Hubungan Gender Dan Etnis Dengan Outcome Pada Pasien Migren Dan Pada Pasien Chronic Tension Type Headache

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Nyeri kepala salah satu gejala neurologis yang paling sering dan

pernah dialami oleh hampir setiap orang. Nyeri kepala menduduki komposisi
jumlah pasien terbanyak yang berobat jalan ke dokter saraf, ini dapat
dibuktikan dari hasil pengamatan insidensi jenis penyakit dari praktek klinik di
Medan selama tahun 2003 didapati jumlah penderita sefalgia sebanyak 42%
(Sjahrir, 2004).
Migren dan Tension Type Headache (TTH) merupakan nyeri kepala
primer yang paling sering diderita oleh populasi secara umum sekitar 15%
dan 40% dengan usia prevalensi tertinggi antara 25-55 tahun ( Zandifar dkk,
2014).
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5
rumah sakit besar di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala

sebagai berikut: Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik
Tension Type Headache (ETTH) 31%, Chronic Tension Type Headache
(CTTH) 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir, 2004).
Ada sekitar 28 juta penderita migren di United State of America (USA)
dimana 2/3 nya adalah wanita. Berdasarkan perpustakaan negara barat,

Universitas Sumatera Utara

2

prevalensi migren pada orang dewasa adalah 10-12% setahun, pria 6% dan
wanita 15-18% (Sjahrir, 2004).
Penelitian yg dilakukan di Korea menunjukkan angka yg sedikit
berbeda

dimana migren diderita oleh wanita 3x lebih sering (9,2%)

dibandingkan dengan pria (2,9%). Prevalensi tertinggi didapatkan pada
wanita dengan rentang usia 40-49 tahun dan pria dengan rentang usia 19-29
tahun (Kim dkk, 2012).

Penelitian yang dilakukan terhadap 5739 orang (kasus dan kontrol)
menemukan bahwa 29,7% merupakan penderita migren dimana pria 8,6%
dan wanita 21,1% (Schramm dkk, 2013).
Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan di Turki, yang pada
penelitian tersebut juga mewakili populasi berasal dari Asia dan Eropa
menunjukkan prevalensi migren lebih tinggi secara signifikan pada wanita
(24%) dibandingkan dengan pria (12%) (Bolay dkk, 2015).
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada migren

telah

menemukan perbedaan antara pria dan wanita dimana hal tersebut dikaitkan
dengan hal-hal yang dialami oleh wanita seperti :


Pubertas pada wanita menunjukkan peningkatan angka kejadian
migren dibandingkan pria.




Lebih dari 55% wanita mengalami migren yg berkaitan dengan siklus
menstruasi.

Universitas Sumatera Utara

3



Mayoritas wanita menunjukkan peningkatan frekuensi maupun tingkat
keparahan yg lebih pada saat kehamilan maupun menopause (Peterlin
dkk, 2011).
Walaupun perbedaan nyeri yang dihubungkan dengan perbedaan

jenis kelamin telah banyak diketahui namun mekanisme yg mendasari secara
jelas belum dapat diidentifikasi. Hormon wanita dianggap berperan penting
pada keadaan ini. Dimana estrogen dan progesterone mempengaruhi
transmisi

sentral


dan

perifer

melalui

serotoninergik,noradrenergik,

glutamanergik, Gamma Amino Butyric Acid (GABA)-ergik dan opioidergik
transmitter system ( Karli dkk, 2012).
Prevalensi migren pada saat kanak-kanak tidak berbeda antara pria
dan wanita, namun angka tersebut secara signifikan meningkat pada wanita
dibandingkan pria setelah melewati usia pubertas. Hal ini menunjukkan
bahwa hormon sex pada wanita memegang peranan penting dalam
patofisiologi migren (Karli dkk, 2012).
Tension type headache (TTH) adalah jenis nyeri kepala primer yang
terbanyak dengan life time prevalence pada populasi bervariasi dengan
range 30-78% (Sjahrir, 2004).
Data dari World Healh Organisation (WHO) tahun 2012 didapati ETTH

dialami sekitar 70% dari populasi sedangkan CTTH dialami oleh 1-3% dari
orang dewasa.

Universitas Sumatera Utara

4

Berdasarkan laporan penelitian dari Schwartz dkk (dikutip dari Sjahrir
2004) yang dilakukan terhadap 13.345 populasi di Baltimore USA tahun 1998
didapati angka prevalensi CTTH adalah 2,2%.
Studi menunjukkan hasil yang kontradiktif pada CTTH dimana
beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kejadian CTTH
dan perubahan hormonal sedangkan penelitian lainnya melaporkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara perubahan hormonal dan CTTH (Karli dkk,
2012).
Schramm dkk, 2013 menemukan bahwa berbeda dengan migren,
pada penderita CTTH angka penderita pria dan wanita seimbang.
Migren dan CTTH sering dihubungkan dengan keterbatasan kegiatan
sehari-hari, pekerjaan, pendidikan dan akhirnya berakibat pada aktivitas
dalam keluarga dan kehidupan sosial. Frekuensi, durasi dan tingkat

keparahan dari serangan dapat berbeda pada tiap-tiap serangan (Zandifar
dkk, 2014).
Chronic Tension Type Headache (CTTH) memiliki angka absen dari
kerja lebih tinggi jika dibandingkan dengan ETTH (>40x per tahun) dimana
tingkat derajat nyeri juga lebih tinggi didapatkan pada CTTH (Holroyd dkk,
2000).
World Health Organisation (WHO) telah mendefinisikan disability
adjusted life years (DALY), sebagai suatu indikator yang penting dalam

Universitas Sumatera Utara

5

penilaian ketidakmampuan. Migren adalah

penyakit yang memiliki

skor DALY yang tertinggi di dunia. Oleh sebab itu penilaian kuantitas dari
ketidakmampuan pasien tersebut merupakan suatu hal yang penting baik
bagi penderita maupun pemeriksa untuk menentukan tingkat keparahan

penyakit dan dikemudian menentukan terapi yg paling tepat (Zandifar, 2014).
Banyak instrumen telah dikembangkan untuk menilai disabilitas yang
berhubungan dengan nyeri kepala. Namun yang sering digunakan di klinik
maupun penelitian-penelitian antara lain Migraine Disability Assessment
Scale (MIDAS), dan Headache Impact Test -6 (HIT-6) (Buse dkk, 2009).
Kuesioner MIDAS yang dikembangkan oleh Lipton dkk telah banyak
dipergunakan umtuk menilai efek dari migren dan CTTH dalam kehidupan
sehari-hari dan dan telah diuji validitas dan realibilitasnya pada banyak
Negara (Zandifar dkk, 2014).
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilaporkan oleh American
Migrene Prevalence and Prevention (AMPP) dilihat dari akibat dari serangan
migren yang dinilai melalui MIDAS menunjukkan penderita migren wanita
memiliki skor MIDAS yang lebih tinggi (MIDAS grade IV) sekitar 1,34 kali
lebih sering dibandingkan dengan penderita migren laki-laki.Sedangkan pria
secara signifikan lebih banyak memiliki skor MIDAS 1 dibandingkan dengan
wanita (Buse dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

6


Headache Impact Test-6 (HIT-6) dikembangkan untuk menilai dampak
menyeluruh dari semua

jenis nyeri kepala termasuk

migren

yang

mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan,
terutama terutama dalam fungsi sosial. Kuesioner ini meliputi 6 aspek, yaitu
nyeri, fungsi sosial, fungsi peran, vitalitas, fungsi sosial, dan gangguan
psikologis. HIT-6 memiliki reliabilitas dan internal consistency yang tinggi,
aksesibilitas yang sempurna serta mudah digunakan (Yang dkk, 2011).
Hormon steroid seksual pada wanita mungkin memainkan peran
penting dalam perbedaan ini. Steroid secara biologis adalah derivat aktif dari
kolesterol. Sintesis steroid pada manusia terjadi terutama di korteks adrenal
dan gonad pria dan wanita. Kolesterol dalam korteks adrenal diubah menjadi
pregnenolon dalam tiga langkah, melibatkan oksidasi komplek enzim P-450

pada sitokrom mitokondria (Craig dkk,2005).
Hormon seks yang paling penting adalah estrogen dan progesteron
yang mempengaruhi transmisi nyeri perifer dan sentral. Hal ini juga telah
mendasari hipotesa bahwa fluktuasi kadar hormon memodulasi berbagai
sistem neurotransmitter
atau 5-HT), noradrenalin,

yang melibatkan serotonin (5-hydroxytryptamine,
glutamat, GABA, atau opiat endogen (Karli

dkk,2012).

Universitas Sumatera Utara

7

Fluktuasi hormonal yang menurun pada kehamilan menyebabkan
tingkat

keparahan


migren

menjadi berkurang dibandingkan

sebelum

kehamilan (MacGregor dkk,2006).
Selain faktor hormonal, Body Mass Index (BMI) dari penderita migren
juga dapat mempengaruhi dari tingkat keparahan migren. Bigal dkk, 2006
menemukan bahwa pasien dengan berat badan berlebih memiliki Odd Ratio
(OR) 1,25 dibandingkan dengan berat badan normal dan OR 1,31 pada
pasien dengan obesitas.
1.2.

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian–penelitian terdahulu seperti

yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara gender dan etnis dengan outcome pada

pasien migren dan CTTH?
1.3.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan :
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan gender dan etnis dengan outcome pada pasien
migren dan CTTH.

Universitas Sumatera Utara

8

1.3.2. Tujuan Khusus
1.

Untuk mengetahui hubungan gender dan etnis dengan outcome
pada pasien migren dan CTTH yang datang berobat ke RS H.
Adam Malik Medan dan RS jejaring.

2.

Untuk melihat karakteristik demografi pada penderita migren.

3.

Untuk melihat karakteristik demografi pada penderita CTTH.

4.

Untuk mengetahui hubungan gender dengan outcome pada
penderita migren.

5.

Untuk mengetahui hubungan gender dengan outcome pada
penderita CTTH.

6.

Untuk mengetahui hubungan etnis dengan outcome pada
penderita migren.

7.

Untuk mengetahui hubungan etnis dengan outcome pada
penderita CTTH.

1.4.

HIPOTESIS

Ada hubungan antara gender dan etnis dengan outcome pada pasien migren
dan CTTH.
1.5.

MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuwan

Universitas Sumatera Utara

9

tentang hubungan gender dan etnis dengan outcome pada pasien migren
dan CTTH.
1.5.2. Manfaat penelitian untuk penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian
selanjutnya tentang pengaruh perubahan kadar hormon seksual terhadap
patofisiologi migren dan CTTH.
1.5.3. Manfaat penelitian untuk masyarakat
Dengan mengetahui hubungan gender dan etnis dengan outcome pada
migren dan CTTH dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pencegahan
nyeri kepala dan perbaikan kualitas hidup terutama melalui perubahan/
modifikasi gaya hidup.

Universitas Sumatera Utara