Asas Kepentingan Nasional Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Berkaitan Dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015

18

BAB II
KONSEP PERDAGANGAN BEBAS BARANG DALAM MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

A. Masyarakat Ekonomi Asean 2015
The Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) adalah asosiasi
perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang didirikan pada tanggal 8
Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, yang di tanda tangani dengan
penandatanganan deklarasi ASEAN oleh para pendiri ASEAN, yakni Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kemudian Brunei Darussalam
bergabung pada tahun 1984, Vietnam pada tahun 1995, Laos dan Myanmar pada
tahun 1997, dan Kamboja pada tahun 1998. Dengan visi bersama ASEAN sebagai
gabungan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang bepandangan terbuka, hidup dalam
perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, terikat bersama dalam kemitraan dalam
pembangunan yang dinamis dalam masyarakat yang peduli. Para pemimpin
ASEAN memutuskan untuk membentuk suatu “masyarakat ASEAN” pada tahun
2020. 22 Pada awal di bentuknya ASEAN secara intensif menyepakati berbagai
kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Prefential Tariff
Arrangement (PTA) pada tahun 1977, kemudian pada tahun 1992 disepakati

Common Effective Preferential Tariff – ASEANFree Trade Area (CEPT-AFTA),
dan kemudian pada tahun 1995 mulai memasukkan kesepakatan dalam bidang

22

Dirjen Kerja Sama Internasional, Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Informasi
Umum:Masyarakat Ekonomi ASEAN. (Jakarta, Dirjen Kerja Sama Internasional Kemendag RI,
2011), hlm. 3

18

Universitas Sumatera Utara

19

jasa dengan di tandatanganinya ASEANFramework Agreement on Service
(AFAS). Selanjutnya pada tahun 1998 di sepakati pula kerjasama dalam bidang
investasi ASEANInvestment Area (AIA). 23
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC)
merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord

II (Bali Concord II), Bali, Oktober 2003. MEA adalah salah satu pilar perwujudan
ASEAN vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan
ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). MEA adalah tujuan akhir integrasi
ekonomi seperti dicanangkam dalam ASEAN Vision 2020. Pembentukan MEA
dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu:
1.

Pencapaian pasar tunggal dan basis produksi,

2.

Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,

3.

Kawasan pengembangan ekonomi yang merata, dan

4.

Kawasan yang secara penuh terintegrasi dengan perekonomian global.

Upaya pencapaian masing-masing kerangka tersebut dilakukan melalui

berbagai elemen dan strategi yang tercakup di dalamnya.Pencapaian MEA melalui
penciptaan pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, ditujukan sebagai upaya
perluasan melalui integrasi regional untuk mencapai skala ekonomis yang
optimal. Langkah-langkah integrasi tersebut (Proses liberalisasi dan penguatan
internal ASEAN) menjadi strategi mencapai daya saing yang tangguh dan disisi
lain akan berkontribusi positif bagi masyarakat ASEAN secara keseluruhan
maupun individual negera anggota. Pembentukan MEA juga menjadikan posisi
23

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Menuju ASEAN Economic Community
2015,Ditjen Perdagangan Republik Indonesia. (Jakarta, Departemen Perdagangan Repbulik
Indonesia, 2014), hlm. 4

Universitas Sumatera Utara

20

ASEAN semakin kuat dalam menghadapi negosiasi internasional, baik dalam

merespons meningkatnya kecenderungan kerja sama regional, maupun dalam
posisi tawar ASEAN dengan mitra dialog, seperti China, Korea, Jepang,
Australia-Selandia Baru, dan India.Melalui proses integrasi ekonomi maka
ASEAN secara bertahap menjadi kawasan yang membebaskan perdagangan
barang dan jasa sarta aliran faktor produksi (modal dan tenaga kerja), sekaligus
harmonisasi peraturan-peraturan terkait lainnya. Beberapa pertimbangan yang
mendasari percepatan pembentukan MEA adalah:
1.

Potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar 10-20 persen untuk
barang konsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi.

2.

Meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi standar dan
praktik internasional.
Langkah percepatan integrasi ASEAN menjadi penting untuk memanfaatkan

semua potensi yang ada. 24Pada tahun 2007, para kepala negara sepakat untuk
mempecepaat pencapaian MEA dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 ini diperkuat

dengan di tandatanganinya Cebu Declaration on the Acceleration of
Establishment of an ASEAN community by 2015. Guna memperkuat langkah
percepatan integrasi ekonomi tersebut ASEAN melakukan kerja sama ekonomi
dengan meletakkan sebuah kerangka hukum yang menjadi basis komitmen negara
ASEAN melalui penandatanganan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan AEC
Blueprint (cetak biru MEA). 25 Bersamaan dengan penandatanganan piagam
ASEAN, cetak biru yang merupakan arah panduan dan jadwal strategis tentang
24

Aida S. Budiman, Rizal A. Djaafara dan Sjamsul Arifin. Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015. (Jakarta, PT. ElexMedia Komputindo, 2008), hlm. 9-12
25
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm. 4

Universitas Sumatera Utara

21

waktu dan pencapaian dari masing-masing pilar. Penandatanganan Piagam
ASEAN menjadi prasasti hasil evolusi dari kerja sama yang bersifat

“persaudaraan” menjadi organisasi yang berlandaskan rule based framework.
Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan struktur organisasi, pengambilan
keputusan dan mekanisme dispute settlement serta peningkatan peran dan mandat
Sekretariat ASEAN. Piagam ASEAN merumuskan secara detail tujuan dan
prinsip ASEAN. Tujuan yang ingin dicapai sejalan dengan tujuan MEA, yaitu:
1.

Menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi;

2.

Mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan di antara negera
anggota melalui bantuan dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Perihal prinsip kerja sama, ASEAN tetap memegang teguh prinsip yang telah

dianut selama ini, yang intinya menghormati kedaulatan negara lain, tidak
melakukan intervensi kebijakan dalam negara lain, serta melakukan konsultasi
secara intensif atas berbagai permasalahan regional. 26

B. Konsep Perdagangan Bebas Barang dalam MEA 2015

Pasar ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memiliki lima
elemen utama yaitu:
1.

Free Flow of Goods (Aliran bebas barang), 27

2.

Free Flow of Services (Aliran bebas jasa), 28

26

Aida S. Budiman. Op.cit, hlm. 12-14
Free Flow of Goods (Aliran bebas barang) adalah liberalisasi perdagangan barang antar
negara-negara di kawasan ASEAN dengan cara penghapusan hambatan tarif, hambatan non-tarif
untuk kelancaran arus barang dan juga perlu dilaksanakannya fasilitas perdagangan yang sesuai
dengan standar internasional dan kerja sama kepabeanan.
27

Universitas Sumatera Utara


22

3.

Free Flow of Investment (Aliran bebas investasi), 29

4.

Free Flow of Capital (Aliran bebas modal),dan 30

5.

Free Flow of Skilled Labour (Aliran bebas tenaga kerja terampil). 31
Aliran bebas barang merupakan salah satu elemen utama dalam cetak biru

MEA dalam mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN dengan kekuatan pasar
tunggal dan berbasis produksi yang akan mempermudah pengembangan jaringan
produksi di kawasan dan meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi
global atau sebagai bagian dari mata rantai global.

Adapun yang termasuk jadwal aliran bebas barang dalam MEA adalah
sebagai berikut:

28

Free Flow of Services (Aliran bebas jasa) adalah liberalisasi perdagangan jasa antar negaranegara di kawasan ASEAN yang dilakukan dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan
perdagangan internasional yang berkaitan dengan akses pasar (market access) dan perlakuan
nasional (national treatment). Contoh hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah penyedia
jasa, volume transaksi, jumlah tenaga kerja, sedangkan contoh perlakukan nasional adalah
kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan, kualifikasi, dan batasan kepemilikan properti
dan lahan.
29
Free Flow of Investment (Aliran bebas investasi) adalah liberalisasi investasi antar negaranegara di kawasan ASEAN yang dilakukan dengan cara menjamin perlakuan yang sama antara
investor domestik dan investor lokal, penghapusan hambatan investasi, membuka semua industri
untuk investasi dengan beberapa pengecualian yang dinyatakan dalam Sensitif List (SL) dan
Temporary Exclusion List (TEL). Liberalisasi investasi di ASEAN untuk mewujudkan ASEAN
sebagai kawasan investasi yang menarik, kompetitif, terbuka dan bebas dalam rangka menarik dan
meningkatkan arus Penanaman Modal Asing (PMA) baik dari luar maupun dari dalam kawasan
ASEAN itu sendiri.
30

Free Flow of Capital (Aliran bebas modal) adalah liberalisasi aliran modal di kawasan
ASEAN yang menurut jadwal strategisnya dilakukan dengan empat langkah utama, yaitu
penghapusan hambatan bagi pembayaran dan transfer terkait dengan transaksi berjalan pada 2011
(Adopsi Artikel VIII IMF), liberalisasi ketentuan Foreign Direct Investment (FDI) pada 20082015, liberalisasi ketentuan investasi portofolio khususnya untuk surat utang dan saham pada
2009-2015, dan liberalisasi ketentuan jenis aliran modal lainnya. Aliran bebas modal bertujuan
agar terciptanya alokasi sumber daya kapital yang lebih baik di kawasan ASEAN. Namun
liberalisasi aliran modal akan menimbulkan resiko tersendiri bagi stablitas makroekonomi.
31
Free Flow of Labour (Aliran bebas tenaga kerja terampil) adalah libralisasi aliran jasa pada
tenaga kerja terampil di kawasan ASEAN. Tenaga kerja terampil yang bekerja di sektor sektor
yang berhubungan dengan aktivitas perdagangan dan investasi antarnegara di kawasan ASEAN
akan di fasilitasi dengan penerbitan visa dan employment pass. Bagi tenaga kerja yang telah
memiliki visa dan employment pass dapat mengisi lowongan kerja yang diperlukan di wilayah
negara lain sesuai dengan keterampilannya.

Universitas Sumatera Utara

23

1.


Penghapusan Tarif
Tarif menurut orang awam diartikan sebagai besar harga suatu barang, tetapi

beberapa sarjana Inggris, mengatakan bahwa bea masuk sebagai tarif. Jadi tarif
diartikan sebagai harga, dan besarnya pungutan negara atas barang yang diimpor.
32

Tarif sebagai instrument fiscal, digunakan untuk melindungi kepentingan dalam

negeri terutama akan bahan baku yang diperlukan dalam memproduksi barangbarang tertentu.Tarif digunakan sebagai alat untuk melindungi industri dalam
negeri dengan menetapkan hambatan tarif, berupa penerapan tarif yang tinggi atas
barang-barang yang berasal dari impor. Namun, dalam era perdagangan bebas
tarif proteksi ini perlahan di hapuskan. 33
Masyarakat Ekonomi ASEAN, Penghapusan tarif diterapkan untuk seluruh
produk intra-ASEAN, kecuali produk yang masuk dalam kategori Sensitive
List(SL) 34 dan Highly Sensitive List (HSL), 35 dilakukan sesuai jadwal dan
komitmen yang telah ditetapkan dalam persetujuan CEPT-AFTA dan digariskan
dalam the Roadmap for Integration of ASEAN (RIA) yaitu pada tahun 2010 untuk
ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan
Vietnam) dan komposisi jumlah pos tarif dan tingkat tarif produk masing-masing

32

Ali purwito. Ekspor, Impor, Sistem Harmonisasi, Nilai Pabean dan Pajak dalam
Kepabeanan. (Jakarta, mitra wacana media, 2015), hlm.53
33
Ibid, hlm.54
34
Sensitive List (SL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang sifatnya sensitif bagi
perekonomian negara-negara anggota, sehingga diberi waktu yang lebih panjang sebelum di
liberalisasikan.
35
Highly Sensitive List (HSL) adalah produk-produk pertanian yang sangat sensitif bagi
perekonomian negara-negara anggota, sehingga diberi waktu lebih lama lagi sebelum dimasukkan
dalam Inclusion List (IL).

Universitas Sumatera Utara

24

negara anggota yang masuk kategori Inclusion List (IL), 36 SL, HSL, Temporary
Exclusion List (TEL), 37 dan General Exceptions List (GEL) 38 pada tahun 2009.
2.

Penghapusan Hambatan Non Tarif.
Hambatan non-tarif adalah kebijakan perdagangan selain bea masuk/ tarif

yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi manfaat dari perdagangan
internasional. 39Hambatan non-tarif, terdiri dari:

40

a. Certificate of Origin (CoO) adalah hambatan berupa sertifikasi untuk
memberikan kepastian jaminan atas reputasi dan kualitas suatu produk.
b. Import Licenses adalah hambatan dimana importir suatu komoditas tertentu
diminta memiliki izin untuk dapat melakukan pengapalan atas barang yang
akan diimpor.
c. Technical Barriers to Trade adalah hambatan berupa penerapan peraturan
teknis mengenai packaging, definisi produk, labelling dan lain-lain.
d. Voluntary Export Restraint (VER) adalah hambatan yang dilakukan dalam
bentuk kesepakatan di antara negara-negara pengekspor untuk membatasi
pengapalan komoditas mereka ke negara pengimpor.

36

Inclusion List (IL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang harus segera
diliberalisasikan melalui penghapusan/penurunan tarif, penghapusan hambatan kuantitatif serta
penghapusan hambatan non-tarif lainnya.
37
Temporary Exclusion List (TEL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang untuk
sementara masih ditunda liberalisasinya khusus dikarenakan oleh ketidaksiapan negara-negara
anggota.
38
General Exception List (GEL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang secara
permanen dibebaskan dari kewajiban untuk dihapuskan hambatan tarif dan non-tarifnya.
39
Anonim, “kebijakan impor, hambatan tarif, hambatan non-tarif, dan pelarangan
impor,”http://bunda-bisa.blogspot.co.id/2013/03/kebijakan-impor-hambatan-tarif-hambatan.html
(diakses pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 02.16)
40
Aida S. Budiman. Op.cit, hlm. 64-65

Universitas Sumatera Utara

25

Salah satu bentuk hambatan impor bukan tarif adalah kuota. Kuota adalah
pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota
impor) dan keluar (kuota ekspor).
Perhatian utama ASEAN menuju integrasi tahun 2015 akan di titik beratkan
pada penghapusan hambatan non-tarif. Tindakan dalam penghapusan non-tarif,
antara lain:
a. Meningkatkan transparansi,
b. Mematuhi komitmen standstill and roll back 41 atas hambatan non-tarif,
c. Menghapuskan seluruh hambatan non-tarif.
d. Meningkatkan transparansi langkah-langkah kebijakan non-tarif,
e. Sedapat mungkin, memiliki aturan-aturan regional dan kebijakan yang
konsisten dengan praktik-praktik internsional yang terbaik. 42
3.

Rules of Origin (ROO)
Rules of Origin (ROO) adalah penentuan asal barang (consigment criteria)

dan prosedur serta mengenai asal barang (origin criteria). Dalam penentuan asal
barang yang akan masuk kesuatu negara di sertakan dengan Surat Keterangan
Asal (SKA). Surat Keterangan Asal (SKA) adalah dokumen yang disertakan pada
saat ekspor barang ke suatu negara tertentu yang mana negara penerima barang
tersebut sudah menyepakati suatu perjanjian untuk memberikan kemudahan bagi
barang dari suatu negara memasuki negara lain. SKA juga digunakan sebagai

41

Standstill dan roll back adalah komitmen saling pengertian mengenai penghentian dan
mengulang kembali pada hambatan non-tarif diantara negara-negara ASEAN.
42
ASEAN Economic Community blueprint, artikel 14

Universitas Sumatera Utara

26

dokumen yang menerangkan bahwa barang tersebut benar-benar berasal,
dihasilkan atau diolah di negara pengekspor. 43
Rules Of Origin (ROO) ditetapkan agar dapat mengikuti dinamika perubahan
dalam proses produksi global sehingga mempermudah perdagangan dan investasi
antar-negara

anggota

ASEAN,

memperluas

jejaring

produksi

kawasan,

mendorong pengembangan usaha kecil dan menengah dan mempersempit
kesenjangan pembangunan. Tindakan dalam ROO, antara lain:
a. Secara terus menerus membenahi dan meningkatkan CEPT-ROO untuk
menanggapi perubahan-perubahan dalam proses produksi tugas regional.
b. Menyederhanakan prosedur sertifikasi operasional untuk CEPT-ROO dan
memastikan peningkatannya yang berkesinambungan.
c. Meninjau kembali seluruh ROO yang telah diimplementasikan oleh
negaara-negara anggota ASEAN baik secara individual maupun kolektif.
Ketentuan asal barang adalah fasilitas yang diberikan dalam kerangka CEPT
hanya dapat dinikmati oleh produk-produk yang berasal dari negara anggota
ASEAN. 44
4.

Fasilitas Perdagangan
Upaya peningkatan daya saing ekspor dan mendorong integrasi ekonomi

ASEAN menuju pasar tunggal untuk barang, jasa dan investasi serta berbasis
produksi tunggal ASEAN, diperlukan mekanisme perdagangan dan kepabeanan,
proses, prosedur dan arus informasi terkait yang simpel, harmonis dan terstandar.
43

Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian Perdagangan. Analisis Aplikasi Rules of
Origin Untuk Meningkatkan Akses Produk Global Value Chain Indonesia di Dunia. (Jakarta,
Kementrian Perdagangan, 2014), hlm.14
44
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm.23

Universitas Sumatera Utara

27

Dengan adanya fasilitas perdagangan diharapkan akan terciptanya suatu
lingkungan yang konsisten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi
pedagangangan ASEAN. 45
Tindakan fasilitas perdagangan antara lain:
a. Memberikan penilaian terhadap kondisi fasilitas perdagangan di ASEAN
b. Mengembangkan dan mengimplementasikan program kerja fasilitas
perdagangan

yang

menyeluruh

dengan

tujuan

menyederhanakan,

menyelaraskan dan mengstandarisasi prosedur, proses, dan arus informasi
yang terkait dengan kepabeanan dan perdagangan.
c. Meningkatkan transparansi dan visibilitas seluruh tindakan dan intervensi
yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam transaksi
perdagangan internasional.
d. Membentuk mekanisme kerja sama fasilitas perdagangan kawasan.
e. Membentuk ASEAN Trade Facilitation Repository
f. Mengembangkan upaya-upaya nasional untuk mendukung dan menjamin
implementasi secara efektif inisiatif-inisiatif tingkat kawasan.
g. Mengembangkan program peningkatan kapasitas yang komprehensif untuk
menjamin kelancaran implementasi program kerja. 46
5.

Integrasi kepabeanan
Rencana strategis pengembangan kepabeanan untuk periode 2005-2010

bertujuan untuk:

45
46

Ibid, hlm.25
ASEAN Economic Community blueprint, artikel 16

Universitas Sumatera Utara

28

a. Mengintegrasikan struktur kepabeanan;
b. Memoderenisasi serta membentuk ASEAN e-Customs;
c. Memperlancar pengeluaran barang;
d. Memperkuat pengembangan SDM;
e. Meningkatkan kemitraan dengan organisasi internasional terkait;
f. Mempersempit kesenjangan pembangunan di bidang kepabeanan; dan
g. Menerapkan teknik manajemen resiko dan pengawasan berbasis audit untuk
fasilitas perdagangan. 47
6.

ASEAN Single Window (ASW)
ASEAN Single Window (ASW) merupakan implementasi upaya-upaya

penyederhanaan, penyelerasan, dan standarisasi proses dan prosedur kepabeanan
dan perdagangan, serta penerapan teknologi informasi dan komunikasi di semua
bidang yang terkait dengan fasilitas perdagangan. 48
Kawasan ASEAN mengembangkan ASEAN Single Window (ASW) guna
meningkatkan fasilitas perdagangan dengan menyediakan sebuah platform yang
terintegrasi bagi National Single Window (NSW) dari 10 negara anggota
ASEAN.National Single Window (NSW) merupakan sistem elektronik yang
mengintegrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen
kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan
informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara
otomatis

yang

meliputi

sistem

kepabeanan,

perjanjian,

kepelabuhan/kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait degan proses
47
48

Ibid, artikel 17
Ibid, artikel 18

Universitas Sumatera Utara

29

penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. 49National Single
Window memungkinkan pengambilan keputusan untuk pengurusan kargo yang
terpusat dan serentak yang bertujuan mempersingkat pengeluaran barang,
menurunkan biaya dan waktu transaksi.
Dengan ASW diharapkan negara-negara ASEAN dapat meningkatkan kinerja
pelayanan kepabeanan, mempersingkat proses dan prosedur kepabeanan dalam
rangka meningkatkan efisiensi perdagangan dan menekan biaya perdagangan di
kawasan Asia Tenggara. 50 Batas akhir berlakunya ASW bagi ASEAN6 (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina) adalah tahun 2008. Sementara untuk CLMV (Kamboja, Laos, M

yanmar

dan Vietnam) pada tahun 2012. 51
7.

Standar dan Hambatan Teknis Perdagangan
Menurut pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang

Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian, standar adalah persyaratan teknis atau
sesuatu yang dibekukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan
konsensus semua pihak/pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan
memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan

ilmu

pengetahuan

dan

tekonologi,

pengalaman,

serta

perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya. Hambatan teknis perdagangan (techinical barriers to trade/
TBT) adalah tindakan atau kebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat
menghambat perdagangan internasional, dimana penerapannya dilakukan
sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatan perdagangan. TBT
49

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm. 26
Aida S. Budiman. Op.cit, hlm. 112
51
Ibid.
50

Universitas Sumatera Utara

30

merupakan salah satu bagian perjanjian dalam General Agreement on Tariff and
Trade (GATT) yang mengatur hambatan dalam perdagangan yang terkait dengan
peraturan teknis (technical regulation), standar dan prosedur penilaian kesesuaian.
Sebagai upaya untuk mecegah terlalu banyaknya ragam standar, perjanjian TBT
mendorong negara anggota untuk mengharmonisasikan standarnya dengan
standar-standar internasional. Namun anggota tidak di cegah untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar standar nasionalnya terpenuhi. 52
Negara anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan
ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian
kesesuaian. 53 Sistem standar, jaminan mutu, akreditasi, dan pengukuran
merupakan hal penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya
produksi dalam ekspor/impor intra-kawasan. 54
Negara anggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan kebijakan
pemullihan perdagangan antara lain berupa anti-dumping, bea imbalan( terkait
dengan subsidi) dan safeguard. 55

C. Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri
Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi
terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
on Establisshing The World Trade Organization/WTO (Pesetujuan Pembentukan

52

Anonim,
“Mengenal
Standarisasi
Bidang
Perdagangan
Indonesia,”http://andriakbar.blogspot.co.id/2010/12/mengenal-standardisasi-bidang.html?m=1
(diakses pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 04.28)
53
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm. 29
54
ASEAN Economic Community blueprint, artikel 19
55
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm.29

di

Universitas Sumatera Utara

31

Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik eksternal maupun
internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus melakukan harmonisasi
peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan
WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan
kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO.56
Dengan terlaksananya perdagangan bebas hampir di seluruh dunia membuat
beberapa negara menerapkan tindakan pengamanan. Peraturan perdagangan
internasional

dalam

WTO

juga

mempekenankan

setiap

negara

untuk

menggunakan tindakan pengamanan perdagangan untuk melindungi produsen
domestik dari barang impor pada kondisi tertentu. 57Tindakan pengamanan adalah
tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius atau
mencegah ancaman kerugian serius yang di derita oleh industri dalam negeri
sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik secara absolut maupun
relatif terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. 58
Tindakan pengamanan juga dilakukan pemerintah sebab dalam proses persaingan
bebas antar pelaku ekonomi mau tidak mau akan mendorong tindakan persaingan
curang baik dalam bentuk harga maupun bukan harga. 59Tindakan pengamanan
tersebut, antara lain:

56

Muhammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,
2011), hlm. 13-14
57
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Analisis Kebijakan Pengamanan
Perdagangan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor, (Jakarta, Kementrian Perdagangan, 2013),
hlm.1
58
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 3
59
Sukarmi, Regulasi Antidumping, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm. ix

Universitas Sumatera Utara

32

1.

Anti Dumping
Dumpingmerupakan

istilah

yang

dipergunakan

delam

perdagangan

internasional adalah praktik dagang yang dilakukan oleh pengekspor dengan
menjual komoditi di pasar internasional dengan harga yang kurang dari nilai wajar
(Less Than Fair Value/LTFV) atau lebih rendah dari harga jual (Less Than
Normal Value/ LTNV) kepada negara pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil
karena dapet merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara
pengimpor. Dumping adalah suatau kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau
pengekspor yang melaksanakan penjualan barang/ komoditi di luar negeri atau
negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga yang lebih rendah dari
harga barang sejenis baik didalam negeri pengekspor maupun di negara
pengimpor, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor. 60 Kerugian
dalam tindakan antidumping antara lain dapat berupa:
a. Kerugian materil yang telah terjadi terhadap industri dalam negeri
b. Ancaman terjadinya kerugian materil terhadap industri dalam negeri; atau
c. Terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 61
Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah
suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih
rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. 62 Sedangkan
60

Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 115-116
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 14
62
Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 116-117
61

Universitas Sumatera Utara

33

barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang
lebih rendah dari nilai nominalnya di negara pengekspor. 63
Dalam praktik perdagangan internasional dumping ada beberapa jenis, dan
oleh para ahli dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: 64
a. Sporadic Dumping (Dumping yang bersifat sporadis)
Dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri
(pasar ekspor) pad jangka waktu yang pendek dengan harga dibawah harga
dalam negeri negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut.
Produsen melakukan ini biasanya bertujuan untuk menghapuskan barang
yang tidak dinginkan, dumping jenis ini biasanya mengganggu pasar
domestik negara pengekspor karena adanya ketidakpastian dikarenakan
permintaan luar negeri berubah secara tiba-tiba. Dumping jenis ini
merupakan diskriminasi harga yang dilakukan oleh produsen yang
mempunyai keuntungan karena terjadi over produksi, untuk mencegah
penumpukan barang di pasar domestik produsen menjual kelebihan kepada
pembeli luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga didalam
negeri.
b. Persistent Dumping(Diskriminasi harga internasional)
Penjualan barang pada pasar luar negeri dengan harga di bawah ahrag
domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan teus
menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan
63

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 4
64
Dewa Gede Pradnya Yustiawan. perlindungan indusri dalam negeri dari praktik
dumping.pasca sarjana, Universitas Udayana Bali, 2011. hlm. 49-53

Universitas Sumatera Utara

34

sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen yang mempunyai
pasar monopolistik di dalam negeri dengan tujuan untuk memaksimalkan
total keuntungan dengan menjual barang tersebut dengan harga yang lebih
tinggi dalam pasar domestiknya. Hal ini biasanya sejalan dengan suatu
posisi monopoli di pasar dalam negeri yang bersangkutan.
c. Predatory Dumping
Predatory dumping terjadi apabila perusahaan untuk sementara waktu
membuat diskriminasi harga tertentu sehubungan dengan adanya para
pembeli hasil, diskriminasi itu untuk menghilangkan pesaing-pesaingnya
dan kemudian menaikkan lagi harga barangnya setelah persaingan tidak ada.
Predatory dumpingadalah dumping yang paling buruk.
Selain jenis dumping tersebut dalam perkembangan muncul istilah Diversity
Dumping dan Downstream Dumping. Diversity dumping adalah dumping yang
dilakukan oleh produsen luar negeri yang menjual barang ke dalam pasar negara
ketiga dengaan harga dibawah yang adil dan barang tersebut nantinya diproses
dan dikapalkan untuk dijual ke pasar negara lain, sedangkan Downstream
dumping adalah dumping yang dilakukan apabila produsen luar negeri menjual
produknya dengan harga di bawah harga normal kepada produsen yang lain di
dalam pasar dalam negerinya dan produk tersebut lebih jauh dan dikapalkan untuk
dijual kembali ke pasar negera lain.
Menurut Robert Wilig ada 5 (lima) tipe dumping yang dilihat dari tujuan
eksportir, kekuatan pasar dan struktur pasar import, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

35

a. Market Expansion Dumping
Perusahaan pengekpor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up”
yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan
yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.
b. Cylical Dumping
Dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa
rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai
kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan
produk terkait.
c. State Trading Dumping
Latar belakangnya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tetapi
yang menonjol adalah akuisis moneternya.
d. Strategic Dumping
Istilah ini untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan
saingan di negara pengimpor melalu strategis keseluruhan negara
pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan
pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika
bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar
dalam tolak ukut skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari
besarnya biaya yang harus di keluarkan oleh pesaing asing.
e. Predatory Dumping
Predatory dumping merupakan ekspor dengan harga rendah dengan tujuan
mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopli

Universitas Sumatera Utara

36

di pasar negara pengekspor. Akibat buruk dari dumping jenis ini adalah
matinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis. 65
Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan
yang disebut dengan antidumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan
oleh negara pengekspor yang melakukan dumping, biasanya tindakan balasan
berupa pengenaan bea masuk antidumping. Pengenaan bea masuk antidumping
adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang yang dumping menyebabkan
kerugian. Secara Internasional, ketentuan antidumping diatur dalam Aritcel VI
General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1947, dan sebagai upaya untuk
mencegah praktik dumping, maka tanggal 30 Juni 1967 telah ditandatangani
“Antidumping Code” oleh sekitar 25 peserta GATT termasuk Amerika Serikat.
Kemudian dengan disepakati hasil perundingan Uruguay Round Tahun 1994,
Antidumping Code(1979) diganti dengan Antidumping Code (1994) yang berjudul
Agreement on Implementation of Article IV 1994.Antidumping Code (1994)
sebenarnya merupakan salah satu dari MultirateralTreade Agreementyang
ditandatangani bersama dengan Agreement Establishing The World Trade
Organization (WTO). Kedudukan Antidumping Code (1994) tidak lagi merupakan
perjanjian tambahan dari GATT seperti halnya Antidumping Code (1979)
melainkan merupakan bagian integral dari Agreement Establishing WTO itu
sendiri.

66

Sebagai salah satu negara yang merupakan bagian dari oerganisasi

perdagangan dunia, Indonesia telah meratifikasi dan mempunyai perangkat

65
66

Ibid.
Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 117-118

Universitas Sumatera Utara

37

hukum antidumping, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun komite
antidumping. Beberapa peraturan mengenai antidumping adalah sebagai berikut:
a. Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
b. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang –
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
c. Perturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk
Antidumping dan Bea Masuk Imbalan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Pengamanan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan.
e. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012.
Menurut pasal 18 Undang-Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995
bahwa bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal:
a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya, dan
b. Impor barang tersebut:
1) Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi
barang sejenis dengan barang tersebut.
2) Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau
3) Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 67
Menentukan ada atau tidaknya praktik dumping di perlukan suatu pembuktian
bahwa suatu barang adalah barang dumping. pembuktian dilakukan oleh Komite
Anti Dumping Indonesia (KADI) dengan dilakukannya penyelidikan dengan

67

Ibid, hlm. 146

Universitas Sumatera Utara

38

meminta penjelasan terhadap eksportir dan/atau eksportir produsen secara
langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, industri dalam negeri dan
importir. Penjelasan dapat bersifat rahasia dan tidak rahasia serta dapat disertai
dengan dokumen. 68 Apabila dalam masa penyelidikan menemukan bukti
permulaan adanya barang dumping yang menyebabkan kerugian, KADI dapat
menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan dan merekomendasikan
kepada menteri untuk mengenakan tindakan sementara. 69 Tindakan sementara
adalah tindakan yang diambil dalam mencegah berlanjutnya kerugian dalam masa
penyelidikan berupa pengenaan bea masuk antidumping sementara. 70 Bea masuk
antidumping sementara adalah pengutan negara yang dikenakan pada masa
penyelidikan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian berdasarkan
bukti permulaan yang cukup. 71Pemberhentian tindakan sementara dilakukan oleh
menteri apabila laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang
dumping. 72 Menurut pasal 19 ayat (1) Undang- Undang Kepabeanan Nomor 10
Tahun 1995 bahwa bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor
adalah setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan dengan harga
ekspor dari barang tersebut. Bea mauk antidumping tersebut merupakan tambahan
dari bea masuk yang dipungut berdasarkan pasal 12 ayat (1), yakni bea tambahan

68

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 11
69
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 18 ayat (1)
70
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka 19
71
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka 22
72
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 21

Universitas Sumatera Utara

39

dari tarif impor (bea masuk) berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40% dari nilai
pabean. Dengan demikian, bea masuk antidumping adalah bea masuk yang
dijatuhkan terhadap barang yang telah terbukti di ekspor dengan harga yang lebih
rendah dari harga normal. Nilai normal dalam arti harga untuk produk yang sama
dengan produk yang dijual di negara sendiri atau dipasar pengekspor. 73
2.

Subsidi
Subsidi diartikan sebagai bantuan atau insentif yang diberikan oleh

pemerintah atau suatu negara kepada para pelaku ekonomi di negaranya. Bantuan
tersebut dapat berupa;
a. Keringanan dalam perpajakan dalam bentuk penangguhan pembebasan
pembayaran pajak,
b. Pembatasan bea masuk atau impor
c. Keringanan bunga kredit perbankan
d. Bantuan ‘in natura’ seperti pemberian bonus uang kepada produsen ekspor
untuk setiap volume produksi yang berhasil di ekspor yang dikenal dengan
sebutan subsidi ekspor (export subsidy),
e. Biaya riset dan pengembangan terknologi. 74
Tujuan diberikannya subsidi agar mendorong pertumbuhan produksi dan
menggalakkan ekspor dan mengurangi impor. Subsidi pada prinsipnya tidak
dilarang, akan tetapi perlu adanya pembatasan agar mencegah timbulnya penyalah
gunaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara lain. Dalam perdagangan
internasional subsidi merupakan suatu perbuatan yang tidak fair (unfair practices)
73
74

Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 148
Ibid, hlm. 189

Universitas Sumatera Utara

40

yang dapat merugikanpihak-pihak yang terkena perbuatan praktik subsidi.Praktik
subsidi mengeleminasi persaingan yang wajar dalam mekanismepasar sehingga
dapat melumpuhkan iklim usaha yang kompetitif yangmengakibatkan rusaknya
tatanan hubungan dagang yang fair. 75
Kriteria subsidi yang masuk dalam pengawasan WTO, diatur dalam Article 1
Agreement on Subsidies and Countervailing MeasuresGATT/WTO 1994, adalah
sebagai berikut:
a. Kontribusi finansial yang berasal dari pemerintah seperti, hibah, pinjaman,
penyertaan modal, pengalihan kewajiban atau modal, pengalihan pemasukan
kas negara, penghapusan pajak,
b. Khusus bidang pertanian, subsidi dianggap jika terdapat apa yang disebut
price support atau income support,
c. Subsidi harus menimbulkan keuntungan bagi pihak yang menerima,
d. Subsidi tersebut harus bersifat spesifik, artinya subsidi itu memang
diberikan pemerintah hanya kepada sebuah perusahaan atau industri, atau
sekelompok perusahaan atau sekelompok industri. 76
Menurut Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (Article 3Article 8), Jenis jenis subsidi, antara lain;
a. Subsidi yang terlarang (prohibitet subsidies),
1) Kelompok subsidi yang diberikan kepada pelaksana ekspor (berhubungan
dengan kinerja ekspor). Larangan subsidi ekspor ini tidak berlaku untuk
negara yang tergolong sangat terbelakang, dan untuk negara berkembang
75
76

Dewa gede pradnya yustiawan. Op.cit, hlm. 94
Muhammad sood. Op.cit, hlm. 195

Universitas Sumatera Utara

41

dalam jangka waktu 8 tahun terhitung sejak berlakunya persetujuan WTO
mengenai subsidi.
2) Kelompok subsidi yang diberikan untuk pemakaian produk lokal
(penggunaan barang dalam negeri). Larangan subsidi ini tidak berlaku bagi
negara berkembang dalam jangka waktu 5 tahun, dan negara terbelakang
selama jangka waktu 8 tahun sejak berlakunya persetujuan WTO.
b. Subsidi yang dapat terkena tindakan (actionable subsidies)
Kelompok subsidi jenis ini ada kemungkinan terkena sanksi apabila:
1) Mengakibatkan kerugian (injury dan thereat of injury) industri dalam
negeri dari negara yang mengimpor produk yang di subsidi.
2) Menghilangkan atau merusak keuntungan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
c. Subsidi yang tidak terkena tindakan (non-actionable subsidies)
Kelompok subsidi jenis ini, antara lain:
1) Subsidi yang tidak spesifik dalam arti Articel 2 Agreement on Subsidies
and Countervailing Measures GATT/WTO 1994.
2) Subsidi berupa bantuan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan,
universitas, lembaga penelitan sepanjang besarnya bantuan tidak lebih
75% dari biaya penelitian industri. 77
3.

Tindakan Pengamanan (Safeguard)
Tindakan pengamanan (safeguard) merupakan salah satu instrumen kebijakan

perdagangan yang di atur dalam WTO sama halnya dengan kebijakan

77

Ibid, hlm. 196-197

Universitas Sumatera Utara

42

antidumping. Berdasarkan pesetujuan tentang Tindakan Pengamanan (Agreement
of Safeguard) Article XIX of GATT 1994 bahwa tindakan pengamanan adalah
tindakan yang diambil oleh pemerintah negara pengimpor untuk memulihkan
kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri
dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor barang sejenis atau barang yang
secara langsung bersaing. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 37/M-Dag/Per/9/2008, bahwa “Tindakan Pengamanan (Safeguard) adalah
tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau
mencegah ancaman kerugian serius dari industri dalam negeri sebagai akibat dari
lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan
saingan hasil inflasi dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang
mengalami ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian
struktural. Tindakan ini digunakan oleh negara anggota WTO untuk melindungi
industri dalam negeri dan bersifat nondiskriminatif. Dengan demikian safeguard
bertujuan untuk melakukan perlindungan/proteksi terhadap produk dalam negeri
dari lonjakan produk impor yang merugikan. 78
Tindakan safeguard harus diterapkan hanya sejauh yang diperlukan untuk
mencegah atau memulihkan kerugian serius dan untuk memfasilitasi penyesuaian.
Jika nantinya direkomendasikan untuk dikenakan pembatasan kuota impor, maka
jumlah kuota yang ditetapkan tidak boleh kurang jumlah rata-rata selama tiga
tahun terakhir, kecuali dengan pembenaran yang jelas untuk di tetapkan pada
tingkat yang berbeda dalam rangka mencegah atau memperbaiki kerugian yang

78

Ibid, hlm. 213-214

Universitas Sumatera Utara

43

serius. Perjanjian GATT mengatur waktu untuk semua langkah-langkah
safeguard, secara umum durasi tindakan pengamanan tidak boleh lebih dari empat
tahun meskipun bisa diperpanjang hingga maskimal 8 tahun. Tindakan safeguard
juga dapat di kenakan kembali untuk produk yang pernah dikenakan safeguard
sebelumnya setelah setengah dari durasi pengenaan safeguard sebelumnya
setidaknya dua tahun. 79Persyaratan penerapan tindakan safeguard sementara
(provisional safeguard measure), yaitu:
a. Keadaan kritis,
b. Ada bukti awal bahwa peningkatan impor menyebabkan kerugian serius
atau ancaman akan terjadinya kerugian serius,
c. Berlaku tidak melebihi 200 hari,
d. Bentuk tarif (cash board),
e. Penerapan atas dasar MFN (non dokumentasi),
f. Apabila hasil penyelidikan ternyata tidak ada bukti kuat, maka bea masuk
safeguard sementara yang telah dibayar harus dikembalikan.
Untuk tindakan safeguard tetap, akan dilakukan apabila:
a. Terdapat bukti bahwa kenaikan impor barang terselidik menyebabkan
kerugian serius atau ancaman kerugian serius industri dalam negeri.
b. Komite (dalam hal ini komite pengamanan perdagangan Indonesia (KPPI))
menetapkan rekomendasi tindakan pengamanan tetap.
c. Komite (KPPI) menyampaikan rekomendasi tindakan pengamanan tetap
kepada menteri perdagangan.

79

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm.6

Universitas Sumatera Utara

44

d. Tindakan pengamanan tetap dapat ditetapkan dalam bentuk bea masuk oleh
menteri keuangan atau kuota oleh menteri perdagangan. 80
Adanya kesepakatan safeguard WTO tersebut maka semua industri dalam
negeri dan para eksportir mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum yang
jelas atas tindakan safeguard.

80

Dewa gede pradnya yustiawan. Op.cit, hlm. 99-100.

Universitas Sumatera Utara