Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif Anak Usia Sekolah di SD Siti Hajar Medan Chapter III VI

27

BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007).
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan
kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah.
Berdasarkan teori dan tujuan penelitian dalam penelitian ini maka
kerangka konsep penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
Skema 3.1 Kerangka konsep hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku
agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar
Kecerdasan emosional :

Perilaku agresif :
Aspek-aspek perilaku agresif :

1. Kesadaran diri
1. Agresif instrumental
2. Pengaturan diri

3. Motivasi diri

2. Agresif verbal

4. Empati

3. Agresif fisik

5. Keterampilan sosial
(Goleman, 2001)

4. Agresif emosional
5. Agresif konseptual
6. Agresif kolektif
(Atkinson, 1991)

Universitas Sumatera Utara

28


3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku
agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar
Variabel

Definisi operasional

Alat ukur

Hasil

Skala

Variabel
independen:
kecerdasan
emosional

Kondisi perasaan yang di
alami anak usia sekolah

di SD Siti Hajar dilihat
dari cara anak mengelola
hati, mengatasi masalah,
peduli terhadap orang
lain, dan menyesuaikan
diri.

Kuesioner
dengan
15
pernyataan
dengan pilihan
jawaban:

Hasil
yang Interval
didapat :

4 = selalu


Skor :

3 = sering

46-60

1.Tingkat
kecerdasan
emosional
tinggi

2=kadangkadang
1=tidak
pernah

2.Tingkat
kecerdasan
emosional
sedang
Skor :

31-45

3.Tingkat
kecerdasan
emosional
rendah
Skor :
15-30

Universitas Sumatera Utara

29

Variabel
dependen:
Perilaku
agresif

Tindakan
menggangu

atau menyakiti teman
yang dilakukan anak usia
sekolah di SD Siti Hajar
yang dilakukan dengan
cara mengejek, marahmarah,
menghasut
teman
lain,
dan
menceritakan
hal-hal
buruk tentang teman
yang tidak disukai.

Kuesioner
dengan
17
pernyataan
dengan pilihan
jawaban:


Hasil yang di Interval
dapat :
1.Perilaku
agresif tinggi
Skor :

Favourable
4=Sangat
Setuju

53-68

3 = Setuju

2.Perilaku
agresif sedang

2=Tidak Setuju


Skor :

1=Sangat
Tidak
Setuju

35-52

3.Perilaku
agresif rendah

Unfavourable
1=sangat
setuju

Skor :
17-34

2 = setuju
3=tidak setuju

4=sangat tidak
setuju

Universitas Sumatera Utara

30

3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara dari suatu penelitian
(Setiadi, 2007). Penulis dalam hal ini merumuskan hipotesa Ha yaitu ada
hubungan negatif antara kecerdasan emosional siswa dengan perilaku agresif anak
usia sekolah SD Siti Hajar Medan, yaitu semakin tinggi kecerdasan emosional
anak maka semakin rendah perilaku agresif anak, begitu pula sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

31

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN


4.1 Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
korelasional, dimaksudkan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional
dengan perilaku agresif anak usia sekolah.

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
4.2.1

Populasi
Menurut Notoatmodjo (1993 dalam Setiadi, 2007) populasi adalah

keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh peserta didik SD Siti Hajar kelas 1 sampai kelas 6
dengan jumlah 763 orang siswa.
4.2.2

Sampel
Notoatmodjo (1993 dalam Setiadi, 2007) menyatakan bahwa


sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Adapun sampel dalam penelitian ini
ditentukan melalui rumus Slovin. Adapun rumus Slovin adalah sebagai
berikut:
N

n = 1+N(d)2

30
Universitas Sumatera Utara

32

Dimana
n = Jumlah anggota sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan, peneliti menentukan d yaitu 10%
Maka :


n = 1+�(�)2
763

= 1+763 (0,1)2
763

= 1+763 (0,01)
763

763

= 1+7,63 = 8,63 = 88,4 dibulatkan menjadi 89 siswa.
4.2.3

Teknik sampling
Menurut Nursalam (2001 dalam Setiadi, 2007) sampling adalah

proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis dimaksudkan
untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal. Sedangkan
pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti,
antara lain keterbatasan waktu dan dana.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahpurposive
sampling dimana kriteria sampel yang diambil telah ditentukan. Kriteria
sampel yang dimaksud peneliti adalah siswa yang memiliki absen kelas,
siswa yang masuk dalam daftar catatan kesiswaan murid bermasalah di SD
Siti Hajar.

Universitas Sumatera Utara

33

4.3 Lokasi dan waktu penelitian
4.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SD Siti Hajar Meda Jl. Letjen
Jamin Ginting, Km 11, Gg. Paya bundung 26, Simpang Selayang, dengan
pertimbangan lokasi yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah sampel
yang memadai, serta efesiensi waktu dan biaya.
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian

dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai juli

2017.

4.4 Pertimbangan etik
Penelitian dilaksanakan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan izin dari kepala sekolah SD Siti Hajar Medan.
Dalam pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti menjelaskan tujuan dan
prosedur penelitian kepada responden yang memenuhi kriteria sampel. Calon
responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian dan menanyakan
kesediaan responden dalam menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden
yang tidak bersedia, peneliti tidak memaksa.
Peneliti tetap menjaga kerahasian (confidentiality) dari responden dan
tidak mencantumkan nama (anonimity) responden namun hanya inisial atau kode
di lembar kuesioner yang diisi oleh responden. Selama proses pengambilan data,
peneliti melindungi subjek dari semua kerugian baik material, nama baik dan
bebas dari tekanan fisik dan psikologis yang timbul akibat penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

34

4.5 Instrumen Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang diteliti, maka instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu
kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep penelitian. Instrumen penelitian
berupa kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu data demografi, kecerdasan
emosional, dan perilaku agresif siswa.
4.5.1

Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi yang digunakan untuk mengkaji data

demografi meliputi inisial nama, usia, dan jenis kelamin, dan pendidikan
orangtua.
4.5.2

Kuesioner kecerdasan emosional
Kuesioner kecerdasan emosional bertujuan untuk mengidentifikasi

kecerdasan emosional. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti berdasarkan
tinjauan pustaka yang menggambarkan kecerdasan emosional siswa.
Kuesioner ini terdiri dari lima komponen dasar kecerdasan emosional
yaitu kesadaran diri (no 1, 3, 5, 7), pengaturan diri (no 2, 4, 6, 8, 10),
motivasi (no 9, 11), empati (no 12, 14), dan keterampilan sosial (no 13,
15). Kuesioner ini terdiri dari satu pernyataan negatif (no 4) dan
selebihnya pernyataan positif. Pilihan jawaban pada kuesioner ini
menggunakan skala Likert, yang terdiri dari empat penilaian jawaban yaitu
tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu. Nilai untuk jawaban
pernyataan positif yaitu tidak pernah bernilai 1, kadang-kadang bernilai 2,
sering bernilai 3, dan selalu bernilai 4, sedangkan nilai untuk jawaban

Universitas Sumatera Utara

35

pernyataan negatif yaitu tidak pernah bernilai 4, kadang-kadang berniai 3,
sering bernilai 2, dan selalu bernilai 1. Skor tertinggi adalah 60 dan skor
terendah adalah 15. Wahyuni (2011) mengatakan bahwa untuk
menentukan panjang kelas dipakai rumus:
P = rentang kelas/banyak kelas
P merupakan panjang kelas yaitu selisih nilai tertinggi dengan nilai
terendah dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 60 dan nilai terendah
adalah 15 sehingga didapat panjang kelas = (60 – 15) / 3 = 15. Jadi hasil
penilaian total skor 15-30 dikategorikan kecerdasan emosional rendah, 3145 kecerdasan emosional sedang, 46-60 kecerdasan emosional tinggi.
4.5.3

Kusioner perilaku agresif
Kuisioner perilaku agresif terdiri atas 17 butir soal dengan

beberapa pilihan jawaban yang telah tersedia. Kusioner ini bertujuan untuk
mengungkap segala bentuk perilaku agresif pada siswa yang diukur
berdasarkan enam aspek perilaku agresif yaitu agresif instrumental (no. 1,
3, 5, 6), agresif verbal (no.2, 4, 7, 9), agresif fisik(no. 8, 10) agresif
emosional (no. 11, 13), agresif konseptual (no. 12, 14), agresif kolektif
(no. 15, 16, 17). Semua kusioner merupakan pernyataan favourable.
Angket perilaku agresif terdiri dari beberapa pernyataan yang
jawabannya berupa skala yang memiliki empat alternatif jawaban , yaitu:
SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak
Setuju. Skor jawaban untuk item favourable bergerak dari nilai 4 untuk
jawaban SS, nilai 3 untuk jawaban S, nilai 2 untuk jawaban TS, dan nilai 1

Universitas Sumatera Utara

36

untuk jawaban STS. Sedangkan skor untuk item unfavourable bergerak dari
nilai 1 untuk jawaban SS, nilai 2 utuk jawaban S, nilai 3 untuk jawaban TS,
dan nilai 4 untuk jawaban STS. Semakin tinggi skor total yang diperoleh,
maka semakin tinggi perilaku agresif yang dilakukan oleh anak. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh, maka semakin
rendah perilaku agresif pada anak. Skor tertinggi adalah 68 dan skor
terendah 17 adalah . Wahyuni (2011) mengatakan bahwa untuk
menentukan panjang kelas dipakai rumus:
P = rentang kelas/banyak kelas
P merupakan panjang kelas yaitu selisih nilai tertinggi dengan nilai
terendah dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 68 dan nilai terendah
adalah 17 sehingga didapat panjang kelas = (68 – 17) / 3 = 17. Jadi hasil
penilaian total skor 17-34 dikategorikan sebagai perilaku agresif rendah,
35-52 perilaku agresif sedang, dan 53-68 perilaku agresif tinggi.

4.6

Validitas dan realibilitas
4.6.3

Validitas
Alat ukur perilaku agresif dalam penelitian ini merupakan

modifikasi dari kusioner dalam penelitian (Ningsih, 2016) dengan judul
hubungan antara komformitas kelompok dengan perilaku agresif siswa di
SMP Negeri 39 Medan. Alat ukur kecerdasan emosional juga merupakan
modifikasi dari kusioner dalam penelitian (Maliala, 2015) dengan judul
penelitian hubungan kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring

Universitas Sumatera Utara

37

perawat di RSU Kabanjahe. Alat ukur perilaku agresif dan kecerdasan
emosional ini merupakan uji validitas isi yang memerlukan uji oleh dosen
departemen keperawatan jiwa, Ibu Jenny Marlindawani Purba, MNS, Ph.
D. Uji validitas dilakukan untuk menguji validitas setiap pernyataan pada
instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai Coefisient Valid
Index (CVI) mencapai 0,70. Hasil uji validitas yang didapat, kuesioner
hubungan kecerdasan emosional memiliki nilai CVI sebesar 1,00 dan
kuesioner perilaku agresif memiliki nilai 0,88 sehingga instrumen yang
digunakan peneliti telah valid.
4.6.4

Reliabilitas
Uji Realibilitas dilakukan untuk mencari dan mengetahui sejauh

mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya
apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subjek yang sama diperoleh hasil yang sama selama dalam diri subjek
yang diukur memang belum pernah (Azwar, 2012) . Uji realibilitas
dilakukan di SD Shafiatul Amaliyyah Jl. Setia Budi No. 191, Medan pada
bulan April 2017.. Alasan peneliti melakukan uji reliabilitas dilakukan di
SD Shafiatul Amaliyyah adalah karena memiliki tipe yang sama dengan
SD Siti Hajar tempat penelitian yaitu merupakan SD swasta yang berbasis
Islam dan berakreditas A.Jumlah sampel sebanyak 30 orang.Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu dengan
uji cronbach alphadan hasil yang diperoleh pada uji instrumen kecerdasan
emosional adalah

0,873. Uji instrumen Perilaku agresif

dianalisis

Universitas Sumatera Utara

38

menggunakan Cronbach Alpha dan hasil yang diperoleh adalah 0,876.
Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya >0,717
(Arikunto, 2007)

4.7 Pengumpulan data
Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada
tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada
institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera
Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat
penelitian (SD Siti Hajar Medan). Setelah mendapatkan izin peneliti
melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menetukan responden yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah mendapatkan
calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut
tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian calon
responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan.
Kemudian responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh
peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti.
Setelah semua responden mengisi kuesioner tersebut, maka seluruh data
dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa data
Peneliti melakukan pengolahan data atau analisa data setelah data
terkumpul dari hasil pengumpulan data. Analisa data dilakukan melalui beberapa

Universitas Sumatera Utara

39

tahapan. Pertama editing, yaitu memeriksa atau mengoreksi data yang telah
dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat mengoreksi.
Kuesioner kecerdasan emosional dan perilaku agresif segera diperiksa
kembali setelah kuesioner tersebut telah terkumpul. Perlu dilakukan coding, yaitu
pemberian kode atau tanda berupa angka pada tiap-tiap data yang termasuk dalam
kategori yang sama. Peneliti menentukan beberapa kode pada kuesioner, untuk
kecerdasan emosional pernyataan positif yaitu memberi kode 1 untuk pilihan
jawaban tidak pernah, kode 2 untuk pilihan jawaban kadang-kadang, kode 3
untuk pilihan jawaban sering, dan kode 4 untuk pilihan jawaban selalu, dan kode
sebaliknya untuk pernyataan negatif . Perilaku agresif untuk pernyataan
favourable dengan kode 4 untuk pilihan jawaban sangat setuju, kode 3 untuk
pilihan jawaban setuju, kode 2 untuk pilihan jawaban tidak setuju, kode 1 untuk
pilihan jawaban sangat tidak setuju, dan kode sebaliknya untuk pernyataan
unfavourabel. Peneliti mengumpulkan semua data dalam tabel yang terdiri dari
jumlah responden dan jumlah item pernyataan kuesioner, kemudian mengisi tabel
tersebut dengan kode-kode yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya yaitu
pengolahan data, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik
komputerisasi yaitu dengan menggunakan uji statistik deskriptif analisa frekuensi,
mean dan standar deviasi untuk analisa univariat dan korelasi Pearsonuntuk
analisis bivariat.

Universitas Sumatera Utara

40

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai
hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD
Siti Hajar Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei
2017 di SD Siti Hajar Medan dengan melibatkan 89 responden. Responden pada
penelitian ini adalah siswa-siswi SD Siti Hajar yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan peneliti.
5.1

Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan menjabarkan tentang karakteristik demografi

responden, kecerdasana emosional, perilaku agresif, dan hubungan kecerdasan
emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah.
5.1.1

Analisis Univariat

5.1.1.1 Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik demografi responden mencakup usia, kelas, jenis kelamin,
dan pendidikan terakhir orang tua. Hasil penelitian mengenai karakteristik
demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas usia
responden yaitu 9 tahun sebanyak 21 responden (23,6%), dan usia 8 tahun
sebanyak 20 responden (22,5%); mayoritas murid kelas 3 yaitu sebanyak 27
responden (30,3%), dan kelas 6 yaitu sebanyak 20 responden (19,1%); mayoritas

39

Universitas Sumatera Utara

41

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 45 responden (50,6%); mayoritas pendidikan
terakhir orang tua responden adalah lulusan perguruan tinggi atau universitas
sebanyak 82 responden (92,1%).
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Responden di SD Siti
Hajar Medan (n= 89)
Variabel

Frekuensi (f)

Persentase (%)

6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
11 tahun
12 tahun
13 tahun

1
9
20
21
11
19
7
1

1,1
10,1
22,5
23,6
12,4
21,3
7,9
1,1

Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
Kelas 5
Kelas 6

3
16
27
9
14
20

3,4
18,0
30,3
10,1
15,7
22,5

45
44

50,6
49,4

Usia
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Kelas
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan

Pendidikan terakhir orangtua

Universitas Sumatera Utara

42

a.
b.
c.
d.

SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi

1,1
2,2
4,5
92,1

1
2
4
82

5.1.1.2 Deskripsi Kecerdasan Emosional Anak Usia Sekolah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SD Siti Hajar Medan
menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kecerdasan emosional yang
sedang sebanyak 60 responden( 67,4%), responden yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi sebanyak 28 responden (31,5%), dan 1 responden (1,1%)
memiliki kecerdasan emosional rendah.
Tabel 5.2 Deskripsi Kecerdasan Emosional Anak Usia Sekolah
Kategori kecerdasan emosional

Frekuensi (f)

Persentase (%)

rendah
sedang
tinggi

1
60
28

1,1
67,4
31,5

Distribusi masing-masing indikator kecerdasan emosional dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.2.1 Distribusi frekuensi masing-masing indikator kecerdasan emosional

Universitas Sumatera Utara

43

No

Indikator
emosional

kecerdasan tinggi

sedang

rendah

F

%

f

%

f

%

1

Kesadaran diri

26

29,2

58

65,2

5

5,6

2

Pengaturan diri

27

30,3

62

69,7

0

0,0

3

Motivasi

56

62,9

30

33,7

3

3,4

4

Empati

59

66,3

28

31,5

2

2,2

5

Keterampilan sosial

51

57,3

33

37,1

5

5,6

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan masing-masing indikator
kecerdasan emosional menunjukkan bahwa kesadaran diri pada kategori tinggi
terdapat 26 responden (29,2%), kesadaran diri kategori sedang 58 responden
(65,2%), dan kesadaran diri kategori rendah 5 responden (5,6%); pengaturan diri
pada kategori tinggi terdiri dari 27 responden (30,3%), kategori sedang 62
responden (69,7%), dan tidak terdapat responden yang memiliki pengaturan diri
rendah; Motivasi pada kategori tinggi berjumlah 56 responden (62,9%), kategori
sedang 30 responden (33,7%), kategori rendah hanya 3 responden (3,4%); Empati
pada kategori tinggi terdapat 59 responden, kategori sedang 28 responden (31,5%)
dan hanya 2 responden (2,2%) yang memiliki empati rendah; Keterampilan sosial
anak SD Siti Hajar juga baik karena lebih dari setengah siswa memiliki

Universitas Sumatera Utara

44

keterampilan sosial dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 51 responden (57,3%),
sedangkan keterampilan sosial pada kategori sedang ada 33 responden (37,1%),
dan hanya 5 responden yang memiliki keterampilan sosial kategori rendah.
5.1.2

Deskripsi perilaku agresif anak usia sekolah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SD Siti Hajar Medan
menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki perilaku agresif rendah
sebanyak 46 responden (51,7%), responden yang memiliki perilaku agresif sedang
sebanyak 43 responden (48,3%), dan tidak terdapat responden yang memiliki
perilaku agresif yang tinggi.

Tabel 5.3 Deskripsi perilaku agresif anak usia sekolah
Kategori perilaku agresif

Frekuensi (f)

Persentase (%)

rendah
sedang
tinggi

46
43
0

51,7
48,3
0,0

Distribusi frekuensi masing-masing indikator perilaku agresif dapat dilihat
pada tabel dibawah.
Tabel 5.3.1 Distribusi frekuensi tiap indikator perilaku agresif (n=89)

Universitas Sumatera Utara

45

No

Indikator Perilaku Agresif

tinggi

sedang

rendah

F

%

f

%

f

%

1

Agresif instrumental

3

3,4

34

38,2

52

58,4

2

Agresif verbal

4

4,5

53

59,6

32

36,0

3

Agresif fisik

22

24,
7

45

50,6

22

24,7

4

Agresif emosional

33

37,
1

40

44,9

16

18,0

5

Agresif konseptual

6

6,7

33

37,1

50

56,2

6

Agresif kolektif

3

3,4

27

30,3

59

66,3

Data diatas merupakan jabaran dari perilaku agresif, agresif instrumental
pada kategori tinggi hanya 3 responden (3,4%), kategori sedang 34 responden
(38,2), dan kategori rendah 52 responden (58,4%); agresif verbal pada kategori
tinggi terdapat 4 responden (4,5%), kategori sedang 53 responden (59,6%), dan
kategori rendah 32 responden (36,0%); agresif fisik pada kategori tinggi 22
responden (24,7%), kategori sedang 45 responden (50,6%), kategori rendah 22
responden (24,7%); Agresif emosional dalam kategori tinggi ada 33 responden
(37,1%), kategori sedang 40 responden (44,9%), kategori rendah 16 responden
(18,0%); Agresif konseptual pada kategori tinggi terdapat 6 responden (6,7%),
kategori sedang 33 responden (37,1%), kategori rendah 50 responden (56,2%);

Universitas Sumatera Utara

46

Agresif kolektif pada kategori tinggi terdapat 3 responden (3,4%), kategori sedang
27 responden (30,3%), dan ada 59 responden (66,3%) yang memilki agresif
kolektif rendah.
5.1.2 Analisis Bivariat
5.1.2.1 Hubungan kecerdasan emosi dengan perilaku agresif
Sebelum menentuakan uji korelasi untuk mengidentifikasi hubungan
kecerdasan emosional dengan perilaku agresif, terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas data dengan metode Skewness dan Kurtosis. Dari hasil uji didapat
bahwa variabel kecerdasan emosional dengan perilaku agresif terdistribusi
normal. Sehingga uji yang digunakan untuk menganalisis kedua variabel tersebut
adalah uji korelasi pearson-product moment.
Hasil penelitian berdasarkan hipotesa dengan menggunakan rumus
korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasi jumlah skor
variabel kecerdasan emosional dengan variabel agresivitas. Adapun hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5.4 Hasil uji hipotesis
Variabel 1

Variabel 2

Kecerdasan emosional

Perilaku Agresif

r
-0,155

p-value
0,147

Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan pada tabel 5.4 diketahui
bahwa nilai sig. > 0,05 (Sig. = 0,147), maka Ho diterima yaitu tidak terdapat
hubungan signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak

Universitas Sumatera Utara

47

usia sekolah. Nilai r hitung yang dihasilkan sebesar -0,155 menunjukkan korelasi
yang sangat lemah antar kedua variabel.

5.2

Pembahasan

5.2.1 Data Demografi
Penelitian menggunakan desain deskriptif korelasi yang bertujuan untuk
mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif
anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan. Penelitian ini melibatkan 89 responden
yang merupakan siswa-siswi SD Siti Hajar Medan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, diperoleh
kecerdasan emosional anak usia sekolah adalah sedang sebanyak 60 responden
(67,4%) dan perilaku agresif anak usia sekolah adalah rendah sebanyak 46
responden (51,7%).
Berdasarkan data demografi responden pada penelitian ini, mayoritas usia
responden adalah 9 tahun sebanyak 21 responden (23,6%), dan usia 8 tahun
sebanyak 20 responden (22,5%). Usia anak sekolah menurut WHO yaitu antara 7
sampai 15 tahun. Usia anak sekolah masih dalam tahap perkembangan aspek fisik,
kognitif, emosional, mental, dan sosial (Kriswanto, 2006; Amaliyasari &
Puspitasari, 2008).
Mayoritas kelas pada penelitian ini adalah kelas 3 yaitu sebanyak 27 responden
(30,3%), dan kelas 6 yaitu sebanyak 20 responden (19,1%). Kelas yang diambil

Universitas Sumatera Utara

48

pada penelitian ini antara kelas 1 sampai kelas 6, mayoritas kelas adalah kelas 6
dimana kelas 6 dalam penelitian ini memiliki usia rata-rata 12 tahun. Hasil
penelitian tentang kecerdasan emosional yang menunjukkan mayoritas kecerdasan
emosional yang sedang hingga tinggi dipengaruhi oleh tingkatan kelas yang lebih
mayoritas dari penelitian yaitu kelas 3 dan kelas 6. Kelas 6 dalam hal ini lebih
mampu berpikir logis dibandingkan siswa kelas 1 sampai kelas 5, karena mereka
telah mampu mempertimbangkan seperti apajadinya kelompok tanpa adanya
aturan karena kemampuan mereka untuk membuat alasan secara logis dan
pengalaman mereka dalam kelompok bermain. Siswa kelas 6 ini sudah mampu
memandang aturan sebagai prinsif dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari
yang memiliki otoritas (Potter & Perry, 2005).
Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki yaitu 45 responden
(50,6%). Ditinjau dari suatu kelompok, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat
mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka, misalnya
marah, dibandingkan dengan emosi yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan ,
takut, cemas dan kasih sayang (Santrock, 2007). Sehingga dari teori tersebut
terlihat bahwa laki-laki lebih mudah marah, artinya laki-laki lebih beresiko
terhadap perilaku agresif.
Pendidikan terakhir orang tua responden rata-rata adalah lulusan perguruan
tinggi atau universitas sebanyak 82 responden (92,1%). Dari hasil wawancara
yang dilakuka peneliti pada responden, moyoritas dari orang tua mereka yang
memiliki pendidikan terakhir perguruan tinggi adalah bekerja sebagai dosen,
dokter, dan wiraswasta. Hubungan sosial antara anak dan orang tua akan

Universitas Sumatera Utara

49

mempengaruhi kecakapan anak dalam melakukan interaksi sosial. Hal ini sesuai
dengan laporan dari penelitian Nuru (1994) yang menyatakan bahwa dengan
mengetahui pekerjaan orang tua, dapat kita ketahui berapa lama anak dapat
berkumpul dengan orangtuanya untuk saling bertukar cerita, bertukar pikiran atau
untuk melakukan hal-hal yang mungkin dapat dilakukan bersama antara orang tua
dan anak. Orangtua yang meiliki sedikit waktu dengan anaknya tapi mempunyai
aspirasi tinggi yang tidak realistis bagi anak-anaknya, anak akan menjadi
canggung, malu dan merasa bersalah apabila mereka menyadari kritik orangtua
bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Pengalaman semacam ini
yang terjadi berulang kali dengan segera akan menyebabkan emosi yang tidak
menyenangkan menjadi dominan dalam kehidupan anak.
5.2.2 Kecerdasan emosional anak usia sekolah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, diperoleh
kecerdasan emosional anak usia sekolah adalah sedang sebanyak 60 responden(
67,4%), responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sebanyak 28
responden (31,5%), dan hanya 1 responden (1,1%) memiliki kecerdasan
emosional yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswi SD Siti Hajar
memiliki kemampuan yang cukup baik untuk mengenali perasaannya dan
perasaan orang lain serta mampu memotivasi dan mengelola emosi dengan baik
dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini didukung oleh teori yang
menyatakan bahwa pada usia anak sekolah terjadi penurunan tingkat egosentris
dan semakin cakap dalam memahami termasuk memahami percakapan dengan

Universitas Sumatera Utara

50

orang lain serta dapat memahami hubungan spasial dengan lebih baik (Papalia,
dkk, 2010).
Salah satu faktor yang menyebabkan kecilnya angka kecerdasan emosional
rendah di SD Siti Hajar yaitu hanya 1,1% saja adalah karena siswa-siswi SD Siti
Hajar memiliki hubungan yang sangat baik dengan guru-gurunya, hal ini dilihat
oleh peneliti selama melakukan penelitian di SD Siti Hajar Medan.
Berdasarkan kesadaran diri siswa didapatkan bahwa 26 siswa (29,2%)
memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi dan 58 siswa (65,2%) memiliki
kesadaraan diri yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswi SD Siti
Hajar memiliki kesadaran akan kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya,
memiliki sikap terbuka terhadap umpan balik, mau terus belajar dan
mengembangkan diri, berani tampil, berani mengemukakan pendapat, serta
mampu membuat keputusan yang baik. Hal tersebut mengacu pada

teori

sebelumnya yang mengemukakan bahwa pada masa anak-anak tengah, anak dapat
menggunakan keterampilan kognitif yang baru dikembangkannya untuk
memecahkan masalah, dan mereka pemecah masalah yang baik (Potter &Perry,
2005). Teori lain yang mengacu pada Pieget, dimulai usia 7 tahun seorang anak
sudah memasuki tahap operasional kongkret, yaitu pada saat ini anak mampu
menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah kongkret (aktual).
Anak dapat berpikir lebih logis ketimbang sebelumnya karena pada saat ini
mereka dapat mengambil berbagai aspek dari stuasi tersebut kedalam
pertimbangan. (Papalia,dkk. 2010)

Universitas Sumatera Utara

51

Pengaturan diri siswa juga tinggi yaitu 27 siswa (30,3%) dan 62 siswa
(69,7%) memiliki pengaturan diri yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa lebih
dari setengah siswa-siswi SD Siti Hajar memiliki kemampuan pengaturan diri
yang sedang, artinya mereka cukup baik dalam mengelola dan mengendalikan
diri. Memiliki sifat jujur, bertindak menurut etika, rendah hati dan mengakui
kesalahan, serta berani menegur terhadap perbuatan salah yang dilakukan otang
lain. Teori Pieget dalam (Papalia,dkk. 2010) mengatakan bahwa pada usia 7
sampai 11 tahun ditandai dengan meningkatnya fleksibilitas dan beberapa tingkat
otonomi bergantung pada rasa hormat dan kerja sama mutual. Ketika anak
berinteraksi dengan banyak orang dan bersentuhan dengan dengan berbagai sudut
pandang, mereka mulai membuat ide bahwa hanya ada standar tunggal dan
absolut dari benar salah dan mulai mengembangkan rasa akan keadilan yang
didasarkan kepada keadilan atau perlakuan yang sama untuk semua. Karena
mereka dapat mempertimbangkan lebih dari satu aspek stuasi, mereka dapat
membuat penilaian moral yang lebih subtil lagi.
Terdapat 56 siswa (62,9%) yang memiliki tingkat motivasi diri yang tinggi
dan 30 siswa (33,7%) memiliki motivasi diri yang sedang. Hal ini menunjukkan
lebih dari setengah siswa memiliki semangat yang tinggi dan kegigihan untuk
meraih cita-cita, walaupun ada tantangan dan kegagalan, dan memiliki harapan
untuk berhasil. Hal ini didukung dengan teori yang menyatakan bahwa pada masa
anak usia sekolah memiliki keingin tahuan dan ketertarikan untuk belajar, mereka
menyukai tugas yang menentang dan menikmati memecahkan masalah tugas
mereka dengan sendiri (Papalia,dkk. 2010). Motivasi diri terkait belajar juga

Universitas Sumatera Utara

52

dipengaruhi oleh kecakapan diri, siswa dengan kecakapan diri yang tingggi
memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menguasai tugas sekolah dan memiliki
kecendrungan yang lebih besar untuk mencoba berprestasi dan cendrung sukses
dibanding mereka yang tidak yakin dengan kemampuan mereka sendiri
(Papalia,dkk. 2010).
Berdasarkan empati siswa didapatkan bahwa 59 siswa (66,3%) memiliki
tingkat empati yang tinggi dan 28 siswa (31,5%) memiliki tingkat empati yang
sedang. Hal ini menunjukkan lebih dari setengah siswa SD Siti Hajar memiliki
kemampuan yang sangat baik memahami orang lain, mau mendengarkan orang
lain, serta mau menolong teman. Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa
anak usia sekolah mampu mempertimbangkan perilaku aktual saat membuat
penilaian tentang bagaimana perilaku mempengaruhi mereka sendiri dan orang
lain. Kemampuan untuk fleksibel saat menerapkan aturan dan mengambil
perspektif orang lain yang esensial dalam mengembangkan penilaian moral.
Keterampilan sosial siswa SD Siti Hajar juga tinggi yaitu 51 siswa
(57,3%) dan 33 siswa (37,5%) memiliki tingkat keterampilan sosial yang sedang.
Hal ini juga menunjukkan lebih dari setengah siswa SD Siti Hajar memiliki
kecakapan bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Anak usia sekolah sangat
mementingkan bermain dengan teman sebaya. Anak usia sekolah memiliki
anggapan bahwa ukuran kesuksesan dilihat dari pencapaian tujuan umum dalam
kelompok

yang dilakukan dengan belajar berperan, berkolaborasi dan

bekerjasama (Potter & Perry, 2005)

Universitas Sumatera Utara

53

5.2.3 Perilaku Agresif anak usia sekolah
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari setengah siswa
memilki perilaku agresif rendah yaitu 46 siswa (51,7%) dan 43 siswa (48,3%)
memilki perilaku agresif sedang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswi SD Siti
Hajar mampu mengontrol diri dari perilaku agresif, lebih dari setengah siswa tidak
melakukan perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain dan sebagian
kecilnya lagi melakukan perilaku agresif jika hanya mendapatkan ancaman dari
orang lain dan mendapat hinaan dari orang lain terhadap diirinya. Hal ini terlihat
pada nilai tertinggi kategori perilaku agresif dari jawaban siswa berada pada
kategori agresif emosional yaitu 33 responden (37,1%) lebih besar dari kategori
agresif lainnya. Hal ini didukung oleh teori yang mengemukakan bahwa terdapat
beberapa rangsangan yang menimbulkan kemarahan yaitu, rintangan terhadap
keinginan, gangguan dari orang lain, selalu dipersalahkan dapat menimbulkan
kemarahan (Santrock, 2007).
Berdasarkan perilaku agresif instrumental siswa didapatkan 58 siswa
(58,4%) memiliki tingkat agresif instrumental yang rendah dan 34 siswa (38,2%)
memiliki perilaku agresif instrumental sedang, dan hanya 3 siswa (3,4 %) yang
memiliki perilaku agresif instrumental tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih
dari setengah siswa tidak menggangu atau menyakiti orang lain atau diri sendiri
dengan menggunakan benda-benda. Mengacu pada teori sebelumnya anak usia
sekolah memiliki kemampuan mengembangkan reversinilitas yaitu kemampuan
mencari cara memikirkan tejadinya suatu hal dan kembali pada asalnya (Potter &
Perry, 2005)

Universitas Sumatera Utara

54

Perilaku agresif verbal siswa pada tingkat rendah terdapat 32 siswa
(36,0%) dan terdapat lebih banyak pada tingkat sedang yaitu 53 siswa (59,6%),
dan hanya 4 siswa (4,5%) yang memiliki perilaku agresif verbal tinggi. Mayoritas
agresif verbal adalah dalam tingkat yang sedang, hal ini menunjukkan bahwa
lebih dari sebagian siswa terkadang masi melakukan perilaku agresif berupa
perkataan seperti mengejek teman. Anderson, Clark, dan Mullin (1994 dalam
Papalia, 2010) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan individual yang cukup
besar dalam keterampilan berbicara, beberapa anak usia 7 tahun dapat menjadi
kecakapan yang lebih dibandingkan orang dewasa. Pada masa anak usia sekolah
terjadi perkembangan bahasa pada anak-anak dalam hal pragmatis. Pragmatis
adalah penggunaan praktis bahasa untuk berkomunikasi, hal ini mencakup
keterampilan bercakap-cakap. Anak menjawab pertanyaan orang dewasa dengan
jawaban yang singkat dan sederhana. Anak lebih cenderung berbicara secara
berbeda kepada oorang tua ketimbang kepada orang dewasa lainnya,
mengeluarkan lebih banyak tuntutan dan terlibat dalam percakapan yang
menyempit.
Berdasarkan perilaku agresif fisik siswa didapatkan 22 siswa (24,7%)
memiliki tingkat agresif fisik rendah dan 45 siswa (50,6%) memiliki perilaku
agresif sedang, dan 22 siswa (24,7%) memiliki perilaku agresif fisik tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian dari siswa melakukan perkelahian sebagai
respon menyerang terhadap stimulus walaupun dalam kategori sedang. Hal ini
sejalan dengan teori sebelumnya yang mengemukakan bahwa pola koping anak
usia sekolah dalam mengatasi masalah dan pertahanan meliputi regresi,

Universitas Sumatera Utara

55

penolakan, agresi dan supresi. Salah satu orientasi prakoping anak adalah
resistensi yaitu berusaha menghindari stuasi dengan menolak atau membuat
serangan fisik atau verbal (Potter & Perry, 2005)
Enam belas siswa (18,0%) memiliki perilaku agresif emosional rendah,
siswa yang memiliki perilaku agresif emosional sedang sebanyak 40 siswa
(44,9%) dan 33 siswa (37,1%) memiliki perilaku agresif emosional tinggi. Jika
dilihat dari beberapa kategori dalam tabel kategori perilaku agresif sebelumnya,
maka perilaku agresif emosional merupakan kategori terbanyak dalam frekuensi
perilaku agresif tinggi dan terbanyak pada usia 11 tahun. Sejalan dengan teori
yang mengatakan bahwa kemampuan anak mendeskripsikan perasaan yang saling
bertentangan terhadap target yang sama ditemuakan pada anak usia 11 tahun
(Papalia, 2010). Salah satu contoh perilaku agresif emosional adalah marah.Hal
ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru bagian
kesiswaan bu Lestari bahwa ada beberapa siswa SD Siti Hajar yang pernah
berkelahi, namun yang menyebabkan munculnya perkelahian itu adalah
ketidaksengajaan sehingga memicu korban melampiaskan kemarahan dengan
berkelahi. Santrock (2007) menemukakan bahwa anak yang mendapat rintangan
dan merasa terganggu dalam mendapakkan keinginanya serta terganggu dalam
melakukan aktivitasnya, merasa disalahkan maka respon yang akan muncul
adalah marah.
Siswa yang memiliki perilaku agresif konseptual rendah terdapat 50 siswa
(56,2%), 33 siswa (37,1%) memiliki perilaku agresif konseptual sedang, dan
hanya terdapat 6 siswa (6,7%) memiliki perilaku agresif konseptual tinggi. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

56

menunjukkan bahwa sangat kecil angka siswa di SD Siti Hajar yang melakukan
kenakalan terhadap temannya dengan cara menghasut teman lain untuk melukai
orang yang tidak disukai. Perilaku agresif konseptual dapat terjadi jika seseorang
ingin melukai orang lain namun tidak berdaya untuk melakukannya bisa
disebabkan karena anak takut untuk melawan teman yang tidak disukainya,
sehingga menghasut teman lain untuk menyalurkan perasaan negatif yang
dimilikinya. Hal ini di dukung oleh teori yang mengatakan bahwa anak pada tahap
usia sekolah memiliki ketakutan pada guru dan teman- temannya. Mereka juga
mejadi takut tentang kematian dan hal-hal yang mereka dengar dalam berita
seperti perang dan pengrusakan lingkungan (Potter & Perry, 2005)
Berdasarkan perilaku agresif kolektif siswa didapatkan 59 siswa (66,3%)
memiliki perilaku agresif kolektif rendah, 27 siswa (30,3%) memiiliki perilaku
agresif kolektif sedang dan

hanya 3 siswa (3,4%) memiliki perilaku agresif

tingggi. Hal ini menunjukkan sebagian besar siswa di SD Siti Hajar tidak
melakukan perbuatan yang mencelakai orang lain yang dilakukan berkelompok.
Hal ini terbukti bahwa dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru
bagian kesiswaan Bu Lestari bahwa tidak ada siswa SD Siti Hajar yang pernah
berkelahi secara berkelompok.

5.2.4 Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif
Hasil uji korelasi pearson product moment pada penelitian hubungan
kecerdasan emosional dengan perilaku aggresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar

Universitas Sumatera Utara

57

diperoleh bahwa nilai r hitung yang dihasilkan sebesar -0,155. Sementara nilai r
tabel pada taraf signifikansi 0,1 dengan N 89 adalah 0,175. Karena nilai r hitung
yang dihasilkan (-0,155) < dari nilai r tabel (0,175) dan nilai signifikasi (p) yang
besarnya 0,147 jika dibandingkan dengan nilai � = 5%, dimana nilai p >�maka

hipotesis alternatif (Ha) awal yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah
ditolak. Dengan demikian Ho yaitu yang menyatakan tidak terdapat hubungan
signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah
diterima. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat
hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif anak usia sekolah.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2015) tentang hubungan kecerdasan emosional terhadap pengendalian perilaku
agresif peserta didik kelas X SMK PGRI 3 Kediri. Hasil penelitian tesebut
mengatakan bahwa adanya hubungan signifikan antara kecerdasan emosioanal
terhadap pengendalian perilaku agresif pada peserta didik kelas X SMK PGRI 3
Kediri.
Pada teori sebelumnya banyak faktor yang mempengaruhi perilaku agresif
artiya perilaku agresif tidak hanya dipengaruhi oleh kecerdasan emosional namun
banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku agresif. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mangestuti dan Aziz (2008) tentang pengaruh
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan spritual (SI) terhadap
perilaku agresif pada mahasiswa UIN Malang. Hasil penelitian tersebut
mengatakan bahwa IQ, EQ, dan SI berpengaruh terhadap agresifitas, ketiga

Universitas Sumatera Utara

58

variabel tersebut mempengaruhi variabel agresif hanya sebesar 32, 5% artinya
masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi agresivitas.
Tori lain yang mendukung yaitu teori agresi yang dikenal dengan singkatan
GAAM, agresi dipicu oleh banyak sekali variabel input aspek aspek dari stuasi
saat ini atau kecendrungan yang dibawa inidividu ketika menghadapi stuasi
tertentu, variabel pertama meliputi frustasi, bentuk serangan tertentu dari orang
lain, role model agresif, munculnya tanda-tanda yang memicu agresi seperti
senapan dan senjata lainnya, dan hampir semua hal yang memicu orang lain
merasa tidak nyaman, mulai dari suhu udara yang tinggi bahkan kuliah yang
sangat membosankan. Variabel dalam kategori kedua meliputi sikap misalnya
mudah marah, kepercayaan yaitu mempercaayai suatu hal diterima atau tidak
dengan layak, penilaian terhadap kekerasa yaitu penilaian bahwa kekerasan
mununjukkan kebanggaan individu atau maskulinitas, dan keterampilan spesifik
yang terkait dengan agresi misalnya mengetahui cara berkelahi dan menggunakan
berbagai senjata (Sears,dkk, 1985)
Role model sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku agresif
(Sears,dkk, 1985). Role model utama bagi anak adalah orang tua, sedangkan
orang tua dari responden

mayoritas pekerjaannya sebagai dosen, dokter dan

pengusaha. Perkerjaan yang menyibukan orang tua dapat mempersingkat waktu
orangtua bertemu dengan anak, bahkan tidak jarang anak dijadikan sebagai
pelampiasan dari kelelahan orang tua dengan marah-marah didepan anak atau
menuntut anak sesuai dengan yang kehendak orangtua. Hal ini sejalan dengan
laporan dari penelitian Nuru (1994) yang menyatakan bahwa dengan mengetahui

Universitas Sumatera Utara

59

pekerjaan orang tua, dapat kita ketahui berapa lama anak dapat berkumpul dengan
orangtuanya untuk saling bertukar cerita, bertukar pikiran atau untuk melakukan
hal-hal yang mungkin dapat dilakukan bersama antara orang tua dan anak.
Orangtua yang meiliki sedikit waktu dengan anaknya tapi mempunyai aspirasi
tinggi yang tidak realistis bagi anak-anaknya, anak akan menjadi canggung, malu
dan merasa bersalah apabila mereka menyadari kritik orangtua bahwa mereka
tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Pengalaman semacam ini yang terjadi
berulang kali dengan segera akan menyebabkan emosi yang tidak menyenangkan
menjadi dominan dalam kehidupan anak. Sehingga kecerdasan emosional yang
baik pada siswa SD Siti Hajar tidak sepenuhnya menghindari mereka dari
berperilaku agresif.
Uraian diatas menunjukkan bahwa perilaku agresif sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor, dan dalam teori GAAM tidak mengemukakan bahwa perilaku
agresif dipengaruhi oleh kecerdasan emosional. Begitu juga dengan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional tidak berhubungan
dengan perilaku agresif.
Sebagai penutup dari pembahasan, peneliti berpendapat bahwa kecerdasan
emosioanal dapat menjadi faktor yang tidak berpengaruh pada perilaku agresif
anak, diakibatkan faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah role model,
atau lingkungan sosial. Faktor-faktor itulah yang harus diperhatikan untuk
mengatasi perilaku agresif pada anak.

Universitas Sumatera Utara

60

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 89 siswa di SD Siti Hajar Medan
menggambarkan bahwa kecerdasan emosional siswa dalam kategori sedang dan
perilaku agresif siswa dalam kategori sedang serta tidak ditemukan perilaku
agresif kategori tinggi dan hanya satu responden yang memiliki kecerdasan
emosional rendah.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kecerdasan
emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan.

6.2 Saran
6.2.1 Pendidikan Keperawatan
Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dijadikan oleh institusi
keperawatan sebagai sumber informasi tentang memahami kondisi emosional
anak agar dapat membantu anak menghindari perilaku agresif.

Universitas Sumatera Utara

61

6.2.2 Pelayanan Keperawatan
Peneliti menyarankan agar perawat sebelum melakukan tindakan
intervensi sebaiknya terlebih dahulu memahami kondisi emosional klien
khususnya anak-anak untuk lebih mengetahui cara melakukan intervensi yang
tepat.
6.2.3 Penelitian Keperawatan
Peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar meneliti tentang
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif.

Universitas Sumatera Utara