Tinjauan Yuridis terhadap Iktikad Baik Pengembang Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP IKTIKAD BAIK PENGEMBANG RUMAH SUSUN DALAM TINDAKAN HUKUM PEMESANAN RUMAH SUSUN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

ABSTRAK

Jual beli atas satuan rumah susun yang dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan semakin meningkat. Pelaksanaan jual beli satuan rumah susun yang seperti itu dilakukan dengan cara memesan terlebih dahulu atas unit yang akan dibeli. Kebijakan pemerintah yaitu pengembang harus memiliki persyaratan perizinan dalam pelaksanaan pemasaran dan pemesanan rumah susun, Pada praktiknya, ditemukan pengembang rumah susun yang belum memenuhi persyaratan perizinan tersebut. Hal ini jelas merugikan konsumen dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun dan diperlukan adanya perlindungan konsumen dalam pemasaran dan pemesanan rumah susun.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual dengan lebih mengacu pada bahan hukum primer (yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2010 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan bahan hukum sekunder. Data-data yang digunakan dianalisis cara analisis kualitatif dengan pola pikir logika deduktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa ketidaklengkapan peryaratan perizinan dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun merupakan indikasi informasi yang salah dan penyimpangan dari asas iktikad baik karena tidak sesuai dengan hak konsumen dan kewajiban pengembang seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Pengembang yang belum memenuhi persyaratan perizinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Rumah Susun mencerminkan bahwa sejak awal pihak pengembang tidak bersungguh-sungguh dalam menerapkan asas iktikad baik dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun. Perlindungan terhadap konsumen dalam hal tindakan hukum pemesanan rumah susun dilakukan berdasarkan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur, dan kewajiban pengembang untuk beriktikad baik dan memenuhi persyaratan perizinan. Konsumen yang merasa dirugikan dengan pihak pengembang selaku pelaku usaha, maka dapat menggugat pelaku usaha dengan menempuh cara penyelesaiannya melalui pengadilan atau di luar pengadilan.


(2)

JURIDICAL REVIEW ON DEVELOPER OF FLATS GOOD FAITH IN FLATS RESERVATION LEGAL ACTION LINKED WITH STATUTE NUMBER 8 OF 1999 REGARDING CONSUMER PROTECTION AND

STATUTE NUMBER 20 OF 2011 REGARDING FLATS

ABSTRACT

Trading over a unit of flats that have not yet done prior to construction of flats implemented increased. The implementation of trading a unit of flats is done by ordering in advance of units to be purchased. Developers must have the licensing requirements in the implementation of flats reservation. In practice, it was found the developer of flats which have not meet the licensing requirements. This is clearly detrimental to consumers in the legal action flats and reservations required for consumer protection in the marketing and booking flats.

This research uses juridical normative method, namely research focused on assessing the implementation of the rules or norms in positive law. The approach that was used in this research is the legislation approach and conceptual approach with more reference to primary legal materials (namely Statute Number 20 of 2010 regarding Flats, Statute Number 8 of 1999 regarding Consumer Protection, Statute Number 5 of 1960 regarding Basic Regulation of Agrarian, and the Code of Civil Law) and secondary legal materials. The used data were analyzed by means of qualitative with a logical deductive mindset, namely mindset to draw conclusions from a real individual cases into a general conclusion. The results of research conducted by the authors that the incompleteness of the licensing requirements in legal proceedings booking flats is an indication of misinformation and distortions of the principle of good faith because it does not comply with consumer rights and obligations of the developer as as stipulated in the Act of Consumer Protection.

Developers who do not meet licensing requirements as stipulated in the Law on Housing reflects that since the beginning of the developers are not serious in implementing the principle of good faith in the legal action reservations flats.. The consumer protection in terms of flats reservations legal action is made based on the right of consumers of correct, clear, and honest information, and the entrepreneurs obligation with good will and meet the licensing requirements. Consumers who feel aggrieved with developers as business doers, it can sue business operators by taking a resolution through the courts or outside of the court.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Pernyataan Keaslian ……… i

Pengesahan Pembimbing ……… ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian ………. iii

Persetujuan Revisi ……….. iv

Abstrak ……… v

Abstract ……… vi Kata Pengantar ……….. viii Daftar isi ………. xi BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Identifikasi Masalah ……… 12

C. Tujuan Penelitian ……… 12

D. Manfaat Penelitian ……….. 13

E. Kerangka Pemikiran ……… 14

F. Metode Penelitian ……… 24

G. Sistematika Penulisan ………. 29

BAB II TINJAUAN TERHADAP PRINSIP IKTIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH SUSUN ……….. 32


(4)

ii

A. PENGERTIAN DEVELOPER SEBAGAI PELAKU

USAHA YANG DIATUR DALAM TATA NIAGA ……… 32

1. Pengertian Umum dan Ruang Lingkup Developer Sebagai Pelaku Usaha ………... 32

2. Hak dan Kewajiban Developer ………. 35

B. TINJAUAN UMUM TENTANG IKTIKAD BAIK PELAKU USAHA YANG DIATUR DALAM TATA NIAGA ……… 41

1. Asas Iktikad Baik ………. 41

a. Pengertian Asas Iktikad Baik ……… 41

b. Fungsi Iktikad Baik dalam Kontrak ………. 45

2. Pelaksanaan Iktikad Baik dalam Kegiatan Bisnis ……… 47

3. Etika dan Sanksi Moral dalam Iktikad Baik ……… 51

C. TANGGUNG JAWAB HUKUM DEVELOPER SEBAGAI PELAKU USAHA DAN PERSYARATAN DALAM PEMESANAN SARUSUN ……… 55

1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun Sebagai Tanggung Jawab Developer ……… 55

2. Hak dan Kewajiban Pemesan ……….. 59

3. Hal yang Diperjanjikan dalam Pemasaran ……….. 62

D. PENGATURAN MENGENAI JUAL BELI RUMAH SUSUN DI INDONESIA ……….. 63

1. Berbagai Pengertian yang Terkait dengan Rumah Susun ………. 63

a. Rumah Susun dan Berbagai Macam Istilah Lainnya ……….. 63

b. Satuan Rumah Susun ……… 71

c. Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama ……….. 71


(5)

a. Tujuan Pembangunan Rumah Susun ……… 72 b. Asas Pembangunan Rumah Susun di

Indonesia ……….. 74

c. SBKBG sebagai Bukti Kepemilikan

Rumah Susun ……… 78

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TINDAKAN HUKUN DALAM PEMESANAN RUMAH

SUSUN ………. 86

A. TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAKAN HUKUM

DALAM PEMESANAN RUMAH SUSUN ……… 86

1. Tinjauan Umum Tentang Periklanan (Promosi) ……….. 86 2. Promosi atau Iklan Sebagai Bagian dari Tindakan

Hukum ……….. 88

3. Proses Pemasaran Sarusun Sebagai Bagaian dari

Tindakan Hukum ………. 91

B. PERIKATAN DALAM TINDAKAN HUKUM

PEMESANAN RUMAH SUSUN ……….. 95

1. Pengertian Perikatan padaUmumnya ……….. 95 2. Hunungan antara Perikatan dan Perjanjian ………. 99 3. Pejanjian dalam Pemesanan Rumah Susun

Sebagai Bentuk Perikatan antara Para Pihak ……….. 101

C. PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP

TINDAKAN HUKUM DALAM PEMESANAN

RUMAH SUSUN ………... 108

1. Pengertian Perlindungan Hukum ……… 108 2. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen ………. 112 3. Perlindungan Hukum terhadap Tindakan


(6)

iv

BAB IV ANALISIS MENGENAI IKTIKAD BAIK

DEVELOPER DALAM TINDAKAN HUKUM PEMESANAN

RUMAH SUSUN ………. 126

A. ANALISIS PERSYARATAN PEMBANGUNAN

RUMAH SUSUN DALAM TINDAKAN HUKUM

PEMESANAN RUMAH SUSUN ……… 126

1. Informasi Produk Sebagai Bagian Strategi Iklan

Yang Mendasari Munculnya Akibat Hukum ……… 126 2. Asas Iktikad Baik dalam Proses Pemesanan

Satuan Rumah Susun ……… 133

B. ANALISIS IMPLIKASI HUKUM JANJI

KEUNTUNGAN BOOKING DALAM TINDAKAN

HUKUM PEMESANAN RUMAH SUSUN ……… 137

1. Promosi Sebagai Tahap Pra Transaksi Rumah

Susun ………. 137

2. Booking Sebagai Bagian dari Kesepakatan

Awal ……….. 142

C. ANALISIS PERLINDUNGAN TERHADAP

KONSUMEN DALAM HAL IKLAN YANG MENGARAHKAN PADA TINDAKAN HUKUM

PEMESANAN RUMAH SUSUN ……… 149

1. Hak Konsumen dalam Pemesanan Rumah

Susun ………. 149

2. Kepastian Hukum Pembangunan Unit Rumah Susun dalam Perjanjian Pemesanan Rumah

Susun ………. 153

BAB V PENUTUP ……… 157


(7)

1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah

Susun ……… 157

2. Implikasi Hukum Janji Keuntungan Booking Dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun ……… 159

3. Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Hal Iklan yang Mengarahakan Pada Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun ……….. 160

B. SARAN ……… 163

DAFTAR PUSTAKA ………. 166


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang memiliki hak untuk bertempat tinggal. Tercermin dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Manusia dengan kodratnya sebagai makhluk sosial memiliki berbagai kebutuhan. Rumah merupakan suatu kebutuhan mutlak yang tidak dapat dikesampingkan sebagai anggota dari masyarakat. Selain memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, rumah juga berfungsi sebagai aktualisasi diri seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, rumah menjadi identitas diri bagi setiap orang, dan dalam membina sebuah keluarga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)1, hunian berarti tempat tinggal atau kediaman yang dihuni oleh masyarakat yang mengharapkan perumahan yang nyaman dan aman sebagai kawasan hunian mereka.

Kebutuhan tempat tinggal pun akan segera meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah populasi manusia. Indonesia sebagai negara keempat terpadat di dunia masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasar

1


(9)

tersebut. Hal ini terbukti dari total 251 juta penduduk Indonesia, hanya 79,5 % yang dapat memenuhinya atau sekitar 50 juta penduduk tidak memiliki rumah. Kebutuhan perumahan di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 20 tahun ke depan ditambah dengan backlog2 yang sekarang akan mencapai 31 juta unit.3

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, upaya pembangunan perumahan dan pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan jumlah perumahan yang makin banyak dan dengan harga terjangkau.4 Manusia berupaya mengembangkandesain dan struktur rumah sebagai konsekuensi dari globalisasi, urbanisasi, ekonomi, demografi, perkembangan teknologi, dan faktor sosial lainnya, serta dengan semakin bertambahnya penduduk sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, diperlukan adanya pembangunan dalam bidang perumahan. Berbagai faktor budaya juga turut mempengaruhi bentuk hunian yang semula identik dengan tanah, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah,

2

Dalam dunia properti, istilah ‘backlog’ dapat diartikan sebagai kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat, sebagaimana dikutip dari http://www.rumah.com/berita-properti/2012/6/1088/perbedaan-backlog-versi-kemenpera-dan-bps. diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 19.00 WIB.

3

http://www.cilacapin.com/2015/04/rumah-susun-antara-kebutuhan-kondisi.html. diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 19.20 WIB.


(10)

3

membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.5

Rumah susun memiliki berbagai istilah lainnya, antara lain apartemen, kondominium, flat, dan strata title, yang merupakan istilah-istilah yang diserap dari bahasa asing. Istilah kondominium dikenal dalam sistem negara hukum Italia, yang berarti kepemilikan bersama. Istilah apartemen berasal dari negara Amerika Serikat, yaitu apartment, sedangkan istilah flat, berasal dari negara Inggris. Apartment dan flat merujuk kepada satuan hunian yang menempati bagian tertentu dari sebuah gedung. Dapat disimpulkan bahwa kondominium merujuk pada konsep kepemilikan, sedangkan apartemen dan flat merujuk pada fisik bangunannya. Istilah strata title merupakan sebuah konsep yang merujuk pada pemisahan akan hak seseorang terhadap beberapa strata atau tingkatan. Peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia sebenarnya hanya mengenal istilah rumah susun. Istilah-istilah yang lain yang merupakan istilah serapan dari bahasa asing digunakan oleh para pengembang (selanjutnya disebut developer) dalam memasarkan produknya agar mampu mendongkrak harga dari hunian bertingkat yang ditawarkan. Hal ini disebabkan karena istilah rumah susun cenderung

5Arie S. Hutagalung. Condominium dan Permasalahannya. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hlm. 2.


(11)

diberi makna sebagai hunian bertingkat yang diperuntukkan bagi masyarakat menengah kebawah.6

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UU Rusun) mengenal beberapa jenis rumah susun yaitu:7

1. “Rumah susun umum, adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

2. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan khusus;

3. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri;

4. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

mendapatkan keuntungan.”

Rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah yang kemudian dapat dilaksanakan oleh setiap orang dengan mendapatkan kemudahan atau bantuan pemerintah, sedangkan rumah susun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap orang.8

Rumah susun komersial atau apartemen (selanjutnya disebut rumah susun) tersebut merupakan rumah susun yang biasanya dibangun oleh para developer rumah susun. Menurut ketentuan Pasal 17 UU Rusun, rumah susun dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah negara, dan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai di

6 Wibowo Turnady. “Istilah Rumah Susun, Apartemen, dan Kondominium”. 2015. (http://www.jurnalhukum.com/istilah-rumah-susun-apartemen-dan-kondominium/). diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 20.00 WIB.

7 Indonesia. Undang-Undang Tentang Rumah Susun. No. 20 Tahun 2011. LN No.108 Tahun 2011. TLN No. 5252.

8

Wibowo Turnady. “Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. 2013. (http://www.jurnalhukum.com/hak-milik-atas-satuan-rumah-susun/). diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 20.15 WIB.


(12)

5

atas Hak Pengelolaan. Sistem hukum pertanahan di Indonesia mengacu pada hukum adat. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pasal 5 UUPA menyebutkan secara garis besar bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. Dengan mengacu pada hukum adat, maka hukum tanah di Indonesia mengacu juga pada asas-asas hukum adat. Salah satunya ialah asas pemisahan horisontal tanah (atau dalam bahasa Belanda disebut “horizontale scheiding”). Asas ini menekankan bahwa bangunan dan tanaman bukan merupakan bagian dari tanah. Oleh karena itu, hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Oleh karena itu, perbuatan hukum mengenai tanah, tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang ada di atasnya.9

Menurut Pasal 1 angka 15 UU Rusun, disebutkan pengertian Pelaku Pembangunan Rumah Susun yang dapat pula masuk dalam pengertian developer, yaitu:

“Pelaku pembangunan rumah susun yang selanjutnya disebut pelaku pembangunan adalah setiap orang dan/atau pemerintah yang melakukan pembangunan perumahan dan permukiman.”

9

Eddy Leks. “Kepemilikan Bangunan Gedung di Indonesia”. 2014. (http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2014/05/28/kepemilikan-bangunan-gedung-di-indonesia/).


(13)

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, developer masuk dalam kategori sebagai pelaku usaha. Pengertian Pelaku Usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu:

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Di Indonesia ada beberapa penyedia perumahan baik dari pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat. Peran pemerintah dalam penyediaan perumahan lebih ditujukan kepada golongan masyarakat yang tidak mampu sehingga mereka dapat memperoleh rumah dengan harga yang lebih terjangkau. Sedangkan pihak swasta, dalam hal ini developer mempunyai peran menyediakan perumahan untuk berbagai golongan walaupun pada kenyataannya developer lebih banyak menyediakan perumahan untuk golongan menengah ke atas. Swadaya masyarakat merupakan salah satu alternatif yang cukup membantu pemerintah dalam penyediaan perumahan untuk rakyat. Swadaya masyarakat dalam penyediaan perumahan di perkotaan mencapai 80% dari total kebutuhan perumahan.10

Developer dalam menarik minat para calon pembeli melakukan pemasaran atau penawaran terlebih dahulu melalui iklan atau sejenisnya. Contohnya, pemasangan iklan yang terdapat di pinggir jalan tol atau

10

http://io.ppijepang.org/old/article.php?edition=2. diakses pada tanggal 9 September 2015 pukul 19.50 WIB.


(14)

7

sekitar gerbang tol yang dilakukan oleh PT Summarecon Agung Tbk. yang siap membangun ruas jalan penghubung antara tol gate di kilometer 149 Tol Purbaleunyi dan Stadion Gelora Bandung Lautan Api mulai akhir September ini, sebagai langkah awal pembangunan kawasan Bandung Technopolis. Di luar pembangunan akses jalan yang akan berjarak 2,2 kilometer (km) itu, Summarecon memastikan masih akan menahan pembangunan hingga lengkapnya seluruh perizinan yang tengah dalam proses.11 Summarecon memasang iklan berukuran cukup besar di beberapa titik strategis di Kota Bandung. Iklan tersebut menampilkan contoh rumah, harga, dan lokasi perumahan Kota Summarecon Bandung. Dalam reklame tersebut, mereka mengatakan akan meluncurkan perumahan itu pada April mendatang.

Summarecon mengumumkan waktu peluncuran itu demi kepentingan pemasaran. Sejumlah izin yang belum dimiliki Summarecon antara lain izin pembangunan, izin reklame, dan izin penebangan pohon. Summarecon kedapatan melakukan pekerjaan tanpa izin setelah warga Gedebage berunjuk rasa di depan Pemkot Bandung.12 Pemasaran seperti ini jelas menarik minat konsumen, dan merupakan permasalahan yang bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen. Dalam melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilakukan, pelaku

11 http://industri.bisnis.com/read/20150907/45/469966/summarecon-siap-bangun-akses-jalan-tol-ke-stadion-gbla. diakses pada tanggal 9 September 2015 pukul 20.00 WIB.

12 http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/26/058653205/ini-alasan-summarecon-pasang-iklan-tanpa-izin. diakses pada tanggal 9 September 2015 pukul 20.30 WIB.


(15)

pembangunan harus memiliki persyaratan perizinan yang diatur dalam Pasal 42 ayat (2) UU Rusun.

Developer dalam melakukan jual beli rumah susun yang belum selesai, atau bahkan belum dibangun sama sekali, melakukan pengikatan pendahuluan kepada pembeli satuan rumah susun (sarusun). Dengan ditandatanganinya perjanjian, pembeli mulai membayar sejumlah uang pengikat atau tanda jadi (booking fee). Perjanjian ini biasa disebut sebagai pemesanan rumah susun. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana reaksi konsumen terhadap produk properti yang dipasarkan oleh developer rumah susun tersebut. Pemesanan ini dilakukan sebelum perjanjian pengikatan jual beli. Perjanjian pengikatan jual beli dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 43 ayat (2) UU Rusun. Selanjutnya apabila pembangunan rumah susun sudah selesai dilanjutkan dengan akta jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU Rusun.

Developer harus memiliki persyaratan perizinan dalam pelaksanaan pemesanan rumah susun, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 42 ayat (2) UU Rusun mengenai pemasaran dan jual beli rumah susun. Pada praktiknya, ditemukan developer rumah susun yang belum memenuhi persyaratan perizinan tersebut. Banyaknya peluncuran proyek baru yang diduga belum memiliki perizinan yang lengkap, menyebabkan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa lokasi pembangunan apartemen ilegal di kawasan


(16)

9

Bandung Utara (KBU), pada hari Rabu, 1 April 2015. Salah satu rumah susun yang dikunjungi, yakni rumah susun yang terletak di Jalan Dago Bandung. Rumah susun tersebut memiliki IMB, tetapi rekomendasi dari Gubernur tidak ada. Rumah susun itu sudah dipasarkan, bahkan ada beberapa kamar yang sudah laku terjual.13 Selain itu ditemukan lagi sebuah proyek rumah susun di Jalan Raya Lembang, Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, yang belum memiliki IMB dan persetujuan warga, tetapi pembangunan rumah susun tersebut terus berlanjut dan sudah dipasarkan. Pembangunan rumah susun tersebut masih menunggu rekomendasi dari gubernur dan kesepakatan dengan warga. Developer masih menempuh proses izin di kabupaten dan provinsi.14 Beberapa kasus tersebut diatas, merupakan permasalahan nyata yang terjadi dalam hal pemasaran dan pembangunan rumah susun yang belum memiliki izin yang lengkap di kota Bandung.

Sebagaimana telah dipaparkan pada penjabaran kasus diatas, sebenarnya tidak semua developer dalam melakukan pembangunan rumah susun belum memiliki izin yang lengkap. Penyebab pembangunan rumah susun yang belum memiliki izin yang lengkap juga disebabkan oleh beberapa faktor lain. Faktor lain ini yang menyebabkan developer berani dalam melakukan pembangunan rumah susun meskipun belum

13 Rio Kuswandi, “Ada Apartemen di Bandung Tak Punya Izin Deddy Mizwar Geram”. 2015. (http://regional.kompas.com/read/2015/04/01/14075861/Ada.Apartemen.di.Bandung.Tak.Punya.Iz in.Deddy.Mizwar.Geram). diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 21.05 WIB.

14 Hendro Husodo. “Apartemen 27 Lantai Siap Berdiri”. 2015. (http://epaper.pikiran-rakyat.com/node/3489#page/4). diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 21.18 WIB.


(17)

melengkapi perizinan, misalnya instansi pemberi IMB atau instansi lain. Indikasi adanya kurangnya perhatian pemerintah terlihat dalam fenomena ini, padahal ketentuan mengatur dengan jelas bahwa developer seharusnya tidak boleh memulai proses pembangunan rumah susun sebelum semua izin terpenuhi. Selain itu, developer dalam melakukan pembangunan rumah susun membutuhkan biaya yang mahal. Hal ini yang menarik penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai iktikad baik developer dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun.

Sejauh sepengetahuan penulis belum ada topik penelitian yang membahas atau meneliti mengenai iktikad baik pengembang rumah susun dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun. Adapun penelitian yang mendekati topik penelitian penulis, seperti “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun” yang dibuat oleh Sri Rejeki Meliva dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha tahun 2013 dan “Tinjauan Yuridis Mengenai Hubungan Antara Asas Itikad Baik Dengan Klausula Eksoneransi Yang Terdapat Di Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun (Studi Pada Apartemen Pakubuwono)” yang dibuat oleh Diandra Nalawardani dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2011. Penulis menyatakan bahwa penelitian-penelitian tersebut memiliki sudut pandang dan objek penelitian yang berbeda dengan yang dilakukan penulis untuk penelitian ini.


(18)

11

Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk beriktikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Pemasaran atau penawaran perumahan / rumah susun melalui iklan atau sejenisnya yang dilakukan oleh para pelaku usaha, banyak yang ternyata berakhir dengan kekecewaan pada pihak pembeli / konsumen.15 Salah satu penyebab hal tersebut adalah konsumen kurang menyadari akan hak-haknya dalam jual beli rumah susun yang harus dipenuhi oleh developer rumah susun. Konsumen selayaknya berhati-hati dalam menandatangani surat pemesanan rumah susun. Berdasarkan keadaan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk skripsi dengan

judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP IKTIKAD BAIK

PENGEMBANG RUMAH SUSUN DALAM TINDAKAN HUKUM PEMESANAN RUMAH SUSUN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah yang didapat antara lain: 1. Bagaimana ketidaklengkapan perizinan dari rumah susun yang

dipasarkan merupakan indikasi informasi yang salah dan

15 Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta: Diadit Media, 2002, hlm.65.


(19)

penyimpangan dari asas iktikad baik dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun?

2. Bagaimana implikasi hukum janji keuntungan booking yang didapat oleh konsumen dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun?

3. Bagaimana perlindungan terhadap konsumen dalam hal iklan yang mengarahkan pada tindakan hukum pemesanan rumah susun?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang akan penulis bahas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana ketidaklengkapan perizinan dari rumah susun yang dipasarkan merupakan indikasi informasi yang salah dan penyimpangan dari asas iktikad baik dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun.

2. Untuk mengetahui bagaimana implikasi hukum janji keuntungan booking yang didapat oleh konsumen dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap konsumen dalam hal tindakan hukum pemesanan rumah susun.


(20)

13 D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penulisan ini antara lain: 1. Manfaat teoritis, yang terdiri dari:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, khususnya mengenai hukum kondominium dan perlindungan konsumen; dan

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan mengenai iktikad baik developer rumah susun dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun.

2. Manfaat praktis, yang terdiri dari:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai kewajiban beriktikad baik developer rumah susun dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun; dan

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai perlindungan terhadap konsumen dalam hal tindakan hukum pemesanan rumah susun.


(21)

1. Kerangka Teoritis

Manusia mempunyai lima tingkatan kebutuhan yang disebut juga hierarki dari yang paling dasar hingga kebutuhan puncak. Menurut Maslow, manusia harus memenuhi kebutuhannya yang paling dasar dahulu kemudian meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Lima kebutuhan Maslow adalah sebagai berikut. Hirarki kebutuhan Maslow:16

a. “Psycological needs (kebutuhan fisiologis / dasar). Contoh:

sandang, pangan, papan;

b. Safety needs (kebutuhan akan keamanan). Contoh: bebas

dari ancaman, ketakutan, dsb.

c. Love/ belonging needs (kebutuhan sosial). Contoh: memiliki teman, keluarga, pasangan, dsb.

d. Esteem (Kebutuhan penghargaan). Contoh: pujian, penghargaan, piagam, status, dsb.

e. Self Actualization (Kebutuhan aktualisasi diri). Contoh: kebutuhan untuk berekspresi.”

Berdasarkan teori kebutuhan Maslow diatas, maka sudah merupakan kebutuhan primer manusia dalam memiliki tempat tinggal. Demi tercapainya kenyamanan yang lebih jauh, pembangunan perumahan dibentuk menjadi bertingkat. Pembangunan rumah harus didasarkan pada hukum yang ada. Di dalam ilmu ekonomi sendiri, diterapkan teori keseimbangan yang berlaku pada hukum permintaan dan penawaran, yaitu pasar akan berusaha mencapai keseimbangan antara harga penawaran dengan harga permintaan, sehingga tercapai yang disebut dengan harga pasar. Pembangunan rumah susun didasarkan pada permintaan

16 http://dokumen.tips/documents/teori-kebutuhan-maslow.html. diakses pada tanggal 9 September 2015 pukul 21.00 WIB.


(22)

15

kebutuhan konsumen akan tempat tinggal yang berkembang sesuai perkembangan zaman. Harga penawaran dengan harga permintaan akan rumah susun mencapai pada titik keseimbangan yang kemudian pihak developer dan konsumen mengadakan suatu perjanjian.

Hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Rescoe Pound dalam teorinya yaitu: “Law as a tool of social engineering” (hukum sebagai alat atau sarana rekayasa/pembaharuan sosial). Dalam perkembangan berikutnya, Mochtar Kusumaatmadja kemudian mengembangkan Teori Hukum Pembangunan di Indonesia. Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya, alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia. Sifat mekanisme itu nampak dengan digunakannya istilah “tool” oleh


(23)

Roscoe Pound. Itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah “sarana” daripada alat.17

Menurut Mochtar Kusumaatmadja hukum diharapkan agar berfungsi lebih dari untuk menjamin kepastian dan ketertiban yakni sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” atau “sarana pembangunan” dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:18

“Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan masyarakat” didasarkan pada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu.

Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan.”

Kutipan diatas menunjukkan ada 2 (dua) hal yang menjadi inti dari teori hukum pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yakni:

a. “Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau

pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya;

b. Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang

dapat berfungsi sebagai alat pengatur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.”

Berkaitan dengan teori hukum pembangunan tersebut, terdapat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 (Misi

17 http://anaaimestarlight.blogspot.com/2012/05/teori-hukum-roscoe-pound-1870-1964.html. diakses pada tanggal 30 Agustus 2015 pukul 21.09 WIB.

18 Mochtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan. Bandung: Binacipta, hlm. 13.


(24)

17

5) yaitu mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan:19

a. “Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien

dan efektif;

b. Melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah

dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi;

c. Penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan landreform, agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah mendapatkan hak atas tanah;

d. Penyempurnaan sistem hukum dan produk hukum

pertanahan melalui inventarisasi peraturan perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat;

e. Peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan;

f. Penyempurnaan kelembagaan pertanahan sesuai dengan

semangat otonomi daerah dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang pertanahan di daerah.”

Pengelolaan tanah pada kehidupan modern dibuat menjadi efisien dan efektif dengan adanya pembangunan rumah susun. Sebelum bangunan rumah susun selesai dibangun, biasanya pihak developer mengadakan kegiatan yang disebut pemasaran atau penawaran terlebih dahulu melalui iklan atau sejenisnya. Iklan merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi mengenai barang dan atau jasa dari pelaku usaha kepada konsumen, maka dari itu iklan tersebut sangat penting kedudukannya bagi pelaku usaha sebagai alat untuk membantu memperkenalkan produk atau jasa yang ditawarkannya kepada konsumen. Tanpa adanya iklan

19

“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Pertanahan”. (http://www.trp.or.id/komponen/produk/the_file/150224%20RPJMN%20Bidang%20Pertanahan_f inal%20revisi%20OM.pdf). diakses pada tanggal 30 Agustus 2015 pukul 22.10 WIB.


(25)

berbagai produk barang dan atau jasa tidak dapat mengalir secara lancar ke para distributor atau penjual, apalagi sampai ke tangan para konsumen atau pemakainya.20 Pentingnya media iklan bagi pelaku usaha dapat tergambarkan dalam pendapat yang disampaikan oleh David Oughnton dan John Lowry, yang menulis bahwa:

“Advertising is the central symbol of consumer society, advertising plays a central role in making available to consumer information which the producers of the advertised product wishes the consumer to have”21.

(Periklanan adalah simbol utama dari masyarakat konsumen, iklan memainkan peran penting dalam membuat tersedia informasi untuk konsumen dimana pelaku usaha yang mengiklankan produk berharap konsumen untuk memiliki). Melalui iklan, pelaku usaha seharusnya dapat lebih mendekatkan diri kepada konsumen, dengan menghasilkan beraneka produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Pemasaran melalui iklan yang dilakukan oleh para developer akan menarik minat para calon pembeli rumah susun. Sebelum melakukan pemasaran, developer harus memenuhi beberapa persyaratan perizinan terlebih dahulu. Pasal 42 ayat (2) UU Rusun menyebutkan bahwa dalam hal pemasaran dilakukan

20 http://siddiq-4hm4d87.blogspot.com/2010/09/perlindungan-konsumen-akibat-iklanyang.html. diakses pada tanggal 18 September 2015 pukul 22.31 WIB.

21 Dedi Harianto. Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Iklan yang Menyesatkan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.


(26)

19

sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan maka ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pelaku pembangunan (developer), yaitu:

a. “Kepastian peruntukkan ruang;

b. Kepastian hak atas tanah;

c. Kepastian status penguasaan rumah susun;

d. Perizinan pembangunan rumah susun; dan

e. Jaminan atas pembangunan dari lembaga penjamin.”

Kenyataan yang terjadi mengenai pelaksanaan pasal 42 ayat (2) UU Rusun di Indonesia adalah pemasaran yang dilakukan oleh developer sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan dengan belum memenuhi persyaratan tersebut diatas. Hal ini jelas merugikan pihak pembeli / konsumen. Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang dirugikannya, serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen.22

Konsumen perlu diberikan suatu perlindungan khusus terhadap informasi iklan barang dan jasa yang menyesatkan. Perlunya peraturan yang mengatur perlindungan konsumen karena

22 Sudaryatmoko. Hukum dan Advokasi Konsumen. Ctk II. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 93.


(27)

lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha, karena mengenai proses sampai hasil produksi barang atau jasa yang telah dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun sehingga kenyataannya konsumen selalu berada dalam posisi yang dirugikan. Campur tangan negara sendiri dimaksudkan untuk melindungi hak-hak konsumen. Sementara itu, Janus Sidabalok mengemukakan ada empat alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut23:

a. “Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi

seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut Undang-Undang Dasar 1945;

b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan

konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi;

c. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan

manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pambangunan nasional;

d. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana

pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen” Konsumen dalam membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha, maka konsumen harus dapat membuktikan kesalahan bahwa24:

a. “Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian;

b. Konsumen juga harus dapat membuktikan bahwa kerugian

tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang dan/atau jasa tertentu yang tidak layak;

c. Bahwa ketidak layakan dari penggunaan, pemanfaatan, atau

pemakaian dari barang dan/atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha tertentu;

23

Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 6.


(28)

21

d. Konsumen tidak “berkontribusi” secara langsung atau tidak

langsung atas kerugian yang dideritanya tersebut.” 2. Kerangka Konseptual

a. Hukum menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, adalah keseluruhan kaidah serta semua asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan untuk memelihara ketertiban serta meliputi berbagai lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.25

b. Perjanjian adalah adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.26

c. Pelaku pembangunan rumah susun (pengembang) menurut UU Rusun Pasal 1 angka 15 adalah setiap orang dan/atau pemerintah yang melakukan pembangunan perumahan dan pemukiman.

d. Rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 UU Rusun adalah bangunan gedung dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

25

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/20-pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html. diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 13.00 WIB.

26

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetbook). diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Pramita, 1999, ps. 1313.


(29)

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

e. Itikad baik menurut Sutan Remy Sjahdeini adalah niat dari pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan kepentingan umum.27

f. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

g. Perlindungan Konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen.

h. Strata Title adalah terminologi barat populer tentang suatu kepemilikan terhadap sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartemen atau rumah susun.28

i. Kondominium adalah bentuk hak guna perumahan dimana bagian tertentu real estate (umumnya kamar apartemen)

27 Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, hlm.112.

28 http://erestajaya.blogspot.co.id/2009/02/strata-title-apa-dan-bagaimana.html. diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 14.30 WIB.


(30)

23

dimiliki secara pribadi sementara penggunaan dan akses ke fasilitas seperti lorong, sistem pemanas, elevator, eksterior berada dibawah hukum yang dihubungkan dengan kepemilikan pribadi dan dikontrol oleh asosiasi pemilik yang menggambarkan kepemilikan seluruh bagian.29

j. Apartemen, flat atau rumah pangsa adalah sebuah model tempat tinggal yang hanya mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan. 30

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini berupa metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis.

1. Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.31 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach), yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan hukum perdata, hukum

29 https://id.wikipedia.org/wiki/Kondominium. diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 14.44 WIB.

30 http://idehukum.blogspot.co.id/2014/11/bedanya-kondominium-apartemen-dan-rumah.html. diakses pada tanggal 22 September 2015 pukul 14.46 WIB.

31 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi. Malang: Bayumedia Publishing, 2007, hlm. 295.


(31)

kondominium, dan hukum perlindungan konsumen, serta pendekatan konseptual (conceptual approach) yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.32

Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, penulis meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari:33

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki. Peraturan perundang-undangan yang dipakai adalah, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2010 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (deherseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi,

32

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 133 dan 135.


(32)

25

dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.

2. Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian hukum, dilakukan langkah-langkah34: a. Mengidentifikasikan fakta hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan.

Penelitian ini mengidentifikasikan fakta hukum dan

menetapkan isu hukum mengenai bagaimana

ketidaklengkapan perizinan dari rumah susun yang dipasarkan merupakan indikasi informasi yang salah dan penyimpangan dari asas itikad baik dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun, bagaimana implikasi hukum janji keuntungan booking yang didapat oleh konsumen dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun, dan bagaimana perlindungan terhadap konsumen dalam hal iklan yang

34

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 213.


(33)

mengarahkan pada tindakan hukum pemesanan rumah susun.

b. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan nonhukum.

Begitu isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi.35 Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual.

c. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan.

Dalam kerangka menjawab isu hukum yang diajukan pada awal bab ini, yaitu masalah mengenai itikad baik developer rumah susun dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun, peneliti perlu merujuk kepada ketentuan-ketentuan mengenai hal itu yang terdapat dalam UU Perlindungan Konsumen. Ketentuan-ketentuan mengenai hal itu terdapat di dalam UU Perlindungan Konsumen, karena kasus tersebut tidak dapat dilepaskan dari hukum perlindungan konsumen yang termuat di dalam Pasal-pasal UU

35

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 237.


(34)

27

Perlindungan Konsumen mengenai perjanjian jual beli antara pelaku usaha dan konsumen.

d. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum.

Peneliti dalam menjawab tiga isu hukum dalam identifikasi masalah tersebut diatas, akan menarik kesimpulan yang akan menjawab isu hukum yang diajukan dengan menggunakan bahan-bahan hukum dan bilamana perlu juga nonhukum sebagai penunjang.36

e. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.

Memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan esensial dari penelitian hukum, karena untuk hal itulah dilakukan penelitian tersebut dilakukan. Berpegang kepada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan di dalam kegiatan penelitian hukum harus dapat mungkin diterapkan. Dengan demikian, preskripsi yang diberikan bukan merupakan sesuatu yang telah diterapkan atau sudah ada. Oleh karena itulah yang dihasilkan oleh penelitian hukum sekalipun bukan asas hukum yang baru atau teori baru, paling tidak argumentasi baru. Preskripsi yang diajukan

36

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 246.


(35)

untuk isu hukum yang diajukan pada awal bab ini, akan dituangkan dalam bab terakhir penelitian ini yang didasarkan pada kesimpulan yang telah diambil.37

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan cara analisis kualitatif dengan pola pikir logika deduktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pada penelitian hukum yang berjenis normatif ini, bahan hukum primer, sekunder, dan tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum yang diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka, baik peraturan perundang-undangan, artikel, internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, objek penelitian, penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:

37

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 251.


(36)

29

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TERHADAP PRINSIP IKTIKAD BAIK

DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH SUSUN

Bab kedua ini adalah bab mengenai tinjauan pustaka, membahas mengenai uraian teori, asas, norma, doktrin yang relevan yang diteliti, baik dari buku, jurnal ilmiah, yurisprudensi, perundang-undangan, dan sumber data lainnya. Bab ini akan membahas mengenai hal-hal apa saja yang berkaitan dengan pengaturan iktikad baik developer rumah susun terutama dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun. Bab II ini meliputi tinjauan umum tentang iktikad baik developer rumah susun seperti pengertian iktikad baik, pengertian developer, pengertian rumah susun, dan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.


(37)

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TINDAKAN HUKUM DALAM PEMESANAN RUMAH SUSUN

Bab ini berisi uraian mengenai objek penelitian, yaitu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindakan hukum dalam pemesanan rumah susun atas satuan rumah susun yang ditinjau dari perspektif hukum perdata dan hukum perlindungan konsumen.

BAB IV ANALISIS MENGENAI IKTIKAD BAIK DEVELOPER

RUMAH SUSUN DALAM TINDAKAN HUKUM PEMESANAN RUMAH SUSUN

Bab ini merupakan penjelasan dari penelitian yang dilakukan penulis mengenai ketidaklengkapan perizinan dari rumah susun yang dipasarkan merupakan indikasi informasi yang salah dan penyimpangan dari asas iktikad baik dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun, implikasi hukum janji keuntungan booking yang didapat oleh konsumen dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun, dan perlindungan terhadap konsumen dalam hal iklan yang mengarahkan pada tindakan hukum pemesanan rumah susun, yang ditinjau dari KUHPerdata,


(38)

Undang-31

Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Rumah Susun.

BAB V PENUTUP

Bab ini sebagai bagian akhir penulisan penelitian mengenai kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa saja yang telah didapatkan selama penelitian.


(39)

153

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan penulis, jawaban atas identifikasi masalah pada Bab I skripsi ini adalah:

1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun

Pemasaran yang dilakukan developer sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan yang belum memenuhi persyaratan perizinan sesuai yang diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (2) UU Rusun yaitu kepastian peruntukan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian status penguasaan rumah susun, perizinan pembangunan rumah susun, dan jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga rumah susun, adanya kejelasan status tanah, ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta keterbangunan minimal 20%, merupakan indikasi informasi yang salah dalam pemasaran rumah susun melalui pemasangan iklan atau reklame atau media lainnya dan melanggar kewajiban pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf b UU Perlindungan Konsumen yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi


(40)

dan jaminan barang dan/jasa, serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Suatu perikatan jual beli yang belum memenuhi persyaratan perizinan sebagaimana diatur dalam UU Rusun mencerminkan bahwa sejak awal pihak developer tidak bersungguh-sungguh dalam menerapkan asas iktikad baik. Akibatnya sering sekali banyak hak-hak konsumen yang terlanggar, dan developer melanggar kewajibannya sebagai pelaku usaha untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya seperti yang diatur dalam Pasal 7 huruf a UU Perlindungan Konsumen. Oleh karena itulah maka iktikad baik tidak hanya diterapkan pada saat pelaksanaan perjanjian saja sebagaimana dimaksud oleh pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, tetapi juga iktikad baik seharusnya sudah ada pada saat sebelum ditandatangani perjanjian. Berbekal dari hal inilah iktikad baik dianggap memiliki peranan yang cukup penting untuk menilai keabsahan suatu perjanjian, yaitu berfungsi sebagai pembatas dari asas kebebasan berkontrak. Meskipun sampai sekarang undang-undang tidak memberikan definisi yang jelas mengenai yang dimaksud dengan iktikad baik, hendaknya para pihak mengacu pada nilai-nilai yang berkembang di masyarakat untuk mengetahui ukuran dari iktikad baik tersebut.

Tindakan hukum pemesanan merupakan tindakan hukum dalam bentuk mengikatkan konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Pada surat pesanan terdapat ketentuan mengenai pernyataan dan


(41)

persetujuan untuk menerima persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan serta menandatangani dokumen-dokumen yang dipersiapkan oleh developer. Terlihat bahwa pihak developer telah melakukan penyalahgunaan keadaan pada konsumen oleh karena pihak developer berada pada posisi yang lebih kuat, yakni dengan terlebih dahulu membuat perjanjian secara sepihak sehingga konsumen tidak dapat secara bebas untuk menentukan isi perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan kekuatan dalam melakukan tawar-menawar.

2. Implikasi Hukum Janji Keuntungan Booking dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun

Pihak yang berminat untuk membeli satuan rumah susun yang masih berada dalam proses pembangunan dapat melakukan pesanan atas satuan rumah susun yang ingin dibelinya. Pesanan tersebut dilakukan dengan menandatangani surat pesanan yang disiapkan oleh Pengembang, dengan format yang dibakukan, sehingga konsumen hanya dapat menerima atau menolak perjanjian tersebut, konsumen tidak boleh menawar syarat-syarat yang dibakukan itu. Format atau bentuk perjanjian jual beli apartemen ini adalah untuk memudahkan dan menyamakan dengan perjanjian jual beli apartemen lainnya.

Calon Pembeli yang memutuskan membeli Sarusun, dapat langsung membayar tanda jadi (booking fee), yang besarnya biasanya antara Rp. 5.000.000,- sampai Rp.10.000.000,-. Pembayaran


(42)

selanjutnya tergantung pada cara pembayaran untuk pelunasan Sarusun yang dipilih Pembeli. Cara pembayaran yang paling banyak dipilih oleh para Pembeli yang membeli produk-produk yang dikembangkan oleh developer adalah dengan cara angsuran kepada developer, yang umumnya dibuat 24 kali angsuran/bulan, sesuai janji developer mengenai selesainya pembangunan dalam waktu 2 tahun.

Janji developer atas keuntungan booking atas sarusun yang didapat oleh konsumen adalah harga, diskon, lokasi, dan model bangunan. Developer selalu mengobral janji agar konsumen semakin tertarik. Pada kenyataannya janji-janji sering tidak sesuai dengan kenyataan. Developer selaku penjual apartemen berkewajiban menyerahkan apartemen sebagai obyek perjanjian jual beli pada dasarnya hak utama dari konsumen selaku pembeli. Demikian pula sebaliknya, pembeli berkewajiban membayar booking fee sesuai dengan perjanjian jual beli adalah merupakan hak utama dari developer selaku penjual. Hal ini berarti ada hubungan timbal balik antara kewajiban developer selaku penjual apartemen dan kewajiban konsumen selaku pembeli apartemen dengan hak-hak dari masing-masing pihak.


(43)

3. Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Hal Iklan yang Mengarahkan pada Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun

Perlindungan terhadap konsumen dalam hal iklan yang mengarahkan pada tindakan hukum pemesanan rumah susun diatur dalam Pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen mengenai hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan atas rumah susun yang dipasarkan, Pasal 7 huruf a UU Perlindungan Konsumen mengenai kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, dan pada saat perjanjian juga harus dilaksanakan dengan iktikad baik seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Hak pemesan diatur dalam SK Menpera No.11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun yaitu hak memiliki tanah bersama, tanah sesuai dengan daerah perencanaan yang digunakan perhitungan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien luas bangunan (KLB) seperti yang ada di dalam blok plan, hak memakai benda bersama misalnya: fasilitas olah raga, sarana bermain bagi anak-anak, dan lain-lain yang terletak di atas tanah bersama, menggunakan fasilitas yang terdapat di dalam bangunan apartemen (tower) misalnya koridor, lift, tangga, dan lain-lain, dan hak menjadi anggota Perhimpunan Penghuni apartemen.

Perlindungan terhadap konsumen atas pemasaran yang dilakukan developer diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (2) UU Rusun yaitu pemasaran yang dilakukan oleh developer sebelum


(44)

pembangunan rumah susun dilaksanakan harus memenuhi persyaratan perizinan antara lain kepastian peruntukan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian status penguasaan rumah susun, perizinan pembangunan rumah susun, dan jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga rumah susun, adanya kejelasan status tanah, ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta keterbangunan minimal 20%.

Konsumen yang merasa dirugikan dengan pihak pengembang selaku pelaku usaha, maka dapat menggugat pelaku usaha dengan menempuh cara penyelesaiannya melalui pengadilan atau di luar pengadilan, sebagaimana ditentutan oleh Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen:

a. “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

b. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

c. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang undang.

d. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa."

Salah satu bentuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan adalah melalui Badan Penyelesaian sengketa konsumen (BPSK). Dengan acara, mediasi, konsiliasi dan arbitrasi. Konsumen dapat mengajukan agar pengembang selaku pelaku usaha di bidang perumahan dan pemukiman dengan iktikad baik mematuhi segala


(45)

aturan yang telah ditetapkan dalam UU Perlindungan Konsumen dan menghindarkan diri dari praktik yang tidak terpuji.

B. SARAN

Saran penulis mengenai iktikad baik pengembang rumah susun dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun adalah:

1. Bagi Akademisi

Hasil penelitian menujukkan bahwa iktikad baik developer dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun masih membutuhkan pengaturan lebih lanjut agar menjadi lebih jelas. Perlu adanya pengkajian lebih dalam mengenai mengenai iktikad baik developer dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun sebagai masukan guna kemajuan ilmu hukum khususnya di bidang hukum kondominium dan perlindungan konsumen rumah susun, sehingga dapat menambah pengetahuan dan mendorong adanya perkembangan ilmu hukum terkait kewajiban beriktikad baik developer rumah susun dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun dan perlindungan terhadap konsumen dalam hal tindakan hukum pemesanan rumah susun.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat dalam hal ini konsumen agar lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli. Konsumen sebelum melakukan transaksi perlu memastikan bahwa pemasaran dan pembangunan rumah susun sudah memenuhi persyaratan perizinan sebagaimana yang diatur dalam


(46)

peraturan perundang-undangan. Konsumen juga perlu membaca syarat dan ketentuan atas perjanjian jual beli rumah susun sebelum menandatangani perjanjian tersebut. Konsumen perlu memahami hak-haknya sebagai konsumen sesuai yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

3. Bagi Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya perlu memperketat pengawasan terhadap para pengembang dalam melakukan penjualan satuan rumah susun sejak promosi atau pengiklanan, pengikatan jual beli, pembelian, serah terima, dan persiapan penghunian sampai dengan penghunian, agar konsumen terhindar dari kerugian. Pemerintah sebaiknya perlu mengeluarkan izin prinsip terlebih dahulu. Selain itu Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat juga perlu membentuk suatu unit khusus yang bertugas menerima pengaduan dan menyelesaikan keluhan konsumen. Perlindungan bagi konsumen dalam tindakan hukum pemesanan rumah susun memerlukan adanya peraturan khusus, diperlukan adanya peraturan pelaksanan yang harus disusun. Sebaiknya pemerintah membuat peraturan khusus untuk penjualan satuan rumah susun sejak promosi atau pengiklanan, pengikatan jual beli, pembelian, serah terima, dan persiapan penghunian sampai dengan penghunian yang memuat penjelasan mengenai persyaratan perizinan dan bentuk klausula baku


(47)

yang dilarang untuk digunakan oleh pihak pengembang disertai dengan sanksi yang tegas apabila ada pihak pengembang yang tidak mematuhi peraturan tersebut atau bisa juga dengan merevisi SK Menpera yang sudah ada mengingat sepertinya tidaklah mungkin untuk mengadakan penjualan tidak dengan pemasaran dan pemesanan terlebih dahulu. Dalam menyusun dan membahas aturan pelaksanaan UU Rumah Susun perlu melibatkan konsumen, kelompok konsumen dan organisasi konsumen atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, agar pengaturan didalamnya lebih adil dan tidak melemahkan posisi konsumen.


(48)

162

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad. Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan Perdagangan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.

A.F. Mason. Contract, good Faith and Equitable Standard in Fair Dealing. The Law Quarterly Review. Vol 116. January, 2000.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Andi Hamzah. Dasar-Dasar Hukum Perumahan. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Arie S. Hutagalung. Condominium dan Permasalahannya. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Arie S Hutagalung. Kondominium dan Permasalahannya. edisi revisi. cet.I. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007.

Arie S Hutagalung. Serba Aneka Masalah Tanah dalam Kegiatan Ekonomi. cet.II. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Arthur S. Hartkamp dan Marianne M.M. Tillema. Contract Law in the Netherlands. Kluwer, Deventer, 1993.

Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta: Diadit Media, 2002.


(49)

Badan Pembinaan Hukum Nasional. Departemen Kehakiman. Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Kedudukan Hukum dan Sertifikat Pemilikan Rumah Susun. Jakarta, 1994.

B. Resti Nurhayati. Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999.Kisi Hukum Majalah Ilmiah FH Unika Soegijapranata Semarang, edisi IX, 2001.

Celina Tri SiwiKristiyanti. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Pertama, 2008.

C.S.T Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Dedi Harianto. Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Iklan yang Menyesatkan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahas. Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

E. Sumaryono. Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Frans Magnis Suseno. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius, 1987.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Handri Raharjo. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, cetakan pertama, 2009.


(50)

Hans Kelsen. Pure Theory of Law. 1978. Terjemahan oleh Raisul Muttaqien. Teori Hukum Murni. Bandung Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif. Nusamedia & Nuansa, 2007.

H.Salim. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.

Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006.

Jill Pride Anderson. Lender Liability for Breach of Obligation of Good Faith Performance. Emory Law Journal, Vol 36, 1987, hlm. 919. Perhatikan pula Alan Watson. Roman Law & Commerce University Of Georgia Press. Athens, 1995.

J. M. van Dunne dan van der Burght Gr. Perbuatan Melawan Hukum. Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujungpandang, 1998.

Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi. Malang: Bayumedia Publishing. 2007.

K.Bertens. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Lili Rasjidi dalam Abdul Rachmad Budiono. Pengantar Ilmu Hukum. Cet.I. Malang: Banyumedia, 2005.

Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni, 2005. Mariam Darus Badrulzaman dalam Salim HS. Perkembangan Hukum Kontrak di


(51)

Mary E. Histock. The Keeper of the Flame: Good Faith and Fair Dealing in International Trade. Loyola of Los Angeles Law Review. Vol 25 April 1996. Muhamad Erwin. Filsafat Hukum:Refleksi Kritis terhadap Hukum. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011.

Mochtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan. Bandung: Binacipta.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1987.

P. van Warmelo.An Introduction to the Principles of Roman Law. Juta and Co Ltd: Cape Town, 1976.

Riduan Syahrani. Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni Bandung, 2006.

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Sanusi Bintang dan Dahlan. Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke- 1, 2000.

Sudargo Gautama. Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktek Sehari-hari (Landmark Decissions) Berikut Komentar. Jilid 9. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Sudaryatmoko. Hukum dan Advokasi Konsumen. Ctk II. PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1999.


(52)

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty, 2003.

Sudikno Mertokusumo. Mengenal hukum suatu pengantar. ed.ke-3 cet.ke-1. Yogyakarta: Liberty, 2007.

Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Taufik H. Simatupang. Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Zahirin Harahap. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Zainuddin Ali. Filsafat Hukum. Cet.II. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, Bandingkan pula dengan L.J.Van Apeldoorn. Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Oetarid Sadino. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. 31. Jakarta: Pradnya Paramita, 2005.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


(53)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.

Sumber Web

http://kbbi.web.id/huni

http://www.rumah.com/berita-properti/2012/6/1088/perbedaan-backlog-versi-kemenpera-dan-bps

http://www.cilacapin.com/2015/04/rumah-susun-antara-kebutuhan-kondisi.html.

Wibowo Turnady. “Istilah Rumah Susun, Apartemen, dan Kondominium”. 2015.

(http://www.jurnalhukum.com/istilah-rumah-susun-apartemen-dan-kondominium/).

Wibowo Turnady. “Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. 2013. (http://www.jurnalhukum.com/hak-milik-atas-satuan-rumah-susun/).

Eddy Leks. “Kepemilikan Bangunan Gedung di Indonesia”. 2014. (http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2014/05/28/kepemilikan-bangunan-gedung-di-indonesia/).


(54)

http://io.ppijepang.org/old/article.php?edition=2.

http://industri.bisnis.com/read/20150907/45/469966/summarecon-siap-bangun-akses-jalan-tol-ke-stadion-gbla.

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/26/058653205/ini-alasan-summarecon-pasang-iklan-tanpa-izin.

Rio Kuswandi, “Ada Apartemen di Bandung Tak Punya Izin Deddy Mizwar Geram”.

2015.(http://regional.kompas.com/read/2015/04/01/14075861/Ada.Apartemen.d i.Bandung.Tak.Punya.Izin.Deddy.Mizwar.Geram).

Hendro Husodo. “Apartemen 27 Lantai Siap Berdiri”. 2015. (http://epaper.pikiran-rakyat.com/node/3489#page/4).

http://dokumen.tips/documents/teori-kebutuhan-maslow.html

http://anaaimestarlight.blogspot.com/2012/05/teori-hukum-roscoe-pound-1870-1964.html

“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Pertanahan”.

(http://www.trp.or.id/komponen/produk/the_file/150224%20RPJMN%20Bidan g%20Pertanahan_final%20revisi%20OM.pdf).

http://siddiq-4hm4d87.blogspot.com/2010/09/perlindungan-konsumen-akibat-iklanyang.html.


(55)

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/20-pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html.

http://erestajaya.blogspot.co.id/2009/02/strata-title-apa-dan-bagaimana.html.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kondominium

http://idehukum.blogspot.co.id/2014/11/bedanya-kondominium-apartemen-dan-rumah.html.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengembang_perangkat_lunak.

http://kbbi.web.id/kembang.

http://io.ppijepang.org/old/article.php?edition=2.

Liputan6.com.

http://bisnisproperty.net/pengertian-dan-ruang-lingkup-rumah-susun.

http//www.artikata.com/artiperlindunganhukum.html.

http://www.griyaminimalis.com/tips-membeli-properti-dari-segi-hukum.html.

http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-asas-kepastian-hukum/.

Sumber Lain

AD/ART Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia.

Fatima Justini Omas. Aspek Hukum dalam Pembangunan Rumah Susun dan Jual-Beli Satuan Rumah Susun (Analisa pada Rumah Susun yang Dikembangkan


(56)

Oleh Pengembang “A”). Jakarta, Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Tesis, 2009.

Uti Ilmu Royen. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/ Buruh Outsourcing (Studi Kasus Di Kabupaten Ketapang). Semarang, Fakultas Hukum UNDIP, Tesis, 2009.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

Mary E. Histock. The Keeper of the Flame: Good Faith and Fair Dealing in International Trade. Loyola of Los Angeles Law Review. Vol 25 April 1996. Muhamad Erwin. Filsafat Hukum:Refleksi Kritis terhadap Hukum. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011.

Mochtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan. Bandung: Binacipta.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1987.

P. van Warmelo.An Introduction to the Principles of Roman Law. Juta and Co Ltd: Cape Town, 1976.

Riduan Syahrani. Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni Bandung, 2006.

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Sanusi Bintang dan Dahlan. Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke- 1, 2000.

Sudargo Gautama. Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktek Sehari-hari (Landmark Decissions) Berikut Komentar. Jilid 9. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Sudaryatmoko. Hukum dan Advokasi Konsumen. Ctk II. PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1999.


(2)

Universitas Kristen Maranatha

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty, 2003.

Sudikno Mertokusumo. Mengenal hukum suatu pengantar. ed.ke-3 cet.ke-1. Yogyakarta: Liberty, 2007.

Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Taufik H. Simatupang. Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Zahirin Harahap. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Zainuddin Ali. Filsafat Hukum. Cet.II. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, Bandingkan pula dengan L.J.Van Apeldoorn. Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Oetarid Sadino. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. 31. Jakarta: Pradnya Paramita, 2005.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.

Sumber Web

http://kbbi.web.id/huni

http://www.rumah.com/berita-properti/2012/6/1088/perbedaan-backlog-versi-kemenpera-dan-bps

http://www.cilacapin.com/2015/04/rumah-susun-antara-kebutuhan-kondisi.html.

Wibowo Turnady. “Istilah Rumah Susun, Apartemen, dan Kondominium”. 2015.

(http://www.jurnalhukum.com/istilah-rumah-susun-apartemen-dan-kondominium/).

Wibowo Turnady. “Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. 2013. (http://www.jurnalhukum.com/hak-milik-atas-satuan-rumah-susun/).

Eddy Leks. “Kepemilikan Bangunan Gedung di Indonesia”. 2014. (http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2014/05/28/kepemilikan-bangunan-gedung-di-indonesia/).


(4)

Universitas Kristen Maranatha

http://io.ppijepang.org/old/article.php?edition=2.

http://industri.bisnis.com/read/20150907/45/469966/summarecon-siap-bangun-akses-jalan-tol-ke-stadion-gbla.

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/26/058653205/ini-alasan-summarecon-pasang-iklan-tanpa-izin.

Rio Kuswandi, “Ada Apartemen di Bandung Tak Punya Izin Deddy Mizwar Geram”.

2015.(http://regional.kompas.com/read/2015/04/01/14075861/Ada.Apartemen.d i.Bandung.Tak.Punya.Izin.Deddy.Mizwar.Geram).

Hendro Husodo. “Apartemen 27 Lantai Siap Berdiri”. 2015. (http://epaper.pikiran-rakyat.com/node/3489#page/4).

http://dokumen.tips/documents/teori-kebutuhan-maslow.html

http://anaaimestarlight.blogspot.com/2012/05/teori-hukum-roscoe-pound-1870-1964.html

“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Pertanahan”.

(http://www.trp.or.id/komponen/produk/the_file/150224%20RPJMN%20Bidan g%20Pertanahan_final%20revisi%20OM.pdf).

http://siddiq-4hm4d87.blogspot.com/2010/09/perlindungan-konsumen-akibat-iklanyang.html.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/20-pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html.

http://erestajaya.blogspot.co.id/2009/02/strata-title-apa-dan-bagaimana.html.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kondominium

http://idehukum.blogspot.co.id/2014/11/bedanya-kondominium-apartemen-dan-rumah.html.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengembang_perangkat_lunak.

http://kbbi.web.id/kembang.

http://io.ppijepang.org/old/article.php?edition=2.

Liputan6.com.

http://bisnisproperty.net/pengertian-dan-ruang-lingkup-rumah-susun.

http//www.artikata.com/artiperlindunganhukum.html.

http://www.griyaminimalis.com/tips-membeli-properti-dari-segi-hukum.html.

http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-asas-kepastian-hukum/.

Sumber Lain

AD/ART Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia.

Fatima Justini Omas. Aspek Hukum dalam Pembangunan Rumah Susun dan Jual-Beli Satuan Rumah Susun (Analisa pada Rumah Susun yang Dikembangkan


(6)

Universitas Kristen Maranatha

Oleh Pengembang “A”). Jakarta, Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Tesis, 2009.

Uti Ilmu Royen. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/ Buruh Outsourcing (Studi Kasus Di Kabupaten Ketapang). Semarang, Fakultas Hukum UNDIP, Tesis, 2009.