Hukum dan HAM di Indonesia

HUKUM DAN HAM DI INDONESIA
Disusun untuk Tugas Mata Kuliah PKN

Disusun Oleh:
Egi Andrea Pratama
Budi Pranoto
M. Malik Hamka
Gigih Bagus Dewantoro
Citra Kharisma Ningtyas
M. Haidir Ali

Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap manusia mempunyai hak-hak universal yang harus dijaga dan dihormati
oleh satu sama lain. Untuk melindungi hak-hak universal yang dimiliki oleh setiap

manusia ini, akhirnya disepakati untuk didirikan sebuah aturan yang berhubungan
dengannya. Pada abad 17-an ham mulai dideklarasikan di inggris. Dan sejak itu pula ham
mulai menjadi tema yang menarik untuk diperbincangkan. Sampai sekarangpun
perbincangan-perbincangan mengenai tema itu masih kerap kita temukan. Memang
dalam pandangan sebagian orang pembahasan ham merupakan suatu hal yang sudah basi
dan kurang menarik lagi.
Kendati demikian, pada kenyataan yang kita temui masih banyak informasiinformasi yang mengabarkan tentang tema ini. Kenyataan hidup yang menunjukan
adanya banyak pelanggaran ham yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompoklah
yang menjadikan pembahasan ini masih tetap hangat untuk diinformasikan. Pelanggaranpelanggaran yang dilakukan sangat berfariasi mulai dari pelecehan secara individu
sampai pada perampasan hak asasi orang lain. Hal ini bisa disebabkan karena adanya
unsure kesengajaan maupun adanya kurang fahamnya masyarakat tentang hal ini. Di
belahan dunia barat yang didominasi oleh bangsa eropa, juga kerap terjadi pelanggaranpelanggaran dalam masalah ini. Pada hal jika kita kembali pada sejarah, deklarasi
berkenaan dengan ham ini, pertama dideklarasikan adalah di daerah inggris.
Tema-tema mengenai hal ini sangatlah perlu dipelajari pada tingkatan perguruan
tinggi, mengingat pembahasan pada masyarakat yang tidak ada henti-hentinya. Dalam
setiap kehidupan manusia pastinya sangat berhubungan erat dengan yang namanya ham.
Dalam perjalanan hidup mereka menyandang hak-hak kodrati yang tidak dapat diganggu
gugat.dalam makalah ini akan lebih dikonsentrasikan pada masalh kontradiktif.

B. RUMUSAN MASALAH

1) Apakah yang dimaksud Negara Hukum?
2) Bagaimana Makna Indonesia sebagai Negara Hukum?

3) Bagaimana Implementasi HAM di Indonesia?
4) Apa saja Lembaga HAM di Indonesia?

BAB II ISI

A. PENGERTIAN NEGARA HUKUM

Istilah Negara Hukum baru dikenal pada Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum
telah lama ada dan berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman
Plato hingga kini, konsepsi Negara Hukum telah banyak mengalami perubahan yang
mengilhami para filsuf dan para pakar hukum untuk merumuskan apa yang dimaksud
dengan Negara.
Negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan
pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk
menjalankan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006)
Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum,

bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang
berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum.
Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan,
dan kepastian. Oleh karena itu di negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan
“rasa keadilan masyarakat”.

B. INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal
1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara
Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan
semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia
adalah dan harus merupakan negara hukum.

Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian
Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai
berikut.
1) Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara Indonesia
berdasar atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2) Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia memakai sistem Rechsstaat
yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam
wilayah Eropa Kontinental. Konsepsi negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara
hukum materiil, yang dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain
yang dapat dijadikan landasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada
Bab XIV tentang Perekonomian Nagara dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 dan 34 UUD
1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.

Negara Hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai
berikut.
1.
2.
3.
4.

Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional;
Sistem yang digunakan adalah Sistem Konstitusi;
Kedaulatan rakyat atau Prinsip Demokrasi;
Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 (1) UUD


5.
6.
7.
8.

1945);
Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR);
Sistem pemerintahannya adalah Presidensiil;
Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif);
Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
9. Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (Pasal 28 A-J UUD
1945).

C. IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA
Ideologi yang dianut oleh suatu negara pada dasarnya akan mempengaruhi

kehidupan masyarakat di negara tersebut, termasuk penerapan hak-hak asasi
masyarakatnya. Negara-negara Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya
memungkinkan masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebasbebasnya (peran swasta lebih dominan), sedangkan peran pemerintah sangat kecil dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada kondisi kehidupan
masyarakatnya yang “kebablasan” pada beberapa sisi, seperti pergaulan bebas,
persaingan bebas, dan sebagainya yang banyak menimbulkan masalah-masalah baru bagi
sebagian masyarakat.
Imbas lainnya dari paham Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah
karena para pemilik modal (kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan
investasi di berbagai sektor usaha. Paham lainnya yang berkembang di negara-negara
Timur (seperti di Uni Soviet dan RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang
ditimbulkan oleh ideologi tersebut adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan
oleh Liberalisme.
Hak-hak masyarakat diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh
pemerintah. Peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur berbagai aspek
kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara, pemerintah bersikap otoriter dan tidak
peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut berdampak pada pembungkaman suara
rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Berbeda dengan negara-negara tersebut, Indonesia menganut ideologi Demokrasi
Pancasila, sehingga implementasi hak asasi manusia di Indonesia seharusnya berjalan

dengan baik sesuai dengan sifat-sifat dasar dari paham Demokrasi Pancasila. Menurut
ideologi tersebut, hak-hak asasi setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan
secara bebas, namun tetap dibatasi oleh hak-hak asasi orang lain. Jadi, ideologi ini

menawarkan kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan hak asasi
manusia. Namun hal tersebut perlu dikaji lebih dalam, sebab ideologi yang dianut oleh
negara Indonesia tercinta ini belum tentu dapat diterapkan oleh rakyat tersebut dengan
benar sepenuhnya.
Sejak era reformasi berbagai produk hukum dilahirkan untuk memperbaiki
kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara lain,
UUD 1945 pasal 28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat (UU Unjuk rasa), UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol,
UU Otonomi Daerah, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat, dan UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial. Dari sisi
politik, rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas.
Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi,
hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut
serta dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya sistem politik dan pemerintahan
demokratis telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Melalui berbagai media hampir semua lapisan rakyat Indonesia sudah dapat
mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa takut atau was-was seperti pada
zaman Orde Baru. Rakyat Indonesia relatif bebas mengkomunikasikan gagasan dan
informasi yang dimilikinya. Rakyat menikmati pula hak atas kebebasan berkumpul.
Pertemuan-pertemuan rakyat, seperti, seminar, rapat-rapat akbar tidak lagi mengharuskan
meminta izin penguasa seperti di masa Orde Baru. Kelompok-kelompok masyarakat,
seperti, buruh, petani, seniman, dan lain sebagainya yang ingin melakukan demonstrasi
atau unjuk rasa di depan kantor atau pejabat publik tidak memerlukan izin, tapi sebelum
menjalankan unjuk rasa diwajibkan untuk memberitahu polisi.
Rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan berorganisasi. Rakyat tidak
hanya bebas mendirikan partai-partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan
aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikian organisasi-organisasi
kemasyarakatan, seperti serikat petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat, dan
lain sebagainya. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan

memperkuat masyarakat sipil yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan
pemerintahan yang demokratis.
Rakyat Indonesia telah pula menikmati hak politiknya, yaitu hak untuk turut serta
dalam pemerintahan di mana rakyat berperan serta memilih secara langsung para anggota
DPR dan DPRD pada tahun 1999 dan tahun 2004. Pada tahun 2004 untuk pertama kali

rakyat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya pada tingkat provinsi,
kabupaten, dan kotamadya, rakyat dapat memilih langsung Gubernur, Bupati, dan
Walikota. Sebelum ini belum pernah ada presiden perwujudan hak atas kebebasan politik
dalam sejarah Indonesia.
Selain itu, kebebasan politik yang membuka jalan bagi terpenuhinya empat
kebebasan dasar yang mencakup hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak
atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta
dalam pemerintahan, belum dinikmati oleh kelompok minoritas agama. Sejumlah daerah
juga memberlakukan perda bermuatan syariah yang sangat bertentangan dengan konsep
penghormatan kepada hak asasi manusia dan UUD 1945 pasal 29 yang menjamin
kebebasan. warga negara dalam memeluk agama dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
Demikian pula kelompok minoritas dalam agama, misalnya Ahmadiyah terus
mengalami diskriminasi dan pengawasan oleh negara. Bukan hanya itu, sebagian
penganut Ahmadiyah juga sempat menjadi korban dari tindakan anarkis yang dilakukan
oleh sejumlah oknum dari organisasi masyarakat tertentu. Kebebasan politik yang
dinikmati oleh masyarakat Indonesia ternyata juga tak diimbangi dengan perlindungan
hukum yang semestinya bagi hak-hak sipil, seperti, hak atas kemerdekaan dan keamanan
pribadi, hak atas kebebasan dari penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak atas pemeriksaan yang adil dan

proses hukum yang semestinya, hak atas pengakuan pribadi di depan hukum, dan
larangan atas propaganda untuk perang dan hasutan kebencian. Dari berbagai daerah,
seperti, Poso, Lombok, Papua, juga Jakarta, dan tempat-tempat lain di Indonesia,
dilaporkan masih terjadi kekerasan horisontal yang melibatkan unsur-unsur polisi dan
militer. Penganiayaan dilaporkan masih terus di alami oleh kelompok-kelompok

masyarakat, seperti, buruh, petani, masyarakat adat, kelompok minoritas agama, dan para
mahasiswa.
Begitu pula dengan kejahatan terorisme yang dilakukan oleh mereka yang
menyebut dirinya sebagai Jemaah Islamiyah telah menimbulkan korban, berupa
hilangnya nyawa manusia, dan hancurnya harta benda miliknya. Kejahatan terorisme
telah menimbulkan rasa takut dan tidak aman yang relatif luas di kalangan masyarakat
sipil. Pada sisi yang lain kejahatan terorisme di Indonesia telah mengundang lahirnya UU
Anti-Kejahatan Terorisme yang mengesampingkan UU Hukum Acara Pidana biasa. Di
bawah UU Anti Kejahatan Terorisme itu, polisi dengan mengesampingkan perlindungan
hak sipil yang diatur di bawah hukum acara pidana biasa, dengan mudah dapat
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan pemeriksaan terhadap siapa
saja yang diduga menjadi bagian dari jaringan aktivitas terorisme. Pelaksanaan UU baru
ini telah memberikan dampak buruk bagi hak-hak sipil meskipun belum tentu berdosa,
namun karena dicurigai mempunyai hubungan dengan pelaku kejahatan terorisme, bisa

mengalami penangkapan, penahanan, kekerasan, penyiksaan, dan pemeriksaan. Keadaan
ini jelas memperburuk kondisi hak sipil dan politik. Karena itu, Komnas HAM bersama
Komnas-HAM se Asia Pasifik, mendesak agar negara-negara Asia Pasifik tetap tegas
dalam memberantas kejahatan terorisme, namun pemberantasan kejahatan itu harus
dilakukan dengan mengindahkan hukum HAM.
D. LEMBAGA HAM DI INDONESIA
Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, di samping
dibentuk aturan-aturan hukum juga dibentuk kelembagaan yang menangani masalah yang
berkaitan dengan penegakkan hak asasi manusia, antara lain:
1. Komnas HAM
Komisi Nasional HAM pada awalnya dibentuk dengan keppres No. 50 tahun 1993
sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional
mengenai perlunya penegakkan hak-hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian
dengan lahirnya undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia,
Komnas HAM terbentuk dengan keppres tersebut harus sesuai dengan UU No. 39

tahun 1999. Yang bertujuan untuk membantu pengembangan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan hak-hak asasi manusia dan meningkatkan perlindungan
dan penegakkan hak-hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.
2. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Dibentuk berdasarkan Keppres No. 181 tahun 1998. Dasar pertimbangan
pembentukan komisi nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan
menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sifatnya independen
dan bertujuan untuk menyebarluaskan pemahaman bentuk kekerasan terhadap
perempuan, menegmbangkan kodisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk
kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi
perempuan.
3. LSM Prodemokrasi dan HAM
Di samping lembaga penegakkan hak-hak asasi manusia yang dibentuk oleh
pemerintah, ada juga lembaga sejenis yang dibentuk oleh masyarakat, misalnya
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Governmental Organization
(NGO) yang programnya terfokus pada demokratisasi dan pengembangan HAM.
Yang termasuk dalam LSM ini antara lain adalah Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan ( KONTRAS).

BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum adalah salah satu pengatur dalam sebuah negara. Sedangkan HAM
merupakan hak yang melekat pada manusia secara kodrati dan tidak dapat dihilangkan
oleh pihak lain. Hukum dan HAM merupakan elemen yang penting untuk mewujudkan
suatu negara yang berkeadaban Demokrasi punya keterkaitan yang erat dengan Hak
Asasi Manusia sebab Hak Asasi Manusia akan terwujud apabila dijamin oleh negara yang
demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara mampu
manjamin tegaknya Hak Asasi Manusia.
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17
Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan berada
ditangan Rakyat. Oleh karena itu Indonesia sebagai negara demokratis harus mampu
menjamin tegaknya HAM agar dapat mewujudkan suatu negara yang berkeadaban. Dan
perkembangan demokrasi dan HAM di Indonesia dapat dilihat dari periode sebelum
kemerdekaan hingga periode setelah kemerdekaan (hingga sekarang).

DAFTAR PUSTAKA

Marta, Ridho. Abtrak Hukum dan HAM
http://www.academia.edu/5868170/Abstrak_hukum_and_ham Diakses tanggal 8 April 2015

Fajar, Yogi. Pengertian Negara Hukum
https://yogifajarpebrian13.wordpress.com/2011/04/12/pengertian-negara-hukum/ Diakses
tanggal 8 April 2015

Meila, Nurhidayati. Implentasi HAM di Indonesia
https://meilabalwell.wordpress.com/ham-dan-implementasinya-di-indonesia Diakses tanggal 8
April 2015

Syukron Fauzi, Problematika HAM di Indoensia
http://www.academia.edu/8799827/Problematika_Hak_Asasi_Manusia_Di_Indonesia Diakses
tanggal 8 April 2015

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24