Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang Tentang Perbuatan Perusahaan Yang Tidak Melakukan Penyesuaian Anggaran Dasarnya Chapter III V

36

BAB III
AKIBAT HUKUM BAGI PERUSAHAAN PENGEMBANG
DENGAN TIDAK DILAKUKANNYA PENYESUAIAN ANGGARAN
DASAR PERSEROAN

A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum
Pada hakikatnya suatu perseroan terbatas (PT) memiliki dua sisi, yaitu
pertama sebagai suatu badan hukum dan kedua pada sisi yang lain adalah wadah atau
tempat diwujudkannya kerjasama antara para pemegang saham atau pemilik modal56.
Didalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) tersebut diatas menunjukkan rumusan bahwa perseroan
terbatas merupakan suatu “ artificial person”, yaitu suatu badan hukum yang dengan
sengaja diciptakan. Dengan demikian, PT adalah suatu subjek hukum yang mandiri,
yang mempunyai hak dan kewajiban, yang pada dasarnya tidak berbeda dengan hak
dan kewajiban subjek hukum manusia57. Perbedaan antara manusia dan badan hukum
adalah bahwa manusia dapat melakukan apa saja yang tidak dilarang oleh hukum,
sedangkan badan hukum hanya dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau
implisit diizinkan oleh hukum dan atau anggaran dasarnya. Dengan demikian maksud
dan tujuan perseroan terbatas mempunyai dua segi, di satu pihak merupakan sumber

kewenangan bertindak bagi perseroan, dan di lain pihak menjadi pembatasan dari
ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan terbatas yang bersangkutan.58

56

Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita
Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti, 2000), hal 23.
57
Chatamarrasjid Ais, op.cit. hal 25.
58
Chatamarrasjid Ais, op.cit. hal 28.

36

Universitas Sumatera Utara

37

Pendirian perseroan terbatas harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu
syarat formil dan syarat materil. Syarat formil adalah bahwa perseroan terbatas harus

didirikan dengan akte pendirian secara autentik dihadapan notaris, dan sebagai syarat
materil harus ada modal, sedikitnya sepuluh persen dari modal persekutuan harus
disetorkannya.59
Dalam pengertian perseroan terbatas dalam pasal 1 ayat (1) Undang Undang
Nomor: 40 Tahun 2007 dikatakan bahwa suatu perseroan terbatas harus memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Berbentuk badan hukum.
2. Didirikan berdasarkan perjanjian.
3. Melakukan kegiatan usaha.
4. Modal Dasar.
5. Memenuhi persyaratan undang undang.
Sebagai badan hukum, suatu perusahaan harus memenuhi unsur-unsur sebagai
badan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang perseroan terbatas, yakni :
a. Memiliki pengurus dan organisasi teratur.
b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rech handeling) dalam hubunganhubungan hukum (rechts betrekking).
c. Mempunyai harta kekayaan sendiri.
d. Mempunyai hak dan kewajiban.
e. Memiliki tujuan sendiri.60

59


Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, dan Wakaf, (Bandung : Alumni, 1986), hal 102.
60
Mulhadi, Hukum Perusahaan : Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2010), hal.83.

Universitas Sumatera Utara

38

Didalam Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1995 yang tidak berbeda jauh
dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007 yang secara
tegas diatur dalam Pasal 7 ayat 1,2,3 dan Pasal 32,33 serta Pasal 92 ayat 2 maupun
Pasal 108 ayat 3 yang mengatur persyaratan formil dari perseroan terbatas sebagai
berikut :
1) Pendiri minimal 2 orang, kecuali untuk :
-

Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.


-

Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, serta lembaga lain sebagaimana
yang diatur dalam Pasar Modal, syarat pendirian oleh 2 orang disini dapat
diartikan sebagai perseorangan atau badan hukum.

2) Akte notaris yang berbahasa Indonesia.
3) Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka
peleburan (Pasal 7 ayat 2 dan 3).
4) Akte pendirian harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia
Republik Indonesia dan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia (Pasal 7 ayat 4).
5) Modal dasar minimal sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan
modal disetor minimal 25 % dari modal dasar (Pasal 32 dan 33).
6) Untuk perseroan terbatas biasa minimal 1 (satu) orang direktur dan 1 (satu)
orang komisaris (Pasal 92 ayat 3 dan Pasal 108 ayat 3), sedangkan untuk

Universitas Sumatera Utara


39

perseroan terbatas terbuka minimal harus 2 (dua) orang direktur dan 2 (dua)
orang komisaris.
7) Pemegang saham harus Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali Badan Hukum yang mengandung
unsur asing, contohnya PMA.61
Sedangkan kelengkapan dokumen yang harus dilengkapi sebagai persyaratan
materil adalah :
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pendiri (untuk yang bukan suami
istri), apabila pendiri hanya suami istri (dan tidak ada membuat perjanjian
pemisahan harta bersama), maka harus ada seorang pendiri lain atau
sebagai pemegang saham).
b) Modal Dasar dan modal disetor.
c) Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri (persentasenya).
d) Susunan Direksi dan Komisaris
e) Surat Keterangan Domisili kantor.
f)


Stempel perusahaan. 62

Pendirian Perseroan Terbatas harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu
syarat formil dan syarat materil. Syarat formil adalah bahwa Perseroan Terbatas harus
didirikan dengan akte pendirian secara autentik dihadapan Notaris, dan sebagai syarat
materil harus ada modal, sedikitnya sepuluh persen dari modal persekutuan harus
disetorkannya.63

61

Irma Devita Purnamasari, Op.cit, hal.54-55.
Ibid, hal. 56-57
63
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, dan Wakaf, (Bandung : Alumni, 1986), hal 102.
62

Universitas Sumatera Utara

40


Dalam pelaksanaannya, setelah akte pendirian ditandatangani, para pendiri
harus segera melakukan pengurusan surat Keterangan Domisili perusahaan di
kelurahan setempat, surat keterangan ini akan dipergunakan untuk pengurusan NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak) atas nama perusahaan dan pemegang saham, yang
kemudian akan dipergunakan sebagai syarat dalam membuka rekening atas nama
perusahaan. Dalam hal ini para pendiri harus memperhitungkan waktu pengurusan
dokumen pendukung karena dokumen-dokumen pendukung tersebut diatas harus
diserahkan kepada Notaris pembuat akta pendirian, selambat-lambatnya 60 (enam
puluh) hari sejak tanggal penandatangan akte pendirian perusahaan. Kelalaian
pemenuhan jangka waktu dimaksud akan menyebabkan tidak dapat didaftarkannya
perusahaan tersebut pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) pada
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa apabila pendirian perseroan terbatas dimaksud telah mengikuti persyaratan
formil dan materil sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka baru dapat
dikatakan perseroan terbatas dimaksud sebagai Badan Hukum. Atau dengan kata lain
kelalaian dalam memenuhi salah satu syarat yang telah ditentukan diatas, maka
konsekuensinya tindakan yang telah dilakukan oleh para pendiri menjadi tanggung
jawab pribadi, bukan tanggung jawab terbatas sebesar saham yang disetorkan kepada

perseroan dimaksud.
B. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perseroan terbatas dapat melakukan
perubahan anggaran dasar sesuai kebutuhan perseroan terbatas tersebut. Perubahan
anggaran dasar harus dilakukan berdasarkan ketetapan Rapat Umum

Pemegang

Universitas Sumatera Utara

41

Saham. Dalam panggilan Rapat Umum Pemegang Saham kepada para pemegang
saham, Acara mengenai Perubahan Anggaran Dasar tersebut wajib dicantumkan jelas.
Pada dasarnya perubahan anggaran dasar merupakan perubahan bentuk badan hukum
perseroan, sehingga seperti juga pendirian perseroan terbatas, perubahan anggaran
dasar juga harus mendapat persetujuan dari menteri.
Perubahan anggaran dasar harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris
dalam bahasa Indonesia


64

. Jika perubahan anggaran dasar tidak dimuat dalam akta

berita acara rapat yang dibuat notaris, perubahan anggaran dasar tersebut harus
dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

65

Dengan demikian

untuk setiap perubahan anggaran dasar harus dibuat akta perubahan anggaran dasar
oleh Notaris, akta ini merupakan akta baru yang memuat perubahan dari anggaran
dasar terdahulu.
Pada tanggal 26 Maret 2014 terbit Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengesahan Badan Hukum dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta penyampaian Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan, yang mengatur tata cara terbaru
untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat proses pengesahan badan hukum,

persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan
anggaran dasar, dan perubahan data perseroan terbatas melalui media elektronik.

64
65

Pasal 21 ayat 4 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 21 ayat (5) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Universitas Sumatera Utara

42

Peraturan tersebut mengatur tata cara yang cenderung lebih efektif bila dibandingkan
dengan tata cara sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta
Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data
Perseroan.
Pada dasarnya, Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 4

Tahun 2014 mengatur bahwa persetujuan maupun penolakan oleh Menkumham
disampaikan secara elektronik kepada pemohon. Untuk itu, notaris dapat mencetak
sendiri keputusan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia tersebut. Dalam hal
ini pemohon berkewajiban untuk menyampaikan dokumen pendukung secara
elektronik yang menyatakan bahwa dokumen pendukung telah lengkap. Namun
demikian, dokumen-dokumen pendukung tersebut dalam bentuk fisik akan disimpan
oleh notaris. Hal ini berbeda dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Nomor 01 Tahun 2011, yang mewajibkan pemohon untuk menyampaikan
secara fisik surat permohonan yang dilampiri dengan dokumen pendukung.
1.

Pengesahan perubahan Anggaran Dasar Melalui Media Elektronik
Secara substansi, proses dan permohonan pengesahan badan hukum,

persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan
anggaran dasar, dan perubahan data perseroan sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 4/2014 adalah sama.
Permohonan-permohonan tersebut diajukan melalui sistem administrasi badan hukum

Universitas Sumatera Utara

43

(SABH). SABH adalah pelayanan jasa teknologi perseroan secara elektronik yang
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Sedangkan,
yang dimaksud sebagai pemohon adalah pendiri secara bersama-sama atau direksi
perseroan dalam hal perseroan telah memperoleh status badan hukum, atau likuidator
perseroan apabila perseroan telah bubar (Pemohon).
2.

Pengesahan perubahan anggaran Dasar Secara Non-Elektronik
Dalam hal permohonan pengesahan badan hukum, permohonan perubahan

anggaran dasar, atau permohonan perubahan data perseroan tidak dapat diajukan
secara elektronik dengan alasan (i) tempat kedudukan notaris belum tersedia jaringan
internet; atau (ii) SABH tidak berfungsi sebagaimana mestinya berdasarkan
pengumuman resmi oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, maka pemohon
dapat mengajukan permohonan secara manual. Permohonan secara manual tersebut
dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis dengan melampirkan
dokumen pendukung. Selain itu, permohonan secara manual juga perlu disertai surat
keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi setempat yang menyatakan bahwa
tempat kedudukan notaris tersebut belum terjangkau fasilitas internet. Dengan
berlakunya Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014
maka Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 01/2011 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
C. Akibat Hukum bagi Perseroan Terbatas yang tidak melakukan penyesuaian
anggaran dasarnya sesuai Undang–undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, timbul kewajiban bagi perseroan yang telah berdiri berdasarkan KUHD dan

Universitas Sumatera Utara

44

UUPT Tahun 1995, untuk melakukan penyesuaian anggaran dasarnya. Dalam
pelaksanaannya untuk melakukan penyesuaian anggaran dasar membutuhkan waktu
dan persyaratan-persyaratan yang mungkin tidak semua perseroan dapat dengan
segera melaksanakannya sebagaimana yang diwajibkan oleh undang-undang. Oleh
karena itu, undang-undang memberikan batasan waktu untuk melakukan penyesuaian
serta konsekuensi hukum yang dapat diterima oleh perseroan yang tidak melakukan
penyesuaian.
Penyesuaian anggaran dasar oleh perseroan harus dilakukan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya Undang-undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 yakni tanggal 16 Agustus 2007,66 sehingga
penyesuaian harus sudah dilakukan selambat-lambatnya sebelum tanggal 16 Agustus
2008.67 Penyesuaian anggaran dasar ini bersifat imperatif, memaksa kepada seluruh
perseroan yang dibentuk berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang ataupun
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas untuk merubah
seluruh anggaran dasarnya dan menyesuaikannya dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang memberikan tenggang
waktu 1 (satu) tahun agar perseroan memiliki cukup waktu untuk mengadakan Rapat
Umum Pemegang Saham serta melakukan seluruh rangkaian proses penyesuaian
anggaran dasar hingga mendapatkan persetujuan Menteri. Namun pada kenyataannya
66

UUPT Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 161.
Ibid, Pasal 157 ayat (4) mengenai ketentuan batasan waktu UUPT 1995 memberikan
batasan yang lebih lama dibandingkan UUPT dimana UUPT 1995 dalam Pasal 125 ayat (4)
memberikan jangka waktu 2 (dua) tahun sejak undang-undang berlaku untuk perseroan melakukan
penyesuaian.
67

Universitas Sumatera Utara

45

tidak semua perseroan melakukan penyesuaian anggaran dasarnya sesuai ketentuan,
ada perseroan yang tidak melakukan penyesuaian dan ada juga perseroan yang
terlambat melakukan penyesuaian dengan berbagai alasan.
Perseroan yang tidak melakukan penyesuaian terhadap anggaran dasarnya
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40
Tahun 2007, berakibat pada suatu kemungkinan pembubaran perseroan oleh
keputusan pengadilan. Pembubaran perseroan dengan keputusan Pengadilan Negeri
dapat dilakukan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.68 Hal
ini bersifat ancaman kepada perseroan dan disatu sisi ada kepentingan negara
terhadap badan hukum karena pergerakan perseroan dapat berkaitan dengan berbagai
bidang lain dalam pemerintahan seperti penerimaan pajak kepada negara.
Akibat lain bagi perusahaan yang tidak melakukan penyesuaian anggaran
dasar adalah dalam hubungannya dengan dunia perbankan. Didalam pelaksanaan
dengan dunia perbankan, identitas perusahaan haruslah sesuai dengan peraturan yang
berlaku, dengan demikian Bank sudah pasti akan mensyaratkan penyesuaian
anggaran dasar bagi perseroan yang akan mempergunakan fasilitas Bank, misalnya
dalam pengajuan kredit. Jika perusahaan belum melakukan hal ini, maka proses
pengajuan kredit tidak dapat dilaksanakan atau ditunda. Dengan tidak dapat
beroperasi sebagaimana mestinya, sudah dapat dipastikan perusahaan akan rugi.
Akibat lainnya dalam jangka panjang, apabila perusahaan tidak menyesuaikan
anggaran dasarnya, sewaktu-waktu nama PT tersebut dapat dipergunakan oleh pihak
68

UUPT Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 157 ayat (4).

Universitas Sumatera Utara

46

lain, karena nama PT dimaksud sudah tidak terdaftar dalam daftar perusahaan di
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Permasalahan
menjadi lebih rumit pada saat perusahaan hendak melakukan perubahan atas
Anggaran Dasar perusahaannya, ataupun melakukan pembubaran hukum lain, hal
tersebut tidak dapat dilaksanakan secara sah karena perbuatan hukum tersebut tidak
dapat disetujui, ataupun diberitahukan kepada Departemen Hukum Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia karena nama PT sudah tidak terdaftar dan tidak bisa
didaftar.
Dalam kondisi yang paling sulit apabila nama perusahaan dimaksud sudah
dipakai oleh pihak lain. Alangkah sulitnya apabila nama perusahaan yang sudah
dikenal luas ternyata tidak dapat dipergunakan lagi oleh karena telah dipakai pihak
lain.
Pengajuan penyesuaian anggaran dasar masih terus dilakukan oleh perseroan
terbatas yang belum memenuhi ketentuan dimaksud, Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia masih menerima proses pengajuan penyesuaian
anggaran dasar sampai saat ini, hal ini dapat diartikan bahwa masih ada perseroan
yang belum melakukan penyesuaian anggaran dasar dan perseroan tersebut masih
beroperasi seperti biasanya.

Universitas Sumatera Utara

47

BAB IV
TANGGUNG JAWAB DIREKTUR PERUSAHAAN PENGEMBANG
SELAKU PENJUAL PERUMAHAN TENTANG TINDAKAN
PERUSAHAAN YANG TIDAK MELAKUKAN PENYESUAIAN
ANGGARAN DASAR PERSEROAN

A. Pengertian tentang Tanggung Jawab Direktur
Direktur sebagai organ dari perseroan, merupakan subjek hukum yang
mempunyai hak dan kewajiban, dimana apabila dalam suatu perseroan terdapat
beberapa direktur dinamakan direksi perseroan. Sebagaimana diketahui direksi
merupakan organ yang berupa orang atau Natuurlijke Persoon.

Direksi dapat

merupakan pemilik perusahaan atau orang profesional yang ditunjuk pemilik
perusahaan untuk menjalankan dan memimpin perseroan terbatas, bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan ( Pasal 82 UUPT Nomor
40 tahun 2007).
Pengertian dari “tanggung jawab” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia69
adalah

“keadaan wajib menanggung segala sesuatunya”. Sehingga bertanggung

jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “berkewajiban memikul,
menanggung segala sesuatunya, dan menanggung segala akibatnya”. Sedangkan
pengertian

“tanggung jawab” menurut Ensiklopedia Umum adalah

“kewajiban

dalam melakukan tugas tertentu”. Tanggung jawab timbul karena telah diterima

69

Drs.Suharso dan Dra.Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux
(Semarang : Widya Karya, 2014), hal.527.

47

Universitas Sumatera Utara

48

wewenang, seperti wewenang tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu
dengan pemberi wewenang dan penerima wewenang, sehingga tanggung jawab
seimbang dengan wewenang. Sedangkan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
“tanggung jawab” adalah “kewajiban terhadap segala sesuatunya; fungsi menerima
pembebanan sebagai akibat sikap tindak sendiri atau pihak lain”.70
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
tanggung jawab disini adalah merupakan kesadaran akan tingkah laku atau perbuatan
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, yang juga sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajiban, dan menanggung segala akibat dari pelaksanaan
kewajiban tersebut.
Pengaturan tentang direksi dalam UUPT dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut

71

: Diatur dalam bagian-bagian yang khusus mengatur tentang direksi, yaitu

dari Pasal 92 sampai dengan 107 UUPT, dan Diatur dalam bagian-bagian lain dari
UUPT secara terpisah-pisah, yakni dalam bagian-bagian yang tidak khusus mengatur
tentang direksi.
Direksi sebagai organ perseroan terbatas, diangkat oleh Rapat Umum
Pemegang Saham, yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan, dan
melaksanakan pengurusan dengan itikad baik, untuk kepentingan usaha dan tujuan
perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar.

70
71

Tanti Yuniar Sip, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Agung Media Mulia, hal.573.
Munir Fuady, op.cit. hal. 79.

Universitas Sumatera Utara

49

Direksi mewakili perseroan sebagai pengurus perseroan, yang dapat bertindak
untuk dan atas mana perseroan. Dalam hal direksi berbentuk dewan direktur (Board
of Directors) yang dapat merupakan satu orang direktur atau terdiri dari beberapa
anggota direksi, maka satu orang sebagai presiden direktur atau direktur utama dan
satu atau beberapa wakil presiden direktur serta satu atau beberapa direktur. 72
Di dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT, “Direksi wajib melaksanakan pengurusan
perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dan setiap anggota
Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya73.
Pertanggungjawaban ini berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
direksi apabila ada 2 (dua) orang anggota direksi atau lebih.
Komisaris dan direksi adalah pemegang amanah (fiduciary) yang harus
berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Direksi dan komisaris
memiliki posisi fiducia dalam pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya
harus secara fair, dalam sistem common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori
fiduciary duty.

74

Atau sistem common law dikenal dengan adanya prinsip fiduciary

duties.
Dalam Black’s Law Dictionary, fiduciary duty diartikan sebagai :
“a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another
person and in the best interests of the other person (such as the duty that one
partner owes to another)”.
72

Hardjian Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1997), hal 121.
73
Pasal 97 ayat 3 dan ayat 4 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
74
Bismar Nasution, Makalah “Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan
Penanganan Penyimpangan di Bidang Perbankan Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas dan
Undang-undang Perbankan” disampaikan pada Seminar Sehari diselenggarakan oleh Bank Indonesia
dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Surabaya, tanggal 21 Pebruari 2008.

Universitas Sumatera Utara

50

Fiduciary dalam bahasa Latin dikenal sebagai fiduciaries yang bermakna
kepercayaan. Secara teknis istilah fiduciary dimaknai sebagai seseorang yang
memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain. Seseorang
memiliki tugas fiduciary (fiduciary duty ) ketika ia memiliki kapasitas fiduciary
(fiduciary capacity). Seseorang dikatakan memiliki kapasitas fiduciary jika bisnis
yang ditransaksikannya, harta benda atau kekayaan yang dikuasainya bukan untuk
kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Fiduciary Duties
terjadi ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan
mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri, sehingga bertindak untuk
kepentingan orang lain.75
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang
Direksi harus melakukan tugas :76
1. Dilakukan dengan itikad baik
2. Dilakukan dengan proper purposes
3. Dilakukan dengan kebebasan yang bertanggungjawab (unfettered discretion)
dan
4. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).
Referensi mengenai fiduciary duty juga dapat ditemui dalam buku yang ditulis
oleh M.Yahya Harahap, dimana Fiduciary duty sebagai “wajib dipercaya”, yang
berarti bahwa setiap anggota Direksi selamanya “dapat dipercaya” (must always
bonafide) serta selamanya harus “jujur” (must always be honest) dalam menjalankan

75

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam
Hukum Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002), hal.33.
76
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, (Jakarta : Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hal. 209.

Universitas Sumatera Utara

51

tugasnya.77 Hubungan fiduciary timbul ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi
kepentingan pihak lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri.
Didalam Fiduciary Duties Direksi ini harus mengandung prinsip - prinsip sebagai
berikut:78
a.

Direksi dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan
pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga tanpa persetujuan dan atau
sepengetahuan perseroan;

b.

Direksi tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus untuk
memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga kecuali
atas persetujuan perseroan;

c.

Direksi tidak boleh menggunakan atau menyalahgunakan aset perseroan untuk
kepentingan pribadi.
Dari uraian singkat diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa direksi dari suatu

perseroan terbatas yang mengemban fiduciary duties memiliki kewajiban untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam UUPT
berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai
yang dinyatakan oleh hukum, jujur, dengan itikad baik, dan demi kepentingan PT
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dalam memahami hubungan pemegang
kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut, common law mengakui bahwa orang
yang memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural memiliki potensi untuk
77

M. Yahya Harahap, op,cit, hal. 374 .
Ridwan Khairandy, 2013, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Yogyakarta -FH UII
Press, 2013) , cetakan ke - 1, hal.109.
78

Universitas Sumatera Utara

52

menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan
tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.79
Pada prinsipnya direksi dibebani prinsip fiduciary duties terhadap perseroan
bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat
memaksakan direksi untuk melaksanakan prinsip fiduciary duties. Akan tetapi, dalam
menjalankan fungsinya sebagai direksi, secara umum ia juga harus memperhatikan
kepentingan pemegang saham. Meskipun menyandang prinsip fiduciary duties
sebagai direksi, ia tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan
keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya. Direksi juga
memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan
naluri bisnis yang dimilikinya selama keputusan itu tidak merugikan perseroan.80
Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan
kewajibannya direksi harus bertindak berdasarkan atas kepentingan perusahaan (duty
of loyalty) dan tindakan tersebut dilakukan dengan kehati-hatian (duty of care).
Tindakan yang dijalankan dengan penuh kehati-hatian, dengan itikad baik untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dan direksi tidak boleh
mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung81.
Berdasarkan prinsip tata kelola perseroan yang baik atau Good Corporate
Governance,82 direksi bertugas untuk mengelola perseroan. Bila dilihat pasal 4
Undang-undang Perseroan Terbatas nomor 40 Tahun 2007 menetapkan bahwa

79

80

Bismar Nasution, Bahan Kuliah Hukum Perusahaan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Munir Fuady, op.cit., hal. 61.
Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
82
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate
Governance, (Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal.436.
81

Universitas Sumatera Utara

53

“terhadap setiap perseroan terbatas selain berlaku UUPT juga berlaku anggaran dasar
perseroan dan ketentuan peraturan perundangan lainnya.” Dalam penjelasan atas
pasal 4 Undang-undang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa “berlakunya Undangundang ini, anggaran dasar perseroan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lain, tidak mengurangi kewajiban setiap perseroan untuk menaati asas itikad baik,
asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola perseroan yang baik (Good
Corporate Governance), dalam menjalankan perseroan. Setiap anggota direksi
haruslah orang yang berwatak baik dan berpengalaman untuk jabatan yang
didudukinya. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan
perseroan, dan harus memastikan agar perseroan melaksanakan tanggung jawab
sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkepentingan.
Untuk membantu pelaksanaan tugas-tugas sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan, direksi dapat menggunakan jasa profesional yang mandiri sebagai
penasehat.
Undang-undang perseroan terbatas memberikan syarat-syarat yuridis terhadap
direksi dari suatu perseroan terbatas 83 , yakni sebagai berikut :
1) Direksi harus orang perorangan.
Ditegaskan dalam Pasal 93 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, bahwa direksi
haruslah orang perorangan. Dengan demikian, suatu badan hukum atau
perkumpulan tidak dapat menjadi direksi dari suatu perseroan terbatas.
2) Lebih dari satu orang untuk perusahaan tertentu.
83

Munir Fuady, op.cit. hal. 80-82.

Universitas Sumatera Utara

54

Pada prinsipnya suatu perseroan terbatas dapat hanya mempunyai satu orang
direktur (direktur tunggal) atau lebih dari satu. Akan tetapi menurut Pasal 92 ayat
(4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, dalam hal-hal tertentu, sebuah perseroan
terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam
hal-hal sebagai berikut :
a. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, atau
b. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang, atau
c. Perseroan terbuka.
3) Cakap berbuat menurut hukum, karena selaku direktur, maka yang bersangkutan
akan

banyak

melakukan

perbuatan

hukum

dalam

rangka

mewakili

perusahaannya atau dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya.
4) Tidak pernah dinyatakan pailit selama masa tertentu. UUPT mensyaratkan bahwa
seseorang baru dapat diangkat menjadi direktur, manakala orang tersebut (secara
pribadi) sebelumnya tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan yang
berwenang untuk itu, kecuali putusan pernyataan pailit tersebut sudah melebihi
jangka waktu 5 (lima) tahun.
5) Tidak pernah menjadi anggota direksi yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu perseroan menjadi pailit. Selain persyaratan tidak pailit
secara pribadi, bagi seorang direktur suatu perseroan disyaratkan pula bahwa
yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, yang
karena kesalahannya menyebabkan suatu perseroan menjadi pailit, kecuali jika

Universitas Sumatera Utara

55

keputusan pengadilan yang menyatakan bersalahnya itu sudah melebihi masa 5
(lima) tahun.
6) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan Negara selama masa tertentu, kecuali dia telah 5 (lima) tahun atau
lebih selesai menjalani hukuman tersebut.
7) Diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk menjadi direktur. Seseorang
harus diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham menurut tata cara dan syaratsyarat yang diatur oleh anggaran dasar perseroan tersebut dan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis
penghasilannya ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, namun dalam
pelaksanaan tugasnya, direksi bertanggung jawab terhadap perseroan (pemegang
saham secara keseluruhan) bukan kepada pemegang saham perorangan.
Tugas kepengurusan direksi tidak hanya terbatas pada kegiatan rutin, tetapi
juga berwenang dan wajib mengambil inisiatif membuat rencana kerja dan perkiraan
mengenai perkembangan perseroan untuk masa

mendatang dalam rangka

mewujudkan maksud dan tujuan perseroan. Hal ini berarti bahwa direksi bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan, artinya secara fiduciary harus dilaksanakan
standard of care. Para anggota direksi sebagai salah satu organ vital dalam
perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku

Universitas Sumatera Utara

56

sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. 84 Oleh sebab itu, direksi melakukan
tugas dan kewajiban berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and
care). Dan kewenangan yang oleh undang-undang berikan kepada direksi haruslah
dilakukan dengan itikad baik serta senantiasa bertindak semata-mata demi
kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyalty).
Pelanggaran terhadap prinsip duty of care dan duty of loyalty dalam hubungan
dengan fiduciary duty dapat menyebabkan direksi untuk dimintai pertanggung
jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya, baik
kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.85
Pada hakekatnya teori fiduciary duty ini dalam praktek berkembang secara
unik terhadap direksi dalam hubungan amanah (hubungan fiduciary) dengan
perseroan, bahkan sampai batas-batas tertentu dalam hubungan dari direksi perseroan
dengan pemegang saham serta para pekerja dalam perusahaan. Disamping itu ternyata
aplikasi teori fiduciary duty itu terhadap direksi perseroan juga akan berdampingan
dengan berbagai teori atau hubungan hukum yang lain yang berkenaan dengan tugas
kepedulian (duty of care) yang juga dituntut dari seorang direksi. 86
Dalam pelaksanaan tugasnya direksi tidak hanya terikat pada apa yang secara
tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, tetapi
dia juga dapat mengambil prakarsa guna mewujudkan kepentingan perseroan dengan

84

Ibid.
Bismar Nasution, op.cit.hal.342.
86
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Modern di Era Global, Bandung : PT.Citra Aditya
Bhakti, 2002, hal 31.
85

Universitas Sumatera Utara

57

melakukan perbuatan-perbuatan yang menunjang dan memperlancar tugas-tugasnya.
Namun perbuatan itu haruslah masih berada dalam batas-batas yang diperkenankan
atau masih dalam ruang lingkup tugas kewajiban (intra vires) sehingga ia masih dapat
bertindak asalkan sesuai dengan kebiasaan kewajiban dan kepatuhan.
Dalam hal-hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan, yakni
apabila :
(1) Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi
yang bersangkutan.
(2) Anggota

direksi

yang

bersangkutan

mempunyai

kepentingan

yang

bertentangan dengan kepentingan perusahaan.87
Tanggung jawab direksi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 UUPT,
menetapkan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan,
pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
tersebut.
Dalam pengelolaan perusahaan, sangatlah penting untuk mengontrol perilaku
dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar, termasuk menentukan
standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan
dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya
atau berperilaku tidak jujur. Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap

87

Ibid

Universitas Sumatera Utara

58

direktur perseroan atau pengurus perseroan, maka harus dibuktikan adanya
pelanggaran terhadap kekuasaan, kewajiban dan kewenangan yang dimilikinya.
Direksi perseroan dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith
yang dipercayakan padanya dalam menjalankan

perusahaan, sebagaimana diatur

dalam prinsip fiduciary duty.
Bahwa tugas dan wewenang direksi dapat dibagi atas :
(a) Pengurusan
Pengaturan mengenai tugas dan wewenang direksi dalam pengurusan
perseroan diatur dalam Pasal 92 UUPT. Dalam pengurusan, direksi menjalankan
perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan. Pengurusan suatu perseroan juga tidak terlepas dari tanggung jawab
kolegial. Artinya, tiap-tiap anggota direksi berwenang mengurus perseroan
secara tanggung renteng (Pasal 97 ayat [4] dan Pasal 104 ayat [2] UUPT).
Dalam penjelasan Pasal 92 ayat 1 dan ayat 2 UUPT menyatakan bahwa
ketentuan dalam ayat

1 dan ayat 2 menugaskan direksi untuk mengurus

perseroan, yang antara lain pengurusan sehari-hari dari perseroan. Dari rumusan
pasal tersebut dapat dikatakan, apa yang menjadi makna arti kata
“kepengurusan” tersebut diartikan bahwa direksi ditugaskan dan karenanya
berwenang 88 :
a. Mengurus kegiatan sehari-hari perseroan, dalam arti mengatur dan pengelola
kegiatan usaha perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
88

Chatamarrasjid Ais, op.cit. hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

59

b. Mengurus kekayaan perseroan,
c. Untuk kepentingan dan tujuan perseroan, mewakili perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan.
Tugas dan tanggung jawab direksi dalam melakukan pengurusan perseroan
sehari-hari adalah untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan tersebut.
Pembagian tugas dan wewenang yang ditentukan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham, karenanya dapat disimpulkan bahwa direksi memiliki 2 (dua)
fungsi utama, yaitu: (1) fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas
memimpin perseroan, dan (2) fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili
perseroan di dalam dan luar pengadilan. Apabila anggota direksi terdiri lebih dari
1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota
direksi kecuali ditentukan lain dalam undang-undang dan atau anggaran dasar.
Dengan demikian anggaran dasar dapat menentukan pembatasan wewenang dari
anggota direksi.89
Bahwa kedudukan direksi itu mandiri, tidak tunduk pada RUPS dan komisaris
(Pasal 92 ayat [2] UUPT) atau yang disebut sebagai Business Judgement Rule 90,
namun ada pembatasan oleh:
1) Peraturan perundang-undangan;
2) Maksud dan tujuan dalam anggaran dasar;

89
90

Pasal 83 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Munir Fuady, op.cit.hal.197-206.

Universitas Sumatera Utara

60

3) Pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar.
2.

Perwakilan
Mengenai pengaturan tugas dan wewenang direksi dalam hal perwakilan terdapat
dalam Pasal 98 dan Pasal 99 UUPT yang pada intinya mengatakan:
a. Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan;
b. Kewenangan direksi untuk mewakili perseroan adalah tidak terbatas dan tidak
bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau
keputusan RUPS;
c. Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:
1) Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi
yang bersangkutan;
2) Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan
dengan perseroan.
Dalam perwakilan, apabila anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang,
yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali
ditentukan lain dalam anggaran dasar.91
Tanggung jawab Direksi itulah yang kemudian menimbulkan konsekuensi
(hal-hal yang dipikul oleh direksi) yang disebut dengan risiko. Mengenai
tanggung jawab direksi dalam hal perseroan tersandung masalah hukum, secara
umum kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 97 ayat (3) UUPT yang berbunyi:

91

Pasal 98 ayat 2 UUPT.

Universitas Sumatera Utara

61

“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”
Dari pasal-pasal tersebut diatas, terlihat memang direksi-lah yang bertanggung
jawab untuk memikul kerugian perseroan, inilah yang disebut dengan risiko direksi.
Namun apabila ia dapat membuktikan hal-hal seperti yang disebut dalam Pasal 97
ayat (5) UUPT tersebut diatas, Direksi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban
atas kerugian yang diderita perseroan.
Tugas direktur dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha
perseroan dan mengurus kegiatan PT diatas tidak dapat dipisahkan dari perseroan
terbatas itu sendiri. Karena pengurusan kekayaan perseroan terbatas harus menunjang
terlaksananya kegiatan usaha perseroan. Sehubungan dengan hal ini direktur hanya
mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, sebagai pengelola dan perwakilan dari perseroan
terbatas. Dalam pelaksanannya tugas direktur adalah tugas dari semua anggota direksi
tanpa kecuali (Collegiale besturrsverant woordelijkheid), sehingga tugas dan
wewenang untuk mengelola perseroan terbatas adalah tugas dan wewenang setiap
anggota direksi perusahaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa semua anggota
direksi bertanggung jawab atas perikatan yang dibuat oleh anggota direksi yang
dibuat perseroan. Dengan pengecualian pada Pasal 97 ayat (3) UUPT, bahwa setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan
terbatas apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.

Universitas Sumatera Utara

62

Tugas direksi sendiri berdasarkan Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 97 ayat (2) UUPT
adalah menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perusahaan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Sedangkan, dalam hal hanya ada satu orang anggota direksi, apabila direksi tersebut
berhalangan, maka berdasarkan anggaran dasar perseroan atau keputusan RUPS,
dewan komisaris yang akan melaksanakan tugas pengurusan perseroan (Pasal 118
UUPT beserta penjelasannya) atau orang lain sebagaimana diatur lebih lanjut dalam
anggaran dasar perseroan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 107 UUPT
yang mengatakan bahwa dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:
a. Tata cara pengunduran diri anggota direksi.
b. Tata cara pengisian jabatan anggota direksi yang lowong, dan
c. Pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan
dalam hal seluruh anggota direksi berhalangan atau diberhentikan untuk
sementara.
Untuk mengatasi kevakuman atau kekosongan jabatan jika direksi
berhalangan

secara

temporer/sementara

atau

permanen,

mengantisipasinya dalam anggaran dasar perseroan

92

perseroan

harus

dengan jalan mengatur

ketentuan, siapa atau pihak mana ataupun organ mana yang berwenang bertindak
menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan yang ditentukan Pasal 92 ayat (1)
UUPT serta siapa yang berwenang mewakili perseroan ke dalam dan keluar sesuai
dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) UUPT.
B. Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang
Tanggung jawab dari direktur perusahaan pengembang dapat dilihat dari 2
segi, yaitu:

92

M. Yahya Harahap , op.cit, hal. 35.

Universitas Sumatera Utara

63

1.

Tanggung Jawab Direktur Terhadap Perusahaan.
Perusahaan pengembang sebagai suatu badan hukum dalam kegiatan usahanya
memasarkan perumahan miliknya selalu berhubungan dengan para pembeli, dan
Direksi perusahaan harus dapat meyakinkan para pembeli akan kredibilitas
perusahaan sebagai pengembang yang baik. Direksi perusahaan pengembang
sebagai organ yang mengurus perseroan harus dapat menjaga perusahaan agar
tetap bercitra baik di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kesangsian dari
pihak-pihak yang berniat melakukan perbuatan hukum dengan perusahaan
pengembang dimaksud.
Berkaitan dengan menjaga citra di masyarakat tersebut diatas maka sebagai

suatu perusahaan pengembang harus selalu berupaya melengkapi dan memenuhi
segala persyaratan yang ditetapkan undang-undang selaku perusahaan pengembang.
Hal ini dikarenakan adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat sehingga
pembuat undang-undang merasa perlu menyesuaikan keadaan-keadaan dimaksud
dengan undang-undang yang mengaturnya.
Direksi perusahaan pengembang dalam mengurus perseroan sehari-hari, juga
harus mempersiapkan perusahaan untuk apabila diperlukan siap mengadakan
penyesuaian-penyesuain dalam memenuhi

ketentuan undang-undang tentang

perseroan terbatas dimaksud.
Sebagai badan hukum adalah subjek hukum mandiri yang oleh hukum
dibekali dengan hak dan kewajiban tidak ubahnya hak dan kewajiban yang dimiliki
oleh seorang manusia. Oleh karena itu perusahaan pengembang keberadaannya tidak

Universitas Sumatera Utara

64

tergantung dari keberadaan pemegang sahamnya maupun anggota direksi dan dewan
komisaris. Sekalipun mereka berganti atau diganti, pergantian tersebut tidak
mempengaruhi keberadaan perseroan terbatas selaku persona standi in judicio.93
Layaknya sebuah badan hukum, maka perusahaan pengembang wajib
memenuhi

kewajiban-kewajiban

yang

disepakatinya

berdasarkan

perjanjian-

perjanjian yang telah dibuatnya. Bila perusahaan pengembang cidera janji, maka
dapat

diminta

pertanggungjawabannya

secara

kontraktual

(contractuele

aansprakelijkheid). Perusahaan pengembang apabila melakukan perbuatan melawan
hukum maka ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam hal ini terdapat
pertanggung-jawaban bukan kontraktual (buiten contractuele ansprakelijkheid).
Penjelasan tentang perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menjelaskan bahwa:
“tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.
Dimana unsur-unsur perbuatan melawan hukum terdiri dari:
1) Perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi
juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain, bertentangan
dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan prinsip kehatihatian dan bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam
masyarakat (Putusan Lindenbaum-Cohen, HR 1919);
2) Perbuatan sebagai mana dimaksud di atas mengandung kesalahan
93

Bismar Nasution, ibid.

Universitas Sumatera Utara

65

3) Mengakibatkan kerugian, dan
4) Terdapat hubungan sebab akibat antara kesalahan dengan kerugian.
Kata-kata “...mewajibkan orang yang karena salahnya...” tersebut harus
diartikan secara luas sebagai “orang dalam artian subjek hukum”, karena dalam
kenyataannya sebuah badan hukum adalah orang (subjek hukum) yang diciptakan
oleh hukum, dan oleh karena itu merupakan suatu artificial person, maka dalam
kenyataannya badan hukum hanya berfungsi dengan perantaraan manusia.
Perusahaan

pengembang

adalah

badan

hukum

yang

melahirkan

keberadaannya sebagai subjek hukum mandiri, dengan keberadaan yang terpisah dari
para pemegang sahamnya. Keadaan terpisah sebagai pemegang saham ini
mengakibatkan perseroan mutlak memerlukan direksi sebagai wakilnya. Perseroan
sebagai suatu artificial person berbeda dengan manusia, dia hanya dapat melakukan
perbuatan hukum dengan perantaraan manusia sebagai wakilnya. Anggota direksi
dari perusahaan pengembang ditugaskan untuk mewakili perseroan di dalam maupun
diluar pengadilan.94 Jadi yang harus mewakili perseroan di dalam maupun di luar
pengadilan harus manusia atau orang perseorangan.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas terlihat bahwa direksi perusahaan
pengembang mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu: menjalankan pengurusan,
dan sebagai perwakilan perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam tugas
dan tanggung jawabnya, direksi dimaksud merupakan organ perseroan yang mewakili

94

Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Universitas Sumatera Utara

66

kepentingan perusahaan selaku subjek hukum mandiri. Adapun tugas dan tanggung
jawab itu bersumber pada :
a) Ketergantungan perusahaan kepada direksi sebagai organ yang oleh undangundang dipercayakan dengan kepengurusan perusahaan;
b) Perseroan terbatas adalah sebab bagi keberadaan (raisond’etre) direksi, karena
apabila tidak ada perseroan terbatas maka juga tidak perlu ada direksi. Oleh
karena itu, tidak salah bila dikatakan bahwa antara perseroan terbatas dan
direksi terdapat hubungan fidusia yang melahirkan fiduciary duties bagi
direksi.
Dengan ketentuan mengenai tugas sebagaimana disebut diatas, maka direksi
perusahaan pengembang harus memiliki wewenang yang cukup besar untuk dapat
menjalankan pekerjaannya tersebut.

Dalam mengurus perseroan, direksi harus

berorientasi pada kepentingan perseroan. Direksi akan selalu berurusan dengan aset
orang lain, sehingga harus memiliki kejujuran yang tinggi sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh moral hazard

95

, jika tidak

direksi akan mendapatkan konsekuensi kerugian finansial yang serius dalam
menjalankan perseroan. Oleh karena itu direksi perusahaan pengembang dilarang
melakukan kegiatan yang berada diluar kewenangannya. Untuk menghindari moral
hazard tersebut muncul prinsip tanggung jawab direksi sebagai fiduciary duty.
Direksi perusahaan pengembang menjalankan pengurusan perusahaan untuk
95

Pengertian Moral Hazards adalahlah ketidakjujuran seseorang yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kerugian pada perusahaan, keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan
dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata.

Universitas Sumatera Utara

67

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dengan
iktikad baik dan penuh tanggung jawab, serta kehati-hatian (care). Kemandirian
direksi dalam membuat keputusan yang menurutnya terbaik bagi kepentingan
perseroan adalah mutlak dalam rangka menjalankan fiduciary duty nya. Hal ini
sejalan dengan ketentuan yang mengharuskan direksi perusahaan pengembang dalam
mengurus perseroan, selalui berorientasi pada kepentingan perseroan, karena ada
kemungkinan bahwa kepentingan perseroan dapat tidak sejalan dengan kepentingan
dan keinginan pemegang saham dalam perusahaan dimaksud.96
Dalam kegiatan sehari-hari direksi harus memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan usaha dari perseroan, menjalankan dan menghadiri rapatrapat yang diperlukan, mengetahui syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturanperaturan perundangan dan melaksanakannya, menjalankan metode yang sewajarnya
untuk dapat mengetahui kondisi yang terjadi di masyarakat sehubungan dengan
kegiatan usaha perseroan, dan kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul.
Dari hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi
tidak hanya terbatas pada ketidakjujuran atau kesalahan manajemen semata, tetapi
juga termasuk kelalaian, meskipun itu hanya berupa kesalahan yang kecil. Bahwa
direksi harus melaksanakan tugasnya untuk mengelola perseroan dengan itikad baik
dan hati-hati sebagaimana orang biasa melaksanakan pengelolaan terhadap
kekayaannya. Pelaksanaan itikad baik dan tanggung jawab inilah yang juga dikenal

96

Emmy Pangaribuan Simanjuntak dalam Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung
Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal.62.

Universitas Sumatera Utara

68

dengan prinsip duty of care. Sikap duty of care atau “kewajiban