Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA REMAJA DI POLIKLINIK NAPZA RSJ PEMPROVSU

SKRIPSI

Oleh

Pangihutan Situmorang 101101090

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul : Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu

Nama mahasiswa : Pangihutan Situmorang Nim : 101101090

Jurusan : S1 Keperawatan Tahun : 2014

Abstrak

Pola asuh keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak, pola asuh dalam keluarga akan membimbing anak untuk melakukan hal-hal yang baik atau buruk. Dalam proses ini peran orangtua sangat berperan penting dalam memberikan pengertian kepada anak dalam menghadapi respon terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk dari bahaya penyalahgunaan Napza.Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan 32 responden. Teknik pengambilan sampling adalah teknik total sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu..Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai pola asuh dan penyalahgunaan Napza. Uji statistik yang digunakan adalahuji korelasi Spearman dengan taraf signifikan (p<0,05). Hasil penelitian diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas responden (65,6%) memiliki pola asuh demokrasi, Penyalahgunaan Napza pada remaja mayoritas responden dalam kategori rendah (75%) dan terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja dengan nilai p=0,007 (p <(0,05).Sehingga disarankan kepada orangtua untuk secara dini mengantisipasi penyalahgunaan Napza pada remaja.


(4)

Title : Relationships Parenting families with abuse of Drugs on adolescents at RSJ Pemprovsu

Name : Pangihutan Situmorang Student No : 101101090

Faculty : Nursing Academic year : 2014

ABSTRACT

Parenting families greatly affect child development, parenting in the family will guide the child to do things that are good or bad. In this process the role of parents is very instrumental in giving understanding to the child in the face of the response to the surrounding environment, including from the dangers of the misuse of Drugs. This study uses design research descriptive correlative with 32 respondents and retrieval technique of sampling is a technique of total sampling. The purpose of this research is to know the relationship between parenting families with abuse of Drugs in teens in RSJ Pemprovsu. This research Instrument using questionnaires regarding parenting and the abuse of Drugs. Statistical test used is correlation Spearman test with significant levels (p <0.05). The results obtained indicate that the majority of respondents (65, 6%) were having a parenting democracy, the abuse of Drugs in the majority of the respondents in the teen low category (75%) and there is a significant relationship between parenting parents with teenage sexual behavior with a value of p = 0.007 p< (0.05).So it is recommended to parents for early anticipation of the misuse of Drugs on adolescents.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Hubungan Pola Asuh Keluarga Terhadap Penyalahgunaan Napza pada Remaja di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Terima kasih kepada pihak Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan yang telah memberikan izin dan membantu dalam proses pengambilan data pada saat penelitian.

3. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns., M.Kep selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing, memberikan arahan, ilmu dan saran yang sangat berharga dalam penyusunan proposal skiripsi ini.

4. Ibu Roxana Devi, S.Kep, Ns selaku Dosen Penguji I dan Ibu Farida LS Siregar S.Kep, Ns, M.Kep selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dalam penyusunan proposal skripsi saya

5. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf non-akademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.


(6)

6. Teristimewa kepada Ayahanda M. Situmorang dan Ibunda H. Malau tercinta yang selalu mendoakan, menyayangiku, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta senantiasa memberikan yang terbaik untukku. Terimakasih juga kuucapkan untuk abangku Bintang Situmorang dan adek-adek saya Laris Situmorang, Lili Situmorang, dan Nefta Situmorang .

7. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2010(Beni, Rasit, Iqbal, Adit, Fahri) yang telah memberikan dukungan dan doa.

8. Terimakasih buat sahabat-sahabatku yang spesialRina Barus, Daniel, Johanes, lukas, yang memberikan dukungan, doa, dan bantuan dalam mengerjakan proposal skripsi ini

9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah mendukung dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

Semoga Tuhan selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis. Penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semogaskripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan.

Medan, 7 Juli 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Abstrak ... ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Skema... viii

Bab 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Keluarga ... 6

2.1.1 Peranan Keluarga ... 7

2.1.2 Fungsi keluarga ... 7

2.2. Pola Asuh Keluarga ... 11

2.2.1 PengertianPolaAsuh Keluarga... ... 11

2.2.2 Dimensi Pola Asuh Keluarga... 12

2.2.3 Jenis-jenis Pola Asuh Keluarga... 12

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh... 15

2.3. Remaja... 17

2.3.1 Pengertian Remaja... 17

2.3.2 Tahap-tahap Perkembangam Remaja... 19

2.3.3 Karakreristik Remaja... 21

2.4Napza ... 24

2.4.1. Pengertian Napza ... 24

2.4.2. Jenis-jenis Napza... 25

2.4.3. Penyebab Penyalahgunaan Napza ... 24

Bab 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 32

3.1Kerangka Konseptual ... 32

3.2Definisi Operasional ... 34

3.3Hipotesa ... 35

Bab 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 36

4.1Desain Penelitian ... 36

4.2 Populasi dan Sampel ... 36

4.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

4.4Pertimbangan Etik ... 37

4.5Instrumen Penelitian ... 38

4.6Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

4.7Prosedur Pengumpulan Data ... 40


(8)

Bab 5HASIL dan PEMBAHASAN... 44

5.1 Hasil Penelitian... 44

5.1.1 Analisa Univariat... 44

5.1.2 Anilasa Bivariat... 47

5.2 Pembahasan... 48

Bab 6 KESIMPULAN dan SARAN... 56

6.1 Kesimpulan... 56

6.2 Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 61 1. Lembar Persetujuaan Menjadi Responden

2. Kuesioner Penelitian

3. Surat Izin Reliabilitas dari Panti Sosial Pamardi Putera Insyaf 4. Surat Izin Penelitian dari RSJ Pemprovsu

5. Hasil Validasi dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian 6. Data SPSS

7. Taksasi Dana 8. Jadwal Penelitian


(9)

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Definisi operasional ... 33

Tabel 4.1 Panduan Interpretasi Uji Hipotesa ... 42

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden ... 45

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pola Asuh ... 46

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penyalahgunaan Napza ... 46


(10)

DAFTAR SKEMA


(11)

Judul : Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu

Nama mahasiswa : Pangihutan Situmorang Nim : 101101090

Jurusan : S1 Keperawatan Tahun : 2014

Abstrak

Pola asuh keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak, pola asuh dalam keluarga akan membimbing anak untuk melakukan hal-hal yang baik atau buruk. Dalam proses ini peran orangtua sangat berperan penting dalam memberikan pengertian kepada anak dalam menghadapi respon terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk dari bahaya penyalahgunaan Napza.Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan 32 responden. Teknik pengambilan sampling adalah teknik total sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di RSJ Pemprovsu..Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai pola asuh dan penyalahgunaan Napza. Uji statistik yang digunakan adalahuji korelasi Spearman dengan taraf signifikan (p<0,05). Hasil penelitian diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas responden (65,6%) memiliki pola asuh demokrasi, Penyalahgunaan Napza pada remaja mayoritas responden dalam kategori rendah (75%) dan terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja dengan nilai p=0,007 (p <(0,05).Sehingga disarankan kepada orangtua untuk secara dini mengantisipasi penyalahgunaan Napza pada remaja.


(12)

Title : Relationships Parenting families with abuse of Drugs on adolescents at RSJ Pemprovsu

Name : Pangihutan Situmorang Student No : 101101090

Faculty : Nursing Academic year : 2014

ABSTRACT

Parenting families greatly affect child development, parenting in the family will guide the child to do things that are good or bad. In this process the role of parents is very instrumental in giving understanding to the child in the face of the response to the surrounding environment, including from the dangers of the misuse of Drugs. This study uses design research descriptive correlative with 32 respondents and retrieval technique of sampling is a technique of total sampling. The purpose of this research is to know the relationship between parenting families with abuse of Drugs in teens in RSJ Pemprovsu. This research Instrument using questionnaires regarding parenting and the abuse of Drugs. Statistical test used is correlation Spearman test with significant levels (p <0.05). The results obtained indicate that the majority of respondents (65, 6%) were having a parenting democracy, the abuse of Drugs in the majority of the respondents in the teen low category (75%) and there is a significant relationship between parenting parents with teenage sexual behavior with a value of p = 0.007 p< (0.05).So it is recommended to parents for early anticipation of the misuse of Drugs on adolescents.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Sifat-sifat peralihan tersebut terlihat jelas karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Sifat peralihan ini dapat menimbulkan gejolak dalam dirinya, baik psikis maupun emosional. Hal yang paling menonjol ialah sifat yang berusaha untuk mencari identitas diri dengan melakukan interaksi sosial dengan teman sekolah maupun teman di lingkungan sekitarnya (Wardoko, 2007).

Masa remaja merupakan suatu masa penuh gejolak emosi penuh pertentangan, pemberontakan dan ketidakseimbangan. Kondisi remaja yang cukup kompleks dengan permasalahan fisik dan psikologis sering menimbulkan kebingungan dan keraguan pada diri remaja, sehingga timbul krisis identitas yang seringkali menjadi akar permasalahan segala bentuk perilaku kenakalan remaja, antara lain tawuran antar pelajar, minum minuman keras bahkan perilaku seksual bebas yang dapat merusak masa depan anak. Hal ini terbukti banyaknya pemberitaan di media massa tentang pelajar yang menggunakan obat-obat terlarang seperti pil koplo, mogadon dan ekstasi, tawuran, bahkan pergaulan bebas ( Stanley Hall, 2003).

Perilaku kenakalan remaja sering sekali terkait dengan berbagai aspek, dimana pada tahap ini remaja ingin menemukan jati dirinya. Banyak hal-hal yang dilakukan remaja pada masa ini misalnya bergaul dengan teman sebaya, merokok, seks bebas dan yang paling tren pada remaja saat ini adalah penyalahgunaan


(14)

Napza (Narkotika dan obat berbahaya lainnya). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa hampir 63,7% dari mereka yang terlibat perkelahian dan tindak kekerasan lainnya adalah penyalahguna zat psikoaktif, karena penyalahgunaan zat ini dapat meningkatkan tingkah laku agresivitas baik fisik maupun psikis dari si pemakai (Marviana dkk, 2000 dalam Arnita 2008).

Kenakalan remaja dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang, masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh untuk mendidik anak tersebut (Eva Imania, 2007).

Penyalahgunaan Napza di Indonesia sendiri sudah tergolong mengkhawatirkan. Pengguna Napza di indonesia pada tahun 2013 diperkirakan sekitar 5 juta orang atau 2,8% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan pengguna remaja yang berusia 12-22 tahun ditaksir sekitar 921.000 orang. Di kota Medan sendiri pengguna Napza yang berusia antara 12-22 tahun diperkirakan sekitar 14.000 orang ( Kompas,2013).

Penyalahgunaan napza dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya rasa ingin tahu remaja, pengaruh pergaulan remaja, tempat tinggal remaja dan hal yang tidak dapat dilupakan adalah dukungan dari keluarga remaja tersebut. Kondisi didalam keluarga sangat mempengaruhi kondisi emosional remaja misalnya bagaimana perhatian dan kasih sayang keluarga tersebut (Wardoko, 2007).


(15)

Keluarga merupakan unit terkecil di Masyarakat. Keluarga merupakan tempat anak berkembang, di dalam keluarga anak dididik tentang hal-hal yang mendasar seperti bagaimana cara berbicara, makan, minum dan bagaimana cara seorang anak menjalani kehidupannya menjadi seorang manusia. Didalam keluarga terjadi relasi antara anggota keluarga, antara orangtua dengan anak maupun sesama anak. Relasi tersebut sangat mempengaruhi komunikasi yang terjadi di dalam keluarga.

Dukungan keluarga sangat penting bagi proses tumbuh kembang anak, dukungan yang dapat diberikan keluarga meliputi dukungan nyata berupa penyediaan lingkungan yang aman, dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material, dukungan pengharapan yaitu berupa motivasi, semangat, dorongan, rasa percaya, dukungan informasi berupa saran, arahan, umpan balik, dan solusi dari suatu masalah dan dukungan emosional yaitu kasih sayang, perasaan nyaman dan dicintai ( Cohen, 2001).

Pada masa sekarang banyak keluarga yang tidak memperhatikan anak-anaknya lagi, banyak keluarga yang meninggalkan tugasnya sebagai garda terdepan dalam pemberian pola asuh kepada anak, sehingga banyak anak yang mencari bentuk perhatian dengan bergaul dengan teman-teman sebayanya yang kurang baik untuk perkembangannya.

Pola asuh keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak, pola asuh dalam keluarga akan membimbing anak untuk melakukan hal-hal yang baik atau buruk. Dalam proses ini peran orangtua sangat berperan penting dalam memberikan pengertian kepada anak dalam menghadapi respon terhadap


(16)

lingkungan sekitarnya. Jika pola asuh yang diberikan kurang baik maka anak juga akan memberikan respon yang kurang baik di lingkungannya.

Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis, tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan. Ada tiga jenis pola asuh yaitu pertama; pola asuh otoriter dimana orang tua membatasi dan menghukum, menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua. Kedua; pola asuh otoritatif yaitu pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Sedangkan yang terakhir adalah pola asuh permisif; dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (Gunarsa, 2002).

Oleh karena faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja dan dampak yang ditumbulkan oleh bahaya penyalahgunaan NAPZA serta jumlah populasi yang semakin meningkat akibat penyalahgunaan NAPZA dikalangan remaja, maka mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut hubungan Pola Asuh Keluarga terhadap Penyalahgunaan Napza pada Remaja di Poliklinik Napza RSJ Pemprovsu Medan

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun yang merupakan tujuan penelitian adalah

1. Mengidentifikasi Pola Asuh Keluarga terhadap Remaja Pengguna Napza di Poli Klinik Napza RSJ Pemprovsu.

2. Mengidentifikasi penyalahgunaan Napza pada Remaja di Poli Klinik Napza RSJ Pemprovsu.


(17)

3. Mengidentikasi hubungan Pola Asuh Keluarga terhadap Penyalahgunaan Napza pada Remaja di Poliklinik Napza Pemprovsu.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah atau Instansi terkait.

Dapat dijadikan masukan bagi instansi terkait, khususnya instansi pendidikan dan kesehatan untuk menanggulangi bahaya dampak penyalahgunaan Napza di masyarakat, khususnya di sekolah.

2. Bagi Orangtua Remaja

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi orangtua tentang bagaimana memberi pola asuh yang baik kepada anak-anaknya

3. Bagi praktek pendidikan keperawatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana pola asuh, sehingga dapat dipraktekkan di dunia keperawatan untuk menanggulangi faktor-faktor penyebab penyalahgunaan Napza pada remaja.

4. Bagi pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapakan dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan pendidik dan peserta didik tentang jenis pola asuh untuk dapat diterapkan di masyarakat.

5. Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber data awal bagi penelitian selanjutnya tentang hubungan pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza remaja.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya ( Baylon &Maglaya, 1978 dalam Rasmun, 2001). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998)

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, yang terdiri dari beberapa kompenen yaitu pasangan suami istri , orang tua, anak, kakak-adik, kakek-nenek, dan sebagainya. Semua sistem ini saling berinteraksi saling ketergantungan dan saling menentukan satu sama lain. Lingkungan eksternal seperti pendidikan, sistem hukum, sistem politik, komunikasi, kesehatan, agama dan sistem sosial dapat mempengaruhi sistem di dalam keluarga, norma-norma yang akan berkembang sesuai dengan pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan tersebut (Effendy, 1998).

2.1.1 Peranan keluarga

Peran keluarga menggambarkan hubungan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, keagamaan dan kegiatan yang berhubungan dengan perilaku


(19)

individu, dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan pola dan perilaku dalam keluarga, kelompok serta masyarakat.

Berbagai peranan keluarga menurut Martono (2002), yaitu sebagai berikut: 1. Peranan ayah, ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak,

berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosial serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

2. Peranan ibu, sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peran untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya. Pelindung dan sebagai anggota masyarakatdari lingkungannya, disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga.

3. Peranan anak, anak-anak melaksanakan peran psikososialsesuai dengan tingkat perkembangannya baik secara fisik, emosional, sosial dan spiritual.

2.1.2 Fungsi keluarga

Indonesia membagi fungsi keluarga menjadi delapan dengan bentuk operasional yang dapat dilakukan oleh keluarga secara umum (UU No. 52 Tahun 2009) yaitu:

1. Fungsi keagamaan

Membina norma/ ajaran sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga, menerjemahkan ajaran agama/ norma kedalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga, memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengalaman dari ajaran agama, melengkapi dan


(20)

menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah atau di masyarakat, membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga yang berlandaskan agama.

2. Fungsi budaya

Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan, membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai, membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga, anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia, membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berprilaku yang baik (positif) sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi, membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya bangsa. 3. Fungsi cinta kasih

Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga (suami-istri-anak) ke dalam simbol-simbol yang nyata (ucapan, tingkah laku) secara optimal dan terus menerus, membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota keluarga maupun antara satu keluarga dengan yang lain, membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dalam keluarga secara serasi, selaras, dan seimbang. Membina rasa sikap, dan praktik hidup keluarga yang mampu memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.


(21)

4. Fungsi perlindungan

Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga, baik dari rasa tidak aman yang timbul daridalam maupun dari luar keluarga, membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikisdari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar, membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga.

5. Fungsi reproduksi

Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun keluarga disekitarnya, memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga, mengembangkan kehidupan reproduksi sehat.

6. Fungsi sosialisasi

Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak yang pertama dan yang utama, menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya, baik dilingkungan sekolah maupun masyarakat. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukannya untuk meningkatkan kedewasaan dan kematangan (fisik dan mental), yang kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam


(22)

keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orangtua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama . 7. Fungsi ekonomi

Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun didalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga, mengatur waktu sehingga kegiatan orangtua di luar rumah dan perhatiaannya terhadap anggota keluarga berjalan serasi, selaras, seimbang, membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga.

8. Fungsi pelestarian lingkungan

Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan inter dan ekstern keluarga. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi dan selaras antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat.

2.2 Pola asuh keluarga 2.2.1 Pengertian

Menurut Gunarsa (2002) pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua, yang tidak hanya meliputi pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan. Ada tiga jenis pola asuh yaitu pertama; pola asuh otoriter dimana orang tua membatasi dan menghukum, menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua. Kedua; pola asuh demokrasi ; yaitu pola


(23)

asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Sedangkan yang terakhir adalah pola asuh permisif; dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.

Menurut Wahyuning (2003) Pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang diasuh) yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.

2.2.2 Dimensi Pola Asuh

Baumrind (1994) mengemukakan 4 dimensi pola asuh yaitu:

1. Kendali Orang Tua (Control): tingkah menunjukan pada upaya orang tua dalam menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan laku yang sudah dibuat sebelumnya.

2. Kejelasan Komunikasi Orang Tua-anak (Clarity Of Parent Child Communication): menunjuk kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak bila diperlukan.

3. Tuntutan Kedewasaan (Maturity Demands): menunjuk pada dukungan prestasi, sosial, dan emosi dari orang tua terhadap anak.


(24)

4. Kasih Sayang (Nurturance): menunjuk pada kehangatan dan keterlibatan orang tua dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagian anak.

2.2.3 Jenis Pola Asuh 1. Pola asuh otoriter

Menurut Gunarsa (2002) pola asuh yang mengendalikan suatu perilaku secara otoriter menggunakan kekuasaan. Pola asuh yang otoriter berhubungan dengan remaja, kegelisahan mengenai perbandingan masyarakat, kegagalan untuk mengambil inisiatif dalam suatu tindakan, dan tidak efektifnya interaksi di dalam masyarakat

Dalam pola asuh ini orang tua menerapkan seperangkat peraturan kepada anaknya secara ketat dan sepihak, cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator, menonjolkan wibawa, menghendaki ketaatan mutlak. Anak harus tunduk dan patuh terhadap kemauan orang tua. Apapun yang dilakukan oleh anak ditentukan oleh orang tua. Anak tidak mempunyai pilihan dalam melakukan kegiatan yang ia inginkan, karena semua sudah ditentukan oleh orang tua. Tugas dan kewajiban orang tua tidak sulit, tinggal menentukan apa yang diinginkan dan harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan oleh anak. Selain itu, mereka beranggapan bahwa orang tua harus bertanggungjawab penuh terhadap perilaku anak dan menjadi orang tua yang otoriter merupakan jaminan bahwa anak akan berperilaku baik. Orang tua yakin bahwa perilaku anak dapat diubah sesuai dengan keinginan orang tua dengan cara memaksakan keyakinan, nilai, perilaku sesuai dengaan kehendak orangtua.


(25)

Dengan demikian pengasuhan yang otoriter akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak kelak yang pada gilirannya anak sulit mengembangkan potensi yang dimiliki, karena harus mengikuti apa yang dikehendaki orangtua, walau bertentangan dengan keinginan anak. Pola asuh ini juga dapat menyebabkan anak menjadi depresi dan stres karena selalu ditekan dan dipaksa untuk menurut apa kata orangtua, padahal mereka tidak menghendaki. Untuk itu sebaiknya setiap orangtua menghindari pola asuh otoriter ini (Santrock, 1999).

2. Pola asuh demokrasi (otoritatif)

Menurut Santrock (1999) pola asuh yang mendorong remaja menjadi bebas namun tetap menempatkan batasan dan pengendalian dalam tindakan remaja, memberi dan menerima secara lisan dilakukan dengan luas dan orang tua ramah serta pengasuhan diarahkan pada remaja pola otoritatif mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh belas kasih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif. Anak yang terbiasa dengan pola asuh otoritatif akan membawa dampak menguntungkan. Di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi, baik dengan teman-teman dan orang dewasa. Anak lebih kreatif, komunikasi lebih lancar tidak rendah diri dan berjiwa besar.

3. Pola asuh permisif

Menurut Santrock (1999) pola asuh orangtua yang tidak membimbing anak ke pola perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk


(26)

keinginan-keinginan yang sifatnya segera dan tidak menggunakan hukuman. Anak tidak diberikan batasan-batasan atau kendali yang mengatur, apa saja boleh dilakukan, mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sesuai dengan kehendak mereka sendiri.

Pola permisif adalah pola dimana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula pusing-pusing memperdulikan kehidupan anaknya. Jangan salahkan bila anak menganggap bahwa aspek-aspek lain dalam kehidupan orang tuanya lebih penting daripada keberadaan dirinya. Walaupun tinggal di bawah atap yang sama, bisa jadi orang tua tidak begitu tahu perkembangan anaknya. menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak. Akibatnya, masalah menyerupai lingkaran setan yang tidak pernah putus( Santrock, 1999).

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh

Hurlock (1999) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu: 1. Pendidikan orang tua

Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan dan sifat berbeda setiap anak-anaknya.


(27)

2. Kelas sosial

Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding dengan orang tua dari kelas sosial bawah.

3. Konsep tentang peran orang tua

Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana seharusnya orang tua berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep nontradisional.

4. Kepribadian orang tua

Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan memperlakukan anak dengan ketat dan otoriter.

5. Kepribadian Anak

Tidak hanya kepribadian orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan pola asuh, tetapi juga kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka terhadap rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan anak yang introvert

6. Usia anak

Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang memberikan dukungan dan dapat menerima sikap tergantung anak usia pra sekolah dari pada anak


(28)

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda dan akhir( Soetjiningsih, 2004). Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:

1. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.

2. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

3. Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal

4. Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.


(29)

5. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah. 6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.

(Soetjiningsih, 2004)

7. Menurut Monks, 1982 anak dianggap berusia remaja antara umur 12-21 tahun 8. Remaja adalah anak yang berusia antara 12-22 tahun (Gunarsah, 2002)

Masa remaja juga memiliki fase-fase. Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung antara usia 12 sampai 22 tahun, dengan pembagian 12 - 15 tahun adalah remaja awal, 15 - 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18 - 22 tahun adalah masa remaja akhir, akan mengemukakan banyak faktor yang masing-masing perlu mendapat tinjauan tersendiri (Gunarsa, 2002).

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Kesukaran yang dimaksud bukan saja bagi individu yang bersangkutan tapi dapat pula bagi orang tua dan masyarakat yang ada disekitarnya (Monks, dkk, 1982). Masalah yang ditimbulkan oleh remaja tidak lagi terbatas dalam lingkungan keluarga, tetapi sudah ke masyarakat yang lebih luas. Karena itu, masalah yang ditimbulkan oleh remaja dapat dikategorikan masalah sosial di masyarakat. Apabila masyarakat atau orang tua menolak kehadiran para remaja untuk berperan dalam kehidupan masyarakat, maka remaja akan dapat berbuat hal-hal yang tidak dikehendaki oleh masyarakat, berbuat hal-hal yang dapat menarik perhatian, yang pada dasarnya para remaja ini menghendaki adanya pengertian dari eksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat ini. Oleh karena itu, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat luas perlu dimengerti bahwa remaja membutuhkan pengakuan akan


(30)

keberadaannya dan karena itu diperlukan perhatian serta bimbingan yang cukup buatnya.

2.3.2 Tahap-tahap perkembangan remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja (Gunarsa, 2002):

1. Remaja awal (early adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terpengaruh dengan ajakan teman sebayanya. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti.

2. Remaja madya (middle adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan.


(31)

3. Remaja akhir (late adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:

1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.

3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5. Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (Sarwono 2010).

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu ( Gunarsa 2002) :

1. Masa remaja awal (10-12 tahun)

1. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. 2. Tampak dan merasa ingin bebas.

3. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).

2. Masa remaja tengah (13-15 tahun) 1. Tampak dan ingin mencari identitas diri.

2. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. 3. Timbul perasaan cinta yang mendalam.


(32)

3. Masa remaja akhir (16-21 tahun)

1. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. 2. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

3. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. 4. Dapat mewujudkan perasaan cinta.

5. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak. (Widyastuti dkk, 2009).

2.3.3 Karakteristik Remaja

Pada akhir periode pubertas, terdapat gejala-gejala yang disebut gejala "negativephase". Hurlock (1999) menguraikan cukup lengkap tentang gejala-gejala negative phase ini yang pokok-pokoknya sebagai berikut : Keinginan untuk menyendiri (desire for isolation), berkurang kemauan untuk bekerja (disinclinationto work), kurang koordinasi fungsi-fungsi tubuh (incoordinations),

kejemuan (boredom), kegelisahan (restlessness), pertentangan sosial (social),

penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistance to authority),

kepekaan perasaan (heightened emotionality), kurang percaya diri (lack of self

-confidence), mulai timbul minat pada lawan seks (preoccupation withsex),kepekaan perasaan susila (excessive modesty), dan kesukaan berkhayal

(day dreaming).

Disamping ciri-ciri dan gejala-gejala negative phaseyang dimiliki seperti yang ada diatas, terdapat pula ciri-ciri khas masa remaja. Hurlock (1999), mengemukakan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan perkembangan remaja yaitu:


(33)

1. Perasaan emosi yang tidak stabil

Masa ini sebagai perasaan yang sangat peka. Remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkannya sebagai "Storm and Stress" (Hurlock, 1999).

2. Sikap dan moral.

Ada keberanian mereka menonjolkan "sex appeal" serta keberanian dalampergaulan dan sering menyerempet bahaya Dari keadaan tersebut itulahkemudian sering timbul masalah dengan orang tua atau orang dewasa lainnya ( Hurlock, 1999).

3. Kecerdasan atau kemampuan mental

Kemampuan mental atau kemampuan berfikir remaja awal mulai sempurnaMenurut Binet, bahwa pada usia 12 tahun kemampuan anak untuk mengertiinformasi abstrak, baru sempurna dan kesempurnaan mengambil kesimpulan dan informasi abstrak dimulai pada usia 14 tahun. Sesuai dengan perkembangancara berfikir remaja yang telah dapat berfikir secara teratur, berfikir secara logis, maka sudah selayaknya para remaja itu dapat diajak bicara secara baik. Remaja suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal. Penantangan pendapat sering terjadi dengan orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999).

4. Status remaja

Status remaja tidak saja sulit ditentukan, bahkan membingungkan. Perlakuan yang diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja sering berganti-ganti. Akibatnya, si remaja pun mendapat sumber kebingungan dan menambah masalahnya ( Hurlock, 1999)


(34)

Dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Ketidakmampuan menghadapi masalahnya dalam masa ini akan menjadikannya orang dewasa yang bergantung ( Hurlock, 1999).

2.4 NAPZA

2.4.1 Pengertian Napza

Napza adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU No 35 Tahun 2009).

Menurut Hawari (1991) Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif lainya. Napza mencakup segala macam zat yang disalah gunakan untuk Gitting, mabuk, fly atau high, yang dapat mengubah tingkat kesadaran seseorang. Termasuk dalam Napza adalah obat perangsang, penenang, penghilang rasa sakit, pencipta ilusi atau psikotropika, dan zat-zat yang tidak termasuk obat namun dapat disalahgunakan (misalnya alkohol atau zat yang bisa dihirup seperti bensin, lem, tinner, dan lain – lainya sehingga high).

Menurut Budiarta (2000) Napza merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.


(35)

2.4.2 Jenis-jenis Napza

1. NARKOTIKA (UU No 35 Tahun 2009)

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dapat dibedakan kedalam beberapa golongan yaitu :

1. Narkotika Golongan I :

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh heroin/putauw, kokain, ganja).

2. Narkotika Golongan II :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).

3. Narkotika Golongan III :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).

Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah golongan I yaitu morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain - Ganja atau kanabis, marihuana, hashis - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun kokai.


(36)

2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut

1. Psikotropika golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)

2. Psikotropika golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuatmengakibatkan sindroma ketergantungan ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)

3. Psikotropika golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).

4. Psikotropika golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkansindrom ketergantungan (Contoh : diazepam,


(37)

bromazepam, Fenobarbital, klonazepam,klordiazepoxide, nitrazepam,

seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).

Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :Psikostimulansia

(amfetamin, ekstasi, shabu), Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur), Halusinogenika(Iysergic acid dyethylamide (LSD), Mushroom).

3. Zat Adiktif lainnya

Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika yaitu antara lain :

1. Minuman Beralkohol

Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/ zat itu dalam tubuh manusia.

Ada 3 golongan minumanberakohol, yaitu : 1. Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)

2. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)

3. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput.)

2. Inhalansia

Gas yang di hirup dan mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat dalam berbagai barang kebutuha rumah tangga, kantor dan berbagai


(38)

pelumas mesin yang salah digunakan, antara lain: lem kertas, thinner, penghapus cat kuku, bensin.

2.4.3 Penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan Napza adalah suatukelainan yang menunjukkan jiwa tidak lagi berfungsi secara wajar sehingga terjadiperilaku meladatif dan negatif dalammasyarakat. Ketidakmampuan untukmengendalikan atau menghentikanpemakaian zat menimbulkan gangguan fisikyang hebat jika dihentikan. Penyalahgunaanzat tidak saja berbahaya tetapi dapat merugikankeluarga dan menimbulkan dampak soasialyang luas (Hawari, 2002).

Masalah ketergantungan obatterutama disebabkan oleh golongan opiatoprum, morphin, hipnotik sedative, minortrangquilizars. Dewasa ini adakecenderungan untuk menyalahgunakan zatganda (Poly drugs abuser). Menurut WHO,bahwa ketergantungan obat tidak hanyakarena satu sebab melainkan terdapatberbagai faktor yang paling berinteraksi. Iniadalah gangguan kepribadian dengandiketahui adanya risiko jangka panjang yangmerugikan. Ini adalah manifestasi upayamengatasi stres psikis, sosial dan ekonomi,depresi, kecemasan kronis dan gangguanpsikiatri lain. Semua sebagai manifestasi dariperlawanan terhadap nilai dari perlawananterhadap nilai sosial yang konvensional,tekanan sosial budaya, dan peran keluarga.Menurut Martono (2005)penyalahgunaan zat adalah pemakaian zatatau obat diluar indikasi medik tanpapetunjuk atau resep dokter, digunakan untukpemakaian sendiri secara teratur atau berkala,sekurang-kuranganya selama satu bulan dandapat menciptakan keadaan yang tak terkuasaioleh individu.


(39)

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut (Hawari, 2002) :

1. Faktor individu

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain ( Hawari, 2002) :

1. Cenderung membrontak dan menolak otoritas

2. Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi, cemas, psikotik, keperibadian dissosial.

3. Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku

4. Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), merasa rendah diri 5. Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif

6. Mudah murung,pemalu, pendiam 7. Mudah merasa bosan dan jenuh

8. Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran 9. Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)

10. Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang keperkasaan dan kehidupan modern.


(40)

11. Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.

12. Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”

13. Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas 14. Kemampuan komunikasi rendah

15. Melarikan diri sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak mampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)

16. Putus sekolah

17. Kurang menghayati iman kepercayaannya

2. Faktor Lingkungan :

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :

1. Lingkungan Keluarga

1. Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif

2. Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/ disfungsi dalam keluarga 3. Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi

4. Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh 5. Orang tua otoriter atau serba melarang

6. Orang tua yang serba membolehkan (permisif)

7. Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan 8. Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA


(41)

9. Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten) 2. Lingkungan Sekolah

1. Sekolah yang kurang disiplin

2. Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA

3. Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk berkembang 4. Adanya murid pengguna NAPZA

3. Lingkungan Teman Sebaya

1. Berteman dengan penyalahguna

2. Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar 4. Lingkungan masyarakat/sosial

1. Lemahnya penegakan hukum

2. Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung

3. Faktor Napza

1. Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjangkau 2. Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik

3. Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan, membuat euforia/ fly/ stone/high/teler dan lain-lain.

Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. Penyalahguna NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA. Karena


(42)

faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup komunikatif menjadi penyalahguna NAPZA.


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1Kerangka konsep

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan NAPZA pada remaja di

poliklinik Napza RSJ Pemprovsu.

Berdasarkan tinjauan pustaka, pola asuh keluarga adalah sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya, yang meliputi pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif (Baumrind, 1991). Akan tetapi banyak orangtua yang menggabungkan beberapa teknik pola asuh daripada hanya satu teknik tertentu, walaupun salah satu teknik kadang lebih dominan. Teknikpola asuh seperti ini lebih bermanfaat daripada monoton menggunakan hanya satu pola asuh saja, karena kondisi psikologi anak tiap waktu pasti berubah (Santrock,2003).

Orangtua yang bijak dapat merasakan pentingnya bersikap lebih permisif dalam hal tertentu, otoriter dalam situasi tertentu, dan demokratif dalam situasi yang lain (Santrock, 2003). Pola asuh yang efektif adalah orangtua yang memperlakukan anaknya dengan hangat, mendukung anak secara positif, menetapkan batasan-batasan dan nilai-nilai, mengikuti dan memonitor perilaku dan perkembangan anak serta konsisten menegakkan aturan-aturan yang berlaku di dalam keluarga,tetapi dalam perkembangannya banyak keluarga yang cendrung memaksakan kehendak salah satu pihak saja atau membiarkan anak melakukan aktivitasnya sendiri tanpa pengawasan dari orangtua sehingga anak cendrung memaksakan kehendaknya sehingga terjadi kondisi yang tidak saling mengerti


(44)

Pada penelitian ini fokus yang akan di teliti mencakup variabel pola asuh asuh orangtua yaitu meliputi Authoritarian (Otoriter), Autoritative (Demokratis),

Neglectful (Permisif).Peneliti akan meneliti hubungan variabel tersebut dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di Poliklinik Napza RSJ Pemprovsu.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema berikut ini:

Skema 3.1 Kerangka Penelitian

Keterangan: : yan: diteliti

Pola asuh keluaga 1. Authoritarian

(otoriter) 2. Autoritative

(demokrasi) 3. Neglectful

(pemisif)

Penyalahgunaan Napza pada Remaja yang sedang direhabilitasi di

Poliklinik Napza RSJ Pemprovsu


(45)

3.2 Defenisi Operasional Tabel 3.1. Defenisi Operasional.

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. 2. Pola asuh: Otoriter Demokrasi Permisif Penyalahgunaan napza Menerapkan seperangkat peraturan kepada anaknya secara ketat dan sepihak, cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator, menonjolkan wibawa, menghendaki ketaatan mutlak. Anak harus tunduk dan patuh terhadap kemauan orang tua.

Mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh belas kasih kepada anak, bisa menerima alasan dari tindakan anak,

tidak membimbing anak ke pola perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk keinginan-keinginan yang sifatnya segera dan tidak menggunakan hukuman

pemakain obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan

Kuesioner Kuesioner kuesioner kuesioner Jika responden lebih banyak memilih pola asuh otoriter maka pola asuhnya otoriter Jika responden lebih banyak memilih permisif maka pola asuhnya permisif Jika lebih banyak memilih pola asuh demokrasi maka pola asuhnya demokrasi Skor 10-20: ringan, Skor 21-30 sedang, Skor 31-40 berat Nominal ordinal


(46)

atau dosis yang benar yang dapat menganggu kesehatan yang

memaikainya.

3.3 Hipotesa

Hipotesa yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha), yaitu adanya hubungan antara Pola asuh keluarga yang meliputi Otoriter, Demokratis, permisif terhadap penyalahgunaan Napza pada remaja di Poliklinik Napza RSJ Pemprovsu.


(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pola asuh keluarga dengan remaja pengguna napza di keluarga tersebut (Hidayat, 2007).

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah subjek pada semua klien pemakai napza yang sedang dirawat jalan di Poliklinik Narkoba RSJ Pemprovsu yang berusia antara 12-22 tahun ( Gunarsa, 2002 ).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

total sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil semua populasi yang ada yang berusia 12-22 tahun sesuai dengan yang ditentukan oleh peneliti (Hidayat, 2007), dan jumlah sampel yang diteliti oleh peneliti yaitu sebanyak 32 orang.

4.3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Napza Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu, karena belum ada penelitian yang dilakukan di poliklinik tentang hubungan pola asuh keluarga dengan remaja pengguna Napza dan diperkirakan lokasi memiliki sampel yang dibutuhkan peneliti, disamping itu lokasi dan wilayahnya mudah dijangkau sehingga efisien waktu dan biaya karena dilakukan pada masa studi.


(48)

Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan februari sampai maret 2013.

4.4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan Direktur Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu untuk melakukan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi:

1. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak klien.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan,peneliti tidak akan mencamtumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberi kode.

3. Confedentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan.

4.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang dibuat peneliti dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dari konsep pola asuh keluarga dan kerangka konsep.


(49)

pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis dan terstruktur. Pertanyaan dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama berisi kuesioner demografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan anak, suku, agama, pekerjaan orangtua, dan tingkat pendidikan orangtua. Kuisioner kedua berisi tentang pola asuh keluarga yang meliput i item-item pola asuh keluarga demokratis, permisif dan otoriter dan ketiga tentang kuesioner penyalahgunaan Napza.

4.5.1 Data demografi

Pada bagian ini meliputi nomor responden, inisial responden, suku, umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan responden, pekerjaan orangtua, dan jenis napza yang digunakan.

4.5.2 Pola asuh keluarga

Kuesioner data pola asuh terdiri dari 14 pertanyaan, jenis kuesioner yang digunakan adalah closedended questions yang berbentuk multiple choicequestions. Dimana setiap pertanyaan mempunyai tiga pilihan jawaban, pada option A akan mewakili pola asuh demokrasi,option B akan mewakili pola asuh permisif dan option C akan mewakili pola asuh otoriter. Apabila hasil jawaban responden lebih banyak memilih pola asuh demokrasi pada option A, maka pola asuh keluarga responden adalah pola asuh demokrasi. Begitu juga dengan pilihan option B dan C

4.5.3 Penyalahgunaan Napza

Kuesioner penyalahgunaan Napza terdiri dari 10 pernyataan. Instrumen ini menggunakan skala Likert, dimana jawaban responden akan dibagi dalam 4


(50)

(empat) skala. Option skala yang digunakan adalah selalu (SL) = 1 skor, sering (SR) = 2 skor, jarang (JR) = 3 skor, tidak pernah (TP) = 4 skor

Untuk skor 10-20 = penyalahgunaan berat, skor 21-30 = penyalahgunaan sedang, dan skor 30-40 = penyalahgunaan ringan.

4.6 Uji validitas dan Reliabiitas

Validitas (kesahian) adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mengukur aspek yang perlu diukur. Semakin tinggi validitas suatu alat tes, maka alat tes tersebut semakin mengenai sasarannya atau menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Uji validitas yang dilakukan adalah dengan memberikan instrumen kepada dosen Fakultas Keperawatan USU Departemen Jiwa dan Komunitas.

Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Setelah dilakukan uji validitas oleh dosen keperawatan maka didapatkan hasil bahwa instrumen penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Reliabilitas (keandalan) adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur memperlihatkan hasil yang relatif sama dalam beberapa kali pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama. Hasil pengukuran yang relatif sama menunjukkan bahwa ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran tersebut. Uji reliabilitas dilakukan sebelum mengumpulkan data kepada 10 subjek yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan sebagai subjek studi.. Uji reliabilitas dilakukan pada 10 orang responden remaja di


(51)

Panti Rehabilitasi Putera Insyaf Medan. Uji ini dikatakan reliable apabila hasil > 0,6 dan dari data yang telah dikumpulkan kemudian dimasukan dalam perangkat lunak menggunakan spss versi 16.0 dihasilkan 0.872, dan hasil ini didapati bahwa kusioner dikatakan reliable.

4.7. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah itu, peneliti mengajukan surat permohonan tersebut ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan untuk pengambilan data selama proses penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan, peneliti kemudian mulai menyebarkan kuesioner kepada responden. Setelah menemukan responden, peneliti memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan penelitian, dan cara pengisian kuesioner. Peneliti meminta kesediaan calon responden untuk berpartisipasi, responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika calon responden menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden tersebut. Setelah kuesioner diisi, kuesioner tersebut dikumpulkan kembali dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada yang belum lengkap maka kuesioner tersebut dilengkapi pada saat itu juga.

4.8. Analisis Data

Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari editing

untuk memeriksa kelengkapan dan data responden serta memastikan bahwa semua pertanyaan telah diisi. Selanjutnya diberi kode pada kuesioner untuk


(52)

memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data. Kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputerisasi yaitu dengan menggunakan program SPSS Versi 16,0 dimana data yang diukur adalah frekuensi, persentase, yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

Pengolahan data dilakukan dengan cara Univariat dan Bivariat, dimana data univariat untuk menampilkan data demografi, pola asuh keluarga, dan penyalahgunaan napza dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase, sedangkan bivariat untuk mengidentifikasi pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza pada remaja.

4.8.1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk menganalisa data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen yaitu pola asuh keluarga dan penyalahgunaan napza pada remaja. Analisa univariat ini ditampilkan berupa distribusi frekuensi dan persentasi.

4.8.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen terhadap dependen. Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik korelasi spearman rank. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah korelasinya.


(53)

Tabel 4.1.Panduan interpretasi hasil uji hipotesa berdasarkan kekutan korelasi,nilai p, dan arah korelasinya

No. Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan korelasi 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat 2. Nilai p P< 0,05

P> 0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

3. Arah korelasi + (positif)

_ (negatif)

Searah, semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya

Berlawanan arah, semakin besar nilai suatu variabel, semakin kecil nilainya


(54)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 1 April sampai dengan 14April 2014.Jumlah sampel yang didapat sebagai responden yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 32 responden.Penyajian data meliputi deskriptif karakteristik reponden, kuesioner pola asuh keluarga dan penyalahgunaan napza pada remaja.

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan pola asuh keluarga terhadap penyalahgunaan napza pada remaja.

5.1.1 Analisa Univariat

Analisa univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari kategori variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini.

5.1.1.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada umur 17 dan 18 tahun, masing-masing 25%. Semua responden berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan responden sebagian besar adalah SMA (75%). Suku responden sebagian besar Batak (59.4%) dan pekerjaan orangtua sebagian besar adalah PNS dan wiraswasta (37.5%), dan jenis napza yang paling sering digunakan adalah ganja (56.2%).


(55)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32) No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase(%)

1 Umur 15 16 17 18 19 20 21 1 7 8 8 4 3 1 3.1 21.9 25.0 25.0 12.5 9.4 3.1 2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 32 0 100 0 3 Suku

Batak Jawa Nias Melayu 19 7 5 1 59.4 21.9 15.6 3.1 4 Pendidikan Responden

SMP SMA Perguruan Tinggi 2 24 6 6.2 75.0 18.8 5 Pekerjaan Orangtua

PNS Wiraswasta Pegawai Swasta Buruh 12 12 5 3 37.5 37,5 15.6 9.4 6 Jenis Napza

Ganja Sabu-sabu Miras 18 7 7 56.2 21.9 21.9

5.1.1.2Pola Asuh Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pola asuh keluarga dari responden adalah pola asuh demokratis yaitu sebanyak 21 responden(65.6%), dan pola asuh keluarga yang permisif 6 responden(18.8%).


(56)

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pola asuh keluarga di RSJ Pemprovsu

Pola Asuh Keluarga Frekuensi Persentase Pola Asuh Keluarga

Otoriter Permisif Demokratis 5 6 21 15.6 18.8 65.6

5.1.1.3 Penyalahgunaan Napza di RSJ Pemprovsu

Dari penelitian peneliti didapatkan bahwa tingkat penyalahgunaan Napza oleh responden masih dalam rentang tingkat penyalahgunaan yang ringan yaitu 24 (75.0%) responden, sedang 5 (15.6%) responden.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase tingkat penyalahgunaan Napza di RSJ Pemprovsu (n=32)

Tingkat

penyalahgunaan Napza

Frekuensi Persentase

Penyalahgunaan Napza Ringan Sedang Berat 24 5 3 75.0 15.6 9.4


(57)

5.1.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan signifikan antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza pada remaja di RSJ Pemprovsu dengan menggunakan Uji Statistik Spearman.

Dari hasil penelitian maka diperoleh nilai signifikansinya p= 0.007 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza di RSJ Pemprovsu medan adalah bermakna, karena suatu hubungan di katakan bermakna jika nilai p<0,05. Dari hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rankdiperoleh koefisien korelasi antara variabel pola asuh dan penyalahgunaan napza (rxy) -0,427 memiliki kekuatan korelasi yang sedang

dan negatif.

Tabel 5.4.Hasil uji statistik Spearmanpola asuh orang tua dengan penyalahgunaan napza pada remaja (n=32)

Korelasi Koefisien Korelasi Sig. 1-(Tailed)

Pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza pada remaja


(58)

5.2. PEMBAHASAN 5.2.1 Pola Asuh Orang tua

Berdasarkan hasil penelitian pola asuh orang tua di RSJ Pemprovsu Medan diperoleh pola asuh demokratis 21 responden (65.6%). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Susi (2012) di SMP Negeri 7 Medan yang menunjukan bahwa dari 144 responden, sebanyak 135 responden (93,5%) yang memiliki pola asuh orang tua demokratis. hal ini mendukung hasil penelitian peneliti bahwa pola asuh demokratis banyak digunakan oleh orang tua.

Peran orang tua menurut Schoib (2010) bila orang tua memahami anak dengan baik dan mengenali sikap dan bakatnya yang unik, mengembangkan dan membina kepribadiannya tanpa memaksanya menjadi orang lain. Dalam berkomunikasi pada anak hendaknya tidak mengancam dan menghakimi tetapi dengan perkataan yang mengasihi atau memberi dorongan/ memotivasi supaya anak mencapai keberhasilan dalam pembentukan karakter anak.

Menurut Shocib (2010) orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin.

Menurut Astuti (2005), pola asuh demokrasi dapat mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol serta memiliki dampak positif yaitu anak-anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya di dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi dengan baik. Orang tua yang menerapkan pola


(59)

asuh demokratis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya sehingga anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan orang tuanya.

Menurut Santrock (1999) pola asuh demokratis dapat mendorong remaja menjadi bebas namun tetap menempatkan batasan dan pengendalian dalam tindakan remaja, memberi dan menerima secara lisan dilakukan dengan luas dan orang tua ramah serta pengasuhan diarahkan pada remaja pola otoritatif mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh belas kasih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif.. Di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi, baik dengan teman-teman dan orang dewasa. Anak lebih kreatif, komunikasi lebih lancar tidak rendah diri dan berjiwa besar.

Dalam mengasuh anak, orangtua hendaknya bersikap arif dan bijaksana, tidak ekstrim terhadap salah satu pola asuh yang ada, dalam arti mampu memberi pengasuhan sesuai dengan apa yang sedang dilakukan anak dan apa harapan orangtua. Jadi orangtua dapat menerapkan ketiga pola asuh tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi. Dengan demikian pengasuhan yang diberikan oleh orangtua lebih mengutamakan kasih sayang, kebersamaan, musyawarah, saling pengertian dan penuh keterbukaan keterbukaan. Jika anak-anak dibesarkan dan diasuh dengan pola asuh yang demokratis, niscaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Seluruh potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan secara


(60)

optimal. Dengan demikian pada gilirannya nanti anak-anak yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia dapat terwujud ( Scohib, 2010). Dampak positif yang akan muncul adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang baik, saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi, saling mengasihi, masyarakat yang terbuka, berpikiran positif, jujur, dan.mempunyai toleransi yang baik (Hurlock 1999).

5.2.2 Penyalahgunaan Napza

Dari hasil distribusi frekuensi dan persentase tingkat keterlibatan responden dalam penyalahgunaan napza di RSJ Pemprovsu medan menunjukkan bahwa sebagian besar berada pada tingkat penyalahgunaan napza yang ringan dan sedang yaitu sebanyak 24 (75%) dan 5 (15.6%) responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Martono (2005) yang menyatakan bahwa alasan pertama para pengguna napza adalah sangat sederhana yaitu ingin mencoba bagaimana rasa dari Napza tersebut yang dikarenakan faktor teman sebaya maupun lingkungan, dan menurut asumsi peneliti penyalahgunaan Napza yang rendah dan ringan tersebut juga dikarenakan responden yang telah mendapat pengobatan dari pihak RSJ sehingga efek yang ditimbulkan oleh NAPZA tersebut telah berkurang.

Penyalahgunaan napza dapat menimbulkan suatu kondisi yang dapat dikonseptualisasikan sebagai gangguan jiwa dimana penyalahgunaan obat (drug abusher) tidak dapat berfungsi lagi secara wajar di dalam masyarakat, menunjukkan perilaku maladaptif. Kondisi demikian dapat dilihat pada sifatnya dalam fungsi sosial baik dalam lingkungan sekolah atau masyarakat (Martono, 2005).


(61)

Masalah penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks, baik latar belakang maupun cara memperoleh serta tujuan penggunaannya. Pada umumnya NAPZA disalahgunakan oleh mereka yang kurang mengerti efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaiannya, hal tersebut disebabkan antara lain oleh tata budaya, tingkat pendidikan dan karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia, yaitu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, namun kurang tanggap dan kurang bisa membicarakan hal-hal yang dianggap negatif antara lain mengenai napza ( Diswanto, 2002). Sehingga NAPZA dengan segala permasalahannya tetap menjadi sesuatu yang misterius bagi kebanyakan masyarakat kita (Martono, 2005).

Menurut WHO, bahwa ketergantungan obat tidak hanya karena satu sebab melainkan terdapat berbagai faktor yang paling berinteraksi. Ini adalah gangguan kepribadian dengan diketahui adanya risiko jangka panjang yang merugikan. Ini adalah manifestasi upaya mengatasi stres psikis, sosial dan ekonomi, depresi, kecemasan kronis dan gangguan psikiatri lain. Semua sebagai manifestasi dari perlawanan terhadap nilai dari perlawanan terhadap nilai sosial yang konvensional, tekanan sosial budaya, dan peran keluarga.

Teori tentang proses terjadinya penyalahgunaan napza pada remaja, yaitu seorang remaja akan menjadi ketergantungan apabila ia terus menerus diberi napza hal ini dikarenakan tubuh akan beradaptasi dengan menambah reseptor dan sel-sel syaraf yang bekerja keras. Jika pemakain napza dihentikan, sel yaang bekerja keras tadi akan mengalami keausan yang dari luar nampak sebagai gejala putus zat ( Martono, 2005).


(62)

5.2.3 Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Penyalahgunaan Napza

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh keluarga memiliki hubungan yang sedang (r = -0.427 dan p= 0.007 ) hasil nilai signifikan dapat diterima dimana nilai p< 0.05. Arah korelasi yang negatif menunjukkan arti jika pola asuh yang diberikan kepada anak baik, maka tingkat penyalahgunaan Napza juga akan menurun. Sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza pada remaja di RSJ Pemprovsu Medan.

Hal ini juga sesuai dengan penelitianHasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Estin (2009), bahwa dari analisis statistika diperoleh nilai signifikan (p value) sebesar 0,000 sehingga lebih kecil

dari nilai (α) = 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan

terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua terhadap perilaku penyalahgunaan Napza.Didukung oleh hasil penelitian oleh Deviy (2012) diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif pola asuh demokratis orang tua berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan pendapat anak 144 (52%). Dengan nilai nilaikoefisien korelasi product moment (0,397) dan koefisien determinasi (15,8%)

Dari hasil penelitian di atas, berbading terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang (2007), bahwa dari analisis statistika diperoleh nilai signifikan (p value) sebesar 0,07 sehingga lebih besar dari nilai (α) = 0,05. Hal ini menunjukkan Ho gagal ditolak sehingga disimpulkan tidak ada hubungan pola asuh orangtua terhadap penyalahgunaan Napza.

Keluarga merupakan pendidikan dasar dan utama dan pertama bagi pembentukan dasar dari kepribadian anak, keluarga juga merupakan jembatan


(63)

dasar antara remaja dengan lingkungan luar remaja seperti teman sebaya, sekolah dan masyarakat dan sebagai keluarga wajib mencegah penyalahgunaan napza serta menanggulangi anak yang bermasalah dengan napza sedini mungkin.

Menurut Gunarsa (2002) pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang diasuh) yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat, dimana apabila orangtua memberikan pola asuh yang kurang tepat pada anaknya, tentu akan menimbulkan dampak yang buruk terhadap perkembangan anak salah satunya dengan mencari hal-hal yang dapat menenangkan pribadinya seperti merokok bahkan sampai pada tahap penyalahgunaan napza.

Menurut Wahyuning (2003) Pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang diasuh) yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.


(64)

Monks (2002), juga menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza yaitu ditandai dengan hubungan yang harmonis didalam keluarga yaitu akan adanya sikap terbuka dan komunikasi yang baik, orangtua akan memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya, memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga anak akan mampu mengolah pikiran dan perasaannya secara lebih efektif serta mampu menghadapi masalah dan pemecahannya secara mandiri.

Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis didalam teori mengatakan berdampak lebih baik pada remaja, artinya remaja menjadi mandiri, anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi denganbaik, tetapi dari hasil penelitian orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis pada anak remaja, mengakibatkan remaja tersebut menjadi ketergantungan terhadap orangtuanya. Tidak bisa mengambil keputusan atau pun tindakan yang tepat untuk dirinya. Anak remaja tersebut karena banyak nasehat tentang perilaku-perilaku remaja yang menyimpang terhadap seksual akan lebih ingin mengetahui lebih jauh apa yang hal apa yang dijelaskan orang tuanya tersebut (Gunarsa, 2002).

Namun demikian, dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyalahgunaan napza pada remaja baik itu faktor individu remaja, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya, maupun faktor Napza itu sendiri memungkinkan bagi remaja untuk terlibat dalam penyalahgunaan napza (Hawari, 2002).


(65)

5.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti masih memiliki banyak keterbatasan. Beberapa keterbatasan penelitian tersebut yaitu:

1. Keterbatasan tenaga dan waktu penelitian.

Masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza, diantaranya faktor lingkungan, teman sebaya maupun faktor Napza itu sendiri. Tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti tentang hubungan pola asuh dengan penyalahgunaan Napza itu sendiri 2. Keterbatasan menentukan tingkat penyalahgunaan Napza.

Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan tingkat penalahgunaan Napza kedalam rentang ringan, sedang dan berat. Tetapi masih banyak penggolongan tingkat penyalahgunaan Napza, seperti menurut buku psikologi DSM IV Yang mengkategorikan penyalahgunaan Napza kedalam tahapan:

1. Penggunaan napza secara berulang yang dapat menyebabkan kegagalan yang memenuhi tanggung jawab dalam pekerjaan, sekolah maupun rumah tangga

2. Penggunaan napza secara berulangdalam situasi yang membahayakan fisik

3. Terlibat dalam masalah hukum berkaitan dengan penggunaan napza

4. Melanjutkan penggunaan napza meskipunmemiliki masalah sosial dan antar individuyang diakibatkan oleh efek penggunaan napza.


(66)

Maupun menurut BNN tingkat penyalahgunaan Napza dibagi atas tahap Coba-coba, tahap senang-senang, menggunakan pada saat tertentu, tahap penyalahgunaan dan tahap ketergantungan.

3. Keterbatasan Biaya

Sebagai peneliti pemula dan sebagai mahasiswa, sudah tentu biaya menjadi kendala utama bagi peneliti karena seluruh biaya peneliti masih dibiayai oleh orangtua. Bagaimanapun juga untuk melakukan suatu penelitian dibutuhkan biaya yang cukup untuk biaya penelitian


(67)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat diambil kesimpulan mengenai hubunganPola Asuh Keluarga terhadap Penyalahgunaan Napza pada Remaja di RSJ Pemprovsu Medan.

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Hasil penelitian menunjukan bahwa dapat diketahui mayoritas responden berusia antara 17 dan 18 tahun (25 %), dengan jenis kelamin laki-laki (100 %), dengan suku batak (48,8 %), jenjang pendidikan SMA (75.6 %), Pola asuh yang digunakan orang tua responden mayoritas memiliki pola asuh demokratis adalah 21 orang atau(65.6 %). Hasil penelitian mengenai penyalahgunaan Napza pada remaja menunjukanbahwa tingkat penyalahgunaan Napza pada remaja mayoritas adalah tingkat penyalahgunaan ringan yaitu sebanyak 24 (75%), dan sedang 5 (15.6%).

6.1.2 Hasil uji spearman rank diperoleh p= 0.007 yangberarti Ha diterima, artinya bahwaterdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh keluarga dengan penyalahgunaan napza di RSJ Pemprovsu Medandengan kekuatan korelasi yang sedang yaitu sebesar (-0,427).


(68)

6.2 Saran

6.2.1 Untuk Pemerintah atau Instansi terkait

Dalam instansi pemerintah disarankan agar mampu memahami bagaimana pentingnya sosialisasi tentang bahaya penyalahgunaan napza dikalangan remaja, sehingga dapat mencegah penyalahgunaan napza dikalangan masyarakat pada umumnya, dan remaja pada khususnya.

6.2.2 Untuk Orangtua Remaja

Dalam pemberian perhatian kepada anaknya supaya lebih menanamkan nilai-nilai yang positif kepada anaknya, sehingga anaknya akan lebih bisa memilah hal-hal yang baik maupun yang buruk untuk perkembangannya sendiri. Dan dalam pemberian pola nasehat ataupun teguran kepada anak-anaknya, orangtua lebih banyak berkomunikasi kepada anak-anaknya sehingga akan terjalin komunikasi yang lebih harmonis.

6.2.3 Untuk Pelayanan Keperawatan

Dalam pelayanan keperawatan disarankan agar lebih peka dalam memahami perilaku-perilaku yang menyimpang seperti penyalahgunaan napza dikalangan remaja dan keterkaitannya dengan pola asuh orangtua. Serta dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang mencakup memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan kepada remaja-remaja dalam mencegah penyalahgunaan napza yang semakin hari semakin banyak jumlahnya. Tujuannya agar remaja dapat mengantisipasi dan memahami tentang bahaya pemakain napza itu sendiri.


(69)

6.2.4Untuk Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan perlu diketahui bahwa pentingnya pengaruh pola asuh orangtua denganpenyalahgunaan napza pada remaja, sehingga dapat diantisipasi sesegera mungkin bagaimana memberikan pola asuh yang baik dan benar bagi si anak.

6.2.5. Untuk Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pola asuh orangtua dengan penyalahgunaan napza pada remaja agar lebih memperbanyak jumlah responden dan meneliti dibeberapa tempat yang berbeda agar hasilnya lebih


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Belajar

BNN. (2014). Tingkat Penyalahgunaan Napza pada Remaja

n-penyalahgunaan-narkoba diakses tanggal 9 juli 2014

Deviy. (2012).Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tuaterhadap Kemampuan Mengemukakan Pendapat Anakdi Dusun Losari Randusari Argomulyo Cangkringan Sleman. Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Depkes RI, Kumpulan Materi Kesehatan, Ditjend Binkesga : Jakarta Pengaruh pola asuh orangtua terhadap anak,(2014, http:

//Wengamba.com/ diperoleh tanggal 9Juli 2014).

Diswanto. (2002). Kasus Penyalahgunaan Narkoba ditinjau dari Ilmu Kesehatan Jiwa. Jakarta: Erlangga

Gunarsa, S. D. (1993). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, S. D. (2002). Psikologi Praktis Anak, Remaja , dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia


(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas

Nama : Pangihutan Situmorang

Tempat Tanggal Lahir : Manduamas, 19 Maret 1993

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Jahe Raya No.58 Perumnas

Medan Tuntungan

II. Riwayat Pendidikan

SDN 1 Manduamas Tahun 1995-2001

SMP Swt Budi Mulia Manduamas Tahun 2001-2004

SMA Katolik Sibolga Tahun 2004-2007

S1 Keperawatan USU Tahun 2010


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)