T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Kesadaran Multikultural Mahasiswa Bimbingan dan Konseling FKIP UKSW Angkatan 2013 Melalui Paket Kesadaran Multikultural T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1

Kesadaran Multikultural
2.1.1 Pengertian Kesadaran Multikutural
Pedersen, 1985 (Jumarin, 2002) menyatakan bahwa “konseling disebut

multikultural apabila mempertimbangkan usia, gaya hidup, status sosial ekonomi,
perbedaan jenis kelamin. Namun bila dalam proses konseling multikultural tidak
mempertimbangkan latar belakang budaya konseli, hal ini akan menjadi
penghambat kelancaran proses konseling serta dapat merugikan klien.
Pedersen (1991) beranggapan bahwa konseling multikultural dipandang
sebagai kekuatan keempat (fourth force), melengkapi tiga kekuatan yang lain,
psikoanalisis, behavioris dan humanis dalam memahami perilaku manusia.
Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola
bahasa dapat menimbulkan masalah dalam hubungan konseling, dari awal
pengembangan hubungan yang akrab dan saling mempercayai (rapport) antara
konseli dan konselor, penstrukturan suasana konseling, sampai peniadaan sikap
menolak dari klien (Pedersen,dkk.,1976).
Pedersen (2000) mendefinisikan kesadaran budaya sebagai kemampuan

untuk memahami konteks budaya dari sudut pandang budaya sendiri serta orang
lain. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan multikultural sangat
bermanfaat dalam membangun kepercayaan dan hubungan yang positif antara
konselor dengan konseli. Pedersen juga mencatat bahwa kesadaran konselor

8

multikultural melalui pemahaman budaya dapat memperkuat antara ikatan
konselor dan konseli.
Dalam Kode Etik Konseling Amerika dirumuskan bahwa kompetensi
multikultural sebagai “kapasitas konselor yang memiliki kesadaran dan
pengetahuan tentang keberagaman budaya pada diri sendiri dan orang lain, dan
bagaimana kesadaran dan pengetahuan tersebut diterapkan secara efektif dalam
praktik terhadap konseli dan kelompok konseli” (American Psichologycal
Association, 2006). Tuntutan mengenai kesadaran multikultural tersebut
dijelaskan pula dalam Kode etik ABKIN pada Bab II.A konselor harus secara
aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli.
Dari kedua kode etik di atas dapat disimpulkan bahwa seorang konselor dituntut
untuk memiliki kesadaran dan pengetahuan mengenai keberagaman budaya yang
ada pada dirinya maupun diri konseli.

2.1.2

Etik dan Emik

Menurut pendapat Fukuyama, 1990 (Jumarin, 2002) menyatakan bahwa
pengertian dari istilah etik dan emik adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan etik (culturally generalized) yaitu pendekatan yang
melibatkan peneliti yang berasal dari budaya tertentu.
b. Pendekatan emik (culturally spesific) mengacu pada pandangan bahwa
data penelitian konseling lintas budaya harus dilihat dari sudut
pandang budaya subyek yang diteliti atau indigenneous (budaya asli)

9

2.1.3

Syarat Kompetensi Konselor

Dalam Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang diusulkan
oleh ABKIN (2007) serta ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 27
tahun 2008, pasal I ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai
konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetesi
konselor yang berlaku secara nasional. Dalam Permendiknas No 27 tahun 2008
poin A dijelaskan pula bahwa kompetensi konselor mencakup: kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial dan professional yang berkualitas akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dan Pendidikan Profesi.
Sedangkan Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 111 Tahun 2014, pasal 1 No 4
menyatakan bahwa Guru Bimbingan dan Konseling adalah Pendidik yang
berkualifikasi akademik minimal sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan
Konseling. Sedangkan dalam Permendiknas No 27 tahun 2008, kompetensi
Profesional No 16, menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki
kesadaran dan komitmen terhadap profesi. Kesadaran dalam memberikan layanan
kepada klien berasal dari latar belakang yang berbeda dan professional dalam
memberikan layanan, sehingga konselor dituntut untuk mengesampingkan
kepentingan pribadi di atas kepentingan konseli. Dan di dalam kompetensi
Kepribadian, Indikator No 6.3, dituliskan bahwa seorang konselor dituntut untuk


10

memiliki sikap peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman budaya dan
perubahan.
2.1.4

Faktor Yang Mempengaruhi Konseling Lintas Budaya

Adapun faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi proses
konseling lintas budaya adalah:
a. Keadaan demografi yang meliputi jenis kelamin, umur, tempat tinggal
b. Variabel status seperti pendidikan, politik dan ekonomi, serta variabel
etnografi seperti agama, adat, system nilai (Arreedondo & Gonsalves,
1980, Canary & Levin dalam Chinapah, 1997: Speoght dkk, 1991,
Pedersen, 1991 Lipton dalam Westbrook & Sedlacek, 1991 sebagaimana
dikutip oleh soedardji, 2011).
2.1.5

Kompetensi Yang Harus Dimiliki Konselor Multikultural


Pedersen (2003) menyatakan bahwa kesadaran multikultural merupakan
fondasi dan modal dari kompetensi multikultural yang harus dimiliki seorang
konselor multikultural. Kesadaran multikultural penting dimiliki seorang
konselor, untuk mempersiapkan diri menghadapi konseli yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda.
Menurut Pedersen,1980 (dalam Carter,1991) konseling lintas budaya memiliki
tiga elemen yaitu:
1. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien.

11

2. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat ) konselor.
3. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
melakukan konseling di tempat yang berbeda pula.
2.1.6

Sumber Hambatan yang Dapat Menimbulkan Kurangnya


Kesadaran Multikultural
Bila konselor kurang memiliki kesadaran mengenai beragam budaya yang
ada

di

Indonesia,

maka

akan

mengakibatkan

suatu

hambatan

dalam


berkomunikasi dengan konseli, hal ini telah diulas oleh Pedersen, dkk (Prayitno &
Erman, 2009) yang menyatakan bahwa ada lima macam sumber hambatan yang
mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu
perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai dan
kecemasan.Untuk meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi dengan konseli,
seorang konselor harus peka terhadap keberagaman budaya yang ada di Indonesia.
2.2

Cara Mengukur Kesadaran Multikultural dengan Menggunakan

instrument Multicultural Awareness Knowledge, Skill, Survey Conselor Edition
Revised (MAKSS-CE-R)
Kim, B.S.K, et al. 2003 menyatakan bahwa MAKSS-CE-R merupakan
instrument Non tes. Instrument ini terdiri dari tiga sub skala, yaitu kesadaran
multikultural, pengetahuan multikultural dan keterampilan multikultural. Dalam
mengukur Kesadaran Multikultural Mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013
penulis menyebarkan Instrumen yang diadaptasi dari MAKSS-CE-R yang
dikembangkan oleh Kim, Cartwright, Asay & D’Andrea (2003). Dalam setiap
12


item sub skala yang mendukung, pilihan sangat baik = 4, Baik = 3, Terbatas = 2
dan Sangat Terbatas = 1. Skor ini menunjukkan bahwa semakin baik kesadaran
multikultural mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013, maka diketahui bahwa
mahasiswa BK FKIP UKSW semakin siap dalam menghadapi konseli yang
multikutural. Namun pada kenyataannya, kesadaran mutikultural Mahasiswa BK
FKIP UKSW masuk dalam kategori terbatas, maka perlu dilakukan suatu upaya
untuk meningkatkan kesadaran multikultural Mahasiswa BK FKIP UKSW
Angkatan 2013
2.3

Paket Belajar
2.3.1

Pengertian Paket Belajar
Joni,T Raka,dkk (1985) mendefinisikan bahwa pengertian paket

belajar adalah suatu program yang dimodularisasikan dan dikembangkan
dengan pendekatan sistem sehingga benar- benar bertolak dan bermuara
pada perangkat kompetensi yang dikehendaki.
2.3.2


Tujuan Paket Belajar
Pembuatan sebuah Paket Belajar bertujuan untuk membantu para

pengajar dalam penyiapan kondisi belajar yang lebih baik, yang
menyangkut aspek akademik, yaitu meningkatkan kemampuan mengelola
kegiatan

belajar

mengajar,

melalui

peningkatan

keterampilan

menggunakan Paket Belajar.


13

2.3.3

Karakteristik Paket Belajar
Karakteristik Paket Belajar telah dispesifikasi dalam bentuk

penstrukturan kegiatan belajar mengajar yang kaya dengan berbagai
variasi, sehingga dapat memberikan efek pengiring yang sama efektifnya
dengan pencapaian tujuan-tujuan instruksional. Sebuah paket belajar
terdiri dari bahan, alat dan tata cara yang tertata secara sistematis.
Paket Belajar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
A. Petunjuk Umum (Bagian I) dibuat untuk guru dan siswa
serta mengandung komponen-komponen :
a. Rasionel
b. Tujuan, yang terdiri dari : tujuan instruksional Umum /
TUK, tujuan Instruksional Khusus / TKP dan
kemampuan yang didukung
c. Prasyarat
d. Bahan/ Media / Sumber (daftarnya saja)

e. Kegiatan Belajar- Mengajar
B. Petunjuk Guru (bagian II), yang khusus disiapkan untuk
guru dan mencakup :

14

a. Rangkuman Kegiatan Belajar Mengajar
b. Rasionel Struktur Kegiatan
c. Petunjuk Pelaksaan Khusus
d. Penilaian, yang mencakup Prosedur, Jenis dan Alat,
Penilaian, Rasionel Struktur Kegiatan, Tes, Kunci ,
Cara menilai dan Kriteria pencapaian
C. Bahan/Media/Sumber (bagian III), yang memuat segala bahan/
media / sumber (terutama dalam bentuk cetakan, sedangkan
yang berbentuk lain di tunjuk tempat penyimpanannya),
misalnya :
Bahan/ materi yang harus dipelajari, Lembar panduan,
Diagram, Gambar-gambar dan lain-lain. Paket belajar memiliki
karakteristik yang berbeda dengan bentuk kegiatan belajarmengajar yang lain. Karakteristik tersebut yaitu :
a)

Menganut pendekatan sistem

b)

Mencakup satu satuan bahasan yang utuh sebagai
pendukung tercapainya kompetensi tertentu.

c)

Merupakan perangkat utuh yang menyediakan segala
alat, bahan, dan cara untuk mencapai tujuan tertentu.

d)

Menyediakan alternatif-alternatif kegiatan belajar
mengajar yang kaya dengan variasi yang dapat dipilih
siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya

15

e)

Dapat digunakan mahasiswa, dengan atau tanpa
bantuan guru

f)

Menyediakan seperangkat petunjuk penggunaan, baik
bagi siswa maupun bagi dosen, termasuk cara
memberikan/ memperoleh balikan.

g)

Mencantumkan

rasionel

dari

setiap

tindakan

instruksional yang disarankan.
2.3.4

Fungsi Paket Belajar Dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Dilihat dari karaktersitiknya, Paket Belajar memiliki fungsi yang

penting dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:
a. Memberikan petunjuk yang jelas bagi guru dalam mengelola kegiatan
belajar mengajar
b. Menyediakan bahan/alat yang lengkap yang diperlukan untuk setiap
kegiatan.
c. Merupakan media penghubung antara guru dan siswa.
d. Dapat dipakai oleh siswa sendiri dalam mencapai kemampuan yang
telah ditetapkan
e. Dapat dipakai sebagai program perbaikan, bila siswa gagal mencapai
tujuan dengan alternative kegiatan pertama yang dipilihnya.
Dalam menjalankan tugasnya, guru memerlukan Paket Belajar. Untuk
memenuhi keperluan tersebut, terdapat 3 alternatif bagi guru , yaitu:
a. Mengadopsi Paket Belajar yang telah disiapkan, baik secara terbatas,
maupun secara komersial
16

b. Mengadaptasi Paket Belajar yang telah ada, yang berarti mengambil Paket
Belajar yang telah tersedia serta melakukan berbagai penyesuaian, hingga
tepat untuk kelas yang akan menggunakannya.
c. Menyusun sendiri atau bersama orang lain dalam satu tim
2.3.5

Paket Belajar dan Persiapan Mengajar

Terdapat perbedaan antara Paket belajar dengan RPL/Satlan.
Tabel 2.1 Perbedaan Satuan Pelajaran dan Paket Belajar adalah sebagai
berikut:

a.
b.
c.
d.

SATUAN PELAJARAN
Dibuat oleh guru
Dipakai oleh guru
Menyediakan kegiatan dan bahan
yang diikuti oleh semua siswa
Mempunyai komponen:
TIU
TIK
Bahan Pelajaran
Kegiatan Belajar Mengajar
Alat dan Sumber Pelajaran
Penilaian

a.
b.
c.
d.

PAKET BELAJAR
Dibuat oleh tim pengembang
Dipakai oleh guru dan siswa atau
oleh siswa saja
Menyediakan alternative kegiatan
yang dapat dipilih oleh siswa
Mempunyai komponen:
Rasionel
Tujuan :
TUP/TIU
TKP/TIK
Kemampuan yang didukung
Prasyarat
Bahan/Media/Sumber
Petunjuk Penggunaan
Penilaian

Perbedaan antara Paket Belajar dan Satuan Pelajaran dalam tabel di atas adalah
pertama, paket belajar merupakan kegiatan yang telah disiapkan secara khusus,
tidak dalam rangka pelaksanaan tugas rutin guru dengan melibatkan ahli-ahli lain
yang berkaitan dengan pengajaran,seperti dosen pembimbing, konselor dan lain
sebagainya. Kedua setiap penggalan/sub topik Paket Belajar menawarkan
alternative kegiatan dalam mencapai dua tujuan yaitu menunjukkan,meskipun

17

secara terbatas dan selanjutnya adalah memperkaya penghayatan calon guru
terhadap berbagai bentuk kegiatan belajar mengajar yang harus dirancang. Ketiga
kegiatan cukup terperinci baik dari segi bahan/media/ sumber yang dikembangkan
dalam bentuk siap pakai, yang memungkinkan Paket belajar dipergunakan secara
mandiri oleh siswa.
2.4

Meningkatkan Kesadaran Multikultural Melalui Paket Kesadaran
Multikultural
Studi yang dilakukan oleh Dodson (2013) juga membuktikan bahwa

konselor yang berasal dari minoritas atau memiliki latar belakang multirasial akan
merasa dirinya lebih memiliki kemampuan multikultural dibandingkan dengan
konselor yang tidak berasal dari kelompok minoritas atau tidak memiliki latar
belakang multirasial. Hal tersebut terjadi karena konselor yang berasal dari latar
belakang multikultural secara “alami” sudah terbiasa dalam berinteraksi dengan
lingkungan yang terdiri dari anggota masyarakat berbagai ras, sehingga konselor
tidak lagi merasa canggung ketika menerima konseli yang berbeda kultural
dengan dririnya. Dari hasil studi Dodson dapat disimpulkan bahwa konselor yang
berasal dari lingkungan multi etnik lebih unggul dalam menangani konseli dari
budaya yang berbeda dengannya, daripada konselor yang berasal dari lingkungan
yang homogen, dengan begitu perlu adanya suatu upaya dalam membantu
konselor yang berasal dari lingkungan yang homogen.
Paket Kesadaran Multikultural merupakan salah satu cara yang dapat
membantu mahasiswa dalam meningkatkan kesadaran multikultural mahasiswa
BK FKIP UKSW angkatan 2013, seperti dalam penelitian Akhmadi (2013) yang
18

menyimpulkan bahwa pelatihan multikultural dapat meningkatkan kesadaran
multikultural. Salah satu permasalahan yang dialami oleh Mahasiswa BK FKIP
UKSW Angkatan 2013 adalah mengenai kesadaran Multikultural yang terbatas.
Hal tersebut disebabkan juga karena mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013
belum terjun langsung dalam menangani siswa yang berasal dari beragam budaya
yang berbeda. Pedersen, dkk (Prayitno,2009) dalam kenyataannya memang calon
konselor itu tidak dipersiapkan secara khusus untuk menangani klien-klien dan
latar belakang budaya, suku, atau ras dan kelompok – kelompok sosial ekonomi
yang semuanya itu membawa nilai- nilai, sikap dan gaya hidup yang berbedabeda
Berdasarkan pendapat Pedersen (2003) dapat disimpulkan bahwa
kesadaran merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
konselor. Namun pada kenyataannya sebagian besar kesadaran multikultural
mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013 tergolong terbatas serta mahasiswa
angkatan 2013 belum mengambil matakuliah Konseling Lintas Budaya. Maka
perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran multikultural, salah
satunya adalah dengan paket kesadaran multikultural. Dalam waktu yang relative
singkat, mahasiswa BK angkatan 2013 akan dibagi dalam tugas – tugas latihan
untuk meningkatkan kesadaran multikultural dengan paket.
2.5

Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut mengenai penelitian- penelitan terdahulu yang menjadi landasan

bagi penelitian ini, yaitu :

19

Hasil Penelitian Arswimba, Bernardinus, Agus. 2016. Pengembangan
Paket Pelatihan Kompetensi Multikultural Bagi Mahasiswa. Tesis, Program Studi
Bimbingan

dan

Konseling,

Pascasarjana,

Universitas

Negeri

Malang.

Menunjukkan persentase yang diperoleh dari ahli budaya 91,91 % (sangat baik).
Ahli bimbingan dan konseling 81,6 % (sangat baik). Ahli media pembelajaran
91,7 % (sangat baik). Uji coba perorangan 91 % (sangat baik). Efektifitas
pelatihan dengan uji Paired Sample t Test menunjukkan pelatihan efektif
meningkatkan kompetensi multikultural mahasiswa.
Penelitian Herdi (2011) Model Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
konseling multikultural calon konselor : Studi Pengembangan pada Calon
Konselor di Program Studi Bimbingan dan Konseling (BK) Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan (PPB) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Tingkat Tiga Angkatan 2006 Tahun Akademik
2008/2009 menunjukkan bahwa model pelatihan secara signifikan dapat
meningkatkan KKM calon konselor, baik secara keseluruhan, setiap sub
kompetensi, dimensi, maupun indikatornya.
Hasil penelitian Nugraha, Agung (2012) Program Experiential Based
Group

Counseling

Untuk

Meningkatkan

Kepekaan

Multibudaya

Calon

Konselor. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. Menunjukkan bahwa
program experiential based group counseling efektif untuk meningkatkan
kepekaan multibudaya calon konselor terutama mengenai budaya konseli dan
aspek kemampuan meningkatkan strategi konseling yang sesuai dengan budaya
konseli.

20

2.6

Kerangka Berpikir

Post-Test

Kelompok
Eksperimen

Treatment

Hasil

Dibandingkan
Meningkat/Tidak

Pre-Test

Kelompok
Kontrol

Tanpa
Treatment

Hasil

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Deskripsi dari gambar 2.1 adalah sebagai berikut :
Sebelum melakukan sebuah penelitian, dilakukan pre test terlebih dahulu
untuk mengetahui kesadaran multikultural mahasiswa BK FKIP UKSW. Setelah
mengetahui mahasiswa yang memiliki kesadaran multikultural dalam kategori
terbatas dan sangat terbatas, dilanjutkan untuk membagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dilanjutkan dengan
memberikan treatment kepada kelompok eksperimen. Setelah treatment selesai
diberikan, dilakukan post test untuk mengetahui perbedaan hasil dari kelompok
eksperimen yang diberikan treatment dengan kelompok kontrol yang tidak
diberikan treatment.
2.7

Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

21

“Ada peningkatan yang signifikan kesadaran multikultural mahasiswa
Bimbingan dan Konseling FKIP UKSW angkatan 2013 melalui Paket Kesadaran
Multikultural.

22

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24