Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.

Konsep Halusinasi

1.1

Definisi halusinasi
Gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan kasus yang paling banyak

terjadi pada klien dengan gangguan jiwa. Dan akibat yang ditimbulkan oleh
gangguan tersebut dapat berakibat fatal karena berisiko tinggi untuk merugikan
dan merusak diri pasien sendiri, orang lain disekitarnya dan juga lingkungan
(Purba,dkk, 2010).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang
yang menimbulkannya atau tidak ada objek menurut Sunardi (2005) dalam
Dalami,dkk (2009).
Halusinasi merupakan penginderaan tanpa sumber rangsang eksternal. Hal ini
dibedakan dari distorsi atau ilusi yang merupakan tanggapan salah dari rangsang
yang nyata ada. Pasien merasakan halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata,

paling tidak pada suatu saat tertentu (Kaplan dan Sadock, 1998).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan (Dalami, dkk, 2009).
Ada beberapa jenis halusinasi yaitu : halusinasi pendengaran, halusinasi
penglihatan, halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan,
halusinasi kinestetik, halusinasi visceral (Fitria, 2009).

Universitas Sumatera Utara

1.2

Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu

tentang sesuatu, padahal dalam kenyataannya tidak terdapat rangsangan apapun
atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas penginderaan tidak disertai
stimulus fisik yang adekuat menurut Sunaryo (2004) dalam Dalami, dkk (2009).
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada

gangguan persepsi dengan klien gangguan jiwa. Bentuk halusinasi ini berupa
suara-suara ribut dan mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang
tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga
klien menghasilkan respon tertentu, seperti : bicara sendiri, atau respon lain yang
membahayakan membuat klien bertengkar sehingga dapat mencederai orang lain
atau klien sendiri. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi
tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara
atau pada benda mati (Erlinafsiah, 2010).

1.3

Faktor penyebab terjadinya halusinasi

1.3.1 Faktor predisposisi
a) Faktor pekembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum, dan rasa aman.
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas
dan konflik orang tua


Universitas Sumatera Utara

c) Faktor sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan atau
kerusuhan) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. Isolsi sosial pada
yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
d) Faktor psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien.
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, gambaran diri negatif.
e) Faktor Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mungkin timbul adalah
hambatan dlam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul prilaku menarik
diri.
f) Faktor Genetik

Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami skizofrenia dan kembar monozigot (Purba,dkk, 2010).

Universitas Sumatera Utara

1.4

Klasifikasi halusinasi
Jenis-jenis halusinasi:

1.4.1 Halusinasi pendengaran atau auditori
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang.
Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara
mengenai klien, klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadangkadang melakukan hal yang berbahaya.
1.4.2 Halusinasi penglihatan atau visual
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometris, gambar kartun atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.
1.4.3 Halusinasi penghidu atau alfaktori

Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang
menjijikkan seperti darah, urin atau feses. Halusinasi khususnya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dimensial.
1.4.4 Halusinasi pengecap
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan seperti darah , urin dan feses.

Universitas Sumatera Utara

1.4.5 Halusinasi peraba atau tartil
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain Stuart and sundeen (1998) dalam Dalami, dkk (2009).
Selain itu terdapat beberapa karakteristik dari halusinasi menurut (purba,dkk
2008) yaitu:
Tabel 2.1 Karakteristik Halusinasi
Jenis halusinasi
Halusinasi
dengar/suara


Data objektif
Bicara atau tertawa sendiri,
marah-marah tanpa sebab,
menyedengkan telinga kearah tertentu. Menutup
telinga.

Data subjektif
Mendengar suara-suara atau
kegaduhan.Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap.
Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya.

Halusinasi
penglihatan

Menunjuk-nunjuk kearah Melihat bayangan sinar/cahaya
tertentu. Ketakutan dengan geometris, bentuk kartoon, melihat
sesuatu yang tidak jelas

hantu, monster, atau panorama
yang luas dan kompleks,bisa
menyenangkan atau menakutkan.

Halusinasi
penghidu

Menghidu seperti sedang
membaui bau-bauan
tertentu. Menutup hidung

Membaui bau-bauan yang busuk,
amis dan bau yang menjijikkan
seperti darah, urin, feses, kadangkadang bau itu menyenangkan

Halusinasi
pengecapan

Sering meludah, muntah


Mengatakan rasa sakit atau tidak
enak tanpa adanya stimulus yang
terlihat. Contoh: merasakan
sensasi listrik dating dari tanah,
benda mati atau orang lain,
mengatakan ada serangga di
permukaan kulit. Merasa seperti
tersengat listrik

Halusinasi
sinestetik

Memverbalisasi dan/atau
obsesi terhadap proses

Mengatakan merasakan fungsi
tubuh seperti darah mengalir

Universitas Sumatera Utara


tubuh. Menolak untuk
melalui vena dan arteri, makanan
menyelesaikan tugas yang dicerna, atau pembentukan urin
memerlukan bagian tubuh
pasien yang diyakini pasien
tidak berfungsi

1.5

Tahap halusinasi
Menurut tim kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

tahap-tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien
yang mengalami halusinasi adalah:
1.5.1 Tahap 1
Memberi nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan
suatu kesenangan.
a. Karakteristik (non verbal)
1. Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
2. Mencoba berfokus padapikiran yang dapat menghilangkan ansietas

3. Pikiran dan pengalamansensori masih ada dalam kontrol kesadaran
b. Perilaku klien
1. Tersenyum atau tertawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara
3. Pergerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Diam dan berkonsentrasi

1.5.2 Tahap II

Universitas Sumatera Utara

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan
rasa empati.
a. Karakteristik (non verbal)
1. Pengalaman sensori menakutkan
2. Merasa dilecehkan pleh pengalaman sensori tersebut
3. Mulai merasa kehilangan kontrol
b. Perilaku klien
1. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

2. Perhatian dengan lingkungan berkurang
3. Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
4. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
1.5.3 Tahap III
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori (halusinasi) tidak
dapat ditolak.
a. Karakteristik (psikotik)
1. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
2. Isi halusinasi menjadi altraktik
3. Kesepian blia pengalaman sensori berakhir
b. Prilaku klien
1. Perintah halusinasi ditandai.
2. Sulit berhubungan dengan orang lain.
3. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik.

Universitas Sumatera Utara

1.5.4 Tahap IV
Menguasai tingkat kecerdasan, panik secara umum, diatur dan dipengaruhi
oleh halusinasi.
a. Karakteristik
1. Pengalaman sensori menjadi mengancam
2. Halusinasi dapat menjadi beberapa jam atau beberapa hari
b. Perilaku klien
1. Perilaku panik
2. Potensial untuk bunuh diri atau membunuh
3. Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik
4. Tidak mampu merespon terhadap;llingkungan. (Dalami, dkk, 2009)

2.

Konsep Keluarga

2.1

Definisi keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing.
(friedman, 1998 dalam suprajitno, 2004).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkainan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan satu
budaya. (baylon dan maglaya, 1978 dalam Rasmun 2001).

Universitas Sumatera Utara

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang
strategis dalam menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas melalui lima
tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu: mengenal masalah kesehatan,
mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan, merawat
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, memodifikasi lingkungan
dan mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara tepat.(Rasmun,
2001).
Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa
dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan orang
yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan
apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien
secara konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian,jika keluarga tidak mampu merawat
maka klien akan kambuh bahkan untuk mulihkannya kembali akan sangat sulit.
Oleh karena itu perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien
gangguan jiwa dirumah.( Fitria, 2009).

2.2

Fungsi keluarga
Keluarga berfungsi sebagai variabel intervensi kritis (atau seperti pengarang

lain mengistilahkannya sebagai “buffer” atau sebagai “agen penawaran” antara
masyarakat dan individu. Dengan kata lain, tujuan utama keluarga adalah sebagai
perantara yaitu menanggung semua harapan-harapan dan kewajiban-kewajiban
masyarakat serta membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu hingga dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap anggota individu dalam keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Bersama dengan itu pula keluarga mengadakan “penerimaan” baru bagi
masyarakat, dan menyiapkan anak-anak untuk menerima peran-peran dalam
masyarakat. (Friedman, 2010).
Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut:
a) Fungsi afektif (the affectivefunction) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggoata keluarga
berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial anggota keluarga.
b) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat-tempat anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.
c) Fungsi reproduksi

(the reproductive function) adalah fungsi untuk

mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d) Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi

kebutuhan

keluarga

secara

ekonomi

dan

tempat

untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu
fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan. (Friedman, 1998 dalam Suprajitno, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Namun, dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialisasi, fungsi
keluarga dikembangkan menjadi:
a. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif
yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan
sumber daya keluarga .
b. Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan
dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berada disekitarnya.
c. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab
yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan
dewasanya.
d. Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan
mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan rumah.
e. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan
terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.
f. Fungsi religious, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan
mengamalkan ajaran keagamaan.
g. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada diluar rumah.
h. Fungsi reproduksi, bukan hanya mengembangkan keturunan, tetapi juga
merupakan tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal
(menyeluruh), diantaranya: seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks
bagi anak dan yang lain.

Universitas Sumatera Utara

i. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah
(Suprajitno, 2004).
Indonesia membagi fungsi fungsi keluarga menjadi delapan dengan bentuk
operasional yang dapat dilakukan oleh setiap keluarga (UU No.10 tahun 1992 PP
No. 21 tahun 1994), yaitu:
a) Fungsi keamanan
1. Membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh
anggota keluarga.
2. Menterjemahkan agama atau norma agama dalam tingkah laku hidup
sehari-hari seluruh anggota keluarga.
3. Memberikan contoh konkret dalam hidup sehari-hari dalam pengalaman
dari ajaran agama.
4. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang
keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah dan di
masyarakat.
5. Membina, rasa, dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi
menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
b) Fungsi budaya
1. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan normanorma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.
2. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma
dan budaya asing yang tidak sesuai.

Universitas Sumatera Utara

3. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga, anggotanya mencari
pemecahan masalah dari berbagai pengaru negatif globalisasi dunia.
4. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat
berprilaku yang baik(positif) sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam
menghadapi tantangan globalisasi.
5. Membina budaya keluarga yang tidak sesuai, selaras dan seimbangdengan
budaya

masyarakat/bangsa

untuk

menunjang

terwujudnya

Norma

Keluarga Bahagia Sejahtera.
c) Fungsi cinta kasih
1. Menumbuh-kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antaranggota keluarga (suami-istri-anak) ke dalam symbol-simbol-simbol
nyata(ucapan, tingkah laku) secara optimal dan ters menerus.
2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar-anggota keluarga
maupun antar-keluarga yang satu dengan lainnya secara kuantitatif dan
kualitatif.
3. Membina praktik kecintaan terhadap praktik kehidupan duniawi yang
ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras. dan seimbang.
4. Membina rasa, sikap dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan
dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju Keluarga
Kecil bahagia sejahtera.
d) Fungsi perlindungan
1. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak
aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.

Universitas Sumatera Utara

2. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai
bentuk ancaman dan tantangan yang dating dari luar.
3. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal
menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
e) Fungsi reproduksi
1. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat
baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
2. Memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah pembentukan keluarga
dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.
3. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan
waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang
diinginkan dalam keluarga.
4. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang
kondusif menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
f) Fungsi sosialisasi
1. Menyadari, merencanakan, dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai
wahana pendidikan dan sosialisai anak yang pertama dan utama.
2. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai
pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan
permasalahan yang dijumpainya, baik di lingkungan sekolah maupun
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

3. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang
diperlukannya untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan
mental), yang tidak/kurang diberikan oleh lingkungan sekolahmaupun
masyarakat.
4. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga
sehungga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi
orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama
menuju Keluarga Bahagia Sejahtera.
g) Fungsi ekonomi
1. Melakukan

kegiatan

lingkungankeluarga

ekonomi
dalam

baik

rangka

di

luar

menopang

maupun

di

kelangsungan

dalam
dan

perkembangan kehidupan keluarga.
2. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
3. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan
perhatiannya terhadap keluarga berjalan secara serasi, selaras dan
seimbang.
4. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk
mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
h) Fungsi pelestarian lingkungan
1. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan intern
keluarga.

Universitas Sumatera Utara

2. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan ekstern
keluarga.
3. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi,
selaras, dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan
hidup masyarakat sekitarnya.
4. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan hidup
sebagai pola hidup keluarga menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
(suprajitno, 2004).

2.3

Peran keluarga
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di

bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:
a) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan
keluarga yang tidak boleh diabaikan tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan
berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan dan sumber daya dan
dana keluarga habis. Orangtua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian orangtua/ keluarga.apabila menyadari adanya perubahan keluarga,
perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar
perubahannya.
b) Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya
keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan
keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang

Universitas Sumatera Utara

mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.
Tindakan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan
dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar
memperoleh bantuan.
c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga
telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki
keterbatasan yang diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan
lanjut atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan
dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah apabila
keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan
pertama.
d) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga
(Suprajitno, 2004).

2.4

Dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus
kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti
dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga
berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga

Universitas Sumatera Utara

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.
Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(friedman, 2010).
House dan kahn (1985) dalam friedman (2010), menerangkan bahwa
keluarga memiliki empat fungsi dukungan, diantaranya:
2.4.1 Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
Dukungan emosional keluarga merupakan bentuk atau jenis dukungan yang
diberikan keluarga berupa memberikan perhatian, kasih sayang dan empati.
Menurut friedman (1998) dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga
yang mengalami halusinasi. Fungsi afektif merupakan fungsi internal keluarga
dalam memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga dengan saling
mengasuh , cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung dan menghargai antar
anggota keluarga (friedman, 1998).
Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang dapat
memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi putus
asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik
(penurunan kesehatan dan kelainan yang dialaminya). Pada klien halusinasi
dukungan emosional sangat diperlukan dan akan menjadi faktor sangat penting
untuk upaya perawatan dan pengobatan dalam mengontrol masalah halusinasinya.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian dukungan emosional dari keluarga sangat dibutuhkan oleh
klien halusinasi yang dapat mempengaruhi status psikososial dan mentalnya yang
akan ditunjukan dengan perubahan perilaku yang diharapkan dalam upaya
meningkatkan status kesehatannya. Hal tersebut tentunya disebabkan karena
terjadinya peningkatan perasaan tidak berguna, tidak dihargai, merasa dikucilkan
dan kecewa dari klien halusinasi. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi
kesehatan fisik dan mental seseorang melalui pengaruhnya terhadap pembentukan
emosional.
2.4.2 Dukungan informasi
Keluarga berfungsi sebagai sebuah pengumpul dan penyebar informasi.
Menjelaskan tentang pemberian saran dan sugesti, informasi yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan tentang suatu masalah. Manfaat dari dukungan
ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor

karena informasi yang

diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspekaspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
Dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan
oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan
dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan klien
halusinasi dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. Menurut friedman
(1998) dukungan informasi yang diberikan keluarga terhadap klien halusinasi
merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memliki

Universitas Sumatera Utara

produktivitas yang tinggi. Bentuk fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan
keluarga terhadap klien halusinasi diantaranya adalah memperkenalkan kepada
klien halusinasi tentang kondisi dan penyakit yang dialaminya dan menjelaskan
cara perawatan yang tepat pada klien halusinasi agar klien termotivasi menjaga
dan mengontrol kesehatannya.
Pada klien halusinasi cenderung dan sering mengalami masalah kemunduran
kognitif, sehingga keadaan ini juga dapat mengakibatkan munculnya perasaan
pesimis dan putus asa bahkan kepasrahan terhadap masalah kesehatan yang terjadi
pada dirinya. Dirasakan penting upaya bantuan informasi (saran, nasehat, dan
pemberian informasi) bagi klien halusinasi untuk meningkatkan semangat dan
motivasi agar dapat meningkatkan status kesehatannya secara optimal.
2.4.3 Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit
diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan.
Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan
penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun
meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan klien
halusinasi dalam menyampaikan perasannya. Serta dukungan instrumental
keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit (friedman, 1998).
Fungsi ekonomi keluarga merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi semua
kebutuhan anggota keluarga termasuk kebutuhan kesehatan anggota keluarga,
sedangkan funsi perawatan kesehatan anggota keluarga merupakan fungsi

Universitas Sumatera Utara

keluarga dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga diantaranya
adalah merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi dan membawa
anggota keluarga ke peleyanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya
(friedman 1998).
2.4.4 Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai pemberi umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota
keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.
Dukungan penilaian merupakan suatu dukungan dari keluarga dalam bentuk
memberikan umpan balik dan penghargaan kepada klien halusinasi dengan
menunjukkan respon positif yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan,
idea tau perasaan seseorang. Menurut friedman (1998) dukungan penilaian
keluarga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga terhadap klien halusinai yang
dapat meningkatkan status kesehatan klien halusinasi. Melalui dukungan
penghargaan ini, klien halusinasi akan mendapat pengakuan atas kemampuannya
sekecil dan sederhana apapun.
Manfaat dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan, sifat dan dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahaptahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan
dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga (friedman, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Wills(1985) dalam friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan)
dan efek-efek utama (dukungan secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari
kesehatan) pun ditemukansesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari
dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga terhadap
kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih
spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan
dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh, dan pemulihan fungsi
kognitif, fisik serta kesehatan emosi menurut Ryan & Austin (1985) dalam
friedman, (1998).
Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga menurut Feiring dan Lewis
(1984) dalam Friedman (1998) ada bukti kuat dari hasil penelitian yang
menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif
menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak

yang

berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak
dari keluarga besar. Selain itu dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu)
juga dipengaruhi oleh usia, menurut Friedman (1998) ibu yang masi muda
cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya
dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas
sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan
atau pekerjaan orangtua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah,

Universitas Sumatera Utara

suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam
keluarga kelas bawah, hubungan yang ada leih otoritas atau otokrasi. Selain itu
orangtua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi daripada orangtua dengan kelas sosial bawah.
Dukungan keluarga berhubungan dengan pemberi perawatan dirumah oleh
salah satu anggota keluarga berkaitan dengan hal usia menurut Soelaiman (1993)
dalam Notoatmodjo (2003), usia yang dianggap optimal dalam memahami dan
mengambil keputusan adalah diatas 20 tahun, karena di bawah 20 tahun atau
kurang dari 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam
memahami dan mengambil keputusan. Demikian usia ini berhubungan dengan
seseorang mampu mengambil keputusan menjadi pemberi perawatan bagi klien
yang mengalami halusinasi serta mampu mengikuti regimen terapeutik.
2.5

Beban keluarga yang mempunyai klien halusinasi
Fontaine (2009) mengatakan bahwa beban keluarga adalah tingkat

pengalaman distress keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya.
Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari
keluarga. Sebagaimana respon keluarga terhadap berduka dan trauma, keluarga
dengan anggota keluarga mengalami halusinasi juga membutuhkan empati dan
dukungan dari tenaga kesehatan professional Mohr & Regan-kubinski (2001)
dalam fontaine (2009).
Menurut Mohr (2006), ada tiga jenis beban keluarga yaitu:
1) Beban obyektif, merupakan beban dan hambatan yang dijumpai dalam
kehidupan suatu keluarga yang berhubungan dengan pelaksanaan merawat

Universitas Sumatera Utara

salah satu anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Termasuk kedalam
beban obyektif adalah: beban biaya financial untuk perawatan dan
pengobatan, tempat tinggal, makanan, dan transportasi.
2) Beban Subyektif, merupakan beban yang berupa distress emosional yang
dialami anggota keluarga yang berkaitan dengan tugas merawat anggota
keluarga yang mengalami halusinasi. Termasuk kedalam beban subyektif
diantaranya: ansietas akan masa depan, sedih, frustasi, merasa bersalah, kesal
dan bosan.
3) Beban iatrogenik, merupakan beban yang disebabkan karena tidak
berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang dapat mengakibatkan
intervensi dan rehabilitasi tidak berjalan sesuai fungsinya. Termasuk dalam
beban ini, bagaimana sistem rujukan dan program pendidikan kesehatan.
Sedangkan menurut WHO (2008) mengkategorikan beban keluarga dengan
klien halusinasi dibagi kedalam dua jenis yaitu:
1) Beban Obyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan masalah dan
pengalaman anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktivitas
kerja, kesulitan financial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik
anggota keluarga.
2) Beban Subyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan reaksi
psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan,
kecemasan dan malu dalam situasi sosial, koping, stres terhadap gangguan
perilaku dan frustasi yang disebabkan karena perubahan hubungan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Regimen Terapeutik

3.1

Penatalaksanaan Medis pada halusinasi
Penatalaksanaan klien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan

tindakan lain, yaitu:
a. Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obatanantipsikosis. Adapun kelompok umum yang digunakan adalah :
Tabel 2.2 Jenis obat yang umum digunakan pada pasien halusinasi
Kelas kimia
Nama generik(dagang)
Dosis harian
Asetofenazin (Tidal)
60-120 mg
Klopromazin (Thorazin)
30-800 mg
Flufenazin (Prolixine,permiti)
1-40 mg
Mesoridazin (serentil)
30-400 mg
Perfenazin (Trilafon)
12-64 mg
Proklorperazin (compazin)
Fenotiazin
15-150 mg
Promazin (sparine)
40-1200 mg
Tiodazin (mellaril)
150-800 mg
Trifluopertazin (stelazine)
2-40 mg
Trifluopromazine (vesprin)
60-150 mg
Tiokssanten

Kloprotiksen (tarctan)
Tiotiksen(navane)

75-600 mg
8-30 mg

Haloperidol (haldol)
Butirofenon
Klozapin (clorazil)
Dibenzodiazepin
Loksapin (loxitane)
Dibenzokasazepin
Molindone (moban)
Dihidroindolon
b. Terapi kejang listrik/electro compulsive therapy (ECT)

1-100 mg
300-900 mg
20-150 mg
15-225

c. Terapi kativitas kelompok (TAK)

Universitas Sumatera Utara

3.2

Tindakan keperawatan pada keluarga

1. Tujuan untuk keluarga adalah:
Keluarga dapat merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang
efektif untuk pasien.
2. Tindakan keperawatan
Faktor keluarga menempati hal vital dalam penanganan pasien gangguan jiwa
di rumah. hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan 24
jam bersama-sama dengan pasien.Keluarga sangat menentukan apakah pasien
akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien secara
konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan
secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien,
pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sulit. Untuk itu
perawat harus melatih keluarga pasien agar mampu merawat pasien gangguan
jiwa di rumah.
Pendidikan kesehatan pada keluarga dapat dilakukan melalui 3 tahapan
meliputi:
a) Tahap I: menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh pasien dan
pentingnya peran keluarga untuk mendukung pasien
b) Tahap II: melatih keluarga merawat pasien
c) Tahap III: melatih keluarga merawat pasien langsung
Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga untuk merawat pasien
meliputi:
1) Pengertian halusinasi

Universitas Sumatera Utara

2) Jenis halusinasi
3) Tanda dan gejala halusinasi
4) Proses terjadinya halusinasi
5) Cara merawat pasien halusinasi
3. Cara berkomunikasi
4. Pemberian obat
5. Pemberian aktivitas kepada pasien
6. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa di jangkau.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu

7 76 87

HUBUNGAN DUKUNGAN INSTRUMENTAL DENGAN BEBAN PADA ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI POLI KLINIK KEPERAWATAN JIWA RSJ GRHASIA PROVINSI DIY

7 51 235

Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Kelua

1 8 101

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah

0 2 13

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 10

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 2

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 1 8

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan Chapter III IV

0 1 24

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 2

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 17