Tanggung Jawab Perusahaan Pemenang Tender Pekerjaan Menurut Perpres No. 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

(1)

iv TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PEMENANG TENDER PEKERJAAN MENURUT PERPRES NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

(Studi di Dinas Bina Marga Medan dalam hal Pembangunan Jembatan Sudirman Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Octo Arystho Emerson NIM : 100200191

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEHUSUSAN PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015


(2)

v KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PEMENANG TENDER PEKERJAAN MENURUT PERPRES NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH”.

Skripsi ini memuat tentang tanggung jawab hukum dan syarat umum dan khusus sebuah perusahan pemenang atau pemegang pekerjaan pembangunan jembatan Sudirman yang lelang pekerjaannya diadakan oleh pemerintah. Dan sesuatu yang menyangkut jenis dan ketentuan perusahaan dalam menjalankan kontrak dengan pemerintah.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu,SH,MHum. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis dalam penulisan skripsi.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting,SH,MHum. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

vi 1. Bapak Syafruddin, SH,DFN selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. OK. Saidin SH,MHum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Hasim Purba,SH,MHum. Selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

4. Ibu Maria Kaban,SH,MHum selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengajar yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuannya daik dalam bidang perkuliahan maupun tentang kehidupan sehari-hari, serta kepada seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu mendukung dan memberikan kemudahan dalam pengurusan penyelesaian skripsi dan administrasi.

Pada kesempatan ini juga secara khusus penulis mengucapan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis yang tak pernah lelah dalam mendidik serta memberi dukungan moril maupun materil dan juga memberikan cinta kasihnya agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kepada saudara Charlos Silitonga, Charles Silitonga, Saulina Silitonga, Angel Silitonga dan Selvina Tarigan yang memberi motivasi dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.


(4)

vii 3. Kepada teman – teman dari GLC yaitu yang selalu menjadi motivasi

dan pendukung dalam penulisan skripsi ini.

4. Kepada teman – teman Satuan Mahasiswa Ikatan Pemuda Karya Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menjadi tempat bernaung dan mengembangkan diri.

5. Kepada teman – teman dari IMKA ( Ikatan Mahasiswa Karo ) Erkaliaga Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Serta kepada seluruh teman – teman yang tidak dapat saya ucapkan namanya satu per satu. Saya ucapkan terima kasih karena telah menemani sehari – hari dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis selalu siap menerima kritik untuk skripsi ini. Semoga kiranya skripsi ini dapat memberi manfaat kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Octo Arystho Emerson


(5)

viii DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi... iv

Abstraksi ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penulisan ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEMBANGUNAN ... 14

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama dalam Kitab Undang-Undang Perdata....……….…..………...14

B. Klasifikasi Jenis Perjanjian Kerjasama………...…24

C. Dasar Hukum dari perjanjian Kerjasama Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah……….…...37

BAB III KEDUDUKAN PERPRES No. 4 Tahun 2015 DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENGADAAN BARANG/JASA ………...………....42

A. Jenis dan Peranan Pejabat Pembuat Komitmen dalam Hal Kerjasama Pengadaan Barang /Jasa………...………...………..41


(6)

ix B. Klasifikasi dalam Penentuan Perusahaan

Pengadaan Barang/Jasa Menurut Perpes

No. 4 Tahun 2015………...…….51 C. Perpes No. 4 Tahun 2015 Sebagai Pedoman Tender

Pengadaan Barang/Jasa oleh Instansi Pemerintah…………...…55

BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA PEMBANGUNAN JEMBATAN SUDIRMAN OLEH PEMENANG TENDER………….………59 A. Proses Tender dalam Pembangunan Jembatan Sudirman………59 B. Pemenang Tender Pembangunan Jembatan Jalan

Sudirman………..………64 C. Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Jalan Sudirman………….65 D. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pembangunan Jembatan

Jalan Sudirman…….………...……...…67 BAB V PENUTUP

Kesimpulan ...73 Saran ...74

DAFTAR PUSTAKA ...75


(7)

x ABSTRAK

Octo Arystho Emerson*) Runtung Sitepu**)

Maria Kaban***)

Hukum perjanjian adalah hukum yang berlaku untuk semua orang dalam melakukan perjanjian, sedagkan kontrak adalah suatu perjanjian yang dituangkan dalam tulisan atau surat. Dalam perjanjian pengadaan barang/jasa di bidang pembangunan yang diadakan oleh pemerintah diatur dalam PERPRES No 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dimana telah dijelaskan beberapa pejabat yang mengatur jalannya proses lelang pekerjaan.

Permasalahan yang diteliti adalah Tanggung Jawab Perusahaan Pemenang Tender Pekerjaan Menurut PERPRES No. 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Studi Di DInas Bina Marga dalam hal Pembangunan Jembatan Sudirman Medan), dimana penulis mencari wujud tanggung jawab perusahaan yang sesuai dengan peraturan yang mengatur dalam hal pengadaan jasa yang telah dimenangkan perusahaan dalam tender di Dinas Bina Marga Medan.

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian normative dan penelitian empiris. Didalam penelitian normatif penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan-peraturan lainnnya yang berkaitan dengan permasalahan. Sedagkan penelitian empiris penulis melakukan penelitian terhadap Dinas Pekerjaan Umum yang berada di Medan.

Perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pihak pemerintah dengan pihak penyedia barang/jasa dalam hal ini Pembagunan Jembatan Sudirman di kota Meda mempunyai syarat-syarat di masing-masing pihak. Perjanjian kerjasama antara perusahaan penyedia jasa konstruksi dengan pihak pemerintah, yang dalam hal ini disebut sebagai pemberi kewenangan pekerjaan, maka dalam perjanjian ini timbul hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pada instansi pemerintahan. Kontrak antara penyedia jasa dengan Pejabat Pembuat Komitmen pada perjanjian pemborongan pekerjaan di Instansi Pemerintahan dapat dinyatakan berakhir apabila terjadi penghentian kontrak telah selesai, penghentian kontrak dilakukan karena terjadinya hal-hal diluar kekuasaan, pemutusan kontrak karena penyedia jasa cidera janji.

Kata Kunci: Perjanjian, Penyedia Badan/Jasa *

*Octo Arystho Emerson, Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.,M.Hum, Dosen Pembimbing I *** Maria Kaban,SH.,M.Hum, Dosen Pembimbing II


(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan suatu aturan yang ada di seluruh dunia dan berada di tengah-tengah masyarakat dimana hukum itu ada dikarenakan proses yang berlangsung terus menerus. Hukum tersebut berwujud seperangkat aturan yang baik tertulis maupun tidak untuk mengatur segala sesuatu yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dan bernegara.2 Hukum yang berbentuk peraturan-peraturan tersebut bersifat memaksa terutama dalam tingkah laku manusia terhadap lingkungan masyarakat dimana peraturan-peraturan tersebut dibuat oleh badan-badan yang resmi dan mempunyai akibat hukum jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat.3

Demikian juga dalam perkembangan hukum yang menyangkut dalam hukum perjanjian yang ada di seluruh dunia terutama di Indonesia. Hukum perjanjian adalah hukum yang membicarakan hal perjanjian yang berlaku untuk semua orang dalam melakukan perjanjian.

Adanya hukum yang berlaku dapat meningkatkan keseimbangan dalam perkembangan baik itu perkembangan ekonomi, sosial, politik, maupun budaya, sehingga hukum merupakan hal umum selalu diutamakan terutama dalam perkembangan suatu negara.

2 Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu, Medan, 2006,

hlm. 12.

3 C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta, 2010,hlm. 3.


(9)

2 Kata kontrak dalam percakapan sehari-hari ternyata memang berbeda. Pengertian awam memahaminya dalam arti kata sempit. Dalam pembicaraan sehari-hari umumnya dibedakan antara sewa dan kontrak. Bilamana ada orang menyebut kontrak, itu dipakai dalam pengertian kontrak rumah, gudang, toko, dan lain-lain. Dan apabila ada orang mengatakan sewa rumah atau sewa gudang, yang dimaksudkan bukanlah dalam arti kontrak. Dengan demikian, ada pengertian yang masih rancu antara kontrak dan sewa. Padahal yang benar, Kontrak adalah suatu perjanjian yang dituangkan dalam tulisan atau perjanjian yang dituangkan di dalam tulisan atau perjanjian tertulis atau surat. Sebagai contoh, surat

kuasa,surat pernyataan,surat penunjukan, dan banyak lagi.4

1. Generally cannot choose costumer

Perjanjian antara antara pemerintah daerah dengan pihak swasta dimungkinkan sepanjang yang menyangkut Public service, yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Olive holtman sebagai berikut:

2. Roles limited by legislation

3. Politics institutionalizes conflict

4. Complex account ability

5. Very open to security

6. Action must be justified

7. Objectives outputs difficult to state/measure

4 I.G. Rai Widjaya,S.H., M.A., Merancang Suatu Kontra, Megapoin, Jakarta, 2003, hlm.


(10)

3 Disamping memiliki karakter tersebut Public service dicirikan dengan dua ciri, yaitu:

1. Non exculudability

Orang-orang yang membayar diharapkan dapat menikmati barang itu dan tidak dapat dipisahkan dengan orang-orang yang tidak membayar tetapi menikmati juga barang tersebut.

2. Non rivalry consumption

Seorang yang mengkonsumsi barang itu dan orang lain mengkonsumsinya. Berhubung pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan barang public service yang akan dinikmati oleh seluruh rakyat, maka pemerintah harus menyediakannya agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat ditingkatkan.5

1. Meningkatnya penduduk di perkotaan sementara sumber keuangan pemerintah terbatas.

Karena kemampuan pemerintah terbatas maka tidak tertutup kemungkinan terjadinya govermment failure, dimana intervensi privat dapat dimungkinkan dengan alas an sebagai berikut:

2. Pelayanan yang diberikan sektor privat ataupun swasta dianggap lebih efisien .

3. Banyak bidang pelayanan tidak ditangani pemerintah sehingga sektor swasta ataupun privat dapat memenuhi kebutuhan yang belum ditangani tanpa mengambil alih tanggung jawab pemerintah.


(11)

4 4. Akan terjadi persaingan dan mendorong pendekatan yang bersifat

kewiraswastaan dalam pembangunan nasional.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa dengan otonomi daerah membuka peluang bagi daerah untuk memberikan pelayanan barang dan jasa kepada masyarakat dengan berbagai model antara lain:6

1. Governance service

Pemerintah memberikan semua jenis pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah memberikan fungsi sebagai pengatur pelayanan (service arranger) dan produsen pelayanan (service produser).

2. Intergovernmental aggrement

Pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan. Pada konsep ini konsumen membayar secara langsung biaya pelayanan kepada pemerintah daerah, sedangkan fungsi produksinya tetap berada pada pemerintah pusat.

3. Government vending

Dalam ini konsumen bertindak sebagai pengatur (service arranger) dan membayar kepada pemerintah atas sejumlah pelayanan publik.

6


(12)

5 4. Contract

Pemerintah dapat mengontrak atau memberikan mandate kepadaperusahaan negara ataupun perusahaan daerah untuk memberikan pelayanan. Puhak yang diontrak adalah perusahaan swasta.

5. Grant

Pemerintah memberikan subsidi kepada produsen dengan tujuan menurunkan harga barang dan jasa pelayanan secara umum, misalnya penurunan nilai pajak kepada produsen agar nilai barang yang akan dibeli oleh konsumen akan murah.

6. Voucher

Konsumsi barang tertentu diarahkan kepada konsumen tertentu yang artinya perusahaan yang memberikan pelayanan dibayar secara langsung oleh pemerintah.

7. Franchise

Pemerintah memberikan hak monopoli kepada suatu perusahaan swasta untuk memberikan pelayanan dalam suatu batas geografis tertentu, dan pemerintah memberikan tarif yang harus dibayar oleh konsumen.

8. Market

Suatu sistem dimana konsumen memilih produsen barang dan jasa yang dikehendaki sesuai dengan kualitasnya tanpa ada campur tangan pemerintah.


(13)

6 9. Voluntary service

Suatu sistem dimana lembaga swadaya secara sukarela memberikan pekayanan yang dibutuhkan masyarakat.

10.Self service

Penyediaan pelayanan dilakukan sendiri oleh individu ataupun masyarakat.

Dalam kontrak ada beberapa hal yang diatur oleh pemerintah dan menjadi dasar terbentuknya Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah di Indonesia. Demikian juga dalam kontrak di bidang pengadadaan barang maupun jasa oleh suatu perusahaan. Peraturan yang mengatur ini adalah PERPRES Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang merupakan perubahan keempat dari Undang-Undang Nomor 54 Tahun 2010.

Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat Indonesia pemerintah Indonesia memaksukan unsur-unsur tersirat dalam PERPRES Nomor 4 Tahun 2015 tersebut. Dan pemerintah berharahap agar :

1. Percepatan pelaksanaan pembangunan dengan percepatan pelaksanaan belanja negara.

2. Percepatan pelaksaan pembangunan dengan percepatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

Karena dalam pembangunan ekonomi dengan harapan cepat tercapainya target maka pemerintah menerapkan percepatan pembangunan. Karena dua hal ini merupakan aspek yang harus tercapai dengan cepat dan seimbang. Seperti apa yang telah diuraikan diatas maka pemerintah Kota


(14)

7 Medan juga menerapkan percepatan pembangunan untuk menunjang percepatan pertumbuhan ekonomi.

Salah satunya dengan mengadakan lelang pengerjaan yang digelar oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dalam pembangunan Jembatan Sudirman yang merupakan akses protokol masyarakat Kota Medan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan banyak juga masyarakat Kota Medan menjadikan jembatan ini untuk akses melakukan kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan lelang pengerjaan pembangunan jembatan ini dilakukan secara terbuka dan diperuntukan untuk umum secara bertanggung-jawab. Tetapi proses ini dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku agar proses ini dalam berjalan dengan benar dan lancar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mempelajari, memahami dan meneliti tentang hukum perjanjian dalam bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Penulis berpedoman pada Kitab Undang-Undang Perdata dan juga pada PERPRES Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menentukan judul “TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PEMENANG TENDER PEKERJAAN MENURUT PERPRES NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH” (studi di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan dalam hal pembangunan jembatan Sudirman Medan)”.


(15)

8

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang harus diselesaikan yaitu;

1. Bagaimana proses tender dalam pembangunan Jembatan Jalan Sudriman?

2. Bagaimana penentuan pemenang tender pembangunan Jembatan Sudirman?

3. Bagaimana pelaksanaan pembangunan Jembatan Jalan Sudirman? 4. Bagaimana berakhirnya perjanjian pemborongan pembangunan

Jembatan Jalan Sudirman?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Selain itu berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis yakni;

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pemerintah Kota Medan dalam percepatan pembangunan infrastruktur umum di kota Medan. 2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan

perjanjian pemborongan pekerjaan pada instansi pemerintah.

3. Untuk mengetahui bagaimana berakhirnya suatu perjanjian pemborongan pekerjaan pada instansi pemerintahan.


(16)

9

D. Manfaat Penulisan

Dengan penulisan skripsi ini, penulis juga ingin memberikan manfaat di dalamnya. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini yakni;

1. Sebagai penunjang untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang terkhususnya hukum kontrak. Memberikan penjelasan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah serta tanggung jawab yang di dapat oleh perusahaan pemenang tender.

2. Sebagai ilmu yang secara khusus dikuasai oleh penulis dalam hukum perjanjian untuk memahami mengenai kegiatan penyelenggaraan lelang pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah. 3. Sebagai penambah pengetahuan tentang ilmu hukum bagi

masyarakat khususnya untuk memberikan pengetahuan mengenai peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

E. Metode Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang telah dipilih penulis untuk menyelesaikan skripsi yakni Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, Jalan Baut Kampung Baru. 2. Jenis penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dibuat oleh penulis maka jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Normatif dan penelitian Empiris atau Sosiologis. Di dalam penelitian Normatif penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undanganyang berlaku dan


(17)

10 peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan. Sedangkan penelitian Empiris penulis melakukan penelitian terhadap Dinas Pekerjaan Umum yang berada di Medan.

3. Sumber data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

a. Pengumpulan data penulis menggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan berbagai cara yang langsung diambil dari masyarakat; b. Pengumpulan data sekunder dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1) Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan seperti KUHPerdata, KUHDagang, PERPRES Nomor 4 Tahun 2015 dan peraturan-peraturan lainnya; 2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang membantu untuk

mengumpulkan bahan hukum primer;

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan yang membantu mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu:

a. Studi dokumen yaitu memahami berbagai bahan pustaka, pemilahan bahan pustaka, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi;


(18)

11 b. Field research atau studi lapangan yaitu melakukan suatu penelitian

dengan terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu Kantor Dinas Bina Marga Kota Medan dengan komunikasi langsung antara peneliti dengan staf atau pegawai dinas terkait dan ini disebut wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara maksimal terhadap tanggung jawab terhadap Dinas Pekerjaan Umum sebagai penyelenggara tender. 5. Analisis data

Analisis data yang digunakan penulis yaitu data kualitatif yang tidak berbentuk angka yang artinya data ditulis dengan serangkaian kata-kata yang telah diatur dengan baik dan sistematis sehingga menunjukkan data yang berhubungan dengan skripsi ini.

F. Keaslian penulisan

Skripsi tentang Tanggung JawabPerusahaan Pemenang Tender Pekerjaan di Pemerintah Kota Medan (studi di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan dalam hal pembangunan udirman Medan) belum pernah ada. Skripsi ini adalah murni gagasan, pemikiran dan ide dari penulis yang dibantu dari peraturan perundang-undangan dan panduan-panduan buku-buku yang berkaitan lainnya yang ditambah dengan sumber riset yang diperoleh dari lapangan.

Telah dilakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa tidak ada yang sama dengan judul seperti ini atau hampir sama (mirip) kesamaan dengan skripsi lainnya.


(19)

12

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini disusun secara sistematis yang terbagi dalam lima bab sesuai dengan permasalahan yang diuraikan secara tersendiri, untuk mempermudah dan membantu pembaca dalam memahami isi dari skripsi ini.

Adapun bagian-bagiannya disusun secara sistematis dibagi dalam beberapa bab dan setiap bab dibagi atas sub bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEKERJAAN BAGUNAN

Tinjauan umum tentang perjanjian kerjasama pekerjaan bangunan meliputi ruang lingkup perjanjian kerjasama, dan perjanjian kerjasama antar instansi sebagai dasar pembangunan ekonomi.

BAB III KEDUDUKAN PERPRES No. 4 Tahun 2015 DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENGERJAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Kedudukan Perpres No. 4 Tahun 2015 dalam perjanjian kerjasama pengerjaan proyek pembangunan meliputi pengertian hal apa saja yang


(20)

13 tercantum pada peraturan tersebut. Ada juga aspek hukum yang mendasari terciptanya peraturan tersebut.

BAB IV AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENGADAAN BARANG/JASA YANG DIADAAN DINAS BINA MARGA

Akibat hukum dalam perjanjian kerjasama pembangunan jembatan oleh pemenang tender yang diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum yang meliputi tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian kerjasama.

BAB V PENUTUP

Meliputi kesimpulan dan saran serta diikuti dengan Daftar Pustaka dan Lampiran


(21)

14 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PEMBANGUNAN

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama dalam Kitab Undang-Undang

Perdata

1. Pengertian Perjanjian Kerjasama

KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri. Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku. Perjanjian lahir karena adanya kesepakatan, kesamaan kehendak (konsensus) dari para pihak.

Hal ini berarti bahwa perjanjian tidak diadakansecara formal saja, melainkan juga secara konsensual.Dalam kehidupan sehari-hari, telah tercipta suatu anggapan bahwa kontrak merupakan bentuk formal dari suatu perjanjian yang berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu yang dibuat dalam bentuk tertulis Ketentuan umum dari suratperjanjian terdapat dalam KUH Perdata pada Buku III Bab II, sedangkan mengenai perjanjian-perjanjian khusus diatur dalam Buku III Bab XVIII.Pada Buku III Bab II KUH Perdata berjudul “Tentang perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa:“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu)


(22)

15 orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lainnya atau lebih.”

Namun menurut Muhamad Abdul Kadir, Pasal 1313 KUHPerdata mengandung kelemahan karena7

a. Hanya menyangkut sepihak saja ;

Dapat dilihat dari rumusan "satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Kata "mengikatkan" sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan "kedua pihak saling mengikatkan diri" dengan demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.

b. Kata perbuatan "mencakup" juga tanpa konsensus

Pengertian "perbuatan" termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya digunakan kata "persetujuan".

c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Hal ini disebabkan karena mencakupjanji kawin (yang diatur dalam hukum keluarga), padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan.

d. Tanpa menyebutkan tujuan

Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tidak disebut tujuan diadakannya perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa.

7


(23)

16 Perjanjian memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan yang lain. Secara umum, perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalahpersetujuan (baik lisan maupun tulisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa yang disebut dalam persetujuan itu.

Menurut M. Yahya Harahap, Dari perjanjian tersebut maka timbullah perikatan. Perikatan menurut Subekti merupakan suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kewajiban itu.8

8

M.Yahya Harahap, Segi-segi hukum perjanjian, alumni, Bandung, 1986, hlm.6

Selain orang-perorangan (manusia secara biologis), para pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah satu pihak atau keduanya dalam perjanjian. Kedua-duanya merupakan subyek hukum, yaitu pihak yangdapat melakukan perbuatan hukum, pihak yang mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum segala perbuatan hukumnya akan mengikat badan hukum itu sebagai sebuah identitas legal (legal entity).

Meskipun perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya, misalnya direktur dalam Perseroan Terbatas namun perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum itu secara perorangan, melainkan mewakili perusahaan sebagai Legal entity.


(24)

17 Dalam pelaksanaannya, jika terjadi pelanggaran perjanjian, misalnya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi) sehingga menimbulkan kerugian pada pihak yang lain, maka pihak yang dirugikan itu dapat menuntut pemenuhan haknya yang dilanggar.

Perjanjian dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.


(25)

18 c. Mengenai suatu hal tertentu

Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.

d. Suatu sebab yang halal

Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

Sedangkan dalam Pasal 330 KUHPerdata, yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat sah perjanjian adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa


(26)

19 c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

Undang-Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertetu.

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 330 KUH Perdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin". Dalam pasal 330 KUHPerdata lebih tepatnya mengatur bagi golongan Eropa, Timur asing, dan Bumi Putera yang tidak memiliki peraturan dalam hukum adatnya. Dikarenakan masing-masing masyarakat di Indonesia mempunyai hukum adat masing-masing yang telah menentukan aturan kebelumdewasaan.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menimbulkan suasana baru dalam hukum Keluarga Indonesia. Karena undang-undang tersebut tidak hanya mengatur tentang bidang perkawinan saja, tetapi juga bidang lain yang termasuk bidang Hukum Keluarga, seperti status anak, kedewasaan, serta tanggung jawab orang tua terhadap anak dan anak terhadap anak, dan tentang perwalian anak. Meskipun pengaturan tentang Hukum Keluarga dalam Undang-undangperkawinan hanya garis besarnya saja dan masih memerlukan peraturan pelaksana yang akan mengaturnya lebih lanjut, tetapi dapatlah dikatakan bahwa undang-undang tersebut telah mengatur dasar-dasar


(27)

20 hukum Hukum Keluarga Nasional terutama berkaitan dengan kedewasaan secara yuridis sosial dan juga tentunya ranah filosofinya.

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 ini juga mengatur tentang kedewasaan, yaitu pada Pasal 47 ayat (1) (2) dan pasal 50. Sebagaimana juga KUHPerdata mengatur batas usia dewasa dalam Bab tentang Hukum Keluarga, maka Undang-undang nomor 1 Tahun 1974, juga telah menentukan batas usia dewasa tersebut.

Pasal 47 ayat (1) menegaskan bahwa, “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya”. Sedangkan pada pasal 47 ayat (2) menegaskan, “Orang tua mewaili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar pengadilan.

Pada Pasal 50 ayat (1) menjelaskan, “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua berada dibawah kekuasaan wali”. Sedangkan pada Pasal 50 ayat (2) menerangkan, Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya

Dari penjabaran diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan anak dibawah usia 18 (delapan belas) tahun tanpa diwakili orang tua atau walinya dapat dibatalkan. Disini dengan jelas dan tegas peraturan ini mengatur perbuatan hukum seorang anak belum


(28)

21 dewasa. Jadi Pasal 47 ayat (1), (2) dan Pasal 50 ayat (1), (2), Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 telah mengatur tentang perbuatan hukum seorang anak belum dewasa, karena ia dalam setiap perbuatan hukumnya tidak dapat melakukannya sendiri melainkan harus selalu diwakili oleh orang tua maupun walinya.

Dari penjelasan singkat tentang makna dewasa secara yuridis di atas, dapat diambil satu garis besar, bahwa sesorang dapat dianggap dewasa menurut hukum (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974) apabila memenuhi kriteia yang ada dan jelas dalam undang-undang tersebut. Kriteria tersebut ditetapkan agar setiap subyek hukum dapat dipertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukannya.

2. Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas perjanjian diatur dalam KUH Perdata, yang setidaknya memiliki lima asas yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan perjanjian, adapun asas-asas yang diperlukan untuk membuat suatu perjanjian antara kedua belah pihak yaitu:

a. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian


(29)

22 pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 KUH Perdata yang menerangkan tentang syarat -syarat sahnya perjanjian.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru, di antaranya:

1) bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak.

2) bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. 3) bebas menentukan isi atau klausul perjanjian.

4) bebas menentukan bentuk perjanjian.

5) kebebasan- kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan9.

b. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)

Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian, bahkan hakim dapat memerintahkan pihak lain yang membayar ganti rugi. Putusan pengadilan tersebut merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum secara pasti hukum yang secara pasti memiliki perlindungan hukum.

Asas ini dapat dipertahankan seluruhnya dalam hal :

1) Kedudukan para pihak dalam perjanjian tersebut seimbang 2) Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum

9 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT, Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 4


(30)

23 c. Asas Konsesualisme (Concesualism)

Pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik terjadinya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapka, sehingga tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal Undang-Undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis, contohnya adalah jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat tertulis.

d. Asas Itikad Baik

Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemukan dalam hukum benda (pengertian subyektif), maupun dalam hukum perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 (pengertian obyektif)10

e. Asas Kepribadian (Personality)

Dimana hal ini dapat berarti bahwa itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian, yaitu harus jujur, terbuka dan saling percaya. Keadaan para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutupi keadaan sebenarnya.

Pada Pasal 1315 disebutkan bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya. Selanjutnya Pasal 1340 menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang


(31)

24 membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur klaim Pasal 1317. Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain.Maka asas ini dinamakan asas kepribadian.

B. Klasifikasi Jenis Perjanjian Kerjasama

Dalam Kitab Undang-undang hukum Perdata dibagi beberapa hal tentang perikatan, yaitu:

1. Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang.

Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang Ketentuan ini, diatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238. Sebagai contoh untuk perikatan ini, adalah jual beli, tukar menukar, penghibahan, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain-lain.

2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. perjanjian untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu diatur pada pasal 1239 sampai dengan 1242, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga". Sebagai contoh perjanjian ini adalah perjanjian hutang.

3. Perjanjian untuk penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan.


(32)

25 Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Penjelasannya ini tertera pada Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata.

Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu11

1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjianjual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

:

2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak sajaMisalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada padaorang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak

11

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hlm. 82.


(33)

26 menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan. .

3. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antarapihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris. .

5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama. Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak


(34)

27 diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.

Menurut R. Subekti terdapat beberapa macam jenis perjanjian jika dilihat dari bentuknya, adapun jenis perjanjian jika dilihat dari bentuknya yakni12

1. Perikatan bersyarat, adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perjanjian itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertanggung jawabkan (ospchoriende voorwade)

:

2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu (tijdshcpaling), perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang

.

3. Perikatan yang memperbolehkan memilih alternatif adalah suatu perikatan dimana terdapat dua macam atau lebih prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang ia lakukan.

4. Perikatan tanggung menanggung (hooldelijk atau solidair) ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak


(35)

28 yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.

5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalantentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke permukaan. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.

6. Perikatan dengan penetapan hukum (strafbeding), adalah untuk mencegah jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman apabila perjanjian telah sebahagian dipenuhi.


(36)

29 Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut13

1. Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.

:

2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum

3. Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tdiak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktekadalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli.


(37)

30 4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

5. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.

6. Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.

a. Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) pasal 1438 KUH Perdata;.

b. Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst) yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

c. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi, pasal 1774 KUH Perdata.

d. Perjanjian public, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas. Adapun jenis perjanjian kerjasama kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi pada suatu perusahaan.


(38)

31 Terlepas dari bidang usaha yang dijalani, adapun macam-macam hubungan dan kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai berikut14

1. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis.

:

Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa dalam rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor, dimana perusahaan menjadi pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang menerima order kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang proyek kecil hingga yang proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep perikatan (perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian Pemborongan hingga Engineering Procurement Construction Contract atau EPC Contract.

Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka kedua belah pihak melakukan:

a. Suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti: Joint Operation

Agreement atau Production Sharing Agreement)

14

Diakses dari pada tanggal 6 juni 2015


(39)

32 b. Penyertaan modal saham (joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company), yang perjanjiannya disebut Joint Venture Agreement.

Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas dan beragam. Pada umumnya:

a. Struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build

OperateandTransfer Agreement atau disingkat BOT Agreement,

atau Build Operate and Own Agreement atau disingkat BOO

Agreement)

b. Proses alih teknologi atau pengetahuan tertentu (seperti: Technical

Assistance Agreement);

c. Kepentingan pengembangan/jaringan bisnis (seperti: Collaboration

Agreement);

d. Kepentingan penelitian dan pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang diperoleh tetapi tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang diutamakan (seperti: Research, Developmentand Engineering

Agreement);

e. Kepentingan hak milik intelektual (seperti: Licence Agreement). 2. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok.

Sederhananya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi kepentingan produksi atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Supply Agreement.


(40)

33 3. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen

penjualan.

Dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui divisi pemasaran dan penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain yaitu distributor atau retailer atau agen penjualan. Biasanya disebut

Distribution Agreement dan Sales Representative Agreement.

4. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur. Dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan dapat melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan dengan melakukan perjanjian jual beli dengan cicilan (Purchase With Installment) atau sewa beli (Hire Purchase

Agreement).

5. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham. Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal yang sudah diatur dalam anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan antara pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu Shareholder Agreement.

6. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas kredit atau pinjaman.

Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau

Credit Agreement. Namun dari segi sifat hutang dan struktur transaksi

dapat merupakan macam ragam hubungan atau transaksi pinjaman, misalnya, Syndicated Facility Agreement.


(41)

34 Secara konsepsional dikenal beberapa bentuk kerjasama antara pemerintah dengan swasta, yaitu:

1. Build and transfer

Suatu perjanjian dimana kedudukan kontraktor hanya membangun proyek tersebut, setelah selesai dibangunnya proyek tersebut maka proyek yang bersangkutan diserahkan kembali kepada pihak bowler tanpa hak kontraktor untuk mengelolah/memungut hasil dari proyek tersebut. Dalam praktik build and transfer ini disebut dan dipadankan dengan contract design and build atau full finace sharing, turn key

project.

2. Build, operated, transfer (BOT)

Setelah membangun proyek tersebut pihak swasta kemudian berhak mengelolah atau mengoperasikan proyek tersebut dalam waktu tertentu, dan dengan pengoperasian tersebut pihak swasta memperoleh keuntungan, dan setelah jangka waktu disepakati kemudian proyek tersebut diserahkan kepada pihak swasta tanpa memperoleh pembayaran dari pemerintah.

3. Kerjasama bangun, kelola, sewa, dan serah (build,operate,leasehold,

and transfer).

Perjanjian antara pemerintah dengan pihak swasta dengan syarat, sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah memiliki asset (tanah)

b. Pihak ketiga membangun diatas tanah milik pemerintah daerah. c. Pihak ketiga mengelola, mengoperasikan dengan menyewakan


(42)

35 d. Pihak ketiga memberikan kontribusi dari hasil sewa kepada

pemerintah daerah yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan.

e. Jangka waktu kerjasama sesuai kesepakatan bersama.

f. Setelah berakhirnya kerjasama pihak ketiga menyerahkan seluruh bangunan kepada pemerintah daerah.

4. Kerjasama Bangun, Serah, dan Kelola (Build, Transfer,and Operate). Perjanjian anatara pemerintah dengan pihak swasta dengan syarat, sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah memiliki aset (tanah)

b. Pihak ketiga membangun di atas tanah pemerintah daerah

c. Setelah pembangunan selesai pihaak ketiga menyerahkan bangunan kepada pemerintah daerah

d. Pihak ketiga mengelola bangunan tersebut selama kerjasama

e. Pihak ketiga memberikan imbalan berupa uang atau bangunan lan kepada pemerintah daerah sesuai kesepakatan

f. Risiko selama masa kerjasama ditanggung oleh pihak ketiga

g. Setelah berakhirnya kerjasama, tanah dan bangunan tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah daerah.

5. Kerjasama Rehabilitasi, Guna, dan Serah (Renovate,Operate, and

Transfer).

Memiliki syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut: a. Pemerintah daerah memiliki asset (tanah dan bangunan) b. Pihak ketiga memiliki modal untuk rehabilitasi bangunan c. Pihak ketiga mengelola bangunan selama kerjasama d. Hasil pengelolaan seluruhnya menjadi hak pihak ketiga e. Pihak ketiga tidak boleh mengagunkan bangunan

f. Jangka waktu kerjasama ditetapkan maksimal lima tahun

g. Setelah berakhirnya masa kerjasama, tanah dan bangunan diserahkan kepada pemerintah daerah dalam keadaan baik

6. Kerjasama Renovasi, Guna Sewa, dan Serah ( Renovate, Operate,

Leasehold, and Transfer ).

Kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga dengan syarat-syarat sebagai berikut:


(43)

36 a. Pemerintah daerah memiliki asset (tanah dan bangunan)

b. Pihak ketiga merenovasi bangunan

c. Pihak ketiga mengelola dan mengoperasikan bangunan dan dengan menyewakan dari pemerintah daerah untuk disewakan lagi pada pihak lain atau dipakai sendiri

d. Pihak ketiga memberikan kontribusi dari hasil sewa dari pemerintah daerah yang besarnya ditetapkan sesuai kesepakatan e. Pihak ketiga menanggung biaya pemeliharaan dan asuransi f. Risiko kerjasama sesuai kesepakatan.

7. Kerjasama bangun, Serah, dan Sewa (Build, Transfer, Leasehold) Kerjasama anatara pemerintah daerah dengan pihak ketiga dengan ketentuan:

a. Pemerintah memiliki aset (tanah)

b. Pihak ketiga membangunkan diatas tanah pemerintah

c. Pihak ketiga menyerahkan bangunan kepada pemerintah daerah setelah selesai

d. Pihak ketiga mengelola, mengoperasikan bangunan dengan cara menyewakan kepada orang lain.

e. Pihak ketiga memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah dari hasil sewa tersebut yang besarnya sesuai kesepakatan.

f. Pihak ketiga menaggung biaya pemeliharaan.

g. Risiko s elama masa kerjasama ditanggung oleh pihak ketiga.

Dalam kondisi ini maka pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilelang kepada perusahaan kontraktor swasta ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian ini menganut dasar Build and transfer, karena pihak kontrak hanya membangun apa yang diperjanjikan dalam kontrak. Setelah kontraktor menyelesaikan pekerjaan maka akan diserahkan kepada pihak pemerintah selaku penyelengara lelang pekerjaan.

C. Dasar Hukum Perjanjian Kerjasama Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

Pengadaan barang ataupun jasa yang terjadi antara orang perorangan/badan hukum dengan perorangan atau badan hukum lainnya, diatur secara umum dalam KUH Perdata dalam hal terjadi kesepakatan antara para pihak


(44)

37 untuk melakukan pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan persyaratan perjanjian sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Latar belakang yang mendasari PERPRES Nomor 4 Tahun 2015 pertama ialah berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Pasal 4 ayat (1) Republik Indonesia, maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010. Dengan melihat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka terbentuknya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Beberapa hal yang baru dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah:15 1. Yang melakukan proses pemilihan penyedia dalam pengadaan langsung,

penunjukan langsung, dan e-purchasing adalah pejabat pengadaan.

2. Penyedia dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dipersyaratkan antara lain memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir.


(45)

38 3. Persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan tahun terakhir

dikecualikan untuk pengandaan langsung dengan menggunakan bukti pembelian atau kwitansi.

4. Pengumuman rencana umum pengadaan oleh pengguna anggaran dilakakukan setelah rancangan peraturan daerah setelah disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD.

5. Tanda bukti perjanjian terdiri atas; a. Kwitansi

b. Surat Perintah Kerja c. Surat Perjanjian d. Surat pesanan

6. Bukti perjanjian untuk pengadaan barang/jasa melalui e-purchasing dan pembelian secara online adalah surat pesanan.

7. Jaminan pelaksanaan sudah tidak diperlukan untuk pengadaan langsung, penunjukan langsung darurat, sayembara, dan pengadaan e-purchasing. 8. Untuk pengadaan barang/jasa tertentu, kelompok kerja ULP dapat

mengumumkan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa secara luas kepada masyarakat sebelum RUP diumumkan.

9. Dalam hal proses pemilihan penyedia barang/jasa dilaksanakan melalui pengesahan DIPA/DPA dan alokasi anggaran DIPA/DPA tidak disetujui atau ditetapkan kurang dari nilai pengadaan barang/jasayang diadakan, proses pemilihan penyedia barang/jasa dilanjutkan ke tahap penandatanganan kontrak setelah dilakukan resisi DIPA/DPA atau proses pemilihan penyedia barang/jasa dibatalkan. Dimana para pihak


(46)

39 menandatangani kontrak setelah penyedia barang/jasa meenjaminkan menyerahkan jaminan pelaksanaan.

10.Pembayaran untuk pekerjaan konstruksi dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang.

11.Pemberian kesematan kepadapenyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada melampaui tahun anggaran maka dengan melakukan kontrak atas sumber pembiayaan DIPA atas sumber-sumber pembiayaan tahun anggaran berikutnya. 12.Penegasan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan

secara elektronik.

13.Ketentuan pelaksanaan e-tendering untuk pengadaan jasa konsultasi. Ketentuan pengadaan barang/jasa di desa diatur dengan pedoman yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota yang mengacuh pada pedoman yang ditetapkan oleh LKPP berdasarkan kepada Kepres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, pada pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan

barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementrian/Lembaga/satuan kerja perangkat Daerah/institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan untuk memperoleh barang/jasa.”

Pengertian pengguna barang/jasa menurut Pasal 1 ayat 3 Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah “pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang


(47)

40 Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah “Lembaga

Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa sebagaimana yang dimaksud dalam Perpres Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan peraturan presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa.”

Penggunaan anggaran yang selanjutnya disebut PA dalam pasal 1 ayat 5 Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah “Pejabat pemegang kewenangan

penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/satuan kerja perangkat Daerah atau pejabat yang disamakan pada Institusi pengguna APBD/APBN.”

Pejabat pengadaan dalam pasal 1 ayat 9 Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung dan e-Purchasing.


(48)

41 BAB III

KEDUDUKAN PERPRES NOMOR 4 TAHUN 2015 DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PENGADAAN BARANG/JASA

A. Jenis dan Peranan Pejabat Pembuat Komitmen dalam Hal Kerjasama

Pengadaan Barang/Jasa

Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah ada beberapa yang memegang peran penting dalam penentuan proses pengerjaan yang dilelang, adapun organisasi penyediaan barang/jasa melalui penyedia barang/jasa ataupun pengguna, yaitu16

1. Pengguna Anggaran (PA)/ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

:

Pengguna anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD, sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran adalah adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.

16

Diakses dari


(49)

42 Secara umum kewenangan pengguna anggaran antara lain adalah: a. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

b. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran bagi negara; c. Menetapkan pejabat yang melakukan pengujian atas perintah

pembayaran;

d. Menggunakan barang milik negara;

e. Menetapkan petugas yang melaksanakan pengelolaan barang milik negara;

f. Mengawasi pelaksanaan anggaran.

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran memiliki tugas dan wewenang untuk:

a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan

b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I)

c. Menetapkan PPK

d. Menetapkan Pejabat Pengadaan

e. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan; f. Menetapkan pemenang lelang

g. Mengawasi pelaksanaan anggaran

h. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

i. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat; dan

j. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.

2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015, Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.


(50)

43 Pejabat Pembuat Komitmen harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki integritas;

b. Memiliki disiplin yang tinggi;

c. Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas, yang dimaksud dengan kualifikasi manajerial tersebut adalah:

1) Berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan, atau berdasarkan draft Rancangan Perubahan Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 dapat diganti dengan paling kurang golongan IIIa atau disetarakan dengan golongan IIIa apabila jumlah pegawai negeri yang memenuhi persyaratan terbatas;

2) Memiliki pengalaman paling kurang 2(dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan dengan Pengadaan Barang/Jasa. 3) Memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam

melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.

4) Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;

5) Menandatangani Pakta Integritas.

6) Tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dan bendahara, kecuali PPK yang dijabat oleh PA/KPA pada Pemerintah Daerah.

7) Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

Berdasarkan draft Rancangan Perubahan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, apabila tidak ada personil yang memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai PPK, maka persyaratan bahwa PPK harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dikecualikan untuk:

1. PPK yang dijabat oleh pejabat eselon I dan II di K/L/D/I; dan/atau 2. PA/KPA yang merangkap sebagai PPK.

Tugas pokok PPK dalam pengadaan barang/jasa antara lain meliputi: 1. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa; 2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;


(51)

44 3. menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Kontrak/Surat Perintah Kerja yang selanjutnya disebut SPK;

4. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa; 5. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak;

6. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;

7. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;

8. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan

9. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.

Adapun kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pejabat Pembuat Komitmen di bidang pengadaan barang/jasa antara lain adalah:

1. Segera setelah pengangkatannya wajib menyusun organisasi, uraian tugas dan fungsi secara jelas, kebijaksanaan pengadaan, rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, sasaran yang harus dicapai, tata laksana dan prosedur kerja secara tertulis untuk disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan internal.

2. Melakukan pencatatan dan pelaporan serta hasil kerja yang dilaksanakannya.

3. Menyimpan dan menatausahakan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk berita acara proses pelelangan/seleksi. 4. Memberikan tanggapan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa


(52)

45 Di samping itu Pejabat Pembuat Komitmen juga memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pembayaran atas pengadaan barang/jasa yaitu:

1. Membuat dan menandatangani dokumen kontrak/perikatan; 2. Membuat dan menandatangani dokumen pembayaran;

3. Membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk diajukan ke Pejabat Penguji dan Penerbit SPM;

4. Menatausahakan seluruh dokumen pendukung sebagai bukti pembayaran yang akan dilampirkan pada Surat Permintaan Pembayaran;

5. Menandatangani Kuitansi, Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan/Kemajuan Pekerjaan, dan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan dan Berita Acara Pembayaran;

6. Menghitung dan menetapkan nilai pembayaran dan segala kewajiban penyedia barang/jasa atas pembayaran yang diterimanya berdasarkan penyelesaian pekerjaan;

7. Membebankan pengeluaran pada mata anggaran yang tercantum dalam dokumen anggaran.

3. Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan, dan

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit yang dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi yang dapat memberikan pelayanan dan pembinaan dibidang Pengadaaan Barang/Jasa.

Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh ULP atau 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. Sedangkan Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam ULP dilakukan oleh Kelompok Kerja di mana anggota Kelompok Kerja tersebut berjumlah gasal dengan beranggotakan paling kurang 3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan


(53)

46 kompleksitas pekerjaan serta dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) .

Anggota ULP/Pejabat Pengadaan berasal dari pegawai negeri baik instansi sendiri maupun instansi lainnya, kecuali Lembaga/Institusi Pengguna APBN/APBD yang memiliki keterbatasan pegawai yang berstatus Pegawai Negeri, Kepala ULP/anggota Pokja ULP dapat berasal dari pegawai tetap Lembaga/Institusi Pengguna APBN/APBD yang bukan Pegawai Negeri, dan juga untuk Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola, Kepala ULP/anggota Kelompok Kerja ULP dapat berasal dari bukan Pegawai Negeri. Apabila Pengadaaan Barang/Jasa bersifat khusus sehingga memerlukan keahlian khusus, maka ULP/Pajabat Pengadaan dapat menggunakan tenaga ahli yang berasal dari pegawai negeri atau swasta.

Pegawai/Pejabat yang ditunjuk sebagai Kepala ULP/anggota kelompok kerja ULP/Pejabat Pengadaan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

2. Memahami pekerjaan yang akan diadakan;

3. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;

4. Memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

5. Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan;

6. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan

7. Menandatangani Pakta Integritas.

Adapun tugas pokok dan kewenangan Kepala ULP meliputi: 1. memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan ULP; 2. menyusun program kerja dan anggaran ULP;


(54)

47 3. mengawasi seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa di ULP dan

melaporkan apabila ada penyimpangan dan/atau indikasi penyimpangan; 4. membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan

pengadaan barang/jasa kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi;

5. melaksanakan pengembangan dan pembinaan Sumber Daya Manusia ULP;

6. menugaskan / menempatkan / memindahkan anggota Pokja sesuai dengan beban kerja masing-masing Pokja ULP;

7. mengusulkan pemberhentian anggota Pokja yang ditugaskan di ULP kepada PA/KPA/Kepala Daerah; dan

8. menetapkan Staf Pendukung ULP sesuai dengan kebutuhan.

Adapun tugas pokok dan wewenang kelompok kerja ULP/Pejabat Pengadaan meliputi:

1. Menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa. 2. Menetapkan Dokumen Pengadaan.

3. Menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran.

4. Mengumumkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di website K/L/D/I masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional.

5. Menilai kualifikasi Penyedia Barang/Jasa melalui prakualifikasi atau pascakualifikasi.

6. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk.

7. Membuat laporan mengenai proses dan hasil Pengadaan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/ Pimpinan Institusi.

8. Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA.

Selain tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagaimana tersebut di atas, kelompok kerja ULP juga mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Menjawab sanggahan;

2. Menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:

a. Pelelangan atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000.000,00 (dalam draft perubahan Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi Rp200.000.000.000); atau


(55)

48 b. Seleksi atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa

Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

3. Menyerahkan salinan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK;

4. Menyimpan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa.

Selain tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagaimana tersebut di atas, Pejabat Pengadaan juga mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:

a. Penunjukan Langsung atau Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 (dalam draft perubahan Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi Rp200.000.000), dan/atau

b. Penunjukan Langsung atau Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

2. Menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA.

Yang dilarang duduk sebagai Kepala ULP dan anggota Kelompok Kerja ULP adalah:

1. PPK,

2. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), 3. Bendahara,

4. APIP, terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk Pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya.


(56)

49 4.Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah pejabat atau pegawai yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

Anggota Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan berasal dari pegawai negeri baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya, kecuali apabila Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan pada Instansi lain Pengguna APBN/APBD atau Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dapat berasal dari bukan pegawai negeri.

Pegawai/Pejabat yang ditunjuk sebagai Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

2. Memahami isi Kontrak; 3. Memiliki kualifikasi teknis;

4. Menandatangani Pakta Integritas; dan

5. Tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dan bendahara.

Adapun tugas pokok dan wewenang Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan meliputi :

1. Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak;

2. Menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian; dan

3. Membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.


(57)

50 Apabila dalam hal pemeriksaan Barang/Jasa memerlukan keahlian teknis khusus, dapat dibentuk tim/tenaga ahli yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Sedangkan terhadap pengadaan Jasa Konsultansi, pemeriksaan pekerjaan dilakukan setelah berkoordinasi dengan Pengguna Jasa Konsultansi yang bersangkutan.

B. Klasifikasi Dalam Penentuan Perusahaan Pengadaan Barang/Jasa

Nomor 4 Tahun 2015 1. Evaluasi Klasifikasi

Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 menyebutkan “Klasifikasi merupakan proses penilaian kompetisi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata klasifikasi berarti “penyusunan bersistem dl kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yg ditetapkan”17

a. Dokumen yang berkaitan dengan legalitas perusahaan seperti: akte pendirian badan usaha, perolehan pekerjaan dalam empat tahun Dari pengertian klasifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi klasifikasi adalah untuk mengetahui dan memastikan calon pesertan pemilihan penyedia barang/jasa memiliki keahlian atau memiliki kemampuan untuk melakssanakan pekerjaan atau menyediakan barang yang dibutuhkan oleh pemerintah, karena itu dokumen yang dinilai dalam evaluasi kualifikasi klasifikasi adalah :


(58)

51 terakhir, tanda terima laporan pajak, secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontak, tidak masuk dalam daftar hitam b. Dokumen yang berkaitan dengan kesesuaian bidang usaha seperti

Surat Izin Usaha Perdangan (SIUP) atau Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), bukti pengalaman perusahaan mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, kemampuan menyeiakan tenaga ahli, kemampuan menyediakan peralatan yang dibutuhkan, memiliki kemampuan dasar (KD) untuk konstruksi atau jasa lainnya.

Sistem prakualifikasi, penilaian kualifikasi calon penyedia barang/jasa merupakan tahap awal yang harusnya diselesaikan terlebih dahulu sebelum memasuki tahapan persaingan yang sebenarnya, yaitu tahapan dimana peserta bersain melalui harga dan kualitas teknis. Untuk tahap prakualifikasi ULP/Pokja PengadaanmBarang/Jasa harus menyusun dokumen prakualifikasi yang dibuat terpisah dari dokumen lelang.

Karena itu dalam proses pelelangan dengan sistem prakualifikasi ULP/Pokja/Panitia pengadaan harus menyusu dua macam dokumen prakualifikasi dan dokumen lelang (dokumen pemilihan penyedia barang/jasa). Dokumen prakualifikasi diberikan kepada semua peserta prakualifikasi, sedangkan dokumen lelang diberikan kepada penyedia barang/jasa yang dinyatakan lulus prakualifikasi. Dokumen prakualifikasi terdiri dari:

a. Formulir Daftar Isian Penilaian Kualifikasi b. Petunjuk pengisian dokuen penilaian kualifikasi c. Data kualifikasi

d. Ketentuan tentang evaluasi kualifikasi e. Pakta Integritas


(59)

52

2.

Persyaratan Kualifikasi

Dalam menyusun dan menentukan persyaratan kualifikasi ULP/Pokja Pengadaan Barang/Jasa dihadapkan pada pertimbangan bahwa di satu sisi ULP/Pokja pengadaan barang/jasa harus menerapkan prinsip keterbukaan yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada penyedia barang/jasa yang berminat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pelelangan, karena itu persyaratan kualifikasi harus dibuat seminimal mungkin. Namun disisi lain proses pelelangan itu sendiri harus dapat memilih penyedia barang/jasa yang berkualitas, karena ULP harus mencantumkan persyaratan kualifikasi yang ketat dengan berpegang teguh prinsip adil dan tidak diskriminatif.

Secara umum persyaratan kualifikasi penyedia barang/jasa telah diatur dalam pasal 19 ayat 1 Perpres nomor 4 tahun 2015. Meskipun persyaratan kualifikasi tersebut dengan rinci dalam pasal 19 ayat 1 namun untuk menjamin bahwa penyedia yang akan menjadi pemenang lelang mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu ULP/Pokja/Panitia lelang dapat mencantumkan persyaratan lain asalkan persyaratan tersebut benar-benar diperlukan tidak bersifat diskriminatif atau ditujukan untuk mengutungkan salah satu penyedia barang/jasa. Contohnya, dalam lelang pekerjaan renovasi gedung kantor ULP/Pokja/Panitia pengadaan dapat mencantumkan persyaratan bahwa penyedia harus memiliki peralatanminimal dum truk 1 (satu) unit; mesin pengaduk semen (molen) 1 (unit);gerobak dorong (lori) 3


(60)

53 (tiga) unit; mesin pemotong keramik 1 (satu); scaffolding 100 (seratus) set. Dalam proses lelang konsumsi diklat ULP/Pokja/Panitia Pengadaan dapat mencantumkan persyaratan bahwa penyedia harus memiliki sertifikat halal (bahan makanan yang disajikam semuanya halal) yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, dan Surat Keterangan Higieness dari Dinas kesehatan.

Adapun persyaratan kualifikasi yang telah ditetapkan dalam pasal 19 ayat 1 Perpres nomor 4 tahun 2015 adalah sebagai berikut:

a. Memenuhi ketentuan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha.

b. Memiliki keahlian,pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa.

c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak.

d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c,dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun. e. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain

yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa.

f. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut.

g. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil. h. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil,kecuali

untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi.

i. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut:SKP = KP–PKP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:

1) Untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) Paket pekerjaan; dan

2) Untuk usaha non kecil nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.


(1)

70 dengan poin keenam, selain pembayran tersebut Pejabat Pembuat Komitmen harus membayar pengeluaran langsung yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa sehubungan dengan pemutusan kontrak.

8. Sejak tanggal berlakunya pemutusan kontrak Penyedia Jasa tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa kontrak itu dimulai sejak ditandatangani. Sedangkan pelaksanaan pekerjaan dimulai sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Apabila SPMK dikeluarkan sejak dikeluarkan beberapa hari setelah kontrak ditandatangani, maka akan ada waktu kosong antara tanggal penandatananan kontrak dengan SPMK. Apabila kita beranggapan bahwa masa kontrak sama dengan pelaksanaan pekerjaan, artinya sejak kontrak ditandatangani hingga SPMK, tidak ada kontrak disana.

Khusus untuk pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu serah terima pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Untuk menjamin penyedia barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka diwajibkan jaminan pemeliharaan atau retensi sebesar 5% dari nilai kontrak. Apabila penyedia barang/jasa tidak melaksanakan pemeliharaan, maka jaminan atau retensi ini disita dan dicairkan ke kas negara/daerah. Ketentuan pencairan ini tertuang dalam kontrak. Apabila masa kontrak sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan, maka tentu saja setelah serah terima pertama, kontrak sudah dinyatakan tidakberlaku karena masa berlakunya telah selesai sehingga penyedia barang/jasa tidak terikat lagi pada kontrak


(2)

71 tersebut. Hal ini berarti penyedia yang tidak melaksanakan pemeliharaan tidak dapat dihukum atau dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam kontrak.

Penyedia barang/jasa yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan hingga masa pelaksanaan pekerjaan berakhir, dapat tetap melanjutkan pekerjaan dengan dikenakan sanksi denda keterlambatan. Bahkan PPK dapat memutuskan kontrak apabila penyedia telah diberikan kesempatan selama 50 hari kalender namun tetap tidak mampu menyelesaikan pekerjaan. Apabila masa kontrak sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan, maka setelah masa pelaksanaan pekerjaan berakhir, kontrak akan putus dengan sendirinya sehingga penyedia barang/jasa yang terlambat dalam melaksanakan pekerjaan tidak memiliki dasar untuk dikenakan denda keterkambatan. Hal ini karena klausul denda tersebut tertuang pada kontrak yang sudah tidak berlaku lagi.

Dalam pembangunan Jembatan Sudirman ini berakhirnya perjanjian ditandai dengan telah diselesaikannya pembangunan 100% dan tidak melewati jadwal pelaksanaan. Dan setalah diadakan pemeriksaan semua cacat/kekurangan telah diselesaikan atau dikerjakan oleh kontraktor, dan melakukan masa pemeliharaan selama 365(tiga ratus enam puluh lima) hari kalender.


(3)

72 BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Dalam pembangunan jembatan Jalan Sudirman ini Pemerintah selaku penyelenggara menerapkan sistem tender(lelang) terbuka untuk pengadaan jasa konstruksinya. Agar pengerjaannya dapat diawasi Negara dan berjalan dengan baik

2. Sesuai dengan telah dipilihnya pengadaan barang/jasa secara tende, maka pihak pemerintah menetapkan pemenang tender dengan sistem scoring secara serius. Agar setiap apa yang telah direncanakan tepat sasaran.

3. Pelaksanaan pembangunan Jembatan Sudirman dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam kontak dan segalanya berjalan dengan lancer tanpa adanya wanprestasi diantara pihak yang berkerjasama.

4. Dalam pembangunan Jembatan Sudirman ini berakhirnya perjanjian ditandai dengan telah diselesaikannya pembangunan 100% dan tidak melewati jadwal pelaksanaan. Dan setalah diadakan pemeriksaan semua cacat/kekurangan telah diselesaikan atau dikerjakan oleh kontraktor, dan melakukan masa pemeliharaan selama 365(tiga ratus enam puluh lima) hari kalender


(4)

73 B. SARAN

1. Supaya dengan dibentuknya syarat – syarat oleh kedua belah pihak, setiap dari pekerjaan yang dilakukan dalam instansi pemerintahan ini dapat berjalan dengan baik dan tidak memiliki kendala saat pelaksanaanya, dan juga dapat mempercepat pembangunan di dalam kota.

2. Agar setiap pihak yang bersangkutan, Pejabat Pembuat Komitmen maupun Perusahaan Penyedia Jasa dapat memenuhi masing – masing kewajibannya dan dapat memahami masing – masing haknya supaya setiap apa yang menjadi komitmennya dapat terlaksana dengan baik dengan memperhatikan kepentingan umum yang harus diutamakan. 3. Dengan memperhatikan prosedur penghentikan kontrak dalam

penyediaan jasa konstruksi agar tetap mengutamakan hal yang dianggap sebagai kepentingan khalayak umum, karena dalam hal ini jembatan dalam kota merupakan infrastuktur penting dalam kehidupan sehari-hari.


(5)

74 DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu, Medan, 2006.

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

I.G. Rai Widjaya,S.H., M.A., Merancang Suatu Kontra, Megapoin, Jakarta, 2003.

Arsyad nurdjaman, keuangan negara, intermedia, Jakarta, 1992.

Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung, 1992. M.Yahya Harahap, Segi-segi hukum perjanjian, alumni, Bandung, 1986.

Mariam darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011.

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT, Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Subekti, Hukum pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2001.

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003. R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982.

Tim redaksi forum sahabat,Buku pintar pengadaan barang dan jasa pemerintah, Jakarta, 2011


(6)

75

B. INTERNET

pada tanggal 6 juni 2015.

C. SUMBER UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

PERPRES NO 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH.

Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.


Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas (PT) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada PT. Indonesia Traning Company Medan)

4 50 81

Tanggung Jawab Hukum Pemborong Terhadap Pemerintah dalam Kontrak Pengadaan varang/Jasa Pemerintah (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan)

4 71 82

Peranan Notaris Dalam Persekongkolan Tender Barang/Jasa Pemerintah Terkait Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

6 47 130

Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Laut Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

12 141 80

Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Barang Terhadap Barang Kiriman Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Pada Perusahaan Angkutan CV. Sempurna)

0 39 85

Persekongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar)

2 83 190

Tanggung Jawab Perusahaan Pemenang Tender Pekerjaan Menurut Perpres No. 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

1 54 82

Prosedur Pelaksanaan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 Di Tinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

1 64 70

Tanya Jawab Perpres 54 Tahun 2010

0 4 43

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Hukum Pemborong Terhadap Pemerintah dalam Kontrak Pengadaan varang/Jasa Pemerintah (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan)

0 1 19