Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )

30

BAB II
PERATURAN YANG MENGATUR STATUS KEPEMILIKAN SERTIPIKAT
HAK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN ATAU CAMPURAN

A. Tinjauan Tentang Rumah Susun
1.

Pengertian Rumah Susun
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun diundangkan

pada tanggal 31 Desember 1985 dalam Lembaran Negara RI nomor 75/1985.
Undang-undang ini dapat disebut dengan undang-undang kondominium Indonesia
yang menjadi landasan hukum untuk mengatur rumah susun. Peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dimuat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 4 Tahun 1988. Mulai tanggal tersebutlah masalah hukum mengenai rumah
susun mendapat jawaban yang pasti. Namun menimbang bahwa Undang Undang
Nomor 16 Tahun 1965 tentang Rumah Susun sudah tidak sesuai dengan
perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta
tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun sehingga

perlu diganti.40
Untuk menjawab perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat yang
belum terakomodir oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut maka pada
tanggal 10 Nopember 2011 melalui sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

40

Lihat Konsideran bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

30

Universitas Sumatera Utara

31

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan

merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama.
Pengertian mengenai rumah susun tersebut dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak ada perubahan mengenai
pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang dijelaskan dalam UURS
yang lama maupun yang baru.
Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam UURS ini adalah istilah
yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan bertingkat yang senantiasa
mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya
untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu
kesatuan sistem pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

32

Dengan demikian berarti tidak semua bangunan bertingkat itu dapat disebut

rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, tetapi setiap rumah
susun adalah selalu bangunan bertingkat.41
Jika rumusan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya itu
dicermati, diperoleh pemahaman sebagai berikut :42
a. Rumah susun merupakan terminologi hukum Indonesia untuk
mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung pemilikan
perseorangan dan hak bersama. Dalam pengertian inilah, maka rumah susun
merupakan terjemahan dari kata-kata condominium, flat atau apartment
b. Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal” (Pasal 1 angka 1
UURS). Dalam Penjelasan UURS di atas menyatakan “yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal”. Kata “maupun” serta
“dan” perlu dicermati oleh karena membawa konsekuensi pada ruang lingkup
UURS. Apakah pengaturan pemilikan satuan ruang dalam bangunan
bertingkat selain rumah susun dapat tunduk pada UURS. Urgensi telaah kata
“maupun” serta “dan” tersebut semakin berarti, terutama jika dikaitkan
dengan Penjelasan Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yang
mencontohkan “rumah toko, rumah sarana industri dan lain-lain” yang
dibangun di atas tanah bersama sebagai bangunan bertingkat yang tidak
termasuk dalam pengertian rumah susun. Selanjutnya, Penjelasan pasal 79 PP

Nomor 4 Tahun 1988 tersebut menyebutkan bahwa contoh bangunan gedung
tidak bertingkat yang dibangun di atas tanah bersama dalam suatu lingkungan
adalah rumah-rumah peristirahatan, rumah kota (town house), dan lain-lain .
Ahmad Chairudin dalam Surat Kabar Harian Suara Pembaruan tanggal 13
April 1994, menyatakan bahwa bangunan gedung bertingkat pada sistem ruko
(rumah toko) dan rukan (rumah kantor) bagian- bagiannya terbagi dalam
bagian- bagian yang distrukturkan dalam arah horizontal saja, tidak dalam
arah vertikal. Tetapi karena dalam kata-kata kalimat Pasal 1 angka 1 UURS
menyebut : “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
maupun vertikal”, maka yang diartikan bangunan gedung bertingkat yang
bagian-bagiannya hanya distrukturkan secara horizontal pun dapat disebut
rumah susun, asal memenuhi ketentuan-ketentuan lainnya tentang rumah
susun.43
41

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…. Op. Cit., hlm. 16.
Ibid, hlm. 16
43
Ibid
42


Universitas Sumatera Utara

33

Selanjutnya Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menyatakan bahwa sebagai
akibat pesatnya kemajuan sektor ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi
dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta lahirnya bentuk
sertifikat baru yang berupa Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun,
maka seharusnya bentuk kepemilikan rumah dan toko (ruko) atau town house
dapat menggunakan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai
alat untuk kepemilikannya. Hal ini mengingat bahwa bentuk bangunan dan
penataan lingkungannya sesuai dengan ketentuan yang ada pada rumah susun
yang bangunannya berupa bangunan yang tersusun secara horizontal dan
memiliki jenis kepemilikan perseorangan dan pemilikan bersama.44
Kedua pendapat Pejabat Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan
Nasional tersebut setuju bahwa kepemilikan satuan bangunan pada bangunan
yang hanya distrukturkan secara horizontal pun dapat tunduk pada pengaturan
UURS. Kiranya kedua pendapat tersebut dapat diterima logika hukum.
Ketentuan pasal 1 UURS merupakan ketentuan yang berisi definisi/ rumusan

konsep-konsep yang menjadi kata-kata kunci atau terminologi teknis yuridis
dalam keseluruhan ketentuan UURS. Oleh karena itu jika terdapat perbedaan
pengertian rumah susun di dalam ketentuan pasal 1 angka 1 UURS dengan
Penjelasan Umum UURS serta Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988
sebagai peraturan pelaksana UURS, maka yang dijadikan pegangan adalah
rumusan Pasal 1 angka 1 UURS.45
c. Rumah susun mengandung sistem pemilikan perseorangan (individual) dan
hak bersama. Kita mengenal ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu :
1) sistem pemilikan perseorangan
2) sistem pemilikan bersama yang terikat
3) sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem
pemilikan bersama yang bebas (condominium)
Rumah susun merupakan kategori sistem pemilikan yang ketiga. Di dalam
rumah susun secara simultan terkandung sistem pemilikan perseorangan
dengan hak bersama yang bebas. Oleh karena itulah, maka hak pemilikan
perseorangan atas satuan (unit) rumah susun meliputi pula hak bersama atas
bangunan, benda dan tanahnya.

44


Ibid
Dalam teori hukum, ketidaksinkronan pengertian rumah susun di dalam Pasal 1 angka 1
dengan Penjelasan Umum UURS akan “dimenangkan” Pasal 1 angka 1 UURS oleh karena Pasal 1
angka 1 yang lebih spesifik (rinci) merumuskan pengertian rumah susun dibandingkan dengan
Penjelasan Umum UURS. Selanjutnya ketidak sinkronan (pertentangan) antara Pasal 1 angka 1 UURS
dengan Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 “dimenangkan “ Pasal 1 angka 1 oleh karena di
dalam peraturan perundang-undangan diberlakukan asas “Hukum yang lebih tinggi
mengenyampingkan hukum yang lebih rendah” (lex superior de rogat lex inferior)
45

Universitas Sumatera Utara

34

Sebagaimana telah disebutkan bahwa hak milik (individual) atas satuan rumah
susun juga meliputi hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki
secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuansatuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi

contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai,
atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan
listrik, gas dan telekomunikasi.
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mendefinisikan
bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun
melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian
bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan benda bersama
adalah ; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial,
tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan
struktur bangunan rumah susun.
Menurut A.P Parlindungan, sebenarnya rumah susun itu adalah suatu istilah
yang dibuat oleh perundangan kita yang berwujud sebagai suatu perumahan yang
dimiliki oleh beberapa orang/badan hukum secara terpisah dengan segala
kelengkapan sebagai suatu tempat hunian ataupun bukan hunian, untuk perkantoran,
usaha komersil dan lain-lain, dengan akses tersendiri untuk keluar ke jalan besar dan

Universitas Sumatera Utara

35


dengan segala hak dan kewajibannya dan mempunyai bukti-bukti tentang haknya
tersebut, dengan berdimensi horizontal dan vertikal.46
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 menganut asas kondominium dalam
pemilikan atas rumah susun. Masalah paling penting dalam asas kondominium adalah
pemilikan dan penghunian secara terpisah bagian-bagian dari suatu bangunan
bertingkat, di samping bangian-bagian lainnya serta tanah di atas mana bangunan
yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan bersama.
Soni Harsono dalam bukunya “Aspek Pertanahan Dalam Pembangunan
Rumah Susun,” berpendapat bahwa inti sistem kondominium adalah pengaturan
pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu
pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.47
Menurut Arie S. Hutagalung dalam bukunya “Membangun Condominium
(Rumah Susun), Masalah-Masalah Yuridis Praktis Dalam Penjualan, Pemilikan,
Pembebanan serta Pengelolaannya”, bahwa rumah susun merupakan terjemahan dari
kata-kata condominium, flat, atau apartment. Kondominium berasal dari kata
condominium, jika dipenggal, co berarti bersama-sama, dominium berarti pemilikan.
Istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum yang bersangkutan, misalnya di
Inggris disebut joint property, di Amerika menggunakan istilah condominium,
sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah strata title. Di antara
istilah-istilah tersebut di atas, istilah strata title yang lebih memungkinkan adanya


46
47

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99.
Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7

Universitas Sumatera Utara

36

pemilikan bersama secara horizontal, di samping pemilikan secara vertikal. Walaupun
di Indonesia digunakan istilah seperti: rumah susun, apartemen, flat, maupun
kondominium, namun bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena
mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang kini diganti menjadi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011.48
2.

Asas-Asas Pembangunan Rumah Susun
Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan


bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut:
a. asas kesejahteraan
Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
b. asas keadilan dan pemerataan
Yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan
hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara
proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
c. asas kenasionalan
Yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar
kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
nasional.

48

Ibid, hlm. 8

Universitas Sumatera Utara

37

d. asas keterjangkauan dan kemudahan
Yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah
memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif
dengan memberikan kemudahan bagi MBR.
e. asas keefisienan dan kemanfaatan
Yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan
landasan

penyelenggaraan

rumah

susun

yang

dilakukan

dengan

memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan
industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan rakyat.
f. asas kemandirian dan kebersamaan
Yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah
memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa,
swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun
kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama
antarpemangku kepentingan.
g. asas kemitraan
Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar
penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling
mendukung.

Universitas Sumatera Utara

38

h. asas keserasian dan keseimbangan
Yang dimaksud

dengan

asas keserasian

dan

keseimbangan

adalah

memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan
mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.
i. asas keterpaduan
Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar
rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
j. asas kesehatan
Yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar
pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan
lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
k. asas kelestarian dan keberlanjutan
Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan
landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan
lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat
sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.
l. asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
Yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan
adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi
persyaratan

keselamatan,

yaitu

kemampuan

bangunan

rumah

susun

mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir;

Universitas Sumatera Utara

39

persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara,
pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan
ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah
susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
usia.
m. Asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan
Yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah
memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat
menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan
ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat
tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan
ketentuan administratif.
3.

Tujuan Pembangunan Rumah Susun
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan lahir

dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha
untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu
unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan
yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan
keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Di samping itu,
pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi

Universitas Sumatera Utara

40

pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang
kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan
sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional.49
Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah
nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di
daerah perkotaan yang berkembang pesat. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, pembangunan perumahan untuk memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat perlu ditangani secara mendasar, menyeluruh,
terarah, dan terpadu, oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan
keikutsertaan secara aktif usaha swasta dan swadaya masyarakat. Pembangunan
perumahan yang telah dirintis sejak Pelita I perlu ditingkatkan dan dikembangkan,
khususnya perumahan dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah.50
Sehubungan dengan uraian tersebut, maka kebijaksanaan umum pembangunan
perumahan diarahkan untuk:51
a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat,
secara adil, dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat
yang berkepribadian Indonesia.
b. Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata
ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan
berhasil guna.

49

Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 157
Ibid, hlm 158
51
Ibid
50

Universitas Sumatera Utara

41

Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan
yang berpenduduk padat, sedangkan tanah yang tersedia sangat terbatas, perlu
dikembangkam pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun
yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya.52
Pengertian

rumah

susun

adalah

bangunan

gedung bertingkat

yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi
dalam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan
dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya
terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah
bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya
harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.
Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang
perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum
kepada masyarakat Indonesia. Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum
hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi:
a. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan
secara terpisah
b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun
c. Hak bersama atas benda-benda
d. Hak bersama atas tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang
secara fungsional tidak terpisahkan.
Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian,
khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian,

52

Ibid, hlm 159.

Universitas Sumatera Utara

42

pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan permukiman yang lengkap dan
fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk
keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan
masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu, dalam pembangunan rumah susun yang
digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan
masyarakat, misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya,
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 ini diberlakukan
dengan penyesuaian menurut kepentingannya.53
Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011:
a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan
permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan
budaya;
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta
menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan
kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman
kumuh;
d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang,
efisien, dan produktif;
e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan
penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;
f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah
susun;
g. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau,
terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan

53

Ibid, hlm 161

Universitas Sumatera Utara

43

berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman
yang terpadu; dan
h. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan,
dan kepemilikan rumah susun.
4.

Penerapan Asas Dalam Hukum Tanah Pada Konsep Rumah Susun
Di Indonesia ada dua asas hukum pertanahan, yaitu sebagai berikut:
a. Asas Accesi (Asas Perlekatan) atau Accessie Schelding Beginsel
b. Asas pemisahan horizontal atau Horizontale Beginsel
Menurut Boedi Harsono dalam bukunya “Beberapa Analisa Tentang Hukum

Agraria”, di dalam asas asas perlekatan, bangunan menjadi bagian dari tanahnya.
Oleh karena itu, dengan sendirinya bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku terhadap tanahnya (hukum tanah). Atas asas itu pula, maka hak
pemilikan atas tanah hak barat itu meliputi juga pemilikan dari bangunan yang ada di
atasnya (Pasal 571 ayat (1) KUHPerdata). Bangunan yang didirikan di atas tanah
kepunyaan pihak lain menjadi milik yang empunya tanah.54
Asas perlekatan yang dikenal di dalam KUHPerdata terdiri atas perlekatan
secara mendatar dan perlekatan secara tegak lurus (vertikal). Perlekatan secara
horizontal (mendatar) meletakkan suatu benda sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari benda pokoknya atau balkon pada rumah induknya (Pasal 588 KUHPerdata).
Berdasarkan asas perlekatan ini, pemilik benda pokok merupakan pemilik benda
ikutan dan secara hukum benda ikutan tersebut mengikuti benda pokoknya.
Sebaliknya, perlekatan vertikal adalah perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan
54

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 8

Universitas Sumatera Utara

44

semua benda yang ada di atasnya maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda
pokoknya (Pasal 571 KUHPerdata).55
Sebagai kebalikan dari asas perlekatan vertikal adalah asas pemisahan
horizontal. Asas pemisahan horizontal adalah asas yang dianut dalam hukum adat
yang menjadi dasar dari UUPA. Berdasarkan asas pemisahan horizontal ini pemilikan
atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu adalah terpisah.
Asas pemisahan horizontal memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada
tanah itu.56
Menurut A. Ridwan Halim dalam bukunya “Hak Milik Kondominium dan
Rumah Susun”, asas pemisahan horizontal adalah asas yang membagi, membatasi,
dan memisahkan pemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu yang
berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal. Di dalam hukum adat Indonesia,
asas pemisahan horizontal terejawantah dalam bentuk magersari yaitu hak
menumpang dari seseorang yang mendirikan bangunan tempat tinggal di atas tanah
milik orang lain yang diperbolehkan oleh si pemilik selama si pemilik tersebut belum
merasa perlu untuk menggunakan tanahnya itu sendiri, serta sistem tumpang sari
tanaman bagi hasil (sistem usaha bagi hasil).57
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kedua asas tersebut mempunyai
karakteristik dan konsekuensi yang berbeda. Seperti dikatakan oleh Masjchoen
Sofwan, di dalam salah satu bukunya sebagai berikut.58
55

Masnari Darnisa, Status Tanah Bersama Pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
Dikaitkan Dengan Penetapan Keringanan Pajak Bumi Dan Bangunan (Studi: Rumah Susun
Sukaramai Yang Diadakan Oleh Perum Perumnas).2007. hlm 24
56
M. Rizal Arif, Analisis…Op.Cit., hlm. 64.
57
Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 9
58
Masnari Darnisa, Op.Cit, hlm 10

Universitas Sumatera Utara

45

“yang menjadi persoalan ialah bagaimana pengaturan lembaga jaminan atas
tanah yang akan datang untuk tidak bertentangan dengan Asas Accessi yang
tidak dikenal (digarisbawahi oleh penulis) dalam UUPA, sedangkan dalam
Hukum Adat mengenal asas Pemisahan Horizontal”.
Pendapat ini dikuatkan oleh Saleh Adiwinata dalam bukunya “Hukum Adat”,
yang menyatakan:
“Bahkan justru pada masa sekarang ini ada lebih lagi alasan dan rasio untuk
memperlakukan asas pemisahan Horizontal ini secara lebih integral, lebih
konsekuen dan terang-terangan lagi dari sebelum lahirnya UUPA
sebab:…Ketiga: Di mana Pasal 5 menegaskan bahwa hukum agrarian baru:
ialah hukum adat (namun oleh Boedi Harsono diperingatkan bahwa yang
dimaksudkan adalah hukum adat yang telah disaneer), maka dengan
sendirinya untuk asasi dari hukum adat yaitu Pemisahan Horizontal, turut
meresap dalam seluruh tubuh hukum agrarian baru kita”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut, berarti asas hukum tanah (hukum agraria
sempit) adalah asas pemisahan horizontal yakni pemilikan atas benda di atas tanah
tidak berarti atau dapat terpisah dengan pemilikan atas tanah tempat terletaknya
benda-benda tadi. Sebagai kebalikannya adalah asas perlekatan yang berlaku pada
kurun waktu sebelum diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria.
Menurut Boedi Harsono dalam bukunya “Beberapa Analisa Tentang Hukum
Agraria”, bahwa di dalam hukum adat berlaku asas pemisahan horizontal antara
tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Tanah tunduk pada hukum tanah,
sedangkan bangunan tunduk pada hukum perutangan yang mempunyai sifat lain dari
hukum tanah. Dengan demikian, tanah adat tidak dengan sendirinya meliputi

Universitas Sumatera Utara

46

bangunan yang ada di atasnya. Dalam hukum adat berlaku asas bahwa pihak yang
membangun dialah pemilik yang dibangunnya itu.59
Jadi, adanya konsep rumah susun (kondominium) sebagai fenomena baru
yang dibutuhkan masyarakat modern, justru sudah sesuai dengan asas hukum tanah
yang ditetapkan oleh UUPA.
5.

Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok

Agraria membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk :
a. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer
b. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder
Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah
yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang
mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang lain atau ahli
warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer yaitu :60
a. Hak Milik atas tanah (HM)
b. Hak Guna Usaha (HGU)
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
d. Hak Pakai (HP)
Selain hak primer atas tanah di atas terdapat pula hak atas tanah yang bersifat
sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas
59
60

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 9
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara

47

tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut
dinikmati dalam waktu terbatas, dan dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang
bersifat sementara yaitu :
a. Hak gadai
b. Hak usaha bagi hasil
c. Hak menumpang
d. Hak menyewa atas tanah pertanian
Menurut Pasal 17 UURS Nomor 20 Tahun 2011, rumah susun hanya dapat
dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara
atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya menurut Pasal 19 ayat (1) UURS Nomor 20 Tahun 2011 dinyatakan
bahwa penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah
yang dikuasai dengan hak pengelolaan dilakukan ddengan cara sewa atau kerja sama
pemanfaatan.
Salah satu aspek yang penting dalam hukum tanah menurut UUPA adalah
hubungan antara tanah dengan benda yang melekat padanya. Kepastian akan
kedudukan hukum dari benda yang melekat pada tanah itu sangat penting karena
menyangkut pengaruh yang sangat luas terhadap segala hubungan hukum yang
berkenaan dengan tanah dan benda yang melekat padanya. Sedangkan konsep
kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun tidaklah sepenuhnya menganut
asas pemisahan horizontal karena kepemilikan atas tanah pada satuan rumah susun

Universitas Sumatera Utara

48

merupakan kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan
bangunan rumah susun, bukan merupakan kepemilikan perorangan sebagaimana yang
dianut dalam asas pemisahan horizontal dalam UUPA tersebut.
B. Sertipikat Satuan Rumah Susun
Secara etimologi sertipikat berasal dari bahasa Belanda ”Certifikat” yang
artinya surat bukti atau surat keterangan yang memberikan tentang sesuatu.61 Dasar
hukum yang dipakai dalam proses pelaksanaan sertifikasi rumah susun (strata title,
apatemen, condominium, mal) adalah:62
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun
5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
6. Peraturan Menteri Negara Agraria/kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002, telah diganti dengan Peraturan
pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang tarif atas jenis penerimaan pajak
yang berlaku pada badan pertanahan nasional.

61

M. Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,
Bandung, 2008. hal 204.
62
Eko Yulianto Isnur, Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah dan Tanah, Pustaka Yustisia,
Jogjakarta, 2009, hal 85.

Universitas Sumatera Utara

49

8. SE. Ka. BPN-600-1900, Tanggal 31 Juli 2003 Jenis layanan layanan badan
pertanahan

nasional

kepada

masyarakat

menyangkut

segala sesuatu

pendaftaran tanah
9. Perda Tentang Rumah Susun (belum semua daerah mempunyai Perda).
Perbedaan hak milik (sertifikat hak milik) pada rumah biasa (landed house)
dengan strata title yaitu apabila seseorang membeli rumah biasa dikomplek
perumahan, kepemilikannya biasanya berupa sertifikat hak milik. Orang yang
memiliki sertifikat hak milik berdasarkan sistem hukum Indonesia (UUPA) sangat
kuat dan bersifat selamanya yang kepemilikannya meliputi bangunan di atas tanah,
tanah dihalaman rumahnya, tanah yang berada di bawahnya serta apa yang ada di atas
bangunan tersebut.
M. Yamin Lubis dalam bukunya berjudul “Hukum Pendaftaran Tanah”
menyebutkan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak, oleh karena sertifikat
berfungsi sebagai alat bukti yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah
diadministrasi oleh Negara.63
Hak milik pada Pasal 20 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), disebutkan
mengenai pengertian hak milik secara normatif yaitu:
1. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6.64
2. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
63

M.Yamin Lubis dan Abdul Rahim, Op.Cit, hal 204.
UUPA Pasal 6 menyebutkan bahwa: 1. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. 2.
Untuk tidak merugikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
64

Universitas Sumatera Utara

50

Sedangkan apabila seseorang membeli apartemen atau rumah susun, rumah
susun strata title maka sertifikat hak miliknya bukan satuan hak milik seperti rumah
biasa namun konsep kepemilikannya bersifat strata title.
Kepemilikan strata title atas apartemen atau rumah susun hanya atas
bangunan unit apartemen/rumah susun tersebut saja dan tidak termasuk atas seluruh
bangunan apartemen yang di luar unit yang seseorang beli, tidak termasuk tanah di
dalam lingkungan apartement dan apa yang ada di bawahnya serta apa yang ada di
atasnya.
Sertifikat adalah hasil dari tujuan pendaftaran tanah, seperti yang dimuat
dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan. Tujuan memberikan jaminan kepastian
hukum merupakan tujuan utama dalam pendaftaran tanah sebagaimana yang
ditetapkan oleh Pasal 19 UUPA.65 Maka memperoleh sertifikat, bukan sekedar

65

UUPA Pasal 19 menyebutkan bahwa ayat (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Ayat (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1
pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b.Pendaftaran hak atas tanah
dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Ayat (3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan
negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial, ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan menteri agraria. Ayat (4) Dalam peraturan pemerintah
diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat satu di atas dengan
ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya biaya tersebut.

Universitas Sumatera Utara

51

fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin
oleh undang-undang.
Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah, meliputi:
a.

Kepastian status hak yang didaftar. Artinya dengan pendaftaran tanah
akan dapat diketahui dengan pasti status hak yang didaftar, misalnya Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak
Tanggungan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau tanah wakaf.

b.

Kepastian subjek hak Pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan
pasti pemegang haknya, apakah perseorangan (warga negara Indonesia
atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia), sekelompok orang
secara bersama sama, atau badan hukum (badan hukum privat dan badan
hukum publik).

c.

Kepastian objek hak Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat
diketahui dengan pasti letak tanah, batas-batas tanah dan ukuran (luas)
tanah. Letak tanah berada dijalan, Kelurahan/Desa, Kecamatan,
Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Batas-batas tanah meliputi sebelah Utara,
Selatan Timur, dan Barat berbatasan dengan tanah siapa atau tanah apa.
Ukuran (luas) tanah dalam bentuk meter persegi. Untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam pendaftran tanah,
kepada pemegang yang bersangkutan diberikan sertifikat sebagai tanda
bukti haknya.

Universitas Sumatera Utara

52

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan
terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk terciptanya suatu
pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data
yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk
melaksanakan fungsi informasi, data fisik dan data yuridis dari bidang tanah
dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar dan terbuka untuk umum.
Dengan pendaftaran tanah, pemerintah maupun masyarakat dapat dengan
mudah memperoleh informasi tentang data fisik dan data yuridis di Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota apabila mau mengadakan suatu perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar,
misalnya mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah atau
perusahaan swasta, jual-beli, lelang, pembebanan hak tanggungan.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan . Program pemerintah
dibidang pertanahan dikenal dengan catur tertib pertanahan, yaitu: tertib
hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah
dan tertib pemeliharaan tanah dan kelestarian lingkungan hidup. Untuk
mewujudkan

tertib

administrasi

pertanahan

dilakukan

dengan

Universitas Sumatera Utara

53

menyelenggarakan pendaftaran tanah

yang bersifat

Recht Cadaster.

Terselenggaranya pendaftran tanah secara baik merupakan dasar dan
perwujudan tertib adaministrasi di bidang pertanahan.Untuk mewujudkan
tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun
termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.
Sertifikat hak milik satuan rumah susun, maupun rumah susun yang dikuasai
dengan sistem strata title, diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota
setempat. Sertifikat ini harus sudah ada sebelum satuan-satuan rumah susun yang
bersangkutan dijual oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
Menurut Pasal 4 Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1989, sertifikat Hak
Milik Satuan Rumah Susun terdiri atas 4 halaman, yaitu:
1. Halaman pertama, berisi nama kantor pertanahan dan nomor daftar isian.
2. Halaman kedua, berisi bagian pendaftaran pertama yang dibagi dalam ruang a
sampai dengan l.
3. Halaman ketiga dan keempat, disediakan untuk pendaftaran peralihan hak,
pembebanan dan pencatatan lainnya, tiap halaman terbagi dalam 5 ruang.
Berkenaan dengan tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun, Boedi
Harsono menyatakan bahwa ”Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”
merupakan suatu kreasi baru dalam perundang-undangan pertanahan. Dia terdiri dari
salinan buku tanah dan hak milik atas satuan rumah susun, surat ukur dari tanah
bersama, dan gambar denah satuan rumah susun yang bersangkutan. Semuanya dijilid

Universitas Sumatera Utara

54

menjadi satu dalam sampul dokumen, yang dengan jelas menunjukkan tingkat rumah
susun, letak satuan rumah susun, dan lokasinya ditingkat yang bersangkutan.
Lebih lanjut Boedi Harsono menyatakan bahwa sertifikat hak milik atas
satuan rumah susun tersebut selain merupakan alat bukti pemilikan satuan rumah
susunnya, juga merupakan alat bukti pemilikan bersama atas tanah bersama, bagian
bersama dan tanah bersama yang bersangkutan sebesar nilai perbandingan
proporsionalnya.
Sertifikat hak milik satuan rumah susun mempunyai karakteristik khusus bila
dibandingkan dengan sertifikat hak atas tanah pada umumnya. Pada sertifikat hak atas
tanah pada umumnya nama sertifikatnya tergantung pada macam status hak atas
tanahnya, misalnya sertifikat hak milik, sertifikat hak guna usaha, sertifikat hak guna
bangunan, sertifikat hak pakai.
Karakteristik khusus sertifikat hak milik atas satuan rumah susun dinyatakan
oleh R. Soerapto, yaitu sertifikat tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun ini
tidak terikat pada macam hak atas satuan rumah susun.
Meskipun rumah susun itu terdiri atas tanah hak milik, hak guna bangunan,
atau hak pakai atas tanah negara, sertifikatnya tetap menggunakan nama sertifikat hak
milik atas satuan rumah susun. Jadi nama sertifikatnya tidak tergantung pada status
hak atas tanah yang di atasnya berdiri bangunan rumah susun.
Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran
tanah adalah:66
66

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta,
2010, hal 21.

Universitas Sumatera Utara

55

1. Manfaat bagi pemegang hak.
a. Memberikan rasa aman.
b. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya.
c. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak.
d. Harga tanah menjadi lebih tinggi.
e. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
f. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru.
2. Manfaat bagi pemerintah
a. Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu program
Catur Tertib Pertanahan.
b. Dapat memperlancar kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan tanah
dengan pembangunan.
c. Dapat mengurangi sengketa dibidang pertanahan, misalnya sengketa
batas-batas tanah, pendudukan tanah secara liar.
3. Manfaat bagi calon pembeli atau kreditor. Bagi calon pembeli atau calon
kreditor dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang jelas mengenai
data fisik dan data yuridis tanah yang akan menjadi objek perbuatan hukum
mengenai tanah.
C. Sistem Strata Title
Strata title adalah terminologi populer tentang suatu kepemilikan terhadap
sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartement atau rumah susun.67
Selain apartemen dan rumah susun sitem strata title juga dikenal dalam kepemilikan
condominium, flat. Pembangunan rumah susun dengan sistem strata title merupakan
salah satu alternatif pemecahan kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama
didaerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan
rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka
kota yang lebih lega dan dapat dipergunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan
kota bagi daerah-daerah kumuh.68

67

Forum Komunikasi Pertanahan, Media Komunikasi di Bidang Pertanahan,
http://erestajaya.blogspot.com/ diakses tanggal 21 Januari 2017.
68
rie Sukanti Hutagalung, et.al/dkk, Condominium dan Permasalahannya, Suatu Rangkuman
Materi Perkuliahan, Elips Proyect-FH-UI, Jakarta, 1994, hal 1.

Universitas Sumatera Utara

56

Arie Sukanti Hutagalung berpendapat bahwa “Dengan demikian dikota-kota
besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan pemukiman yang terutama
sepenuhnya pada pembangunan rumah susun”.69
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama didaerah perkotaan terutama
yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega
dan dapat dipergunakan sebagai suatu cara peremajaan kota bagi daerah-daerah
kumuh. Dalam rangka memberikan landasan hukum dalam pembangunan rumah
susun, pada tanggal 31 Desember 1985, pemerintah telah mengundangkan Undangundang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun (LN 1985 75; TLN 3317),
disingkat dengan UU No. 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
1988 Tentang Rumah Susun (LNRI 1988-7; Penjelasannya dalam TLNRI Nomor
3372) disingkat dengan PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksanaannya,
yang mulai berlaku sejak tanggal 26 April 1988.
Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan
bahwa kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat,
secara adil dan merata serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat
yang berkepribadian Indonesia.

69

Ibid, hal 3.

Universitas Sumatera Utara

57

2. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata
ruang dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil
guna.
Sebelum lebih jauh menelaah apa dan bagaimana cara kita menjalani
kehidupan kita dilingkungan rumah susun, apartement, dan condominium ada
baiknya kita mendalami dahulu pemahaman kita mengenai apa itu rumah susun
dengan kosep kepemilikan strata title dan dasar hukum yang mengatur pembangunan
rumah susun itu sendiri.
Strata title sebenarnya merujuk pada konsep kepemilikan atas hunian yang
dibangun secara verikal, entah itu condominium, apartement, atau rumah susun.
Istilah strata title sendiri pertama kali diperkenalkan di Australia pada Tahun 1967
melalui undang-undang yang dikenal dengan nama Strata Title Act.70
Dalam kaitan ini, konsep strata title merujuk pada pemisahan akan hak
seseorang terhadap beberapa strata (tingkatan), yakni terhadap hak atas permukaan
tanah, atas bumi di bawah tanah dan udara di atasnya.
Konsep strata title itu sendiri dikenal dinegara-negara yang menganut sistem
hukum Anglo Saxon (Inggris beserta negara-negara jajahannya, serta Amerika
Serikat) dan berakar pada jenis tenancy in common.
Indonesia sebagai negara jajahan Belanda yang menganut sistem hukum
Eropa Kontinental hingga kini tidak mencantumkan konsep strata title dalam

70

Erwin Kallo, Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium,
Apartemen dan Rusunami, Minerva Athena Pressindo, Jogjakarta, 2009, hal 14.

Universitas Sumatera Utara

58

peraturan undang-undangnya. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun, terminologi strata title secara spesifik belum
mendapat penjelasan utuh karena istilah rumah susun yang digunakan dalam undangundang tersebut lebih mengacu kepada struktur bangunannya bukan pada konstruksi
yuridisnya sebagaimana istilah condominium (Francis) yang berarti kepemilikan
bersama, rumah susun (Amerika) kepemilikan yang terpisah.
Menurut Arie Sukanti Hutagalung dalam seminar liberalisasi hukum tanah
Indonesia: studi kasus kepemilikan warga asing atas satuan rumah susun, di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, kamis 5 Mei 2010 menyatakan: konsep rumah susun
(rusun) yang dianut di Indonesia berbeda dengan konsep rusun pada umumnya yang
dikenal dengan strata title. Strata title memungkinkan seseorang memiliki satuan
rumah susun tanpa memiliki tanah bersama (tanah di bawah bangunan rusun).
Sedangkan Indonesia memandang pemilik satuan rumah susun adalah juga pemilik
tanah bersama.
Pasal 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2011 menyebutkan pengertian rumah
susun: 71
”Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian distrukturnya secara fungsional
dalam arah horizontal dan vertical yang merupakan satu-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat
hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama ”.

71

Ibid, hal 15.

Universitas Sumatera Utara

59

Lebih detail, dalam penjelasan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 20
Tahun 2011 tersebut dikemukakan pengertian yuridis dari rumah susun, yaitu:72
“Rumah Susun yang dimaksud dalam undang-undang ini, adalah istilah yang
diberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung bertingkat yang senantiasa
mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang
penggunaannya untuk hunian Apartment, atau untuk bukan hunian Apartment,
atau untuk bukan hunian Office dan Rentail Mall, secara mandiri ataupun
secara terpadu sebagai suatu kesatuan sistem pembangunan”.
Dari definisi yang tertuang di dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 Tahun
2011 maupun penjelasan undang-undang tersebut bahwa yang dimaksudkan dengan
rumah susun (rusun) merupakan suatu pengertian hukum bagi suatu bangunan gedung
bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak
bersama yang penggunaannya untuk kebutuhan hunian atau bukan hunian secara
sendiri maupun terpadu.
Menurut Imam Koeswahyono mengatakan ada delapan konsep dasar yang
perlu dipahami dengan benar dalam sistem rumah susun yang merupakan fenomena
dalam pembangunan perumahan dengan sistem yang konvensional (horizontal)
yakni:73
1. Bagian bersama, yaitu bagian rusun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan sarusun itu. Bagian
bersama ini merupakan suatu struktur bangunan rusun yang terdiri atas:
a. Pondasi,
b. Sloof,
c. Dinding struktur utama,
d. Pintu masuk dan tangga darurat,
e. Jalan masuk dan tangga darurat,
f. Koridor, dan
72
73

Ibid, hal 16.
Imam Koeswahyono, ibid, hal 19.

Universitas Sumatera Utara

60

g. Selasar.
2. Benda bersama, yakni benda yang bukan bagian rusun untuk pemakaian
bersama dan dimiliki bersama secara tak terpisah. Bagian ini melengkapi
rusun agar berfungsi secara optimal yang terdiri atas:
a. Jaringan air bersih,
b. Jaringan listrik,
c. Jaringan gas (bagi hunian)
d. Saluran buang air limbah,
e. Lift dan atau eskalator
f. Taman, dan
g. Pelataran parkir.
3. Tanah bersama, yakni tanah yang digunakan atas hak bersama secara tidak
terpisah yang di atasnya berdiri rusun.
4. Pertelaan, yakni rincian batas yang tegas dan jelas masing-masing sarusun,
bagian, benda dan tanah bersama yang diwujudkan dalam uraian tertulis dan
gambar. Pertelaan dalam hal ini mempunyai arti yang amat penting dalam
sistem rusun karena titik awal dimulainya proses hak milik atas satuan rumah
susun. Nantinya dari pertelaan ini akan timbul satuan-satuan rumah susun
rumah yang secara hukum terpisah melalui proses pembuatan akta pemisahan.
5. Nilai perbandinggan proporsional (NPP) yakni angka yang menunjukkan
perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan luas dan nilai
satuan rumah susun yang bersangkutan, terhadap luas atau nilai banggunan
rumah susun. Nilai perbandingan proporsional selain menentukan besarnya
hak masing-masing pemilik satuan rumah susun juga menentukan besarnya
kewajiban masing-masing pemilik satuan rumah susun dalam membiayai
bersama pengelolaan dan pengoperasian semua benda yang menjadi milik
bersama. Biaya tersebut merupakan beban bersama semua pemilik satuan
rumah susun. Di samping lima hal tersebut diatas, hal-hal yang terkait dengan
sistem rumah susun dan perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
6. Akta pemisahan rumah Akta pemisahan rumah adalah suatu bentuk akta yang
di dalamnya memuat pertelaan yang jelas memisahkan rumah susun ke dalam
satuan satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama. Tata cara pengisian dan bentuknya ditentukan oleh peraturan
Ka BPN No. 2 Tahu

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap Semua Bangunan Bertingkat

7 92 107

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 67 140

KAJIAN YURIDIS TENTANG RUMAH SUSUN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 25 13

Tinjauan Yuridis terhadap Iktikad Baik Pengembang Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

1 3 56

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

0 0 17

Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )

0 0 13

Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )

0 0 2

Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )

1 2 29

Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan ) Chapter III V

0 0 79

Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )

0 1 6