ADOPSI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PEMBANG

AGRIEKONOMIKA
JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
ISSN 2301-9948
e ISSN 2407-6260
VOLUME 3 NOMOR 2 OKTOBER 2014
AGRIEKONOMIKA, terbit dua kali dalam setahun yaitu pada April dan Oktober
yang memuat naskah hasil pemikiran dan hasil penelitian bidang sosial, ekonomi
dan kebijakan pertanian dalam arti umum.
Pemimpian Redaksi
Ihsannudin
Redaksi Pelaksana
Elys Fauziyah
Andri K. Sunyigono
Slamet Widodo
Tata Letak dan Perwajahan
Taufik R.D.A Nugroho
Mokh Rum
Pelaksana Tata Usaha
Taufani Sagita
Miellyza Kusuma Putri
Mitra Bestari

Dr. Ir. Faidil Tanjung, M.Si
Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur. M.
Dr. Mohammad Arief, SE. MM.
Dr. Amzul Rifin, SP., MA.
Alamat Redaksi
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang 02 Kamal Bangkalan
Telp. (031) 3013234Fax. (031) 3011506
Surat elektronik: agriekonomika@gmail.com
Laman: http://agribisnis.trunojoyo.ac.id/agriekonomika
AGRIEKONOMIKA diterbitkan sejak April 2012 oleh Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.
Redaksi mengundang segenap penulis untuk mengirim naskah yang belum
pernah diterbitkan oleh media maupun lembaga lain. Pedoman penulisan dapat
dilihat pada bagian belakang jurnal. Naskah yang masuk dievaluasi oleh mitra
bestari
dan
redaksi
pelaksana

dengan
metode
blind
review.

AGRIEKONOMIKA
JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
ISSN 2301-9948
e ISSN 2407-6260
VOLUME 3 NOMOR 2 OKTOBER 2014
DAFTAR ISI
PROGRAM PENGEMBANGAN MADURA SEBAGAI PULAU SAPI
PERSPEKTIF MANAJEMEN RANTAI PASOKSAPI BERKELANJUTAN ……98
Akhmad Mahbubi
PERUBAHAN NERACA PERDAGANGAN INDONESIA SEBAGAI
AKIBAT PENGHAPUSAN TARIF IMPOR GULA………………………………...110
Agnes Quartina Pudjiastuti
STRATEGI
TERCAPAINYA
KETAHANAN

PANGAN
DALAM
KETERSEDIAAN PANGAN DI TINGKAT REGIONAL………………………….121
Isbandi dan S.Rusdiana
KONTRIBUSI
PENDAPATAN
AGRIBISNIS
KELAPA
PADA
PENDAPATAN KELUARGA PETANI DI KABUPATEN GORONTALO………137
Mohamad Ikbal Bahua
VALUASI EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI
PULAU SAPUDI, SUMENEP, MADURA…………………………………………..146
Agus Romadhon
ANALISIS RESPON KONSUMEN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR
MARKETING MIX DALAM PEMBELIAN PRODUK LUWAK WHITE
KOFFIE DI PASAR SWALAYAN KOTA SURAKARTA…………………………157
Yesi Krista Karnasih, Mohd. Harisudin, Suprapto
PROFIL DAN KARAKTER SOSIAL EKONOMI PETANI TANAMAN
PANGAN DIBOJONEGORO………………………………………………………...171

Kuntoro Boga Andri
ADOPSI
TEKNOLOGI
PERTANIAN
UNTUK
PEMBANGUNAN
PEDESAAN: SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGIS…………………………………..185
Apri Kuntariningsih1, Joko Mariyono2
PENERAPAN
KEWIRAUSAHAAN
DALAM
PENGELOLAAN
KOPERASIAGRIBISNIS BERORIENTASI BISNIS………………………………197
Gema Wibawa Mukti dan Anne Charina
PROSPEK
DAN
STRATEGI
PERDAGANGAN
TERNAK
KAMBINGDALAM MEREBUT PELUANG PASAR DUNIA …………………….209

S.Rusdiana, L. Praharani dan U.Adiati

99

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

ADOPSI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PEMBANGUNAN
PEDESAAN: SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGIS
Apri Kuntariningsih1, Joko Mariyono2
) Pemerhati Sosiologis Pembangunan Pedesaan
2
) Fakultas Ekonomi, Universitas Pancasakti Tegal
aprikunt@gmail.com
1

ABSTRAK
Teknologi pertanian diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan

kesejahteraan. Berbagai teknologi pertanian telah diperkenalkan dan
disebarluaskan kepada petani, tetapi sebagian besar petani pedesaan masih
dianggap tertinggal dari masyarakat lain. Kajian ini bertujuan mempelajari
kegagalan penyebaran teknologi pertanian dalam mengentaskan kemiskinan di
daerah pedesaan. Berdasar kajian ini nantinya diharapkan mampu merumuskan
strategi dari asepk sosiologis terkait penyebaran teknologi pertanian. Hasil kajian
ini menunjukkan bahwa faktor sosial, ekonomi dan kelembagaan perlu mendapat
perhatian lebih dari pembuat kebijakan baik di tingkat nasional dan lokal dalam
rangka untuk meningkatkan dampak diseminasi teknologi pertanian dalam
peningkatan kesejahteraan petani di daerah pedesaan.
Kata kunci: Adopsi Teknologi Pertanian, Pendekatan Sosiologis, Pembagunan
Pedesaan.
ADOPTION OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY FOR RURALDEVELOPMENT:
A SOCIOLOGICAL STUDY
ABSTRACT
Agricultural technology is expected to help farmers to improve welfare. Various
agricultural technologies have been introduced and disseminated to farmers, but
to some extents, peasants are still considered lag behind other communities. This
paper is conducted investigate the failure of agricultural technologies
dissemination in alleviating poverty in rural areas. This strudy showssocial,

economic and institutional factors that need more attention from policy makers
both at national and local levels in orde to improve impact of agricultural
technology dissemination in escalating farmers’ welfare in rural areas.
Keywords: Agricultural Technology Adoption, Sociological Approach, Rural
Development
PENDAHULUAN
Pembangunan pedesaan di Indonesia menginginkan agar masyarakat
dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Selain itu sasaran
pembangunan tidak hanya menyangkut pembangunan fisik, akan tetapi juga
pembangunan mental spiritual. Asumsi yang melandasi ini ialah bahwa
pembangunan berpangkal dan juga bertujuan pada diri manusia. Karena itu
penelusuran terhadap makna pembangunan senantiasa tidak dapat melepaskan
diri dari manusia yang mempunyai potensi dan yang sering dipandang sebagai

185

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948

e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

subjek maupun objek pembangunan. Titik tolak dari falsafah pembangunan
adalah manusia dan tujuan akhirnya adalah manusia pula (Susanto,1983).
Paradigma Pembangunan Manusia (People Centered Development
Paradigm), fokus perhatiannya pada perkembangan manusia (human growth),
kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability).
Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia
(balanced human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan
prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari
potensi manusia (Korten dan Klauss, 1984). Dalam paradigma pembangunan
manusia yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah:
1.
Pelayanan sosial (social service);
2.
Pembelajaran sosial (social learning);
3.
Pemberdayaan (empowerment);
4.

Kemampuan (capacity);
5.
Kelembagaan (institutional building).
Analisis mengenai orientasi pembangunan yang dilakukan oleh para
pakar, membedakan secara garis besar adanya dua jenis orientasi. Pertama,
pembangunan berorientasi produksi dan Kedua, pembangunan berorientasi
manusia. Korten et al. (1988) menjelaskan bahwa perbedaan utama di antara
kedua orientasi pembangunan tersebut ialah pada dimensi mana yang
disubordinasikan. Pada pembangunan yang berorientasi produksi, kebutuhan
manusia senantiasa disubordinasikan di bawah sistem produksi. Sedangkan
pada pembangunan yang berorientasi manusia, senantiasa berusaha
mensubordinasikan kebutuhan-kebutuhan sistem produksi di bawah kepentingan
manusia. Korten menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
Pemahaman akan perbedaan antara pembangunan yang berpusat pada
rakyat dan yang berpusat pada produksi sangat penting bagi pemilihan
teknik sosial yang cocok bagi pencapaian tujuan pembangunan menurut
paradigma yang pertama, karena dalam hal tujuan atau nilai, metodologimetodologi perencanaan dan bentuk-bentuk organisasi tidaklah netral.
Teknik-teknik sosial dari pembangunan yang berpusat pada produksi,
misalnya mencakup bentuk-bentuk organisasi yang menggunakan system
komando, metode-metode analisis keputusan yang dianggap bebas nilai,

metodologi-metodologi riset sosial yang didasarkan pada asas-asas ilmuilmu fisika klasik, sistem produksi yang didefinisikan secara fungsional, dan
perangkat analisis yang tidak mempertimbangkan manusia dan lingkungan.
Teknik-teknik sosial dari pembangunan yang berpusat pada rakyat,
mengutamakan bentuk-bentuk organisasi swadaya yang menonjolkan
peranan individu dalam proses pengambilan keputusan dan menyerukan
dipakainya nilai-nilai manusiawi dalam pembuatan keputusan, prosesproses pembangunan, didasarkan pada konsep-konsep dan metodemetode belajar sosial, prespektif teritorial, bukannya fungsional, yang
mendominasi perencanaan dan pengelolaan sistem-sistem produksikonsuinsinya (Korten et al. 1988).
Kesejahteraan petani di Indonesia masih tergolong rendah, rendahnya
kesejahteraan petani karena rata-rata kepemilikan dan penguasaan lahan yang
sempit dan sulitnya akses terhadap kredit. Oleh karena itu peningkatan
kesejahteraan petani masih di perlukan, salah satunya adalah memperkenalkan
teknologi pertanian. Dengan lahan yang sempit petani dapat meningkatkan
produksi dengan mengadopsi teknologi yang di praktekan saat mengikuti

186

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2


pelatihan. Studi adopsi teknologi adalah penting untuk memahami faktor-faktor
yang berhubungan dengan penerapan teknologi pertanian yang antara lain
dengan pengenalan tanaman baru, varietas yang lebih unggul, atau teknologi
produksi baru. Namun demikian untuk mempercepat tingkat adopsi teknologi
baru, membutuhkan pengetahuan individu petani.
Untuk meningkatkan produksi cabai, perlu adanya cara (metode) yang
dapat meningkatan hasil-hasil pertanian cabai. Salah satunya adalah teknologi
pertanian cabai yang tepat guna dan berkelanjutan. Pelaksanaan kebijakan
teknologi pertanian mempunyai jalinan yang sangat kuat dengan aspek-aspek
lainnya. Jika kita perincikan dimensi-dimensi perubahan tersebut, maka akan
terlihat sangat nyata terjadi perubahan dalam struktur. Perubahan sosial akan
menambah keberagaman dalam tatanan sosial masyarakat desa. Petani saat ini
hanya sebagai obyek dari pembangunan itu sendiri.
Sangat dibutuhkan kajian sosiologis manusia sebagai individu yang
menjalankan kehidupan dengan berusaha keluar dari kemiskinan untuk
mencapai kesejahteraan yaitu dengan pelatihan teknologi pertanian yang
berkelanjutan. Oleh karena itu dengan melihat latar belakang masalah di atas,
masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah menjawab dua pertanyaan besar
yaitu:
1.
Bagaimanakah kegagalan teknologi pertanian konvensional, sudahkah
petani cabai menerima teknologi yang berkelanjutan (sustainable) apakah
pemberdayaan petani perlu dilakukan.
2.
Menganalisis bagaimana kesejahteraan masyarakat dalam perangkap
kemiskinan.
HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS
Kegagalan Penerapan Teknologi Pertanian Konvensional
Penggunaan teknologi saat itu masih menyisakan kesedihan kepada
perubahan sosial, ekonomi dan ekologi. Penerapan teknologi pertanian
konvensional menyebabkan ketergantungan petani menggunakan pupuk kimia
dan pestisida kimia. Pelaksanaan budidaya yang kurang memperhatikan
kelangsungan hidup ekosistem, menjadikan berkurangnya pendapatan petani
yang lebih baik. Bahkan hitung-hitungan yang rasional terhadap pembelanjaan
sarana produksi pertanian tidak dihitung sebagai untung rugi.
(Untung, 2009) mengemukakan beberapa fakta yang bisa ditemui saat ini
berkaitan dengan gagalnya teknologi pertanian konvensional antara lain:
1.
Penurunan tingkat kesuburan tanah.
2.
Hilangnya bahan organik dalam tanah.
3.
Erosi dan sedimentasi tanah.
4.
Pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia yang
berlebihan.
5.
Residu pestisida dan bahan berbahaya lainnya.
6.
Memudarnya konsep gotong royong masyarakat.
7.
Berkurangnya luas lahan karena beralih fungsi jadi tempat industri, dan
lain-lain
Hingga kemudian para pakar mengemukakan gagasan mengenai
pertanian berkelanjutan. Urusan pangan bukan hanya untuk saat ini tetapi juga
untuk masa depan. Bukan hanya untuk kita tetapi juga untuk anak cucu kita.
Food and Agriculture Organization (FAO,1989) mendefinisikan pertanian
berkelanjutan sebagai manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan
orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna menjamin tercapainya dan
terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun mendatang.

187

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya
genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara
teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara sosial.
Pertanian berkelanjutan ini tidak lepas dari pemanfaatan teknologi. Tiga
pilar pertanian berkelanjutan antara lain; dimensi sosial, dimensi ekonomi dan
dimensi ekologi. Selain dimensi tersebut penting untuk mengaplikasikan
teknologi yang berkaitan langsung dengan bidang pertanian maupun bidang lain.
Teknologi ini harus mampu memacu peningkatan nilai tambah (value added),
daya saing (competitiveness), dan keuntungan (profit/benefit) produk pertanian.
Organ teknologi yang diperlukan adalah cara budidaya dan bertani secara
berkelanjutan dilakukan dengan baik, penanganan hasil panen yang baik,
pengolahan/pasca panen dan membangun sistem distribusi yang baik. Indikasi
atau ukuran keberhasilan pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar
terhadap produk pertaniannya. Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria
kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang
proses pemanfaatan (zero waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta
diversifikasi merupakan salah satu bagian dari strategi penguatan teknologi.
Table1
Alat Participatory Rural Appraisal yang Digunakan Selama Survei
Kelompok Petani Tahun 2008-2012
Alat Dalam
PRA
Focus Group
Discussion

Timeline

Kecenderungan
Analisis

Hubungan
Kelembagaan

Peringkat
Masalah

Isu/ variabel utama yang dikumpulkan dari kelompok petani
• Diskusi umum mengenai isu-isu yang dominan tentang pertanian
cabai.
• Kunci faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pertanian
cabai di setiap wilayah
• Mengidentifikasi masalah kunci dan prospek penanaman cabai di
desa, dan jenis teknologi produksi yang diadopsi oleh petani
• Tingkat utama keparahan hama dan penyakit cabai,
kepentingannya untuk musim tanam dan jenis tanaman, dan
adopsi dari praktek-praktek pengelolaan penyakit tanaman oleh
petani
• Peristiwa-peristiwa sejarah dalam pertanian sayuran dengan
interval 10 tahun
• Dampak yang signifikan pada praktek-praktek budidaya cabai
• Perubahan besar dalam berbagai cabai, hama dan penyakit, dll.
• Perubahan dalam layanan dukungan dan menggunakan teknologi
dari waktu ke waktu
• Perubahan dari waktu ke waktu jumlah petani cabai, hasil, dan
cabai pada masing-masing daerah
• Perubahan relatif harga cabai dan pupuk dari waktu ke waktu
• Tren pada hama dan penyakit, dan pendapatan dari cabai
• Identifikasi lembaga/organisasi formal dan bagaimana pentingnya
lembaga tersebut dalam mempengaruhi pertanian cabai
• Tingkat intensitas dari interaksi dan hubungan antara para petani
cabai dan lembaga lokal
• Mengidentifikasi, membandingkan,memprioritaskan, dan peringkat
masalah utama dan kendala pertanian cabai di masing-masing
daerah

Sumber: USAID 2008-2012

188

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

Menurut Rogers (1995) adopsi adalah proses mental, dalam mengambil
keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut
tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Adopsi juga dapat
didefenisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui
inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Adopsi adalah suatu proses dimulai dan
keluarnya ide-ide dari satu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai ide
tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua.
Petani banyak belajar dari pengalamannya sendiri maupun pengalaman
orang lain tentang suatu inovasi teknologi dengan mencoba serangkain tindakan
yang beragam. Tingkat tindakan yang dilakukan petani tergantung pada tingkat
manfaat dan keuntungan yang akan diterima. Seorang petani dengan pendidikan
yang rendah seringkali bersifat apatis terhadap inovasi sebagai akibat kegagalan
yang dialaminya pada masa lampau, karena kurangnya pengetahuan tentang
inovasi. Situasi dan kejadian yang dialami petani pasca panen juga membawa
dampak yang tidak sedikit terhadap sikap petani. Sifat-sifat apatis tersebut
banyak dialami oleh sebagian besar petani lahan kering akibat kegagalan
usahatani yang dialaminya, yang disebabkan oleh faktor kondisi iklim yang tidak
menentu.
Pelatihan-pelatihan teknologi pertanian yang berkelanjutan, harus sering
dilakukan untuk memberdayakan petani atas penggunaan teknologi pertanian
yang benar dan ramah lingkungan. Partisipasi dan pemberdayaan petani dalam
pelatihan teknologi pertanian perlu di lakukan untuk mencapai kesepahaman
dalam pelatihan pertanian maka dilakukan survey secara menyeluruh dan
komprenhensif sesuai metode dan langkah-langkah lebih lanjut seperti dalam
Tabel 1.
Model Pelatihan Teknologi Pertanian Berkelanjutan (sustainable)
Secara umum kegiatan pelatihan teknologi pertanian ini menggunakan
strategi sebagai berikut: pertama, membuat kebun percontohan beberapa
tanaman unggulan seperti cabai, tomat, lada dan terong, kedua, menentukan
prioritas jenis lahan dan komoditas yang cocok daerah sasaran; ketiga, diklat
kader tani, dimana memberikan pembekalan ilmu, pelatihan tekhnologi pertanian
dan profesionalisme petani dengan muatan 80 persen praktek disertai riset;
keempat, pendirian sentra pemberdayaan tani di zona sekolah lapang petani
hama terpadu (SLPHT). SLPHT berfungsi sebagai supplay center;training center
(petani berlatih, petani bertanya, petani melihat contoh); research center.
Metode Pemuliaan (Menangkar) dan Penyerbukan Benih
Pelatihan teknologi pertanian yang berkelanjutan dapat di wujudkan
dengan metode perlakuan terhadap benih-benih yang akan ditanam dan untuk
selanjutnya sebagai tanaman cabai yang akan menghasilkan produk yang baik
dan produktivitas yang tinggi. Petani cabai pada praktek pertaniannya kurang
memperhatikan kualitas benih cabai, hal ini penting dalam upaya menghasilkan
produk pertanian cabai yang bernilai ekonomis tinggi. Dalam metode pelatihan
pemuliaan benih cabai ini, petani di bekali ketrampilan bagaimana memilih benih
cabai yang baik dan menyimpan benih yang benar. Setelah panen biasanya
petani memisahkan jumlah cabai yang akan di tanam kembali dan jumlah yang
akan di jual. Sangat penting untuk menyimpan benih cabai yang benar untuk
tetap hidup untuk ditanam di kemudian hari. Benih yang baru di panen tidak baik
jika langsung di masukan ke kantong plastik karena masih memiliki tingkat

189

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

kelembaban yang tinggi, praktek yang selama ini terjadi adalah petani tidak
mengeringkan dulu benih cabai. Untuk itu petani di berikan bekal pelatihan
bagaimana cara menyimpan dan memperlakukan benih:
• Kelembaban; benih menyerap kelembaban dari lingkungan sekitarnya.
Kelembaban udara yang tinggi menyebabkan aktifitas pernapasan yang
tinggi dan meningkatkan penggunaan energy yang tersimpan dalam benih.
Benih harus dikeringkan lebih dahulu sehingga kandungan airnya mencapai
7-8% sebelum disimpan. Simpanlah benih di dalam wadah dengan tutup
yang rapat.
• Kondisi Gelap; sinar matahari akan memperpendek usia hidup benih.
Pakailah botol berwarna gelap atau wadah yang tidak tembus pandang untuk
melindungi benih dari sinar matahari. Jika menggunakan wadah yang jernih.
Letakan ke dalam kantong kertas untuk melindungi dari sinar matahari.
• Suhu; suhu ideal untuk menyimpan kebanyakan benih sayuran adalah
kurang dari 15ºC. Benih dapat disimpan di dalam wadah kedap udara dan
diletakkan di dalam lemari es. Untuk penyimpanan jarak pendek, simpanlah
benih di tempat yang sejuk, kering dan gelap.
Pengasingan dan Penyerbukan Benih
• Isolasi; cabai memiliki bunga sempurna dengan penyerbukan sendiri. jarak
pengasingan 20 m di antara varietas yang berbeda atau menanam tanaman
yang tinggi di antara varietas pada umumnya memberi hasil isolasi yang
memuaskan. Jika jarak pengasingan tidak memungkinkan, kuntum bunga
dapat ditutupi dengan bola kapas untuk mencegah penyerbukan silang.
• Musim tanam; cabai (Capsicum annuum) tumbuh paling baik di musim kering
ketika suhu udara di antara 21-33ºC. Suhu di malam hari cukup kritis untuk
produksi benih. Pada umumnya tanaman tidak akan berbuah juka suhu
malam hari di atas 30ºC.
• Lahan/tanah; untuk hasil yang paling baik, pilihlah lahan yang sebelumnya
ditanami ubi jalar, tomat, cabai, terong atau kentang untuk menghindari
serangan hama dan penyakit tanaman.
Model Pelatihan Teknologi Pertanian Berkelanjutan
Perkembangan model pelatihan yang didasarkan pada kearifan lokal
dengan mengetahui masalah pada petani cabai melalui FGD, memetakan
masalah dengan peringkat masalah yang bersifat partisipatif dan berpusat pada
pembangunan manusia. Dalam proses ini, para peserta pelatihan diharapkan
menjadi terampil dan berpengetahuan tentang teknologi pertanian yang
berkelanjutan. Mereka diharapkan untuk mempengaruhi motivasi peserta
pelatihan pada satu komunitas dan meningkatkan hasil dari proses
pembelajaran. Kerangka kerja saat pelatihan, dalam pengembangan model
pelatihan berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan ketrampilan, pengalaman,
partisipasi dan pemberdayaan, dalam proses pelatihan ini sering juga timbul
kegagalan dalam adopsi teknologi. Untuk jelasnya dapat dijelaskan pada
Gambar 1.
Pemberdayaan Petani
Pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan masyarakat, dengan
atau tanpa dukungan dari pihak luar untuk memperbaiki kehidupannya yang
berbasis pada kekuatan mereka sendiri melalui optimalisasi. Pemberdayaan
harus menempatkan kekuatan masyarakat sebagai modal utama serta

190

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

menghindari rekayasa pihak luar yang sering kali mematikan kemandirian
masyarakat setempat.
Pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman dalam psikologis pengaruh
kontrol individu dan sosial. Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai terlihat
pada dekade 1970-an dan terus berkembang hingga saat ini. Konsep
pemberdayaan dapat dipandang sebagai konsep yang sealiran dengan postmodernisme. Munculnya konsep pemberdayaan merupakan akibat dari reaksi
terhadap alam pikiran, tata masyarakat, dan tata budaya sebelumnya yang
berkembang di suatu negara. Pemberdayaan dalam wacana pembangunan
masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan
kerakyatan, dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakkan pada
kekuatan individu dan sosial.

Input

Proses

Output

Kearifan Lokal

Focus Group
Discussion

R
e
n
c
a
n
a

Pelatihan Teknologi
(Grafting,Pemuliaan Benih,
dan Menangkar Benih)

Ketrampilan, Pengalaman,
Partisipasi dan Pemberdayaan

E
v
a
l
u
a
s
i

I
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

Empowermentless
Gambar 1
Model Proses Pelatihan Teknologi Pertanian untuk Petani
Gerakan
pemberdayaan
diawali
dari
munculnya
paradigma
pembangunan yang berpusat pada manusia (rakyat). Korten dan Klauss (1984)
misalnya, menyebut ciri-ciri paradigma pembangunan berpusat pada manusia
(rakyat) sebagai berikut: Pertama, logika yang dominan dari paradigma ini adalah
logika mengenai suatu ekologi manusia yang seimbang; Kedua, sumber daya
utama berupa sumber-sumber daya informasi dan prakarsa kreatif yang tak
habis-habisnya; dan Ketiga, tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang
didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi manusia.

191

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

Pemberdayaan petani merupakan permasalahan yang sangat kompleks,
sehingga perlu disusun strategi pemberdayaan secara sistematis dan
menyeluruh. Di Indonesia, petani masih belum bisa dikatakan berdaya. Hal ini
ditunjukkan data BPS tahun 2012, dimana jumlah penduduk miskin di pedesaan
yang mayoritas berprofesi sebagai petani di seluruh Indonesia mencapai 18,48
juta jiwa (15 persen). Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dalam
rangka pemberdayaan petani. Usaha yang dilakukan diantaranya, bantuan
modal, inovasi teknologi maupun pembangunan infrastruktur pertanian. Dalam
hal inovasi berbagai program penelitian juga pengkajian dan atau diseminasi
telah dilakukan dengan tujuan mengintroduksikan inovasi teknologi pertanian
kepada petani atau kelompok tani. Hal ini sejalan dengan pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat petani pada pelatihan teknologi pertanian selama ini
hanya pengenalan teknologi yang justru menambah persoalan baru. Teknologi
yang di pakai adalah teknologi yang tidak tepat guna dan salah sasaran.
Pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan
dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerakyatan, dan keadilan. Pada
dasarnya pemberdayaan diletakkan pada kekuatan individu dan sosial.
Analisis Kesejahteraan Masyarakat Dalam Perangkap Kemiskinan
Pada hakekatnya permasalahan kesejahteraan sosial timbul dari dapat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan manusia. Permasalahan kesejahteraan sosial
ada yang secara nyata berpangkal pada hambatan-hambatan dalam pemenuhan
kebutuhan, ada yang timbul dan berkembang sebagai pengaruh dari perubahan
sosial-ekonomi serta penggunaan ilmu dan teknologi dalam kehidupan manusia
(Comba dan Ahmed,1985). Di samping itu juga permasalahan yang sering tidak
dapat atau sukar diperkirakan sebelumnya seperti bencana alam
(Sumarnonugroho, 1984).
Kesejahteraan masyarakat di Indonesia terjadi fluktuasi dalam dua
dekade terakhir. Fluktuasi ini disebabkan antara lain oleh faktor krisis finansial,
makro ekonomi, pemerintahan, dan lemahnya keberdayaan masyarakat dalam
mewujudkan kesejahteraan. Lemahnya keberdayaan masyarakat ini tampak dari
tingkat kemandirian, partisipasi, kemampuan warganya dalam akses terhadap
pengelolaan sumberdaya dan beradaptasi terhadap perubahan di lingkunganya
(Sumardjo, 2010).
Pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,59 juta jiwa (11,66 persen), berkurang sebesar 0,54 juta jiwa (0,30
persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar
29,13 juta jiwa (11,96 persen). Selama periode Maret 2012–September 2012,
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,14 juta jiwa (dari 10,65
juta jiwa pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012),
sementara di daerah perdesaan berkurang 0,40 juta jiwa (dari 18,48 juta jiwa
pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta jiwa pada September 2012). Selama
periode Maret 2012–September 2012, persentase penduduk miskin di daerah
perkotaan dan perdesaan tercatat mengalami penurunan. Persentase penduduk
miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 8,78 persen, turun menjadi
8,60 persen pada September 2012. Sementara penduduk miskin di daerah
perdesaan menurun dari 15,12 persen, pada Maret 2012 menjadi 14,70 persen
pada September 2012. Dengan demikian kemiskinan penduduk Indonesia

192

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

berada di pedesaan, mencapai 18,48 juta jiwa (15,12 persen). Sedangkan
penduduk di pedesaan, bermata pencaharian sebagai petani (BPS, 2013).
Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang,
keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagaimana anggota masyarakat
lain pada umumnya. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor penting dalam
pembangunan perlu memberikan prioritas dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Prioritas ini dipandang perlu karena beberapa alasan. Pertama,
hampir dua pertiga sumber daya manusia Indonesia terlibat dalam sektor
pertanian. Kedua, kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian
berpendidikan rendah (tamat SD, belum tamat SD, dan tidak pernah sekolah)
dan proposisi yang hidup di garis kemiskinan relatif besar (mencapai 18,48 juta
jiwa penduduk miskin berada di sektor pertanian). Meskipun selama dua puluh
tahun terakhir ini ada kemajuan dalam jenjang pendidikan anggota rumah tangga
petani, terutama generasi muda, tetapi ada kecenderungan mereka yang telah
berpendidikan enggan bekerja di sektor pertanian. Demikian juga seperti yang
sudah saya sebutkan didepan, kemiskinan di pedesaan karena rata-rata
kepemilikan dan penguasaan lahan yang sempit dan sulitnya akses terhadap
kredit.
Menurut Korten dan Klauss (1984), bahwa terdapat dua kebutuhan pokok
yang sulit untuk dipenuhi oleh kaum miskin, yaitu:
1.
Banyak di antara orang miskin tidak mempunyai kekayaan produktif selain
kekuatan jasmani mereka. Berkembang dan terpeliharanya kekayaan
tersebut tergantung pada semakin baiknya kesempatan untuk memperoleh
pelayanan umum, seperti pendidikan, perawatan kesehatan dan
penyediaan air yang pada umumnya tidak tersedia bagi mereka yang justru
paling membutuhkan.
2.
Peningkatan pendapatan kaum miskin itu mungkin tidak akan memperbaiki
taraf hidup mereka apabila barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan
dan tingkat pendapatan mereka tidak tersedia. Di antara kaum miskin
melalui peningkatan produktivitas mungkin akan memakan waktu lama, dan
sejumlah orang tertentu karena satu dan lain hal mungkin untuk selamanya
tidak dapat dipekerjakan. Paling tidak dalam jangka pendek, dan mungkin
untuk selamanya, program subsidi mungkin diperlukan bagi orang-orang ini
agar dapat memperoleh bagian dari hasil-hasil pembangunan.
Modal Sosial Dengan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Modal sosial (social capital) berbeda dengan modal manusia (human
capital), pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi
individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Pada
modal sosial, lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan
antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang
perhatian terhadap pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan (trust)
antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok
(Hasbullah, 2006). Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan (trust)
umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian paling kecil dalam
masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam
kelompok yang paling kecil ataupun dalam kelompok masyarakat yang besar
seperti negara.
Untuk mewujudkan usaha kesejahteraan sosial atau kesejahteraan
rakyat, dibutuhkan upaya peningkatan modal manusia (human capital) dan

193

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

modal sosial (social capital) yang menjadi dasar bagi pengembangan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan bangsa (Lawang 2004). Di samping itu untuk
mengembangkan kapital manusia dan kapital sosial selain melalui investasi
sosial dibutuhkan pula lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi. Upaya
pemberdayaan masyarakat dan energy sosial menjadi pemacu dan keharusan
untuk terwujudnya kesejahteraan sosial. Bagaimana kaitan hubungan
kesejahteraan, kapital manusia dan kapital sosial serta faktor lingkungan dapat
dilihat pada Gambar 2.
Masyarakat pedesaan khususnya petani, telah berkembang sedemikian
rupa dimana peningkatan pendidikan, ekonomi dan politik lokal telah membentuk
suatu karakter sosial, ekonomi, dan politik tersendiri. Kepercayaan yang
dibangun antara kelompok pedagang dan petani dalam menentukan harga-harga
sayuran (cabai), merupakan wujud dari pola-pola hubungan antar individu dalam
suatu kelompok dan antar kelompok.
Pengembangan modal sosial dalam pelatihan teknologi pertanian
mencakup aspek-aspek struktur hubungan antara individu-individu yang
memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai kearifan. Kapital sosial yang perlu
menjadi komitmen pelatihan teknologi mengandung tiga komponen inti
(Coleman, 1988). (1) kemampuan membangun kelembagaan (crafting
institusion),(2) adanya partisipasi yang setara dan adil, dan (3) adanya sikap
saling percaya, saling mendukung, saling peduli (solidarity) sehingga saling
memperkuat di antara pihak yang terlibat dalam jaringan. Di antara pihak terkait
dalam pengelolaan sumberdaya di sekitar masyarakat terjadi hubungan yang
sifatnya mutual, kepercayaan (trust), kelembagaan, nilai dan norma sosial
lainnya yang berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hubungan tersebut dapat bersifat formal maupun informal.
Pemberdayaan Masyarakat

Kapital
Manusia

Kepribadian
Kesehatan
Kapasitas Kompetensi
Kepemimpinan
Otonomi

Kapital
Sosial

Kepercayaan
Jaringan
Lembaga
Kearifan Lokal
Solidaritas
Pengetahuan
Masyarakat

Kesejahteraan
Sosial

Pendapatan
Dukungan
Kebutuhan Dasar
Manusia
Martabat Manusia
Kemitraan

Gambar 2
Keterkaitan Logis Antara Kesejahteraan Sosial, Kapital Manusia,
Kapital Sosial dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya.

194

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

Hubungan formaldalam masyarakat misalnya yang terjadi melalui
organisasi masyarakat, kelompok keagamaan, koperasi, partai politik, dan
sebagaianya, sedangkan hubungan sosial yang informal misalnya kelompok tani
atau bentuk interaksi sosial lainnya antara masyarakat dalam satu lingkungan.
Hal yang sangat menentukan dalam penguatan kapital sosial adalah intensitas
interaksi antara warga masyarakat maupun dengan pihak terkait, yang dapat
berperan menjadi ruang publik yang partisipatif dan efektif.
PENUTUP
Pembangunan pedesaan di Indonesia menginginkan agar masyarakat
dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Partisipasi petani dapat di
implementasikan dengan pemberdayaan melalui keikutsertaan dan partisipasi
petani dalam program-program pemberdayaan pertanian.
Studi adopsi teknologi pertanian penting untuk memahami faktor-faktor
yang berhubungan dengan penerapan teknologi (tanaman baru, kualitas unggul
yang tinggi, atau teknologi produksi baru). Karena dalam sejarah pertanian,
adopsi dan difusi teknologi pertanian adalah komponen penting untuk kemajuan
pertanian dan pembangunan pedesaan. Pada kenyataannya, sukses adopsi
teknologi berkelanjutan dapat menjadi kekuatan besar dalam mengurangi angka
kemiskinan.
Teknologi pertanian berkelanjutan mengurangi pengeluaran usaha
pertanian cabai yang modalnya sangat tinggi, sehingga dengan mengurangi
angka pengeluaran akan menghemat modal. Dengan demikian sisa modal
tersebut dapat dipakai untuk usaha tani lainnya. Kesejahteraan petani akan
maksimal jika ada usaha tani lain/sampingan yang menambah pendapatan
rumah tangga petani.
Upaya
penanggulangankemiskinan
harus
mengandung
usaha
meningkatkan akses penduduk miskin untuk menguasai sumber daya
(resources) sehingga mereka mampu mencukupi kebutuhan dasar hidup.
Meningkatkan akses penduduk miskin dalam menguasai sumber daya yang
tersedia tidak hanya cukup dengan meningkatkan pendapatan dan peluang kerja
(aktivitas kerja). Perlu juga mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
dan menentukan dalam memanfaatkan sumber daya (resources) yang
dibutuhkan oleh penduduk miskin. Seyogyanya mereka dilibatkan dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumber daya yang tersedia, dengan demikian petani bukan hanya di jadikan
obyek pembangunan tetapi menjadi subyek dalam pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan Di Indonesia September 2012, No.
06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013
Coleman, J.S. 1988. Social Capital In The creation Of Human Capital.American
Journal of Sociology Supplement 94: S95-S120.
Comba, Philip H. & Ahmed, Manzoor. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan
Melalui Pendidikan Non Formal. CV Rajawali. Jakarta

195

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

FAO.1989. Sustainable Development And Natural Resources Management.
Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2 Simp 2, Food And Agriculture
Organization, Rome.
Hasbullah, Jousairi, 2006. Social Capital, Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. MR-United Press. Jakarta
Korten, David C., & Klauss, Rudi .1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat.
Penerbit Lembaga Studi Pembangunan. Jakarta
Korten, David C., & Klauss, Rudi 1984. Contributions toward TheoryPlanning
Framework For People Centered Development. Kumarian Press. West
Hardfort. Connecticut
Korten, David C., & Klauss, Rudi; Carner, George. 1988. “Kerangka Kerja
Perencanaan Untuk Pembangunan Yang Berpusat pada Rakyat,” dalam
D.C. Korten dan Sjahrir (peny.), Pembangunan Berdimensi Kerakyatan,
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Lawang, Robert MZ. 2004. Kapital Sosial dalam Prespektif Sosiologik, Suatu
Pengantar. UI Press. Jakarta
Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovation. The Free Press, A Division of
Macmillan Publishing C., Inc. New York
Sumardjo, 2000. Autonomy as an Indicator of Farmer Readiness for Challenging
the Era of Economic Globalization. Agricultural Socio Economic Science,
Agricultural Faculty of IPB.
Sumarnonugroho, T. 1984. Sistem Intervensi, Kesejahteraan Sosial. Penerbit PT.
Hanindita. Yogyakarta
Untung, K. 2009. Penerapan Pertanian Berkelanjutan Untuk Meningkatkan
Ketahanan Pangan. Kalam Kebun Politeknik Negeri Lampung.,
http://kebun93.blogspot.com/2009/04/penerapan-pertanian-berkelanjutanuntuk.html, Diakses tanggal 21 Juni 2014.

196

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

PEDOMAN PENULISAN
AGRIEKONOMIKA
JURNAL SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
ISSN 2301-9948
e ISSN 2407-6260
KETENTUAN UMUM:
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format
yang ditentukan.
2. Penulis mengirim naskah ke alamat email agriekonomika@gmail.com.
3. Artikel yang dikirim harus dilampiri: a) surat pernyataan yang menyatakan
bahwa artikel tersebut belum pernah diterbitkan atau tidak sedang diterbitkan
di jurnal lain, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani
oleh penulis. b) biodata tentang jenjang pendidikan, alamat, nomor telepon,
atau e-mail penulis dengan jelas.
4. Keputusan pemuatan ataupun penolakan akan diberitahukan secara tertulis
melalui email.
FORMAT PENULISAN:
1. Artikel ditulis pada kertas A4, atas 4 cm bawah 3 cm samping kiri 4 cm
samping kanan 3 cm, spasi tunggal, Arial ukuran 11 Kecuali Judul Arial
Ukuran 12 dengan panjang halaman 10-15 halaman.
2. Sistematika penulisan:
 SISTEMATIKA ARTIKEL HASIL PENELITIAN:
JUDUL BAHASA INDONESIA:
Ditulis dengan Bahasa Indonesia secara ringkas dan lugas huruf capital
bold arial font 12, maksimal 12 kata, hindari menggunakan kata “analisis”,
“pengaruh”, “studi”.
NAMA PENULIS:
ditulis tanpa gelar dan diberi nomor jika penulis lebih dari satu dan
berbeda institusi
NAMA INSTITUSI:
ditulis lengkap
ALAMAT SURAT ELEKTRONIK:
ditulis lengkap
ABSTRAK:
Ditulis dalam bahasa Indonesia satu paragraph dengan bahasa inggris
125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian
matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya
temuan. Format 1 spasi arial 11 italic
JUDUL BAHASA INGGRIS:
Judul dalam bahasa Inggris, huruf capital arial font 11 non bold
ABSTRACT:

231

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

Ditulis dalam bahasa inggris dalam satu paragraph dengan bahasa
inggris 125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat
uraian matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan
pentingnya temuan. Format 1 spasi arial 11 italic
PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka dan tujuan penelitian yang
dimasukkan dalam paragraph-paragraf bukan dalam bentuk sub bab.
METODE PENELITIAN
Sub bab
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sub bab
PENUTUP
Berisi simpulan dan saran (jika diperlukan) yang dibentuk dalam
paragraph.
UCAPAN TERIMA KASIH
Jika diperlukan ditujukan pada peyandang dana dan pihak lain yang
membantu terselesaikannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk yang sedapat mungkin
diterbitkan 10 tahun terakhir dan diutamakan jurnal ilmiah (30-40 persen)
 SISTEMATIKA ARTIKEL HASIL PEMIKIRAN/ REVIEW:
JUDUL BAHASA INDONESIA:
Ditulis dengan Bahasa Indonesia secara ringkas dan lugas huruf capital
bold arial font 12, maksimal 12 kata, hindari menggunakan kata “analisis”,
“pengaruh”, “studi”.
NAMA PENULIS:
ditulis tanpa gelar da diberi nomor jika penulis lebih dari satu berbeda
institusi
NAMA INSTITUSI:
ditulis lengkap
ALAMAT SURAT ELEKTRONIK:
ditulis lengkap
ABSTRAK:
Ditulis dalam bahasa Indonesia satu paragraph dengan bahasa inggris
125-150 kata dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian
matematis dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya
temuan. Format 1 spasi arial 11 italic

232

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

JUDUL BAHASA INGGRIS:
Judul dalam bahasa Inggris, huruf capital arial font 11 non bold.
ABSTRACT:
Ditulis dalam dalam satu paragraph dengan bahasa inggris 125-150 kata
dengan kata kunci 4-5 kata. Abstrak tidak memuat uraian matematis dan
mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya temuan.
PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka dan tujuan penelitian yang
dimasukkan dalam paragraph-paragraf bukan dalam bentuk sub bab.
METODE PENELITIAN
Sub bab
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sub bab
PENUTUP
Berisi simpulan dan saran (jika diperlukan) yang dibentuk dalam
paragraph.
UCAPAN TERIMA KASIH
Jika diperlukan ditujukan pada peyandang dana dan pihak lain yang
membantu terselesaikannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk yang sedapat mungkin
diterbitkan 10 tahun terakhir dan diutamakan jurnal ilmiah (30-40 persen)

3. Penulisan penomoran yang berupa kalimat pendek diintegrasikan dengan
4.

paragraf, contoh: Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui tingkat
risiko usaha garam, (2) mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi risiko.
Tabel dan gambar dapat dimasukkan dalam naskah atau padalampiran
sesudah naskah harus diberi nomor urut.
a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul tabel diletakkan di atas
tabel sedangkan judul gambar diletakkan di bawah gambar.
b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau
gambar.
c. Garis tabel yang dimunculkan hanya pada bagian header dan garis
bagian paling bawah tabel sedangkan untuk garis-garis vertikal pemisah
kolom tidak dimunculkan.
d. Tabel atau gambar bisa diedit dan dalam warna hitam putih yang
representatif.

233

Oktober,
2014

Agriekonomika, ISSN 2301 - 9948
e ISSN 2407 - 6260
Volume 3, Nomor 2

Contoh penyajian tabel:
Tabel 2
Deskripsi Penguasaan Lahan Pegaraman
Kategori Luas Lahan (Ha)
Jumlah
Persentase (%)
3,1
4
8
Jumlah
50
100
Rata-rata Luas lahan petani garam 2,04 Ha
Standar deviasi
0,95 Ha
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Contoh penyajian gambar:
Utilitas

U3
U2
U1
I1

I2

I3

Pendapatan

Sumber: Debertin, 1986
Gambar 1
Perilaku Menerima Risiko

5. Cara penulisan rumus, Persamaan-persamaan yang digunakan disusun

6.

7.
8.

234

pada baris terpisah dan diberi nomor secara berurutan dalam parentheses
(justify) dan diletakkan pada margin kanan sejajar dengan baris tersebut.
Contoh:
wt = f (yt , kt , wt-1)
(1)
Keterangan Rumus ditulis dalam satu paragraf tanpa menggunakan simbol
sama dengan (=), masing-masing keterangan notasi rumus dipisahkan
dengan koma.
Contoh:
dimana w adalah upah nominal, yt adalah produktivitas pekerja, kt adalah
intensitas modal, wt-1 adalah tingkat upah periode sebelumnya.
Penulisan rumus menggunakan menu “Equation”
Perujukan sumber acuan di dalam teks (body text) dengan menggunakan
nama akhir dan tahun. Kemudian bila merujuk pada halaman tertentu,
penyebutan halaman setelah penyebutan tahun dengan dipisah titik dua.
Untuk karya terjemahan dilakukan dengan cara menyebutkan nama
pengarang aslinya.
Contoh:
• Hair (2007) berpendapat bahwa…
• Ellys dan Widodo (2008) menunjukkan adanya ….
• Ihsannudin dkk (2007) berkesimpulan bahwa….

Agriekonomika, ISSN 2301-9948
Oktober,
e ISSN 2407-6260 2014
Volume 3, Nomor 2

9. Penulisan Daftar Pustaka:
a. Pustaka Primer (Jurnal)
Nama belakang, nama depan, inisial (kalau ada), tahun penerbitan, judul
artikel, nama dan nomor jurnal (cetak miring), halaman jurnal, contoh:
Happy, S. dan Munawar. 2005. The Role of Farmer in Indonesia. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia 2(1): 159-173.
b. Buku Teks
Nama belakang, nama depan, inisial (kalau ada), tahun penerbitan, judul
buku (cetak miring), edisi buku, kota penerbit, dan nama penerbit. Contoh:
Wiley, J. 2006. Corporate Finance.. Mc. GrowHill Los Angeles.
c. Prosiding
Nama belakang, nama depan, tahun penerbitan, judul artikel, nama
prosiding (cetak miring), penerbit (cetak miring), halaman, contoh:
Rizal, Taufik. 2012. Pengaruh Bank Syariah Terhadap Produksi Jagung di
Madura. Prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan
Bangkalan Surabaya: 119-159.
d. Skripsi/Tesis/Disertasi
Nama belakang, nama depan, tahun, judul Skripsi/Thesis/Disertasi,
sumber (cetak miring), nama penerbit, kota penerbit. Contoh:
Subari, Slamet. 2008. Analisis Alokasi lahan mangrove Kabupaten
Sidoarjo. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
e. Internet
Nama belakang, nama depan, tahun, judul, alamat e-mail (cetak miring),
tanggal akses. Contoh:
Zuhriyah, Amanatuz. 2011. Produktivitas Susu Peternak Rakyat.
http://agribisnis.trunojoyo.ac.id. Diakses tanggal 27 Januari 2012.
METODE REVIEW
Artikel yang dinyatakan lolos dari screening awal akan dikirim kepada Mitra
Bestari (blind review) untuk ditelaah kelayakan terbit. Adapun hasil dari blind
review adalah:
1. Artikel dapat dipublikasi tanpa revisi.
2. Artikel dapat dipublikasi dengan perbaikan format dan bahasa yang
dilakukan oleh penyunting. Perbaikan cukup dilakukan pada proses
penyuntingan.
3. Artikel dapat dipublikasi, tetapi penulis harus memperbaiki terlebih dahulu
sesuai dengan saran penyunting.
4. Artikel tidak dapat dipublikasi.

235