sarana unt uk mengurangi polulasi napi di Lapas, j uga lebih
mendorong t ercipt anya reint egrasi sosial pelaku
t indak pidana ke dalam kehidupan masyarakat
sert a mengurangi t erj adinya st igma. Hal ini
sebagaimana dinyat akan oleh Bazemore sebagai
berikut .
Cur rent approaches may be cri mi nogeni c
i n t he sense t hat t hey i sol at e and st i gmat i ze t he of f ender , reduci ng t he l i kel i hood of successf ul r ei nt egr at i on i nt o
t he l aw-abi di ng communi t y. Punishment
makes t he of f ender l ess l i kel y t o f ocus
on t he vi ct im of t he cr ime t han on hi msel f . Fami l i al rel at ionshi ps wi t h t he of f ender are damaged. Rest or at i ve sanct i ons, on t he ot her hand, r equi re account abi l it y. They requi re t he of f ender
t o t ake responsi bi l i t y f or hi s act ions by
maki ng ri ght of t he wr ong t hat he has
i nf l i ct ed on t he vi ct im. At t he same
t i me, rest or at i ve j ust i ce exhor t s t he
communi t y t o make ever y ef f or t t o
f aci l i t at e t he successf ul rei nt egr at ion
i nt o t he communit y. In t hi s way, he
ar gues, rest or at i ve j ust i ce has t he bet t er
pot ent i al t o rehabi l i t at e of f ender s32
Penutup
Simpulan
Berdasarkan pembahasan t ersebut di at as
maka dapat disimpulkan sebagai berikut .
Per t ama, over capacit y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding
dengan sarana hunian lapas. Selain it u t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendorong lain
unt uk t erj adinya over capaci t y paradigma at au
f akt or hukumnya it u sendiri yang cenderung
berorient asi pada pidana inst it usional (penj ara). Kedua, over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain
31
32
Russ Immarigeon, 1999, "The Impact of Rest or at i ve Just i ce Sanct i ons on t he Li ves and Wel l -Bei ng of Cr i me
Vi ct i ms: A Revi ew of t he Int er nat i onal Li t er at ur e" i n
Rest or at i ve Juveni l e Just i ce: Repai r i ng t he Har m of
Yout h Cr i me, edit ed by Gor don Bazemore and Lode
Wal grave, Monsey, NY: Cr iminal Just ice Press, hl m. 306.
ht t p: / / www. rest orat ivej ust i ce. org/ int ro/ t ut ori al-i nt roduct ion-t o-rest orat ivr-j ust ice
rendahnya t ingkat pengamanan/ pengawasan
sert a t erj adinya prisonisasi. Ket i ga, solusi
over capaci t y narapidana dalam Lapas dalam
upaya opt imalisasi pembinaan narapidana dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana
ant ara lain dengan beberapa t indakan yang
bersif at non-i nst it ut ional berupa pidana bersyarat , probat ion, pidana yang dit angguhkan,
kompensasi, rest it usi sert a penggunaan r est or at ive j ust i ce.
Saran
Berdasarkan hal t ersebut di at as maka
unt uk dapat mengat asi over capaci t y narapidana
di dalam lembaga pemasyarakat at aupun rumah
t ahanan yang cenderung berimplikasi negat ive
pada t uj uan pemidanaan at ara lain berupa
t erj adinya prisonosasi dan rawannya sist em
pengamanan maka, penyelesaian perkara pidana perlu menggunakan pendekat an baru yakni
r est or at ive j ust i ce.
DAFTAR PUSTAKA
Angkasa. 1993. Pr i sonisasi dan Per masal ahannya Ter hadap Pembinaan Nar api dana
(Suat u St udi di Lembaga Pemasyar akat an
Semar ang dan Lembaga Pemasyar akat an
Pur woker t o. Semarang: Program Pascasarj ana Bidang Ilmu Hukum Undip;
-------. 2004. Kedudukan Kor ban dal am Sist em
Per adi l an Pi dana (Pendekat an Vi kt imologi s t er hadap Kor ban Ti ndak Pi dana Per kosaan (Disert asi). Semarang: Universit as
Diponegoro;
At masasmit a, Romli. 1983. Kepenj ar aan Dal am
suat u Bunga Rampai . Bandung: Armico;
Barnes and Teet ers. 1953. New Hori zon i n Cr i mi nol ogy. Second Edit ion. New Delhi:
Prent ice Hall of India;
Box, St even. 1981. Devi ance, Real i t y & Soci et y.
Second Edit ion. Holt . Rinchert and
Winst on. New York: Sudney Toront o;
George, B. Vold Thomas and J. Bernard. 1986.
Theor i t i cal Cr i mi nology. Third Edit ion .
New York: Oxf ord Universit y Press;
Harding, John. 1982. Vi ct i ms and Of f ender s
Needs and Responsi bi l it i es. Bedf ord:
Square Press/ NCVO;
Over Capaci t y Narapi dana di Lembaga Pemasyarakat an, ….
Hood, Roger and Richard Sparks. 1978. Key
Issues i n Cr imi nol ogy . London: World
Universit y Library;
Immarigeon, Russ. 1999. "The Impact of Rest or at ive Just i ce Sanct ions on t he Lives and
Wel l -Being of Cr i me Vi ct ims: A Revi ew of
t he Int ernat i onal Li t er at ure" i n Rest orat i ve Juveni l e Just i ce: Repair i ng t he
Har m of Yout h Cr ime . NY: Criminal
Just ice Press;
Marshall, Tony. 1999. Rest or at ive Just i ce: An
Over vi ew. London: Home Of f ice Research
Development
and
St at ist ics
Direct orat e;
Muladi dan Barda Nawawi Arief . 1984. Teor i t eori dan Kebi j akan Pi dana. Bandung:
Alumni Radzinowichz, Sir Leon and Marvis
E Wolf gang (ed). t anpa t ahun. Cri me and
Just i ce. New York: Inc. Publishers;
Muladi, 1985, Lembaga Pi dana Ber syar at . Bandung: Alumni;
Schwart z, Richard D. and Jerome H. Skolnick,
1975. The St i gma of “ Ex-Con” and t he
Probl em of Rei nt egr at ion . New Jersey:
Prent ice Hall Inc. Englewood Clif f s.
221