Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

(1)

TENTANG RUMAH SUSUN

TESIS

Oleh

SYAHNIDA MAHARANI

117011067/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TENTANG RUMAH SUSUN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAHNIDA MAHARANI

117011067/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

Nama Mahasiswa : SYAHNIDA MAHARANI Nomor Pokok : 117011067

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum)(Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : SYAHNIDA MAHARANI

Nim : 117011067

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20

TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri, bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : SYAHNIDA MAHARANI Nim : 117011067


(6)

Pemberian Hak Tanggungan adalah suatu pembebanan terhadap hak atas tanah dan yang benda-benda yang berkaitan dengan tanah, khususnya dalam hal ini adalah terhadap hak milik satuan rumah susun sebagai objeknya, yang dipergunakan untuk jaminan pelunasan suatu utang tertentu, dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1988 tentang Hak Tanggungan, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan berbagai peraturan lainnya yang berkaitan tentang Pemberian Hak Tanggungan atas Hak Milik Satuan Rumah Susun tersebut. Proses pemberiannya didahului dengan pembuatan perjanjian utang-piutang sebagai perjanjian pokok dan dilanjutkan dengan penandatanganan APHT yang dibuat oleh PPAT dengan mengingat ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, dilanjutkan dengan pendaftaran di Kantor Pertanahan setempat untuk kemudian diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memiliki kekuatan eksekutorial apabila debitur melakukan tindakan cidera janji.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam hal ini bersifat deskriptif analisis dan jenis penelitian yang diterapkan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang mana mengarah kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum pertanahan di Indonesia dikaitkan dengan hukum jaminan, yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru dan kebenaran-kebenaran induk atau teoretis.

Pengikatan dengan Hak Tanggungan pada hak milik satuan rumah susun memberikan kedudukan yang diutamakan bagi pihak kreditur, dan dengan terbitnya Sertifikat Hak Tanggungan yang berkekuatan eksekutorial maka apabila debitur cidera janji, terhadapnya dapat dilakukan eksekusi dengan parate executie, yaitu tanpa bantuan pengadilan atau dengan permohonan kepada Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan guna melunasi utang. Proses pemberian Hak Tanggungan atas hak milik satuan rumah susun ini sebaiknya dibahas secara lebih mendalam pada UURS sebagai perluasan pemahaman sehingga diketahui hubungan antara hak milik satuan rumah susun dengan bangunan rumah susun tersebut yang dibarengi dengan kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya.


(7)

Giving hypothecation is a burden for land rights and other properties related to the land, particularly for the ownership of apartment buildings as its objects which are used as the guarantee for paying off a certain debt; it is implemented based on the prevailing regulations such as Law No. 4/1988 on Hypothecation, Law No. 20/2011 on apartment buildings and other regulations related to the Giving Hypothecation to the ownership of the apartment building units. The process of giving it is preceded by making loan agreement as the main agreement and followed by the signing of APHT made by a Notary empowered to draw up land deeds, according to the regulation of the Head of the National Land Office No. 8/2012, followed by registering it in the local land Office which issues Hypothecation Certificate which has executorial legal force when the debtor breaches the contract.

The research used descriptive analytic study with judicial normative approach which led to legal norms in the legal provisions, laws and regulations in land Act in Indonesia, related to guarantee law which begins from public premise and ends with the specific conclusion in order to find new truth, main truth, and theories.

The contract with hypothecation on the ownership of apartment building units gives a special position to creditors, and with the issuance of the Certificate of Hypothecation with executorial power, when the debtors breach the contract, execution is done with parate executie, without the aid of the Court or by requesting to the Auction Hall to auction in order to pay off the debt. The process of giving Hypothecation on the ownership of apartment building units should be discussed deeply in UURS (Law on Apartment Buildings) as the broad understanding so that the correlation between the ownership of apartment buildings and the buildings of the apartment which is followed by the facility in the implementation of the execution.


(8)

Bismillahirahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai tugas akhir selama menjadi mahasiswi di Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis merupakan suatu kewajiban dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa dan mahasiswi yang akan menyelesaikan studinya di Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai suatu karya ilmiah dalam melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan.

Adapun tesis ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai pokok pembahasannya yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai bahan pembelajaran. Adapun yang akan dibahas dalam tesis ini adalah dengan judul: ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN.

Mengenai pembahasan akan hal tersebut, maka terhadap penulisan tesis ini sekiranya masih terdapat beberapa kekurangan baik dari segi bahasa penulisan maupun penjabarannya yang mana masih belum sempurna dikarenakan masih adanya keterbatasan pengetahuan dari penulis, yang mana diharapkan kemakluman dan bimbingan serta kritikdan dan saran yang membangun sebagai penyempurnaan tesis ini.

Adapun dalam penulisan tesis ini terdapat berbagai peran serta dari berbagai pihak sebagaimana diketahui bahwa tiap-tiap manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dan senantiasa hidup saling bermasyarakat, maka dari itu pada kesempatan ini penulis menghanturkan ucapan terimakasih yang tidak


(9)

mencurahkan segala dukungan moril maupun materil, doa, limpahan kasih sayang, kesabaran, dan perhatian yang sangat berarti dalam keberhasilan penulis agar dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan umur yang panjang, kesehatan, keselamatan, dan berbagai berkah bagi kedua orang tua penulis. Amin ya rabbal alamin.

Adapun kemudian penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini belum tentu dapat terselesaikan tanpa adanya pihak-pihak yang telah berjasa membimbing, mengarahkan, memberikan semangat dan motivasi serta memberikan berbagai arahan kepada penulis. Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Komisi Pembimbing yang mana beliau telah memberikan bimbingan, ilmu, dukungan, motivasi, saran, arahan dan masukan yang sangat bermanfaat kepada penulis;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Pembimbing yang mana beliau telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan masukan yang membangun kepada penulis;


(10)

bermanfaat kepada penulis;

6. Bapak Notaris/PPAT Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku Penguji yang telah memberikan ilmu, saran, masukan dan arahan yang membangun kepada penulis; 7. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, selaku Penguji yang telah memberikan

ilmu, saran, kritikan dan masukan yang membangun kepada penulis;

8. Bapak-bapak, Ibu-ibu dosen dan staff pengajar di Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai hal-hal yang bermanfaat sebagai bekal yang berharga bagi penulis untuk sekarang dan masa yang akan datang;

9. Para staff pegawai Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan, Ibu Fatimah, Kak Winda, Kak Lisa, Kak Sari, Bang Ken dan yang lainnya, yang mana selalu memberikan banyak bantuan dan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Ibu Sri Yuliati, SH, Notaris di Medan yang telah banyak memberikan pengalaman, ilmu, dan toleransi yang begitu besar kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini;

11. Adikku tercinta, Ferina Septiani Damanik, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan dalam menyelesaikan studinya di Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan dalam mencapai cita-citanya, Amin;

12. Kakek nenekku tercinta, H. Ibrahim Damanik, Hj. Asiah Purba, dan Hj. Nuraini Hamzah yang telah memberikan dukungan, kasih sayang dan doa untuk keberhasilan penulis, semoga selalu diberikan kesehatan dan umur yang panjang. Khususnya kepada kakekku Alm. Anwar Soib, semoga selalu ditempatkan disisi Allah SWT;


(11)

14. Sahabat-sahabatku, Diannovi Nugraha Sahid Matondang, Sri Natalia Sembiring, Wandina Triana Baros, Rindu Maisyarah, Kartini Elisabeth, Ermilia Devrita, Sri Chairani Putri, Mellisa Yanwar, Muhammad Febryansyah Putra, Steffi Seline, Desy Purnama Sari Nainggolan, Fatin Soraya, Muhammad Suhaji Utama, Novita Kartika, Shadrina Ningrum Sulaiman, Fajar Soefany, Lucy Margareth Napitupulu, Berliana Yunita Hutagalung yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis, semoga dapat meraih kesuksesan dalam mengejar cita-cita;

15. Kakak-kakakku di Kantor Notaris, Kak Indah Puji Lestari, Kak Winda Avriyeni, Kak Novika Sari Dalimunthe, Kak Ravida Ariani, dan Nindi yang selalu memberikan dukungan dan tempat bertukar fikiran serta selalu memberikan saran yang bermanfaat kepada penulis.

16. Seluruh sahabat-sahabatku di grup A Magister Kenotriatan yang bersama-sama suka dan duka melewati hari-hari dan berbagai proses serta tahapan diperkuliahan, memberikan saran-saran dan informasi yang bermanfaat demi terselesaikannya tesis ini. Terima kasih buat doa, dukungan, motivasi serta perhatiannya kepada penulis semoga kita semua dapat mewujudkan cita-citanya masing-masing;

Akhirnya, Penulis berharap agar tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda serta berkah kepada kita semua. Amin ya rabbal alamin.

Wassalamualaikum, Medan, Agustus 2013

Penulis


(12)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Syahnida Maharani

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 07 Januari 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mustafa Gg. Nusa Indah No. 3 Medan Kode Pos 20239

II. PENDIDIKAN

1994 - 1995 : TK Kemala Bhayangkari

1995 - 2001 : SD Kemala Bhayangkari 1

2001 - 2004 : SMP Swasta Pertiwi Medan

2004 – 2007 : SMA Negeri 3 Medan

2007 - 2011 : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 2011 - 2013 : Program Magister Kenotariatan Fakultas


(13)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penulisan ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 21

BAB II PENGATURAN DAN PROSES PEMBERIAN JAMINAN HUTANG DENGAN HAK TANGGUNGAN ATAS HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN ... 25

A. Ruang Lingkup Rumah Susun dan Satuan Rumah Susun ... 25

B. Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah ... 51

C. Pemberian Hak Tanggungan atas Hak Milik Satuan Rumah Susun ... 73

BAB III HUBUNGAN ANTARA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN SEBAGAI OBJEK HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH DIMANA BANGUNAN RUMAH SUSUN TERSEBUT BERDIRI ... 83


(14)

C. Ketentuan Tentang Hak atas Tanah Bersama Suatu Rumah

Susun ... 87

D. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Milik Satuan Rumah Susun ... 89

E. Hubungan antara Hak Milik Satuan Rumah Susun dengan Tanah dimana Bangunan Rumah Susun Berdiri ... 94

BAB IV EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN APABILA SALAH SATU PIHAK CIDERA JANJI ... 97

A. Berakhirnya Hak Tanggungan pada Hak Milik atas Satuan Rumah Susun ... 97

B. Eksekusi Suatu Jaminan Utang ... 100

C. Debitur yang Cidera Janji ... 102

D. Sertifikat Hak Tanggungan yang Berkekuatan Eksekutorial ... 103

E. Proses Eksekusi Hak Tanggungan atas Satuan Rumah Susun .... 105

F. Hambatan dalam Eksekusi Hak Tanggungan atas Satuan Rumah Susun... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117 LAMPIRAN


(15)

Accessie : perletakan

Apartment : rumah pangsa

Authentieke acte : akta autentik

Basic agreement : perjanjian dasar

Beding : tujuan yang telah ditentukan dalam perjanjian

Condominium : pemilikan bersama

Credietverband : pengikatan hutang pada tanah yang umunya belum bersertifikat

Das Sein : fakta, peristiwa

Das Sollen : norma, kaedah

Droit de preference : kedudukan yang diutamakan

Dubius : penafsiran ganda

Faxsimile : pengiriman fax

Hypotheek : Suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk

mengambil pergantian bagi pelunasan suatu perikatan

Joint property : harta bersama

Legal protection : perlindungan hukum

Lex dura set tamen scripta : undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya

Library research : penelitian kepustakaan

Logos : ilmu, pengetahuan

Metode : cara yang tepat melakukan sesuatu

Natrekking : suatu cara memperoleh hak milik, dimana benda itu bertambah besar atau berlipat ganda karena alam

Onderhandse acte : akta bawah tangan

Openbaar : keterbukaan, publik

Parate executie : eksekusi langsung

Piktograf : huruf berbentuk gambar

Positivisme : suatu paham yang dalam pencapaian kebenarannya bersumber dan

berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi

Real property : tanah milik

Staatsblad : lembaran negara dimana dirumuskan ketentuan undang-undang hukum


(16)

Voortdurende overeenkomst : suatu perjanjian atau kontrak yang dibuat secara berkelanjutan


(17)

APHT : Akta Pemberian Hak Tanggungan

BTHT : Buku Tanah Hak Tanggungan

HGB : Hak Guna Bangunan

HGU : Hak Guna Usaha

HIR : Herziene Inlandsch Reglement

HMSRS : Hak Milik Satuan Rumah Susun

HT : Hak Tanggungan

KPR : Kredit Pemilikan Rumah

KUHD : Kitab Undang-undang Hukum Dagang

KUHPertada : Kitab Undang-undang Hukum Perdata

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPRS : Peraturan Pemerintah Rumah Susun

RBG : Rechtsreglement voor de Buiten-gewesten

SHM : Sertifikat Hak Milik

SHMSRS : Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah

Susun

SKMHT : Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan

UUHT : Undang-undang Hak Tanggungan

UUPA : Undang-undang Pokok Agraria


(18)

Pemberian Hak Tanggungan adalah suatu pembebanan terhadap hak atas tanah dan yang benda-benda yang berkaitan dengan tanah, khususnya dalam hal ini adalah terhadap hak milik satuan rumah susun sebagai objeknya, yang dipergunakan untuk jaminan pelunasan suatu utang tertentu, dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1988 tentang Hak Tanggungan, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan berbagai peraturan lainnya yang berkaitan tentang Pemberian Hak Tanggungan atas Hak Milik Satuan Rumah Susun tersebut. Proses pemberiannya didahului dengan pembuatan perjanjian utang-piutang sebagai perjanjian pokok dan dilanjutkan dengan penandatanganan APHT yang dibuat oleh PPAT dengan mengingat ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, dilanjutkan dengan pendaftaran di Kantor Pertanahan setempat untuk kemudian diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memiliki kekuatan eksekutorial apabila debitur melakukan tindakan cidera janji.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam hal ini bersifat deskriptif analisis dan jenis penelitian yang diterapkan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang mana mengarah kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum pertanahan di Indonesia dikaitkan dengan hukum jaminan, yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru dan kebenaran-kebenaran induk atau teoretis.

Pengikatan dengan Hak Tanggungan pada hak milik satuan rumah susun memberikan kedudukan yang diutamakan bagi pihak kreditur, dan dengan terbitnya Sertifikat Hak Tanggungan yang berkekuatan eksekutorial maka apabila debitur cidera janji, terhadapnya dapat dilakukan eksekusi dengan parate executie, yaitu tanpa bantuan pengadilan atau dengan permohonan kepada Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan guna melunasi utang. Proses pemberian Hak Tanggungan atas hak milik satuan rumah susun ini sebaiknya dibahas secara lebih mendalam pada UURS sebagai perluasan pemahaman sehingga diketahui hubungan antara hak milik satuan rumah susun dengan bangunan rumah susun tersebut yang dibarengi dengan kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya.


(19)

Giving hypothecation is a burden for land rights and other properties related to the land, particularly for the ownership of apartment buildings as its objects which are used as the guarantee for paying off a certain debt; it is implemented based on the prevailing regulations such as Law No. 4/1988 on Hypothecation, Law No. 20/2011 on apartment buildings and other regulations related to the Giving Hypothecation to the ownership of the apartment building units. The process of giving it is preceded by making loan agreement as the main agreement and followed by the signing of APHT made by a Notary empowered to draw up land deeds, according to the regulation of the Head of the National Land Office No. 8/2012, followed by registering it in the local land Office which issues Hypothecation Certificate which has executorial legal force when the debtor breaches the contract.

The research used descriptive analytic study with judicial normative approach which led to legal norms in the legal provisions, laws and regulations in land Act in Indonesia, related to guarantee law which begins from public premise and ends with the specific conclusion in order to find new truth, main truth, and theories.

The contract with hypothecation on the ownership of apartment building units gives a special position to creditors, and with the issuance of the Certificate of Hypothecation with executorial power, when the debtors breach the contract, execution is done with parate executie, without the aid of the Court or by requesting to the Auction Hall to auction in order to pay off the debt. The process of giving Hypothecation on the ownership of apartment building units should be discussed deeply in UURS (Law on Apartment Buildings) as the broad understanding so that the correlation between the ownership of apartment buildings and the buildings of the apartment which is followed by the facility in the implementation of the execution.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, yang mana berbagai kebutuhan tersebut merupakan penunjang kehidupan bagi tiap-tiap individu agar kualitas hidup semakin meningkat. Bentuk peningkatan kualitas hidup manusia salah satunya adalah dengan dilakukannya Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional.

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Maka dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar.

Meningkatnya kegiatan pembangunan, mengakibatkan meningkat pula keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang


(21)

kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.1 Perlindungan tersebut diperlukan demi terciptanya rasa aman dan rasa saling percaya satu sama lain di antara pemberi maupun penerima kredit dan semua pihak yang berkepentingan dalam melakukan berbagai kegiatan dibidang perkreditan.

Hak-hak jaminan atau yang disebut dengan istilahzekerheidsrechten,tersebut adalah hak atas penjaminan terpenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Hal itulah yang menjadi penyebab hukum jaminan dan hukum benda sangat erat kaitannya, yang mana bahkan dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) sudah lebih dahulu mengatur secara nasional tentang sebagian dari hukum benda itu yaitu hukum tanah.2

Tujuan hak jaminan yang dimiliki adalah untuk mengatur keseimbangan posisi kedua belah pihak antara pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (debitor) didalam suatu perhubungan hukum hak-hak jaminan yang dimaksudkan sebagai usaha pengamanan dibidang perkreditan. Maka dari itu, lembaga hak jaminan mempunyai tugas yaitu untuk memperlancar dan mengamankan pemberian kredit guna mewujudkan suatu jaminan ideal yaitu suatu jaminan yang dapat secara mudah

1C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil,Pokok-pokok Hukum Hak Tanggungan atas Tanah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, Cetakan ke-1, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 4.

2 Rachmadi Usman, Pasal-pasal tentang Hak Tanggungan atas Tanah, Cetakan ke-1,


(22)

membantu memperoleh kredit oleh pihak yang memerlukan, dan memberikan kepastian bagi pemberi kredit bahwa barang jaminan tersebut sewaktu-waktu dapat dieksekusi apabila diperlukan untuk melunasi utang pihak debitor.3

Lembaga hak jaminan yang membebani tanah sebagaimana dimaksud diatas, menurut UUPA adalah Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), terbit pada tanggal 9 April 1966, sebagai realisasi dari Pasal 51 UUPA.4

Adapun didalam UUHT Pasal 29 disebutkan bahwa:

“Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband

sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.”

Ketentuan mengenai Credietverband dan Hypotheek tesebut dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang terjadi dalam bidang perkreditan, dikarenakan pada saat itu ketentuan-ketentuan yang mengatur jaminan selama ini bersifat dualisme, yang mana sebahagian tunduk kepada Hukum Perdata Barat yang berbau hukum kolonial dan tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia,

3 Ibid,hal. 25.

4 Mariam Darus Badrulzaman, Serial Hukum Perdata Buku Kedua Kompilasi Hukum Jaminan, Cetakan ke-2, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2009), hal. 9.


(23)

dan sebahagian tunduk kepada UUPA tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang berasal dari hukum adat. Hal itu mengakibatkan ketidakpastian hukum yang pada gilirannya tidak dapat memberi perlindungan kepada pemberi pinjaman maupun kepada penerima pinjaman secara seimbang. Meskipun demikian, dengan berlakunya UUHT tidak semua ketentuan-ketentuan tentang hypotheek yang bersumber pada hukum kolonial dicabut atau dinyatakan tidak berlaku lagi, seperti beberapa ketentuan hypotheek mengenai kapal laut, pesawat udara dan lain-lain masih menggunakan ketentuan lama yang diatur dalam Buku II KUHPerdata Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 dan Pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).5

Setelah pencabutan kedua ketentuan tersebut, maka Hak Tanggungan dapat dikatakan sebagai produk hukum yang meniadakan pluralisme lembaga jaminan yang sebelumnya ada dan berlaku di Indonesia, yang mana kondisi lembaga jaminan sebelum diterbitkannya UUHT tersebut masih diliputi adanya ketidakpastian lembaga jaminan disebabkan aturan dasar pemberlakuan lembaga jaminan khususnya untuk hipotek yang masih harus mengacu pada ketentuan Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), sementara untuk lembaga jaminan lainnya dapat dikatakan tidak mempunyai landasan hukum yang kuat dan bersifat situasional,

5 Hasan Basri Pane, Makalah Implementasi Hak Tanggungan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, 20 Mei 1996, hal. 2.


(24)

sehingga tidak mengherankan jika dalam praktik penerapan lembaga jaminan menimbulkan kerancuan dan keanekaragaman bentuk.6

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 UUHT:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”

Pada dasarnya, Hak Tanggungan merupakan suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, berupa objek atau jaminan yaitu hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.7 Subjek Hukum Hak Tanggungan pada Pasal 8 dan 9 UUHT yaitu mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan Hak Tanggungan, dalam hal ini terdiri atas pihak pemberi dan pemegang hak tanggungan, karena pada prinsipnya pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan tersebut yang dibebankan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.8

Adapun di dalam Pasal 51 UUPA, hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan atau disebut objek Hak Tanggungan

6 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Cetakan ke-1, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2013), hal. 114.

7Hasan Basri Pane,Op. Cit,hal. 13. 8Rachmadi Usman, Op. Cit,hal. 102.


(25)

hanyalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar sebagai syarat publisitas dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan agar mudah pelaksanaan pelunasannya. Adapun yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA.9

Menurut Pasal 4 dan Pasal 27 UUHT pembagian objek Hak Tanggungan terdiri dari:10

1. Hak Milik; 2. Hak Guna Usaha; 3. Hak Guna Bangunan;

4. Hak Pakai atas tanah Negara, yaitu Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan;

5. Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah;

6. Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun;

7. dan Hak atas tanah berikut atau tidak berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Berdasarkan pembagian objek Hak Tanggungan tersebut, salah satu kebijaksanaan yang ingin diwujudkan dalam ketentuan UUHT adalah penyesuaian lingkup Objek Hak Tanggungan dengan keperluan dalam praktek dan perkembangan hukum tanah nasional, yang mana bahwa objek Hak Tanggungan dapat meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan kesatuan dengan tanah.

Meskipun pada dasarnya Hak Tanggungan itu diberikan terhadap sebidang tanah, yang mana hal ini sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang dianut hukum

9C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil,Op. Cit, hal. 24. 10Ibid


(26)

tanah nasional dan berdasarkan juga terhadap hukum adat, namun kenyataannya diatas tanah yang bersangkutan seringkali terdapat benda berupa bangunan, tanaman, maupun hasil karya lain yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Benda-benda tersebut dalam praktek juga diterima sebagai jaminan kredit bersama-sama dengan tanah yang bersangkutan, dan bahkan hampir tidak ada pemberian Hak Tanggungan yang hanya mengenai tanahnya saja, sedangkan diatas tanah tersebut terdapat bangunan.11

Rumah susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun seperti halnya didalam Pasal 27 UUHT tersebut diatas, kemudian diketahui sebagai salah satu dari objek Hak Tanggungan, yang mana pengaturan dan ketentuan mengenai rumah susun ini pertama sekali muncul adalah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun pada tanggal 31 Desember 1985.

Pengaturan mengenai rumah susun kemudian diadakan pembaharuan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun pada tanggal 10 November 2011 yang selanjutnya disebut dengan UURS Nomor 20 Tahun 2011 atau UURS yang baru.

Pengertian mengenai rumah susun dan satuan rumah susun terdapat dalam pasal 1 ayat (1) dan ayat (3) UURS Nomor 20 Tahun 2011 yaitu untuk rumah susun adalah:

“Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam 11H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Cetakan ke-1, (Bandung : P.T. Citra


(27)

arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.” Sedangkan untuk pengertian mengenai satuan rumah susun yang selanjutnya disebut sarusun adalah “Unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.”

Pada saat UURS Nomor 16 Tahun 1985 masih berlaku, telah ditetapkan status hak yang baru terhadap pemilikan rumah susun yakni kepada penghuni diberikan Hak Milik Satuan Rumah Susun. Kedudukan dari hak tersebut sama dengan hak-hak atas tanah yang dikenal dalam UUPA yang mana ditandai dengan ketentuan dalam pendaftaran tanahnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang selalu menyebutkan hak atas tanah dengan Hak Milik Satuan Rumah Susun tersebut bersama-sama dalam satu tarikan nafas.12

Hak Milik Satuan Rumah Susun (HM Sarusun) bersifat simultan atau bersamaan, yang terhadapnya mengandung hak perseorangan dan hak bersama, namun paduan keduanya tetaplah memiliki pembatasan wewenang secara jelas. Hal tersebut dikarenakan inti sistem rumah susun adalah kepemilikan secara bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik yang berdiri diatasnya. Pasal 46 ayat (1) UURS yang baru menyebutkan bahwa “Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”


(28)

Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai dengan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UURS yang baru, sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun diterbitkan sertipikat hak milik sarusun yang diterbitkan oleh Kantor Pertahanhan Kabupaten/Kota setempat sebagai bukti kepemilikan atas Sarusun yang padanya dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.13

Pemberian Hak Tanggungan dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUHT dapat dilakukan oleh “Orang perseorangan atau badan hukum yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan”.

Prosedur pemberian Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT, diketahui bahwa:

“Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.” Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa terjadinya pemberian Hak Tanggungan ditandai dengan adanya suatu perjanjian yang mendahuluinya itu berupa perjanjian pokok, sesuai dengan sifat accesoir Hak Tanggungan, sebab perjanjian


(29)

Hak Tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok yang mendahului sebelumnya.14

Adapun pasal 10 ayat (2) UUHT menyebutkan mengenai proses “Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan atau kemudian disebut dengan APHT ini haruslah dihadiri oleh pihak pemberi Hak Tanggungan, yang mana apabila tidak dapat hadir, maka dapat menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau kemudian disebut dengan SKMHT yang berbentuk akta otentik baik yang dibuat dihadapan Notaris maupun PPAT sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUHT.15

Berbagai proses pendaftaran dalam pemberian Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan diatas apabila keseluruhannya telah terpenuhi maka kemudian Kantor Pertanahan akan menerbitkan tanda bukti adanya Hak Tanggungan berupa sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUHT, yang mana sertifikat tersebut memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga karenanya mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas

14Ibid., hal. 120. 15Ibid.


(30)

tanah. Ketentuan ini dimaksud untuk menegaskan kalau Kantor Pertanahan yang berwenang membuat “titel eksekutorial” dan hal tersebut tidak dicantumkan pada APHT, tetapi terdapat pada sertifikat Hak Tanggungan.16

Pencantuman irah-irah pada sertifikat Hak Tanggungan tersebut menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat tersebut sehingga apabila debitor cidera janji, terhadap tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan tersebut dapat dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan hukum acara perdata.17

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, agar lebih mengetahui secara jelas dan tepat mengenai pemberian Hak tanggungan atas hak milik satuan rumah susun dan kaitannya dengan bangunan rumah susun tersebut sebagai satu kesatuan sampai dengan proses eksekusi terhadap satuan rumah susun tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul: “Analisis Yuridis Pemberian Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

16Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 115. 17Ibid.


(31)

1. Bagaimana pengaturan dan proses pemberian jaminan hutang dengan hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

2. Bagaimana hubungan antara hak milik Satuan Rumah Susun sebagai objek Hak Tanggungan terhadap Hak atas Tanah dimana bangunan Rumah Susun tersebut berdiri.

3. Bagaimana eksekusi hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun apabila salah satu pihak cidera janji.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaturan dan proses pemberian jaminan hutang dengan hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

2. Untuk mengetahui hubungan antara hak milik Satuan Rumah Susun sebagai objek Hak Tanggungan terhadap Hak atas Tanah dimana bangunan Rumah Susun tersebut berdiri.

3. Untuk mengetahui eksekusi hak tanggungan atas hak milik Satuan Rumah Susun apabila salah satu pihak cidera janji.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis antara lain:


(32)

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum jaminan, baik dari segi perundangannya maupun dari segi penerapannya khususnya tentang pemberian jaminan Hak tanggungan pada tanah dan bangunan khususnya pada Hak Milik Satuan Rumah Susun, serta menambah khasanah kepustakaan dalam bidang Hak atas Tanah Satuan Rumah Susun.

2. Secara Praktis

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum dibidang pertanahan khususnya yang berkaitan dengan pemberian Hak Tanggungan pada Hak Milik Satuan Rumah Susun serta dapat memberikan informasi dan pendapat yuridis kepada berbagai pihak khususnya instansi Badan Pertanahan Nasional guna menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk mencegah masalah yang dapat timbul berkaitan dengan pemberian Hak Tanggungan pada hak Milik Satuan Rumah Susun tersebut serta berbagai antisipasi dan tindakan yang dapat diambil jika terjadi hambatan dalam pelaksanaannya.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran dan inventarisasi yang telah dilakukan sebelumnya di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Penelitian tentang “Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011” merupakan hal yang baru dan


(33)

asli, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademik. Dan juga terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun penelitian terkait dengan Hak Tanggungan atas tanah dan bangunan yaitu :

1. Dian Wayu Madina, Nim 017011014, mahasiswa program studi kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul “Pemberian Kredit Perbankan Melalui Lembaga Hak Tanggungan dengan Tanah dan Bangunan sebagai Jaminan” dengan Perumusan Masalah sebagai berikut: a) Perlindungan Hukum dalam Hal Pengembalian Hutang Debitur kepada

Kreditur (Bank) sehubungan dengan Keberadaan UUHT.

b) UUHT dijadikan sebagai landasan hukum bagi pemberian kredit perbankan bila terjadi suatuwanprestasi.

c) Titel Eksekutorial Sertipikat Hak Tanggungan yang memuat Irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUHT.

d) Roya parsial atau roya sebagian terhadap beberapa jaminan yang diikat dengan menggunakan 1 (satu) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). 2. Lidya Merlin Sigalingging, Mahasiswa program studi Kenotariatan, Program

Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2005, dengan judul ”Perjanjian Jual Beli Rumah Susun Dengan Penyerahan Penggunaan Bersama atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit dengan perumusan masalah sebagai berikut : a) Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pemberian kredit rumah susun.


(34)

b) Tindakan-tindakan apakah yang dapat dilakukan pihak bank apabila debitur wanprestasi.

c) Apakah perjanjian pendahuluan jual beli rumah susun merupakan perjanjian baku.

3. Cherie, Nim 087011139, Mahasiswa program studi kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul “Kedudukan Hak Tanggungan terhadap Peningkatan Hak Guna Bangunan atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggungan” dengan Perumusan Masalah sebagai berikut:

a) Kedudukan Hak Tanggungan terhadap Peningkatan Hak Guna Bangunan atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani hak tanggungan.

b) Pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal yang dibebani dengan Hak Tanggungan menjadi Hak Milik tersebut oleh aparatur terkait di Kantor Badan Pertanahan Medan.

c) Hambatan dalam Pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik dan Dampaknya bagi pihak Bank.

Apabila dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya terlihat perbedaan titik tolak dari sudut pandang penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yang mana pembahasannya pun akan berbeda pula, baik dari segi materi, maupun objek penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,


(35)

rasional, objektif dan terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait den gan data dan analisis dalam penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Pada dasarnya Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.18Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.19Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori positivisme yang menyatakan bahwa perlu pemisahan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya). Teori positivisme mengidentikkan hukum dengan undang-undang, dan satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.

Hukum adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa terwujud konkrit. Hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.20 Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers adalah hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab

18W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), hal. 2.

19 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta:

IND-HILL-CO, 1990), hal. 67.

20 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja


(36)

kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat tata hukum itu boleh dilepaskan.21

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo juga menyatakan bahwa tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mantaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat“Lex dura, set tamen scripta”(undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).22

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.23 Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting. Teori hukum sebagai suatu landasan, tugasnya adalah untuk: “Menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang paling dalam, dan dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”24

21Theo Huijbers,Filsafat Dalam Lintas Sejarah,(Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal. 163. 22Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988),

hal. 58.

23Soerjono Soekanto,Op. Cit, hal.6. 24W.Friedmann,Loc. Cit.


(37)

Adapun mengenai pengaturan hak tanggungan, perlu diketahui dahulu tentang hak jaminan yang terdapat didalamnya. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata, “Segala harta kebendaan seseorang yang menjaminkan sesuatu kepada pihak lain, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya.”

Hak jaminan tersebut kemudian diketahui sebagai bagian dari Hak Tanggungan yaitu terlihat pada definisi Hak Tanggungan pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah yang memuat unsur pokok yang mana Hak Tanggungan merupakan hak jaminan untuk pelunasan utang.

Pengaturan mengenai Hak Tanggungan ini kemudian dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang mana pengaturan mengenai pemberian Hak Tanggungan disesuaikan dengan ketentuan yang ada didalam Undang-undang rumah susun tersebut agar tetap terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sesuai perintah hukum positivisme bahwa hukum adalah suatu perintah yang berbentuk peraturan perundangan-undangan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.


(38)

Kerangka konseptual pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak. Namun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencakup definisi-definisi operasional. Definisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti dari sebuah kata.25

Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.26 Konsepsi juga diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit. Definisi operasional penting untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.27

Seperti juga dalam artinya sebagai “pengetahuan” tersebut di atas, maka untuk bisa mempunyai arti yang demikian itu, konsep harus bisa dikembalikan kepada empiris atau pengalaman. Pengembalian kepada pengalaman ini merupakan ujian terhadap kebenaran dan konsep tersebut.28 yang dimaksud dengan:

25Soerjono Soekanto,Op. Cit,hal.132.

26 Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Cetakan ke-1, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1998), hal. 28.

27Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia (Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dalam Perjanjian di Sumatera Utara),(Disertasi, PPS/USU, Medan, 2002), hal. 35.


(39)

a. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.29

b. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan untuk itu dengan mengingat fungsi sosial atas tanah.30

c. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat di miliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.31

29 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan,

Cetakan ke-3, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 13.

30Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis,Op. Cit., hal. 19.

31Oloan Sitorus dan Balans Sebayang,Kondominium dan Permasalahannya, (Yogyakarta :


(40)

d. Satuan Rumah Susun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.32

G. Metode Penelitian

Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian hukum adalah kaedah, norma atau Das Sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta atau Das Sein. Deskriptif artinya mampu memberi gambaran secara jelas dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti. Analisis artinya menganalisis secara teliti permasalahan berdasarkan gambaran dan fakta sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan tinjauan yuridis mengenai pemberian hak tanggungan pada hak milik satuan rumah susun berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun.“Metodologi” berasal dari kata“Metode”yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan“logos”yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.33

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu bahwa penelitian dilakukan dengan menganalisis

32Ibid., hal. 19.

33Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi,Metode Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002),


(41)

untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukannya34 yaitu dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran mengenai pemberian hak tanggungan atas hak milik satuan rumah susun.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum pertanahan di Indonesia yang dikaitkan dengan hukum jaminan, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum yang kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoretis).35

2. Sumber Data

Penelitian normatif ini dilakukan dengan batasan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu berupa data sekunder. Data sekunder bertujuan untuk mencari data awal atau informasi, mendapatkan landasan teori atau landasan hukum, dan untuk mendapatkan batasan, defenisi dan arti dari suatu istilah. Data sekunder yang digunakan berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya, terdiri dari:

a) bahan hukum primer, b) bahan hukum sekunder, dan

34Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Op. Cit,hal. 183. 35Ibid,hal. 34.


(42)

c) bahan hukum tertier.

Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah yaitu berupa norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan dan bahan hukum dari zaman penjajahan hingga kini masih berlaku. Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang isinya membahas bahan-bahan hukum primer yaitu berupa buku, makalah, artikel, karya tulis, dan hasil penelitian di bidang hukum. Sedangkan bahan hukum tertier merupakan bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, buku pegangan, atau berbagai bahan acuan dan rujukan lainnya.36

3. Tehnik Pengumpulan Data

Adapun untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, yaitu dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa bahan-bahan hukum. Pada metode penelitian kepustakaan, data-data yang diperoleh yaitu dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis berupa buku-buku, makalah-makalah, peraturan-peraturan dan berbagai hal-hal yang berhubungan dengan objek pembahasan penelitian ini.37

4. Analisis Data

Adapun didalam penelitian hukum normative, maka analisis data pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan

36Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum,Cetakan ke-1, (Jakarta : P.T. Rineka Cipta,

1996), hal. 163.


(43)

hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan penyusunan penelitian.38 Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif. Analisis data dilakukan setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sehingga memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.39

38 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,

1984), hal. 251.

39Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan ke-I,


(44)

BAB II

PENGATURAN DAN PROSES PEMBERIAN JAMINAN HUTANG DENGAN HAK TANGGUNGAN ATAS HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

RUMAH SUSUN

A. Ruang Lingkup Rumah Susun dan Satuan Rumah Susun 1. Sejarah Perkembangan Rumah Susun

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Adapun salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.40

Pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah yang menyangkut aspek-aspek yang luas dibidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka memperkuat Ketahanan Nasional. Hal tersebut dikarenakan perumahan adalah masalah nasional yang bersinggungan langsung dengan seluruh wilayah tanah air terutama wilayah perkotaan yang berkembang pesat.41

40Herman Hermit, Komentar atas Undang-undang Rumah Susun (UU No. 16 Tahun 1985) Dalam Perspektif Isu-isu Strategis Periode 2007-2011,Cetakan ke-I, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 4.


(45)

Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bagian menimbang point c, bahwa:

“Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Pemerintah dalam melakukan berbagai upaya guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan, terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat dan tersedianya tanah sangat terbatas tersebut, kemudian dapat melaksanakan pembangunan perumahan dengan menggunakan sistem rumah susun yang merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan permukiman karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang terbuka dalam perkotaan dan mengurangin daerah kumuh.

Sistem pembangunan rumah susun dapat dikatakan bukan merupakan sesuatu yang baru lahir, hal ini dikarenakan pembangunan rumah susun sudah ada bahkan sejak ribuan tahun sebelum masehi, terutama pada masa-masa dimana telah mulai dikenal adanya hak milik pribadi, hak milik bersama dan pada saat masyarakat mulai mengenal perpaduan antara kedua hak milik tersebut.42

Suatu bukti bahwa sistem rumah susun sudah dikenal sejak dahulu yaitu terlihat pada bangsa Dravida yang berwilayah di daerah dataran tinggi Dekhan dan 42 A. Ridwan Halim, Hukum Kondominium dalam Tanya Jawab, Cetakan ke-1, (Jakarta :


(46)

sekitarnya. Bangsa Dravida sudah menerapkan sistem rumah susun tersebut, yaitu mereka membangun dua buah kota yakni Mohenjo daro dan Harapa dilembah sungai Lindus, jauh sebelum masuknya bangsa Aria yang mengembara dari asal mereka di Persia dan datang ke Hindustan pada sekitar tahun 1500 sebelum masehi ke daerah Dekhan tersebut.43

Berbagai reruntuhan kota serta fosil-fosil yang kemudian diketemukan membuat para ahli sejarah dan budayawan berpendapat bahwa bangsa Dravida ini sudah memiliki tingkat peradaban hidup yang tinggi pada zamannya dan kebudayaan mereka juga sudah sangat maju pada saat itu. Prasasti-prasasti yang bertuliskan

piktograf juga memperlihatkan bahwa salah satu cabang kebudayaan mereka yang paling pesat pada saat itu adalah kebudayaan dalam hal pembangunan.44

Kota Mohenjo Daro dan Harapa merupakan suatu bukti konkrit yang memperkuat kesimpulan mengenai eksistensi rumah susun. Kedua kota ini benar-benar dibangun sebagai kota-kota yang baik dengan sistem pembangunan yang teratur yakni adanya jalan yang lurus, pemukiman yang tertata dengan baik, bahkan dilengkapi dengan tempat hiburan dan pemandian umum yang dibangun dengan sangat indah di taman Mohenjo Daro. Adapun salah satu wujud tertatanya sistem permukiman itu adalah terdapat pembangunan gedung-gedung bertingkat yang

43

Ibid, hal. 183.


(47)

menjadi tempat tinggal, meskipun jumlah tingkat bangunan pada gedung tersebut masih sedikit dan sangat sederhana.45

Penemuan arsitektur yang menggambarkan munculnya pembangunan dengan sistem rumah susun kemudian di jumpai di Romawi Timur, yaitu mulai zaman kejayaan Bizantium sampai dengan jatuhnya Kota Istanbul ke tangan Bangsa Turki pada tahun 1453. Bangsa Turki sendiri dalam sejarah kebudayaannya ternyata banyak juga meresepsi pola-pola kebudayaan yang universal dari Negara Romawi yang berhasil ditundukannya itu, yaitu antara lain dalam hal kebudayaan mendirikan bangunan.46

Sejarah juga kemudian membuktikan bahwa Hukum Rumah Susun terus-menerus berkembang seiring dengan majunya pembangunan gedung-gedung bertingkat pada kelima benua di dunia, terutama Eropa dan Amerika yang sudah mengalaminya sejak awal dan lebih dahulu dari pada ketiga benua lainnya yang baru kemudian menyusul pula, dan secara implisit termasuk Negara kita yaitu Indonesia.47

Pertumbuhan dan perkembangan rumah susun yang terjadi diberbagai Negara tersebut pada dasarnya dikarenakan melihat bahwa terbatasnya ketersediaan tanah sebagai tempat mendirikan bangunan, sementara jumlah manusia yang mendiami dan mempergunakan tanah tersebut semakin bertambah. Adapun dalam kata lain bahwa terbatasnya benda pemenuh kebutuhan hidup manusia dibandingkan dengan jumlah kebutuhan yang terus berkembang.

45Ibid.

46Ibid, hal. 184. 47Ibid, hal. 186.


(48)

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menanggulanginya maka harus dengan cara dan metode tertentu. Seperti di Negara Australia misalnya, disamping dikenal cara pembagian tanah secara vertikal, di Negara tersebut juga menggunakan cara lain untuk membagi tanah yaitu secara horizontal. Adapun Undang-undang

Anglo-Australiamembagi secara horizontal yang mana ruang udara diatas tanah yang sebenarnya dibagi menjadi strata-horizontal, yaitu tingkat keatas dari suatu bangunan dan ruang udara didalamnya dapat dipisahkan dari tanah dimana bangunan itu berdiri dan dianggap sebagaireal property.48

Perkembangan mengenai pembangunan rumah susun juga terlihat di Inggris yaitu lahirnya istilah strata title dalam Undang-undang Inggris yang ada sejak pertengahan pertama abad ke-17.49 Adapun berdasarkan hal tersebut dan dengan berbagai perkembangan yang terjadi, akan semakin terlihat adanya eksistensi rumah susun ditengah-tengah kehidupan dan dengan mengenal pembangunan dengan sistem rumah susun tersebut berbagai manfaat kemudian dapat diambil baik bagi individu maupun kelompok masyarakat diberbagai Negara.

2. Undang-Undang Tentang Rumah Susun

Perkotaan adalah merupakan daerah dimana tingkat kebutuhan akan adanya ruang, sangatlah tinggi. Konsep ruang yang ada, baik hunian ataupun komersial secara tata pertanahan yang ada dimasyarakat dirasakan kurang efisien, dan akibatnya kota dengan luas tanah yang terbatas tidak dapat menanggulangi hal tersebut. Sebagai

48Oloan Sitorus dan Balans Sebayang,Op. Cit, hal. 6. 49Ibid, hal. 7.


(49)

tindakan untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka dibutuhkan adanya aturan yang jelas untuk merangsang pembangunan rumah susun dengan segera, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian khususnya didaerah perkotaan.

Suatu ketentuan dan aturan tentang rumah susun tidaklah muncul secara tiba-tiba. Hal tersebut selain diperoleh melalui proses pemikiran yang panjang dan mendalam, juga merupakan suatu perkembangan idealisme yang terdapat dan diperoleh dari berbagai peraturan perundangan yang telah ada sebelumnya sebagai pelopor berbagai ketentuan yang akan dibentuk kemudian.

Pada awalnya, hal yang menjadi latar belakangnya adalah timbul dari suatu kebutuhan untuk mengakomodir pemilikan atas tanah bersama. Adapun dengan adanya kebutuhan itu, maka diterbitkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975 tentang Pendaftaran Hak atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-bagian Bangunan yang ada di atasnya serta Penerbitan Sertipikatnya.50

Peraturan tersebut memuat ketentuan bahwa hak atas tanah bersama didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam beberapa buku tanah sesuai dengan jumlah pemegang hak atas tanah bersama, yang artinya bahwa pada masing-masing pemegang hak atas tanah bersama dapat diberikan sertifikat hak atas tanah bersama. Adapun jika diatas

50 Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Cetakan ke-1, (Jakarta : Sinar


(50)

tanah bersama tersebut terdapat bangunan, maka pada tiap pemilik bagian bangunan tersebut juga dapat memperoleh sertipikat hak atas tanah bersama.51

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975 kemudian direvisi oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1977, yang memuat ketentuan bahwa hak atas tanah bersama didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam satu buku tanah, dan buku tanah ini lalu dapat dibuatkan beberapa salinannya untuk dilampirkan pada sertipikat hak atas tanah bersama, untuk diberikan kepada para pemegang hak atas tanah bersama.52

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1977 selanjutnya mengalami revisi kembali dan menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983, yang memuat ketentuan tentang:

a) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah bagi pemilikan tanah bersama;

b) Salinan Izin Mendirikan Bangungan (IMB) bagi pembangunan rumah susun; c) Bangunan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah bersama;

d) Bangunan telah selesai dibangun; e) Defenisi bangunan bertingkat;

f) Salinan gambar denah bagian-bagian bangunan;

g) Salinan gambar denah tiap pemegang hak atas tanah bersama; dan

h) Pernyataan tertulis mengenai besarnya bagian tiap pemegang hak atas tanah bersama.

51Ibid, hal. 154. 52Ibid, hal. 155.


(51)

Adapun setelah perubahan tersebut diatas, kemudian pada akhirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983 direvisi substansinya dan ditingkatkan bentuk produk perundangannya dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, yang mana merupakan suatu landasan awal yang dijadikan dasar pembangunan perumahan dengan sistem rumah susun.53

Pada saat sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun atau kemudian disebut juga dengan UURS yang pertama ini, di Indonesia belum terdapat suatu produk hukum tertentu yang mengatur dan menaungi mengenai pengaturan rumah susun dan kepemilikan atas satuan rumah susun. Hal tersebut juga terlihat pada Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) yang lahir 25 tahun sebelum lahirnya UURS yang pertama ini, yang mana belum juga memperlihatkan isyarat akan adanya konsep pemilikan atas satuan rumah susun maupun hak bersama atas tanah dan bagian ataupun benda yang melekat pada bangunan gedung rumah susun tersebut.54

Pengaturan mengenai UURS yang pertama ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1985, yang mana memantapkan mengenai tata aturan hukum terhadap hal-hal yang berkaitan dengan rumah susun. Adapun sebagai pendukung dan tindak lanjut mengenai pokok-pokok pikiran yang terdapat didalam Undang-undang tersebut,

53Ibid.


(52)

kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 atau yang kemudian disebut dengan PP Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.55

Latar belakang ataupun alasan dikeluarkannya UURS yang pertama ini apabila kita lihat didalam bagian penjelasan Undang-undang tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal, yang dalam hal ini berupa rumah susun. Hal ini berarti disamping dari segi semakin sedikitnya ketersediaan tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal, tetapi juga dari segi aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal juga merupakan latar belakang pemikiran yang penting bagi dikeluarkannya UURS ini.

Kebutuhan akan rumah susun pada awalnya dipergunakan untuk tempat hunian dan tempat tinggal, yang mana hal tersebut pada saat ini seiring dengan perkembangan jaman, maka kebutuhan akan rumah susun kemudian menjadi bukan hanya sebagai hunian melainkan dapat dipergunakan untuk hal-hal lain misalnya untuk perkantoran, pertokoan maupun pusat perbelanjaan. Terhadap hal tersebut, UURS yang pertama ini bersifat fleksible dan tetap berlaku walaupun rumah susun tersebut dipergunakan untuk tempat tinggal maupun untuk kegunaan yang lain.56

Menanggapi hal itu, Boedi Harsono berpendapat bahwa:

“Walaupun tujuan utama diterbitkannya Undang-undang Rumah Susun adalah untuk memberikan landasan hukum bagi pembangunan gedung bertingkat dengan bagian-bagiannya untuk dihuni, terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah, namun ketentuan-ketentuannya dengan penyesuaian-55Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 185.


(53)

penyesuaian seperlunya, menurut Pasal 24 dapat diberlakukan juga untuk bangunan-bangunan bagi keperluan lain seperti perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya.”57

Sehubungan dengan hal tersebut, sudah sepantasnya apabila UURS yang pertama ini patut dihargai sebagai peletak dasar hukum bagi semua jenis dan berbagai macam model bangungan gedung bertingkat tinggi dengan fungsi sebagai hunian. Hal tersebut seperti tertera dalam penjelasan umum UURS yang pertama ini yaitu58:

“Dengan Undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi:

a) Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah;

b) Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun; c) Hak bersama atas benda-benda;

d) Hak bersama atas tanah; yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.”

Seiring dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat yaitu tuntutan pembangunan dan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, terutama untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban negara dalam penyelenggaraan rumah susun, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 atau UURS yang pertama ini dipandang tidak memadai lagi dan perlu adanya penyempurnaan terhadapnya dan hal itu juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Perumahan

57Boedi Harsono,Beberapa Analisa tentang Hukum Agraria, Cetakan ke-1, (Jakarta : “ESA”

Study Club, 1979), hal. 3.


(54)

yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur tersendiri dengan Undang-undang.59

Sebagai tindakan untuk memenuhi tuntutan dan instruksi diatas, maka kemudian diterbitkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun yang ditetapkan pada tanggal 10 Nopember 2011 yang selanjutnya akan disebut sebagai UURS yang baru sebagai penyempurnaan produk hukum untuk mengatur tentang pengaturan penyelenggaraan rumah susun secara menyeluruh.

3. Pengertian, Asas, dan Tujuan Rumah Susun

Pada pembahasan mengenai rumah susun ini, sebaiknya diketahui dan dimengerti terlebih dahulu pengertian maupun defenisi mengenai rumah susun itu sendiri agar memudahkan pemahaman mengenai hal tersebut. Adapun diperlukannya pemahaman lebih lanjut karena banyaknya istilah tentang rumah susun ini yang mana dalam kesehariannya sering ada kesamaan diantaranya.

Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional menyatakan bahwa istilah rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata condominium, flat

atau apartement. Istilah tersebut digunakan berdasarkan sistem hukum tiap Negara masing-masing, misalnya di Amerika yang menggunakan istilah condominium yaitu

co berarti bersama-sama, dan dominium yang berarti pemilikan, di Inggris yang menggunakan istilah joint property, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilahstrata title.60

59Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Op. Cit, hal. 54. 60Oloan Sitorus dan Balans Sebayang,Op. Cit, hal. 8.


(55)

Pengertian dari Condominium adalah suatu bentuk pemanfaatan perumahan dimana bagian tertentu seperti kamar atau ruangan yang dimiliki secara pribadi sementara penggunaan dan akses ke fasilitas seperti lorong, sistem pemanas, elevator, eksterior berada di bawah hukum yang dihubungkan dengan kepemilikan pribadi dan di awasi oleh asosiasi pemilik yang menggambarkan kepemilikan seluruh bagian.61

Berdasarkan perkembangannya, condominium menunjuk kepada bangunan-bangunan yang terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang dapat digunakan atau dihuni secara terpisah. Bagian-bagian yang merupakan kesatuan dan dapat digunakan atau dihuni secara terpisah disebut sebagai apartemen.62

Pengertian dari strata titleadalah suatu sistem yang mengatur tentang bagian tanah yang terdiri dari lapisan-lapisan atau strata yaitu lapisan bawah dan atas, dengan mana lapisan-lapisan tersebut dapat diartikan sebagai:63 “Setiap bagian dari tanah yang terdiri dari ruang bentuk apapun didalamnya, di permukaan atau diatas permukaan tanah, merupakan suatu dimensi yang digambarkan.”

Sebagai pemilikan atas satuan ruang dalam bangunan gedung bertingkat,

strata titledimungkinkan untuk diterapkan di Negara yang menganut asas perlekatan (accessie/natrekking) yaitu asas dimana tanah adalah permukaan bumi dan apa yang ada diatas serta dibawahnya merupakan satu kesatuan. Maka rumah susun disini

61Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 138. 62Ibid, hal. 139.

63 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Cetakan ke-1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 342.


(56)

berupa ruang yang berada diatas, dipermukaan dan dibawah tanah, dengan udara diatas permukaan yang dapat dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan (strata), dan diatas udara terdapat hak untuk membangun (title), dan dimiliki oleh masing-masing individu disetiap lapisannya.64

Istilah-istilah tersebut kemudian dipersatukan agar lebih mudah dimengerti yang mana dalam bahasa hukum kesemuanya tetap disebut dengan istilah rumah susun dikarenakan mengacu kepada Undang-undang Rumah Susun itu sendiri baik UURS yang pertama maupun UURS yang baru. Terminologi hukum yang mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung pemilikan perseorangan dan hak bersama memang sebaiknya lebih konsisten dalam hal istilah, karena diketahui bahwa semua istilah hukum disuatu negara selalu bersifat nasional.65 Pengertian tentang rumah susun seperti yang tertera dalam UURS yang pertama dan kemudian disempurnakan dengan UURS yang baru pada Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Rumah Susun adalah:

“Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”

Pengertian tersebut menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam UURS ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi bangunan bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak

64Oloan Sitorus dan Balans Sebayang,Op. Cit, hal. 10. 65Ibid, hal. 8.


(57)

bersama, yang penggunaannya untuk satu kesatuan sistem pembangunan. Hal tersebut menegaskan bahwa tidak semua bangunan gedung bertingkat itu dapat disebut rumah susun, tetapi setiap rumah susun adalah berupa bangunan bertingkat.66

Adapun dalam pembangunan rumah susun, dilaksanakan dengan berdasarkan asas atau landasan tertentu, agar rumah susun tersebut bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengannya. Landasan ataupun asas dari pembangunan suatu rumah susun terdiri dari berbagai macam seperti terdapat dalam Pasal 2 UURS, yaitu:

a) “Asas kesejahteraan

b) Asas keadilan dan pemerataan c) Asas kenasionalan

d) Asas keefisienan dan kemanfaatan e) Asas keterjangkauan dan kemudahan f) Asas kemandirian dan kebersamaan g) Asas kemitraan

h) Asas keserasian dan keseimbangan i) Asas keterpaduan

j) Asas kesehatan

k) Asas kelestarian dan keberlanjutan; dan

l) Asas keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan”

Pembagian asas tersebut dimaksudkan sebagai landasan pada pembangunan rumah susun, yaitu yang dapat memberikan kesejahteraan, keadilan yang merata, mengedepankan kepentingan nasional, dengan sistem yang efisien dan bermanfaat, terjangkau dan memberikan kemudahan bagi seluruh lapisan masyarakat secara mandiri maupun kebersamaan berdasarkan prinsip kemitraan yang serasi dan seimbang, terpadu dan mengedepankan kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan agar terciptanya keselamatan, keamanan, ketertiban dan keteraturan.


(58)

Landasan ataupun asas-asas pada pembangunan rumah susun yang telah dijelaskan tersebut diharapkan kedepannya akan dapat mewujudkan berbagai tujuan dan berbagai manfaat, yang mana tercantum dalam Pasal 3 UURS yang baru, yaitu diselenggarakan untuk:

a) “Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

b) Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

c) Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik dikawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan.

d) Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.

e) Menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial dan budaya; dan

f) Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu dan berkelanjutan.”

Berdasarkan Pendapat dari Arie Hutaggalung, suatu tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan rumah susun adalah67:

a) Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat

b) Untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang c) Untuk meremajakan daerah-daerah kumuh

d) Untuk mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan

e) Untuk mendorong pemukiman yang berkepadatan penduduk.

67Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, Cetakan ke-1, (Depok : Badan


(1)

3. Adapun sebaiknya Hakim atau Ketua Pengadilan Negeri lebih meningkatkan pelayanannya, yaitu dengan memberikan kemudahan bagi Kreditur dalam mengajukan permohonan Eksekusi Hak Tanggungan terhadap satuan rumah susun dengan syarat yang mudah, memberikan penerangan dan pengarahan kepada Kreditur selaku pemohon Eksekusi Hak Tanggungan, tentang manfaat dan keuntungannya memilih cara Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri dan tidak menunda Eksekusi Hak Tanggungan kecuali ada alasan hukum yang kuat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anshari, Tampil. Undang-undang Pokok Agraria dalam Bagan. 2001. Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat.

Ashshofa, Burhan.Metode Penelitian Hukum. 1996. Jakarta: P.T. Rineka Cipta. Badrulzaman, Mariam Darus.Serial Hukum Perdata Buku Kedua Kompilasi Hukum

Jaminan. 2009. Bandung: CV. Mandar Maju.

______. Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hypotheek serta Hambatan-Hambatannya dalam Praktek di Medan. 1991. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. 2007. Jakarta: Raja Grafindo.

Barata, Samadi Surya.Metodologi Penelitian.1998. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris.2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Effendi, Bachtiar. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya. 1993. Bandung : Alumni.

Erwiningsih, Winahyu. Prosedur Pendaftaran Tanah tentang Hak Milik, Hak Sewa, Hak Sewa Bangunan dan Hak Guna Bangunan. 2008. Jakarta : Rineka Cipta. Friedman,W.Teori dan Filsafat Umum. 1996. Jakarta: Raja Grafindo.

Gautama, Sudargo, Ellyda T. Soetiyarto. Komentar atas Peraturan-peraturan Pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria (1996). 1997. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Halim, A. Ridwan. Hak Milik, Kondominium dan Rumah Susun. 1990. Jakarta: Puncak Karma.


(3)

______.Hukum Kondominium dalam Tanya Jawab.1988. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hamzah, Andi, Wayan Suandra, dan B. A. Manalu.Dasar-dasar Hukum Perumahan.

1990. Jakarta: Rineka Cipta.

Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. 2009. Jakarta : Sinar Grafika.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. 2005. Jakarta : Djambatan.

Hasan, Djuhaendah.Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal.

1996. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hernoko, A. Yudha.Kumpulan Artikel Hukum Kontrak dan Hukum Jaminan. 2002. Surabaya: Universitas Airlangga.

Huijbers, Theo.Filsafat Dalam Lintas Sejarah.1982. Yogyakarta: Kanisius.

Hutagalung, Arie S. Kondominium dan Permasalahannya. 2007. Depok : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Kansil, C.S.T., Christine S.T. Kansil. Pokok-pokok Hukum Hak Tanggungan atas Tanah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996. 1997. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Lubis, Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis. Kepemilikan Properti Di Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing. 2013. Bandung : CV. Mandar Maju.

Mahadi.Falsafah Hukum Suatu Pengantar.1991. Bandung : Penerbit Alumni.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). 1988. Yogyakarta: Liberty.

Mukti, Affan. Pokok-pokok Bahasan Hukum Agraria. 2006. Medan: USU Press. Muljadi, Kartini, Gunawan Widjaja.Seri Hukum Harta Kekayaan: HakTanggungan.


(4)

Muljono, Eugenia Liliawati.Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan. 2003. Jakarta: Harvarindo.

Naja, H.R. Daeng. Hukum Kredit dan Bank Garansi. 2005. Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti.

Narbuko, Cholid, H. Abu Achmadi.Metode Penelitian. 2002. Jakarta: Bumi Aksara. Parlindungan, A.P.Komentar Undang-undang tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Berserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UU No. 4 Tahun 1996/9 April 1996/L.N. No. 42) & Sejarah Terbentuknya. 1996. Bandung: C.V. Mandar Maju.

Perangin, Effendi. Praktek Permohonan Hak Atas Tanah. 1991. Jakarta : CV. Rajawali Pers.

Purnomo, R. Serfianto Dibyo, Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiyani. Kitab Hukum Bisnis Properti. 2011. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Rahardjo, Satjipto.Ilmu Hukum. 2006. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Rasjidi, Lili, I.B. Wyasa Putra. Hukum Sebagai Suatu Sistem. 1993. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rasyid, Rustam Effendi.Pendaftaran Tanah dan PPAT, 2011. Jakarta : Total Media. Salindeho, John.Manusia, Tanah, Hak dan Hukum. 1994. Jakarta : Sinar Grafika. Santoso, Urip.Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah.2010. Jakarta : Kencana. Siregar, Tampil Anshari. Mempertahankan Hak Atas Tanah. 2005. Medan : Multi

Grafika.

Situmorang, Victor M, Cormentyna Sitanggang.Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi. 1993. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Sjahdeini, Sutan Remy. Hak Tanggungan: Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian mengenai Undang-undang Hak Tanggungan). 1999. Bandung: Penerbit Alumni.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. 1986. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

______. Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris. 1990. Jakarta: IND-HILL-CO.

Soepomo, R.Hukum Acara Pengadilan Negeri. 1993. Jakarta: Pradnya Pramita. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen.Hukum Perdata, Hukum Benda. 2000. Yogyakarta:

Liberty.

Subekti.Pokok-pokok Hukum Perdata. 1985. Jakarta: Intermasa.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), 2001. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Supriadi.Hukum Agraria. 2009. Jakarta : Sinar Grafika.

Sutedi, Adrian.Hukum Rumah Susun dan Apartemen.2010. Jakarta : Sinar Grafika. Syahrani, Riduan. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata. 2004. Bandung :

Alumni

Usman, Rachmadi.Pasal-pasal tentang Hak Tanggungan atas Tanah. 1999. Jakarta: Djambatan.

Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. 2006. Bogor : Ghalia Indonesia.

Yani, Ahmad, Gunawan Wijaya.Seri Hukum Bisnis/Jaminan Fidusia.2000. Jakarta: Radja Grailndo Perkasa.

B. Makalah

Kamello, Tan. Disertasi Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia (Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dalam Perjanjian di Sumatera Utara). PPS/USU. Medan. 2002.


(6)

Pane, Hasan Basri. Makalah Implementasi Hak Tanggungan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996. Medan. 20 Mei 1996.

C. Peraturan Perundang-undangan

Tim Merah Putih. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.2012. Yogyakarta : Tim New Merah Putih.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukinan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.