Studi Perbandingan Pengaruh Perendaman Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan Kitosan Bead Manik Terhadap Kadar Formalin Pada Tahu

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Dizaman modern sekarang ini tuntutan kebutuhan kualitas bahan makanan yang
baik semakin meningkat. Alasannya karena masyarakat sekarang makan bukan
hanya untuk mengurangi rasa lapar, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi seperti lemak, karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan lain sebagainya.
Pada dasarnya masyarakat ingin apa yang ia makan menjadi kesehatan bagi
dirinya bukan sebaliknya. Maka dari itu kualitas bahan makanan menjadi sangat
penting, karena apa yang kita makan hari ini menentukan kesehatan kita beberapa
tahun kedepan (Dianawati, 2011).
Dalam hal ini penulis ingin melakukan penelitian mengenai kualitas bahan
makanan yaitu tahu. Tahu sendiri merupakan sumber protein nabati yang relatif
murah, oleh karena itu tahu menjadi bahan makanan yang banyak dikonsumsi
oleh seluruh lapisan masyarakat. Rasanya yang gurih, enak dan bisa diolah
menjadi berbagai masakan membuat tahu menjadi bahan makanan yang digemari

oleh semua kalangan. Selain itu tahu mudah didapatkan, karena tahu bisa
dijumpai dipasar-pasar tradisional maupun pasar modern seperti supermarket.
Tahu mengandung 7,85 protein nabati. Protein tahu tidak terlalu besar
dikarenakan kadar air dalam tahu sangat tinggi yaitu 84,8%. Kandungan air yang
tinggi membuat tahu cepat mengalami penyimpangan bau dan rasa. Untuk
menjaga keawetan tahu kebanyakan pedagang-pedagang nakal menggunakan
pengawet berbahaya seperti formalin. Alasan penggunaan formalin sendiri karena
selain lebih murah, formalin dapat membuat tahu lebih tahan lama dibandingkan
menggunakan pengawet alami. Selain itu proses pengawetannya sederhana dan
formalin masih dijual secara bebas (Widyaningsih, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Isi penggunaan formalin dalam bahan makanan sudah muncul di awal tahun
2006. Sejak isu tersebut muncul pemerintah sudah melakukan penekanan
penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan melalui BBPOM,
misalnya dengan melakukan sidak ke pasar tradisional maupun modern,
memberikan penyuluhan mengenai bahaya penggunaan formalin bahkan
melakukan tindak pidana terhadap produsen maupun pedagang yang positif
menggunakan formalin. Namun hingga saat ini nyatanya penggunaan formalin

sebagai bahan tambahan pangan masih marak dijumpai. Baru-baru ini Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di DKI Jakarta beserta Dinas
Perindustrian dan Energi (Dinas PE) Pemprov DKI Jakarta menggelar sidak ke
sentra pengrajin tahu di 2 wilayah Jakarta yaitu di Kecamatan Mampang, Jakarta
Selatan dan Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Pada Pemeriksaan yang
berlangsung pada tanggal 22-24 Juni 2016 tersebut dari 27 pengrajin tahu di
Kecematan Mampang 3 pengrajin menggunakan formalin dan dari 21 pengrajin di
Kecamatan Matraman didapati 1 pengrajin menggunakan formalin. Kota-kota
besar seperti Jakarta, Lampung, Medan, Malang dan masih banyak lagi sudah
terindikasi banyak menggunakan formalin dalam bahan pangan (BBPOM, 2016).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan
Tambahan Makanan melarang penggunaan formalin didalam bahan makanan.
Formalin sebenarnya diperuntukan untuk pengawetan mayat, industri tekstil dan
industri pupuk. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Jika kandungannya tinggi didalam tubuh, akan bereaksi secara kimia
dengan semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang mengakibatkan keracunan pada tubuh. Efek dari makanan
berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian, kandungan formalin akan
meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan
juga bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang

yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur
darah (Cahyadi, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Banyaknya kasus bahan pangan yang mengandung formalin terkuak beberapa
tahun belakangan ini, sehingga banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk
mengurangi kadar formalin didalam bahan pangan. Penelitian yang dilakukan
(Fiona, 2015) formalin pada tahu mengalami penurunan setelah dilakukan
perendaman dengan air hangat 400C selama 15, 30 dan 45 menit, penurunan kadar
formalin tertinggi terdapat pada menit ke 45 yaitu 69,13 %. (Rany, 2014)
memanfaatkan tanaman untuk mereduksi kadar formalin pada fillet ikan bandeng,
yaitu memanfatkan daun kedondong (spondias sp.) penggunaan larutan daun
kedondong efektif dan mempunyai pengaruh positif dalam mereduksi kadar
formalin mencapai 62,6% pada fillet ikan bandeng. Dalam penelitian (Wikanta,
2011) menunjukkan bahwa penambahan perasaan buah belimbing wuluh
(averrhoa bilimbi L) pada konsentrasi 80% dapat menurunkan kadar formalin
dalam udang berformalin sampai 99%. (Killay, 2013) telah melakukan penelitian
mengenai pemanfaatan kitosan sebagai anti bakteri dan anti jamur pada berbagai
produk pangan, hasilnya menunjukan bahwa kitosan dengan konsentrasi 0,5% dan

1% dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan asin yang dikeringkan.
Kitosan dengan konsentrasi yang sama dapat menghambat pertumbuhan jamur
dan ragi pada keju. Kitosan digunakan sebagai pelapis (film) pada berbagai bahan
pangan, tujuannya adalah menghalangi oksigen masuk dengan baik, sehingga
dapat digunakan sebagai kemasan berbagai bahan pangan dan juga dapat dimakan
langsung, karena kitosan tidak berbahaya terhadap kesehatan (Herriette, 2010).
Menurut (Sari, 2008) kitosan tidak hanya untuk pengawetan makanan, dapat juga
digunakan sebagai penyerap warna pada industri tekstil dan penyerap logam serta.
Kitosan memiliki gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, maka kitosan
mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Fungsi lain dari kitosan adalah
sebagai bahan pengawet yang dapat melapisi (coating). Dengan adanya coating
kandungan bahan makanan tidak keluar. Dari hasil penelitian, khususnya untuk
tahu kuning yang diberi formalin dengan tahu yang diberi kitosan memiliki warna
yang lebih bagus dan lebih natural pada tahu pemberian kitosan.
Metode analisis formalin dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisa kualitatif formalin biasanya berdasarkan pada reaksi warna, uji seperti ini
disebut juga spot test yang biasanya dilakukan dengan pereaksi KMnO4, K2Cr2O7,

Universitas Sumatera Utara


FeCl3, asam kromatofat, Schiff’s, Fehling, Schryver dan Nash. Sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu dengan titrasi
volumetrik, spektrofotometri, kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja
tinggi. Metode kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi memiliki
sensitivitas dan selektivitas yang sangat baik. Namun metode kromatografi gas
dan kromatografi cair kinerja tinggi memerlukan instrumentasi yang relatif mahal
dan rumit selain itu dibutuhkan proses derivatisasi menggunakan zat penderivat
yang mahal (Fauzy, 2016).
Pada penelitian ini digunakan metode analisis kuantitatif yang lebih
sederhana, sensitif dan sesuai dengan SNI 01-2894-1992, yaitu spektrofotometri.
Pada metode spektrofotometri dibutuhkan pereaksi dimana pereaksi yang sering
digunakan yaitu pereaksi asam kromatofat, pereaksi Nash dan pereaksi Schryver.
Pada penelitian ini dipilih pereaksi Nash karena memiliki sensitivitas dan
selektivitas yang cukup baik dan sudah di validasi. Berdasarkan latar belakang
tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh adakah alternatif lain untuk
menurunkan kadar formalin pada makanan, adapun judul penelitian yaitu “Studi
Perbandingan Pengaruh Perendaman Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica)
Dan Kitosan Bead/manik Terhadap Kadar Formalin Pada Tahu” mengingat
ekstrak asam jawa belum pernah diuji dalam penurunan kadar formalin dan
digunakan kitosan bead/manik sebagai pembanding, selain itu ketersediaan asam

jawa disekitar kampus USU sangat melimpah sehingga perlu dimanfaatkan bagi
masyarakat sekitar Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

1.2.

Permasalahan
1.

Berapa persen penurunan kadar formalin setelah direndam Ekstrak
Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan larutan Kitosan Bead/manik
berdasarkan variasi konsentrasi?

2.

Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica)

atau larutan Kitosan


Bead/manik yang lebih efektif untuk menurunkan kadar formalin dalam
tahu?
3.

Berapakah konsentrasi ekstrak asam jawa (Tamarindus Indica) atau
larutan kitosan bead/manik yang paling optimal menurunkan kadar
formalin pada tahu.

1.3.

Pembatasan Masalah
1. Sampel tahu yang digunakan adalah tahu yang telah direndam formalin.
2. Analisa keefektifan Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) atau
larutan Kitosan Bead/manik yang lebih baik untuk menurunkan kadar
formalin pada tahu berdasarkan variasi konsentrasi.

1.4.

Tujuan Penelitian
1.


Untuk menentukan berapa persen penurunan kadar formalin setelah
direndam Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan larutan Kitosan
Bead/manik berdasarkan variasi konsentrasi.

2.

Untuk menentukan mana yang lebih efektif Ekstrak Asam Jawa
(Tamarindus

Indica)

atau

larutan

Kitosan

Bead/manik


untuk

menurunkan kadar formalin pada tahu berdasarkan variasi konsentrasi.
3.

Untuk menentukan pada konsentrasi berapa Ekstrak Asam Jawa
(Tamarindus Indica) atau larutan Kitosan Bead/manik yang paling
optimal menurunkan kadar formalin pada tahu.

Universitas Sumatera Utara

1.5.

Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui berapa persen penurunan kadar formalin setelah
direndam ekstrak asam jawa (Tamarindus Indica) dan larutan kitosan
bead/manik berdasarkan variasi konsentrasi.
2. Dapat mengetahui mana yang lebih efektif ekstrak asam jawa
(Tamarindus Indica) atau larutan kitosan bead/manik untuk menurunkan
kadar formalin pada tahu berdasarkan variasi konsentrasi.

3. Dapat mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak asam jawa
(Tamarindus Indica) atau larutan kitosan bead/manik yang paling
optimal menurunkan kadar formalin pada tahu.
4. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
satu informasi ilmiah mengenai cara mengurangi kadar formalin pada
bahan makanan tahu yang umum dikonsumsi masyarakat.

1.6.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan
Analisa Formalin dilakukan di Badan Riset Industri dan Standarisasi
Nasional Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.7.

Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium.
2. Pembuatan Kitosan Bead/manik dengan cara menimbang kitosan dan
dilarutkan dalam asam asetat 2% dengan ratio perbandingan 1:40 dan
selanjutnya diteteskan dalam larutan NaOH 2 M hingga terbentuk
bead/manik. Kemudian dicuci dengan aquades dan dikeringkan.
3. Pembuatan Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dengan cara
menimbang 2 g daging buah asam jawa dihaluskan, kemudian
dilarutkan dengan 100 mL akuades maka didapat ekstrak asam jawa
2%.
4. Analisa formalin sebelum dan sesudah perendaman dengan larutan
Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan larutan Kitosan
Bead/manik dengan metode spektrofotometri UV-Visible.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Variabel terikat meliputi:
a) Volume larutan Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan
Kitosan Bead/manik yang digunakan pada penyerapan adalah 100
mL.
2. Variabel bebas meliputi
a) Variasi larutan Ekstrak Asam Jawa (Tamarindus Indica) dan
Kitosan Bead/manik yang digunakan pada proses penyerapan
adalah (1; 2; 3; 4 dan 5%) dan (1; 2; 3; 4 dan 5%).

Universitas Sumatera Utara