Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah angka kemiskinan ini menjadi lebih banyak diperdebatkan oleh
ekonom dan non-ekonom ketika BKKBN mengumumkan angka kemiskinan dari
data-data keluarga sejahtera yang dikumpulkannya. Menurut BKKBN yang
diklasifikasikan keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I harus dianggap
keluarga miskin dalam kaitan peluncuran program JPS. Angka penduduk miskin
versi BKKBN diperoleh dengan mengalihkan angka keluarga miskin dengan angka
rata-rata jumlah keluarga 4,5. karena dinggap terlalu tinggi, angka kemiskinan versi
BKKBN ini selanjutnya diturunkan dengan membagi kemiskinan menjadi miskin
alasan ekonomi dan miskin bukan alasan ekonomi ( Mubyarto: 399-400).
Kemiskinan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan

dan


mendapatkan

kehormatan

yang

layak

sebagai

warga

negara.Kemiskinan juga merupakan masalah global, sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang
telah mapan.Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada
negara-negara yang "miskin" (http://id.wikipedia.org/wiki/ kemiskinan diakses
tanggal 21/05/2016 pukul 11.00 Wib).

1


Universitas Sumatera Utara

Kemiskinan dapat dilihat sebagai fenomena yang kompleks dan dapat
ditelusuri

dari

adanya

kesenjangan

antara

kelas

sosial

dan


ekonomi,

ketidaklengkapan (inadequancy), hubungan desa dan kota, dan perbedaan antara
suku, agama dan daerah. Kondisi miskin oleh Bangsa Indonesia telah berdampak
semakin meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial di
masyarakat, yang tentunya juga membutuhkan penanganan yang serius dan terpadu.
Selain itu data mengenai fakir miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008
sebesar 34,96 juta orang (15,42%) dibandingkan dengan penduduk miskin 2007 yang
berjumlah 37,17 juta orang (16,58%) berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar
2,21 juta orang. Sementara jumlah fakir miskin di Sumatera menunjukan angka
1.979.702. jiwa dari total penduduk 12.326.678. Hal ini menunjukan bahwa ada
1.979.702 orang yang mempunyai potensi yang sangat besar menjadi gelandangan
dan pengemis. Potensi sumber daya yang dimiliki oleh fakir miskin mempunyai
kecenderungan makin lama makin menipis habis. Belum lagi kita melihat data
mengenai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) sebanyak: 3.456.702
tersebar di 5.616 desa, 361 kecamatan, 25 kabupaten/kota. Hal tersebut sangatlah
merisaukan dan juga dapat berpotensi menimbulkan masalah yang sama
(www.bps.go.id/releases/files/kemiskinan-01juli08,pdf diakses tanggal 14/05/16
pukul 11.25).
Salah satu jenis dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

adalah gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis tampaknya menjadi
rona tersendiri dan tak pernah pupus mencoreng wajah perkotaan tak terkecuali di
kota Medan. Terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dan satu ini timbul
sejumlah pertanyaan siapa yang salah dan siapa yang bertanggung jawab
2

Universitas Sumatera Utara

mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan. Sampai saat ini para gelandangan
dan pengemis belum banyak tersentuh program-program yang bertujuan untuk
kesejahteraan rakyat tetapi jika mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27
yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Demikian juga disebutkan dalam pasal 34 bahwa fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.Maka jelas negara harus memelihara
fakir miskin dan anak-anak yang terlantar.Negara dalam hal ini bukan hanya unsur
pemerintahan tetapi seluruh unsur masyarakat, termasuk LSM, organisasi
keagamaan, organisasi sosial masyarakat lainnya, tidak terkecuali perseorangan yang
peduli terhadap fakir miskin, gelandangan dan pengemis.
Akhir-akhir ini semakin sering kita menjumpai banyaknya gelandangan,
pengemis, maupun pekerja anak yang berada dibawah kota, fasilitas-fasilitas umum,

traffic light bahkan hingga masuk pada wilayah kampus dan pemukiman warga.
Tampaknya gelandangan dan pengemis tetap menjadi masalah dari tahun ke tahun,
baik bagi wilayah penerima (perkotaan) maupun bagi wilayah pengirim(pedesaan)
walaupun telah diusahakan penanggulangannya secara terpadu di wilayah penerima
dan pengirim.
Setiap saat pasti ada sejumlah gelandangan pengemis yang dirazia dan
dikembalikan ke daerah asal setelah melalui pembinaan. Sedangkan menurut
peraturan pemerintah No.31 Tahun 1980, orang – orang yang mendapat penghasilan
dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan dengan
mengharapkan belas kasihan dari orang lain disebut dengan pengemis (Perda Kota
Medan, 2003).
Masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen merupakan
fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya terutama di Kota
3

Universitas Sumatera Utara

Medan.Secara fisik, pengemis juga berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya
tetapi sesungguhnya mereka terisolasi karena tidak bisa mencapai fasilitas yang ada.
Banyak orang yang sebenarnya masih dalam keadaan sehat memilih untuk

mengemis/meminta-minta, hal ini dipengaruhi oleh faktor kemiskinan,terbatasnya
lapangan pekerjaan yang tersedia, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan,
masalah urbanisasi serta masalah kecacatan. Karena kondisi tersebutlah, maka
praktek dalam mengemis dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma
dan nilai yang berlaku dalammasyarakat. (Perda Kota Medan, 2003).
Kota Medan merupakan kota terbesar ke tiga di indonesia dan terbesar diluar
pulau jawa setelah jakarta dan surabaya yang memiliki luas areal 265,1 km2 dengan
jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 2.122.804 orang, sehingga kota ini
sudah menjadi kota metropolitan. Populasi Gelandangan, Pengemis dan Pemulung
secara nasional terlihat naik turun menurut Pusat data dan Informasi (Pusdatin)
Kementerian Sosial lima tahun terakhir tahun 2007 berjumlah 61.090 dan pada tahun
2011 berjumlah 194.908 ada kenaikan 17% penyebab banyaknya gelandangan dan
pengemis di kota besar, bukan karena tidak adanya lapangan pekerjaan, tetapi juga
dari faktor tidak adanya keinginan untuk berusaha dan ketidak memilikinya
keterampilan, dan pada kenyataannya banyak kita lihat gelandangan yang justru
masih mampu untuk berusaha. berusaha dalam arti apa saja yang penting bisa makan.
Keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) di perkotaan sangat meresahkan
masyarakat, selain mengganggu aktifitas masyarakat di jalan raya, mereka juga
merusak keindahan kota.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 tahun 1980 tentang Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis juga menegaskan bahwa gelandangan dan pengemis
tidak sesuai dengan norma kehidupanbangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila
4

Universitas Sumatera Utara

dan

UUD

1945.Dalam

penanganan

pengemis,

larangan

untuk


mengemis

maupunmenggelandang telah diatur di dalam Pasal 504 dan Pasal 505 KitabUndangundang Hukum Pidana (KUHP) seperti dibawah ini,(Solahuddin,2008:8)
Pasal 504 KUHP
(1) Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karenamelakukan
pengemisan dengan pidana paling lama enam minggu.
(2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang ataun lebih, yangberumur di
atas enam belas tahun, diancam dengan pidanakurungan paling lama tiga
bulan.
Pasal 505 KUHP
(1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena
melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling
lama tiga bulan.
(2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang
berumur diatas enam belas tahun diancam dengan pidana
kurungan paling lama enam bulan.
Adapun larangan untuk mengemis dan bergelandangan khususnya dikota
medan diatur dalam Perda No.6 Tahun 2003, yaitu :
Pasal 3
(1) Pengawasan terhadap peraturan daerah ini dilaksanakan secara terpadu di bawah

koordinasi kepala daerah
(2) Dalam hal-hal tertentu dan dipandang kepala daerah membentuk tim pengawasan
terpadu
(3) Teknis penanggulangan gelandangan dan pengemis serta tuna susila akan diatur
lebih lanjut dengan keputusan kepala daerah
5

Universitas Sumatera Utara

Pasal 4
Pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap gelandangan dan pengemis serta
tuna susila berupa kegiatan yang berbentuk dan mencakup keterampilanketerampilan serta keahlian lainnya
Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan kebijakan tentang bagaimana
mengurangi jumlah pengemis dan geladangan. Pemerintah pusat bekerja sama
dengan pemerintah daerah telah lama mengeluarkan beberapa kebijakan yang
dituangkan dalam peraturan peraturan daerah khusus di Kota Makassar diatur dalam
undang-undang no 2 tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,
Pengemis dan Pengamen Di Kota Makassar. Pemerintah daerah dalam peraturan
daerah tersebut sendiri telah mencanagkan beberapa program pembinaan dan
pengalokasian anak Anak jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Namun

apa yang terjadi saat ini, masih banyak masyarakat miskin tersebut yang seharusnya
mendapat perhatian pemerintah hingga saat ini banyak kita temukan di jalan-jalan
ibu kota Makassar. Fenomena ini muncul seiring dengan perkembangan budaya yang
bergeser semakin jauh menyimpang.
Fenomena merebaknya masyarakat miskin sebenarnya telah lama menjadi
masalah

tersendiri

bagi

pemerintah

maupun

masyarakat

para

pengguna


jalanan.Hampir di setiap jalan kita selalu melihat dan menyaksikan anak jalanan,
gelandanga, dan pengamen yang memberikan citra buruk, selalu merusak keindahan
Kota Medan dan sebagainya. Perkembangan permasalahan Kesejahteraan Sosial di
Kota Medan cenderung meningkat ditandai dengan munculnya berbagai fenomena
sosial yang spesifik baik bersumber dari dalam masyarakat maupun akibat pengaruh
globalisasi, industrialisasi dan derasnya arus informasi dan urbanisasi, sementara
6

Universitas Sumatera Utara

masalah sosial menjadi konvensional masih berlanjut termasuk keberadaan anak
jalanan, serta adanya pelaku eksploitasi, merupakan beban bagi Pemerintah Kota
Medan.
Dari konsep demokrasi jelas bahwa peran pemerintah dan masyarakat
sangatlah dibutuhkan dan harus dibarengi dengan semua potensi yang dimiliki.
Namun dengan fenomena kemiskinan dan semakin banyaknya masyarakat miskin
yang menafkahi dirinya di jalanan yang kemudian diterlantarkan membuat konsep ini
tidak akan berjalan ideal. Peraturan yang telah dibuat untuk mengatur permasalahan
fonemona kemiskinan perlu dikaji ulang.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka masalah penelitian ini
adalah “Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota
Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis?”

1.3

Tujuan dan Manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Peraturan
Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan
Pengemis.

7

Universitas Sumatera Utara

1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan studi dan menjadi salah
satu sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-kajian yang
mengarah pada pengembangan ilmu pemerintahan, khususnya pada bidang
sosiologi pemerintahan, dan budaya pemerintahan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
semua pihak terkait khususnya pemerintah kota Medan sebagai dasar untuk
program pemeberdayaan masyarakat miskin kota berdasarkan fonemena yang
dihadapi.

1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam
skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan ini secaragaris
besarnya dikelompokkan dalam enam bab dengan urutan sebagai berikut :
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian

serta sistematika penulisan.
BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan
dengan

masalah

objek

yang

diteliti,

kerangka

pemikiran,dan defenisi konsep.
BAB III

: METODE PENELITIAN

8

Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, populasi
penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik
analisi data.
BAB IV

: GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta
gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain
yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta dengan analisinya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan
dan saran saran yang perlu disampaikan kepada pihakpihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian

9

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

6 40 101

Evaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Kebijakan Tentang Larangan Gelandangan Dan Pengemisan Serta Praktek Tuna Susila Di Kota Medan Jangka Waktu 2015 (Studi Tentang Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003)

15 180 121

IMPLEMENTASI PERDA KOTA MEDAN NO. 6 TAHUN 2003 TENTANG LARANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS SERTA PRAKTEK TUNA SUSILA DI KOTA MEDAN (Studi Kasus di Dinsosnaker Kota Medan).

0 3 26

Proses Implementasi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Medan (Studi pada Dinas Sosial Kota Medan)

0 0 13

Proses Implementasi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Medan (Studi pada Dinas Sosial Kota Medan)

0 0 1

Proses Implementasi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis di Kota Medan (Studi pada Dinas Sosial Kota Medan)

2 2 39

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

1 3 12

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

0 0 2

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

0 1 1

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 Kota Medan Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila

1 1 1