Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien

dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari
seluruh skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain
yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif
dan delirium (Purba,dkk, 2010).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan

yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa

stimulus eksternal; persepsi palsu, berbeda dengan ilusi dimana pasien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa

adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai
sesuatu yang nyata oleh pasien (Purba,dkk, 2010).
Keberadaan klien halusinasi dengan prilakunya yang cukup beragam di dalam
keluarga menimbulkan stressor tersendiri bagi setiap anggota keluarganya karena
keluarga merupakan suatu sistem dan akan menimbulkan masalah atau beban bagi
keluarganya (Ngadiran, 2006).
Perilaku pasien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya

apakah

halusinasi

pendengaran,

penglihatan,

penciuman,

penglihatan, penghidu, pengecapan, perabaan dan sinestetik.


Universitas Sumatera Utara

Halusinasi benar-benar nyata dirasakan oleh klien yang mengalaminya,
seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan
persepsi tersebut secara nyata. Sama halnya seperti seseorang yang mendengarkan
siaran ramalan cuaca dan tidak lagi meragukan orang berbicara tentang ramalan
tersebut. Ketidakmampuannya untuk mempersepsikan stimulus secara nyata dapat
menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk
segera diatasi. Sangat penting untuk memberi kesempatan klien menjelaskan
tentang halusinsi yang dialaminya secara leluasa. Perawat membutuhkan
kemampuan untuk berbicara tentang halusinsi, karena dengan percakapan
halusinasi dapat menjadi indicator sejauhmana gejala psikotik pasien di atasi.
(Purba,dkk, 2010).
Pasien yang mengalami halusinasi juga membutuhkan dukungan dari
keluarga. Fungsi dan tugas keluarga adalah pendewasaan kepribadian dari para
anggota keluarga, pelindung dan pemberi keamanan bagi anggota keluarga, fungsi
sosialisasi yaitu kemampuan untuk mengadakan hubungan antar anggota keluarga
dengan keluarga lain/ masyarakat (Suliswati,dkk, 2005).
Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa

dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan orang
yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan
apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien
secara konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat
maka klien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat

Universitas Sumatera Utara

sulit.Oleh karena itu perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat
klien gangguan jiwa dirumah ( Fitria, 2009).
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus
kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti
dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga
berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.
Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Friedman, 2010).
Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan masalah halusinasi

mempunyai tuntutan pengorbanan ekonomi, sosial dan psikologis yang telah lebih
besar daripada yang normal. Dukungan keluarga pada klien halusinasi dapat
diwujudkan dengan adanya upaya perawatan keluarga pada klien halusinasi ini
berkaitan erat dengan masalah yang dihadapi oleh klien itu sendiri. Dukungan
keluarga terhadap klien halusinasi sangat penting dilakukan dalam upaya
peningkatan status kesehatan klien halusinasi. Klien bisa semangat dan
termotivasi sehingga menjadikan kehidupan klien halusinasi lebih berharga dan
berarti serta bermakna bagi keluarganya, dan klien halusinasi akan merasakan
bahwa dirinya masih sangat dibutuhkan oleh orang lain khususnya oleh keluarga
dimana klien halusinasi tersebut tinggal (House dan kahn, 1985 dalam friedman,
2010).

Universitas Sumatera Utara

Bila penderita tidak dirawat di institusi rumah sakit, keluarga sangat
dibutuhkan untuk menjamin pemberian obat di rumah. Salah satu anggota
keluarga harus dapat melakukan hal tersebut dengan baik, juga untuk membawa
penderita pada pemeriksaan lanjutan (Depkes RI, 1995). Dengan demikian
penatalaksanaan regimen terapeutik keluarga sangat diperlukan untuk masalah
klien dengan halusinasi ini.

Keluarga menghadapi situasi penuh stress dan ketegangan karena memiliki
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi penuh stress ini
diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota keluarga yang
mengalami halusinasi tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam
perawatan, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan
perilaku maladaptif dan masa depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan
beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara
optimal dapat mengantarkan keluarga dalam krisis psikologis.
Keberadaan stres seperti halnya terjadi pada individu, begitupun dalam
sebuah keluarga pada awalnya membantu keluarga untuk memobilisasi sumbersumbernya dan untuk bekerja guna memecahkan masalah. Stres menyebabkan
keseimbangan antara keadaan stabil menjadi berbahaya atau terancam; pada kasus
ini anggota keluarga pada awalnya mengluarkan banyak upaya untuk
mendapatkan kembali keseimbangan dalam keluarga. Akan tetapi, jika upaya awal
untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi tuntutan mengalami kegagalan,
stres akan meningkat. Seringkali suatu stressor pada awalnya mempengaruhi
individu, diikuti dengan sebuah subsistem keluarga terpengaruh (ripple effect).

Universitas Sumatera Utara

Walaupun stres dapat dialami oleh semua subsistem, setiap subsistem dapat

mentoleransi dan menangani stres secara berbeda.
Ketidakmampuan satu anggota keluarga secara signifikan mempengaruhi
keluarga dan fungsinya, sebagaimana perilaku dan anggota keluarga secara
simultan

mempengaruhi

perjalanan

dan

karakteristik

ketidakmampuan.

Berdasarkan asumsi timbal balik, jelas bahwa ketidakmampuan seseorang sangat
mempengaruhi perkembangan keluarga dan juga anggota keluarga, terutama
anggota keluarga yang tidak mampu. Seringkali ketika suatu keluarga terlambat
dalam memenuhi tugas perkembangannya keluarganya, terdapat interaksi antara
tuntutan atau stressor situasional dalam keluarga secara berlebih. Bertambahnya

stres keluarga yang diciptakan oleh adanya kedua jenis stressor sering kali
menghasilkan rendahnya fungsi keluarga, sementara tugas perkembangan
keluarga menjadi terganggu atau terhambat.
Ketika suatu keluarga yang salah satu anggota keluarganya memiliki
ketidakmampuan, misalnya salah satu anggota keluarga mengalami halusinasi,
membandingkan tugas perkembangan keluarga yang ideal dalam tahap siklus
kehidupan keluarga dengan perilaku aktual keluarga akan sangat berguna.
Perbandingan ini berguna dalam mengevaluasi kemungkinan dampak dari
ketidakmapuan pada keluarga.
Regimen

terapeutik

merupakan

suatu

cara

terapeutik


yang

dapat

menyembuhkan klien halusinasi. Pengobatan dapat berupa terapi pengobatan yang
diberikan pada pasien halusinasi. Dalam regimen terapeutik ini juga dibutuhkan
peran serta keluarga sebagai pendukung.

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian Rahmadhani Pane (2007), menunjukkan mayoritas
keluarga telah memberikan dukungan psikososial efektif (40%) yang terdiri dari
dukungan informasional (60%), dukungan penilaian (31,1%), dukungan
instrumental (55,6%), dan dukungan emosional (11,1%). Tetapi dalam penelitian
ini tidak diteliti tentang bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan proses
penyembuhan pasien gangguan halusinasi melalui pengobatan.
Dari hasil survey awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa daerah Propinsi
Sumatera Utara, didapat data jumlah penderita gangguan jiwa dengan halusinasi
pada tahun 2011 dimulai dari bulan Januari 2011 sebanyak 32 orang, Februari

sebanyak 251, Maret sebanyak 282 orang, April sebanyak 259 orang, Mei
sebanyak 254 orang, Juni sebanyak 270 orang, Juli sebanyak 266 orang, Agustus
sebanyak 289 orang, dan September sebanyak 301 orang sebagai perbandimgan
pada tahun 2010 terdapat data jumlah penderita halusinasi 2.585 orang yang
dirawat inap, sedangakan dari data 3 bulan terakhir pasien yang kontrol obat di
poliklinik jiwa berjumlah 334orang .
Berdasarkan

dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang

“Hubungan dukungan dengan beban keluarga

dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami
halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan”.

Universitas Sumatera Utara

2.


Perumusan masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang peneliti paparkan dapat dirumuskan

permasalahan penelitian tentang

bagaimanakah hubungan antara dukungan

dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota
keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan?

3.

Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi

“Hubungan dukungan dengan beban keluarga dalam


mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi
di RSJ Daerah Pemprovsu Medan.
3.2. Tujuan Khusus
3.2.1 Mengidentifikasi dukungan keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik
pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah
Pemprovsu Medan.
3.2.2 Mengidentifikasi beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada
anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu
Medan.
3.2.3 Mengidentifikasi tentang hubungan dukungan dengan beban keluarga dalam
mengikuti regimen terapetik pada anggota keluarga yang mengalami
halusinasi di RSJ Daerah Propsu Medan.

Universitas Sumatera Utara

4.

Manfaat Penelitian

4.1. Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dasar untuk perawat dalam
melakukan intervensi keperawatan kepada keluarga dan bertujuan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang regimen terapetik pada anggota
keluarga yang mengalami halusinasi.
4.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan
pengetahuan bagi perawat mengenai hubungan antara dukungan dengan
beban keluarga dalam mengikuti regimen terapetik pada anggota keluarga
yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan.
4.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal tentang penelitian
adanya hubungan antara dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti
regimen terapetik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ
Daerah Pemprovsu Medan. sehingga penellitian yang dilakukan selanjutnya
dapat menigkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada keluarga dan klien.
4.4. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi
keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami halusinasi.
Sehingga meningkatkan motivasi pada keluarga untuk meningkatkan
dukungan keluarga pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi dalam
mengikuti regimen terapeutik.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu

7 76 87

HUBUNGAN DUKUNGAN INSTRUMENTAL DENGAN BEBAN PADA ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI POLI KLINIK KEPERAWATAN JIWA RSJ GRHASIA PROVINSI DIY

7 51 235

Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Kelua

1 8 101

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah

0 2 13

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 10

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 2

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 1 27

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan Chapter III IV

0 1 24

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 2

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

0 0 17