Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Pluralis yang Sering Mengalami Bencana Banjir di Kelurahan Polonia Kota Medan
SOLIDARITAS SOSIAL PADA MASYARAKAT
PLURALIS YANG SERING MENGALAMI
BENCANA BANJIR
(Studi Kasus Pada Masyarakat etnis Cina, India, dan Karo di Kelurahan Polonia,
Kecamatan Medan Polonia)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana
DISUSUN OLEH
WISTIN MONICA
080901048
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
(2)
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang sering mengalami bencana hidrometereologi, terutama banjir. Banjir yang terjadi dialami oleh masyarakat pluralis yang ada di Indonesia. Masyarakat pluralis yang tinggal pada satu kawasan menyadari perbedaan yang terjadi di antara mereka tidak menjadi suatu penghalang untuk hidup saling menolong, terutama karena persamaan nasib yang mereka hadapi yakni bencana banjir yang sering terjadi. Tidak hanya sekedar mengenal, hubungan di antara masyarakat pluralis menjadi sangat erat dan solidaritas akhirnya muncul di tengah- tengan masyarakat tersebut. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat bentuk solidaritas yang terjadi pada masyarakat pluralis dan faktor- faktor yang memengaruhi solidaritas tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian empiris yaitu penelitian tentang dunia nyata yang sebenarnya, dalam penelitian ini terhadap 35 responden. Penentuan informannya menggunakan teknik “purposive”. Artinya, penentuan siapa yang menjadi sumber data didasarkan atas kriteria tertentu yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.Melalui wawancara dan observasi partisipasi , peneliti langsung mengamati hubungan sosial yang terjadi. Data diperoleh melalui pembagian kuesioner kepada responden yang berisi tentang pertanyaan pengetahuan mengenai kondisi kawasan tempat tinggal, kondisi banjir kepada lingkungan dan bentuk solidaritas sosial yang terjadi pada saat banjir. Interview guide yang digunakan untuk menambah serta melengkapi informasi dari responden dan dokumentasi juga menggambarkan kondisi penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk solidaritas terlihat pada tolong-menolong yang terjadi disaat banjir, perkumpulan rutin yang dilakukan oleh warga dan arisan yang ada di tengah-tengah masyarakat pluralis. Melalui kegiatan tersebut, solidaritas masyarakat semakin erat tidak hanya dengan sesama etnis tetapi juga dengan etnis yang lain. Faktor yang memengaruhi solidaritas yaitu masyarakat yang saling berbaur dengan komunikasi yang intens, agama dan lembaga masyarakat yaitu serikat tolong menolong. Solidaritas yang kuat terjadi di antara masyarakat pluralis menyebabkan asimilasi terjadi di lingkungan masyarakat pluralis.
(3)
i KATA PENGANTAR
Skripsi berjudul Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Pluralis yang Sering Mengalami Bencana Banjir di Kelurahan Polonia Kota Medan ini merupakan penelitian yang disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Kompeherensif untuk mencapai Gelar Sarjana Sosial pada Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penelitian terhadap solidaritas sosial terhadap masyarakat pluralis yang sering mengalami banjir di Lingkungan III, Kelurahan Polonia ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk solidaritas sosial yang terjadi karena sering mengalami banjir, di antara masyarakat pluralis, yaitu masyarakat Cina, India, dan Karo yang tinggal di lingkungan tersebut.
Solidaritas biasanya terjadi pada masyarakat yang memiliki banyak persamaan, seperti persamaan budaya dan suku. Namun, solidaritas juga dapat terjadi di tengah kehidupan masyarakat pluralis. Solidaritas tersebut timbul karena berbagai faktor. Salah satu faktor utamanya melalui bencana banjir yang sering dialami oleh masyarakat pluralis. Berbagai bentuk tolong- menolong terjadi pada saat masyarakat pluralis menghadapi bencana banjir yang sering terjadi di lingkungan tempat tinggalnya.
Saya mengucapkan terimakasih yang begitu besar kepada Bapak Prof. Rizabuana Ismail, M.Phil , Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya, memberikan banyak masukan dan motivasi, serta mengevaluasi dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lina Sudarwati, M.si selaku Ketua Departemen Sosiologi. Terkhusus kepada kedua orangtua saya, yaitu Bapak Drs.Thorman Gulo dan Ibu Ernita untuk dukungan yang luar biasa besar kepada saya, selalu mengerti pergumulan saya dalam mengerjakan skripsi, tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat kepada saya, dan juga untuk doa yang luar biasa kepada saya. Begitu juga kepada kakak saya satu- satunya, dr. Wirta Hernika Gulo yang selalu memotivasi saya
(4)
untuk menyelesaikan skripsi dengan menanyakan perkembangan skripsi saya setiap hari.Semoga kita bisa sukses ya kak. Kepada keluarga besar Sitepu- Gulo, terutama bibik saya Febriana Sitepu atas dukungan yang luar biasa, terimakasih yang sebesar- besarnya saya ucapkan. Kepada orang- orang yang special, yaitu my Charles Bastian S.sos atas setiap nasehat, bantuan, doa, dan selalu menemani saya disaat masa- masa suka dan sulit dalam mengerjakan skripsi, saya ucapkan terimakasih yang tiada henti. Begitu juga kepada sahabat saya sejak SMA (speaqmaroeq) yaitu Mariana Florensia S.E, Isabela Deliana S.I.Kom, Kartika Fidesia, dan Dewi Sartika Ginting, terimakasih untuk dukungan, “we love each other” nya, sukacita yang selalu diberikan kepada saya. Sahabat saya selama perkuliahan yaitu Frina, Sylvia S.sos, Damira, Yova, Elizabeth, Anwar S.sos, Micael S.sos dan Martin untuk masa- masa yang begitu indah dan sangat berkesan selama menjalani perkuliahan di Fisip Usu.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman- teman gerakan pemuda GPIB Kasih Karunia Medan, terutama veby, ryan, ernest, mancini, steffi atas doa dan sukacita yang diberikan kepada saya. Begitu pula dengan teman- teman kerja saya di BT/BS Medica yang telah mengajarkan saya banyak hal dan dukungan yang tiada henti. Tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih untuk SOSIOLOGI 2008 atas suka duka yang dilewati bersama- sama, keluarga baru yang saya miliki, serta kepada rekan satu dosen pembimbing saya, Judika Manurung, semoga kita akan selalu mengingat pengalaman dalam mengerjakan skripsi. Terimakasih yang begitu mendalam juga saya ucapkan kepada Bapak Ram Sanden selaku kepala lingkungan III dan masyarakat lingkungan III yang telah memberikan banyak informasi serta pengalaman baru bagi saya melalui pengerjaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat membawa dampak yang baik bagi ilmu sosial, khususnya Sosiologi dan bisa menambah wawasan dan informasi mengenai solidaritas yang terjadi di antara masyarakat pluralis.
Medan, September 2012 Penulis
(5)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK………. i
KATA PENGANTAR……… ii
DAFTAR ISI……….. iv
DAFTAR TABEL……….. vi
DAFTAR FOTO……… viii
DAFTAR LAMPIRAN………. ix
BAB I PENDAHULUAN……… 1
1.1 Latar Belakang Masalah………. 1
1.2 Perumusan Masalah……… 6
1.3 Tujuan Penelitian……… 6
1.4 Manfaat Penelitian………. 7
1.5 Definisi Konsep………. 7
1.6 Metode Penelitian……….. 12
BAB II BEBERAPA KAJIAN PUSTAKA TENTANG SOLIDARITAS SOSIAL DAN PENGALAMAN MASYARAKAT KELURAHAN POLONIA DALAM MENGHADAPI BANJIR………. 23
2.1 Solidaritas sosial………. 23
2.1.1 Gambaran Solidaritas Sosial Pada Masayarakat Majemuk…… 23
2.1.2 Keberagaman (pluralitas) di Indonesia……….. 28
2.1.3 Konsep Perilaku Masyarakat Coping Behaviour dalam menghadapi banjir……….. 30
2.2 Peristiwa banjir di Kota Medan……… 32
2.3 Kejadian banjir di Kelurahan Polonia………... 37
2.4 Tingkah laku Penduduk Kelurahan Polonia Dalam Menghadapi Banjir…. 38 2.5 Karakteristik Banjir Sungai Deli di Kecamatan Medan Polonia…………. 40
2.6 Aktivitas Masyarakat Pluralis Dalam Menghadapi Bencana Alam………. 41
2.6.1 Masyarakat Cina……… 41
2.6.2 Masyarakat India………... 43
2.6.3 Masyarakat Karo……… 45
BAB III GAMBARAN RESPONDEN dan PENGETAHUAN MASYARAKAT PLURALIS TENTANG BENCANA BANJIR di KAWASAN TEMPAT TINGGALNYA……….. 46
3.1 Masyarakat Pluralis di Kawasan Tempat Tinggal………... 46
3.2 Pengetahuan Responden Tentang Kawasan Tempat Tinggal……. 51
3.3 Pengetahuan Responden Tentang Bencana Banjir di Kawasan Tempat Tinggalnya……… 56
(6)
BAB IV SOLIDARITAS MASYARAKAT PLURALIS DALAM MENGHADAPI
BANJIR……… 65
4.1 Solidaritas Masyarakat Banjir……….. 65
4.2 Bentuk Solidaritas Sesama Masyarakat………... 75
4.2.1 Solidaritas Sesama Masyarakat India……….. 75
4.2.2 Solidaritas Sesama Masyarakat Cina………... 83
4.2.3 Solidaritas Sesama Masyarakat Karo………... 87
4.2.4 Solidaritas Warga dengan Etnis Lain……… 92
4.3 Faktor yang Memengaruhi Solidaritas Sosial di antara Warga……… 96
BAB V PENUTUP……… 104
5.1 Kesimpulan……… 104
5.2 Saran……….. 112
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Responden Berdasarkan Etnis
Tabel 2 Responden Berdasarkan Usia
Tabel 3 Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 4 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5 Responden Berdasarkan Agama
Tabel 6 Lamanya Responden Tinggal di Kawasan Tempat Tinggalnya
Tabel 7 Alasan Responden Memilih Tinggal di Lingkungan Ini
Tabel 8 Responden Berdasarkan Nyaman/Tidak Lingkungan Tempat Tinggalnya Tabel 9 Pengetahuan Tentang Perubahan Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal
Tabel 10 Kondisi Jarak Rumah Responden dengan Rumah Tetangga
Tabel 11 Pengetahuan Tentang Saluran Pembuangan Air di Depan Rumah Responden
Tabel 12 Pengetahuan Responden Bahwa Daerah Tempat Tinggalnya Merupakan Daerah Rawan Banjir
Tabel 13 Pengetahuan Responden Tentang Frekuensi Banjir yang Terjadi Setiap Tahun
Tabel 14 Pengetahuan Responden Tentang Kedalaman Genangan Air Akibat Banjir Tabel 15 Responden Berdasarkan Penyebab Banjir di Lingkungan Tempat
Tinggal
Tabel 16 Responden Tentang Dampak Banjir di Lingkungan Tempat Tinggal Tabel 17 Pengetahuan Tentang Banjir Terbesar yang Pernah Terjadi di Kawasan
Tempat Tinggal
(8)
Tabel 19 Responden Berdasarkan Pernah/ Tidak Menolong Tetangga Ketika Terjadi Banjir
Tabel 20 Bentuk Tolong- Menolong yang Terjadi di antara Warga Pluralis Selama Banjir
Tabel 21 Pendapat Responden Berdasarkan Siapa yang Didahulukan untuk Ditolong Pada Saat Terjadi Banjir
Tabel 22 Pendapat Responden Berdasarkan Sering/ Tidaknya Kerja Bakti Diadakan Tabel 23 Responden Berdasarkan Iya/ Tidak Mengikuti Kerja Bakti yang
Dilaksanakan
Tabel 24 Pendapat Responden Berdasarkan Iya/ Tidak Hanya Membersihkan Halaman di Depan Rumah Pada Saat Kerja Bakti
Tabel 25 Pendapat Responden Mengenai Ada/ Tidaknya Kegiatan Secara Rutin yang Dilakukan Oleh Warga Masyarakat
Tabel 26 Pendapat Responden Mengenai Pernah/ Tidak Pernah Terjadi Konflik Diantara Warga Masyarakat
Tabel 27 Pendapat Responden Berdasarkan Setuju/ Tidak Setuju dengan Kalimat yang Menyatakan “Tetangga adalah Keluarga Terdekat”
(9)
DAFTAR FOTO
Foto 1. Tukang becak yang sedang menunggu warga yang ingin menggunakan becaknya untuk masuk ke dalam lingkungan III
Foto 2. Jalan di lingkungan III yang sudah diperbaiki sejak tahun 2010 Foto 3. Lapangan 1 yang biasanya digunakan untuk bermain sepakbola
Foto 4. Lapangan 2 yang biasanya digunakan warga untuk bermain bulutangkis dan bola voli
Foto 5. Banjir besar yang terjadi pada 01 April 2011 yang menggenangi rumah warga di Kawasan Aur
Foto 6. Gambar warga yang berusaha mengungsi di tengah luapan air dari Sungai Deli yang mengalir sangat deras
Foto 7 Salah satu saluran air yang berada di depan rumah warga yang dipenuhi sampah Foto 8 Salah satu warga yang ikut berpartipasi dalam kerja bakti yang diadakan secara
rutin
Foto 9 Parit besar yang berada di belakang Vihara Lokal Shanti. Air yang menggenangi vihara berasal dari parit besar ini
Foto 10 Bekas banjir yang terjadi di vihara Lokal Shanti awal April 2011 lalu. Tanda yang nampak pada dinding di vihara yang menunjukkan seberapa tinggi air yang menggenangi vihara tersebut
Foto 11 Vihara Bodhi Gaya yang digunakan sebagai tempat mengungsi masyarakat India pada banjir April (01/04/2011)
Foto 12 Ibu Shanti (India) dan Ibu Desma (Karo) yang merupakan tetangga dekat Foto 13 Keluarga Ibu Bobby (India) yang menikah dengan bapak Hermanto (Cina) sejak
tahun 1995
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Angket Penelitian Lampiran 2 : Izin Penelitian
(11)
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang sering mengalami bencana hidrometereologi, terutama banjir. Banjir yang terjadi dialami oleh masyarakat pluralis yang ada di Indonesia. Masyarakat pluralis yang tinggal pada satu kawasan menyadari perbedaan yang terjadi di antara mereka tidak menjadi suatu penghalang untuk hidup saling menolong, terutama karena persamaan nasib yang mereka hadapi yakni bencana banjir yang sering terjadi. Tidak hanya sekedar mengenal, hubungan di antara masyarakat pluralis menjadi sangat erat dan solidaritas akhirnya muncul di tengah- tengan masyarakat tersebut. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat bentuk solidaritas yang terjadi pada masyarakat pluralis dan faktor- faktor yang memengaruhi solidaritas tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian empiris yaitu penelitian tentang dunia nyata yang sebenarnya, dalam penelitian ini terhadap 35 responden. Penentuan informannya menggunakan teknik “purposive”. Artinya, penentuan siapa yang menjadi sumber data didasarkan atas kriteria tertentu yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.Melalui wawancara dan observasi partisipasi , peneliti langsung mengamati hubungan sosial yang terjadi. Data diperoleh melalui pembagian kuesioner kepada responden yang berisi tentang pertanyaan pengetahuan mengenai kondisi kawasan tempat tinggal, kondisi banjir kepada lingkungan dan bentuk solidaritas sosial yang terjadi pada saat banjir. Interview guide yang digunakan untuk menambah serta melengkapi informasi dari responden dan dokumentasi juga menggambarkan kondisi penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk solidaritas terlihat pada tolong-menolong yang terjadi disaat banjir, perkumpulan rutin yang dilakukan oleh warga dan arisan yang ada di tengah-tengah masyarakat pluralis. Melalui kegiatan tersebut, solidaritas masyarakat semakin erat tidak hanya dengan sesama etnis tetapi juga dengan etnis yang lain. Faktor yang memengaruhi solidaritas yaitu masyarakat yang saling berbaur dengan komunikasi yang intens, agama dan lembaga masyarakat yaitu serikat tolong menolong. Solidaritas yang kuat terjadi di antara masyarakat pluralis menyebabkan asimilasi terjadi di lingkungan masyarakat pluralis.
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana alam merupakan permasalahan yang terjadi di seluruh negara, seperti juga yang terjadi di Indonesia. Letak geografis dan bentang alam suatu negara menjadi salah satu faktor yang membedakan jenis bencana yang terjadi. Letak Indonesia yang berada di pertemuan dua lempeng benua menjadikan bangsa Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam. Letak geografis,terutama geologi Indonesia sangat berpengaruh besar.Letak Indonesia merupakan tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik yang memiliki gerakan sendiri dengan arah berbeda. Juga Indonesia terletak di kawasan yang terkenal dengan Cincin Api Pasifik, sehingga Indonesia banyak memiliki gunung-gunung berapi yang aktif seperti Merapi dan Bromo. Akibatnya Indonesia seringkali mengalami bencana gempa bumi , tsunami dan letusan gunung api. Sebagai contoh adalah gempa Liwa di Lampung, gempa Sentani di Papua, gempa Flores, gempa di Aceh dan gempa Nias yang diikuti oleh tsunami, gempa Padang, gempa Bengkulu, gempa Nabire dan gempa Jawa Barat serta letusan Gunung Lokon di Sulawesi Utara. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2011 mencapai angka 1.598. Jumlah tersebut memang terbilang cukup besar namun lebih kecil ketimbang 2010 dengan jumlah 2.232 kasus. Bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang merupakan jenis bencana yang dominan di Indonesia. Data bencana tahun 2002-2011 menunjukkan bahwa sekitar 89 persen dari total bencana di Indonesia didominasi
(13)
oleh bencana hidrometeorologi. Perubahan iklim global, degradasi lingkungan, kemiskinan, dan bertambahnya jumlah penduduk makin memperbesar ancaman risiko bencana. Bencana tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang besar.
Selain itu, Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dan memiliki iklim tropis dengan curah hujan tinggi menyebabkan negara Indonesia menjadi sangat rentan terhadap bencana banjir. Bencana banjir merupakan kejadian alam yang sulit diduga karena datang secara tiba – tiba dengan periodisitas yang tidak menentu, kecuali daerah yang sudah menjadi langganan terjadinya banjir tahunan. Secara umum banjir adalah daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah yang rendah hingga cekungan. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air. Selain itu terjadinya banjir dapat disebabkan oleh volumenya yang melebihi kapasitas pengairan sistem drainase atau sistem aliran sungai. Bencana banjir yang terjadi di Indonesia umumnya melanda wilayah Indonesia bagian barat, karena curah hujan yang turun di Indonesia bagian barat lebih besar dibandingkan dengan curah hujan yang turun di Indonesia bagian tengah dan bagian timur. Banyaknya sungai induk yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia menambah semakin luasnya dataran banjir yang dimiliki oleh negara ini. Sungai induk yang dimiliki Indonesia ada sebanyak 5.590 sungai induk dan 600 di antaranya merupakan sungai yang sering menimbulkan banjir, terutama pada saat musim hujan dengan curah hujan tinggi. Bencana banjir memang tidak bisa dipisahkan dari negara ini karena faktor fisik alam, banjir juga terjadi akibat kurangnya kesadaran warga masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan disekitarnya (Argo Mulyanto 2008).
(14)
Kebanyakan masyarakat Indonesia memanfaatkan bantaran sungai sebagai tempat tinggal dan digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas kehidupannya. Selain itu, penggundulan hutan yang banyak dilakukan masyarakat pun merupakan salah satu faktor penyebab tingginya debit banjir tiap tahunnya. Permasalahan lingkungan seperti penurunan muka tanah (land subsidence) juga turut membuat semakin tinggi genangan banjir dari tahun ke tahun. Bencana banjir yang terjadi di Indonesia sering memberikan kerugian yang tidak sedikit. Kerugian yang ditimbulkan oleh banjir beragam, mulai dari kerugian materiil hingga korban jiwa yang ada. Selain dampak yang di atas akibat banjir yang juga banyak dirasakan oleh warga masyarakat yaitu hambatan dalam bertransportasi. Banjir yang menggenangi jalan-jalan akan menghambat pengguna jalan di dalam melakukan aktivitasnya.
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai masyarakat majemuk, beragam suku bangsa, yang baik langsung maupun tidak langsung, bersatu di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional. Indonesia sebagai negara pluralistik dan multikulturalistik, dihuni oleh berbagai etnis, bahasa, agama, dan ideologi serta letak geografis antardaerah yang luas dipisahkan oleh ribuan pulau. Selain itu yang mencolok dari ciri kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan sebagai acuan utama bagi jatidiri individu.
Berdasarkan hal tersebut, terjadi kesatuan sosial yang disebabkan oleh perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, perbedaan adat, dan sebagainya.
(15)
Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang terdiri dari berbagai masyarakat yang berasal dari suku dan budaya yang berbeda. Beragam masyarakat yang ada di kota Medan disebabkan oleh berbagai faktor penarik yang ada sehingga banyak orang yang tertarik untuk pindah ke kota tersebut. Penduduk kota memiliki ciri penting yaitu meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terbuka, tidak hanya masyarakat dengan suku tertentu yang bermukim di Medan, namun banyak ragam suku yang telah bermukim di kota tersebut dan bertambah di setiap tahunnya. Perbedaan budaya yang ada pada setiap penduduk mempengaruhi cara mereka untuk berkomunikasi atau bersosialisasi dengan penduduk lainnya. Pola hubungan sosial yang diterapkan oleh penduduk kota Medan berpengaruh dengan kehidupan yang mereka jalani sehari- hari, sehingga perbedaaan suku dan budaya tidak dijadikan sebagai alasan terjadinya perpecahan atau pertentangan di dalam berbaur antar masyarakat pluralis.
Banjir yang terjadi di kota Medan merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh Pemerintahan Kota (Pemko) Medan. Permasalahan tersebut ditimbulkan beberapa diantaranya karena sistem drainase yang buruk, dan sampah yang menumpuk di berbagai kawasan termasuk di sungai-sungai yang mengalir sepanjang kota. Banjir di Medan sendiri merupakan suatu hal yang sudah biasa terjadi dibeberapa wilayah di kota Medan. Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai seperti Sungai Percut, Sungai Deli, Sungai Babura, Sei Belawan dan sungai lainnya. Kota Medan dilalui oleh 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Belawan, DAS Deli dan DAS Percut. Kawasan rawan banjir yang ada di kota Medan yaitu daerah aliran Deli (220,4 Ha), daerah aliran Badera (250 Ha), daerah aliran Kera (302,5 Ha), daerah aliran Sikambing (128 Ha), daerah aliran Putih
(16)
(220 Ha), daerah aliran Percut (206,5 Ha) (BAPPEDA Medan 2009). Beberapa penyebab sehingga sering terjadi banjir di Medan, yaitu (1) intensitas curah hujan yang semakin meningkat dengan frekuensi banjir periodik yang semakin dekat, (2) kondisi DAS di bagian hulu sungai yang semakin kritis, (3) kebutuhan ruang perkotaan yang semakin meningkat dan meluas, (4) bidang resapan air hujan di perkotaan yang semakin berkurang, (5) sistem drainase yang belum terintegrasi secara optimal,(6) masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara kebersihan saluran sungai dan drainase,(7) tumbuh dan meluasnya kawasan permukiman ilegal yang berada di bantaran sungai,(8) belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan pembangunan drainase,(9) terbatasnya anggaran pembangunan dan pemeliharaan saluran sungai dan drainase, (10) perubahan iklim yang mengakibatkan terjadinya perubahan watak banjir. Masyarakat merupakan peran utama dalam menghindari banjir besar yang sering terjadi di kota Medan. Kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap kebersihan lingkungan sangat mempengaruhi potensi terjadinya banjir. Kesadaran tersebut dimulai dari hal- hal seperti membuang sampah pada tempatnya sehingga pada saat hujan turun terus- menerus, tidak mengakibatkan sungai atau saluran air yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal warga meluap.
Berdasarkan uraian di atas, kota Medan adalah kota yang masyarakatnya berasal dari beragam suku dan budaya. Selain itu, bencana banjir juga sering dialami oleh masyarakat di kota Medan akibat berbagai faktor yang telah disebutkan. Salah satunya adalah lingkungan III, Kelurahan Polonia, yang juga kerap terkena banjir dan dihuni oleh berbagai etnis. Melalui bencana alam banjir yang sering terjadi, peneliti ingin melihat bagaimana hubungan solidaritas
(17)
yang terjadi pada warga masyarakat yang terdiri dari berbagai macam etnis seperti Cina, India, dan Karo.
1.2 Perumusan Masalah
Hal yang sangat penting untuk memulai suatu penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas sehingga akan jelas bagi peneliti dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 2006:24).
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : “ Bagaimana bentuk dan faktor- faktor yang memengaruhi solidaritas pada masyarakat pluralis yang sering mengalami banjir pada etnis Cina, India, dan Karo di Kota Medan, khususnya di kawasan Kelurahan Polonia?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui bentuk dan pola solidaritas pada masyarakat yang sering mengalami banjir pada berbagai etnis yang tinggal bersama di suatu kawasan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1. Manfaat Teoritis
(18)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat, pemerintah, khususnya bagi bidang studi sosiologi perkotaan.
1.4.1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah tentang bentuk dan faktor-faktor yang memengaruhi solidaritas pada masyarakat yang sering mengalami banjir yang dihadapi oleh etnis Cina, India, dan Karo di Kecamatan Medan Polonia.
1.5. Definisi Konsep 1.5.1. Solidaritas
Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim (1858-1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya.
(19)
Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu:
1.Solidaritas sosial mekanik.
Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi, masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif.
2.Solidaritas sosial organik
Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum.
1.5.2. Masyarakat Pluralis
Masyarakat adalah sekelom semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Masyarakat pluralis berarti masyarakat yang memiliki keberagaman budaya dan suku yang menjadi latar belakangnya. Suatu kawasan yang ditempati oleh masyarakat pluralis berarti kawasan tersebut
(20)
terdiri dari penduduk yang berbeda budaya seperti India, Cina, dan Karo. Ada berbagai faktor penarik masyarakat pluralis yang menempati suatu kawasan tempat tinggal. Lokasi tempat tinggal yang strategis dapat menarik perhatian masyarakat termasuk masyarakat pluralis. Setelah menempati lokasi itu, masyarakat pluralis biasanya berbaur dengan tetangga yang berada di sebelah dan di dekat rumahnya. Selain itu, asimilasi juga merupakan faktor utama masyarakat pluralis tinggal di kawasan tempat tinggal yang terdiri dari penduduk yang berasal dari budaya dan suku yang berbeda. Perkawinan campuran yang dilakukan membuat mereka dapat berbaur dengan mudah di kawasan tempat tinggal yang juga terdiri dari berbagai masyarakat pluralis. Kesadaran sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain membuat masyarakat pluralis biasanya mau berbaur dengan dengan tetangganya meskipun berbeda etnis. Berbagai kegiatan yang dilakukan di kawasan tempat tinggal juga membuat masyarakat pluralis semakin mengenal tetangga yang ada di sekitar rumahnya. Kegiatan yang rutin dilakukan di kawasan tempat tinggal masyarakat pluralis seperti kerja bakti dan olahraga. Kerja bakti yang bisanya dilakukan pada jangka waktu tertentu memberikan kesempatan kepada masyarakat pluralis untuk saling berbaur dan lebih mengenal orang lain. Kegiatan olahraga yang dilakukan oleh masyarakat pluralis juga dapat semakin menumbuhkan sikap sportif yang menerima apapun hasil dari olahraga yang mereka lakukan. Sikap yang dimunculkan dari berbagai kegiatan yang dilakukan dapat menimbulkan rasa saling menghargai dan menghormati atas berbagai perbedaan yang dihadapi oleh masyarakat pluralis dalam kehidupannya sehari- hari.
(21)
1.5.3. Masyarakat Banjir
Masyarakat banjir adalah masyarakat yang sering mengalami banjir di kawasan tempat tinggalnya. Masyarakat banjir biasanya mengetahui kapan banjir akan terjadi dan telah terbiasa menghadapi banjir tersebut. Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya banjir di tempat tinggal mereka seperti tanah tempat tinggal mereka yang rendah. Akibatnya apabila hujan turun terus- menerus, banjir akan menggenangi jalanan yang berada di depan rumah masyarakat ini bahkan sampai masuk ke dalam halaman bahkan rumah. Masyarakat banjir yang menghadapi hal ini biasanya akan selalu bersiap apabila hujan deras turun dan menyediakan peralatan yang dapat digunakan untuk membuang air yang telah masuk tersebut. Seringnya kejadian yang mereka hadapi ini membuat masyarakat banjir menjadi terbiasa melakukan kegiatan itu setelah hujan reda. Ada juga beberapa warga yang akhirnya memutuskan untuk merenovasi bagian depan rumah mereka menjadi lebih tinggi sehingga pada saat hujan turun air tidak akan masuk lagi ke rumah warga. Selain itu, sampah biasanya menjadi penyebab banjir yang terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat banjir. Masyarakat banjir harus lebih memperhatikan kondisi kebersihan lingkungan tempat tinggal mereka terutama masalah sampah yang menjadi penyebab banjir apabila hujan turun. Sampah yang dibuang sembarangan ke sungai atau saluran air yang berada di sekitar rumah masyarakat banjir tentu akan semakin membuat banjir yang terjadi di kawasan tempat tinggal mereka semakin besar. Masyarakat banjir biasanya melakukan kegiatan membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka secara rutin agar apabila hujan turun mereka sudah mempersiapkan lingkungan tempat tinggal yang lebih bersih dan meminimalkan adanya sampah.
(22)
Kerugian yang dialami oleh masyarakat banjir apabila banjir sudah terjadi di rumah mereka yaitu perabotan rumah yang terbuat dari kayu menjadi rusak akibat terkena banjir. Banjir yang sering terjadi dan masuk ke dalam rumah warga membuat perabotan rumah seperti kursi dan meja menjadi rusak. Selain itu masyarakat banjir harus membersihkan sampah yang dibawa oleh arus air. Selain sampah, lumpur juga sering masuk ke dalam rumah warga dan pada saat air surut warga harus membersihkan sampah- sampah yang berserakan dan lumpur yang mengotori halaman depan atau belakang rumah warga serta lantai rumah. Kerugian lain yang dialami masyarakat banjir pada saat banjir sudah terjadi yaitu aktivitas masyarakat yang terganggu. Aktivitas masyarakat terganggu karena jalan yang mereka lewati biasanya masih tergenang air apabila banjir belum surut. Akibatnya masyarakat dapat terlambat pergi ke kantor dan bagi anak- anak yang sekolah juga dapat terlambat tiba di sekolahnya.Selain itu banjir yang sering terjadi apabila musim hujan telah tiba biasanya akan merusak jalan sehingga masyarakat yang menggunakan kendaraan akan mengalami kesulitan dalam bertransportasi di kawasan tempat tinggal mereka tersebut. Masyarakat banjir juga biasanya harus berhati- hati dengan segala penyakit yang muncul pada saat banjir terjadi dan air yang tergenang di saluran air rumah warga masih tergenang. Berbagai kerugian dialami masyarakat banjir apabila banjir mulai terjadi, apalagi sekarang hujan sering turun karena dipengaruhi faktor iklim cuaca yang tidak menentu.
Masyarakat banjir perlu meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir agar masing- masing individu dapat bertindak dengan cepat ketika banjir terjadi. Masyarakat banjir dapat membuat pertemuan dengan masyarakat lain yang tinggal di lingkungan tempat tinggalnya untuk membahas pengalaman banjir yang mereka hadapi selama ini. Pengalaman banjir yang telah dialami oleh masyarakat banjir akan membuat masyarakat bertindak cepat ketika banjir
(23)
terjadi, seperti mengangkat perabotan yang memungkinkan untuk diamankan ketika banjir terjadi. Tindakan tersebut dilakukan untuk meminimalkan segala bentuk kerugian yang terjadi pada saat banjir terjadi. Selain itu melalui pertemuan ini masyarakat yang sering mengalami banjir juga dapat membahas masalah kebersihan lingkungan yang juga mempengaruhi terjadinya banjir di lingkungan tempat tinggal mereka. Bersama dengan kepala lingkungan yang ada di lingkungan tempat tinggal, masyarakat dapat merencanakan kegiatan kerja bakti yang waktu pelaksanaannya disepakati oleh seluruh warga dan dapat dilaksanakan secara rutin. Masyarakat juga harus memperhatikan kebersihan sungai apabila terdapat sungai di sekitar lingkungan tempat tinggal. Kebersihan bantaran sungai dan sampah yang berada di sekitar sungai harus diperhatian. Banjir kiriman juga sering terjadi dan membuat banjir besar sering dialami oleh masyarakat banjir.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian empiris. Penelitian empiris adalah penelitian tentang dunia nyata yang sebenarnya. Dimana kita merupakan bagian daripadanya. Sudah tentu bahwa manusia hanya mengetahui dunia empiris melalui pengalaman dan melihat realitas yang sebenarnya. Ia muncul bagi kita hanya karena kita melihat dan memahaminya. Akan tetapi pemahaman kita tentang realitas tersebut bukanlah realitas itu sendiri.
Kita selalu dapat memperbaiki pengertian kita tentang realitas itu dengan memperbandingkan pemahaman kita dengan realitas tadi. Dengan demikian, penelitian empiris
(24)
merupakan suatu usaha manusia untuk meneliti sifat realitas empiris yang sebenarnya, sifat realitas yang memang ada, seperti setiap bentuk pemahaman manusia. Ilmu empiris selalu berubah memperbaiki dirinya sendiri. Gagasan ilmu empiris sangat mendasar dan sangat umum, artinya membuat gambaran tentang realitas atau sebagian daripadanya dan memperbaiki gambaran itu serta membandingkannya dengan keadaan yang sebenarnya (Ismail, 2009:33).
1.6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah :
1. Kota Medan saat ini merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menuju kota metropolitan dimana masyarakatnya yang heterogen jauh lebih bisa menerima keberagaman dan perbedaan.
2. Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia terdiri dari beragam etnis sehingga sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan penelitian.
3. Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia merupakan daerah yang rawan banjir.
1.6.3. Unit Analisis dan Informan
1.6.3.1. Unit analisis data
Unit analisis data yang dimaksudkan dalam suatu penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2006: 143) .
(25)
Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat pluralis yang lebih dari setahun mendiami kawasan banjir di Jalan Karya Bersama, Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
1.6.3.2. Informan
Informan adalah orang-orang yang masuk dalam karakteristik unit analisis dan dipilih menjadi sumber data yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti (Arikunto, 2006: 145). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :
1. 10 KK (kepala keluarga) etnis Cina yang diwakili oleh suami, istri, atau anak yang berusia diantara 17- 55 tahun di dalam keluarga yang tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
2. 10 KK (kepala keluarga) etnis India yang diwakili oleh suami, istri, atau anak yang berusia diantara 17- 55 tahun di dalam keluarga yang tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
3. 10 KK (kepala keluarga) masyarakat Karo yang diwakili oleh suami, istri, atau anak yang berusia diantara 17- 55 tahun di dalam keluarga yang tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
4. 5 KK (kepala keluarga) etnis lain yang diwakili oleh suami, istri, atau anak yang berusia diantara 17- 55 tahun di dalam keluarga yang tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
(26)
Data yang dikumpul dalam penelitian ini diperoleh dari :
1. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat dimana peneliti melihat bentuk solidaritas yang terjadi di tengah- tengah masyarakat yang berbeda etnis. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan meliputi masyarakat Jalan Karya Bersama, Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.
2. Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung maupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan peneliti berkaitan dengan identitas responden, deskripsi tempat tinggal, kondisi banjir pada lingkungan tempat tinggal dan solidaritas dalam menghadapi banjir. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang solidaritas masyarakat pluralis di Jalan Karya Bersama, Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia dalam menghadapi banjir.
3. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui jurnal penelitian ataupun dokumen- dokumen lainnya yang mendukung penelitian ini.
1.6.5. Interpretasi Data
Dalam penelitian kualitatif peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dari dokumentasi. Data tersebut semua umumnya masih dalam bentuk catatan lapangan, oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang
(27)
telah diperoleh dari studi kepustakaan juga terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan relevansinya dengan permasalahan penelitian. Setelah itu data dikelompokkan menjadi satuan yang dapat dikelola, kemudian dilakukan interpretasi data mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi dinarasikan sebagai pelengkap data penelitian. Akhir dari semua proses ini adalah penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan-kesimpulan(Faisal, 2007:257).
1.6.6. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal penelitian skripsi ini dilakukan sejak November 2011 sampai dengan Juni 2012. Secara terperinci kegiatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan
Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 Acc judul √
3 Proposal √ √
4 Seminar Proposal √
5 Revisi Proposal √ √
6 Operasional Lapangan √
7 Pengumpulan dan Interpretasi Data
√ √ √
8 Bimbingan Skripsi √ √ √
(28)
10 Sidang Meja Hijau √
1.6.7. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menyadari masih banyak keterbatasan penelitian baik karena faktor intern dimana peneliti memiliki keterbatasan ilmu dan materi juga karena faktor eksternal seperti informan. Untuk itu bagi para akademisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar kajian ilmiah maupun bagi praktisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatikan keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini hanya membahas solidaritas yang terjadi di antara warga masyarakat yang berbeda etnis di Lingkungan III, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, yaitu warga masyarakat Karo, warga masyarakat etnis Cina,warga masyarakat etnis India dan warga masyarakat etnis lain. Bentuk solidaritas yang dibahas adalah bentuk solidaritas yang terjadi diantara masyarakat beda etnis dalam menghadapi banjir.
2. Ruang waktu dalam penelitian ini hanya sekitar enam bulan untuk pencarian data di lapangan dengan observasi lapangan dan wawancara dengan para informan. Informan di dalam penelitian ini kebanyakan pekerja, sehingga peneliti melakukan penelitian pada saat informan pulang bekerja dan pada hari libur para informan.
1.6.8. Mengenal Lingkungan III Kelurahan Polonia
(29)
Lingkungan III merupakan bagian dari Kelurahan Polonia yaitu lingkungan ke III dari VIII lingkungan yang ada di kelurahan tersebut. Luas lingkungan III yaitu ± 25 hektar. Lingkungan III terdiri dari penduduk yang beragam etnis dan kerap mengalami banjir di lingkungan tempat tinggalnya.Jumlah penduduk yang ada di lingkungan III adalah 803 orang. Berikut merupakan rincian jumlah penduduk yang ada di lingkungan III :
Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
0-4 50 60 110
5-14 75 80 155
15-44 130 180 310
45-64 70 93 163
≥65 35 30 65
Jumlah 360 443 803
Sumbe
Ada 165 KK (kepala keluarga) yang tinggal di lingkungan III, berikut perinciannya :
Etnis Jumlah KK (kepala keluarga)
India 53 KK
Cina 45 KK
Karo 52 KK
Lain- lain (Jawa, Melayu,Padang) 15 KK
Jumlah 165 KK
Sumber : Data Primer 2010
1.6.8.2. Kondisi Lingkungan III
Banyak perubahan yang terjadi pada lingkungan III beberapa tahun terakhir. Menurut Bapak Ram Sanden yang hampir 4 tahun menjadi kepala lingkungan III, perubahan yang terjadi berkaitan dengan jumlah penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Semakin banyak jumlah
(30)
penduduk yang tinggal di lingkungan III dikarenakan letaknya yang tergolong strategis. Mengenai kondisi jalan yang ada di lingkungan III juga mengalami perubahan. Sebelum jalan tersebut diperbaiki dan diaspal, kondisi jalan yang ada di lingkungan tersebut sulit untuk dilewati kendaraan. Hal ini nampak juga pada perbedaan tarif becak yang biasanya menunggu penduduk yang ingin masuk ke dalam lingkungan III dengan menggunakan becak. Harga sewa yang dibayar oleh penduduk lebih mahal pada saat jalan yang ada di lingkungan tersebut belum diperbaiki.
Foto 1. Tukang becak yang sedang menunggu warga yang ingin menggunakan becaknya untuk masuk ke dalam lingkungan III
(31)
Foto 2. Jalan di lingkungan III yang sudah diperbaiki sejak tahun 2010
Selain perubahan terjadi pada jumlah penduduk dan kondisi jalan yang ada di lingkungan III, perubahan juga terjadi pada lapangan olahraga yang berada di dekat rumah warga. Awalnya warga menggunakan jalan untuk melakukan olahraga dan tentu hal ini akan mengganggu kendaraan yang melewati jalan tersebut. Melihat hal tersebut, kepala lingkungan III, bapak Ram Sanden pun membuat lahan kosong yang berada dekat dengan rumah warga menjadi lapangan olahraga yang bisa digunakan oleh warga. Ada dua lapangan yang cukup luas yang bisa digunakan warga untuk menyalurkan kegemaran mereka dalam berolahraga dan dengan adanya dua lapangan tersebut membuat warga dapat bergantian menggunakannya.
(32)
(33)
Foto 4. Lapangan 2 yang biasanya digunakan warga untuk bermain bulutangkis dan bola voli
Melihat semakin banyak perubahan ke arah yang baik pada lingkungan tempat tinggal mereka, warga lingkungan III pun semakin menjaga segala perubahan yang bermanfaat bagi mereka, seperti menjaga kondisi jalan yang telah diperbaiki dan lapangan olahraga yang sudah dibuat.
Perubahan juga terjadi pada kegiatan- kegiatan yang ada di lingkungan tersebut, seperti serikat tolong- menolong yang ada yaitu STM Budi Mulia yang semakin lama jumlah anggotanya semakin bertambah sehingga membawa dampak yang baik bagi keharmonisan warga yang pluralis yang tinggal di lingkungan tersebut. Keharmonisan dapat terjadi melalui kegiatan yang diselenggarakan tersebut karena anggota STM Budi Mulia terdiri dari warga yang berbeda agama dan etnis di dalamnya.
(34)
BAB II
BEBERAPA KAJIAN PUSTAKA TENTANG SOLIDARITAS SOSIAL DAN PENGALAMAN MASYARAKAT KELURAHAN POLONIA DALAM MENGHADAPI
BANJIR
2.1. Solidaritas Sosial
2.1.1. Gambaran Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Majemuk
. Indonesia terdiri dari masyarakat majemuk yang multikultural yaitu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang budaya. Kemajemukan tersebut ditandai oleh adanya suku-suku bangsa yang mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara etnik yang satu dengan etnik lainnya. Dalam kajiannya Suparlan menyebutkan bahwa perbedaan tersebut pada hakekatnya adalah perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh sejarah perkembangan kebudayaan masing-masing. Corak kemajemukan masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika menjadi lebih kompleks karena adanya sejumlah masyarakat Indonesia yang tergolong sebagai keturunan asing yang hidup dan menjadi sebagian dari masyarakat Indonesia. Keturunan asing yang paling kuat kedudukannya dalam masyarakat Indonesia antara lain adalah orang Cina. Telah menjadi ciri khas bahwa hampir di semua tempat di Indonesia terdapat WNI keturunan Cina yang telah bermukim secara turun temurun.
Durkheim membedakan masyarakat menjadi dua tipe dasar yaitu masyarakat dengan pertumbuhan mekanis (kelompok- kelompok kekerabatan) dan masyarakat yang diorganisir didasarkan pada pembagian kerja dengan spesialisasi fungsi. Teori ini dapat dilihat dalam penelitian Susiyanto yang membahas mengenai solidaritas sosial yang terjadi di antara Cina Muslim dan non- Muslim yang ada di Bengkulu. Di dalam kehidupan sosialnya sehari- hari,
(35)
masyarakat etnis Cina ini cenderung hidup berkelompok dan hubungan dengan etnis lain yang ada di kota tersebut sangat terbatas. Hal ini juga terlihat dari kebanyakan masyarakat Cina yang menggunakan bahasa Cina di dalam percakapan sehari- hari meskipun ada tetangga yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka merupakan warga pribumi. Kondisi masyarakat Bengkulu ini menggambarkan bahwa masyarakatnya lebih membangun hubungan solidaritas dengan satu etnisnya saja. Melalui proses asimilasi dan akulturasi yang diharapkan dapat membuat proses pembauran dapat terjadi juga tidak menjamin adanya solidaritas antar etnis karena hal tersebut kembali lagi pada kesadaran setiap individu. Susiyanto juga menyebutkan dalam kajiannya bahwa berdasarkan data BPS tahun 2000,etnis Cina ada sekitar 14.187 (0,06%) jiwa dari 237.202 jiwa penduduk yang ada di kota Bengkulu. Dari jumlah etnis Cina tersebut ada sekitar seribu (1,2%) yang beragama Islam. Meskipun terdapat perbedaan keyakinan di antara masyaraka Cina yang ada di Bengkulu tidak membuat solidaritas yang ada di antara mereka menurun. Struktur kehidupan sosial masyarakat etnis Cina sangat terikat oleh marga dan sistem sosial yang diterapkan bersifat tradisional, tertutup, serta tidak berlaku pada etnis yang lain.
Solidaritas yang kuat antara etnis Cina Muslim dan non Muslim yang ada di kota Bengkulu dipengaruhi oleh faktor keluarga. Menurut teori solidaritas mekanik Durkheim, solidaritas yang terjadi di antara masyarakat Cina terjadi karena adanya kesamaan dalam masyarakat yang homogen. Persamaan yang ada tersebut merupakan ikatan kepercayaan bersama, cita- cita, serta komitmen moral. Selain itu, kesamaan persepsi oleh budaya yang dimiliki, persamaan etnis, kegiatan keagamaan yaitu pemujaan terhadap leluhur, dan kongsi dalam dalam kegiatan ekonomi yang memperkuat solidaritas yang terjadi di antara masyarakat Cina di kota Bengkulu. Peranan keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi etnis Cina sehingga mereka memiliki kepekaaan sosial terhadap keluarga satu klan yang sangat tinggi.
(36)
Sistem kekerabatan masyarakat Cina muslim yaitu pada saat menggunakan sistem kekerabatan masyarakat Cina dan pada saat lain menggunakan sistem kekerabatan etnik lain sesuai situasi yang sedang dihadapi. Hubungan keterikatan yang terjadi di antara masyarakat Cina masih sangat dekat dengan pihak keluarga maupun orang Cina yang lainnya karena mereka merasa masih sebagai orang Cina. Orang Cina Muslim menempatkan dirinya yang masih terikat dengan tradisi dan ikatan kekerabatannya, tetapi di sisi yang lain mereka menyesuaikan pola sikap mereka dengan ajaran agama Islam yang telah mereka anut dan mereka membina hubungan serta pergaulan yang baik dengan masyarakat Muslim lainnya di Kota Bengkulu tersebut.
Selain faktor keluarga, agama sangat berperan penting dalam ikatan solidaritas. Fungsi sosial agama dapat memperkuat struktur sosial dan prinsip- prinsip moral masyarakat. Demikian pula Khaldun dalam penelitian Susiyanto menyatakan bahwa agama berperan untuk menetralisasi sifat jahat manusia. Oleh karena itu, nilai- nilai agama berperan untuk memperbaiki akhlak manusia (Khaldun, 1962:28). Rumah tangga yang dijalani oleh masyarakat etnis Cina dijadikan sebagai wadah untuk melakukan aktivitas upacara- upacara religi yaitu pemujaan terhadap leluhur bagi anggota keluarga atau keluarga yang lebih besar dalam satu garis keturunan. Melalui ajaran agama masyarakat Cina diajarkan untuk tidak membedakan satu agama dengan agama lainnya. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak- anaknya untuk memilih agama yang diyakini karena agama- agama yang dianut tersebut diyakini tidak menjadi penghalang untuk tetap melaksanakan ajaran- ajaran leluhur yang telah mereka yakini. Seperti masyarakat Cina yang menganut agama Islam sebagian besar bukan karena faktor keluarga, namun karena faktor pergaulan di lingkungan tempat tinggal yang merupakan bentuk kesadaran kehidupan religiusnya yang telah melalui proses yang panjang. Meskipun ada perbedaan agama di antara masyarakat Cina yang berada di kota Bengkulu tidak membuat ikatan solidaritas di
(37)
antara mereka memudar karena cara hidup, tempat tinggal, bahasa, adat istiadat menghormati leluhur masih menampakkan identitas ke-Cinaannya.
Selain Cina, salah satu bangsa asing yang datang ke Indonesia yaitu masyarakat India. Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, Gujarat. Suku bangsa Punjabi merupakan kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan. Kelompok ini berasal dari wilayah Punjab yang juga menjadi tempat beberapa peradaban tertua di dunia termasuk peradaban pertama dan tertua dunia yaitu Peradaban Lembah Indus. Di Indonesia, suku bangsa Punjabi tidak hanya terpaku dalam satu wilayah saja melainkan menyebar ke berbagai wilayah. Umumnya suku bangsa Punjabi tersebar di wilayah Jawa seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan di wilayah Sumatera Utara seperti Medan, Binjai, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, maupun Kisaran. Persebaran tersebut disebabkan kedatangan mereka tidak dengan cara berkelompok melainkan dengan cara sendiri-sendiri, sehingga pola pemukiman mereka tersebar di berbagai sudut kota. Walaupun suku bangsa Punjabi datang tidak secara berkelompok, hal ini tidak membuat mereka terpecah belah melainkan membentuk hubungan yang baik guna mempererat atau memperkuat hubungan antarsesama suku seperti halnya suku bangsa Punjabi di Kota Medan. Suku bangsa Punjabi mempunyai solidaritas yang sangat kuat sehingga mereka tetap eksis dalam berbagai kegiatan di Kota Medan seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Hal tersebut nampak dari berbagai bisnis yang mereka lakukan, seperti membuka toko yang menjual peralatan musik, dimana pemilik toko mempekerjakan orang yang beretnis India dengan maksud membantu orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya sehari- hari.
(38)
Selain pada masyarakat etnis Cina dan India yang berbaur dengan lingkungan sekitarnya, masyarakat Karo juga melakukan hal yang sama. Masyarakat Karo mengenal atau mempunyai adat istiadat sendiri yang berbeda dengan adat yang lain. Masyarakat Karo mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki suku lain. Adat istiadat ini yang mengatur pergaulan hidup masyarakat Karo sehari-hari. Karena adat itu merupakan norma-norma sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan mengatur tindak tanduk para warga masyarakat. Dasar hidup masyarakat Karo adalah Daliken sitelu (tiga tungku perapian) yang terdiri dari kalimbubu, sembuyak/ sukut dan anak bani yang merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat Karo dalam kehidupannya, maka adat istiadat Karo yang terkenal dengan merga silima, rakut sitelu, tutur siwaluh, benar-benar masyarakat dalam kebudayaan dan adat istiadat Karo. Ketiga kelompok ini merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat Karo dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat. Akibatnya mulailah terjadi pengelompokan dalam kehidupan bersama tersebut sesuai dengan fungsinya dalam masyarakat, khususnya masyarakat Karo. Daliken sitelu
merupakan sistem sosial bagi anggota masyarakat. Dalam setiap pelaksanaan adat istiadat, ketiga kelompok masyarakat ini memegang peranan yang sangat penting dalam setiap kehidupan sosial masyarakat Karo. Masing-masing sudah memiliki fungsi dan batasan-batasan hubungan dalam berinteraksi dengan sesama atau kelompok lainnya.
Fungsi sosial dalam masyarakat Karo ini dapat dilihat dalam wujud solidaritas dengan sesama warga masyarakat yang merasa senasib dan sepenanggungan untuk bekerja bersama-sama (gotong royong) dalam mengerjakan dan melaksanakan sesuatu. Bentuk kepercayaan dalam masyarakat Karo dapat dilihat dalam bentuk saling percaya antar sesama masyarakat. Jaringan sosial dalam masyarakat Karo didasari oleh hubungan antar sosial antar individu yang diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat mampu memperkuat kerja sama dan rasa senasib
(39)
sepenanggungan diantara masyarakat. Nilai dan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Pada masyarakat Karo norma dan nilai yang menyangkut aturan dalam masyarakat Karo yang harus dipatuhi. Salah satu variabel pendukung dan penggerak adat istiadat dalam masyarakat Karo adalah daliken si telu. Nilai-nilai yang dominan yang terdapat di dalam daliken si telu ini adalah nilai gotong royong dan kekerabatan. Daliken si telu ini merupakan alat pemersatu masyarakat Karo, sekaligus dapat mengikat atau terikat kepada hubungan perkerabatan yang sekaligus pula sebagai dasar gotong royong, dan saling hormat menghormati. Kerja tahun yang terjadi di kampung tempat masyarakat Karo tinggal setiap tahunnya merupakan kegiatan yang dinantikan oleh setiap warga. Pada kegiatan tersebut setiap orang merayakan kerja tahun yang berarti pesta atas panen yang mereka hasilkan dari kerja keras selama setahun. Kerja tahun itu juga ditandai dengan berkunjungnya setiap warga ke rumah warga lain sehingga meningkatkan solidaritas diantara masyarakat karo.
2.1.2. Keberagaman (pluralitas) di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu bangsa yang paling plural didunia dengan lebih dari 500 etnik dan menggunakan lebih dari 250 bahasa. Dalam kajiannya Subkhan menyatakan pluralisme tidak hanya menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, tetapi juga mengenai keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme etnik merupakan pengakuan terhadap kesetaraan sosial dan budaya antara beragam kelompok etnik yang ada dalam suatu masyarakat. Pluralisme etnik dianggap sebagai pandangan yang mengatakan bahwa semua kebudayaan manusia harus dihargai dan diperhatikan. Dalam kenyataannya sering ditemukan ada kebudayaan dari komunitas atau masyarakat tertentu yang tidak kita ketahui secara pasti. Pluralisme mengklaim bahwa dalam masyarakat tempat kita hidup bersama, tidak
(40)
ada kebudayaan yang tidak setara. Karena itu, setiap kebudayaan harus diakui, dihargai secara sosial oleh penduduk yang beragam.
Sama seperti masyarakat yang tinggal di Pulau Punjung yang merupakan salah satu kecamatan dari empat kecamatan yang berada di wilayah kabupaten Dharmasraya. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, masyarakat Pulau Punjung menunjukan rasa kebangsaan mereka dengan nilai-nilai nasionalisme melalui penggunaan bahasa nasional dalam setiap pertemuan resmi dan menghargai pluralitas dalam kehidupan sosial budaya dan beragama. Potensi rukun juga dikembangkan dari sikap keterbukaan masyarakat lokal disana. Sebagaimana yang diyakini secara umum oleh masyarakat Minang, bahwa sikap keterbukaan merupakan bagian dari jati diri. Selanjutnya pluralitas juga terjadi pada masyarakat yang tinggal di kawasan Kecamatan Lunang Silaut. Meski secara budaya terdapat banyak perbedaan antara etnis Jawa dan Minang, namun pada prinsipnya terdapat persamaan nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh, budaya kolektivisme yang dimiliki oleh kedua etnis. Pada masyarakat Minang, budaya kolektif disimbolkan dengan rumah gadang sedangkan pada orang Jawa nilai kolektivisme disimbolkan dengan falsafah hidup mangan ora mangan ngumpul. Kesamaan nilai budaya lainnya yang mejadi potensi rukun adalah budaya santun yang dimiliki kedua kelompok. Dalam budaya Minang sikap sopan santun dan rasa hormat merupakan etika penting dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Ajaran adat Minangkabau yang lain tentang sopan santun ini adalah ”dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Artinya seseorang harus bisa menyesuaikan diri dan menghormati kebiasaan masyarakat setempat dimana dia tinggal. Potensi rukun lainnya adalah kesamaan agama, kebetulan agama yang dianut oleh pendatang pada umumnya adalah Islam sebagaimana agama yang diyakini oleh penduduk setempat (Wanda Fitri, 2009).
(41)
Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Polonia juga merupakan masyarakat yang terdiri dari beberapa etnis dan agama. Masyarakat ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang multietnis dan memiliki keanekaragaman budaya. Namun meskipun dengan adanya perbedaan dapat memperbesar terjadinya pertentangan diantara warga masyarakat tersebut, mereka tetap lebih memilih untuk hidup dengan berbaur dengan warga yang lain meskipun berbeda etnis. Mereka hidup sama seperti masyarakat lainnya yaitu saling ketergantungan antara satu dengan yang lain, saling menghargai dan menghormati, serta saling menjaga keharmonisan antara satu dengan yang lain. Begitulah cara yang diharapkan dan dilakukan oleh warga masyarakat tersebut dalam menghadapi pluralitas yang terjadi di sekitar mereka.
2.1.3. Konsep Perilaku Masyarakat Coping Behaviour dalam Menghadapi Banjir
Masyarakat banjir yang mengalami kondisi banjir di sekitar lingkungan mereka memiliki perilaku yang berbeda- beda dalam menghadapi banjir yang terjadi di lingkungan mereka. Banjir yang terus menerus terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat membuat masyarakat mempunyai cara atau srategi sendiri untuk mengatasi bencana banjir, salah satu tindakan yang dilakukan masyarakat adalah coping behaviour. Dalam kajiannya mengenai Coping Behaviour,
Pramadi (dalam Wardani,2009), menyatakan bahwa coping behaviour secara bebas diartikan sebagai suatu perilaku untuk menghadapi masalah, tekanan, atau tantangan. Selain itu merupakan respon perilaku yang bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan yang sifatnya dinamis. Perilaku coping juga diartikan sebagai tingkah laku dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan masalah. Strategi Coping Behaviour berfokus pada emosi seperti (a) Positive reappraisal (memberi penilaian positif) yaitu bereaksi dengan menciptakan makna positif yang bertujuan untuk mengembangkan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping
(42)
positive reappraisal akan selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya atas segala sesuatu yang terjadi dan tidak pernah menyalahkan orang lain serta bersyukur dengan apa yang masih dimilikinya. (b) Accepting responbility (penekanan pada tanggung jawab), yaitu bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan yang dihadapi dan berusaha meendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping accepting responbility akan menerima segala sesuatu yang sedang terjadi sebagaimana mestinya dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dialaminya. (c) Self controlling (pengendalian diri) yaitu bereaksi dengan melakukan regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan. Contohnya adalah seseorang yang melakukan tindakan ini dalam menyelesaikan masalah akan selalu berfikir sebelum berbuat sesuatu dan menghindari untuk melakukan sesuatu tindakan secara tergesa-gesa.
4. Distancing (menjaga jarak) yaitu tindakan yang dilakukan agar tidak terbelenggu oleh permasalahannya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini dalam penyelesaian masalah, hal ini tampak dari sikapnya yang kurang peduli terhadap persoalan yang sedang dihadapi, bahkan mencoba melupakannya seolah- olah tidak pernah terjadi apa- apa (Mohammad Khasan dan Mochamad Widjanarko, 2011).
Sikap yang diambil masyarakat dalam menghadapi bencana secara umum merupakan upaya menuju penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sikap masyarakat berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap kejadian bencana. Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan masyarakat dalam
(43)
dalam suatu komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan. Beberapa tindakan juga harus dilakukan masyarakat untuk siap siaga dalam menghadapi terjadinya banjir, yaitu (a) Persiapan dalam pencegahan kemungkinan banjir. Untuk menghindari risiko banjir, sebaiknyamembuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. (b)Mengerti akan ancaman banjir - termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak daerah apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir. (c)Melakukan persiapan untuk mengungsi dan melakukan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang harus mengetahui tempat evakuasi sehingga mengetahui tempat mana yang aman apabila terjadi banjir. (d)Mengembangkan program penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman banjir dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperhitungkan ancaman banjir dalam perkembangan masa depan. (e)Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah - agar tidak dilalui orang pada saat banjir dan tentunya melakukan perbaikan pada kondisi jembatan yang kurang baik. (f) Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor – tetap bekerja pada saat terjadi banjir. (g) Memasang tanda ketinggian air - pada saluran air, kanal, kali atau sungai yang dapat dijadikan petunjuk pada ketinggian berapa akan terjadi banjir atau petunjuk kedalaman genangan air (Yayasan IDEP,2007).
2.2. Peristiwa banjir di Kota Medan
Akibat hujan deras yang melanda Medan, ribuan rumah yang ada di lima daerah Kecamatan kota Medan terendam banjir. Debit air di pemukiman warga, terutama di bantaran Sungai Deli cenderung naik. Warga dihimbau mengungsi dan tidak bertahan di rumah mengantisipasi hal
(44)
yang tidak diinginkan. Imbauan untuk mengungsi telah disampaikan kepada warga di lokasi banjir di Kecamatan Medan Polonia sejak Kamis (4/1/2011) siang. Sebagai antisipasi, pihak kecamatan mendirikan tenda penampungan di sejumlah titik, termasuk di samping kantor Camat Medan Polonia. Pihak kecamatan juga mendirikan dapur umum karena peralatan masak warga ikut terendam banjir. Wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah akibat bencana banjir besar yang melanda Kota Medan dan sekitar di Sumatera Utara. Enam kelurahan di kecamatan ini ikut diterjang luapan air Sunga Deli yang mengalir di tengah Kota Medan. Enam kelurahan tersebut adalah Kelurahan Aur, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Jati, Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Hamdan dan Kelurahan Sei Mati. Totalnya, hampir sekitar 3.000 rumah warga yang terendam banjir di wilayah ini. Kecamatan ini sebenarnya berada di tengah kota, namun dalam bencana banjir kali ini, wilayah Kecamatan Medan Maimun terkena dampak paling buruk. Sebelumnya, di akhir tahun 2010, Kelurahan Aur juga sempat terendam banjir. Saat itu, Sungai Deli yang meluap juga sempat mencapai ketinggian hingga satu meter dan merendam ratusan rumah di kawasan itu. Bahkan, Dinas Kesehatan Medan juga sempat menurunkan tim medis untuk mengantisipasi munculnya berbagai penyakit. Pada saat banjir tahun 2011 lalu terjadi puluhan posko sudah didirikan di sekitar Kecamatan Medan Maimun tersebut untuk menampung para korban banjir. Selain itu, sejumlah dapur umum juga dibuat untuk menyediakan makanan bagi para korban. Dapur umum yang terdapat di Jalan Brigjen Katamso menjadi yang terbanyak.
Kota Medan dilanda banjir terbesar dalam satu dekade terakhir. Ribuan rumah warga terendam akibat luapan sungai yang tak mampu menampung debit air dari hulu. Pada peristiwa tahun lalu tersebut semua pihak diimbau lebih waspada karena potensi banjir masih
(45)
mengancam, menyusul tingginya tingkat curah hujan. Pemerintah pun diharapkan menyiapkan sistem peringatan dini. Peringatan yang diberikan terhadap seluruh sungai yang melintasi Kota Medan, seperti Sungai Deli,Sungai Babura, dan Sungai Belawan,meluap menggenangi sejumlah rumah dan sejumlah badan jalan. Bahkan di Kelurahan Aur dan Sei Mati,Medan Maimon, ada rumah warga yang hanya terlihat atapnya.Sebab,ketinggian air mencapai 6 meter. Banjir terparah memang terjadi di Medan Maimon. Enam kelurahan di kawasan ini digenangi air. Diperkirakan 1.200 rumah terendam air. Di Medan Polonia, yaitu Kelurahan Suka Damai, 85 rumah yang tergenang air, Kelurahan Polonia 300 rumah, dan Kelurahan Anggrung 33 rumah, Kelurahan Sari Rejo 19 rumah. Selanjutnya, di Kecamatan Medan Sunggal, banjir terparah terjadi di Kelurahan Kampung Lalang. Di kawasan ini 460 rumah terendam, sedangkan di Kelurahan Sunggal 180 rumah.Kemudian di Kecamatan Medan Helvetia, 400 rumah terendam di Kelurahan Cinta Damai,dan 250 rumah di Kelurahan Tanjung Gusta. Namun, tidak ada laporan korban jiwa akibat bencana banjir ini.
Foto 5. Banjir besar yang terjadi pada 01 April 2011 yang menggenangi rumah warga di Kawasan Aur
(46)
Sementara itu, 86 rumah warga di Kompleks Flamboyan, Jalan Flamboyan Raya, Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan diterjang banjir. Rumah warga terendam karena tanggul yang membatasi perumahan dengan Sungai Tuntungan jebol pada pukul 01.00 WIB dini hari. Berdasarkan pantauan wartawan sekitar pukul 03.00 WIB, jejeran mobil warga yang berhasil diselamatkan berjejer di sepanjang Jalan Flamboyan Raya.Teriakan histeris korban yang lebih dulu menyelamatkan diri turut mewarnai suasana pagi di wilayah Tuntungan tersebut. Air meluap hingga ke pintu masuk perumahan. Jembatan, tembok pembatas, dan sebagian rumah hancur dihantam arus sungai. Akibatnya, warga yang menempati kompleks terjebak di dalam rumah hingga hampir 7 jam.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setda Kota Medan tercatat, berikut keterangan mengenai kecamatan di Kota Medan yang terkena banjir pada 14 April 2011 :
Kecamatan Lingkungan / Kelurahan Korban Banjir
Medan Petisah I 40 KK (160 jiwa) dan 35 rumah
III 32 KK (133 jiwa) dan 30 rumah
VII 95 KK (300 jiwa) dan 60 rumah
X 11 KK (20 jiwa) dan 9 rumah
Medan Tuntungan III 75 rumah
Medan Belawan I 243 jiwa
II 85 jiwa
III 353 jiwa
VI 550 jiwa
Medan Sunggal I 46 KK
IV 185 KK
X 40 KK
(47)
Kelurahan Jati 20 KK
Kelurahan Sei Mati 624 KK
Kelurahan Aur 656 KK
Kelurahan Hamdan 485 KK
Kelurahan Kampung Baru 920 KK
Medan Barat I 29 KK (291 jiwa) dan 31 rumah
II 180 jiwa dan 35 rumah
Medan Selayang Kelurahan Beringin 105 KK
Medan Polonia Kelurahan Suka Damai 145 KK (725 jiwa) dan 85 rumah
Kelurahan Sari Rejo 19 KK (79 jiwa) dan 19 rumah
Kelurahan Polonia 416 KK (1.125 jiwa) dan 312
rumah
Kelurahan Anggrung 34 KK (186 jiwa) dan 33 rumah
Kelurahan Madras Hulu 3 KK (15 jiwa) dan 3 rumah
Medan Baru Kelurahan Padang Bulan 417 KK
Kelurahan Merdeka 187 KK
Kelurahan Petisah Hulu 219 KK
Kelurahan Darat Lingkungan 100 KK
Kelurahan Titi Rantai Lingkungan
103 KK
Medan Helvetia IV 120 KK
V 115 KK
VI 158 KK
Kelurahan Tanjung Gusta 1989 KK
Medan Johor Kelurahan Titi Kuning 8 KK
Kelurahan Pangkalan Mansyur 45 KK
Kelurahan Johor 157 KK
Kelurahan Kwala Bekala 228 KK
Medan Marelan Kelurahan Renggas Pulau 50 KK
Kelurahan Labuhan Deli 136 KK
Medan Deli Kelurahan Titi Papan 463 KK
Medan Labuhan Kelurahan Pekan Labuhan 1624 KK
Kelurahan Martubung 1038 KK
(48)
2.3. Kejadian banjir di Kelurahan Polonia
Banjir merupakan keadaan dimana beberapa wilayah tergenang air dengan ketinggian tertentu. Banjir dapat disebabkan karena beberapa faktor penyebab yaitu karena curah hujan yang sangat tinggi pada wilayah tertentu dan banjir juga dapat disebabkan karena banjir tersebut merupakan banjir kiriman dari wilayah yang telah terkena banjir sebelumnya.Di daerah Kelurahan Polonia sendiri banjir sudah sering terjadi beberapa waktu terakhir ini. Namun banjir yang paling besar yang terjadi di Kelurahan Polonia tersebut adalah banjir yang terjadi pada bulan April tahun 2011.
Hujan yang terjadi malam Kamis (31/3/2011) sampai dengan Jumat (1/4/2011) pagi menyebabkan air sungai Babura meluap yang mengakibatkan berbagai daerah terendam banjir, seperti di kawasan jalan Mongonsidi- Kecamatan Polonia Medan terutama di Jalan Karya Bersama dan Karya Utama tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Pantauan di lapangan air terus semakin meninggi menggenangi permukiman penduduk di mana sejak pukul 4.00 WIB dinihari air terus membanjiri permukiman warga dan banjir kali ini merupakan banjir terparah yang sebelumnya pada 2002 pernah mengalami banjir seperti ini. Pada tahun 2002 banjir juga menggenangi kelurahan Polonia. Akibat air yang sangat tinggi, jembatan penghubung antara pajak sore ke lingkungan 3, Kelurahan polonia, pun terputus sehingga warga di sekitar sempat menggunakan rakit yang terbuat dari bambu sehingga mereka tetap bisa beraktivitas dari satu daerah ke daerah lain.
Setelah kejadian banjir 2002 tersebut, banjir yang terparah terjadi adalah banjir pada tahun 2011 seperti yang telah dipaparkan di atas. Air mulai menggenangi tempat tinggal warga
(49)
sejak pukul 4.00 dinihari. Dan, dalam waktu 20 menit debit air terus memasuki rumah warga. Hujan lebat yang terjadi pada malam sebelumnya dan banjir kiriman dari gunung membuat air sungai terus meluap. Pemukiman yang berada di sekitar sungai pun sudah mulai tenggelam dan pemukiman yang berada agak jauh dari sungai mulai ditinggalkan oleh para penghuninya karena mereka takut kalau air akan merendam rumah mereka. Pada saat air semakin menggenangi wilayah Kelurahan Polonia tersebut, berbagai peringatan pun dilakukan dengan cara memukul tiang listrik yang ada di daerah tersebut untuk mengingatkan warga agar segera menyelamatkan jiwa dan harta bendanya karena banjir yang terjadi pada saat itu sangat dahsyat dan diperkirakan akan merendam kawasan Medan Polonia dan sekitarnya. Selain merusak sebagian rumah, di mana barang-barang yang menjadi korban seperti kasur, berkas-berkas, lemari, kereta, mobil, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik (televisi dan kulkas) dan barang-barang pecah belah, binatang ternak telah terbawa arus banjir. Selain karena bahan-bahan material bangunan banyak yang terbawa arus air dan kerugian secara dari korban banjir besar di daerah ini tercatat mencapai miliaran rupiah. (wawancara dengan S.I. Ginting , tanggal 18 juni 2012 jam 20.00 wib di rumah informan)
2.4. Tingkah laku penduduk Kelurahan Polonia dalam menghadapi banjir
Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat, yang dipengaruhi oleh faktor pemicu dan tingkat keterpaparan dari kejadian tersebut. Oleh karena banjir yang terus menerus terjadi, tentunya masyarakat mempunyai cara atau srategi sendiri untuk mengatasi bencana banjir. Hal tersebut dikenal dengan nama coping, secara teoritis coping merupakan
(50)
upaya seseorang baik secara kognitif , afektif, dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal secara spesifik (Croker,dkk, 1999). Pramadi (dalam Wardani , 2009) mengatakan bahwa coping behaviour secara bebas diartikan sebagai suatu perilaku untuk menghadapi masalah, tekanan, atau tantangan, selain itu merupakan respon perilaku yang bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan yang sifatnya dinamis. Perilaku coping juga diartikan sebagai tingkah laku dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Chaplin (dalam Wardani, 2009). Jika individu dapat menggunakan perilaku copingnya dengan baik maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik pula. Perilaku penduduk Kelurahan Polonia hampir sama dengan perilaku yang telah dipaparkan di atas. Di dalam menghadapi banjir yang terjadi tentu setiap individu, setiap kelompok mempunya perasaan was- was atau khawatir dengan bencana yang mereka sedang lewati. Pada saat banjir besar yang melanda penduduk Kelurahan Polonia pada bulan April tahun 2011 lalu, masyarakat sekitar berusaha untuk tidak terlalu panik karena mereka sadar apabila mereka berlaku seperti itu akan semakin membuat keadaan menjadi kacau. Perlahan- lahan warga masyarakat yang terkena musibah banjir tersebut mengamankan barang- barang berharga milik mereka lalu mencari tempat yang aman untuk keluarganya sementara waktu. Selain itu warga masyarakat Kelurahan Polonia juga berinteraksi dengan sesama warga lainnya yang tentunya terkena musibah tersebut. Interaksi itu dilakukan karena persamaan masalah yang mereka sedang hadapi, yaitu banjir. Selain itu melalui interaksi yang dilakukan masyarakat Kelurahan Polonia yang sedang mengalami musibah banjir pada saat itu adalah untuk mengurangi perasaan penat yang mereka alami saat itu. Dengan berinteraksi dengan orang lain warga masyarakat Kecamatan Polonia akan merasa lebih sabar dan tabah dalam menghadapi banjir yang terjadi pada saat itu (01/04/2011).
(51)
2.5. Karakteristik banjir Sungai Deli di Kecamatan Medan Polonia
Pembuangan limbah langsung ke sungai sudah merupakan hal yang sangat sering terjadi di dalam kehidupan sehari- hari, terutama di kota Medan. Akibat dari pencemaran sungai ini menyebabkan sungai tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya yang justru menimbulkan penyakit apabila digunakan, dan dapat berakibat lebih jauh bila ternyata limbah yang dibuang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Disamping itu banyaknya limbah dan sampah di sungai dapat membuat sungai berbau busuk dan terjadinya banjir. Sungai-sungai utama yang berada di kota Medan yaitu sungai Deli, sungai Percut, dan sungai Belawan. Seiring berjalannya waktu dari hari ke hari jumlah debit air yang ada di sungai Deli semakin lama semakin bertambah, dengan begitu diperlukan adanya normalisasi pada sungai Deli tersebut. Namun dikarenakan sungai Deli berada atau melintasi pusat pemerintahan dan melintasi pusat pemukiman kota Medan, maka sangat sulit dilakukannya normalisasi sungai.
Pada banjir yang terjadi pada April tahun 2011 lalu, sungai Deli pun meluap ke lingkungan yang ada di sekitarnya serta membanjiri rumah- rumah disekitarnya tersebut. Berikut gambar Sungai Deli yang meluap tahun lalu (01/04/2011).
Foto 6. Gambar warga yang berusaha mengungsi di tengah luapan air dari Sungai Deli yang mengalir sangat deras
(52)
2.6. Aktivitas Masyarakat Pluralis Dalam Menghadapi Bencana Alam
2.6.1. Masyarakat Cina
Istilah Cina berasal dari nama dinasti Chin (abad ketiga sebelum Masehi) yang berkuasa di Cina selama lebih dari dua ribu tahun sampai pada tahun 1913. Bencana banjir, kelaparan, dan peperangan memaksa orang-orang bangsa Chin ini merantau ke seluruh dunia. Kira-kira pada abad ke tujuh orang-orang ini mulai masuk ke Indonesia. Pada abad ke sebelas, ratusan ribu bangsa Chin mulai berdiam di kawasan Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatera dan di Kalimantan Barat. Bangsa Chin yang merantau dari Cina ini di Indonesia lalu disebut dengan cina perantauan. Orang-orang Cina perantauan ini mudah bergaul dengan penduduk lokal sehingga mereka bisa diterima dengan baik. Para perantau yang membawa keluarga mereka kemudian membentuk perkampungan yang disebut dengan "Kampung Cina." Cina menganut Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang tidak menyukai kekerasan. Salah satu hal penting yang diajarkan ialah "Janganlah berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat kepadamu". Ajaran penting lainnya ialah "Selalu hormatilah orang yang lebih tua, lebih-lebih orang tuamu". Prinsip lainnya adalah "Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudara-saudaramu hidup berkekurangan". Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga keturunan Cina selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan membantu yang kekurangan: memberikan pekerjaan, membantu secara moral dan finansial.
Hal- hal yang telah dipaparkan di atas dilakukan masyarakat Cina dalam menghadapi berbagai bencana alam yang terjadi di sekitar lingkungannya termasuk dalam menghadapi banjir. Masyarakat Cina biasa tidak panik di dalam menghadapi bencana alam seperti pula bencana
(53)
cenderung bersikap ulet di dalam menghadapi bencana banjir. Mereka menghadapi bencana yang banjir dengan segera bertindak dibanding mengeluh. Seperti pada kejadian banjir besar yang terjadi pada tahun 2011 lalu (01/04) di Jalan Karya Bersama, Lingkungan III,Kelurahan Polonia, masyarakat Cina yang mengetahui bahwa air mulai masuk ke dalam rumah segera mengambil tindakan agar tidak terjebak di dalam banjir yang bisa dikatakan merupakan banjir yang paling parah dalam beberapa kurun waktu terakhir. Mereka cenderung segera melakukan berbagai tindakan penyelamatan terhadap anggota keluarga. Mereka langsung mengingatkan dan juga mempersiapkan hal- hal lain yang berhubungan dengan dampak yang bisa ditimbulkan dalam menghadapi bencana banjir. Selain itu, mereka cenderung tidak mengeluh karena mereka menyadari bahwa dengan mengeluh hanya akan memperlambat proses berjalannya penyelamatan diri dan keluarganya dalam menghadapi banjir. Masyarakat Cina juga tidak segan membantu orang lain di luar dari lingkungan keluarga mereka. Alasannya adalah masyarakat Cina percaya bahwa apa yang mereka lakukan terhadap orang lain juga akan mereka terima di dalam perlakuan masyarakat di dalam kehidupan sehari- hari. Sikap yang mau menolong tidak hanya pada keluarga sendiri yang membuat masyarakat ini juga akan mendapat bantuan apabila ada bencana yang datang secara tidak terduga. Jadi masyarakat Cina yang terkenal ahli di dalam perdagangan pun memiliki keahlian tertentu di dalam kehidupan sehari- hari. Setiap manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya, karena masyarakat ini juga menerapkan prinsip tersebut di dalam kehidupan sehari- hari, termasuk di dalam menghadapi berbagai bencana alam yang bisa dating sewaktu- waktu tanpa bisa diperkirakan.
(54)
Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Kelompok suku masyarakat nilai- nilai kebudayaan. Mereka tidak pernah melupakan kebudayaannya, walaupun kebudayaan di India bersifat mencampurkan berbagai macam elemen yang bertentangan, namun hal tersebut yang membuat masyarakatnya semakin bangga terhadap kebudayaan yang mereka miliki. Di dalam kehidupan bermasyarakat, India mengenal sistem kasta yaitu sistem dimana ada pembagian masyarakat secara bertingkat di dalam sistem kasta tersebut. Di dalam kehidupan sosial masyarakat India memang mengenal adanya tingkatan di dalam sistem sosial mereka, tetapi karena adanya pembauran antara budaya India dengan budaya yang lain dan tidak meninggalkan budaya yang lama sehingga kebudayaan mereka semakin lengkap. Hal tersebut pula yang mendasari terjadinya interaksi yang baik di dalam masyarakat India dalam menghadapi bencana alam, seperti banjir. Semenjak masyarakat India menyebar di dalam berbagai lingkungan, mereka berbaur antara satu dengan yang lain. Sama halnya dengan masyarakat India yang berada di Medan yang mengalami banjir besar pada tahun 2011 lalu (01/04). Mereka sangat menjunjung tinggi komunikasi antara satu dengan yang lain.Pada saat bencana banjir mulai datangm masyarakat India akan saling bekerjasama untuk menanggulangi segala dampak yang timbul dari bencana alam yang terjadi. Masyarakat India yang disatu sisi sangat tegas di dalam mempertahankan kebudayaannya pun akan saling membantu apabila bencana alam terjadi. Seperti yang terjadi tahun lalu, sebuah keluarga India yang rumahnya terendam banjir diminta oleh masyarakat India yang lain, yang pada saat terjadi bencana alam tidak mengalami dampak yang terlalu parah pada saat terjadi banjir, untuk tinggal sementara sampai air surut dengan keluarga mereka. Padahal pada kenyataannya kedua keluarga tersebut
(55)
hanya sekedar mempunyai persamaan sebagai masyarakat etnis India dan tidak memiliki hubungan keluarga.
Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa di dalam menghadapi bencana alam masyarakat India memiliki tingkat solidaritas yang tinggi diantara sesama mereka. Meskipun tidak memiliki hubungan keluarga, antara masyarakat India bisa memberikan bantuan di dalam menghadapi bencana alam secara luar biasa yakni dengan memberikan tumpangan sementara bagi mereka yang mengalami kerugian dari dampak bencana alam yang terjadi. Walaupun tidak memiliki dasar hubungan yang erat, persamaan sebagai masyarat India yang membuat adanya hubungan interaksi diantara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Dalam menghadapi bencana banjir juga masyarakat India cenderung tertutup dan tidak banyak mengemukakan segala keluhan yang berkaitan dengan bencana alam, seperti banjir, yang mereka alami. Biasanya masyarakat India lebih suka bertindak pada saat menghadapi bencana alam yang terjadi. Begitu ada bencana alam yang terjadi mereka langsung memikirkan hal- hal mana yang pertama harus dilakukan agar apabila bencana alam tersebut selesai tidak akan mengganggu kelangsungan kehidupan mereka selanjutnya. Selain itu juga dapat meminimalisir segala bentuk kerugian yang bisa terjadi di dalam menghadapi bencana alam di sekitar mereka dan tidak dapat diperkirakan waktu dari bencana alam tersebut.
2.6.3. Masyarakat Karo
Masyarakat Karo merupakan kelompok masyarakat pribumi yang banyak menempati wilayah di Sumatera Utara dan sekitarnya. Di setiap wilayah yang berada di Medan hampir di setiap daerah ditempati oleh masyarakat Karo. Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau
(1)
Angket Penelitian
I. Identitas Responden
1. Nama : 2. Usia : 3. Pekerjaan :
4. Jenis kelamin : a. Laki- laki b. Perempuan 4. Etnis : a. Cina
b. Karo c. India 5. Agama : a. Islam
b. Protestan c. Katolik d. Budha e. Hindu
II. Deskripsi Tempat Tinggal
1. Apakah anda sudah lama tinggal di lingkungan ini ? a. Sudah lama
b. Belum lama
(Sebutkan berapa lama anda tinggal di lingkungan ini)
(2)
126
a. Karena dari kecil sudah tinggal di lingkungan tersebut.
b. Ikut keluarga yang pindah ke lingkungan ini yang sebelumnya berdomisili di tempat lain c. Lingkungan tempat tinggal ini strategis
3. Apakah lingkungan tempat tinggal Anda tergolong nyaman? a. Ya, karena
b. Tidak, karena
4. Apakah ada perubahan kondisi lingkungan tempat tinggal anda sekarang dibanding pertama sekali anda pindah ke lingkungan ini ?
a. Ada b. Tidak ada
5. Sebutkan perubahan kondisi lingkungan selama anda tinggal disini?
__________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ ________________________________________________________________
6. Bagaimana dengan kondisi jarak rumah anda dengan rumah tetangga? a. Sangat sempit
b. Sudah pas
c. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya cukup jauh 7. Sudah baguskah saluran air di depan rumah tempat anda tinggal?
a. Sudah bagus b. Tidak bagus
III. Kondisi Banjir Pada Lingkungan
1. Apakah anda mengetahui sebelumnya bahwa daerah ini adalah daerah rawan banjir ? a. Iya, saya tahu sebelumnya
(3)
2. Bagaimana frekuensi banjir yang terjadi di daerah tempat tinggal anda? a. Sering
b. Jarang
3. Dalam sebulan, kira-kira berapa kali banjir yang bisa terjadi di tempat tinggal anda? a. 1 – 3 kali
b. 4 – 6 kali
c. Lebih dari 6 kali
4. Jika banjir terjadi, cukup dalamkah genangan air yang ada akibat banjir? a. Cukup dalam
b. Tidak begitu dalam
5. Kira-kira apa yang menyebabkan banjir mudah terjadi di lingkungan anda tinggal? a. Saluran air yang tidak memadai/saluran air yang tidak beres
b. Sampah yang menumpuk di mana-mana c. Tanah tempat tinggal yang terlalu rendah
d. Alasan lain ___________________________________________________________ 6. Seperti apa dampak yang terjadi pada tempat tinggal anda jika banjir datang?
__________________________________________________________________________ ____________________________________________________________________ 7. Kapan banjir yang paling besar yang pernah terjadi di lingkungan anda?
_______________________________________________________________________ 8. Kerugian seperti apa yang anda hadapi pada saat banjir besar tersebut
terjadi?____________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ _________________________________________________________________
(4)
128
a. Menyelamatkan barang-barang rumah b. Mengungsi
c. Yang lain, sebutkan ____________________________________________________
IV. Solidaritas masyarakat saat banjir
1. Bagaimana hubungan anda dengan tetangga atau warga yang berada di sekitar rumah anda ? a. Baik
b. Biasa saja
c. Tidak ada interaksi
2. Pernahkah anda menolong tetangga ketika terjadi ketika banjir? a. Pernah
b. Tidak
3. Bagaimana bentuk tolong menolong yang terjadi di antara para warga selama terjadi banjir? a. Ikut membantu memindahkan barang- barang agar tidak rusak terkena banjir.
b. Membantu seluruh anggota keluarga dari rumah yang terkena banjir c. Jawaban a dan b benar
d. Bentuk lain
4. Siapakah yang didahulukan untuk ditolong pada saat terjadi banjir?
_________________________________________________________
a. Sesama suku
b. Siapapun (termasuk orang yang berbeda suku)
5. Apakah kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sering diadakan di lingkungan tempat tinggal anda ini?
a. Sering (1-2 kali dalam sebulan) b. Jarang (2 bulan sekali)
6. Apakah anda mengikuti apabila diadakan kerja bakti di lingkungan rumah anda? a. Ya
(5)
b. Tidak
7. Pada saat melakukan kerja bakti, apakah anda hanya membersihkan halaman di depan rumah anda saja?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah ada kegiatan yang dilakukan oleh warga masyarakat lingkungan anda secara rutin ? a. Ada
b. Tidak ada
9. Apakah pernah terjadi konflik diantara warga masyarakat di lingkungan ini ? a. Pernah
b. Tidak pernah
10.Bagaimana frekuensi terjadinya konflik di lingkungan tempat tinggal anda tersebut? a. Sesekali
b. Jarang c. Sering
11.Biasanya konflik yang terjadi disebabkan oleh apa saja ?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________
12.Apakah anda setuju dengan kalimat yang menyatakan “tetangga adalah keluarga terdekat” ? a. Setuju
b. Tidak setuju Berikan alasan anda
__________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________ ______________________________________________________________
(6)