Penggunaan Brooder dengan Berbagai Jenis Energi pada Pemeliharaan Ayam Kampung Fase Starter

TINJAUAN PUSTAKA
Gas Bio
Gas bio merupakan campuran senyawa hasil dekomposisi mikrobia dari
bahan organik dalam kondisi anaerob. Menurut Basuki (1985), gas bio adalah gas
yang timbul dari proses fermentasi anaerob oleh mikrobia terhadap bahan organik
seperti limbah feses ternak, feses manusia maupun limbah pertanian. Menurut
Hambali et al., (2007), gas bio terdiri dari senyawa metana, karbondioksida,
nitrogen, oksigen, karbonmonoksida, air, dan hidrogen sulfida yang persentasenya
dapat dilihat pada Tabel 1. Bahan gas yang dominan yaitu gas metana (CH4)
merupakan gas yang dapat dibakar. Gas metana secara luas diproduksi di
permukaan bumi oleh mikrobia penghasil metana. Mikrobia penghasil gas metana
ini terdapat di rawa-rawa, lumpur sungai, dan sumber air panas. Hasil pencernaan
hewan ruminansia juga menghasilkan gas metana. Hewan-hewan ini memecah
selulosa yang terkandung dalam rumput menjadi molekul yang dapat diserap oleh
rumen dengan bantuan mikrobia anaerob (Amaru, 2004).
Tabel 1. Rata-rata komponen komposisi penyusun gas bio
Komponen
Metana
Karbondioksida
Nitrogen
Oksigen

Karbonmonoksida
Air
Hidrogen sulfida

Sumber: Hambali, 2007.

Persentase (%)
40 – 70 %
25 – 45 %
0,6 – 1,8 %
0,1 – 1 %
0,1 %
2 – 7 % ( 20 – 40° C)
20 – 20.000 ppm

 

Universitas Sumatera Utara

Manfaat gas bio antara lain sebagai penerangan; 1 m³ dapat digunakan

untuk menyalakan lampu 60 watt selama 7 jam. Hal ini berarti bahwa 1 m³ gas bio
dapat menghasilkan energi 60 W x 7 jam = 420 Wh = 0,42 KWh, dimana 1 m3
setara

dengan

2

ekor

sapi

dewasa

dengan

feses

15


kg/hari

(Nukulchai et al., 1985).
Pemanfaatan energi biogas dengan digester biogas memiliki banyak
keuntungan, yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak
sedap,

mencegah

penyebaran

penyakit,

menghasilkan

panas

dan

daya


(mekanis/listrik) serta hasil samping berupa pupuk padat dan cair. Pemanfaatan
limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring
naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik (Hadi, 1980).
Bahan baku gas bio adalah kotoran sapi yang berbentuk padatan, namun
padatan tersebut harus berbentuk halus dan butiran kecil. Bila bahan baku
berbentuk padatan yang sulit dicerna harus digiling terlebih dahulu sebelum
dicampur dengan air agar pembentukan gas bio berlangsung sempurna, misalnya
padatan kotoran kambing. Sebaliknya bila berbentuk padatan yang mudah dicerna
maka bahan baku tersebut langsung dapat dicampur dengan air secara merata.
Kandungan padatan bahan baku ini sebaiknya 7-9 % (Yunus, 1995).
Kotoran ternak (ruminansia) sebagai sumber energi panas mempunyai
kestabilan suhu panas sehingga dapat dipergunakan dalam berbagai aktivitas
manusia. Biogas adalah campuran beberapa gas hasil perombakan bahan organik
oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa udara (anaerob), dimana metan (CH4)
dan karbon dioksida (CO2) merupakan komponen gas terbanyak. Sebagai sumber

Universitas Sumatera Utara

energi, biogas dapat dibakar dengan nilai kalor tinggi yaitu pada kisaran

4700-5000 kkal/m3. Nilai kalor biogas ditentukan oleh perbandingan gas metan
(CH4), terhadap karbon dioksida (CO2). Semakin tinggi persentase gas metan
maka nilai kalor biogas tersebut pun semakin tinggi. Intinnya biogas memiliki
nilai kalor 4700 - 5000 KcaI/m3 dengan komposisi volume 50-60 % Cl dan
40-50 % CO2 (Armansyah et al., 2009).
Setiap ekor sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 - 30 kg,
berpotensi menghasilkan 0,36 m3 biogas, atau setara dengan 0.75 liter minyak
tanah. Bila total produksi kotoran sapi diproses melalui fermentasi biogas, maka
akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 541.557 m3, atau bila gas bio
yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat disetarakan
dengan minyak tanah sebanyak 1.128.243 liter perhari. Dari produksi biogas yang
disetarakan dengan minyak tanah tersebut bila dimanfaatkan untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangga, maka akan terpenuhi sebanyak 376.081 keluarga,
dengan asumsi setiap keluarga menghabiskan minyak tanah 3 liter perhari.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka potensi ketersediaan sumber energi
dengan memanfaatkan kotoran ternak sapi cukup besar yaitu 1.128.243 liter
perhari

atau


33.847.290

liter/bulan

atau

406.167.480

liter/tahun

(Sembiring, 2005).
Feses sapi merupakan substrat yang dianggap paling cocok sebagai
sumber pembuat gas bio karena feses sapi mengandung sisa pakan yang tidak
dicerna dinding sel bakteri dari saluran pencernaan sebelumnya, serta sel-sel
mikrobia yang berasal dari sekum dan usus besar meskipun konsentrasi
mikrobianya berbeda dengan yang ada pada rumen (Omed et al., 2000). Selain

Universitas Sumatera Utara

itu, feses sapi telah mengandung mikrobia penghasil gas metan yang terdapat

dalam rumen (Dhanoa et al., 2004).
Sampah sayuran yang berasal dari pasar tradisional ataupun perkebunan
sayuran mendominasi penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di
beberapa kota besar di Indonesia dan juga dibiarkan membusuk diperkebunan
yang merusak lingkungan di sekitarnya. Sampah sayuran mengandung bahanbahan organik sehingga termasuk biomassa yang dapat diubah menjadi gas bio,
(Muktiani et al., 2007).
Kandungan organik pada sampah buah dapat menjadi substrat pembuatan
gas bio. Sampah buah jeruk mempunyai kandungan organik yang tinggi, sehingga
berpotensi menjadi bahan baku pembuatan biogas. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi biogas diantaranya temperatur, pH, rasio C/N, dan
inhibitor. Salah satu inhibitor dari sebuah digester adalah zat yang bersifat toksik
yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme metanogen (Nurrihadini, 2009).
Teknologi Pencernaan Anaerobik
Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor gas bio
yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan
bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang,
manusia, dan sampah organik rumah tangga (Ward et al., 2008). Proses anaerobik
dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang
optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas.


Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerobik
Parameter
Temperatur : Mesofilik
Termofilik
pH
Alkalinitis
Waktu Retensi
Laju Terjenuh
Hasil Gas bio
Kandungan Metana

Nilai
35 oC
54 0C
7-8
2500 mg/L minimum
10-30 hari

0,15-0,35 kg VS/m3/hari
4,5-11 m3/kg VS
60-70 %

Sumber: Engler, 2000.

Pembentukan gas bio meliputi tiga tahap proses yaitu: (a) Hidrolisis, pada
tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan
bahan organik yang kompleks menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk
polimer menjadi bentuk monomer; (b) Pengasaman, pada tahap pengasaman
komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan
menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari
perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat,
alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida hidrogen dan amonia ;
serta (c) Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas
metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi
sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida (Bagi et al., 2007).
Proses pembentukan gas bio dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: lingkungan biotik
(biologi) dan lingkungan abiotik (non-biologis). Lingkungan biotik menyangkut
faktor kehidupan mikrobia yang aktif di dalam proses ataupun bentuk-bentuk

kehidupan yang terjadi di dalamnya (Surawiria dan Sastramihardja, 1980).
Basuki (2000) menambahkan bahwa mikrobia yang berperan dalam pembentukan

Universitas Sumatera Utara

gas metana bekerja secara berurutan dalam proses degradasi karbohidrat secara
anaerob sehingga menghasilkan metana.
Ginting (2010), untuk mendapatkan gas yang stabil dalam digester maka
perlu

dilakukan

pengisian

bahan

baku

(kotoran)


setiap

harinya

dan

mikroorganisme yang ada dalam digester memerlukan makanan untuk hidup dan
berkembang biak. Menurut Haryati (2006), biogas dihasilkan oleh proses
pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob
dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester. Pada dasarnya proses pencernaan
anaerob berlangsung atas tiga tahap yaitu hidrolisis, pengasaman dan
metanogenik. Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N,
temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi optimum
yaitu pada temperatur sekitar 32 - 35°C atau 50 - 55°C dan pH antara 6,8 - 8. Pada
kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air
menjadi energi gas. Biogas umumnya mengandung gas metan (CH4) sekitar
60-70% yang bila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 British
Thermal Unit/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3 .
Kandungan metan dalam gas bio yang dihasilkan tergantung jenis bahan
baku yang dipakai, sebagai contoh komposisi gas bio di tampilkan dalam Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Komposisi gas (%) yang berasal dari limbah kotoran ternak dan
sisa pertanian
Jenis Gas

Kotoran Sapi

Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Nitrogen (CO2)
Karbonmonosida (CO)
Oksigen (O2)
Propana (C3H8)
Hydrogen Sulfida (H2S)
Nilai kalor (kkal/m3)

65,7
27,0
2,3
0,0
0,1
0,7
Tidak terukur
6513

Campuran kotoran ternak
dan limbah pertanian
55-70
27-45
0,5-3,0
0,1
6,0
Sedikit sekali
4800-6700

Sumber: Harahap et al., 1978.

Jutaan meter kubik metan dihasilkan per tahun dalam bentuk gas rawa
yaitu hasil dari proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari ternak
maupun sayuran. Hal ini nyaris sama seperti gas alam yang dipompa dari bumi
oleh perusahaan minyak dan digunakan untuk berbagai keperluan manusia
seperti penerangan rumah dan memasak. Pada TPA yang mendapat kiriman
sampah sebanyak 5.000 meter kubik per hari bisa dihasilkan gas sebanyak
25 .000 meter kubik per hari atau setara dengan 31,25 juta Watt listrik yang bisa
mengalirkan listrik bagi sekitar 2.500 rumah tangga (Haryati, 2006).
Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan
rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk
keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk
mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Metana termasuk salah satu gas
atmosfir yang memberikan efek rumah kaca (green house gas). Komposisi metana
di atmosfir lebih rendah dibandingkan dengan gas karbondioksida (CO2) yaitu
hanya 0,5% dari jumlah CO2, namun koefisien daya tangkap panas metana jauh

Universitas Sumatera Utara

lebih tinggi, yaitu 25 kali gas CO2, sehingga 15% pemanasan global disumbang
dari gas metana (Kristoferson, 1991).
Metan sebagai komponen utama gas bio adalah gas tak berbau dan tak
berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000
BTU/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3. Gas bio dapat diubah menjadi beberapa
bentuk energi, yaitu energi panas atau dengan bantuan generator diubah menjadi
energi listrik maupun mekanik, sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konversi energi gas bio dan penggunaannya
Penggunaan
Memasak
Penerangan
Pengganti bahan bakar
Tenaga pengangkut
Listrik

Energi 1m3 gas bio
Sebanding dengan lampu 60-100 Watt selama 6
jam
Untuk memasak 3 jenis makanan untuk 5-6 orang
Sebanding dengan 0,7 kg bensin
Menjalankan motor 1 pk selama 2 jam
Sebanding dengan 1,25 KWH listrik

Sumber: Kristoferson dan Bolkaders, 1991.

Menurut Rajakovic (2006), reaksi pembakaran metan (CH4) : CH4 + 2 O2
CO2 + H2O + Energi. Pada pembakaran yang sempurna 1 m³ metan melepas
4700-6000 kkal panas. Dimana 1 m³ CH4 setara dengan 0,48 kg gas LPG, 0,52
liter minyak solar, 0,8 liter bensin, 0,62 liter minyak tanah, 0,62 liter minyak
mentah, 1,4 kg batubara, 4,7 kWh listrik dan setara dengan 3,5 kg kayu bakar.
Desain Digester
Kalau dilihat dari cara pengoperasian digester, ada dua desain digester yaitu:
Continuous Feeding

Universitas Sumatera Utara

Proses pencernaan anaerobik dari limbah kotoran sapi memakan waktu sekitar 8
jam dalam temperatur hangat (35°C). Sepertiga biogas akan dihasilkan pada
minggu pertama, seperempatnya pada minggu kedua dan sisanya akan dihasilkan
pada minggu ketiga sampai kedelapan (Haryati, 2006).
Produksi gas dapat dipercepat dan konsisten dengan sistem pemasukan
bahan baku yang kontinu (continuous feeding) serta sejumlah kecil buangan
proses setiap hari. Proses juga akan menyisakan nitrogen pada slury buangan yang
kemudian digunakan untuk pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem
kontinu adalah tangki harus cukup besar untuk menampung semua bahan yang
terus menerus dimasukkan selama proses pencernaan berlangsung. Kondisi yang
ideal untuk sistem ini yaitu menggunakan dua buah tangki digester, konsumsi
limbah berlangsung dalam dua tahap, metan diproduksi pada tahap pertama dan
tahap kedua dengan laju yang lebih lambat (Haryati, 2006).
Batch Feeding
Umumnya didesain untuk limbah padatan seperti sayuran/hijauan. Desain
yang tidak perlu pipa alir, tangki tunggal merupakan desain yang paling baik
untuk digunakan. Tangki dapat dibuka dan slury buangan proses dapat
dikeluarkan dan digunakan sebagai pupuk kemudian bahan baku yang baru
dimasukkan lagi. Tangki ditutup dan proses fermentasi diawali kembali.
Tergantung dari jenis bahan limbah dan temperatur yang dipakai, sistem batch
akan mulai berproduksi setelah minggu kedua sampai minggu keempat, laju
peningkatan produksi menjadi lambat lalu menurun setelah bulan ketiga atau
keempat. Sistem batch biasanya dibuat dalam beberapa set sekaligus sehingga
paling tidak ada yang beroperasi dengan baik. Limbah sayuran mempunyai rasio

Universitas Sumatera Utara

C : N yang tinggi dibandingkan limbah kotoran ternak sehingga perlu
ditambahkan sumber nitrogen (Haryati, 2006).
Teknologi biometanisasi dimanfaatkan untuk menghasilkan energi.
Gallert dan Winter (2002), menyatakan bahwa bakteri flora yang kompleks
bekerja dalam proses perombakan biomas menjadi gas bio, gas bio inilah yang
dapat digunakan manusia untuk segala aktivitasnya termasuk penetasan. Menurut
Ginting (2010), bahwasannya 1 kg kotoran sapi akan menghasilkan 40-46 liter gas
yang dapat langsung digunakan untuk berbagai kegiatan.
Ayam Kampung
Manajemen Pemeliharaan
Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor

lingkungan

yang

paling

berpengaruh

adalah

pakan.

Hafez dan Dryer (1969), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah hereditas, pakan dan kondisi lingkungan. Penurunan bobot
badan akan terjadi pada ternak pada fase pertumbuhan bila diberikan pakan
dengan kandungan nutrisi yang rendah. Sutardi (1980) menyatakan bahwa ternak
ayam kampung akan dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan potensi
genetiknya bila mendapat zat-zat makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas
ransum, dan lingkungan. Zat pakan yang penting bagi pertumbuhan ternak adalah
kalsium yang berfungsi untuk pertumbuhan tulang, produksi, reproduksi normal,
pembentukan sel darah merah, dan berperan dalam sistem syaraf (Wahju, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Persiapan yang baik merupakan modal pertama yang harus dimiliki sebelum
mendatangkan bibit ayam kampung yang akan dipelihara. Tersedianya sarana
yang lengkap akan memudahkan dalam pengelolaan secara baik dan sempurna.
Persiapan yang diperlukan antara lain yaitu tersedianya boks atau kandang DOC,
boks ini diletakkan di atas lantai kandang, tirai plastik dipasang pada keempat sisi
boks, lampu pemanas digantung 15 cm dari lantai boks, termometer untuk
mengontrol panas bias digantung atau diikat pada kandang (Murtidjo, 1987).
Fase awal ayam kampung akan mengalami pertumbuhan dengan sangat
pesat dan mencakup semua organ yang berperan bagi kehidupan dan produktivitas
ayam. Sel-sel yang menyusun organ vital dalam tubuh ayam sebagian besar akan
tumbuh secara hyperplasia. Sel-sel tubuh akan bertambah jumlahnya dengan cara
melakukan pembelahan sel. Apabila pertumbuhan pada fase ini terganggu maka
dapat dipastikan sel-sel yang akan dihasilkan pun berkurang. Hal ini akan
berpengaruh

pada

pertumbuhan

selanjutnya,

yang

berupa

pertumbuhan

hypertropia, dimana sel akan memperbesar ukurannya atau pendewasaan sel.
Menjadi suatu pemisalan adalah pada tahap awal pertumbuhan sel seharusnya 1
sel bisa berkembang menjadi 8 sel, karena ada gangguan maka 1 sel hanya bisa
membelah diri menjadi 6 sel. Perbedaan ini akan mengakibatkan pada fase
pertumbuhan hypertropia, jumlah sel yang lebih sedikit akan menghasilkan organ
yang lebih kecil dengan fungsi yang kurang optimal (Yasmir, 2003).
Pemeliharaan saat DOC tiba merupakan awal dari pemeliharaan selanjutnya. DOC
yang baru datang biasanya mengalami stres dan kemunduran kondisi. Oleh karena
itu, pemberian air minum dilakukan setelah DOC beristirahat kira-kira 2-3 jam.
Air minum yang diberikan pertama kali biasanya diberi tambahan gula jawa

Universitas Sumatera Utara

sebagai suplai energi. Pemberian air harus ad libitum dan ditempatkan secara
merata disekitar sumber pemanas. Kandang DOC harus diberi pemanas karena
pada umumnya sistem kekebalan tubuh DOC belum stabil dalam fungsinya. Pada
keesokan harinya, air minum di tambah suplemen (vitamin) (Murtidjo, 1987).
Brooding adalah masa dimana anak ayam masih membutuhkan induk
buatan atau penghangat buatan sampai umur tertentu dimana anak ayam telah
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pada awal kehidupan atau fase
produksinya. Bila masa brooding mengalami kegagalan, dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas pada masa berikutnya, hal itu dikarenakan potensi
genetik pada ayam tidak dapat dicapai secara optimal (Yasmir, 2003).
Pertumbuhan sel tubuh akan tercermin pada pertambahan bobot badan.
Pada periode brooding pertumbuhan berlangsung sangat cepat dengan feed
conversion ratio (FCR) yang sangat rendah. Hampir semua ransum yang
dikonsumsi dialokasikan untuk pertumbuhan. Bobot badan pada akhir minggu
pertama mencapai 4-5 kali bobot badan awal (DOC/day old chick). Kesalahan
teknis seringkali terjadi saat persiapan brooding. Padahal periode brooding
berkontribusi 70% terhadap keberhasilan budidaya ayam secara keseluruhan
(Anggorodi, 1984).
Komponen Kandang Brooding
Alat pemanas
Alat

pemanas

kandang

indukan

biasanya

dipilih

berdasarkan

kemampuannya dalam menghasilkan panas (temperatur) ruangan kandang yang
sesuai dengan kebutuhan anak ayam, stabil, sebaran panasnya merata di dalam

Universitas Sumatera Utara

ruangan kandang, dan tidak mengeluarkan suara berisik. Heater ducting
merupakan alat pemanas pada indukan yang alat pemanasnya dipasang pada
saluran penyedia udara bersih sehingga menghasilkan udara panas secara merata
ke seluruh ruangan kandang sedangkan heater portable merupakan alat pemanas
berbentuk persegi dan umumnya diletakkan di tengah ruangan kandang dan
bekerja dengan cara menyemburkan udara panas ke dalam kandang sehingga
meningkatkan temperatur ruang. Penyebaran panas dari heater portable kurang
merata sehingga dikhawatirkan akan menganggu pertumbuhan. Selain itu, heater
portable menimbulkan polusi lingkungan yaitu memproduksi suara berisik saat
bekerja. Produksi suara tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan anak ayam
menjadi stres dan menganggu pertumbuhannya (Risnajati, 2011).
Pemanasan dari luar untuk ayam fase starter (umur 0-4 minggu) mutlak
diperlukan, karena anak ayam umur sehari (DOC) memiliki suhu tubuh 103°F
(39°C). Jika anak ayam mendapatkan suhu lingkungan yang lebih rendah dari
suhu tubuh; maka suhu tubuh anak ayam akan turus drastis-yang berpengaruh
pada metabolisme tubuh. Pemberian suhu pemanas yang sesuai bagian anak ayam
periode starter pada minggu pertama diharapkan dapat merespon pertumbuhan
anak ayam. sehingga pada periode finisher akan menghasilkan bobot ayam yang
optimal. Dengan suhu pemanasan yang sesuai maka metabolisme anak ayam akan
berjalan sempurna. Sehingga dapat memanfaatkan gizi pakan untuk pertumbuhan
secara efisien. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan anak ayam banyak
minum sedangkan makanan berkurang. Apabila suhu terlalu dingin anak ayam
tidak akan banyak makan karena nafsu makannya berkurang sehingga
mengganggu proses pertumbuhan. Pada suhu yang terlalu dingin makanan tidak

Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk pertumbuhan. Tetapi hanya sebagai konvensasi untuk
menyesuaikan suhu tubuh dengan suhu lingkungan (Risnajati, 2011).
Suhu yang terlalu tinggi pada ayam kampung dapat mengakibatkan
penurunan kadar plasmatiroksin yaitu hormon yang berfungsi sebagai stimulator
dalam pengaturan metabolisme tubuh. Selain itu terjadi penurunan konsumsi
akibat dari berkurangnya aktivitas metabolisme karena terjadinya penimbunan
panas yang ditunjukkan dengan menurunnya konsumsi pakan (Suharsono, 1976).
Pemanas kompor minyak tanah adalah pemanas sederhana yang biasa
digunakan pada peternakan ayam di daerah tropis. Prinsip kerjanya yaitu api yang
timbul dari kompor akan memanasi katel yang berada di atasnya sehingga kalor
yang dihasilkan dapat memanasi area yang lebih luas. Kelemahan pemanas
kompor minyak tanah menyebabkan terjadinya kebakaran sehingga membutuhkan
pengawasan ekstra, menghasilkan karbondioksida sehingga memerlukan sistem
ventilasi yang baik dan harga minyak tanah yang mahal. Sedangkan kelebihan
pemanas ini investasinya murah dan dapat difungsikan sebagai penerangan dan
tidak tergantung kepada listrik (Yasmir, 2003).
Pemanas briket batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari
batubara. Bahan bakar ini merupakan bahan bakar alternatif pengganti minyak
tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara luas
dalam waktu yang relatif singkat, mengingat teknologi dan peralatan yang
digunakan relatif sederhana, khususnya bagi para peternak yang masih
menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk pemanas. Seiring dengan
naiknya harga minyak tanah dan sulit didapatnya bahan bakar tersebut. Sangat

Universitas Sumatera Utara

diharapkan adanya bahan bakar alternatif yang murah dan mudah di dapat agar
peternakan ayam kampung dapat bertahan dan berkembang (Yasmir, 2003).
Pemanas infra merah adalah api yang berasal dari bahan bakar gas akan
membakar keramik sampai membara. Bara api tersebut menghasilkan infra merah.
Kemudian infra merah tersebut menghasilkan kalor yang disalurkan ke ruangan
kandang. Pemanas infra merah ini berupa pemanas gasolek yang dipasang pada
ketinggian 110-125 cm. Panas yang dihasilkan dari gasolek bisa diatur
menggunakan regulator yang ada pada tabung gas. Pemakaian gasolek memiliki
kelebihan yaitu panas yang dihasilkan relatif merata, stabil, dan tidak terpengaruh
angin (Yasmir, 2003).
Pergunakan lingkaran pembatas yang tingginya 45 cm untuk menjaga agar
anak ayam terkonsentrasi pada daerah tempat minum/makan. Jarak lingkaran
pembatas dari tepi tudung induk buatan kira-kira 1m. Setelah anak ayam
mengenai posisi sumber pemanas, sebaiknya brooder guards diperluas. Brooder
mulai diperluas arealnya setelah hari ke-3. Brooder digunakan untuk hari ke-6
sampai ke-9, setelah itu dipindahkan. Untuk mencegah kemungkinan anak ayam
memakan bahan dasar dari litter yang dapat menyebabkan kematian maka di
sekitar daerah yang dibatasi oleh brooder pada minggu pertama perlu ditutup
dengan kertas (North, 1990).
Ransum dan air minum sangat penting untuk kehidupan anak ayam. Ayam
yang baru menetas memiliki kandungan air 85% dan pada saat dewasa turun
mencapai 55%. Tempat air minum di letakkan di luar brooder dan ditempatkan
diatas litter. Setelah 2 hari, tempat minum ditempatkan 2,5 cm di atas litter.

Universitas Sumatera Utara

Tempat ransum diletakkan setinggi punggung anak ayam dan tempat minum
setinggi leher dari anak ayam. Tempat ransum hanya diisi 1/2-2/3 penuh untuk
menjaga agar ransum tidak banyak yang terbuang (Rasyaf, 2008).
Bahan Penyekat
Sekat (Chick Guard Brooder) dapat dibuat dari bahan seng yang dibuat
secara melingkar di dalam ruangan kandang yang dilengkapi pemanas, tempat
pakan, tempat minum dan tirai kandang. Chick guard berfungsi untuk
membantu agar panas brooding tetap terfokus dan DOC tidak menyebar keseluruh
ruang kandang. Sedangkan fungsi lain untuk melindungi anak ayam dari terpaan
angin dan hewan liar. Idealnya sekat atau chick guard berbentuk melingkar atau
elips. Fungsi sekat ini untuk menghindari penumpukan anak ayam pada sudut
brooding. Namun pada prakteknya banyak juga yang berbentuk segi empat
atau dengan cara menyekat kandang, karena lebih praktis. Untuk membuat dan
memasang chick guard maka disesuaikan dengan jumlah DOC yang akan
dipelihara. Ketentuannya untuk 1 m2 dapat menampung 50 ekor DOC, sehingga
dengan menggunakan rumus luas lingkaran maka diameter dan keliling brooding
dapat dibuat (Rasyaf, 2006).
Alas Lantai Kandang (Litter)
Liiter merupakan alas lantai kandang yang berfungsi untuk menampung
dan menyerap air dari feses, meminimalkan terjadinya lepuh dada dan kaki serta
untuk menjaga kehangatan kandang brooder. Bahan-bahan yang dapat digunakan
sebagai litter sebaiknya mempunyai sifat daya serap airnya baik, tidak berdebu,
mudah didapat dan murah harganya. Beberapa bahan dari limbah pertanian yang
dapat digunakan sebagai litter antara lain sekam padi, tongkol jagung, kulit

Universitas Sumatera Utara

kacang kedelai, kulit kacang hijau, kulit kacang tanah, jerami padi serta limbah
penggergajian kayu. Bahan litter harus berbersih dari kotoran atau kuman, oleh
sebab itu sebelum digunakan perlu didesinfeksi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan desinfektan. Dalam penggunaannya, sekam di tabur secara
merata dalam brooding dengan ketinggian 7-8 cm. Diatas litter perlu di alasi
dengan menggunakan kertas koran agar tempat pakan tetap bersih dan menjaga
anak ayam tidak makan litter (Rasyaf, 2006).
Cahaya, Suhu dan Kelembaban
Untuk dapat tumbuh secara optimal, DOC perlu mengkonsumsi
ransumnya secara maksimal. Oleh sebab itu perlu pencahayaan yang optimal
terutama pada masa brooding. Pada minggu pertama ayam kampung
membutuhkan pencahayaan baik siang maupun malam selama 24 jam. Adanya
pencahayaan akan menstimulasi ayam untuk selalu mengkonsumsi ransum.
Cahaya juga dapat merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon
tiroksin yang berfungsi meningkatkan proses metabolisme sehingga dapat
memacu pertumbuhan anak ayam. Sedangkan kebutuhan pencahayaan dalam
masa brooding adalah antara 10-20 lux atau 20-40 watt tiap 10 m2. Lama
pencahayaan tergantung pada umur anak ayam. Semakin besar umur ayam maka
membutuhkan waktu yang lebih kecil. Pada umur 1-3 hari lama pencahayaan 24
jam, umur 4-7 hari adalah 22 jam, umur 8-14 hari adalah 20 jam, umur 15-21 hari
adalah 18 jam dan menjelang panen yaitu umur 22-24 hari adalah 16 jam
(Rasyaf, 2006).
Pada masa brooding maka perlu perhatian ekstra baik suhu maupun
kelembabannya. Pengontrolan suhu ini harus dilakukan sesering mungkin, dengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan termometer yang diletakkan dalam kandang brooder dengan
ketinggian 20-30 cm diatas litter atau dapat juga dilakukan dengan melihat
aktivitas dan penyebaran anak ayam yaitu apakah anak ayam akan menyebar rata
dalam brooding, mendekati pemanas atau malah menjauhi pemanas. Demikian
juga halnya dengan kelembaban, dimana kelembaban yang terlalu tinggi dapat
memicu pertumbuhan jamur dan bakteri pengurai asam urat dalam feses
menghasilkan gas ammonia lebih banyak (Rasyaf, 2006).
Kepadatan Kandang
Kandang brooder yang terlalu padat akan menurunkan ketersediaan O2,
meningkatkan amoniak, mempengaruhi aktivitas ayam dan meningkatkan
persaingan antar ayam dalam mendapatkan oksigen dan makanan serta
menstimulasi kanibalisme pada ayam. Pengaturan kepadatan kandang brooder
adalah dengan cara melebarkan chick guard setiap 3-4 hari sekali sampai anak
ayam berumur 14 hari. Pada saat itu ayam sudah tidak membutuhkan kandang
brooder lagi dan ayam akan memenuhi seluruh ruang kandang sampai nanti saat
panen tiba (Rasyaf, 2006).

Universitas Sumatera Utara