T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Negeri Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon T1 Full text

Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
di Negeri Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada
Fakultas Teknologi
Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Terapan
Pariwisata

Oleh :
Jodie Giovanna Abrahamsz
NIM : 732013002

Program Studi Destinasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2017


Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Negeri
Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon
1)

Jodie Giovanna Abrahamsz, 2)Yerik Afrianto Singgalen

Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1)jodiegabrahamsz@gmail.com, 2)yeriksinggalen@gmail.com

Abstract
The development of community-based tourism has become the best alternative in the
management of tourism at the local level. Hutumuri is one of the indigenous land in
Ambon that potentially developing community-based tourism. This study was conducted
to identify the potential of community-based tourism, identifying environmental strategic
factors and formulate an alternative strategy of community-based tourism development.
Approach to development research with qualitative descriptive analysis, with the support
of SWOT and TOWS analysis model. The results showed Hutumuri has four groups of
potential for tourism (nautical tourism, history, culture and art, as well as agro-tourism).

Each factor in the strategic environment has four influencing factors in the development
of community-based tourism, for tourism development is needed 13 alternative strategies
are grouped into four development scenarios include scenarios mobilization (three
strategies), investment scenario (four strategies), the scenario diversification (three
strategy) and scenario development capacity (three strategies).
Keyword:Community Based Tourism, environment strategic, development strategic

Abstrak
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat telah menjadi alternatif terbaik dalam
pengelolaan pariwisata di tingkat lokal. Negeri Hutumuri merupakan salah satu negeri
adat di Kota Ambon yang berpotensi mengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi pariwisata berbasis masyarakat,
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan strategis dan merumuskan strategi alternatif
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Penelitian dikembangan dengan
pendekatan analisis deskriptif kualitatif, dengan dukungan model analisis SWOT dan
TOWS. Hasil penelitian menunjukan Negeri Hutumuri memiliki empat kelompok
potensi wisata (wisata bahari, sejarah, budaya dan seni, serta agrowisata). Setiap faktor
lingkungan strategis memiliki empat faktor yang berpengaruh dalam pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat, untuk pengembangan pariwisata ini dibutuhkan 13
strategi alternatif yang terkelompokkan dalam empat skenario pengembangan meliputi

skenario mobilisasi (tiga strategi), skenario investasi (empat strategi), skenario
diversifikasi (tiga strategi), dan skenario pengembangan kapasitas (tiga strategi).

1)

Mahasiswi Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

1

Kata Kunci: Community Based Tourism, lingkungan strategis, strategi pengembangan

2

1.

Pendahuluan
Industri pariwisata saat ini bertumbuh dengan cepat dan sangat penting dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara, terutama dalam menarik minat
tenaga kerja pada sektor kepariwisataan [1]. Pariwisata dinilai sebagai sektor yang
paling siap untuk bangkit ketika negara sedang mengalami krisis. Hal itu membuat
pariwisata tetap menjadi primadona dan menjadi salah satu tumpuan perekonomian
Indonesia. Sektor pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menempati
urutan ke-4 atau ke-5 sebagai penghasil devisa Negara. Sutawa menyampaikan
pembangunan pariwisata di Indonesia bertujuan mengentaskan kemiskinan,
melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, mengembangkan budaya,
meningkatkan citra bangsa, serta memperkuat hubungan dengan negara lain [2].
Hal ini menempatkan pembangunan kepariwisataan sebagai bagian integral dari
Pembangunan Nasional yang harus dikelola secara berkelanjutan. Sesuai amanat
UU No. 10 Tahun 2009, pembangunan kepariwisataan di Indonesia meliputi konsep
dasar pembangunan berkelanjutan dan kepariwisataan bertanggungjawab dan
berkelanjutan,
untuk
mengakomodir
prinsip-prinsip
penyelenggaraan
kepariwisataan.
Pariwisata pedesaan merupakan pilihan alternatif dalam implementasi

pembangunan pariwisata berkelanjutan. Model pariwisata pedesaan memiliki nilai
pemanfaatan lingkungan sosial, kelestarian kebudayaan masyarakat serta memiliki
semangat pemberdayaan komunitas lokal. Secara sosiologis maupun antropologis,
bentuk pariwisata pedesaan lebih menekankan masyarakat sebagai subjek atau
pelaku. Model ini lebih dikenal dengan Community-Based Tourism (CBT) Model
[3] [4]. CBT atau Pariwisata Berbasis Masyarakat (PBM) merupakan salah satu
cara untuk mengembangkan berbagai industri pariwisata secara berkelanjutan [5].
Model Pengembangan CBT telah dikembangkan sejak awal untuk mempromosikan
pembangunan pedesaan, baik di Negara-negara maju [6] maupun negara-negara
berkembang [7], serta memiliki keterkaitan dengan budaya lokal [8] [9]. Secara
global, dalam sektor pariwisata secara umum, fokus terhadap CBT memberikan
pengertian adanya penguatan pembangunan masyarakat, pengentasan kemiskinan,
warisan budaya, dan peningkatan upaya-upaya konservasi.
Penguatan pembangunan melalui pengembangan CBT atau PBM di tingkat
lokal, telah diupayakan pada beberapa lokasi di Kota Ambon, Provinsi Maluku.
Negeri (Desa) Hutumuri di Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon adalah salah
satu yang mendapat dukungan penguatan dan pengembangan melalui Surat
Keputusan pembentukan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS). Langkah ini
dilakukan untuk mendukung program pemerintah dalam pengembangan pariwisata
berbasis masyarakat di Kota Ambon.

Upaya pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Negeri Hutumuri
disebabkan banyaknya potensi Pariwisata seperti Objek Wisata Pantai Lawena,
Taman Laut Toisapu, Gereja Tua, Benteng Raja, Rumah Sejarah Perang, Kuburan
Mesang dan Goa Gorom. Disamping itu, terdapat potensi sosial dan budaya seperti
budaya Pela dan Gandong, Sasi, Adat Ganti Ahuneng sampai pada pengembangan
Kelompok Tahuri sebagai representasi dari potensi wisata seni dan budaya lokal.
Berbagai potensi wisata yang dapat dikembangkan melalui pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat di Negeri Hutumuri, sampai saat ini belum
3

menunjukkan perkembangan yang baik. Pembentukan POKDARWIS di Negeri
Hutumuri belum memberikan dampak terhadap meningkatnya peran masyarakat
dalam pembangunan pariwisata di tingkat negeri. Padahal negeri ini memiliki
sekitar 67,17% atau sekitar 2.636 orang dengan mata pencaharian tidak tetap [10]
dan berpotensi diserap dalam pembangunan wisata lokal. Kondisi ini membuktikan
masih ada kebutuhan dalam mengimplementasi Model Pembangunan Pariwisata
Berbasis Masyarakat di Negeri Hutumuri.
Kajian tentang Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di
Negeri Hutumuri penting dilakukan dalam mendukung pengembangan
kepariwisataan berbasis pada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)

mengidentifikasi potensi pariwisata di Negeri Hutumuri, Kota Ambon; 2)
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan strategis internal (kekuatan dan
kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) dalam Pengembangan Pariwisata
Berbasis Masyarakat di Negeri Hutumuri, Kota Ambon; serta 3) merumuskan
strategi alternatif Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Negeri
Hutumuri, Kota Ambon.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Community Based Tourism (Pariwisata Berbasis Masyarakat)
Community Based Tourism didefinisikan sebagai pariwisata yang
menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya dalam aktivitasnya.
Bentuk Pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat untuk masyarakat,
guna membantu para wisatawan untuk meningkatkan kesadaran mereka dan belajar
tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life). Dengan
demikian, CBT sangat berbeda dengan pariwisata massa/mass tourism [3] [11].
Community Based Tourism (CBT) berkembang dengan pesat karena adanya
pertimbangan bahwa kegiatan pariwisata banyak membawa dampak negatif bagi
masyarakat, antara lain: (1) merusak sumber daya alam di sekitar masyarakat; (2)
adanya pengaruh budaya luar terhadap eksistensi sosial budaya masyarakat lokal;
dan (3) sangat sedikit manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat lokal [3].
Lebih lanjut, Suansri mengemukakan bahwa CBT bukan hanya usaha pariwisata

yang bertujuan memaksimalkan keuntungan bagi investor. Sebaliknya, lebih peduli
dengan dampak pariwisata terhadap masyarakat dan sumber daya lingkungan. CBT
muncul dari strategi pengembangan masyarakat, menggunakan pariwisata sebagai
alat untuk memperkuat kemampuan organisasi masyarakat pedesaan yang
mengelola sumber daya pariwisata dengan partisipasi masyarakat setempat [3].
Konsep pengembangan masyarakat terkait pariwisata, berhubungan dengan
partisipasi, pemberdayaan dan kapasitas masyarakat [12]. Salah satu elemen utama
pengembangan pariwisata adalah mendorong partisipasi masyarakat lokal sebagai
pusat keberlanjutan industri pariwisata [5] [13]. Pendekatan partisipasi masyarakat
telah lama dianjurkan sebagai bagian dari pembangunan pariwisata berkelanjutan,
dan dapat meningkatkan daya dukung masyarakat dengan mengurangi dampak
negatif pariwisata sekaligus meningkatkan efek positif [14].Terkait dengan itu, Aref
berpendapat kesadaran masyarakat dapat memiliki efek katalitik pada
pengembangan industri pariwisata melalui peningkatan partisipasi local [15].
4

Tujuan utama CBT adalah untuk memberikan peluang pengembangan yang
mendistribusikan manfaat lain yang tidak ada di dalam masyarakat. Manfaat ini
termasuk manfaat ekonomi, dan memberdayakan masyarakat melalui peningkatan
keterampilan dan kapasitas mereka untuk mengembangkan usaha pariwisata

berkelanjutan [16]. Sejalan dengan itu, Sebele berpendapat peningkatan
keterlibatan dan partisipasi masyarakat lokal akan membantu untuk memastikan
bahwa mereka diberdayakan [17].
3. Metode Penelitian
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu: (1)
Teknik Studi Kepustakaan, yakni teknik pengumpulan data dengan melakukan
penelaahan terhadap berbagai buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang
berkaitan dengan masalah ingin dipecahkan [18]. Dalam penelitian ini studi
kepustakaan dilakukan untuk seluruh dokumen hasil penelitian, dokumen-dokumen
yang ada di Negeri Hutumuri, dokumen kebijakan pada Dinas Pariwisata,
Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kota Ambon. Dokumen pendukung lainnya
secara teoritis juga menjadi bagian penting dalam mendukung penelitian ini. (2)
Teknik observasi atau pengamatan dan dokumentasi, dimana data didasarkan pada
fakta mengenai kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Melalui observasi
peneliti belajar tentang perilaku dan kondisi serta dan makna dari perilaku dan
kondisi tersebut [19]. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan meliputi: observasi
pada seluruh lokasi potensi wisata; dan observasi pada seluruh infrastruktur
pendukung wisata. Kegiatan observasi dilakukan dengan dukungan dokumentasi
gambar (foto). (3) Teknik wawancara. Teknik sampling yang digunakan adalah

Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel
dengan pertimbangan tertentu [20]. Pertimbangan yang dimaksudkan adalah
sampel narasumber atau informan, meliputi: (1) masyarakat lokal; (2) pemerintah
negeri; (3) pemerintah kota Ambon, khususnya dinas pariwisata, kebudayaan,
pemuda dan olahraga; dan (4) wisatawan. Dalam teknik wawancara terdapat dua
pendekatan, yakni: (1) wawancara dengan pertanyaan tertutup (wawancara
terstruktur); dan (2) wawancara dengan pertanyaan terbuka (semi terstruktur).
3.2 Teknik Analisis Data
Secara keseluruhan penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
mengedepankan teknis analisis deskriptif. Oleh sebab itu, penelitian yang dilakukan
ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian
deskriptif kualitatif, peneliti memberikan gambaran sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta sesuai ruang lingkup judul penelitian.
Sebagai dukungan terhadap analisis lingkungan strategis digunakan analisis
SWOT [21] [22]. Penggunaan teknik analisis SWOT dimaksudkan untuk
mengetahui faktor-faktor internal yaitu strength (kekuatan) dan weakness
(kelemahan), maupun faktor eksternal yaitu opportunity (peluang/kesempatan)
serta threat (ancaman/tantangan) apa saja pada pengembangan Pariwisata Berbasis
Masyarakat di Negeri Hutumuri, Kota Ambon.
5


Analisis lanjutannya adalah analisis TOWS yang digunakan untuk
merumuskan strategi pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Negeri
Hutumuri, Kota Ambon. Pendekatan yang digunakan adalah melakukan
konfrontasi seluruh aspek atau faktor lingkungan strategis yang ada dalam
komponen lingkungan internal dan eksternal. Hasil ini dikelompokkan atas empat
skenario utama masing-masing strategi: (1) Skenario Mobilisasi untuk Strategi SO;
(2) Skenario Diversifikasi untuk Strategi ST; (3) Skenario Investasi untuk Strategi
WO; dan (4) Skenario Pengembangan Kapasitas untuk Strategi WT.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Profil Negeri Hutumuri
Negeri Hutumuri merupakan satu dari antara delapan negeri yang berada di
Kecamatan Leitimur Selatan, dengan luas wilayah ± 15.00 km2. Jarak negeri ini
dari pusat ibukota kecamatan mencapai tiga km, sementara dari pusat Kota Ambon
mencapai 18 km. Secara administratif, Negeri Hutumuri terdiri dari lima dusun dan
20 RT, serta memiliki batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Negeri Batu
Merah dan Negeri Halong, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda, sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Passo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa
Rutong dan Desa Soya. Topografi daratan Hutumuri yang berbukit dengan
ketinggian 0-50 m dengan kemiringan 6,16o seluas 4,25 km2 atau 9,7 persen [10].
Negeri Hutumuri menempati posisi pertama sebagai Negeri terpadat
penduduk di Kecamatan Leitimur Selatan dengan kepadatan Penduduk 340
jiwa/km. Pada tahun 2015, jumlah penduduk Negeri Hutumuri mencapai 5.094 jiwa
dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 2.514 jiwa dan penduduk
perempuan 2.580 jiwa dengan nilai Sex Ratio Negeri Hutumuri mencapai 97,47.
Hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan Negeri Hutumuri, terdapat
sebanyak 97 penduduk laki-laki. Potensi penduduk ini berpeluang memberikan
kontribusi dan berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat,
baik untuk kelompok penduduk laki-laki maupun perempuan. Blackstock
menyatakan pengembangan masyarakat berperan penting dalam pembangunan
pariwisata lokal, dan pendekatan emansipatoris menjadi penting untuk diperhatikan
[5]. Okazaki berpendapat partisipasi masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan
sangat dibutuhkan dalam membangun keseimbangan gender dalam pengelolaan
wisata berbasis masyarakat [14].
Tingkat pendidikan suatu kelompok masyarakat merupakan salah satu
komponen penting dalam mendukung kepariwisatan. Indikator-indikator sosial
memaikan peran penting dalam pengembangan industri pariwisata, salah satunya
adalah pendidikan [23]. Okazaki memberikan pembenaran bahwa keberhasilan
pengembangan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat
seiring dengan tingkat pendidikan dari masyarakat pengelola di tingkat local
[14].Sesuai data statistik pada Kecamatan Leitimur Selatan, Negeri Hutumuri
merupakan Negeri yang memiliki fasilitas pendidikan paling lengkap dibandingkan
dengan negeri-negeri lainnya pada Kecamatan Leitimur Selatan. Hal ini terbukti
dari distribusi 3 sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dengan jumlah siswa 38 orang
dan guru 2 orang. Pada tingkatan Sekolah Dasar (SD), sebanyak 5 sekolah dengan
jumlah murid 476 orang dan guru 51 orang. Jumlah Sekolah Menengah Pertama
6

(SMP) 3 buah dengan jumlah murid 394 orang dan guru 58 orang. Selanjutnya
Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 2 sekolah dengan jumlah murid 284
orang dan guru 36 orang [10]. Pendidikan untuk pengenalan pariwisata ada seluruh
tingkatan merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan melalui
pengembangan kurikulum lokal.
Berkembangnya pariwisata berbasis masyarakat di suatu wilayah dapat
mereduksi tingkat pengangguran [17]. Bahkan peningkatan pendapatan bisa dicapai
melalui pengembangan usaha-usaha informal di sekitar kawasan wisata, khususnya
kelompok penganggur berusia muda, sekaligus sebagai media pengentasan
kemiskinan [24]. Negeri Hutumuri walaupun dikatakan sebagai Negeri dengan
fasilitas Pendidikan yang lengkap pada Kecamatan Leitimur Selatan, namun
presentase tingkat pengangguran pada Negeri Hutumuri sangat tinggi yaitu sekitar
22,7% dari 67,17% yang berprofesi lain-lain seperti pelajar/mahasiswa, ibu rumah
tangga serta pensiunan. Presentase tingkat pengangguran di Negeri Hutumuri
bahkan lebih besar dari presentase profesi Petani dan Nelayan yang merupakan
profesi penduduk paling banyak yaitu 17,88% atau sekitar 702 orang. Selain itu
terdapat juga enam mata pencaharian/ okupasi penduduk Negeri Hutumuri dari data
penduduk usia kerja (18-56 tahun). Sebanyak 5,22% (205 orang) berprofesi sebagai
PNS/TNI/POLRI sementara Guru dan Dosen sebesar 2,29% atau sekitar 90 orang.
Selanjutnya yang bekerja sebagai Petani dan Nelayan sebanyak 702 orang atau
17,88%, Pedagang sebanyak 35 orang (0,89% sedangkan penduduk Negeri
Hutumuri yang tercatat bekerja sebagai pengemudi dan ojek sebanyak 114 orang
(2,90%). Selebihnya dengan dengan proporsi yang paling sedikit yaitu dokter dan
tenaga medis lain sebanyak 16 orang atau 6,4% [10].
4.2 Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan satu unsur terpenting dalam mendukung berjalannya
suatu pengembangan pariwisata. Menurut Copper et al. sebuah wilayah dapat
dikatakan sebagai destinasi, jika tempat tersebut sudah terdepat “4A” yaitu; atraksi,
aksesibilitas, amenitas dan ancillary service. Lebih lanjut didefinisikan aksesibilitas
sebagai kemudahan untuk mencapai objek seperti tersedianya prasarana
perhubungan dan sarana transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara
[25].
Negeri Hutumuri dapat diakses dengan moda transportasi darat seperti
kendaraan roda dua (sepeda motor), kendaraan roda empat (mobil pribadi maupun
sewaan) dan angkutan umum dengan melalui dua, yaitu melalui: 1) Jalur Gunung
yaitu dari Kota Ambon melintasi jalan Kelurahan Batu Meja melalui Negeri-Negeri
yang terletak di pegunungan, yang secara administratif masuk ke dalam Kecamatan
Leitimur Selatan seperti Kilang, Hukurila, Leahari dan Rutong; serta 2) Jalur Passo
yaitu jalur transportasi melalui Negeri Passo. Data jumlah angkutan umum yang
beroperasi untuk jalur Negeri Hutumuri sebanyak 10 ijin trayek dan merupakan ijin
trayek terbanyak pada Kecamatan Leitimur Selatan. Selain jalur Negeri Hutumuri,
terdapat juga 5 ijin trayek dengan jalur Leahari untuk mencapai tempat ini.
Jalur yang paling sering diakses, khususnya yang berhubungan dengan
kunjungan wisata ke Hutumuri adalah jalur kedua. Akses yang cukup terbuka ini
menjadi peluang bagi pengembangan destinasi wisata. Harwood menyatakan
7

daerah yang memiliki akses terbatas akan sulit mengembangkan pariwisata berbasis
masyarakat [16].
4.3 Potensi dan Masalah Pariwisata Berbasis Masyarakat
Potensi pariwisata di negeri Hutumuri dapat dikelompok atas empat
kelompok potensi, yaitu: 1) wisata pantai dan bawah laut (wisata bahari); 2) wisata
sejarah; 3) wisata budaya dan seni; serta 4) agrowisata.
Pertama, potensi wisata pantai dan bawah laut (bahari) yang tercatat dalam
data statistik Kota Ambon sebanyak tiga objek wisata pantai, dimana dua
diantaranya sudah di kembangkan yaitu Pantai Lawena dan Kuburan Mesang
sedangkan yang belum dikembangkan adalah Goa Gorom. Namun sesuai hasil
observasi dan wawancara, masih ada tiga objek potensial yang dapat dikembangkan
meliputi pantai Hatele, pantai Hunilait dan pantai Lapaut. Selain itu, terdapat juga
Taman Laut Toisapu yang menjadi salah satu lokasi penyelaman. Tubalawony dkk
dalam penelitiannya di wilayah ini menemukan bahwa walaupun telah dilakukan
pengembangan beberapa objek wisata Pantai di Negeri Hutumuri, namun masih ada
kelemahan pada eksistensi infrastrutkur pendukung yang disebabkan kurangnya
pendanaan dari masyarakat lokal maupun pemerintah daerah [26].
Kedua, potensi wisata sejarah yang sangat dikenal dan sering dikunjungi oleh
wisatawan dari Australia adalah Rumah Sejarah Perang dari zaman Perang Dunia
II. Rumah yang sampai sekarang masih memiliki konstruksi tradisional, tetap
terpelihara dengan baik oleh pemilik, juga didukung pemerintah negeri. Disamping
itu, terdapat lokasi-lokasi tempat tinggal Tentara Jepang (Goa-Goa Bawah Tanah)
yang kurang terurus. Goa-goa ini merupakan salah satu destinasi yang dikunjungi
wisatawan Jepang.
Ketiga, potensi wisata budaya dan seni yang dikelola langsung oleh
pemerintah negeri antara lain Gereja Tua, Benteng Raja, Kuburan Mesang dan Goa
Gorom. Kehidupan social budaya yang masih terpelihara sebagai manifestasi dari
hubungan kekerabatan dintujukkan dengan budaya Pela dan Gandong. Kearifan
lokal Sasi darat dan laut dalam perlindungan lingkungan dan sumber daya,
berpotensi dipaketkan dalam pariwisata berbasis masyarakat. Demikian halnya
dengan Adat Ganti Ahuneng yang masih tetap dipelihara sebagai bagian dari
kehidupan budaya masyarakat Hutumuri. Di sisi lain, terdapat juga seni musik dan
tarian tradisional yang terpelihara dengan baik. Salah satunya dengan
pengembangan Kelompok Tahuri sebagai representasi potensi wisata seni
tradisional.
Keempat, potensi agrowisata telah dikembangkan lebih dari 15 tahun lalu.
Pengembangannya memanfaatkan potensi lahan pertanian yang cukup tersedia di
Hutumuri. Beberapa jenis komoditas yang berpotensi dikembangkan untuk
mendukung pengembangan agrowisata, antara lain: nenas, langsat, durian dan lainlain. Bulan Agustus dan Desember merupakan bulan-bulan dimana panen
komoditas buah-buahan ini dapat dilakukan dalam jumlah besar, sekaligus menjadi
waktu dimana kegiatan agrowisata dapat difokuskan. Pemerintah negeri Hutumuri
juga sementara berupaya untuk memperpanjang waktu kunjungan dalam kaitannya
dengan kegiatan agrowisata melalui pengembangan jenis-jenis komoditas pertanian
yang dapat dipanen sepanjang tahun.
8

Banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan untuk mendukung
pariwisata berbasis masyarakat, namun masih ada masalah-masalah yang dihadapi
dalam perkembangan wisata di Hutumuri. Beberapa masalah yang dimaksudkan
antara lain: 1) infrastruktur pendukung pariwisata masih kurang; 2) kurangnya
tenaga trampil wisata, terutama tenaga yang memiliki pengetahuan cukup baik
tentang wisata dan dapat dimanfaatkan sebagai pemandu wisata atau operator
wisata; 3) keterbatasan modal internal negeri yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kawasan-kawasan potensial wisata; 4) masih adanya konflik pada
beberapa lokasi wisata bahari; 5) rendahnya kesadaran pengunjung lokasi wisata
dalam menciptakan Sapta Pesona Wisata; 6) pengelolaan kawasan potensial wisata
masih belum terintegrasi dan lemahnya koordinasi antara pemerintah negeri dan
masyarakat dengan pemerintah daerah; serta kurang perhatian pemerintah daerah
dalam pengembangan sentra-sentra pariwisata patensial, termasuk di Hutumuri.
4.4 Lingkungan Strategis dan Strategi Pengembangan
Analisis lingkungan strategis yang menunjukan faktor-faktor lingkungan
internal dan eksternal (SWOT) serta analisis strategi pengembangan, diekspresikan
dengan sistem matriks. Sistem matriks ini disebut matriks TOWS (Tabel 1).
Tabel 1. Matriks TOWS: Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Faktor Strengths (S):
Weaknesses (W):
1. Infrastruktur pendukung
Lingkungan 1. Potensi wisata bahari,
sejarah, budaya dan seni,
pariwisata masih kurang;
Internal
serta agrowisata;
2. Kurangnya tenaga trampil
2. Potensi sumber daya
wisata;
manusia;
3. Keterbatasan modal
3. Keterbukaan dan minat
internal negeri untuk
Faktor
masyarakat dalam
pengembangan kawasan
Lingkungan
pengembangan wisata;
potensial wisata;
Eksternal
4. Adanya kelompok sadar
4. Masih ada konflik pada
wisata
beberapa lokasi wisata.
Opportunities (O)
Strategi SO:
Strategi WO:
1. Akses mencapai
1. Pengembangan CBT
1. Pengembangan
Hutumuri cukup mudah;
terintegrasi (S1,O1,O2,O3);
infrastruktur pendukung
2. Berkembangnya model2. Pelibatan dan peningkatan
dam media promosi
model CBT
masyarakat dalam
pariwisata
3. Adanya regulasi dari
pengembangan wisata
(W1,O2,O3,O4);
Pemerintah Kota Ambon
(S2,S3,O2,O3,O4);
2. Pengembangan kerjasama
yang mendukung CBT;
3. Optimalisasi peran kelompok
dan koordinasi dengan
4. Adanya kelembagaan
sadar wisata (S4,O2,O4)
pemerintah daerah, swasta,
pendukung (dinas
dan LSM (W2,O2,O4);
pariwisata, swasta dan
3. Pengembangan mata
LSM)
pencaharian alternatif
berorientasi CBT
(W3,O1,O2,O4)
4. Penataan kawasan
potensial wisata
(W4,O3,O4).

9

Threaths :
1. Rendahnya kesadaran
pengunjung lokasi wisata
terkait penerapan Sapta
Pesona Wisata;
2. Pengelolaan kawasan
wisata belum terintegrasi
3. Lemahnya koordinasi
antara pemerintah negeri
dan masyarakat dengan
pemerintah daerah
4. Perhatian pemerintah
daerah untuk
pengembangan sentra
pariwisata.

Strategi ST:
1. Pengembangan paket tur
wisata berbasis masyarakat
(S1,S2,S3,T2,T3,T4);
2. Peningkatan peran
pemerintah dalam
pengembangan CBT
(S1,T3,T4);
3. Kampanye sadar wisata
berbasis masyarakat
(S4,T1,T2).

Strategi WT:
1. Peningkatan kapasitas
SDM lokal dalam
pengelolaan CBT
(W2,T2,T3);
2. Peningkatan akses modal
bagi masyarakat untuk
pengembangan CBT
(W3,T2,T3,T4);
3. Pelatihan manajemen
konflik pengelolaan CBT
(W4,T1,T2,T4).

Hasil analisis ini memberikan rumusan empat faktor pada setiap lingkungan
strategis, baik kekuatan, kelemahan, peluang maupun tantangan. Dengan demikian
terdapat 12 faktor lingkungan yang memberikan pengaruh dalam pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat di Negeri Hutumuri. Sesuai dengan distribusi
faktor-faktor lingkungan strategis itu, maka rumusan strategi pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat yang penting diimplementasikan meliputi 13
strategi meliputi tiga strategi untuk skenario mobilisasi, empat strategi untuk
skenario investasi, tiga strategi untuk skenario diversifikasi, dan empat strategi pada
skenario pengembangan kapasitas.
5.

Simpulan
Negeri Hutumuri di Kota Ambon memiliki empat kelompok potensi wisata
meliputi bahari, sejarah, budaya dan seni, serta agrowisata). Setiap faktor
lingkungan strategis memiliki empat faktor yang berpengaruh dalam
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Untuk pengembangan pariwisata
ini dibutuhkan 13 strategi alternatif yang terkelompokkan dalam empat skenario
pengembangan meliputi skenario mobilisasi (3 strategi), skenario investasi (4
strategi), skenario diversifikasi (3 strategi), dan skenario pengembangan kapasitas
(3 strategi).
6.

Daftar Pustaka

[1] Szivas, E., M. Riley dan D. Airey, “Labour Mobility into Tourism Attraction
and Satisfaction,” Annals of Tourism Research, vol. 30, pp. 64-76, 2003.
[2] Sutawa, G.K., “Issues on Bali Tourism Development and Community
Empowerment to Support Sustainable Tourism Development,” Procedia
Economics and Finance, vol. 4, pp. 413-422, 2012.
[3] Suansri, P., Community Based Tourism Handbook, Bangkok: Responsible
Ecological Social Tour (REST), 2003.

10

[4] Hadiwijoyo, S., Perencanaan Pariwisata Pedesaan Berbasis Masyrakat,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
[5] Blackstock, K., “A Critical Look at Community Based Tourism,” Community
Development Journal, vol. 40, pp. 39-49, 2005.
[6] Storey, D., “A Sense of Place: Rural development, Tourism and Place
Promotion in The Republic of Ireland,” Geographies of Rural Cultures and
Societies, pp. 197-213, 2004.
[7] Honey, M., “Ecotourism and Sustainable development: Who Own Paradise?,”
Island Press, Washington D.C., 2008.
[8] Telfer, D. dan R. Sharpley, Tourism and Development in the Developing
World, London: Rouledge, 2008.
[9] Flacke-Naurdofer, C., “Actors or Victims?: Actors Oriented Perspectives on
New Form of Tourism,” Tourism Development: Growth, Myths, and
Inequalities, pp. 239-258, 2008.
[10] Badan Pusat Statistik Kota Ambon, Kecamatan Leitimur Selatan dalam
Angka, Ambon: BPS Kota Ambon, 2016.
[11] Muallisin, I., “Model Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kota
Yogyakarta,” Jurnal Penelitian Bappeda Kota Yogyakarta, vol. 2, pp. 5-15,
2007.
[12] Singh, S. dan D. Timothy, Tourism in Destination Communities, Cambrige,
USA: CABI Publishing, 2003.
[13] Muganda, M., A. Sirima dan P. Ezra, “The Role of Local Communities in
Tourism Development: Grassroots Perspectives from Tanzania,” Journal of
Human Ecology, vol. 41, pp. 53-66, 2013.
[14] Okazaki E., “A Community-Based Tourism Model: Its Conception and Use.,”
Journal of Sustainable Tourism, vol. 16, pp. 511-529, 2008.
[15] Aref, F., “Sense of Community and Participation for Tourism Development,”
Life Science Journal, vol. 8, pp. 20-25, 2011.
[16] Harwood, S., “Planning for Community Based Tourism in a Remote
Location,” Sustainability, vol. 2, pp. 1909-1923, 2010.
[17] Sebele, S., “Communiti-Based Tourism Ventures, Benefits and Challenges:
Khama Rhino Sanctuary Trust, Central District, Botswana Lesego,” Tourism
Management, vol. 31, pp. 136-146, 2010.
11

[18] Nazir, M., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
[19] Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2005.
[20] Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2009.
[21] Gupta, S. dan V. Bhatt, “Community Based Tourism Development: A CaseStudy of Eco Village Sari in Kedarnath Sanctuary Region,” HNB Garhwal
University, 2009.
[22] Hong, C. dan N. Chan, “Strength-weakness-opportunities-threats Analysis of
Penang National Park for Strategic Ecotourism Management,” World Applied
Sciences Journal, vol. 10, no. Special Issue of Tourism and Hospitality, pp.
136-145, 2010.
[23] Ahmed, N., “Sustainable Tourism Development in Uttarakhand Region of
India,” International Journal of Management and Social Sciences Research,
vol. 2, pp. 106-111, 2013.
[24] Goh, H., “Nature and Community-based tourism (CBT) for Poverty
Alleviation: A case study of Lower Kinabatangan, East Malaysia,” Journal of
Society and Space, vol. 11, pp. 42-52, 2015.
[25] Cooper, C., J. Fletcher, D. Gilbert, A. Fyall dan S. Wanhill, Tourism:
Principle and Parctice, R. Shepherd, Penyunt., Harlow: Longman, 1998.
[26] Tubalawony, S., J. Abrahamsz, Y. Lopulalan dan F. Ayal, “Pemodelan
Ekowisata Pesisir: Kaji Terap di Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon,”
Universitas Pattimura, Ambon, 2013.
[27] Kantawateera, K., A. Naipinit, T. Sakolnakorn, C. Churngchow dan P.
Kroeksakul, “A SWOT Analysis of Tourism Developmen in Khon Kaen,
Thailand,” Asian Social Science, vol. 9, pp. 226-231, 2013.
[28] Vladi, E., “Tourism Development Strategies, SWOT Analysis and
Improvement of Albania's Image,” Europiean Journal of Sustainable
Development, vol. 3, pp. 167-178, 2014.

12

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65