Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Depresipada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian
Diabetes melitus adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh defisiensi
produksi insulin oleh pankreas atau ketidakefektifan produksi insulin baik karena
faktor keturunan atau didapat (acquired). Defisiensi ini menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah (KGD), yang akhirnya membuat kerusakan banyak sistem
tubuh, khususnya pembuluh darah dan saraf (WHO, 2013b)
Defek sekresi atau aksi atau sekresi dan aksi insulin pada penderita DM
mengakibatkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia yang terjadi kronik pada
DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
beberapa organ khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah
(ADA, 2004).
2.1.2 Klasifikasi
A. Diabetes Melitus Tipe I
1. Diabetes yang Dimediasi Sistem Imun
Diabetes yang dimediasi sistem imun terdapat sebanyak 5-10% dari
keseluruhan tipe DM. Terminologi lain untuk bentuk DM ini adalah diabetes
bergantung insulin atau juvenile-onset diabetes. Jenis DM ini disebabkan
destruksi sel β pancreas oleh cellular-mediated autoimmune. Marker dari

destruksi ini adalah autoantibodi sel β pankreas, autoantibodi terhadap insulin,
antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (GAD65), dan autoantibodi
terhadap tyrosine phosphatase IA-2 dan IA-2β. Penyakit ini juga berhubungan
kuat dengan HLA gen DQA dan DQB, dan dipengaruhi oleh gen DRB. Pada
tahap akhir dari penyakit ini, produksi insulin akan semakin berkurang sampai
insulin sama sekali tidak diproduksi. DM jenis ini umumnya terjadi pada masa
anak-anak dan remaja, tapi dapat juga terjadi pada semua umur, bahkan pada
dekade ke-8 atau ke-9 kehidupan (ADA, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2. Diabetes Idiopatik
Diabetes Idiopatik merupakan beberapa bentuk dari DM tipe 1 yang
tidak diketahui etiologinya. Beberapa pasien diabetes idiopatik mengalami
insulinopenia (kekurangan insulin) permanen dan cenderung mengalami
ketoasidosis, tapi tidak dijumpai bukti adanya mekanisme autoimunitas.
Meskipun jarang pasien DM tipe 1 yang memenuhi kategori ini, keturunan
Afrika dan Asia paling banyak menderita DM jenis ini. Individu dengan
diabetes idiopatik mengalami episodik ketoasidosis dan menunjukkan derajat
bervariasi defisiensi insulin antar episode. DM jenis ini sangat erat kaitannya

dengan faktor keturunan, kurangnya bukti imunologi autoimunitas sel β, dan
tidak berhubungan dengan HLA (ADA, 2004).
B. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 – disebut juga dengan non-insulin dependent
diabetes atau adult-onset diabetes – diderita oleh 90-95% dari keseluruhan
penderita DM. Penyakit ini mencakup orang-orang dengan resistensi insulin dan
biasanya memiliki keluarga dengan defisiensi insulin. Destruksi autoimun sel β
tidak terjadi pada DM tipe 2. Kebanyakan pasien dengan DM tipe 2 menderita
obesitas, dan obesitas sendiri menyebabkan resistensi insulin. DM ini dapat terjadi
pada mereka yang tidak tergolong obese berdasarkan kriteria berat badan klasik
tapi memiliki proporsi lemak yang banyak terfokus pada regio abdomen.
Ketoasidosis jarang terjadi secara spontan pada pasien ini, biasanya terjadi jika
ada faktor pencetus seperti stress atau penyakit lain seperti infeksi. Bentuk
penyakit ini biasanya tidak terdiagnosis selama beberapa tahun karena
peningkatan KGD terjadi secara bertahap dan pada tahap awal biasanya tidak
cukup berat untuk membuat pasien sadar akan adanya gejala klasik dari DM.
Namun, beberapa pasien berada pada risiko yang tinggi untuk terjadinya
komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Kadar insulin pada pasien dengan
DM tipe 2 biasanya normal atau meningkat. Hal ini disebabkan karena tidak
cukupnya insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin. Resistensi insulin


Universitas Sumatera Utara

akan berkurang dengan reduksi berat badan dan/atau terapi farmakologis
hiperglikemia, tapi jarang kembali ke keadaan normal (ADA, 2004).
C. Diabetes Melitus Gestasional
DM Gestasional didefinisikan sebagai setiap derajat intoleransi glukosa
dengan onset atau dikenali pertama kali saat kehamilan. Definisi ini dipakai tanpa
melihat apakah insulin atau hanya modifikasi diet yang diberikan selama
pengobatan atau apakah kondisi menetap setelah kehamilan (ADA, 2004).
D. Tipe spesifik lain dari Diabetes Melitus
1. Defek genetik fungsi sel β
a. Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)
b. Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
c. Kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)
d. Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF dahulu MODY 4)
e. Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
f. Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitokondria
g. Lainnya.
2. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, I eprechaunism,

sindrom Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, lainnya.
3. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,
lainnya.
4. Endokrinopati

:

akromegali,

sindroma

cushing,

feokromasitoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
5. Karena

obat/zat


kimia

:

vacor,

pentamidine,

asam

nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, aldosteronoma, lainnya.
6. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.
7. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiffman”, antibodi anti-reseptor insulin,
lainnya.

Universitas Sumatera Utara


8. Sindroma genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom
Turner, Sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington,
sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader
Willi, lainnya (Purnamasari, 2009 : 1883).
2.2. Diabetes Melitus Tipe 2
2.2.1 Faktor Risiko
Berikut merupakan faktor risiko untuk terkena DM tipe 2 :
1. Usia ≥ 45 tahun

2. Dapat terjadi pada usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2,
yang disertai dengan faktor risiko lain (PERKENI, 2006).

3. Riwayat keluarga menderita DM (orang tua atau saudara kandung dengan
DM Tipe 2)
4. Aktivitas fisik yang kurang
5. Ras (Afrika-Amerika, Latin, Amerika Nativ, Asia Amerika, Kepulauan
Pasifik)
6. Sebelumnya pernah teridentifikasi IFG atau IGT
7. Riwayat DM Gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lebih
dari 4 kg.

8. Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg)

9. Kadar kolesterol HDL < 35 mg/dL dan/atau kadar trigliserida >250
mg/dL

10. Polycystic olivarian syndrome atau achantosis nigricans

11. Riwayat penyakit pembuluh darah ( ADA, 2007 dalam Powers, 2010 :
271).
2.2.2 Patogenesis
Pada keadaan fisiologis, konsentrasi glukosa plasma dipertahankan dalam
batas yang sempit melalui regulasi ketat dan interaksi dinamis antara sensitivitas
jaringan terhadap insulin dan sekresi insulin meskipun terjadi fluktuasi yang besar
pada konsumsi glukosa individu dan penggunaan glukosa oleh tubuh. Pada DM

Universitas Sumatera Utara

tipe 2, kedua mekanisme ini gagal dan akhirnya menyebabkan gangguan sekresi
insulin dan resistensi insulin (Holt & Hanley, 2012 : 289-292).
Resistensi


insulin

didefinisikan

sebagai

ketidakmampuan

insulin

melakukan efek biologisnya pada konsentrasi fisiologis. Hal ini ditandai dengan
ketidakmampuan insulin menstimulasi pengambilan glukosa oleh otot rangka dan
menghambat produksi glukosa hepatik. Insulin juga gagal menekan lipolisis pada
jaringan adiposa sehingga terjadi peningkatan asam lemak non-esterifikasi (Holt
& Hanley, 2012 : 289-292).
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan awal dari
perkembangan DM tipe 2. Meskipun defek primer masih kontroversial, banyak
studi mendukung pandangan yang menyatakan bahwa resistensi insulin
mengawali defek sekresi insulin. DM terjadi hanya jika sekresi insulin menjadi

tidak adekuat (Powers, 2010 : 275-277).
Karekteristik DM tipe 2 adalah adanya gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang
abnormal. Pada tahap awal penyakit ini, toleransi glukosa masih mendekati
normal meskipun reistensi insulin telah terjadi. Hal ini disebabkan kompensasi sel
β pankreas dengan meningkatkan produksi insulin. Resistensi insulin dan
kompensasi hiperinsulinemia terus berkembang, lama kelamaan pankreas pada
individu

tertentu

menjadi

tidak

mampu

untuk

tetap


dalam

keadaan

hiperinsulinemia. IGT mulai berkembang, yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa post-prandial. Penurunan lebih lanjut dari sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan keadaan berkembang
menjadi IFG yakni hiperglikemia puasa. (Powers, 2010 : 275-277).
Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan sensitifinsulin dan meningkatkan produksi glukosa hepatik. Meningkatnya produksi
glukosa hepatik menyebabkan terjadinya hiperglikemia puasa, sedangkan
menurunnya

penggunaan

glukosa

perifer

menyebabkan


hiperglikemia

postprandial (Powers, 2010 : 275-277).
Penggunaan glukosa pada jaringan yang tidak bergantung pada insulin
tidak

terganggu

pada

DM

tipe

2.

Defek

post-reseptor

dalam

Universitas Sumatera Utara

fosforilasi/defosforilasi yang diregulasi oleh insulin diduga dominan dalam
patogenesis resistensi insulin. Sebagai contoh, defek signaling PI-3 kinase
menyebabkan

berkurangnya

translokasi

GLUT-4

ke

membran

plasma.

Abnormalitas lain adalah akumulasi lipid dalam myosit otot rangka, yang dapat
mengganggu fosforilasi oksidatif mitokondria dan mengurangi produksi ATP
mitokondria. Gangguan oksidasi asam lemak dan akumulasi lipid dalam myosit
otot rangka mungkin menghasilkan ROS seperti lipid peroksidase (Powers, 2010 :
275-277).
Obesitas yang menyertai DM tipe 2 – khususnya yang lokasinya di sentral
atau viseral – diduga merupakan bagian proses patogenik DM tipe 2. Peningkatan
massa adiposit menyebabkan peningkatan level asam lemak bebas dan produk sel
lemak lainnya. Adiposit mensekresikan sejumlah produk biologik (asam lemak
bebas non-esterifikasi, retinol-binding protein 4, leptin, TNF, resistin, dan
adiponektin). Untuk meregulasi berat badan, nafsu makan, dan pengeluaran
energi, adipokin memodulasi sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam
lemak bebas dan adipokin menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan
hati. Asam lemak bebas mengganggu penggunaan glukosa pada otot rangka,
meningkatkan produksi glukosa oleh hati, dan mengganggu fungsi sel β.
Sebaliknya, produksi adiponektin – peptida yang mensensitasi insulin – berkurang
pada individu dengan obesitas sehingga menyebabkan terjadinya resistensi
insulin. Adiposit dan adipokin juga menyebabkan keadaan inflamasi dan mungkin
menjelaskan mengapa marker inflamasi seperti IL-6 dan CRP sering ditemukan
meningkat pada individu dengan DM tipe 2 (Powers, 2010 : 275-277).
2.2.3 Tanda dan Gejala
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini.
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
(PERKENI, 2006).
Masharani (2007) memaparkan gejala & tanda klinis DM tipe 2 sebagai
berikut :
1. Gejala
a) Gejala klasik poliuria, rasa haus, pandangan kabur, paresthesia, dan
rasa lelah adalah manifestasi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang
juga terjadi pada DM tipe 1.
b) Pada pasien DM tipe 2 sering terjadi peningkatan mendadak KGD dan
relatif asimptomatik awalnya. Khususnya terjadi pada pasien obese
yang terdeteksi menderita DM hanya setelah terjadi glikosuria atau
hiperglikemia.
c) Infeksi kulit kronik. Pruritus general dan gejala vaginitis sering
dikeluhkan wanita dengan DM tipe 2.
d) Wanita dengan vulvovaginitis kandida kronik, melahirkan bayi dengan
berat badan > 4 kg, atau polihidramnion, pre-eclampsia, atau
keguguran janin yang tak terjelaskan harus dicurigai menderita DM
tipe 2.
e) Pria dengan impotensi perlu dicurigai menderita DM tipe 2
2. Tanda
a) Individu dengan distribusi lemak pada abdomen, dada, leher , wajah,
dan relatif sedikit lemak di daerah tungkai (obesitas android, terjadi
akumulasi lemak di regio omentum dan mesenterik).
b) Hipertensi ringan, khususnya pada individu dengan obesitas tipe
android.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Kriteria Diagnostik
Berdasarkan PERKENI (2006), berikut adalah beberapa kriteria diagnostik
DM :
A. Gejala klasik DM dan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
atau

B. Gejala klasik DM dan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
atau

C. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

2.2.5 Tatalaksana
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila KGD belum mencapai target
(Tabel 2.3.), dilakukan terapi farmakologis dengan OHO atau injeksi insulin
(PERKENI, 2006).
A. Non-farmakologis
1. Edukasi :
a) Deskripsikan proses penyakit diabetes dan pilihan pengobatan yang ada.
b) Diet.
c) Aktivitas fisik.
d) Pengobatan termasuk keefektifan dan keamanan insulin.
e) Monitor sendiri KGD.
f) Mencegah, mendeteksi, dan mengobati komplikasi akut.
g) Strategi personal untuk mengidentifikasi masalah psikososial.
h) Strategi personal untuk meningkatkan derajat kesehatan dan perubahan
perilaku (Holt & Hanley, 2012 : 271-272).

Universitas Sumatera Utara

2. Diet pada individu dengan DM :
a) Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
2) Pembatasan karbohidrat < 130 g/hari tidak dianjurkan.
3) Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang
berserat tinggi.
4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi.
5) Makan tiga kali sehari.
b) Lemak
1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
2) Lemak jenuh 3000 mg.
2) Pembatasan natrium sampai 2400 mg terutama pada mereka yang
hipertensi.

Universitas Sumatera Utara

e) Serat
1) Konsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayur serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
2) Anjuran konsumsi serat adalah ± 25g/hari.
f) Lainnya
1) Fruktosa tidak dianjurkan pada penderita DM karena efek samping
pada lipid plasma.
2) Batasi penggunaan pemanis bergizi. Dalam penggunaannya pemanis
bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
3) Pemanis tak bergizi termasuk : aspartam, sakarin, sukralose, dan
neotame.
4) Pemanis aman digunakan selama tidak melebihi batas aman
(PERKENI, 2006).
3. Olahraga
Olahraga merupakan komponen penting gaya hidup sehat.
Olahraga pada pasien DM perlu memperhatikan beberapa hal :
1) olahraga yang terlalu lama (>30 menit) dan terlalu berat,
2) dosis insulin yang tidak disesuaikan (pada pengguna insulin), serta
3) konsumsi karbohidrat yang terlalu sedikit.
Ketiga hal tersebut akan menyebabkan konsentrasi glukosa yang
terlalu rendah sehingga dapat memicu terjadinya hipoglikemia (Holt &
Hanley, 2012 : 271-272).
B. Farmakologi
1. OHO (Obat Hipoglikemik Oral)
Pada keadaan tertentu, OHO dapat diberikan tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi (PERKENI, 2006). Obat-obat yang umum
digunakan untuk tatalaksana pasien DM beserta kerja utamanya terlihat pada
Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Kelas obat-obatan antidiabetik oral dan kerja utamanya
Kerja utama
Mekanisme kerja
Kelas beserta contoh
menurunkan glukosa
seluler
Melawan resistensi Meningkatkan ragam
Biguanide
dan
Metformin
insulin
(khususnya kebergantungan
menurunkan output ketidakbergantungan
insulin yang melibatkan
glukosa hepatik)
AMPK
Berikatan
dengan
Menstimulasi
Sulfonylureas
sulfonylurea
insulin reseptor
Glimepiride, gliclazide, sekresi
(khususnya 6-24 jam) SUR 1 pada sel β
glyburide/glibenclamide,
pankreas, yang menutup
glipizide
kanal potasium Kir6.2
sensitif ATP
Stimulasi
sekresi Berikatan dengan sisi
Meglitinides
Repaglinide, nateglinide
insulin (onset lebih benzamido pada reseptor
cepat dan durasi lebih SUR1 pada sel β
singkat
daripada pankreas, yang menutup
Sulfonylureas)
kanal potasium Kir6.2
sensitif ATP
Menghambat
enzim
Gliptins
(DPP-4 Meningkatkan
yang
sekresi
insulin DPP-4,
inhibitors)
meningkatkan
waktu
Sitagliptin, vildagliptin, prandial
paruh plasma hormon
saxagliptin
inkretin insulinotropik
Mengaktivasi resepor
Meningkatkan
Thiazolidinediones
sensitivitas
insulin nuklear
PPAR
– ,
(PPAR- -agonist
(khususnya
Pioglitazone,
utamanya di jaringan
meningkatkan
rosiglitazone
adiposa,
yang
penggunaan glukosa mempengaruhi
aksi
perifer)
insulin
dan
siklus
glukosa-asam lemak
Inhibisi kompetitif pada
α
Glucosidase Memperlambat
proses
pencernaan enzim α – Glucosidase
inhibitors
usus
Acarbose,
miglitol, karbohidrat
voglibose

Sumber : Bailey, C. J & Krentz, A. J., 2010. Oral Antidiabetic Agents. In : Holt RIG, ed.
Textbook of Diabetes, 4th ed. Wiley-Blackwell : 455-456

2. Insulin
Insulin digunakan untuk tatalaksana pasien DM tipe 1 dan pasien
DM tipe 2 yang sudah masuk pada tahap lanjut. Insulin segera diberikan
bila terdapat keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis,

Universitas Sumatera Utara

stress berat, berat badan yang menurun cepat,

dan adanya ketonuria

(PERKENI, 2006). Tabel 2.2 menyajikan preparat insulin, dosis harian,
dosis/hari, dan terapi kombinasinya.
Tabel 2.2. Preparat Insulin
Dosis
harian
biasa (U)
NPH
4–40
insulin
NPH
insulin

4-100

Ultralente
Lente
Semilente

4-100
4-100
2-30

Regular

2-30

Lispro

2-30

Dosis/hari

Terapi Kombinasi

Dapat digunakan dengan dosis
pagi sulfonylurea, metformin,
atau troglizatone pagi.
1-2,
biasanya Kombinasi sama dengan NPH
sebelum
makan bedtime
pagi dan sebelum
makan malam
1-2
Kombinasi sama dengan NPH
1-2
Kombinasi sama dengan NPH
1-2
Biasanya dikombinasi dengan
ultralente
1-2
Biasanya dikombinasi dengan
NPH dan diberi sebelum makan
1-2
Diberi sebelum makan untuk
kontrol glikemik post-prandial
Bedtime

Sumber : Johnson, D. G & Bressler, R., 1999. Type 2 Diabetes Mellitus. In: Meikle, A. W., ed.
Hormone Replacement Therapy. Humana Press : 156

Untuk menatalaksana DM, target pengobatan perlu ditetapkan. Pada
umumnya, digunakan target glikemik dari ADA dan ACE seperti terlihat pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Target Glikemik
Parameter
Normal
KGD puasa