Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Pluralis yang Sering Mengalami Bencana Banjir di Kelurahan Polonia Kota Medan

BAB II
BEBERAPA KAJIAN PUSTAKA TENTANG SOLIDARITAS SOSIAL DAN
PENGALAMAN MASYARAKAT KELURAHAN POLONIA DALAM MENGHADAPI
BANJIR

2.1. Solidaritas Sosial
2.1.1. Gambaran Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Majemuk
.

Indonesia terdiri dari masyarakat majemuk yang multikultural yaitu masyarakat yang

terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang budaya. Kemajemukan tersebut
ditandai oleh adanya suku-suku bangsa yang mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang
berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan
pemisahan antara etnik yang satu dengan etnik lainnya. Dalam kajiannya Suparlan menyebutkan
bahwa perbedaan tersebut pada hakekatnya adalah perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh
sejarah perkembangan kebudayaan masing-masing. Corak kemajemukan masyarakat Indonesia
yang Bhinneka Tunggal Ika menjadi lebih kompleks karena adanya sejumlah masyarakat
Indonesia yang tergolong sebagai keturunan asing yang hidup dan menjadi sebagian dari
masyarakat Indonesia. Keturunan asing yang paling kuat kedudukannya dalam masyarakat
Indonesia antara lain adalah orang Cina. Telah menjadi ciri khas bahwa hampir di semua tempat

di Indonesia terdapat WNI keturunan Cina yang telah bermukim secara turun temurun.
Durkheim membedakan masyarakat menjadi dua tipe dasar yaitu masyarakat dengan
pertumbuhan mekanis (kelompok- kelompok kekerabatan) dan masyarakat yang diorganisir
didasarkan pada pembagian kerja dengan spesialisasi fungsi. Teori ini dapat dilihat dalam
penelitian Susiyanto yang membahas mengenai solidaritas sosial yang terjadi di antara Cina
Muslim dan non- Muslim yang ada di Bengkulu. Di dalam kehidupan sosialnya sehari- hari,
33

Universitas Sumatera Utara

masyarakat etnis Cina ini cenderung hidup berkelompok dan hubungan dengan etnis lain yang
ada di kota tersebut sangat terbatas. Hal ini juga terlihat dari kebanyakan masyarakat Cina yang
menggunakan bahasa Cina di dalam percakapan sehari- hari meskipun ada tetangga yang ada di
sekitar lingkungan tempat tinggal mereka merupakan warga pribumi. Kondisi masyarakat
Bengkulu ini menggambarkan bahwa masyarakatnya lebih membangun hubungan solidaritas
dengan satu etnisnya saja. Melalui proses asimilasi dan akulturasi yang diharapkan dapat
membuat proses pembauran dapat terjadi juga tidak menjamin adanya solidaritas antar etnis
karena hal tersebut kembali lagi pada kesadaran setiap individu. Susiyanto juga menyebutkan
dalam kajiannya bahwa berdasarkan data BPS tahun 2000,etnis Cina ada sekitar 14.187 (0,06%)
jiwa dari 237.202 jiwa penduduk yang ada di kota Bengkulu. Dari jumlah etnis Cina tersebut ada

sekitar seribu (1,2%) yang beragama Islam. Meskipun terdapat perbedaan keyakinan di antara
masyaraka Cina yang ada di Bengkulu tidak membuat solidaritas yang ada di antara mereka
menurun. Struktur kehidupan sosial masyarakat etnis Cina sangat terikat oleh marga dan sistem
sosial yang diterapkan bersifat tradisional, tertutup, serta tidak berlaku pada etnis yang lain.
Solidaritas yang kuat antara etnis Cina Muslim dan non Muslim yang ada di kota
Bengkulu dipengaruhi oleh faktor keluarga. Menurut teori solidaritas mekanik Durkheim,
solidaritas yang terjadi di antara masyarakat Cina terjadi karena adanya kesamaan dalam
masyarakat yang homogen. Persamaan yang ada tersebut merupakan ikatan kepercayaan
bersama, cita- cita, serta komitmen moral. Selain itu, kesamaan persepsi oleh budaya yang
dimiliki, persamaan etnis, kegiatan keagamaan yaitu pemujaan terhadap leluhur, dan kongsi
dalam dalam kegiatan ekonomi yang memperkuat solidaritas yang terjadi di antara masyarakat
Cina di kota Bengkulu. Peranan keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi etnis
Cina sehingga mereka memiliki kepekaaan sosial terhadap keluarga satu klan yang sangat tinggi.
34

Universitas Sumatera Utara

Sistem kekerabatan masyarakat Cina muslim yaitu pada saat menggunakan sistem kekerabatan
masyarakat Cina dan pada saat lain menggunakan sistem kekerabatan etnik lain sesuai situasi
yang sedang dihadapi. Hubungan keterikatan yang terjadi di antara masyarakat Cina masih

sangat dekat dengan pihak keluarga maupun orang Cina yang lainnya karena mereka merasa
masih sebagai orang Cina. Orang Cina Muslim menempatkan dirinya yang masih terikat dengan
tradisi dan ikatan kekerabatannya, tetapi di sisi yang lain mereka menyesuaikan pola sikap
mereka dengan ajaran agama Islam yang telah mereka anut dan mereka membina hubungan serta
pergaulan yang baik dengan masyarakat Muslim lainnya di Kota Bengkulu tersebut.
Selain faktor keluarga, agama sangat berperan penting dalam ikatan solidaritas. Fungsi
sosial agama dapat memperkuat struktur sosial dan prinsip- prinsip moral masyarakat. Demikian
pula Khaldun dalam penelitian Susiyanto menyatakan bahwa agama berperan untuk
menetralisasi sifat jahat manusia. Oleh karena itu, nilai- nilai agama berperan untuk memperbaiki
akhlak manusia (Khaldun, 1962:28). Rumah tangga yang dijalani oleh masyarakat etnis Cina
dijadikan sebagai wadah untuk melakukan aktivitas upacara- upacara religi yaitu pemujaan
terhadap leluhur bagi anggota keluarga atau keluarga yang lebih besar dalam satu garis
keturunan. Melalui ajaran agama masyarakat Cina diajarkan untuk tidak membedakan satu
agama dengan agama lainnya. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak- anaknya untuk
memilih agama yang diyakini karena agama- agama yang dianut tersebut diyakini tidak menjadi
penghalang untuk tetap melaksanakan ajaran- ajaran leluhur yang telah mereka yakini. Seperti
masyarakat Cina yang menganut agama Islam sebagian besar bukan karena faktor keluarga,
namun karena faktor pergaulan di lingkungan tempat tinggal yang merupakan bentuk kesadaran
kehidupan religiusnya yang telah melalui proses yang panjang. Meskipun ada perbedaan agama
di antara masyarakat Cina yang berada di kota Bengkulu tidak membuat ikatan solidaritas di

35

Universitas Sumatera Utara

antara mereka memudar karena cara hidup, tempat tinggal, bahasa, adat istiadat menghormati
leluhur masih menampakkan identitas ke-Cinaannya.

Selain Cina, salah satu bangsa asing yang datang ke Indonesia yaitu masyarakat India.
Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu,
Gujarat. Suku bangsa Punjabi merupakan kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan.
Kelompok ini berasal dari wilayah Punjab yang juga menjadi tempat beberapa peradaban tertua
di dunia termasuk peradaban pertama dan tertua dunia yaitu Peradaban Lembah Indus. Di
Indonesia, suku bangsa Punjabi tidak hanya terpaku dalam satu wilayah saja melainkan
menyebar ke berbagai wilayah. Umumnya suku bangsa Punjabi tersebar di wilayah Jawa seperti
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan di wilayah Sumatera Utara seperti Medan, Binjai,
Tanjung Balai, Tebing Tinggi, maupun Kisaran. Persebaran tersebut disebabkan kedatangan
mereka tidak dengan cara berkelompok melainkan dengan cara sendiri-sendiri, sehingga pola
pemukiman mereka tersebar di berbagai sudut kota. Walaupun suku bangsa Punjabi datang tidak
secara berkelompok, hal ini tidak membuat mereka terpecah belah melainkan membentuk
hubungan yang baik guna mempererat atau memperkuat hubungan antarsesama suku seperti

halnya suku bangsa Punjabi di Kota Medan. Suku bangsa Punjabi mempunyai solidaritas yang
sangat kuat sehingga mereka tetap eksis dalam berbagai kegiatan di Kota Medan seperti dalam
bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Hal tersebut nampak dari berbagai bisnis yang
mereka lakukan, seperti membuka toko yang menjual peralatan musik, dimana pemilik toko
mempekerjakan orang yang beretnis India dengan maksud membantu orang tersebut untuk
memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya sehari- hari.

36

Universitas Sumatera Utara

Selain pada masyarakat etnis Cina dan India yang berbaur dengan lingkungan sekitarnya,
masyarakat Karo juga melakukan hal yang sama. Masyarakat Karo mengenal atau mempunyai
adat istiadat sendiri yang berbeda dengan adat yang lain. Masyarakat Karo mempunyai ciri khas
sendiri yang tidak dimiliki suku lain. Adat istiadat ini yang mengatur pergaulan hidup
masyarakat Karo sehari-hari. Karena adat itu merupakan norma-norma sosial yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat dan mengatur tindak tanduk para warga masyarakat.

Dasar hidup


masyarakat Karo adalah Daliken sitelu (tiga tungku perapian) yang terdiri dari kalimbubu,
sembuyak/ sukut dan anak bani yang merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat Karo dalam
kehidupannya, maka adat istiadat Karo yang terkenal dengan merga silima, rakut sitelu, tutur
siwaluh, benar-benar masyarakat dalam kebudayaan dan adat istiadat Karo. Ketiga kelompok ini
merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat Karo dalam hubungan sosialnya
dengan masyarakat. Akibatnya mulailah terjadi pengelompokan dalam kehidupan bersama
tersebut sesuai dengan fungsinya dalam masyarakat, khususnya masyarakat Karo. Daliken sitelu
merupakan sistem sosial bagi anggota masyarakat. Dalam setiap pelaksanaan adat istiadat, ketiga
kelompok masyarakat ini memegang peranan yang sangat penting dalam setiap kehidupan sosial
masyarakat Karo. Masing-masing sudah memiliki fungsi dan batasan-batasan hubungan dalam
berinteraksi dengan sesama atau kelompok lainnya.
Fungsi sosial dalam masyarakat Karo ini dapat dilihat dalam wujud solidaritas dengan
sesama warga masyarakat yang merasa senasib dan sepenanggungan untuk bekerja bersamasama (gotong royong) dalam mengerjakan dan melaksanakan sesuatu. Bentuk kepercayaan
dalam masyarakat Karo dapat dilihat dalam bentuk saling percaya antar sesama masyarakat.
Jaringan sosial dalam masyarakat Karo didasari oleh hubungan antar sosial antar individu yang
diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat mampu memperkuat kerja sama dan rasa senasib
37

Universitas Sumatera Utara


sepenanggungan diantara masyarakat. Nilai dan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan
kepercayaan. Pada masyarakat Karo norma dan nilai yang menyangkut aturan dalam masyarakat
Karo yang harus dipatuhi. Salah satu variabel pendukung dan penggerak adat istiadat dalam
masyarakat Karo adalah daliken si telu. Nilai-nilai yang dominan yang terdapat di dalam daliken
si telu ini adalah nilai gotong royong dan kekerabatan. Daliken si telu ini merupakan alat
pemersatu masyarakat Karo, sekaligus dapat mengikat atau terikat kepada hubungan
perkerabatan yang sekaligus pula sebagai dasar gotong royong, dan saling hormat menghormati.
Kerja tahun yang terjadi di kampung tempat masyarakat Karo tinggal setiap tahunnya merupakan
kegiatan yang dinantikan oleh setiap warga. Pada kegiatan tersebut setiap orang merayakan kerja
tahun yang berarti pesta atas panen yang mereka hasilkan dari kerja keras selama setahun. Kerja
tahun itu juga ditandai dengan berkunjungnya setiap warga ke rumah warga lain sehingga
meningkatkan solidaritas diantara masyarakat karo.
2.1.2. Keberagaman (pluralitas) di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu bangsa yang paling plural didunia dengan lebih dari 500
etnik dan menggunakan lebih dari 250 bahasa. Dalam kajiannya Subkhan menyatakan pluralisme
tidak hanya menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, tetapi juga mengenai
keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme etnik merupakan
pengakuan terhadap kesetaraan sosial dan budaya antara beragam kelompok etnik yang ada
dalam suatu masyarakat. Pluralisme etnik dianggap sebagai pandangan yang mengatakan bahwa
semua kebudayaan manusia harus dihargai dan diperhatikan. Dalam kenyataannya sering

ditemukan ada kebudayaan dari komunitas atau masyarakat tertentu yang tidak kita ketahui
secara pasti. Pluralisme mengklaim bahwa dalam masyarakat tempat kita hidup bersama, tidak

38

Universitas Sumatera Utara

ada kebudayaan yang tidak setara. Karena itu, setiap kebudayaan harus diakui, dihargai secara
sosial oleh penduduk yang beragam.
Sama seperti masyarakat yang tinggal di Pulau Punjung yang merupakan salah satu
kecamatan dari empat kecamatan yang berada di wilayah kabupaten Dharmasraya. Sebagai
bagian dari bangsa Indonesia, masyarakat Pulau Punjung menunjukan rasa kebangsaan mereka
dengan nilai-nilai nasionalisme melalui penggunaan bahasa nasional dalam setiap pertemuan
resmi dan menghargai pluralitas dalam kehidupan sosial budaya dan beragama. Potensi rukun
juga dikembangkan dari sikap keterbukaan masyarakat lokal disana. Sebagaimana yang diyakini
secara umum oleh masyarakat Minang, bahwa sikap keterbukaan merupakan bagian dari jati diri.
Selanjutnya pluralitas juga terjadi pada masyarakat yang tinggal di kawasan Kecamatan Lunang
Silaut. Meski secara budaya terdapat banyak perbedaan antara etnis Jawa dan Minang, namun
pada prinsipnya terdapat persamaan nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh, budaya
kolektivisme yang dimiliki oleh kedua etnis. Pada masyarakat Minang, budaya kolektif

disimbolkan dengan rumah gadang sedangkan pada orang Jawa nilai kolektivisme disimbolkan
dengan falsafah hidup mangan ora mangan ngumpul. Kesamaan nilai budaya lainnya yang
mejadi potensi rukun adalah budaya santun yang dimiliki kedua kelompok. Dalam budaya
Minang sikap sopan santun dan rasa hormat merupakan etika penting dalam kehidupan sosial
bermasyarakat. Ajaran adat Minangkabau yang lain tentang sopan santun ini adalah ”dimana
bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Artinya seseorang harus bisa menyesuaikan diri dan
menghormati kebiasaan masyarakat setempat dimana dia tinggal. Potensi rukun lainnya adalah
kesamaan agama, kebetulan agama yang dianut oleh pendatang pada umumnya adalah Islam
sebagaimana agama yang diyakini oleh penduduk setempat (Wanda Fitri, 2009).

39

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Polonia juga merupakan masyarakat yang terdiri
dari beberapa etnis dan agama. Masyarakat ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia
yang multietnis dan memiliki keanekaragaman budaya. Namun meskipun dengan adanya
perbedaan dapat memperbesar terjadinya pertentangan diantara warga masyarakat tersebut,
mereka tetap lebih memilih untuk hidup dengan berbaur dengan warga yang lain meskipun
berbeda etnis. Mereka hidup sama seperti masyarakat lainnya yaitu saling ketergantungan antara

satu dengan yang lain, saling menghargai dan menghormati, serta saling menjaga keharmonisan
antara satu dengan yang lain. Begitulah cara yang diharapkan dan dilakukan oleh warga
masyarakat tersebut dalam menghadapi pluralitas yang terjadi di sekitar mereka.
2.1.3. Konsep Perilaku Masyarakat Coping Behaviour dalam Menghadapi Banjir
Masyarakat banjir yang mengalami kondisi banjir di sekitar lingkungan mereka memiliki
perilaku yang berbeda- beda dalam menghadapi banjir yang terjadi di lingkungan mereka. Banjir
yang terus menerus terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat membuat masyarakat
mempunyai cara atau srategi sendiri untuk mengatasi bencana banjir, salah satu tindakan yang
dilakukan masyarakat adalah coping behaviour. Dalam kajiannya mengenai Coping Behaviour,
Pramadi (dalam Wardani,2009), menyatakan bahwa coping behaviour secara bebas diartikan
sebagai suatu perilaku untuk menghadapi masalah, tekanan, atau tantangan. Selain itu merupakan
respon perilaku yang bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan yang sifatnya
dinamis. Perilaku coping juga diartikan sebagai tingkah laku dimana individu melakukan
interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan masalah. Strategi Coping
Behaviour berfokus pada emosi seperti (a) Positive reappraisal (memberi penilaian positif) yaitu
bereaksi dengan menciptakan makna positif yang bertujuan untuk mengembangkan diri termasuk
melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping
40

Universitas Sumatera Utara


positive reappraisal akan selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya atas segala sesuatu
yang terjadi dan tidak pernah menyalahkan orang lain serta bersyukur dengan apa yang masih
dimilikinya. (b) Accepting responbility (penekanan pada tanggung jawab), yaitu bereaksi dengan
menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan yang dihadapi dan berusaha
meendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Contohnya adalah seseorang yang
melakukan coping accepting responbility akan menerima segala sesuatu yang sedang terjadi
sebagaimana mestinya dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dialaminya.
(c) Self controlling (pengendalian diri) yaitu bereaksi dengan melakukan regulasi baik dalam
perasaan maupun tindakan. Contohnya adalah seseorang yang melakukan tindakan ini dalam
menyelesaikan masalah akan selalu berfikir sebelum berbuat sesuatu dan menghindari untuk
melakukan sesuatu tindakan secara tergesa-gesa.
4. Distancing (menjaga jarak) yaitu tindakan yang dilakukan agar tidak terbelenggu oleh
permasalahannya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini dalam penyelesaian
masalah, hal ini tampak dari sikapnya yang kurang peduli terhadap persoalan yang sedang
dihadapi, bahkan mencoba melupakannya seolah- olah tidak pernah terjadi apa- apa (Mohammad
Khasan dan Mochamad Widjanarko, 2011).
Sikap yang diambil masyarakat dalam menghadapi bencana secara umum merupakan
upaya menuju penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sikap
masyarakat berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap kejadian bencana. Partisipasi
masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan wewenang lebih luas
kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai persoalan bersama-sama.
Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan masyarakat dalam
kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik
41

Universitas Sumatera Utara

dalam suatu komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk
memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan
berkelanjutan. Beberapa tindakan juga harus dilakukan masyarakat untuk siap siaga dalam
menghadapi terjadinya banjir, yaitu (a) Persiapan dalam pencegahan kemungkinan banjir. Untuk
menghindari risiko banjir, sebaiknyamembuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran
yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. (b)Mengerti akan ancaman banjir termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak daerah apakah cukup tinggi untuk
terhindar dari banjir. (c)Melakukan persiapan untuk mengungsi dan melakukan latihan
pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati.
Setiap orang harus mengetahui tempat evakuasi sehingga mengetahui tempat mana yang aman
apabila terjadi banjir. (d)Mengembangkan program penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran
akan ancaman banjir

dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperhitungkan

ancaman banjir dalam perkembangan masa depan. (e)Memasang tanda ancaman pada jembatan
yang rendah - agar tidak dilalui orang pada saat banjir dan tentunya melakukan perbaikan pada
kondisi jembatan yang kurang baik. (f) Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor –
tetap bekerja pada saat terjadi banjir. (g) Memasang tanda ketinggian air - pada saluran air,
kanal, kali atau sungai yang dapat dijadikan petunjuk pada ketinggian berapa akan terjadi banjir
atau petunjuk kedalaman genangan air (Yayasan IDEP,2007).
2.2. Peristiwa banjir di Kota Medan
Akibat hujan deras yang melanda Medan, ribuan rumah yang ada di lima daerah Kecamatan
kota Medan terendam banjir. Debit air di pemukiman warga, terutama di bantaran Sungai Deli
cenderung naik. Warga dihimbau mengungsi dan tidak bertahan di rumah mengantisipasi hal
42

Universitas Sumatera Utara

yang tidak diinginkan. Imbauan untuk mengungsi telah disampaikan kepada warga di lokasi
banjir di Kecamatan Medan Polonia sejak Kamis (4/1/2011) siang. Sebagai antisipasi, pihak
kecamatan mendirikan tenda penampungan di sejumlah titik, termasuk di samping kantor Camat
Medan Polonia. Pihak kecamatan juga mendirikan dapur umum karena peralatan masak warga
ikut terendam banjir. Wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah akibat
bencana banjir besar yang melanda Kota Medan dan sekitar di Sumatera Utara. Enam kelurahan
di kecamatan ini ikut diterjang luapan air Sunga Deli yang mengalir di tengah Kota Medan.
Enam kelurahan tersebut adalah Kelurahan Aur, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Jati,
Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Hamdan dan Kelurahan Sei Mati. Totalnya, hampir sekitar
3.000 rumah warga yang terendam banjir di wilayah ini. Kecamatan ini sebenarnya berada di
tengah kota, namun dalam bencana banjir kali ini, wilayah Kecamatan Medan Maimun terkena
dampak paling buruk. Sebelumnya, di akhir tahun 2010, Kelurahan Aur juga sempat terendam
banjir. Saat itu, Sungai Deli yang meluap juga sempat mencapai ketinggian hingga satu meter
dan merendam ratusan rumah di kawasan itu. Bahkan, Dinas Kesehatan Medan juga sempat
menurunkan tim medis untuk mengantisipasi munculnya berbagai penyakit. Pada saat banjir
tahun 2011 lalu terjadi puluhan posko sudah didirikan di sekitar Kecamatan Medan Maimun
tersebut untuk menampung para korban banjir. Selain itu, sejumlah dapur umum juga dibuat
untuk menyediakan makanan bagi para korban. Dapur umum yang terdapat di Jalan Brigjen
Katamso menjadi yang terbanyak.

Kota Medan dilanda banjir terbesar dalam satu dekade terakhir. Ribuan rumah warga
terendam akibat luapan sungai yang tak mampu menampung debit air dari hulu. Pada peristiwa
tahun lalu tersebut semua pihak diimbau lebih waspada karena potensi banjir masih
43

Universitas Sumatera Utara

mengancam, menyusul tingginya tingkat curah hujan. Pemerintah pun diharapkan menyiapkan
sistem peringatan dini. Peringatan yang diberikan terhadap seluruh sungai yang melintasi Kota
Medan, seperti Sungai Deli,Sungai Babura, dan Sungai Belawan,meluap menggenangi sejumlah
rumah dan sejumlah badan jalan. Bahkan di Kelurahan Aur dan Sei Mati,Medan Maimon, ada
rumah warga yang hanya terlihat atapnya.Sebab,ketinggian air mencapai 6 meter. Banjir
terparah memang terjadi di Medan Maimon. Enam kelurahan di kawasan ini digenangi air.
Diperkirakan 1.200 rumah terendam air. Di Medan Polonia, yaitu Kelurahan Suka Damai, 85
rumah yang tergenang air, Kelurahan Polonia 300 rumah, dan Kelurahan Anggrung 33 rumah,
Kelurahan Sari Rejo 19 rumah. Selanjutnya, di Kecamatan Medan Sunggal, banjir terparah
terjadi di Kelurahan Kampung Lalang. Di kawasan ini 460 rumah terendam, sedangkan di
Kelurahan Sunggal 180 rumah.Kemudian di Kecamatan Medan Helvetia, 400 rumah terendam
di Kelurahan Cinta Damai,dan 250 rumah di Kelurahan Tanjung Gusta. Namun, tidak ada
laporan korban jiwa akibat bencana banjir ini.

Foto 5. Banjir besar yang terjadi pada 01 April 2011 yang menggenangi rumah warga di
Kawasan Aur
44

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, 86 rumah warga di Kompleks Flamboyan, Jalan Flamboyan Raya, Kelurahan
Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan diterjang banjir. Rumah warga terendam
karena tanggul yang membatasi perumahan dengan Sungai Tuntungan jebol pada pukul 01.00
WIB dini hari. Berdasarkan pantauan wartawan sekitar pukul 03.00 WIB, jejeran mobil warga
yang berhasil diselamatkan berjejer di sepanjang Jalan Flamboyan Raya.Teriakan histeris
korban yang lebih dulu menyelamatkan diri turut mewarnai suasana pagi di wilayah Tuntungan
tersebut. Air meluap hingga ke pintu masuk perumahan. Jembatan, tembok pembatas, dan
sebagian rumah hancur dihantam arus sungai. Akibatnya, warga yang menempati kompleks
terjebak di dalam rumah hingga hampir 7 jam.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setda Kota
Medan tercatat, berikut keterangan mengenai kecamatan di Kota Medan yang terkena banjir
pada 14 April 2011 :
Kecamatan
Medan Petisah

Medan Tuntungan
Medan Belawan

Medan Sunggal

Medan Maimun

Lingkungan / Kelurahan
I
III
VII
X
III
I
II
III
VI
I
IV
X
XI
Kelurahan Sukaraja

Korban Banjir
40 KK (160 jiwa) dan 35 rumah
32 KK (133 jiwa) dan 30 rumah
95 KK (300 jiwa) dan 60 rumah
11 KK (20 jiwa) dan 9 rumah
75 rumah
243 jiwa
85 jiwa
353 jiwa
550 jiwa
46 KK
185 KK
40 KK
19 KK
138 KK
45

Universitas Sumatera Utara

Medan Barat
Medan Selayang
Medan Polonia

Medan Baru

Medan Helvetia

Medan Johor

Medan Marelan
Medan Deli
Medan Labuhan

Kelurahan Jati
Kelurahan Sei Mati
Kelurahan Aur
Kelurahan Hamdan
Kelurahan Kampung Baru
I
II
Kelurahan Beringin
Kelurahan Suka Damai
Kelurahan Sari Rejo
Kelurahan Polonia

20 KK
624 KK
656 KK
485 KK
920 KK
29 KK (291 jiwa) dan 31 rumah
180 jiwa dan 35 rumah
105 KK
145 KK (725 jiwa) dan 85 rumah
19 KK (79 jiwa) dan 19 rumah
416 KK (1.125 jiwa) dan 312
rumah

Kelurahan Anggrung
Kelurahan Madras Hulu
Kelurahan Padang Bulan
Kelurahan Merdeka
Kelurahan Petisah Hulu
Kelurahan Darat Lingkungan
Kelurahan Titi Rantai
Lingkungan
IV
V
VI
Kelurahan Tanjung Gusta
Kelurahan Titi Kuning
Kelurahan Pangkalan Mansyur
Kelurahan Johor
Kelurahan Kwala Bekala
Kelurahan Renggas Pulau
Kelurahan Labuhan Deli
Kelurahan Titi Papan
Kelurahan Pekan Labuhan
Kelurahan Martubung
Kelurahan Sei Mati

34 KK (186 jiwa) dan 33 rumah
3 KK (15 jiwa) dan 3 rumah
417 KK
187 KK
219 KK
100 KK
103 KK
120 KK
115 KK
158 KK
1989 KK
8 KK
45 KK
157 KK
228 KK
50 KK
136 KK
463 KK
1624 KK
1038 KK
358 KK

46

Universitas Sumatera Utara

2.3. Kejadian banjir di Kelurahan Polonia

Banjir merupakan keadaan dimana beberapa wilayah tergenang air dengan ketinggian
tertentu. Banjir dapat disebabkan karena beberapa faktor penyebab yaitu karena curah hujan
yang sangat tinggi pada wilayah tertentu dan banjir juga dapat disebabkan karena banjir tersebut
merupakan banjir kiriman dari wilayah yang telah terkena banjir sebelumnya.Di daerah
Kelurahan Polonia sendiri banjir sudah sering terjadi beberapa waktu terakhir ini. Namun banjir
yang paling besar yang terjadi di Kelurahan Polonia tersebut adalah banjir yang terjadi pada
bulan April tahun 2011.

Hujan yang terjadi malam Kamis (31/3/2011) sampai dengan Jumat (1/4/2011) pagi
menyebabkan air sungai Babura meluap yang mengakibatkan berbagai daerah terendam banjir,
seperti di kawasan jalan Mongonsidi- Kecamatan Polonia Medan terutama di Jalan Karya
Bersama dan Karya Utama tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Pantauan di lapangan air
terus semakin meninggi menggenangi permukiman penduduk di mana sejak pukul 4.00 WIB
dinihari air terus membanjiri permukiman warga dan banjir kali ini merupakan banjir terparah
yang sebelumnya pada 2002 pernah mengalami banjir seperti ini. Pada tahun 2002 banjir juga
menggenangi kelurahan Polonia. Akibat air yang sangat tinggi, jembatan penghubung antara
pajak sore ke lingkungan 3, Kelurahan polonia, pun terputus sehingga warga di sekitar sempat
menggunakan rakit yang terbuat dari bambu sehingga mereka tetap bisa beraktivitas dari satu
daerah ke daerah lain.

Setelah kejadian banjir 2002 tersebut, banjir yang terparah terjadi adalah banjir pada
tahun 2011 seperti yang telah dipaparkan di atas. Air mulai menggenangi tempat tinggal warga
47

Universitas Sumatera Utara

sejak pukul 4.00 dinihari. Dan, dalam waktu 20 menit debit air terus memasuki rumah warga.
Hujan lebat yang terjadi pada malam sebelumnya dan banjir kiriman dari gunung membuat air
sungai terus meluap. Pemukiman yang berada di sekitar sungai pun sudah mulai tenggelam dan
pemukiman yang berada agak jauh dari sungai mulai ditinggalkan oleh para penghuninya
karena mereka takut kalau air akan merendam rumah mereka. Pada saat air semakin
menggenangi wilayah Kelurahan Polonia tersebut, berbagai peringatan pun dilakukan dengan
cara memukul tiang listrik yang ada di daerah tersebut untuk mengingatkan warga agar segera
menyelamatkan jiwa dan harta bendanya karena banjir yang terjadi pada saat itu sangat dahsyat
dan diperkirakan akan merendam kawasan Medan Polonia dan sekitarnya. Selain merusak
sebagian rumah, di mana barang-barang yang menjadi korban seperti kasur, berkas-berkas,
lemari, kereta, mobil, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik (televisi dan kulkas) dan
barang-barang pecah belah, binatang ternak telah terbawa arus banjir. Selain itu pembangunan
Hermes Palace Medan yang berada di wilayah tersebut yang paling besar mengalami kerugian
karena bahan-bahan material bangunan banyak yang terbawa arus air dan kerugian secara dari
korban banjir besar di daerah ini tercatat mencapai miliaran rupiah. (wawancara dengan S.I.
Ginting , tanggal 18 juni 2012 jam 20.00 wib di rumah informan)

2.4. Tingkah laku penduduk Kelurahan Polonia dalam menghadapi banjir

Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat, yang dipengaruhi
oleh faktor pemicu dan tingkat keterpaparan dari kejadian tersebut. Oleh karena banjir yang terus
menerus terjadi, tentunya masyarakat mempunyai cara atau srategi sendiri untuk mengatasi
bencana banjir. Hal tersebut dikenal dengan nama coping, secara teoritis coping merupakan
48

Universitas Sumatera Utara

upaya seseorang baik secara kognitif , afektif, dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal
dan internal secara spesifik (Croker,dkk, 1999). Pramadi (dalam Wardani , 2009) mengatakan
bahwa coping behaviour secara bebas diartikan sebagai suatu perilaku untuk menghadapi
masalah, tekanan, atau tantangan, selain itu merupakan respon perilaku yang bersifat perilaku
psikologis untuk mengurangi tekanan yang sifatnya dinamis. Perilaku coping juga diartikan
sebagai tingkah laku dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan
tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Chaplin (dalam Wardani, 2009). Jika individu dapat
menggunakan perilaku copingnya dengan baik maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial
dengan baik pula. Perilaku penduduk Kelurahan Polonia hampir sama dengan perilaku yang
telah dipaparkan di atas. Di dalam menghadapi banjir yang terjadi tentu setiap individu, setiap
kelompok mempunya perasaan was- was atau khawatir dengan bencana yang mereka sedang
lewati. Pada saat banjir besar yang melanda penduduk Kelurahan Polonia pada bulan April tahun
2011 lalu, masyarakat sekitar berusaha untuk tidak terlalu panik karena mereka sadar apabila
mereka berlaku seperti itu akan semakin membuat keadaan menjadi kacau. Perlahan- lahan
warga masyarakat yang terkena musibah banjir tersebut mengamankan barang- barang berharga
milik mereka lalu mencari tempat yang aman untuk keluarganya sementara waktu. Selain itu
warga masyarakat Kelurahan Polonia juga berinteraksi dengan sesama warga lainnya yang
tentunya terkena musibah tersebut. Interaksi itu dilakukan karena persamaan masalah yang
mereka sedang hadapi, yaitu banjir. Selain itu melalui interaksi yang dilakukan masyarakat
Kelurahan Polonia yang sedang mengalami musibah banjir pada saat itu adalah untuk
mengurangi perasaan penat yang mereka alami saat itu. Dengan berinteraksi dengan orang lain
warga masyarakat Kecamatan Polonia akan merasa lebih sabar dan tabah dalam menghadapi
banjir yang terjadi pada saat itu (01/04/2011).
49

Universitas Sumatera Utara

2.5. Karakteristik banjir Sungai Deli di Kecamatan Medan Polonia
Pembuangan limbah langsung ke sungai sudah merupakan hal yang sangat sering terjadi
di dalam kehidupan sehari- hari, terutama di kota Medan. Akibat dari pencemaran sungai ini
menyebabkan sungai tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya yang justru menimbulkan
penyakit apabila digunakan, dan dapat berakibat lebih jauh bila ternyata limbah yang dibuang
mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Disamping itu banyaknya limbah dan sampah
di sungai dapat membuat sungai berbau busuk dan terjadinya banjir. Sungai-sungai utama yang
berada di kota Medan yaitu sungai Deli, sungai Percut, dan sungai Belawan. Seiring berjalannya
waktu dari hari ke hari jumlah debit air yang ada di sungai Deli semakin lama semakin
bertambah, dengan begitu diperlukan adanya normalisasi pada sungai Deli tersebut. Namun
dikarenakan sungai Deli berada atau melintasi pusat pemerintahan dan melintasi pusat
pemukiman kota Medan, maka sangat sulit dilakukannya normalisasi sungai.
Pada banjir yang terjadi pada April tahun 2011 lalu, sungai Deli pun meluap ke
lingkungan yang ada di sekitarnya serta membanjiri rumah- rumah disekitarnya tersebut. Berikut
gambar Sungai Deli yang meluap tahun lalu (01/04/2011).

Foto 6. Gambar warga yang berusaha mengungsi di tengah luapan air dari Sungai Deli yang
mengalir sangat deras

50

Universitas Sumatera Utara

2.6. Aktivitas Masyarakat Pluralis Dalam Menghadapi Bencana Alam

2.6.1. Masyarakat Cina

Istilah Cina berasal dari nama dinasti Chin (abad ketiga sebelum Masehi) yang berkuasa di
Cina selama lebih dari dua ribu tahun sampai pada tahun 1913. Bencana banjir, kelaparan, dan
peperangan memaksa orang-orang bangsa Chin ini merantau ke seluruh dunia. Kira-kira pada
abad ke tujuh orang-orang ini mulai masuk ke Indonesia. Pada abad ke sebelas, ratusan ribu
bangsa Chin mulai berdiam di kawasan Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatera dan di
Kalimantan Barat. Bangsa Chin yang merantau dari Cina ini di Indonesia lalu disebut dengan
cina perantauan. Orang-orang Cina perantauan ini mudah bergaul dengan penduduk lokal
sehingga mereka bisa diterima dengan baik. Para perantau yang membawa keluarga mereka
kemudian membentuk perkampungan yang disebut dengan "Kampung Cina." Cina menganut
Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang tidak menyukai kekerasan. Salah satu hal
penting yang diajarkan ialah "Janganlah berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat
kepadamu". Ajaran penting lainnya ialah "Selalu hormatilah orang yang lebih tua, lebih-lebih
orang tuamu". Prinsip lainnya adalah "Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudarasaudaramu hidup berkekurangan". Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga
keturunan Cina selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan
membantu yang kekurangan: memberikan pekerjaan, membantu secara moral dan finansial.
Hal- hal yang telah dipaparkan di atas dilakukan masyarakat Cina dalam menghadapi
berbagai bencana alam yang terjadi di sekitar lingkungannya termasuk dalam menghadapi banjir.
Masyarakat Cina biasa tidak panik di dalam menghadapi bencana alam seperti pula bencana
banjir yang terjadi yang sering terjadi beberapa kurun waktu terakhir. Masyarakat Cina pun
51

Universitas Sumatera Utara

cenderung bersikap ulet di dalam menghadapi bencana banjir. Mereka menghadapi bencana yang
banjir dengan segera bertindak dibanding mengeluh. Seperti pada kejadian banjir besar yang
terjadi pada tahun 2011 lalu (01/04) di Jalan Karya Bersama, Lingkungan III,Kelurahan Polonia,
masyarakat Cina yang mengetahui bahwa air mulai masuk ke dalam rumah segera mengambil
tindakan agar tidak terjebak di dalam banjir yang bisa dikatakan merupakan banjir yang paling
parah dalam beberapa kurun waktu terakhir. Mereka cenderung segera melakukan berbagai
tindakan penyelamatan terhadap anggota keluarga. Mereka langsung mengingatkan dan juga
mempersiapkan hal- hal lain yang berhubungan dengan dampak yang bisa ditimbulkan dalam
menghadapi bencana banjir. Selain itu, mereka cenderung tidak mengeluh karena mereka
menyadari bahwa dengan mengeluh hanya akan memperlambat proses berjalannya penyelamatan
diri dan keluarganya dalam menghadapi banjir. Masyarakat Cina juga tidak segan membantu
orang lain di luar dari lingkungan keluarga mereka. Alasannya adalah masyarakat Cina percaya
bahwa apa yang mereka lakukan terhadap orang lain juga akan mereka terima di dalam
perlakuan masyarakat di dalam kehidupan sehari- hari. Sikap yang mau menolong tidak hanya
pada keluarga sendiri yang membuat masyarakat ini juga akan mendapat bantuan apabila ada
bencana yang datang secara tidak terduga. Jadi masyarakat Cina yang terkenal ahli di dalam
perdagangan pun memiliki keahlian tertentu di dalam kehidupan sehari- hari. Setiap manusia
adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya, karena
masyarakat ini juga menerapkan prinsip tersebut di dalam kehidupan sehari- hari, termasuk di
dalam menghadapi berbagai bencana alam yang bisa dating sewaktu- waktu tanpa bisa
diperkirakan.

2.6.2. Masyarakat India
52

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia.
Kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara
(Medan, Pematang Siantar, dll). Masyarakat India adalah masyarakat yang menjunjung tinggi
nilai- nilai kebudayaan. Mereka tidak pernah melupakan kebudayaannya, walaupun kebudayaan
di India bersifat mencampurkan berbagai macam elemen yang bertentangan, namun hal tersebut
yang membuat masyarakatnya semakin bangga terhadap kebudayaan yang mereka miliki. Di
dalam kehidupan bermasyarakat, India mengenal sistem kasta yaitu sistem dimana ada
pembagian masyarakat secara bertingkat di dalam sistem kasta tersebut. Di dalam kehidupan
sosial masyarakat India memang mengenal adanya tingkatan di dalam sistem sosial mereka,
tetapi karena adanya pembauran antara budaya India dengan budaya yang lain dan tidak
meninggalkan budaya yang lama sehingga kebudayaan mereka semakin lengkap. Hal tersebut
pula yang mendasari terjadinya interaksi yang baik di dalam masyarakat India dalam
menghadapi bencana alam, seperti banjir. Semenjak masyarakat India menyebar di dalam
berbagai lingkungan, mereka berbaur antara satu dengan yang lain.

Sama halnya dengan

masyarakat India yang berada di Medan yang mengalami banjir besar pada tahun 2011 lalu
(01/04). Mereka sangat menjunjung tinggi komunikasi antara satu dengan yang lain.Pada saat
bencana banjir mulai datangm masyarakat India akan saling bekerjasama untuk menanggulangi
segala dampak yang timbul dari bencana alam yang terjadi. Masyarakat India yang disatu sisi
sangat tegas di dalam mempertahankan kebudayaannya pun akan saling membantu apabila
bencana alam terjadi. Seperti yang terjadi tahun lalu, sebuah keluarga India yang rumahnya
terendam banjir diminta oleh masyarakat India yang lain, yang pada saat terjadi bencana alam
tidak mengalami dampak yang terlalu parah pada saat terjadi banjir, untuk tinggal sementara
sampai air surut dengan keluarga mereka. Padahal pada kenyataannya kedua keluarga tersebut
53

Universitas Sumatera Utara

hanya sekedar mempunyai persamaan sebagai masyarakat etnis India dan tidak memiliki
hubungan keluarga.

Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa di dalam menghadapi bencana alam masyarakat
India memiliki tingkat solidaritas yang tinggi diantara sesama mereka. Meskipun tidak memiliki
hubungan keluarga, antara masyarakat India bisa memberikan bantuan di dalam menghadapi
bencana alam secara luar biasa yakni dengan memberikan tumpangan sementara bagi mereka
yang mengalami kerugian dari dampak bencana alam yang terjadi. Walaupun tidak memiliki
dasar hubungan yang erat, persamaan sebagai masyarat India yang membuat adanya hubungan
interaksi diantara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Dalam menghadapi
bencana banjir juga masyarakat India cenderung tertutup dan tidak banyak mengemukakan
segala keluhan yang berkaitan dengan bencana alam, seperti banjir, yang mereka alami. Biasanya
masyarakat India lebih suka bertindak pada saat menghadapi bencana alam yang terjadi. Begitu
ada bencana alam yang terjadi mereka langsung memikirkan hal- hal mana yang pertama harus
dilakukan agar apabila bencana alam tersebut selesai tidak akan mengganggu kelangsungan
kehidupan mereka selanjutnya. Selain itu juga dapat meminimalisir segala bentuk kerugian yang
bisa terjadi di dalam menghadapi bencana alam di sekitar mereka dan tidak dapat diperkirakan
waktu dari bencana alam tersebut.

2.6.3. Masyarakat Karo

Masyarakat Karo merupakan kelompok masyarakat pribumi yang banyak menempati
wilayah di Sumatera Utara dan sekitarnya. Di setiap wilayah yang berada di Medan hampir di
setiap daerah ditempati oleh masyarakat Karo. Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau
54

Universitas Sumatera Utara

adat yang cukup kental. Di dalam kehidupan bekerja sehari- hari, suku Karo ini terkenal dengan
kegigihan dan pantang menyerahnya. Hal tersebut apabila dikaitkan dengan bagaimana cara
mereka menghadapi banjir tentu akan berpengaruh juga. Apabila bencana alam tiba, seperti
misalkan meletusnya gunung dan banjir, biasanya suku Karo akan bertindak cepat dalam
menghadapi bencana alam tersebut. Mereka menggunakan waktu dengan sebaik mungkin untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin terjadi di saat bencana alam terjadi. Pada
umumnya juga masyarakat Karo akan saling melengkapi dengan satu yang lain di antara
masyarakat yang mengalami bencana alam. Misalnya pada saat terjadi bencana alam, masyarakat
karo yang tidak mengalami bencana alam akan membantu membuat makanan bagi masyarakat
yang mengalami bencana banjir. Kebutuhan akan makanan tentu sangadat diperlukan bagi setiap
orang terutama disaat terjadi bencana seperti bencana banjir. Makanan yang dibuat pun dapat
dibuat dalam jumlah yang banyak agar bisa dikonsumsi oleh banyak orang yang sedang
mengalami banjir. Sekalipun tidak terlalu dekat hubungan kekerabatan diantara mereka namun
pada umumnya antara masyarat Karo yang satu dengan yang lain akan terjalin hubungan yang
erat dikarenakan budaya masyarakat Karo yang sangat menjunjung tinggi persamaan suku
diantara sesamanya.

55

Universitas Sumatera Utara