PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

PENYUSUNAN PERTANGGUNGJAWABAN PENERAPAN
SPIP, PENILAIAN MANDIRI ATAS PENERAPAN SPIP, DAN
EVALUASI ATAS PENERAPAN SPIP

DISUSUN OLEH:

Muhammad Naim

214200003

Nur Dwi Apriliah

215200001

Yusraevi

215200148

Nur Shadrina

215200089


Ririn Karlina

215200184

Dewi Pryani

215200125

Abd.Rahman

215200107

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2018

DAFTAR ISI


Sampul.....................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyusunan Pertanggungjawaban Penerapan SPIP..................
B. Penilaian Mandiri Atas Penerapan SPIP......................................
C. Evaluasi Atas Penerapan SPIP....................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................
B. Saran.............................................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian internal (internal control) merupakan salah satu
konsep yang sangat penting bagi bisnis profesional dalam segala

level. Hal ini karena pengendalian internal merupakan framework yang
bertujuan memberikan jaminan yang layak (reasonable assurance)
kepada perusahaan dalam berbagai hal. Dalam sebuah organisasi,
manajemen perlu melakukan pengambilan keputusan stratejik untuk
membawa organisasi tersebut mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Kualitas

keputusan

ini

mempunyai

korelasi

dengan

kualitas

pengendalian internal yang dimiliki. Hong Kong Institute (2005) dalam

Ionescu (2008) menekankan bahwa pengendalian internal yang baik
akan membantu manajemen dalam menyediakan jaminan kelayakan
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dengan pertimbangan
yang baik, sehingga akan memberikan kesuksesan dalam pencapaian
tujuan.
Dalam pelaksanaannya, awalnya banyak kalangan menganggap
implementasi pengendalian internal hanya akan menambah cost
perusahaan dan tidak memberikan dampak yang signifikan untuk
kemajuan perusahaan. Namun, dewasa ini banyak perusahaan yang
sudah

menyadari

pentingnya

pengendalian

internal

dalam


mewujudkan tujuan perusahaan. PricewaterhouseCoopers (2007)

dalam

Ioenescu

(2008)

berpendapat

bahwa

semakin

banyak

perusahaan yang menyadari 2 bahwa memberikan perhatian yang
baik pada proses dan pengendalian internal mereka akan memberikan
peluang yang besar bagi mereka untuk membuat perusahaan

semakin efisien. Sistem pengendalian internal merupakan komponen
yang tak terpisahkan dalam sistem manajemen risiko perusahaan,
dan membantu untuk meyakinkan bahwa perusahaan berjalan ke arah
tujuan yang telah ditetapkan.
Adanya perubahan sikap dari perusahaan-perusahaan mengenai
pentingnya pengendalian internal tak lepas dari adanya risiko-risiko
yang muncul akan berpotensi menghalangi perusahaan dalam
mencapai tujuan. Berkaitan dengan risiko, pengendalian internal
mempunyai peranan yang sangat penting dalam manajemen risiko.
Pickett (2003) mengatakan bahwa ketika terdapat risiko-risiko
dalam

mencapai

tujuan

perusahaan,

yang


berarti

kegagalan

merupakan kemungkinan yang sangat kuat, pengendalian internal
harus diletakkan pada tempat yang mampu menunjukkan risiko-risiko
tersebut. Pickett (2003) juga menambahkan dengan adanya risikorisiko yang mengancam perusahaan, pengendalian internal yang
buruk akan mengarahkan perusahaan kepada kerugian, skandal,
kegagalan, dan merusak reputasi perusahaan dalam sektor apapun
perusahaan tersebut beroperasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penyusunan Pertanggungjawaban Penerapan SPIP?
2. Bagaimana Penilaian Mandiri Atas Penerapan SPIP?
3. Bagaimana Evaluasi Atas Penerapan SPIP?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Penyusunan Pertanggungjawaban Penerapan
SPIP
2. Untuk Mengetahui Penilaian Mandiri Atas Penerapan SPIP
3. Untuk Mengetahui Evaluasi Atas Penerapan SPIP


BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyusunan Pertanggungjawaban Penerapan SPIP
Direksi bertanggungjawab terhadap efektivitas penerapan
sistem pengendalian internal perusahaan. Sebagai wujud tanggung
jawabnya.

Direksi

membuat

pernyataan/asersi

bahwa

setiap

kegiatan dan transaksi perusahaan dilaksanakan berdasarkan pada

sistem pengendalian internal perusahaan yang memadai.
Untuk menjamin efektifitas penerapan Sistem Pengendalian
Internal Perusahaan di PT Jasa Raharja (Persero), bahwa setiap
jajaran pimpinan di lingkungan PT Jasa Raharja(Persero) sesuai
dengan tanggung jawabnya membuat pernyataan bahwa dalam
setiap pelaksanaan tugasnya telah mendasarkan pada sistem
pengendalian intern yang memadai dan diungkapkan dalam setiap
pelaporan pelaksanaan tugas/kegiatan. Pernyataan dapat menjadi
kesatuan dengan Pernyataan terhadap Penerapan GCG oleh Insan
PT Jasa Raharja (Persero).
B. Penilaian Mandiri atas Penerapan Sistem Pengendian Internal
Perusahaan (Control Self Assessment)
Penilaian mandiri atas penerapan Sistem Pengendalian Internal
Perusahaan adalah suatu proses yang dijalankan untuk menguji dan
menilai

efektivitas

penerapan


Sistem

Pengendalian

Internal

Perusahaan. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa seluruh tujuan kegiatan dapat
dicapai/dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan penilaian mandiri
atas penerapan Sistem Pengendalian Internal Perusahaan dilakukan
secara berkala oleh setiap Unit Kerja Perusahaan. Kepala Unit Kerja
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penilaian mandiri tersebut.
Control Self Assessment atau disingkat CSA adalah salah satu
teknik ‘risk assessment’ yang dapat digunakan oleh berbagai
perusahaan dengan beberapa keunggulan dalam penerapannya,
terutama

dalam

membangun


‘risk

culture’ yang

sehat

dan

mendorong pendekatan ‘bottom-up’ dalam pelaksanaan manajemen
risiko operasional suatu organisasi.
Dari pembahasan di atas, maka CSA dapat dilakukan oleh
berbagai

perusahaan

dengan

beberapa

keunggulan

dalam

penerapannya. CSA perlu dilakukan karena dalam tujuan CSA sudah
dijelaskan

bahwa

CSA

tidak

lain

untuk

menilai

efektivitas

penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan
perusahaan. Selain itu, berdasarkan kajian diketahui banyak
keunggulan dan manfaat penggunaan metode CSA sebagai alat
penilaian mandiri terhadap efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Internal. CSA juga merupakan terobosan besar dalam
paradigma

pengelolaan

Sistem

Pengendalian

Intenal,

yang

sebelumnya evaluasi pengendalian intern dianggap hanya urusan
Audit internal dan para pemeriksa ekstern, sekarang bergeser bahwa
“evaluasi pengendalian intern merupakan tanggung jawab pimpinan
perusahaan .
Manajemen risiko tanpa sistem pengendalian yang andal tidak
akan

berjalan

secara

mengembangkan

efektif.

sayapnya

Untuk

di

kedua

itu,
sisi

perusahaan
tersebut

perlu

dengan

menerapkan integrated enterprise risk management yang di
dalamnya mencakup risk management dan pengendalian internal.
CSA dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan kemampuan
manajer dan karyawan dalam proses identifikasi objective-riskscontrols yang melekat pada proses bisnis sehingga mereka dapat
mengelola

risiko-risiko

inheren

maupun

risiko-risiko

kontrol/pengendalian dengan lebih efektif. Di samping itu, CSA
membantu meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab
unit kerja atas efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan
(keuangan dan operasional) serta kepatuhan kepada kebijakan,
standar dan peraturan yang berlaku.
1. Risiko Inherent – Atau ‘Inherent Risk’ (IR) adalah risiko yang
mungkin timbul akibat karakter bawaan dari suatu transaksi,
entah karena: kompleksitas transaksi dan klas transaksi;
2. Kompleksitas perhitungan;
3. Aset yg mudah tercuri/digelapkan;
4. Ketiadaan informasi yang sifatnya obyektif.

Sudah menjadi pemahaman publik bahwa inherent risk adalah
diluar jangkauan auditor dalam melakukan pencegahan. Bahkan,
juga diluar kendali pihak auditee sendiri. Dengan kata lain, auditor
hanya bisa menemukan tetapi tidak bisa melakukan apa-apa.
Beberapa ciri IR yg tinggi, antara lain:
1. Terjadi profitabilitas (dan indikator kinerja kunci lainnya) yang terus
menurun
2. Terjadi kekurangan modal kerja; dan
3. Tingginya asset menganggur (tidak menghasilkan)
Risiko Pengendalian – Atau ‘Control Risk’ (CR) adalah risiko
yang bisa timbul akibat kelemahan sistim pengendalian intern (SPI)
auditee, entah karena desainnya yang lemah atau pelaksanaanya
yang tidak sesuai desain—thus tidak mampu mencegah potensi
salahsaji bersifat material dan/atau penggelapan (fraud). CR tidak
bisa dikendalikan oleh auditor akan tetapi bisa dikendalikan oleh
auditee jika mereka mau. Karakter perusahaan ber CR tinggi, antara
lain:
Struktur Organisasi (SO), tidak jelas dengan pembagian tugas
yang juga tidak jelas. Jika ini terjadi maka bisa dipastikan CR nya
tinggi;

Lemahnya pengawasan manajemen (para manager) terhadap
operasional perusahaan (ciri ini bisa dilihat dari beberapa hal, misal:
tidak ada level otorisasi transaksi yang jelas, semua orang bisa
mengakses semua data/informasi, tidak ada aktivitas supervisi, tidak
pernah ada audit fisik, tidak ada performance review, tidak ada
budgeted financial statement). Kalau ini yang terjadi maka angka
persentase CR sudah pasti tinggi.
Tidak memiliki auditor internal dan komite audit. Jika ini yang
tejadi

maka

bisa

dipastikan

angka

CR

juga

tinggi.

Sistim

Pengendalian Internal lemah atau tidak efektif (semua aspek SPI
perlu diperiksa terlebih dahulu untuk menentukan faktor ini,
perhatikan contoh dibawah.
Penilaian Mandiri (CSA) atas penerapan Sistem Pengendalian
Intern (SPIn) adalah suatu proses yang dijalankan untuk menguji dan
menilai efektifitas penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPIn) di
Perusahaan. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa seluruh tujuan dari pelaksanaan
kegiatan dapat dicapai/dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan
penilaian mandiri atas penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPIn)
di PT Jasa Raharja (Persero) dilakukan secara berkala. Untuk
melaksanakan

penilaian

mandiri

dibentuk

Keputusan Direksi PT Jasa Raharja (Persero).

tim

melalui

Surat

C. Evaluasi

atas

Perusahaan
Satuan

Penerapan

Pengawasan

Sistem
Intern

Pengendalian

melakukan

Internal

evaluasi

atas

kecukupan dan efektivitas Sistem Pengendalian Internal Perusahaan
secara menyeluruh untuk mendukung asersi Direksi tentang
efektivitas

Sistem

Pengendalian

Internal

Perusahaan

yang

diterapkan.
Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses
pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya
mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi
program berikutnya.
1.

Lingkup Pelaporan Sistem Pengendalian Intern (SPIN)
Laporan
pengendalian

merupakan
suatu

sistem

merupakan
yang

kunci

diberlakukan,

keberhasilan
karenanya

manajemen dan pelaksana tugas di lingkungan PT Jasa Raharja
(Persero), wajib untuk melaporkan aktivitas yang berkaitan
dengan pengendalian yang dilakukannya. Tingkat pelaporan
Sistem Pengendalian Intern (SPIn) terdiri dari tahapan sebagai
berikut:
a. Laporan Pengendalian Teknis
Laporan Pengendalian Teknis yang dilakukan dan
dilaporkan oleh petugas pelaksana teknis yang menangani
pelaksanaan tugas secara langsung, atau terkait langsung

dengan pekerjaannya dan ditujukan kepada manajemen yang
mengawasinya. Sebagai panduan umumnya telah ditentukan
pada instruksi kerja/Standard Operation Procedure/Manual
pelaksanaan tugas, dan sebagainya yang berkaitan. Laporan
bersifat bahwa pekerjaan telah dilakukan secara prosedural
dan dilengkapi dengan lampiran yang telah ditentukan. Waktu
pelaporan dilakukan setiap selesai pelaksanaan pekerjaan
dimaksud.
b. Laporan Pengendalian Prosedur
Laporan Pengendalian Prosedur yang dilakukan dan
dilaporkan oleh pengawas/supervisor untuk pengendalian
pelaksanaan tugas.Laporan disampaikan kepada manajer
atasan/supervisinya. Laporan bersifat bahwa pekerjaan telah
sesuai

sepenuhnya

dengan

prosedur,

telah

lengkap

lampirannya. Laporan ini menjadi bagian dari laporan unit
kerja. Waktu pelaporan dilakukan 2 x 24 jam setelah
diterimanya laporan dari pelaksanaan pekerjaan. Resume
keseluruhan laporan selama periode 1 (satu) bulan, dilakukan
setiap akhir bulan (selambat-lambatnya tanggal 5 bulan
berikutnya).

c. Laporan Pengendalian Intern Unit Kerja

Laporan Pengendalian Internal yang dilakukan dan
dilaporkan oleh manajemen unit kerja kepada Direksi melalui
Satuan Pengawasan Intern (SPI), sebagai pertanggung
jawaban pelaksanaan pengendalian intern yang dilaksanakan
di unit kerjanya. Laporan bersifat bahwa Sistem Pengendalian
Intern (SPIn) pada unit bersangkutan telah berjalan sesuai
dengan ketentuan, prosedur dan merupakan gabungan dari
laporan pengendalian intern dari bagian-bagian unit kerja
dimaksud. Waktu Pelaporan dilakukan setiap Triwulan (3
bulanan).
d. Laporan Sistem Pengendalian Intern (SPIn)
Laporan Sistem Pengendalian Intern (SPIn) adalah
laporan yang disusun oleh Satuan Pengawasan Intern (SPI)
yang merupakan hasil penilaian secara keseluruhan dari
Sistem Pengendalian Intern (SPIn) perusahaan. Laporan
berpedoman pada 5 (lima) komponen Sistem Pengendalian
Intern (SPIn) 37 pengendalian (Lingkungan Pengendalian,
Assessment Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi dan
Komunikasi dan Monitoring) Waktu pelaporan dilakukan untuk
periode 1(satu) tahun, terkait dengan laporan tahunan
perusahaan.

2. Pemberkasan Laporan
Dokumen

Laporan

yang

dibuat

selama

proses

pengendalian perlu dipilah ke dalam beberapa kategori berkas
untuk memudahkan akses dan pemeliharaannya, dengan
kategori berkas sebagai berikut:
a. Berkas Permanen (Permanent File)
Berkas ini berisikan data/informasi yang diperlukan oleh
pengawas/supervisor untuk memahami gambaran umum
pengendalian intern yang dilakukan. Dilihat dari dimensi
waktu, informasi yang dimasukkan kedalam berkas permanen
adalah informasi yang relatif tidak sering berubah. Dengan
adanya berkas permanen, pengawas pengendalian tidak
perlu menerangkan atau meminta informasi tersebut kepada
pelaksana pengendalian setiap kali menerima laporan
pengendalian yang dilakukan.
b. Berkas Berjalan (Current File)
Berkas berjalan berisikan informasi yang berkaitan
dengan

pengendalian

yang

sedang

dilakukan

atau

pengendalian yang baru lalu. Terdapat dua sub klasifikasi
untuk informasi yang dimasukkan dalam berkas berjalan
yaitu;

1) Berkas Umum
Berkas ini terdiri atas: Informasi Umum pekerjaan
yang dikendalikan, Laporan teknis pelaksanaan pekerjaan
terkait dengan 3E (Ekonomis, Efektif dan Efisien) dan
Akurasi

(terhadap

perhitungan,

penulisan,

Laporan

kepatuhan pelaksanaan pekerjaan.
2) Berkas Analisis
Berkas ini berisikan dokumentasi rinci atas proses
pengumpulan dan pengujian bukti pengendalian untuk
masing-masing data yang dicakup dalam pelaksanaan
pengendalian.
3)

Berkas Pengendalian Intern
Berkas ini merupakan resume atas pengendalian
intern yang dilakukan berdasarkan pada 5 komponen
pengendalian.

c. Berkas Lampiran (Bulk File)
Berkas ini berisikan lampiran data, catatan, dan
dokumen

yang

menjadi

data

mentah

bagi

proses

pengendalian intern, informasi mengenai proses dan hasil
pelaksanaan

pengendalian

laporan hasil pengendalian.
d. Berkas Khusus (Special File)

dimasukkan

dalam

berkas

Berkas ini berisikan informasi yang perlu mendapat
perhatian khusus. Sebagian besar informasi ini berkaitan
dengan indikasi kecurangan yang perlu ditindaklanjuti dengan
laporan khusus, yang selanjutnya menjadi bahan untuk audit
Internal Audit. Sistem Pengendalian Intern (SPIn)
3. Tindak Lanjut Laporan
Tindak lanjut laporan menentukan tindakan apa yang akan
diambil untuk perbaikan kondisi atau pengendalian yang lemah
yang telah diidentifikasi oleh pelaksana dan/atau supervisor yang
dilaporkan

kepada

pelaksanaan

manajemen.

tindak

lanjut

Tanggung

terletak

pada

jawab
pelaksana

untuk
dan

manajemen, sedangkan pengawas bertanggung jawab untuk
memastikan apakah prinsip tindak lanjut ini dapat dipahami
dengan baik.
a. Proses Tindak Lanjut
1)

Kepala SPI yang menentukan apakah manajemen
mengambil tindakan atau mengimplementasikan Sistem
Pengendalian

Intern

(SPIn)

tersebut,

dan

akan

menentukan apakah hasil yang diinginkan telah diterima
atau jika Manajer perusahaan (Dewan Direksi) telah
mengasumsikan risiko bahwa tidak akan mengambil
tindakan

atau

mengimplementasikan

pengendalian intern tersebut;

rekomendasi

2) Proses tindak lanjut adalah sebuah proses dimana para
manajer sebagai pengawas/supervisor akan mengevaluasi
kecukupan, efektifitas, serta jadwal tindakan yang telah
diambil oleh manajemen dalam melaporkan hasil observasi
pengendalian intern, termasuk semua penilaian yang telah
dibuat oleh pihak eksternal. Proses ini juga termasuk hal
dalam menentukan apakah para senior manajer (Dewan
Direksi) telah mengasumsikan risiko bahwa tidak akan
mengambil tindakan koreksi dalam hasil observasi;
3) Ketentuan

atas

kegiatan

pengendalian

Intern

harus

mendefinisikan kewajiban untuk proses tindak lanjut.
Kepala SPI akan menentukan asal-usul, waktu, dan
tingkatan dari tindak lanjut, dengan mempertimbangkan
beberapa fakor, antara lain:
a) Tingkat signifikasi dari hasil pengendalian intern yang
telah dilaporkan atau dilaksanakan;
b) Tingkat

usaha

dan

biaya

yang

diperlukan

untuk

mengkoreksi kondisi laporan tersebut;
c) Dampak yang akan ditimbulkan harus mengkoreksi
tindakan yang salah;

d) Tingkat kerumitan dari tindakan perbaikan;
e) Periode waktu dalam keterlibatan.

4) Kepala SPI bertanggung jawab dalam menentukan jadwal
tindak

lanjut

sebagai

bagian

dari

jadwal

perbaikan

pengendalian intern. Penentuan jadwal untuk proses tindak
lanjut berdasarkan pada risiko dan pihakpihak yang terlibat,
sebanding dengan tingkat kesulitan dan tingkat signifikasi
dalam penjadwalan dalam mengimplementasikan tindakan
perbaikan;
5)

Kepala

SPI

mempertimbangkan

bahwa

tanggapan

manajemen secara lisan maupun tulisan mengindikasikan
bahwa tindakan yang telah diambil telah cukup terhadap
kepentingan yang relatif dari sebuah pengendalian, para
manajer sebagai supervisor akan melakukan tindak lanjut
sebagai bagian pengendalian selanjutnya; Para manajer
sebagai supervisor akan memastikan apakah tindakan
yang telah diambil dalam pengendalian intern akan
memperbaiki kondisi utama. Proses tindak lanjut harus
didokumentasikan secara tepat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Direksi bertanggungjawab terhadap efektivitas penerapan
sistem pengendalian internal perusahaan. Sebagai wujud tanggung
jawabnya.

Direksi

membuat

pernyataan/asersi

bahwa

setiap

kegiatan dan transaksi perusahaan dilaksanakan berdasarkan pada
sistem pengendalian internal perusahaan yang memadai.
Penilaian mandiri atas penerapan Sistem Pengendalian Internal
Perusahaan adalah suatu proses yang dijalankan untuk menguji dan
menilai

efektivitas

penerapan

Sistem

Pengendalian

Internal

Perusahaan. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa seluruh tujuan kegiatan dapat
dicapai/dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan penilaian mandiri
atas penerapan Sistem Pengendalian Internal Perusahaan dilakukan
secara berkala oleh setiap Unit Kerja Perusahaan. Kepala Unit Kerja
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penilaian mandiri tersebut.
Satuan

Pengawasan

Intern

melakukan

evaluasi

atas

kecukupan dan efektivitas Sistem Pengendalian Internal Perusahaan
secara menyeluruh untuk mendukung asersi Direksi tentang
efektivitas

Sistem

Pengendalian

Internal

diterapkan.

Daftar Pustaka

Perusahaan

yang

Fatimah.2018.BahanAjarSistemPengendalianInternPerusahaan.Parep
are