T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terhadap Keberadaan Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga T1 BAB I

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam

kehidupan

manusia

yang

mempunyai

kebutuhan

yang

beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia
dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang di usahakan sendiri maupun bekerja

pada orang lain. 1 Dampak yang ditimbulkan dari tuntutan hidup manusia untuk
bekerja agar terpenuhi kebutuhannya inilah yang telah menimbulkan terjadinya
kehidupan di kota-kota semakin tidak teratur. Ketidak teraturan tersebut
disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah Pedagang Kaki Lima yang
menjajakan dagangannya, tanpa memperhatikan keindahan dan tata ruang kota.
Kondisi yang demikian ini dapat mengurangi kenyamanan dari pengguna jalan
yang lain, baik untuk pengendara motor ataupun dengan pejalan kaki. Pengguna
jalan sangatlah terganggu dengan adanya Pedagang Kaki Lima yang sering
berjualan di bahu-bahu jalan bahkan sampai di pertengahan jalan (Jalan Lingkar
Salatiga) di pagi hari, karena dapat mengganggu aktivitas pengguna jalan dimana
sebenarnya Menurut Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang jalan,”fungsi
jalan adalah sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

1

H.Zainal Askin.dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012,

hal.1.


2

bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel”.2
Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah usaha sektor informal berupa usaha
dagang yang kadang kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada
lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain
(menggunakan pikulan, kereta dorong) menjajakan bahan makanan, minuman
dan barang-barang konsumsi lainnya secara eceran. PKL Umumnya bermodal
kecil terkadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan
sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya. 3
Keberadaan PKL sebenarnya memiliki keuntungan tersendiri karena telah
membuka lapangan pekerjaan sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan
keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat kelas bawah karena harga yang
relatif lebih murah dari toko atau restoran modern. Namun keberadaan PKL
selain menguntungkan juga mendatangkan permasalahan baru. Kegiatan para
PKL dianggap sebagai kegiatan liar karena penggunaan ruang tidak sesuai
dengan peruntukannya sehingga mengganggu kepentingan umum. Seperti
kegiatan PKL yang mengunakan trotoar dan jalan atau badan jalan sebagai


2

Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.

3

Henny Purwanti dan Misnarti. 2012. Usaha Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di

Kabupaten Lumajang. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang.

Hlm. 1.

3

tempat berdagang, pemasangan reklame yang sembarangan, perilaku buang
sampah sembarangan dan perilaku menyeberang jalan sembarangan.
Permasalahan keberadaannya para PKL memang tidak terlepas dari
dampak krisis ekonomi yang terjadi secara global akhir-akhir ini, bahkan
memberikan dampak hingga di semua bidang. Dampak dari krisis keuangan

global tersebut mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang

dilakukan

oleh

perusahaan-perusahaan

kepada

para

karyawan-

karyawannya. Akibat dari pemutusan hubungan kerja itu mengakibatkan
pengangguran, disamping itu terdapat golongan masyarakat angkatan kerja yang
mengalami kesulitan mencari pekerjaan sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan perekonomian di Indonesia. 4
Berhubungan dengan itu, maka usaha untuk mencari nafkah salah

satunya dengan cara berjualan di pinggir jalan. Masyarakat cenderung
memanfaatkan ruang ataupun fasilitas umum untuk dipergunakan dalam aktivitas
mereka berjualan, seperti halnya yang dapat di jumpai di Perempatan Pulutan
dan Perempatan Candran, terutama pada saat hari libur di pagi hari (Minggu
Pagi) apalagi dengan melihat keramaian pengendara yang melintas dan juga
pemandangan yang sangatlah indah di kawasan tersebut.5 Kebanyakan
dimanfaatkan oleh PKL. Hal tersebut tentu telah tidak sesuai dengan kriteria
tempat yang diperuntukkan untuk lokasi usaha PKL (Perda No 4 Tahun 2015).
4
5

Kompas, 15 Oktober 2008,hal 8.

Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 20 Mei

2016 jam 10.30 WIB

4

Karena para PKL telah melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang

sebenarnya tidak diperuntukkan untuk kegiatan PKL.
Dengan adanya ketidak sesuaian antara segala sesuatu yang merupakan
pelaksanaan dari segala yang senyatanya (Das Sein) dan segala sesuatu yang
merupakan keharusan (Das Sollen), dalam penerapan Perda No 4 Tahun 2015
tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota
Salatiga, dimana telah di atur dengan jelas dalam Undang-Undang No.38 Tahun
2004 tentang Jalan yang berisikan bahwa fungsi jalan sebagai prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Tetapi kenyataannya (Das Sein), dalam penerapan Perda No.4 Tahun 2015
tentang PKL di Salatiga, kenyataan yang di dapatkan adalah para PKL tidak
mematuhi apa yang telah di atur dalam Undang-Undang No.38 Tahun 2004
tentang Jalan dengan mendirikan dagangannya di bahu jalan ataupun sampai di
badan jalan yang semestinya di peruntukan bagi lalu lintas kendaraan bermotor
dan juga Pemerintah Kota Salatiga belum menerapkan Perda tentang PKL
tersebut dengan sebagaimana mestinya.6
Asal mula terjadinya Pasar Tiban yang berdiri pada awal 2011 sendiri
telah berjalan sebelum Jalan Lingkar Salatiga (JLS) tersebut di fungsikan seperti
sekarang, ada 5 penjual makanan ringan yang berjualan di sekitaran Pulutan dan
Kecandran dan nampaknya memang menguntungkan dengan Pemandangan yang

6

Hasil Observasi Penulis, Tanggal 11 September 2016, di Pasar Tiban, Jalan Lingkar Salatiga.

5

ada di sekitaran JLS tersebut seperti dapat melihat Gunung Merbabu dan Merapi
dengan jelas, beserta hamparan sawah yang terlihat indah dan mengagumkan
mampu menarik penjual yang lain beserta pembeli yang banyak berdatangan,
entah untuk berbelanja ataupun juga berjalan-jalan untuk melihat pemandangan
yang ada di JLS. Penjual ataupun juga pembeli yang datang di Pasar Tiban tidak
hanya yang berdomisili di Kota Salatiga, tetapi juga banyak yang datang dari
Kabupaten Semarang dan sekitarnya, tetapi 70% memang benar-benar
masyarakat Kota Salatiga itu sendiri. Sampai sekarang pedagang yang terdaftar
telah mencapai 700 pedagang dan 60 pekerja parkir.7
Pasar

Tiban

sendiri


memang

diperuntukkan

seluruhnya

untuk

kemakmuran masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Hal ini juga di amini oleh
salah satu Anggota DPRD Kota Salatiga yang tergabung dalam Komisi C, yang
berpendapat bahwa Pasar Tiban terutama di Pulutan dan Kecandran memang
memiliki hal magis untuk dapat menarik minat dari para pedagang dan pembeli,
ataupun juga warga yang ingin menikmati pemandangan yang ada di sekitar JLS
bagian Pulutan dan Kecandran. Sementara bilamana JLS akan di pergunakan
untuk kegiatan yang lain maka DISHUB dan Satpol PP akan berkoordinasi
kepada paguyuban beserta pada pedagang untuk sementar meliburkan aktivitas
perdagangan yang biasa di lakukan. 8

7


Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam
07.00 WIB.
8
Wawancara Bapak H.M. Sofi’i, Komisi C DPRD Kota Salatiga Fraksi PKB, Tanggal 11
September 2016, jam 07.28 WIB.

6

Pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan JLS telah menimbulkan
dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya, seperti terhambatnya aktivitas
lalu lintas (kemacetan) di sekitar tempat tersebut, itu dikarenakan para PKL
melakukan aktivitas perdagangannya di bahu-bahu jalan dan sampai di jalur lalu
lintas

yang

dipergunakan

untuk


aktivitas

berkendara

motor

dengan

memparkirkan kendaraannya yang dipergunakan untuk berjualan di dalam mobil
yang mengakibatkan kawasan JLS menjadi sempit, dan tentu saja apa yang telah
dilakukan oleh para PKL Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga telah
mangganggu kenyamanan pengendara dan para pejalan kaki dikarenakan pada
kenyataannya adanya pemanfaatan trotoar-trotoar jalan dan juga badan jalan di
kawasan Jalan Lingkar Salatiga di pagi hari yang semestinya dipergunakan untuk
para pejalan kaki dan aktivitas berlalu lintas berubah menjadi tempat para PKL
untuk mendirikan untuk tempat usaha, kota menjadi tidak teratur, menjadikan
kemacetan, tidak bersih dan tidak tertib.9 Akan tetapi pada pelaksanaannya para
PKL tetap di tarik pungutan seikhlasnya untuk uang kebersihan (tidak ditentukan
besarnya pungutan yang di tarik) oleh Anggota Paguyuban Pasar Tiban, yang

kemudian pungutan tersebut akan di kumpulkan ke Paguyuban untuk dibagi
kembali menjadi 2 untuk Paguyuban per wilayah (Pulutan dan Kecandran),
ketertiban PKL juga sangat diperhatikan oleh pengurus paguyuban yang ikut
terjun langsung untuk mengawasinya dan setelah pasar tersebut telah selesai
maka dengan cepat anggota-anggota paguyuban beserta karangtaruna langsung
membersihkan sampah-sampah yang ada agar tidak mengganggu pemandangan
9

Hasil Observasi Penulis, Tanggal 11 September 2016, di Pasar Tiban, Jalan Lingkar Salatiga.

7

kota dan keindahan JLS. Untuk peran Pemerintah Kota Salatiga memang pada
kenyataannya tidak ada keterkaitan yang terjun langsung untuk mengatasi Pasar
Tiban karena Pemerintah Kota Salatiga telah mempercayakan ketertiban kepada
Paguyuban Pasar Tiban.
Sebenarnya pada tanggal 20 Agustus 2014, pernah terjadi penertiban
yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap Pasar Tiban tersebut. Tetapi setelah
terjadi penertiban tersebut, maka ada inisiatif dari Paguyuban Pasar Tiban
beserta para pedagang untuk menemui Walikota Salatiga untuk meminta restu
agar Pasar Tiban dapat berjalan sebagaimana mestinya karena Pasar Tiban
adalah seluruhnya untuk kemakmuran rakyat dan juga sebagai destinasi wisata
yang akan meningkatkan perekonomian daerah. 10
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Salatiga yang diwakili oleh Satpol PP,
DISHUB, dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selalu memonitoring
berjalannya aktivitas jual beli agar tdak mengganggu hak-hak dari pengguna
jalan yang lain dengan selalu menghimbau kepada penjual dan pembeli melalui
Paguyuban agar tetap tertib. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang telah di
lakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, dengan melakukan penertiban dan juga
monitoring yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selaku

10

Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam
07.00 WIB.

8

leading sektor dari penerapan Perda No. 4 Tahun 2015 beserta Satpol PP,11 akan

tetapi belum dilakukannya pengendalian atau penertiban tersebut secara rutin
ataupun petunjuk pelaksanaan tentang tata kelola untuk kegiatan perekonomian
yang belum jelas berakibat pada para PKL seperti terbiasa untuk berjualan di
sekitar kawasan tersebut karena terkesan seperti di biarkan oleh Pemerintah Kota
Salatiga.
Pemerintah Daerah Kota Salatiga tetap membiarkan pasar rakyat tersebut
tetap berjalan karena telah menimbulkan dampak yang positif untuk
perekonomian warga salatiga dan sekitarnya. Dengan diterapkannya kebijakan
Pemerintah Kota Salatiga terhadap Pasar Tiban ini maka semestinya Dinas-Dinas
yang terkait ikut membantu jalannya pasar tersebut tetap berjalan sebagaimana
mestinya tanpa mengganggu pengguna jalan yang lain yang akan melintasi Jalan
Lingkar Salatiga (khususnya di area Pasar Tiban jam 04.00-11.00 WIB).
Pemerintah Kota Salatiga berusaha mengimplementasikan Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima di Kota Salatiga untuk menegakkan peraturan dan
memelihara ketertiban dan kententraman masyarakat. Ketertiban adalah suasana
yang mengarah kepada peraturan dalam masyarakat menurut norma yang berlaku

11

Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 20 Mei

2016, jam 10.30 WIB.

9

sehingga menimbulkan motivasi bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan.12
Menurut Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah
anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.13 Dalam
melaksanakan kewenangan guna menegakkan Peraturan Daerah, maka tugas ini
diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja. Hal tersebut memungkinkan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya
dengan tenteram, tertib, dan teratur.
Terkait dengan kedudukan pemerintah selaku pelaku hukum publik yang
dilekati dengan hak dan wewenang untuk menggunakan dan menjalankan
berbagai peraturan dan keputusan serta wewenang diskresi, secara garis besar
funsi dan urusan pemeritah itu dapat dikelompokkan menjadi fungsi pembuatan
peraturan perundang-undangan beserta penegakannya, membuat keputusan, dan
membuat kebijakan. 14 Disamping itu juga pemerintah dilekati dengan kewajiban
untuk memberikan pelayanan publik, melaksanakan fungsi pelayanan, dan juga
menerapkan kebijakan publik yang memasyarakatkan masyarakat, terutama bagi
negara-negara

yang

menganut

atau

dipengaruhi

oleh

konsep

negara

kesejahteraan seperti di Indonesia.

12

Irawan Soejito. 2004. Sejarah Daerah Indonesia,:Pradanya Paramita, Jakarta. hal. 101

13

Pasal 1, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja .

14

Ridwan, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, FH UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 102.

10

Kebijakan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ; Serangkaian
konsep dan asas yang menjadi dasar rencana pelaksanaan kepemimpinan dan
cara bertindak. 15 Kebijakan merupakan terjemahan dari policy yang berarti suatu
unit rencana yang dipergunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan
khususnya di dalam bidang politik, ekonomi, bisnis dan lain-lain. Istilah
kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan tindakan atau kegiatan
pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya dan kebijakan tersebut
dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.16 Lebih lanjut Mustopadidjaja
memberikan definisi kerja tentang kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi
yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau untuk mencapai
tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman
perilaku, sebagai berikut :17
a. Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok
sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan,
b. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik
dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan
kelompok sasaran yang dimaksudkan.

15

Depdikbud, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, Jakarta, hal 115

16

Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah , Grasindo,
Jakarta, hal 158
17

Mustopadidaja, 1992, Studi Kebijaksanaan, Perkembangan dan Penerapan dalam rangka
Administrasi dan Manajemen Pembangunan, LP-FEUI, Jakarta, hal 16

11

Fungi dari pelayanan pemerintah terhadap masyarakat terutama dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan
sebagaimana amanat Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, di samping tuntutan hak-hak asasi manusia atau memenuh the rights to
receive warga negara. Dalam rangka pelayanan itu telah dibuat Undang-Undang

No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial beserta Undang-undang No. 11
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Diberikannya kewajiban kepada
pemerintah untuk memberikan pelayanan umum itu menyebabkan pemerintah
harus terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat.18
Pemerintah seharusnya melayani dan menyelesaikan setiap persoalan
tersebut apalagi dengan munculnya hak untuk mendapatkan sesuatu (the rights to
receive) bagi warga negara, tidak perduli apakah persoalan itu di tentukan atau

tidak di dalam peraturan perundang-undangan. Diletakkannya kewenangan
diskresi kepada organ pemerintah dan keterlibatannya secara aktif dalam
kehidupan warga negara akan memungkinkan terlaksananya fungsi pelayanan
yang tepat dan cepat.19. Menurut pendapat F.A.M. Stroik, kewenangan
berdasarkan hukum publik merupakan kewenangan yuridis dari badan.
Kewewenangan dari badan tersebut sebagai keseluruhan hak dan kewajiban yang
terletak pada badan tersebut.20
18

G.H.Addink,et.al. (Eds), Sourcebook Human Right & Good Gavernance, Universiteit Utrecht,

Utrecht, 2010, hlm. 29.
19
20

Ridwan, Diskresi..., Op.Cit., hlm. 105.
F.A.M. Stroink, Pemahaman tentang Dekonsentrasi, diterjemahkan oleh Ateng Syafrudin,

Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 24.

12

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas R.
Dye yang menyatakan “Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak
dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini
adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh
para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi
kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai
keputusan (decision making), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk
menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan
sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.”

21

Oleh karenanya,

maka dari pendapat Thomas R. Dye diatas semestinya Pemerintah Kota Salatiga
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan atau menerapkan kebijakan
terhadap Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Pasar Tiban yang
biasanya ada pada pagi hari di area Jalan Lingkar Salatiga yang dituangkan ke
dalam Skripsi dengan judul “KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA
TERHADAP KEBERADAAN PASAR TIBAN DI JALAN LINGKAR
SALATIGA”

21

Drs. Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan

Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI,

2003, hlm. 1.

13

A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penulis mencoba merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk kebijakan Pemda Kota Salatiga dalam menangani
Pedagang Kaki

Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga, Kota

Salatiga?
2.

Apa faktor yang mempengaruhi kebijakan bagi Pedagang Kaki Lima di
Pasar Tiban Jalan Lingkar Salatiga Kota Salatiga?

B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan
maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui upaya kebijakan dari Pemerintah Daerah Kota Salatiga
dalam menangani Pedagang Kaki Lima di Pasar Tiban Jalan Lingkar
Salatiga, Kota Salatiga
2. Untuk mengetahui penerapan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kota Salatiga dalam menangani Pedagang Kaki Lima di Pasar
Tiban Jalan Lingkar Salatiga, Kota Salatiga

14

C. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum pada
khususnya, maupun masyarakat pada umumnya mengenai kebijakan
pemerintah yang baik untuk pedagang kaki lima.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk kegiatan
penelitian berikutnya yang sejenis.
2. Manfaat praktis
a. Menyebarkan luaskan informasi serta masukan tentang penerapan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Pedagang Kaki
Lima.
b. Hasil penelitian ini dapat ditransformasikan kepada para PKL pada
khususnya, serta bagi masyarakat luas pada umumnya.

D. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu :
1.

Pendekatan yang Digunakan
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan Sosio Legal, yakni analisis yang berusaha memberikan

15

gambaran secara menyeluruh, sistematis dan mendalam tentang suatu
keadaan atau gejala penelitian.22
Penelitian ini hanya bertujuan untuk menggambarkan penerapan
kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Salatiga yang mana
dikaitkan dengan Pedagang Kaki Lima Pasar Tiban yang berjualan di
kawasan Jalan Lingkar Salatiga (Minggu Pagi jam 04.00-11.00 WIB).

2.

Jenis Penelitian
Spesifisikasi penelitian menggunakan deskripsi-analitis, yaitu
penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan
hukum positif. Penelitian deskriptif adalah untuk memberi suatu uraian
yang des kriptif mengenai suatu objek. Tujuan utama dari penelitian
deskriptif ialah melukiskan realitas sosial yang kompleks sedemikian
rupa, sehingga relevansi sosiologis antropologis tercapai”. 23

3.

Sumber Data
Penelitian ini dilakukan terhadap para Pedagang Kaki Lima yang
berjualan di sepanjang kawasan Jalan Lingkar Salatiga khususnya pada

22

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm.10.

23

Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum, Edisi 11. Jakarta: UI Press. 2010,

hlm.41.

16

hari minggu pagi. Kemudian untuk mendapatkan data yang objektif,
maka dalam penelitian ini penulis menggunakan:
a. Data Primer
Merupakan data yang berasal dari sumber aslinya secara
langsung yang akan merespon atau memberi keterangan dalam
penelitian. Adapun spesifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Paguyuban Pedagang Kaki Lima di Pasar Pagi Jalan
Lingkar Salatiga
2) Pengguna Jalan di Jalan Lingkar Salatiga
3) Aparat Satuan Polisi Pamong Praja
4) Pemerintah Daerah Kota Salatiga
5) Dinas Perindustrian, Koperasi dan usaha Mikro Kecil
dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM)
6) Dinas

Perhubungan

Komunikasi

Budaya

dan

Pariwisata (DISHUBKOMBUDPAR)
b. Data Sekunder
Data sekunder ini akan diperoleh dengan berpedoman
pada

literature-literatur

sehingga

dinamakan

penelitian

kepustakaan. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dengan
memperhatikan peraturan perundang – undangan yang ada
maupun melaui pendapat para sarjana atau ahli hukum.
Penelitian Kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan
dengan mempelajari bahan-bahan hukum yang berkaitan

17

dengan masalah yang akan diteliti untuk memperoleh data
sekunder.

4.

Teknik Pengumpulan Data
a.

Studi Kepustakaan
Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan
studi kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta
mengkaji Peraturan Daerah Kota Salatiga dan mengkajinya
beserta pedoman buku-buku lainnya yang menunjang penelitian.

b.

Wawancara
Wawancara dimaksud untuk memperoleh keterangan,
pendirian, pendapat, secara lisan dari seseorang (yang lazim
disebut dengan responden) dengan berbicara langsung (face to
face) dengan orang tersebut.24 Wawancara ini ditujukan kepada

Dinas Pasar Kota Salatiga, Paguyuban Pasar Tiban, Para
Pedagang Kawasan Jalan Lingkar Salatiga, beserta Aparat Satpol
Pramong Praja.

5.

Unit Amatan
Peraturan-peraturan yang terkait dengan Tata Kelola Ruang Kota
Salatiga, seperti :

24

Suyanto dan Sutinah, Metode penelitian sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Penerbit

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 55-56 dan 69.

18

1) Undang-Undang Dasar RI 1945, Amandemen dan Penjelasannya
2) Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah
3) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
4) Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
5) Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan
6) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang Pedoman
Satuan Polisi Pamong Praja
7) Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 4 Tahun 2015 tentang
Penataan, Pengelolaan, dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

6.

Unit Analisis
Unit Analisis dalam penelitian ini yaitu tindakan yang dilakukan
Pemerintah Kota Salatiga dalam menangani Pedagang Kaki Lima (PKL)
di Pasar Liar Jalan Lingkar Salatiga yang mengganggu ketertiban umum.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
1. BAB I : Pada Bab ini berisikan uraian orientasi tentang penelitian yang akan
dilakukan, meliputi :
a.

Latar Belakang Masalah

b.

Rumusan Masalah

19

c.

Tujuan Penelitian

d.

Manfaat Penelitian

e.

Metode Penelitian

2. BAB II : Bab ini berisikan uraian pembahasan atau analisis terhadap
permasalahan penelitian. Penulis akan menguraikan hasil dari analisa tentang
kasus yang dipelajari, yaitu tentang kebijakan yang di lakukan oleh
Pemerintah Daerah Kota Salatiga dalam Melaksanaan Perda Kota Salatiga
tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) Dalam Menangani Pasar Tiban di Jalan
Lingkar Salatiga.
3. BAB III : Bab ini berisikan tentang Kesimpulan dan Saran penulis.